Anda di halaman 1dari 6

Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

BAB II
Efek dan Mekanisme Kerja Zat Aditif dan Zat Adiktif

A. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran untuk topik Efek dan Mekanisme Kerja Zat Aditif
dan Zat Adiktif adalah sebagai berikut.
berikut
1. Mahasiswa dapat menjelaskan efek penggunaan zat aditif berdasarkan kajian
literatur maupun studi lapangan.
lapangan
2. Mahasiswa
hasiswa dapat menjelaskan efek zat adiktif bagi kesehatan maupun
kehidupan sosial ekonomi berdasarkan hasil kajian literatur dan studi
lapangan.
3. Mahasiswa
hasiswa dapat menjelaskan mekanisme kerja zat aditif di dalam tubuh
manusia dengan benar.
benar
4. Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme kerja zat adiktif di dalam tubuh
manusia dengan benar dengan benar.

B. Materi
1. Zat Aditif
Zat aditif digolongkan menjadi dua kategori, yaitu enrichment substances
dan technological additives yang telah dijelaskan pada materi sebelumnya.
Fungsi zat aditif makanan antara lain (Ratnani, 2009) adalah menjadikan pangan
lebih baik dan menarik sehingga menambah dan merangsang timbulnya selera
makan, sebagai pengawet pangan, dan menghemat biaya. Dalam kehidupan
sehari-hari,
hari, zat aditif makanan yang paling umum
umum digunakan yaitu (1) pewarna,
(2) pengawet, (3) pemanis, dan (4) penguat rasa.
Pewarna digunakan untuk mempertinggi daya tarik visual produk
makanan dan mencegah kehilangan warna selama penyimpanan (Ratnani, 2009).
Peraturan BPOM no. 37 tahun 2013 telahtelah menyebutkan bahan tambahan
makanan pewarna yang diperbolehkan di Indonesia. Beberapa zat pewarna
diturunkan dari zat warna alami, misalnya karoten (jingga), kunyit (kuning), buah
naga merah (ungu), klorofil (hijau), dan buah coklat (coklat). Pewarna sintesis
sint
yang diperbolehkan yaitu tartrazin, ponceau, dan eritrosin.
eritrosin. Zat pewarna kuning
dari tartrazin
artrazin yang dipergunakan secara luas dalam berbagai makanan olahan
telah diketahui dapat menginduksi reaksi alergi, terutama bagi orang yang alergi
terharap aspirin (Juhlin, 1980 dalam Ratnani, 2009).
Bahan pengawet ditambahkan untuk memperpanjang umur (shelf ( life)
makanan dengan mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroba. Teknik
penambahan bahan pengawet
pengaw dilakukan dengan cara, antara lain (1)
pencampuran,
ampuran, (2) pencelupan,
pencelupan, (3) penyemprotan, (4) pengasapan, dan (3)
pelapisan pada pembungkus. Permendikbud No. 37 tahun 2013 telah

