Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era modern saat ini, masih sering dijumpai berbagai pandangan


yang masih kurang tepat mengenai pewarisan sifat suatu individu.
Ditengah-tengah kehidupan masyarakat secara luas masih banyak yang
mempercayai bahwa sifat suatu individu (anakan) lebih didominasi dari
ayah(tetua)/jantan daripada ibu(tetua)/betina. Sehingga ibu(tetua)/betina
hanya sebagai tempat dimana anakan tersebut tumbuh dan berkembang.
Selain itu, masyarakat juga masih menganut pemahaman tentang jenis
kelamin anak lebih ditentukan oleh ibu(tetua)/betina. Padahal,
ayah(tetua)/jantan lah yang menghasilkan dua macam spermatozoon yaitu
X dan Y. Sedangkan ibu(tetua)/betina hanya menghasilkan satu jenis
ovum yaitu X dan X.
Sejarah perkembangan genetika sebagai ilmu pengetahuan dimulai
pada abad-19 ketika seorang biarawan Austria yang bernama Gregor
Johann Mendel berhasil melakukan analisis cermat dengan interpretasi
yang tepat pada percobannya menggunakan tanaman kacang ercis sebagai
objek pengamatannya dan menghasilkan Hukum Mendel I (Hukum
Pemisahan/Segregasi) dan Hukum Mendel II (Hukum Pilihan
Bebas/Asortasi).
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai pola pewarisan sifat dalam Hukum Mendel I dan Hukum
Mendel II.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dan penerapan dalam Hukum Mendel I?
2. Bagaimana konsep dan penerapan dalam Hukum Mendel II?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Dapat memahami konsep dan penerapan Hukum Mendel I
2. Dapat memahami konsep dan penerapan Hukum Mendel II

1
BAB II
ISI

2.1 Hukum I Mendel (Pemisahan/Segregasi)


Seorang biarawan Austria bernama Gregor Johann Mendel
menjelang akhir abad ke-19 melakukan srangkaian percobaan persilangan
pada kacang ercis (Pisum Sativum) untuk mempelajari perbedaan sifat satu
sama lainnya. Dari percobaan yang dilakukan selama bertahun-tahun,
tersebut, Mendel berhasil menemukan prinsip-prinsip dari pewarisan sifat,
hingga kemudian menjadi llandasan utama bagi perkembangan genetika
sebagai cabang ilmu genetika. Berkat karyanya tesebut, Mendel diakui
sebagai Bapak Genetika.

a) b)

Gambar 2.1 a) Gregor Johann Mendell, b) Tanaman Ercis (Sumber:


Nusantari, 2014. Genetika Mendel.pdf)
Pada salah satu percobaannya, Mendel menyilangkan tanaman
kacang ercis dengan sifat tinggi dan pendek. Persilangan ini disebut
sebagai persilangan mohohibrit. Tanaman yang digunakan adalah tanaman
galur murni. Tanaman galur murni adalah tanaman yang apabila
melakukan penyerbukan sendiri akan menghasilkan tanaman yang sejenis
atau sama, dan tidak akan menghasilkan tanaman yang berbeda dengan
indukannya. Apabila indukannya tinggi, maka tanaman yang dihasilkan
dari penyerbukannya juga akan tinggi. begitupula apabila indukannya
rendah, maka tanaman yang dihasilkan dari hasil penyerbukan juga rendah
(Susanto, 2011).
J.G. Mendel memilih tanaman ercis untuk percobaannya karena:
a) Tanaman ini hidupnya tidak tahan lama (hidup dalam jangka waktu
satu tahun lamanya), mudah untuk disilangkan.

2
b) Memiliki bunga sempurna dan bereproduksi secara seksual
c) Memiliki tujuh perbedaan sifat yang mencolok (Mustami, 2013).
Individu yang memiliki sifat tinggi dan pendek yang digunakan
pada awal persilangan disebut sebagai parental (P1), sedangkan hasil dari
persilangan pertama disebut dengan filial (F1) atau keturunan generasi
pertama. Kemudian apabila keturunan generasi pertama (F1) disilangkan
dengan sesamanya yaitu filial 1 (F1) maka akan menghasilkan keturunan
generasi ke-dua disebut dengan filial 2 (F2 ). Tanaman kacang ercis tinggi
dilambangkan dengan DD, sedangkan tanaman kacang ercis yang pendek
dilambangkan dengan dd. Berikut adalah persilangan kacang ercis dengan
sifat tinggi dan kacang ercis dengan sifat pendek:

Gambar 2.2 Turunan pertama F1 hasil persilangan antara kacang ercis


yang berbiji kuning dan hijau (Sumber: Nusantari, 2014. Genetika.Pdf)
P1 : Tinggi x Pendek
(Parental) DD dd

G1 : D d
(Gamet)

(karena alelnya homozigot,


Maka gametnya hanya 1,
yaitu D dan d)
F1 : Tinggi
Dd

M bersifat dominan dari m, sehingga F1 bersifat merah)


Kemudian F1 disilangkan dengan sesamanya
P2 : Dd X Dd

3
(merah) (merah)
G2 : D D
d
d D
d

(Berlaku hokum I Mendel yaitu D dan d berpisah secara bebas saat


pembentukan gamet)
F2 : DD (tinggi), Dd (tinggi), Dd (tinggi), dd (pendek)

