Anda di halaman 1dari 6

METODOLOGI PENELITIAN

“Hakikat Keilmuan dan Etika Penelitian”

Resume Ini Dibuat untuk Melengkapi Tugas Metodologi Penelitian

Oleh :
THREE RAHMADONA (22124060)

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Firman, M.S

Dr. Desyandri, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022

1. Hakikat Keilmuan (Ontologi Ilmu)


The Liang Gie (dalam Malli, 2019:94) menyatakan bahwa, imu adalah
pengetahuan yang teratur dan teruji,terproses secara metodik dan rasional dari data
eksperimental dan empirik, konsep-konsep sederhana, dan hubungan perseptual
menjadi generalisasi-generalisasi, teori-teori, kaidah-kaidah. Sedangkan arti kata
keilmuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah barang apa yang
berkenaan dengan pengetahuan; secara ilmu pengetahuan.

Secara ontologis, ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya


pada daerah-daerah yang berada pada jangkauan pengalaman manusia (Radina,
2021:1). Dengan demikian, objek penelaahan yang berada dalam daerah pra
pengalaman (seperti penciptaan manusia) atau pasca pengalaman (seperti hidup
sesudah mati) tidak menjadi pembahasan dalam ontologi.

Menurut Irwansyah (dalam Nurasa, dkk., 2022:181) bahwa ontologi


membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai
ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu,
ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya.
Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan
pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan
tertentu.
Ditinjau dari segi ontologi, ilmu membatasi diri pada kajian yang bersifat
empiris. Objek penelaah ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji
oleh panca indera manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hal-hal yang
sudah berada diluar jangkauan manusia tidak dibahas oleh ilmu karena tidak dapat
dibuktikan secara metodologis dan empiris, sedangkan ilmu itu mempunyai ciri
tersendiri yakni berorientasi pada dunia empiris. Berdasarkan objek yang ditelaah
dalam ilmu pengetahuan dua macam: 1. Obyek material (obiectum materiale, material
object) ialah seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu
ilmu. 2. Obyek Formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan titik
pandang terhadap obyek material.
Ilmu terbagi menjadi beberapa jenis keilmuan yang memiliki ciri khas yang
berbeda. Ilmu pengetahuan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Ilmu alamiah, Ilmu
sosial, dan Humaniora (Lutfi, 2022). Teori keilmuan harus memiliki syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Ada kendali dari hukum alam.

2. Harus ada penjelasan yang referensinya adalah dari hukum alam.

3. Bisa diuji untuk menanggapi atau menguji teori empiris.

4. Kesimpulannya masih bisa diperdebatkan dan bukan kesimpulan final.

5. Sesuatu bisa dikatakan ilmu jika bisa dimodifikasi.

2. Etika Penelitian

Peneliti dalam pengertian luas dapat dapat merujuk pada setiap orang yang
melakukan aktivitas menggunakan sistem tertentu dalam memperoleh pengetahuan
atau individu yang melakukan sejumlah praktik-praktik dimana secara tradisional
dapat dikaitkan dengan kegiatan pendidikan, pemikiran, atau filosofis. Secara khusus,
istilah peneliti dikaitkan pada individu-individu yang melakukan penelitian (meneliti)
dengan menggunakan metode ilmiah (Muhajirin dan Maya, 2017:10). Sedangkan
Etika Penelitian (EP) adalah pedoman etika untuk melakukan penelitian secara
bertanggung jawab.

Sejak dari lahir sampai meninggal dunia, manusia hidup dalam taman norma.
Dengan norma kita menilai apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang pantas dan
yang tidak Pantas, dan seterusnya. Dalam konteks penelitian, manusia bahkan lebih
terikat lagi untuk memperhatikan norma etik ini. Setidaknya ada empat alasan
mengapa diperlukan norma etika penelitian, yaitu:

1. Riset bertujuan untuk memperbaiki hidup manusia.

2. Riset merupakan hasil kerja sama banyak pihak.

3. Peneliti harus akuntabel terhadap masyarakat.

4. Penelitian memerlukan dukungan dari rnasyarakat.

Para pakar etika berpendapat bahwa EP mencakup masalah (Setiabudi, 2015:21-23):

