Anda di halaman 1dari 8

http://alibihukum.blogspot.co.

id/2015/03/pen
gertian-prinsip-dasar-dan-tujuan.html
PENGERTIAN, PRINSIP DASAR DAN
TUJUAN PERKAWINAN (KOMPILASI
HUKUM ISLAM, UU PERKAWINAN
Th.1974, COUNTER LEGAL DRAFT)
 Home
 PENGERTIAN, PRINSIP DASAR DAN TUJUAN PERKAWINAN (KOMPILASI
HUKUM ISLAM, UU PERKAWINAN Th.1974, COUNTER LEGAL DRAFT)

alibi hukum 18.17 1 comment


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keluarga merupakan lembaga sosial bersifat universal, terdapat di semua lapisan dan
kelompok masyarakat di dunia. Keluarga adalah miniatur masyarakat, bangsa dan negara.
Keluarga terbentuk melalui perkawinan, ikatan antara kedua orang berlainan jenis dengan
tujuan membentuk keluarga. Ikatan suami istri yang didasari niat ibadah diharapkan
tumbuh berkembang menjadi keluarga (rumah tangga) bahagia kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa dan dapat menjadi masyarakat yang beriman, bertakwa,
berilmu pengetahuan, teknologi dan berwawasan nusantara.

Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling berat diterpa oleh arus globalisasi dan
kehidupan modern. Dalam era globalisasi, kehidupan masyarakat cenderung materialistis,
individualistis, kontrol sosial semakin lemah, hubungan suami istri semakin merenggang,
hubungan anak dengan orang tua bergeser, kesakralan keluarga semakin menipis. Untuk
memelihara dan melindungi serta meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga
tersebut disusunlah undang-undang yang mengatur perkawinan dan keluarga.

Telah lama umat Islam di Indonesia ingin memiliki hukum perkawinan tertulis.
Keinginan ini sudah muncul pada masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang, dan
seterusnya sampai pada masa kemerdekaan. Harapan memiliki hukum perkawinan
tertulis tersebut baru dapat terwujud pada awal tahun 1974, dengan disahkannya Undang-
Undang No: 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2. Rumusan Masalah

a. Apa pengertian perkawinan menurut KHI, UU no.1 thn 1974

b. Bagaimana prinsip dasar dan tujuan perkawinan menurut UU Perkawinan no.1 tahun
1974

3. Tujuan

Mahasiswa dapat memahami tentang perkawinan berikut pengertian, prinsip dasar dan
tujuan perkawinan. menurut Kompilasi Hukum Islam, UU Perkawinan No.1 1974 serta
CLD.
BAB II

PENGERTIAN, PRINSIP DASAR DAN TUJUAN PERKAWINAN (KOMPILASI HUKUM


ISLAM, UU PERKAWINAN Th.1974, COUNTER LEGAL DRAFT)

1. Pengertian perkawinan

Pernikahan / Perkawinan merupakan salah satu jalan atau suratan hidup yang dialami
oleh hampir semua manusia dimuka bumi ini walaupun ada beberapa diantaranya yang
tidak terikat dengan perkawinan sampai ajal menjemput. Semua agama resmi di
Indonesia memangdang perkawinan sebagai sesuatu yang sakral, harus dihormati, dan
harus dijaga kelanggengannya. Oleh karena itu, setiap orang tua merasa tugasnya sebagai
orang tua telah selesai bila anaknya telah memasuki jenjang perkawinan.

Berikut ini adalah pengertian dan definisi Pernikahan / Perkawinan :

a. UU PERKAWINAN NO.1 TAHUN 1974[1]

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

b. KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) PASAL 2

Perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah

c. PROF. SUBEKTI, SH

Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan untuk waktu yang lama

d. PROF. MR. PAUL SCHOLTEN

Perkawinan adalah hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk
hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh negara

2. Prinsip Dasar Perkawinan dan Tujuan Perkawinan

Dalam ajaran Islam ada beberapa prinsip-prinsip[2] dalam perkawinan, yaitu:


a) Harus ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang mengadakan perkawinan. Caranya
adalah diadakan peminangan terlebih dahulu untuk mengetahui apakah kedua belah pihak setuju
untuk melaksanakan perkawinan atau tidak.
b) Tidak semua wanita dapat dikawini oleh seorang pria, sebab ada ketentuan larangan-larangan
perkawinan antara pria dan wanita yang harus diindahkan.
c) Perkawinan harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, baik yang
menyangkut kedua belah pihak maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan itu
sendiri.
d) Perkawinan pada dasarnya adalah untuk membentuk satu keluarga atau rumah tangga tentram,
damai, dan kekal untuk selam-lamanya.
e) Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga, dimana tanggung jawab
pimpinan keluarga ada pada suami.

Kalau kita bandingkan prinsip-prinsip dalam perkawinan menurut Hukum Islam dan
menurut Undang-Udang Perkawinan, maka dapat dikatakan sejalan dan tidak ada
perbedaan yang prinsipil atau mendasar.

a. Dasar dan tujuan perkawinan menurut Perundang-undangan :

Dasar dan tujuan tersebut dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang
perkawinan tercantum dalam pasal 1 dan 2.[3]

Pasal 1

Perkawinan ialah ikatan lahir-bathin antara seorang peria dengan seorang wanita
sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pasal 2

1. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing


agamnya dan kepercayaannya itu.

2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang


berlaku.

b. Dasar dan tujuan perkawinan dalam Islam :

“ Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang


yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui “

[1035] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang
tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.

Melaksanakan sunnah Rasul sebagaimana tersebut dalam hadits Nabi SAW yang
artinya :
“ Perkawinan adalah peraturanku, barang siapa yang benci kepada peraturanku,
bukanlah ia termasuk umatku. (H.R. Bukhari dan Muslim) “

c. Tujuan Pokok perkawinan dalam Islam adalah sebagaimana difirmankan Allah


dalam Al-Qur’an, Yang Artinya :

“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-


isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir “

Perkawinan dalam islam juga bertujuan untuk memelihara pandangan mata dan
menjaga kehormatan diri sebagaimana dinyatakan dalam hadits Nabi SAW Yang
Artinya :

" Dari Abdullah Bin Mas’ud ia berkata, telah berkata kepada kami Rasulullah SAW :
Hai sekalian pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup kawin maka
hendaklah ia kawin, maka sesungguhnya kawin itu menghalangi pandangan (terhadap
yang dilarang oleh Agama) dan memelihara faraj. Dan barang siapa yang tidak
sanggup hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu adalah perisai baginya” (H.R.
Buhkari dan Muslim)

Selain itu perkawinan dalam islam adalah bertujuan untuk mendapat keturunan yang
sah serta sehat jasmani, rohani dan social, memper erat dan memperluas hubungan
kekeluargaan serta membangun hari depan individu, keluarga dan masyarakat yang
lebih baik.

Dalam pasal 1 UU No. 1/1974 adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan dalam KUHPerdata tidak
ada satu pasalpun yang secara jelas-jelas mencantumkan mengenai tujuan perkawinan
itu. Dalam pasal 3 Kompilasi Hukum Islam tujuan perkawinan adalah untuk
mewujudkan kehidupan berumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Sedangkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata memandang soal perkawinan


hanya dalam hubungan-hubungan perdata.

d. Perbedaan tujuan perkawinan UU Nomor 1 Tahun 1[4]974 dan KHI

Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 mendefenisikan perkawinan yaitu ” perkawinan


ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Berdasarkan UU Perkawinan tersebut, dapat diartikan bahwa tujuan perkawinan


menurut UU tersebut adalah untuk mencapai bahagia dan kekal berdasrkan Ketuhan
Yang Maha Esa. Arti bahagia sebenarnya bukan konsep fikih (Hukum Islam). Hal ini
sejalan dengan defenisi Sayuti Thalib yaitu perkawinan adalah perjanjian kokoh dan
suci antara seorang perempuan dan laki-laki sebagai suami istri untuk membentuk
rumah tangga yang bahagia, kasih mengasihi, tentram dan kekal. Sedangkan defenisi
kekal itu diambil adari ajaran Katolik Roma, yang mengartikan perkawinan itu adalah
sehidup semati. Namun bisa juga diartikan bahwa perkawinan itu harus ada kesetian
antara pasangan suami dan istri.

Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) tujuan perkawinan dijelaskan


pada pasal 3 KHI yaitu ” Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga
sakinah, mawaddah dan wa rahmah. ” Artinya tujuan perkawinan sesuai dengan
konsep Hukum Islam. Perbedaan KHI dan UU Nomor 1 Tahun 1974 juga tampak
pada penerapan sahnya perkawinan. Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan ”
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu”. Artinya perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama
Islam, Kristen, Budha, Hindu adalah sah menurut UU Perkawinan.

Hal ini berbeda menurut pasal 4 KHI yaitu ” perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun
1974 tentang perkawinan”. Artinya KHI lebih menekankan perkawinan dalam konsep
hukum Islam, namun tetap didasarkan pada UU Nomor 1 Tahun 1974.

Menurut Marzuki Wahid, di dalam CLD KHI [5] ada beberapa hal yang mereka
tawarkan yakni sebagai berikut:

1. Perkawinan bukan ibadah, tetapi akad sosial kemanusiaan (Mu’’amallah)

2. Pencatatan perkawinan oleh Pemerintah adalah rukun perkawinan

3. Perempuan bisa menikahkan sendiri dan menjadi wali nikah

4. Mahar bisa diberikan oleh calon suami dan calon istri

5. Poligami dilarang

6. Perkawinan dengan pembatasan waktu boleh dilakukan

7. Perkawinan antaragama dibolehkan

8. Istri memiliki hak talak dan rujuk

9. Hak dan kewajiban suami dan istri setara

f) Dasar Perkawinan menurut RUU HMPA


Pasal 2

Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan sebagai suami isteri berdasarkan akad nikah yang diatur dalam
Undang-Undang ini dengan tujuan untuk membentuk keluarga sakinah atau
rumah tangga yang bahagia sesuai dengan hukum Islam.

Pasal 3

Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam.


BAB III

PENUTUP
Kesimpulan

Pernikahan merupakan suatu perbuatan yang sangat sakral. Untuk menjaga kesakralan
tersebut hendaknya pernikahan dilakukan dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan
peraturan yang berlaku baik peraturan agama maupun peraturan negara tempat
berlangsungnya pernikahan tersebut. Dan kalau kita bandingkan prinsip-prinsip dalam
perkawinan menurut Hukum Islam dan menurut Undang-Udang Perkawinan, maka dapat
dikatakan sejalan dan tidak ada perbedaan yang prinsipil atau mendasar.

Menurut UU No. 1/1974 pasal 3 adalah asas monogami relatif, artinya boleh sepanjang
hukum dan agamanya mengizinkan. Asas tersebut sejalan dengan apa yang dimaksud
dengan KHI. Sedangkan KUHPerdata menganut asas monogami mutlak karena ini
berdasarkan kepada doktrin Kristen (Gereja).

Salah satu perbedaan mendasar antara KHI dengan fikih mazhab adalah pencatatan nikah
oleh Pegawai Pencatat Nikah. Sehingga sebagaimana di dalam pasal 6 KHI bahwa
pernikahan dianggap sah kalau dilangsungkan di hadapan dan dalam pengawasan
Pegawai Pencatat Nikah.

Anda mungkin juga menyukai