MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Narkotika, Bahan Terlarang,dan Psikotropika
Yang dibina oleh Ibu Novida Pratiwi, S.Si, M.Sc.
Oleh:
Offering B / 2016
Kelompok 1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga saya mampu menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hukum dan Kebijakan Zat Psikotropika”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Narkotika, Bahan Terlarang,dan
Psikotropika yang dibina oleh Ibu Novida Pratiwi, S.Si, M.Sc.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
Narkotika, Bahan Terlarang,dan Psikotropika di Indonesia, yang kelompok 1
sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi dan refrensi yang
kita dapat. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Prodi
Pendidikan IPA. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta
masukannya demi perbaikan makalah di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
(Penulis)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum produksi dan peredaran zat Psikotropika?
2. Bagaimana hukum Ekspor dan Impor zat Psikotropika?
3. Bagaimana hukum label dan pengiklanan zat Psikotropika?
4. Bagaimana hukum kebutuhan tahunan dan pelapor zat Psikotropika?
5. Bagaimana hukum pengguna zat Psikotropika dan rehabilitasinya?
6. Bagaimana hukum pembinaan dan pengawasan zat Psikotropika?
7. Bagaimana hukum pemusnahan zat Psikotropika?
8. Bagaimana hukum peran serta masyarakat terkait zat Psikotropika?
9. Bagaimana hukum penyidikan zat Psikotropika?
10. Bagaimana hukum ketentuan pidana zat Psikotropika?
C. Tujuan
1. Mengetahui hukum produksi dan peredaran zat Psikotropika?
2. Mengetahui hukum Ekspor dan Impor zat Psikotropika?
3. Mengetahui hukum label dan pengiklanan zat Psikotropika?
4. Mengetahui hukum kebutuhan tahunan dan pelapor zat Psikotropika?
5. Mengetahui hukum pengguna zat Psikotropika dan rehabilitasinya?
6. Mengetahui hukum pembinaan dan pengawasan zat Psikotropika?
7. Mengetahui hukum pemusnahan zat Psikotropika?
8. Mengetahui hukum peran serta masyarakat terkait zat Psikotropika?
9. Bagaimana hukum penyidikan zat Psikotropika?
10. Bagaimana hukum ketentuan pidana zat Psikotropika?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum Produksi, Peredaran, Ekspor,Dan Impor Zat Psikotropika
Ruang Lingkup dan Tujuan Psikotropika
1. Psikotropika Golongan I
Psikotropika hannya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat
yang mengakibatkan sindorma ketergantungan.
Contohnya: Broloamfetamine atau DOB , Cathinone, DET , DMA,
DMHP, DMT ,DOET, Etrytamine , Lysergide - LSD, LSD.
2. Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
kuat yang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contohnya, Amfetamina, Deksamfetamina, Fenetilina, Fenmetrazina,
Fensiklidina, Levamfetamina.
3. Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contohnya, Amobarbital, Buprenorphine, Butalbital, Cathine / norpseudo-
ephedrine, Cyclobarbital, Flunitrazepam, Glutethimide.
4. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang barkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contohnya, Allobarbital, Alprazolam, Amfepramona, Aminorex, Barbital,
Benzfetamina.
Produksi Psikotropika
Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki
izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Psikotropika golongan 1 dilarang di produksi dan/atau digunakan dalam proses
produksi. Psikotropika yang diproduksi untuk diedarkan berupa obat, harus
memenuhi standar dan/atau persyaratan farmakope Indonesia atau buku standar
lainnya.
Peredaran Psikotropika
1. Penyaluran
Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh
a. Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga
penelitian atau lembaga Pendidikan.
b. Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya,
apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit
dan lembaga penelitian atau lembaga Pendidikan.
c. Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah kepada rumah sakit
pemerintah, puskesmas dan balai pengobatan pemerintah.
2. Penyerahan
1. Ekspor
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan narkotika, psikotropika
dan/atau prekursor farmasi dari daerah pabean Indonesia. Ekspor
psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar
farmasi yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Surat Persetujuan Ekspor
yang selanjutnya disingkat SPE adalah surat persetujuan untuk
mengekspor narkotika, psikotropika dan/atau prekursor farmasi. Eksportir
Produsen Psikotropika yang selanjutnya disebut EP Psikotropika adalah
industri farmasi yang mendapat izin sebagai eksportir psikotropika.
Eksportir Produsen Prekursor Farmasi yang selanjutnya disebut EP
Prekursor Farmasi adalah industri farmasi yang mendapat izin sebagai
eksportir prekursor farmasi. Eksportir Terdaftar Psikotropika yang
selanjutnya disebut ET Psikotropika adalah pedagang besar farmasi yang
mendapat izin sebagai eksportir psikotropika. Eksportir Terdaftar
Prekursor Farmasi yang selanjutnya disebut ET Prekursor Farmasi adalah
pedagang besar farmasi yang mendapat izin sebagai eksportir prekursor
farmasi.
Ekspor Narkotika hanya dapat dilakukan oleh satu perusahaan
pedagang besar farmasi milik negara yang telah memiliki izin khusus
sebagai eksportir dari Menteri. Menteri mendelegasikan pemberian izin
khusus sebagaimana dimaksud kepada Direktur Jenderal. Dalam hal
perusahaan PBF milik negara tidak dapat melaksanakan fungsinya dalam
melakukan Ekspor Narkotika, Direktur Jenderal dapat memberikan izin
khusus kepada perusahaan PBF milik negara lainnya. Dalam rangka
pelaksanaan Ekspor, eksportir yang memiliki izin khusus sebagai eksportir
Narkotika, EP Psikotropika/EP Prekursor Farmasi, atau ET
Psikotropika/ET Prekursor Farmasi wajib menyampaikan informasi secara
tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan
yang memuat:
a. Perkiraan tanggal pelaksanaan ekspor.
b. Jenis transportasi (laut/udara) termasuk nama dan nomor
penerbangan/nama dan nomor kapal.
c. Rincian pengiriman (nama pelabuhan/bandara negara importir dan
transit bila ada).
d. Perkiraan tanggal tiba di negara importir.
2. Impor
Impor adalah kegiatan memasukkan narkotika, psikotropika dan/atau
prekursor farmasi ke dalam daerah pabean Indonesia. Impor psikotropika
hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi yang
telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, serta lembaga penelitian atau lembaga
pendidikan.Surat Persetujuan Impor yang selanjutnya disingkat SPI adalah
surat persetujuan untuk mengimpor narkotika, psikotropika dan/atau
prekursor farmasi. Importir Produsen Psikotropika yang selanjutnya
disebut IP Psikotropika adalah industri farmasi yang menggunakan
psikotropika sebagai bahan baku proses produksi yang mendapat izin
untuk mengimpor sendiri psikotropika. Importir Produsen Prekursor
Farmasi yang selanjutnya disebut IP Prekursor Farmasi adalah industri
farmasi yang menggunakan prekursor farmasi sebagai bahan baku atau
bahan penolong proses produksi yang mendapat izin untuk mengimpor
sendiri prekursor farmasi. Importir Terdaftar Psikotropika yang
selanjutnya disebut IT Psikotropika adalah pedagang besar farmasi yang
mendapat izin untuk mengimpor psikotropika guna didistribusikan kepada
industri farmasi dan lembaga ilmu pengetahuan sebagai pengguna akhir
psikotropika. Importir Terdaftar Prekursor Farmasi yang selanjutnya
disebut IT Prekursor Farmasi adalah pedagang besar farmasi yang
mendapat izin untuk mengimpor prekursor farmasi guna didistribusikan
kepada industri farmasi dan lembaga ilmu pengetahuan sebagai pengguna
akhir prekursor farmasi. Impor Narkotika hanya dapat dilakukan oleh 1
(satu) perusahaan PBF milik negara yang telah memiliki izin khusus
sebagai importir dari Menteri. Impor Psikotropika dan/atau Prekursor
Farmasi hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi, PBF, atau Lembaga
Ilmu Pengetahuan. Impor Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
Farmasi hanya dapat dilaksanakan setelah mendapatkan SPI dari Menteri.