Berdasarkan persilangan diatas ddapat diketahui perbandingan fenotip


(sifat yang tampak, dapat diamati secara langsung oleh mata) adalah 3 : 1
dan genotip (sifat yang tidak muncul) adalah 1 : 2 : 1.
Dari persilangan monohibrid tersebut, untuk menghasilkan
individu Dd dari F1, maka dari generasi P1 maka DD maupun dd
membentuk gamet. Individu DD membentuk gamet D, sedangkan individu
dd membentuk gamet d sehingga individu Dd pada F1 merupakan hasil
penggabungan kedua gamet tersebut. Begitupula ketika sesama individu F1
disilangkan dengan individu F1 , maka sesame individu akan membentuk
gamet terlebih dahulu. Gamet yang dibentuk ada dua macam, yaitu G dan
g. sehingga dari kombinasi gamet-gamet tersebut diperoleh individu-
individu F2 dengan perbandingan DD:Dd:dd = 1 : 2 : 1. Dari pembentukan
gamet D dan d dari individu Dd maka akan terlihat gen D akan dipisahkan
(di segregasi) ke dalam gamet-gamet yang terbentuk. Prinsip inilah yang
kemudian dikenal sebagai hukum segregasi atau hukum I Mendel yang
mengatakan bahwa “Pada waktu berlangsung pembentukan gamet, tiap
pasang gen akan disegregasi ke dalam masing-masing gamet yang
terbentuk.

Individu Dd disebut sebagai individu heterozigot, sedangkan


individu DD disebut sebagai individu homozogot dominan, dan individu
Dd disebut sebagai individu homozigot resesisf. Sifat sifat yang dapat
diamati secara langsung seperti tinggi, pendek, warna merah, putih
dinamakan fenotip. Sedangkan susunan genetic yang mendasari
pemunculan suatu sifat dinamakan sebagai genotip.

2.2 Hukum II Mendel (Pemilihan Bebas/Asortasi)

Pada percobaan selanjutnya, J.G. Mendel masih menggunakan


tanaman galur murni kacang ercis dengan dua sifat yang berbeda sekaligus

4
yang disebut dengan persilangan dihybrid. Persilangan dihybrid adalah
persilangan yang melibatkan dua sifat yang berbeda. Pada satu
percobaannya tanaman ercis berwarna kuning biji halus dengan masing-
masing gen G dan W disilangkan dengan tanaman kacang ercis berwarna
hijau biji keriput dengan masing-masing gen g dan w. Berikut ini adalah
persilangan dihybrid pada kacang ercis kuning halus dengan hijau keriput:

Gambar 2.3 Percobaan persilangan J.G. Mendel memperlihatkan pilihan


bebas. (Sumber: Nusantari, 2014. Genetika.Pdf)
P1 : ♀kuning, halus x ♂hijau, keriput
GGWW ggww
G1 : GW gw

F1 : GgWw
(Kuning halus)
Kemudian F1 menyerbuk dengan sesamanya (GgWw x GgWw)
F2 :
Gamet
♂ GW Gw gW gw
Gamet ♀

GW GGWW GGWw GgWW GgWw

Gw GGWw GGww GgWw Ggww

gW GgWW GgWw ggWW ggWw

gw GgWw Ggww ggWw ggww

5
Dari diagram persilangan diatas dapat diketahui bahwa fenotip F2
memiliki perbandingan 9 : 3 : 3 : 1 sebagai akibat dari terjadinya segrgasi
gen G dan W secara independen. Sebagaimana menurut (Susanto, 2011)
bahwa dengan demikian , gamet-gamet yang terbentuk dapat megandung
kombinasi gen dominan dengan gen dominan (GW), gen dominan dengan
gen resesif (Gw), serta gen resesif dengan gen resesif (gw). Hal inilah
yang dikenal sebagai hukum pemilihan bebas (the law of independent
assortment) atau hukum II Mendel “Segregasi suatu pasangan gen tidak
bergantung kepada segregasi pasangan gen lainnya, sehingga di dalam
gamet-gamet yang terbentuk akan terjadi pemilihan kombinasi gen-gen
secara bebas”.

6
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.1.1 Hukum I Mendel atau Segregasi pada waktu berlangsung
Pembentukan gamet, tiap pasang gen akan disegregasikan ke dalam
masing-masing gamet yang terbentuk dan persilangan individu terjadi
pada satu sifat yang berbeda atau disebut sebagai persilangan monohybrid.
3.1.2 Hukum II Mendel atau hukum Pemilihan Bebas (Asortasi) segregasi
suatu pasangan gen tidak bergantung kepada segregasi pasangan gen
lainnya, sehingga di dalam gamet-gamet yang terbentuk akan terjadi
pemilihan kombinasi gen-gen secara bebas, dan persilangan individu
terjadi pada dua sifat yang berbeda atau disebut sebagai persilangan
dihybrid.

7
DAFTAR PUSTAKA

Mustami, Muhammad Khalifah. 2013. Genetika. Makassar: Universitas Alauddin


Makassar
Nusantari, Elya. 2014. Genetika. Yogyakarta: Deepublish
Susanto, Agus Hery. 2011. Genetika Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai