PENDAHULUAN
Dalam melaksanakan penelitian ini diperlukan beberapa hal dasar yang dapat
mendukung terlaksananya penelitian. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang,
identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan, asumsi, batasan, dan manfaat penelitian yang
akan dilakukan.
1
Tabel 1.1 Data penjualan Iron Golf Club
Periode Demand Periode Demand
1 737 19 1034
2 719 20 1083
3 730 21 1091
4 719 22 1068
5 713 23 1001
6 747 24 1000
7 849 25 1137
8 863 26 1112
9 831 27 1106
10 810 28 1146
11 802 29 1112
12 847 30 1182
13 952 31 1285
14 909 32 1274
15 941 33 1268
16 949 34 1239
17 936 35 1255
18 987 36 1285
Produk utama dari PT. Adi Karya Golf adalah Iron Golf Club yang dapat dilihat pada
gambar 1.1, serta Putter Golf Club yang dapat dilihat pada gambar 1.2. Komponen penyusun
dari produk tongkat golf yang diproduksi PT. Adi Karya Golf ditunjukkan dalam Bill of
Material (BOM) Tree pada gambar 1.3 dan gambar 1.4.
2
Gambar 1.2 Produk Putter Golf Club
3
Kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk membuat komponen produk akhir tongkat
golf dari PT. Adi Karya Golf ditunjukkan pada tabel 1.2. Beberapa komponen langsung
dipesan dari anak perusahaan, namun ada juga beberapa komponen yang dibuat dari bahan
baku mentah. Perusahaan juga melakukan penyimpanan bahan baku. Stok pada minggu awal
(minggu ke-0), didasari dari rekaman pengambilan stok. Keterangan biaya, lead time,
inventory awal dan ukuran lot dari bahan baku serta komponen ditunjukkan pada tabel 1.3.
Tabel 1.2 Kebutuhan Bahan Baku
Inventory Keterangan
Komponen Bahan Baku
Awal Komponen
Shaft Body ¼ Stainless Steel 0 Buat
Brand Emblem 1/6 pcs Iron 0 Buat
Iron Head Body 1/3 Stainless steel 0 Buat
Putter Lie 1/6 pcs Stainless steel 0 Buat
Putter Part 2/5 pcs Stainless steel 0 Buat
Iron Grip - 2000 Beli
Putter Grip - 1000 Beli
Stainless Steel - 1500 Beli
Iron - 800 Beli
Weights - 2000 Beli
Counterweight - 300 Beli
Untuk saat ini, harga jual kedua jenis produk terbilang konstan sejak pertama kali
diluncurkan yang ditunjukkan pada tabel 1.4. Sedangkan untuk biaya simpan produk jadi
sebesar Rp50.000,00 per unit per bulan.
Tabel 1.4 Harga Produk
Produk Harga
Iron Golf Club Rp. 1.000.000
Putter Golf Club Rp. 1.500.000
Urutan produksi secara keseluruhan yang dilakukan oleh PT. Adi Karya Golf
ditunjukkan dalam bentuk peta proses operasi (Operation Process Chart). Peta proses
operasi untuk produk Iron Golf Club serta Putter Golf Club masing-masing dapat dilihat
pada gambar 1.5 dan 1.6.
4
Gambar 1.5 OPC Produk Iron Golf Club
Pada pembuatan produk Iron Golf Club, terdapat 3 proses utama yang dilakukan
yakni pembuatan Iron Head Body, Brand Emblem, dan pembuatan Shaft Body. Untuk
proses pembuatan komponen Iron Head Body, proses pertama yang dilakukan adalah
5
peleburan steel yang dilakukan di mesin furnace. pada saat yang bersamaan juga
dilakukan pembuatan cetakan dari Head Body Golf Club untuk input proses Casting.
Setelah melakukan peleburan dan pembuatan cetakan, proses selanjutnya adalah proses
Casting yaitu menuangkan melting steel kedalam cetakan yang telah disediakan di
Casting Station. Selanjutnya melting steel dibiarkan dingin dan dilepaskan dari cetakan
dengan cara menghancurkan cetakan. Proses selanjutnya adalah proses pemolesan Head
Body Golf Club dengan Polishing Machine untuk selanjutnya akan digabungkan dengan
part Brand Emblem dan Weights. Untuk pembuatan part Brand Emblem, proses awal
yang dilakukan adalah dengan memanaskan batangan iron di mesin furnace.