SPI sebagaimana dimaksud berlaku untuk setiap kali pelaksanaan impor.
Pelaksanaan impor psikotropika hanya dapat dilaksanakan setelah
mendapatkan SPI (Surat Persetujuan importir) dari Menteri melalui
Direktur Jendral. SPI hanya berlaku untuk setiap kali pelaksanaan impor.
1. IP Psikotropika hanya dapat mengimpor psikotropika untuk kebutuhan
proses produksi sendiri dan tidak untuk diperdagangkan atau
dipindahtangankan.
2. IT Psikotropika hanya dapat mengimpor psikotropika berdasarkan
pesanan dari industri farmasi atau lembaga ilmu pengetahuan dan
wajib didistribusikan langsung kepada industri dan lembaga ilmu
pengetahuan pemesan.
3. IP dan IT Psikotropika wajib menunjukkan lembaran asli SPI kepada
petugas bea cukai setempat untuk pengisian kartu kendali realisasi
impor dalam setiap pelakssanaan impornya.
Pasal 33 ayat (1) menjelaskan “Pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan wajib
membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan masing-masing yang
berhubungan dengan psikotropika”.
Pasal 34 menjelaskan “Pabrik obat, pedagang besar farmasi, apotek, rumah sakit,
puskesmas, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan wajib melaporkan
catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) kepada Menteri secara
berkala”.
Pasal 39 ayat (2) menjelaskan “Rehabilitasi fasilitas dimaksud pada ayat (1)
meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”.
Pada pasal 3 Permensos 2012, sasaran rehabilitasi sosial meliputi pemerintah dan
pemerintah daerah, serta lembaga rehabilitasi sosial penyalahgunaan NAPZA.
C. Hukum Pemusnahan, Peran Serta Masyarakat, Dan Penyidikan
1. Hukum Pemusnahan
Hukum pemusnahan terdapat pada pasal 53 uu no 5 tahun 1997 tentang
psikotropika, terdapat 4 pasal. Pada ayat 1 menerangkan tentang Pemusnahan
psikotropika dilaksanakan karena beberapa hal antara lain
a. Berhubungan dengan tindak pidana;
b. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika;
c. kadaluwarsa;
d. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk kepentingan
ilmupengetahuan.
Pada ayat kedua sub bab pertama membahas pihak-pihak yang melakukan
pemusnahan psikotropika yang dijelaskan pada ayat pertama yakni suatu tim yang
terdiri dari pejabat yang mewakili departemen yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan sesuai dengan
Hukum Acara Pidana yang berlaku, dan ditambah pejabat dari instansi terkait
dengan tempat terungkapnya tindak pidana tersebut, dalam waktu tujuh hari
setelah mendapat kekuatan hokum tetap.
Pada ayat kedua sub babdi khusus pada golongan I, pemusnahan
psikotropika wajib dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dilakukan
penyitaan; dan pada ayat ketiga ketika pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan
berita acara mengenai pemusnahan psikotropika, pada ayat keempat menerangkan
bahwa segala sesuatu mengenai pemusnahan yang tidak tercantum dalam uu akan
ditentukan lebih lanjut mengenai pemusnahan psikotropika di te-tapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Mengenai sanksi yang di tetapkan Sesuai dengan uu no 5 tahun 1997 pasal
63 pemusnahan harus dilakuakan sesuai dengan pasal 53 ayat 3 dan 2 dan ketika
pemusnahan tidak sesuai akan dilakukan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Hukum Peran Masyarakat
Kesimpulan