1 . Kepengarangan (authorship)
Ada banyak kesalahPahaman mengenai authorship yang terjadi di lndonesia
yaitu bahwa seseorang yang senior atau memegang jabatan penting atau sudah
memberi ijin melaksanakan penelitian di wilayah otoritasnya otomatis harus
dimasukkan dalam deretan nama penulis pada waktu hasil penelitian dipublikasikan.
Pada dasarnya orang Yang namanya patut dimasukkan ke dalam daftar penulis
hanyalah mereka yang niemberikan intellectual contribution yang langsung dan cukup
berrnakna dalam pelaksanaan penelitian itu.

2. Plagiarisme

Plagiarisme adaiah tindakan mengambil ide, tulisan, kata, kalimat, data,


gambar, dan lain-lain, milik orang lain dan menyajikannya sedemikian rupa seolah-
olah itu merupakan milik atau ide plagiator tersebut.

3. Mitra bestari (peer reviewer)

Suatu jurnal ilmiah yang baik tentu mempunyai mitra bestari (peer reviewers)
yang akan menilai kelayakan suatu manuskrip untuk dipublikasi. Mitra bestari yang
baik akan membuat penilaian yang obyektif dan independen mengenai kelayakan
diterima tidaknya suatu manuskrip berdasarkan kelayakan (feasiblity), daya tarik
(interesting), adanya unsur kebaruan (novelty), nilai etika (efhics), dan relevansi
dengan masalah kesehatan yang terdapat dalam suatu populasi.

Menurut LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), ada beberapa kode etik
atau etika penelitian:

Kode pertama, Peneliti membaktikan diri pada pencarian kebenaran ilmiah


untuk memajukan ilmu pengetahuan, menemukan teknologi, dan menghasilkan
inovasi bagi peningkatan peradaban dan kesejahteraan manusia.

Dengan demikian peneliti harus menjunjung sikap ilmiah, yaitu:

1. Kritis yaitu pencarian kebenaran yang terbuka untuk diuji.


2. Logis yaitu memiliki landasan berpikir yang masuk akal dan betul.
3. Empiris yaitu memiliki bukti nyata dan absah.
Kode kedua, Peneliti melakukan kegiatannya dalam cakupan dan batasan
yang diperkenankan oleh hukum yang berlaku, bertindak dengan mendahulukan
kepentingan dan keselamatan semua pihak yang terkait dengan penelitiannya,
berlandaskan tujuan mulia berupa penegakan hak-hak asasi manusia dengan
kebebasan-kebebasan mendasarnya.

Kode ketiga, Peneliti mengelola sumber daya keilmuan dengan penuh rasa
tanggung jawab, terutama dalam pemanfaatannya, dan mensyukuri nikmat anugerah
tersedianya sumber daya keilmuan baginya.

DAFTAR PUSTAKA

https://pusbindiklat.lipi.go.id/id/ diakses 02 September 2022.

Luthfi, R. (2022). Ilmu Hukum Disiplin Ilmu yang Bersifat Sui Generis. Jurnal
Pendidikan Tambusai, 6(2), 14618-14623.
Malli, R. (2019). Landasan Ontologi Ilmu Pengetahuan. TARBAWI: Jurnal
Pendidikan Agama Islam, 4(01), 86-99.

Muhajirin, M., & Maya, P. (2017). Pendekatan Praktis: Metode Penelitian Kualitatif
dan Kuantitatif.

Nurasa, A., Natsir, N. F., & Haryanti, E. (2022). Tinjauan Kritis terhadap Ontologi
Ilmu (Hakikat Realitas) dalam Perspektif Sains Modern. JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu
Pendidikan, 5(1), 181-191.

Radina, R. F. (2021). Ontologi Dalam Islam.

Setiabudy, R. (2015). Etika Penelitian: Apa dan Bagaimana?. Majalah Kedokteran


Andalas, 37, 20-25.

Anda mungkin juga menyukai