Page | 10
Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

menyebutkan jenis-jenis
jenis bahan pengawet yang diijinkan adalah asam benzoate
dan garamnya, nitrit,, dan nitrat. Asam benzoat dalam dosis besar (lebih
( dari
50gr/konsumsi harian manusia) akan menimbulkan nyeri lambung, mual, dan
muntah. Nitrit dan nitrat dapat menjadi pengawet dan pewarna dan rasa khusus
pada daging, misalnya daging babi (ham) dan corned beef.. Namun, kedua zat ini
dapat bergabung denganngan amin tertentu membentuk berbagai jenis nitrosamine
yang umumnya karsinogenik kuat.
Pemanis adalah bahan tambahan pangan yang memberikan rasa manis
pada produk pangan. Peraturan BPOM no. 4 tahun 2014 menyebutkan beberapa
pemanis yang diperbolehkan yaituyaitu pemanis alami (sukrosa) dan pemanis buatan
(aspartame, sakarin, dan siklamat). Bahan pemanis buatan mempunyai rasa
manis yang kuat tetapi nilai kalorinya sedikit atau tidak ada sehingga bahan ini
digunakan bagi penderita diabetes sehingga mereka dapat menikmati
menikmati rasa manis
tanpa tambahan asupan kalori. Siklamat dapat dimetabolisme oleh flora usus
pada manusia menjadi sikloheksamin yang bersifat toksik (Classen, 1968 dalam
Ratnani, 2009). Campuran sakarin dan siklamat meningkatkan terjadinya tumor
kandung kemih pada tikus (Price, 1970 dalam Ratnani, 2009).
Penguat rasa adalah bahan tambahan pangan untuk memperkuat atau
memodiikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan pangan tersebut.
Kelompok penyedap/penguat rasa ini dibedakan atas penyedap alami alam dan
sintetis. Bahan sintetis (terutama ester, aldehid, dan keton) bersumber dari
bahan penyedap alami misalnya merica, kayu manis, jahe, dan cengkeh.
Peraturan BPOM no. 20 tahun 2013 telah menyebutkan bahan tambahan pangan
penguat sintetis yang diijinkan yaitu asam L-glutamat
glutamat dan garamnya.
onosodium glutamate (MSG) telah digunakan sebagai bahan penyedap rasa
Monosodium
selama puluhan tahun di Cina dan Jepang. Schaumberg (1969) dalam Ratnani
(2009) menyebutkan adanya sindrom restoran cina setelah mengkonsumsi MSG,
terutama
erutama pada orang Cina, yaitu reaksi hipersensitif berupa rasa panas, rasa
tertusuk-tusuk
tusuk di wajah dan leher, dan dada sesak. Pada manusia, efeknya
bersifat kronis. Bahan penyedap makan berupa MSG akan melekat pada sel
retina mata dan mengganggu kemampuan sel untuk memancarkan signal ke
otak. Secara epidemiologis, MSG dapat memicu terjadinya hipertensi, asma,
diabetes mellitus, dan kelemahan otot dan tulang.
Zat aditif dapat masuk ke dalam tubuh kebanyakan melalui saluran
pencernaan. Pada umumnya setiap zat zat aditif misalnya saja pada bahan
tambahan pangan (BTP) berupa pemanis sintetis memiliki mekanisme kerja yang
mirip dengan jenis zat aditif lainnya saat terpapar di dalam tubuh. Zat aditif
berupa pemanis makanan ini masuk melalui intake makanan lewat mulut. mul
Senyawa ini bersifat larut dan stabil pada kisaran pH dan suhu yang luas,
memiliki protein (Ahs/Bs) yang cocok dengan reseptor pada sistem indera perasa

Page | 11
Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

di lidah (Ahr/Br). Setelah masuk dalam mulut berikutnya menuju ke


kerongkongan, lambung,
lambung dan akhirnyaya ke usus. Di dalam usus zat ini diserap oleh
jonjot/vili usus dan masuk dalam pembuluh darah kapiler hingga pada akhirnya
dapat menyebar ke seluruh tubuh.
Konsumsi zat aditif (yang direkomendasikan sebagai food grade)
grade pada
takaran konsumsi yang seimbang atau di bawah ambang batas tidaklah
memberikan efek buruk bagi tubuh, namun manakala jumlahnya berlebih maka
akan diekskresikan ke luar tubuh, namun jika konsumsi dalam dosis tinggi
dengan frekuensi yang terus menerus pada jangka waktu yang panjang maka
akan
kan terjadi akumulasi di dalam organ-organ
organ organ pencernaan sehingga mampu
membahayakan kesehatan seperti memicu diabetes bahkan kanker.

2. Zat Adiktif
Zat adiktif berdasarkan efek yang ditimbulkan terhadap tubuh secara
umum digolongkan menjadi 3 kategori, yakni: depresan, stimulan, dan
halusinogen. Depresan merupakan golongan obat penenang yang menurunkan
aktivitas sistem saraf pusat dan menurunkan tingkat
tingkat kesadaran otak dengan efek
antara lain mengurangi stress dan kecemasan serta mempengaruhi pola tidur
(Hansen et al, 2009).
Depresan berdasarkan tingkat efek medis yang ditimbulkannya dapat
menyebabkan sedasi, hypnosis, anastesia, koma, bahkan kematian. Semakin
tinggi dosis yang digunakan, semakin besar resiko kematian yang dihadapi.
Gambar 1 menunjukkan efek ketergantungan depresan terhadap tubuh
berdasarkan dosis yang digunakan.

Gambar 1. Efek depresan terhadap tubuh berdasarkan dosis pemakaian (Han


Hansen et al., 2009)

Sedasi adalah kondisi penurunan fungsi system saraf pusat ringan dan
menyebabkan relaksasi. Obat jenis ini biasanya digunakan untuk menangani
kecemasan berlebihan. Obat-obat
Obat obat yang dapat menimbulkan sedasi disebut

Page | 12
Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

sedatif. Banyak sedatif


sedati yang juga menyebabkan otot-otot
otot menjadi lebih rileks
sehingga membantu efek penenangan.
Depresan yang termasuk dalam hipnotik adalah depresan yang memiliki
efek menidurkan. Obat jenis ini biasanya diberikan dalam resep dokter. Obat
yang memiliki efek hipnotik
hip juga memiliki efek sedatif. Penurunan kerja sistem
s
saraf pusat yang memberikan efek lebih tinggi dari hipnotik adalah anastetik.
Anastetik menyebabkan kondisi anastesia, yakni ketidaksadaran yang terkontrol
sehingga seorang pasien dapat ditangani, misalnya
misalnya melalui operasi, tanpa
mengalami pengalaman traumatik. Salah satu contoh depresan adalah alkohol.
Alkohol adalah depresan yang paling banyak digunakan sebelum era pengobatan
modern.
Zat adiktif yang termasuk dalam golongan non-narkotika
non narkotika maupun
narkotika
otika memiliki cara kerja yang berbeda-beda
berbeda beda tergantung pada cara
pemakaian, jenis, dan dosisnya.
a. Melalui saluran pernapasan
Zat adiktif yang masuk ke saluran pernapasan (misalnya berupa shabu-shabu
shabu
yang dihirup melalui hidung atau ganja yang dihisap seperti rokok) setelah
melalui hidung atau mulut, berikutnya sampai ke tenggorokan kemudian ke
bronkus, kemudian masuk ke paru-paru
paru aru melalui bronkiolus dan berakhir di
alveolus. Di dalam alveolus, zat adiktif tersebut menembus pembuluh darah
kapiler, kemudian dibawa melalui pembuluh darah vena ke jantung. Dari
jantung, zat adiktif menyebar ke seluruh tubuh dan selanjutnya merusak
organ tubuh antara lain hati, ginjal, paru-paru,
paru, usus, limpa, dan otak. Zat
adiktif yang sampai ke otak bagian hipofisis mampu merusak sel-sel sel otak.
Kerusakan pada sel otak menyebabkan kelainan pada tubuh (fisik) dan jiwa
(mental dan moral). Kerusakan sel otak otak juga dapat berdampak pada
terjadinya perubahan sifat, sikap, dan perilaku.
b. Melalui saluran pencernaan
Zat adiktif masuk melalui saluran pencernaan (misalnya berupa ekstasi yang
dimakan atau diminum) setelah melalui mulut, diteruskan ke kerongkongan
kemudian
udian masuk ke lambung dan usus. Di dalam usus halus, zat adiktif
tersebut dihisap oleh jonjot/vili usus kemudian masuk ke dalam pembuluh
darah kapiler. Zat adiktif juga dapat mencapai hati melalui pembuluh darah
vena. Dari hati selanjutnya diteruskan ke jantung dan akhirnya menyebar ke
seluruh tubuh dan merusak ke organ-organ
organ tubuh antara lain hati, ginjal,
paru-paru,
paru, usus, dan otak. Setelah di otak, zat adiktif akan merusak sel-sel
sel
otak. Dibandingkan dengan mekanisme kerja melalui saluran pernapasan,
makaa zat adiktif yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan
membutuhkan waktu yang lebih lama karena menempuh jalur yang lebih
panjang.

Page | 13
Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

c. Melalui aliran darah


Berbeda dengan dua macam mekanisme sebelumnya, zat adiktif yang melalui
aliran darah ibarat jalan tol atau jalan tercepat. Zat adiktif seperti putaw atau
morfin yang disuntikkan atau ditabur ke sayatan kulit dapat langsung masuk mas
ke dalam pembuluh darah vena menuju ke jantung dan akhirnya diedarkan
ke seluruh tubuh dan merusak berbagai organ vital vital termasuk otak sebagai
pusat koordinasi tubuh manusia.
Mekanisme aksi zat adiktif sampai dapat menimbulkan kecanduan yang
bertahan hingga waktu yang lama adalah dikarenakan terjadinya perubahan
pada saraf post-sinaps
sinaps bagian otak. Ditandai dengan migrasi beberapa reseptor
seperti reseptor AMPA (α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic
isoxazolepropionic acid)
dari bagian dalam sel saraf menuju ke perifer tempat dihasilkannya dopamin.
Dopamin merupakan neurotransmitter yang menyebabkan perasaan atau
sensasi rasa senang akibat konsumsi zat adiktif, selain itu juga ada
neurotransmitter lainnya yaitu serotonin.
Setiap orang memiliki neurotransmitter yang bertugas untuk
menghantarkan impuls atau rangsangan. Pada keadaan normal,
neurotransmitter tersebut (dopamin dan serotonin)
serotonin) akan dilepaskan ke celah
sinaptik dan ditangkap oleh reseptornya yang berada pada dinding ujung sel
saraf lainnya. Pada kondisi demikian, keluarnya dopamin dan serotonin dalam
jumlah yang cukup, sehingga mampu menimbulkan rasa nyaman dan senang
secara fisik dan mental pada individu. Bila suatu saat pengeluarannya menurun,
maka sirkuit otak yang didukung oleh neurotransmitter tersebut akan bereaksi
meningkatkan pengeluarannya sehingga akan tercapai respon kenikmatan lagi.
Sel saraf yang terpapar zat adiktif
adiktif akan secara kontinu memproduksi
dopamin dan serotonin dalam jumlah yang lebih besar dan menyebabkan euforia
yang lebih hebat. Lama kelamaan akan terjadi desensitisasi. Desensitisasi adalah
terapi tambahan selain menghindari allergen dan terapi obat-obatan obat
simptomatik, bukan suatu terapi utama atau terapi pengganti terhadap terapi
menghindari allergen, meskipun demikian desensitisasi biasanya efektif pada
keadaan-keadaan
keadaan dimana menghindari allergen tidak dimungkinkan. dimungkinkan
Desentisisasi reseptor menyebabkan terjadinya toleransi untuk medapatkan
kadar kesenangan yang sama diperlukan peningkatan kadar neurotransmitter.
Jika kadar neurotranmitter dopamin dan serotonin rendah individu tersebut akan
merasa tidak nyaman bahkan kesakitan sehingga ia perlu mengkonsumsi
mengkonsum zat
adiktif tersebut lagi dan lagi untuk memperoleh rasa nikmat yang sama maka
dibutuhkan zat adiktif yang makin lama semakin banyak kadarnya. Toleransi zat
dan pengulangan yang terus menerus ini disebut dengan kecanduan (adiksi).

Page | 14
Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Malang

C. Tugas
1. Pilihlah satu
u jenis zat aditif alami selanjutnya buatlah makalah
makal tentang zat
aditif alami tersebut terkait jenis dan pemanfaatan bagi kesehatan dan
kehidupan sosial ekonomi.
ekonomi
2. Pilihlah
hlah satu jenis zat adiktif selanjutnya buatlah makalah tentang zat
adiktif tersebut terkait
terka jenis dan pemanfaatanya bagi kesehatan dan
kehidupan sosial ekonomi.
3. Interviewlah seorang narasumber yang pernah mengalami gangguan
kesehatan yang dikarenakan zat aditif, baik alami maupun buatan,
selanjutnya tuliskan hasil laporan mengenai jenis dan pemanfaatan
emanfaatan bagi
kesehatan dan kehidupan sosial ekonomi yang telah dialami narasumber
tersebut
4. Interviewlah seorang narasumber yang pernah mengalami
ketergantungan zat adiktif, lalu tuliskan hasil laporan
laporan mengenai jenis dan
pemanfaatan bagi kesehatan dan kehidupan sosial ekonomi yang telah
dialami narasumber tersebut.

D. Daftar Rujukan
Brown, M.TC. 2010. Drug-driven AMPA Receptor Redistribution Mimicked by
Stimulation Plos one (5):12.
Selective Dopamine Neuron Stimulation.
Hansen, G. R., Venturelli, P. J, Fleckenstein, A. E. 2009. Drugs and Society (10th
edition). Canada: Jones and Bartlett Publishers. (Online).
https://books.google.co.id/books?id=glIg1iG91XcC&printsec=frontcover&
hl=id#v=onepage&q&f=false Diakses 15 Juli 2016
hl=id#v=onepage&q&f=false.
Partodiharjo, S. 2012. Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya.
Penyalahgunaannya Jakarta:
PT. Erlangga.
Ratnani, R.D. 2009. Bahaya Bahan Tambahan Makanan Makanan bagi Kesehatan. Jurnal
Momentum Vol. 5, No. 1, April 2009: 16-2216

Page | 15

Anda mungkin juga menyukai