Selanjutnya masuk ke Compression Machine untuk dilakukan pencetakan Brand
Emblem. Brand Emblem yang sudah dicetak selanjutnya dipotong sesuai bentuk yang
diinginkan dan dilakukan proses painting untuk memberikan warna pada Brand
Emblem. Untuk part Weights perusahaan membeli dari perusahaan lain. Ketiga
komponen yakni Iron Head Body, Brand Emblem, dan Weights dirakit untuk nantinya
akan disatukan dengan Iron Shaft Body. Untuk pembuatan Iron Shaft Body proses awal
yang dilakukan adalah dengan meleburkan steel di mesin furnace. Selanjutnya steel
sudah dilebur akan masuk ke mesin ekstrusi untuk membentuk leburan iron menjadi
bentuk Shaft. Proses selanjutnya adalah memotong Shaft sesuai panjang yang
diinginkan di mesin Cutting dan dilakukan pemolesan di Polishing Machine. Untuk
Shaft yang sudah selesai akan digabungkan dengan Iron Head Body di Assembly Table.
Komponen Shaft dan Iron Head Body yang telah digabung selanjutnya disebut sebagai
Main Body. Selanjutnya Main Body Iron Golf Club akan dipasang Grip yang telah
tersedia. Proses terakhir adalah proses inspeksi sebelum Iron Golf Club masuk kedalam
gudang.
Pada pembuatan produk Putter Golf Club, terdapat 4 proses utama yang dilakukan
yakni pembuatan Putter Part 1, Putter Lie, Brand Emblem, dan Shaft Body. Untuk
pembuatan Putter Head Body proses yang dilakukan hampir sama dengan proses
pembuatan Head pada Iron Head Body, yang membedakan adalah pembuatan Head dan
Lie pada produk Putter dibedakan prosesnya. Selanjutnya untuk proses pembuatan
Brand Emblem, proses yang dilakukan sama seperti yang dilakukan pada produk Iron
Golf Club. Sementara untuk pembuatan Shaft Body, proses yang membedakan hanyalah
penambahan Counterweight kedalah shaft Putter untuk menambah berat dari Putter
Golf Club. Terakhir semua komponen dirakit dan diberikan Grip yang telah tersedia.
6
Pada PT. Adi Karya Golf menggunakan beberapa stasiun kerja yang digunakan untuk
menunjang proses produksinya. Diketahui uptime efficiency untuk lini produksi sebesar
95%. Setiap minggunya, jam kerja reguler pekerja tersedia selama 160 jam/bulan (1
minggu = 5 hari kerja) untuk mengoperasikan mesin. Lembur kerja yang diperbolehkan
maksimal 2 jam/hari. Mesin yang digunakan masih bersifat semi-otomatis, sehingga
tetap membutuhkan pekerja untuk setiap mesin. Pada tabel 1.5 diketahui mesin yang
digunakan oleh perusahaan beserta lead time untuk masing-masing mesin.
Tabel 1.5 Keterangan Lead Time Mesin
No Station Lead time
1 Furnace 2
2 Casting Station 2
3 Cutting Station 1
4 Polishing Station 1
5 Moulding Station 0
6 Painting Station 0
7 Assembly Station 1
Setiap minggunya, jam kerja reguler pekerja tersedia selama 160 jam/bulan (1 minggu
= 5 hari kerja) untuk mengoperasikan mesin. Lembur kerja yang diperbolehkan maksimal 2
jam/hari. Mesin yang digunakan masih bersifat semi-otomatis, sehingga tetap membutuhkan
pekerja untuk setiap mesin. Dalam menjalankan proses produksinya, perusahaan
menghendaki perekrutan pekerja apabila kapasitas tidak mencukupi permintaan pasar yang
ada. Informasi mengenai upah kerja, perekrutan dan pemecatan pekerja dapat dilihat pada
Tabel 1.6. Informasi Biaya Pekerja
Tabel 1.6 Informasi Biaya Pekerja
No Jenis Biaya Biaya
1 Biaya Kerja Reguler/jam Rp. 25.000,-
2 Biaya Kerja Lembur/jam Rp. 35.000,-
3 Biaya Perekrutan Rp. 1.000.000,-
4 Biaya Permecatan Rp. 1.500.000,-
Dalam membuat rancangan tata letak fasilitas perudahaan khususnya pada lantai produksi,
jenis layout yang akan digunakan adalah jenis aliran proses dengan kebutuhan ruangan
ditunjukkan pada tabel 1.7.
Tabel 1.7 Kebutuhan Ruang
No Kebutuhan Ruang
1 Lantai Produksi ( WS 1, WS 2,....)
2 Ruang Div. Maintance
3 Ruang Div. Quality Control
4 Ruang Div. Produksi
7
5 Gudang Bahan Baku
6 Gudang Produk jadi
7 Toilet
8 Tempat Parkir
1.5 Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam melakukan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Inventory pada periode 36 tidak digunakan untuk peride 37 pada perencaan agregat.
2. Pekerja bekerja selama 20 hari perbulan.
3. Jam lembur yang digunakan harus 2 jam per lembur per hari.
4. Cetakan iron head dan putter head selalu ada.
8
1.7 Manfaat Penelitian
Manfaat dari praktikum perencanaan dan pengendalian produksi adalah:
1. Dapat melakukan perencanaan dan pengendalian produksi produk stik golf PT ADI
KARYA GOLF.
2. Dapat melakukan perencanaan fasilitas produksi pada PT ADI KARYA GOLF.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini kan dipaparkan tinjauan pustaka yang akan digunakan sebagai dasar teori
pembahasan studi kasus dari praktikum ini.
2.1 Peramalan
Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa datang yang
meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan
dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa (Nasution, 2008:29)
Grafik Penjelasan
Pola Siklis Pola siklis adalah bila fluktuasi permintaan secara jangka
panjang membentuk pola sinusoid atau gelombang atau siklus.
Pola siklus mirip dengan pola musiman. Metode yang seuai
dengan pola siklus ialah metode moving average, weight moving
average, dan exponential smoothing.
10
Pola Acak Pola acak adalah bila fluktuasi data permintaan dalam jangka
panjang tidak dapat digambarkan oleh ketiga pola lainnya.
Fluktuasi permintaan bersifat acak atau tidak jelas.metode yang
cocok adalah moving average
2.1.2 Autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi atau hubungan antar data pengamatan suatu data time
series. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-
1 sebelumnya (Gujarati, 1993). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi, model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
11
𝑌𝑡
Et = α 𝑆 + (1- α)(Et-1 + Tt-1)
𝑡−𝑝
(2-1)
Sumber: (Makridakis et al: 2001)
Seasonal factor
𝑌
St = 𝛾 𝐸𝑡 + (1- 𝛾)St-p (2-2)
𝑡
Sumber: (Makridakis et al: 2001)
Smooth the trend forecast Tt
Tt = β (Et – Et-1) + (1- β)Tt-1 (2-3)
Sumber: (Makridakis et al: 2001)
Forecast k periods into future 𝑌̂t+n with base and trend
𝑌̂t+n = Et + nTt ( St+n-p) (2-4)
Sumber: (Makridakis et al: 2001)
Dimana:
Et = base level
St = seasonal factor
Yt = data aktual pada waktu ke-t
Tt = pemulusan trend
𝑌̂
𝑡+1 = nilai ramalan
12
2.1.5 Error Peramalan
Metode peramalan pasti akan menghasilkan kesalahan. Jika tingkat kesalahan yang
dihasilkan semakin kecil, maka hasil peramalan akan semakin mendekati tepat. Alat ukur
yang digunakan untuk menghitung kesalahan prediksi antara lain Mean Squared Error
(MSE), Mean Absolute Percentage Error (MAPE), dan Mean Absolute Deviation (MAD).
Dalam Minitab 16, MSE disebut juga dengan MSD.
1. Mean Square Error (MSE)
Mean Squared Error (MSE) adalah metode lain untuk mengevaluasi metode peramalan.
Masing-masing kesalahan atau sisa dikuadratkan. Kemudian dijumlahkan dan ditambahkan
dengan jumlah observasi. Pendekatan ini mengatur kesalahan peramalan yang besar karena
kesalahan-kesalahan itu dikuadratkan. Metode itu menghasilkan kesalahan-kesalahan
sedang yang kemungkinan lebih baik untuk kesalahan kecil, tetapi kadang menghasilkan
perbedaan yang besar.
∑𝑛
𝑖=1(𝑌𝑖 −Ý𝑖 )
2
Rumus : 𝑀𝑆𝐸 = 𝑛
(2-6)
Sumber: Smith (1989)
Keterangan :
𝑌𝑖 = permintaan aktual pada periode i
Ý𝑖 = Nilai forecast periode i
𝑖 = periode ke i (1,2,3,…,n)
𝑛 = jumlah periode
(2-6)
Sumber: Smith (1989)
Keterangan :
13
𝑌𝑖 = permintaan aktual pada periode i
Ý𝑖 = Nilai forecast periode i
𝑖 = periode ke i (1,2,3,…,n)
𝑛 = jumlah periode
(2-7)
Sumber: Smith (1989)
Keterangan :
𝑌𝑖 = permintaan aktual pada periode i
Ý𝑖 = Nilai forecast periode i
𝑖= periode ke i (1,2,3,…,n)
𝑛= jumlah periode
(2-8)
Sumber: Smith (1989)
Keterangan :
𝑌𝑖 = permintaan aktual pada periode i
Ý𝑖 = Nilai forecast periode i
14
𝑖 = periode ke i (1,2,3,…,n)
𝑛 = jumlah periode
15
Pemberhentian tenaga kerja biasanya terjadi karena semakin rendahnya permintaan
akan produk yang dihasilkan, sehingga tingkat produksi menurun dengan drastis.
Pemberhentian ini mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan uang pesangon bagi
karyawan yang di-PHK, menurunnya moral kerja dan produktivitas karyawan yang
masih bekerja, dan tekanan yang bersifat sosial. Semua akibat ini dianggap sebagai
biaya pemberhentian tenaga kerja yang akan ditanggung perusahaan.
3. Overtime Cost dan Undertime Cost (Biaya Lembur dan Biaya Menganggur)
Penggunaan waktu lembur bertujuan untuk meningkatkan output produksi, tetapi
konsekuensinya perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan lembur yang biasanya
150% dari biaya kerja regular. Di samping biaya tersebut, adanya lembur akan
memperbesar tingkat absen karyawan karena kelelahan. Kebalikan dari kondisi di atas
adalah bila perusahaan mempunyai kelebihan tenaga kerja dibandingkan dengan jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi. Tenaga kerja berlebih ini
kadang-kadang bisa dialokasikan untuk kegiatan lain yang produktif meskipun tidak
selamanya efektif. Bila tidak dapat dilakukan alokasi yang efektif, maka perusahaan
dianggap menanggung biaya menganggur yang besarnya merupakan perkalian antara
jumlah jam kerja yang tidak terpakai dengan tingkat upah dan tunjangan lainnya.
4. Inventory Cost dan Backorder Cost (Biaya Persediaan dan Biaya Kehabisan Persediaan)
Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan permintaan pada
saat-saat tertentu. Konsekuensi dari kebijaksanaan persediaan bagi perusahaan adalah
timbulnya biaya penyimpanan (inventory cost/holding cost) yang berupa biaya
tertahannya modal, pajak, asuransi, kerusakan bahan, dan biaya sewa gudang. Kebalikan
dari kondisi diatas, kebijaksanaan tidak mengadakan persediaan seolah-olah
menguntungkan, tetapi sebenarnya dapat menimbulkan kerugian dalam bentuk biaya
kehabisan persediaan. biaya kehabisan persediaan ini dihitung berdasarkan berapa
barang diminta yang tidak tersedia. Kondisi ini pada sistem MTO (Make to order =
Memproduksi berdasarkan pesanan) akan mengakibatkan jadwal penyerahan order
terlambat, sedangkan pada sistem MTS (make to stock = Memproduksi untuk memenuhi
persediaan) akan mengakibatkan beralihnya pelanggan pada produk lain. Kekecewaan
pelanggan karena tidak tersedianya barang yang diinginkan akan diperhitungkan
sebagai kerugian bagi perusahaan, dimana kerugian tersebut akan dikelompokkan
sebagai biaya kehabisan persediaan. Biaya kehabisan persediaan ini sama nilainya
dengan biaya pemesanan kembali bila konsumen masih bersedia menunggu.
5. Subcontract Cost (Biaya Subkontrak)
16
Pada saat permintaan melebihi kemampuan kapasitas regular, biasanya perusahaan
mensubkontrakan kelebihan permintaan yang tidak bisa ditanganinya sendiri kepada
perusahaan lain. Konsekuensi dari kebijaksanaan ini adalah timbulnya biaya
subkontrak, dimana biasanya biaya mensubkontrakan ini lebih mahal dibandingkan
memproduksi sendiri dan adanya risiko terjadinya kelambatan penyerahan dari
kontraktor.
17
persediaan produk jadi (Kusuma, 2002). Adapun langkah – langkah pemodelannya adalah
sebagai berikut:
a. Menentukan variabel-variabel dari persoalan, misalnya X1, X2 dan seterusnya.
b. Menentukan batasan-batasan yang harus dikenakan untuk memenuhi batasan sistem
yang dimodelkan.
∑𝑛𝑗=1 𝑎𝑖𝑗 𝑥𝑗 ≥ ; = 𝑎𝑡𝑎𝑢 ; ≤ , 𝑖 = 1,2, … , 𝑚
(2-9)
Sumber Nasution A.H (2008)
c. Menetukan tujuan (maksimasi atau minimasi) yang harus dicapai untuk menentukan pemecahan
optimum dari semua nilai yang layak dari variabel tersebut (Hamdy A. Taha 1993 : 17).
𝑍 = 𝐶1 𝑋1 + 𝐶2 𝑋2 + … . . + 𝐶𝑛 𝑋𝑛
(2-10)
Sumber: Nasution A.H (2008)
Model dasar diatas juga dapat dirumuskan ke dalam notasi matriks seperti berikut:
𝑍 = 𝐶′𝑋
(2-11)
Sumber: Nasution A.H (2008)
Syarat – ikatan :
𝐴𝑋 ≤ 𝑎𝑡𝑎𝑢 ≥ 𝑏 𝑑𝑎𝑛 𝑋 ≥ 0
18
2.4 Master Production Schedule
Menurut Gaspersz (2001:141), Master Production Schedule (MPS) adalah proses untuk
menghasilkan jadwal induk produksi yang memuat pernyataan tentang kuantitas dan periode
waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu produk akhir. MPS mendisagregasikan dan
mengimplementasikan rencana produksi agregat. Bila rencana produksi dinyatakan dalam
bentuk agregat, maka MPS dinyatakan dalam konfigurasi spesifik dalam bentuk Item Master
dan BOM (Bill Of Material). MPS membentuk jalinan komunikasi antara bagian pemasaran
dan manufaktur sehingga bagian pemasaran dapat memberikan ATP (Available To Promise)
janji yang akurat kepada pelanggan. Dalam kegiatan produksi kita juga mengenal adanya
Time Fences. Time Fences didefinikan sebagai suatu kebijakan atau petunjuk yang
ditetapkan untuk mencatat dimana (dalam zona waktu) terdapat berbagai keterbatasan atau
perubahan dalam prosdedur operasi manufacturing. Time fences yang paling umum dikenal
adalah Demand of Time Fence (DTF) dan Planning Time Fence (PTF), dimana DTF
ditetapkan pada waktu final assembly sedangkan PTF ditetapkan pada waktu tunggu
kumulatif (Gaspersz, 2004). Demand of Time Fence (DTF) merupakan periode mendatang
dari MPS, dimana dalam periode ini perubahan terhadap MPS tidak diizinkan. Planning
Time Fence merupakan periode mendatang dari MPS, dimana dalam periode ini perubahan-
perubahan terhadap MPS dievaluasi.
19
5. Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi output.
6. Menghitung cycle time yang dibutuhkan, misalnya: waktu diantara penyelesaian produk
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan output yang diinginkan dalam batas toleransi dari
waktu (batas waktu yang yang diijinkan).
7. Memberikan tugas-tugas kepada pekerja atau mesin.
8. Menetapkan minimum banyaknya stasiun kerja (work stasion) yang dibutuhkan untuk
memproduksi output yang diinginkan.
9. Menilai efektifitas dan efisiensi dari solusi.
10. Mencari terobosan-terobosan untuk perbaiki proses terus menerus (continuous process
improvement).
Menurut Groover(2001) line balancing dapat diselesaikan dengan menggunakan rumus-
rumus seperti dibawah ini.
1. Total waktu / proses (2-12)
Twc = waktu agregasi
Sumber : Groover (2001:529)
2. Production Rate
Sumber : Groover (2001:529)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑓𝑜𝑟𝑒𝑐𝑎𝑠𝑡
3. Rp = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒
(2-13)
Sumber : Groover (2001:529)
60 𝑥 𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑢𝑝 𝑡𝑖𝑚𝑒
4. 𝑇𝑐 = 𝑅𝑝
(2-14)
Sumber : Groover (2001:529)
5. Jumlah workstation
𝑇𝑤𝑐
𝑤= 𝑇𝐶
(2-15)
Sumber : Groover (2001:529)
6. Ts = Tc – T setup
(2-16)
Sumber : Groover (2001:529)
𝑇𝑤𝑐
7. Efisiensi : 𝐸 = 𝑤 𝑥 𝑇𝑠 𝑥 100 %
(2-17)
Sumber : Groover (2001:529)
20
2.5.1 Algoritma Line Balancing
Menurut Nasution A.H (2008), Berikut merupakan beberapa Algoritma Line
Balancing, antara lain sebagai berikut:
1. Largest Candidate Rules
Prinsip dari algoritma ini ialah menggabungkan proses-proses atas dasar pengurutan
operasi dari waktu proses terbesar hingga elemen dengan waktu operasi terkecil. Sebelum
dilakukan penggabungan, harus ditentukan dahulu berapa waktu siklus yang akan dipakai.
Waktu siklus ini akan dijadikan pembatas dalam penggabungan operasi dalam satu stasiun
kerja. Algoritma ini terdiri dari beberapa tahap :
a) Mulai dari atas, pilih elemen yang akan ditugaskan pada stasiun pertama, yang
memenuhi persyaratan precedence dan tidak menyebabkan total jumlah Tek pada
stasiun terebut melebihi Ts.
b) Jika tidak ada elemen lain yang dapat ditugaskan tanpa melebihi Ts , maka lanjutkan ke
stasiun berikutnya.
c) Ulangi langkah 1 dan 2 untuk stasiun lainnya sampai seluruh elemen selesai ditugaskan.
d) Tentukan nilai efisien, balance delay, smoothness index nya.
21
d) Bila penempatan suatu elemen kerja mengakibatkan total waktu elemen kerja melebihi
waktu siklus maka elemen kerja tersebut ditempatkan di stasiun kerja berikutnya.
e) Ulangi langkah 3 dan 4 sampai seluruh elemen kerja ditempatkan.
22
menentukan bahan baku atau material, komponen, dan subassemblies, yang dibutuhkan.
Dalam perusahaan yang berorientasi pada kapasitas seperti industri kimia, apabila RCCP
mengindikasikan terdapat masalah dengan MPS, perencana harus mengubah MPS melalui
salah satu penjadwalan ulang pesanan-pesanan pelanggan (costumer orders) atau melalui
pemberitahuan ke bagian pemasaran untuk tidak menjual melebihi kapasitas yang ada.
RCCP didefinisikan sebagai proses konversi dari Rencana Produksi dan atau MPS ke dalam
kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber – sumber daya kritis, seperti : tenaga
kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang, kapabilitas pemasok material dan parts, dan
sumber daya keuangan.
Rough Cut Capacity Planning menentukan kapasitas yang dibutuhkan untuk membuat
MPS. Horizon perencanaan sama dengan MPS, biasanya satu sampai tiga tahun. Time
buckets paling umum adalah satu minggu, dan revisi secara khas dilakukan mingguan atau
bulanan. Kapasitas digambarkan dalam kaitan antara manusia dan/atau jam mesin dengan
work center. Seperti pada MPS dalam hubungannya dengan spesifikasi produk akhir, RCCP
dapat mempertimbangkan perubahan pada product mix. Bagaimanapun, RCCP tidak
mempertimbangkan inventories dari komponen yang siap untuk diproduksi dan dalam
penyimpanan atau pekerjaan dalam proses, gambaran singkatnya adalah kapasitas
diperlukan mungkin salah. Sumber lainnya dari kesalahan potensial adalah bahwa MPS tidak
secara akurat merefleksikan pengaruh dari ukuran lot.
Rough Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan urutan kedua dari hierarki
perencanaan prioritas-kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS. RCCP
melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam hierarki
perencanaan prioritas produksi. Guna menetapkan sumber-sumber spesifik tertentu,
khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial (potential bottleneck),
adalah cukup untuk melaksanakan MPS. Pada dasarnya RCCP didefinisikan sebagai proses
konversi dari rencana produksi dan/atau MPS ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan
dengan sumber-sumber daya kritis seperti: tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas
gudang, kapabilitas pemasok material dan parts, dan sumber daya keuangan. RCCP serupa
dengan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya (Resource Requirements Planning, RRP),
kecuali bahwa RCCP adalah lebih terperinci daripada RRP dalam beberap hal, seperti:
RCCP didisagregasikan ke dalam level item atau sku (stockkeeping unit); RCCP
didisagregasikan berdasarkan periode waktu harian atau mingguan; dan RCCP
mempertimbangkan lebih banyak sumber daya produksi. Pada dasarnya terdapat empat
langkah yang diperlukan untuk melaksanakan RCCP, yaitu:
23
1. Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS.
2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead times).
3. Menentukan bill of resources.
4. Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP.
24
serta waktu dalam proses pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-komponen
permintaan yang saling bergantungan (dependent demand items). Permintaan dependent
adalah komponen barang akhir seperti bahan mentah, komponen suku cadang dan sub
perakitan dimana jumlah persedian yang dibutuhkan tergantung (dependent) terhadap
jumlah permintaan item barang akhir.
25
teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih (Rt) dilaksanakan di setiap periode yang
membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanannya (lot size) adalah
sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang
bersangkutan. Teknik ini biasanya digunakan untuk item-item yang mahal atau yang
tingkat kontinuitas permintaannya tinggi. (Rosnani Ginting, 2007 : 194).
2. Fixed Order Quantity (FOQ)
Fixed Order Quantity (FOQ) adalah sistem persedian probalistik yang variabel
keputusan menggunakan Q (menotasikan kuantitas) pesanan tetap yang optimal.
Kriteria optimal adalah total biaya persediaan yang minimal (Baroto, 2002). Tujuan
persediaan dengan metode ini adalah untuk menentukan jumlah pesanan yang paling
optimal dengan biaya yang minimal dan titik pemesanan kembali (reorder point).
Prinsip FOQ atau pengendalian persediaan sistem Q adalah pemesanan dilakukan pada
saat mencapai batas titik pemesanan (reorder point). Jumlah masing-masing unit produk
yang dipesan sudah tetap. Namun pemesanannya dapat berbeda waktunya (kapan
reorder point dapat tercapai). Jumlah persediaan yang menjadi kebutuhan selama waktu
ancang-ancang dengan memperhitungkan kebutuhan yang berfluktuasi selama waktu
ancang-ancang tersebut. Persediaan untuk meredam fluktuasi ini dinamakan persediaan
pengaman (Tersine, 1994). Dapat dikatakan safety stock dalam FOQ system, diperlukan
untuk mengatasi adanya fluktuasi demand selama lead time. Safety stock untuk
permintaan probabilistik dengan stockout case lost sales dimana demand yang tidak
dapat dipenuhi akan dianggap hilang.
3. Period Order Quantity ( POQ )
Period Order Quantity (POQ) disebut juga dengan Economic Time CycIe. Teknik POQ
ini digunakan untuk menentukan interval waktu order (Economic Order Interval).
Keuntungan menggunakan teknik POQ adalah dapat menghasilkan lot size order yang
berbeda dalam memenuhi net requirement. Teknik POQ ini akan lebih baik
kemampuannya jika digunakan pada saat biaya setup tiap tahun sama tetapi biaya
carrying lebih rendah (Imam, 2005). Berikut merupakan rumusa dari period order
quantity (POQ).
2𝑆
𝑃𝑂𝑄 = √
𝐷𝐻
Dimana :
D = rata-rata kebutuhan
26
S = biaya pesan
H = biaya simpan
4. Least Unit Cost (LUC)
Menurut Tersine (1994) perhitungan pada metode LUC mirip dengan Silver Meal,
bedanya adalah Silver Meal dalam pemilihan lot size yang optimal dengan melihat biaya
paling minimum dari setiap periode, sedangkan LUC melihat biaya paling minimum
dari setiap unit. Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos pengadaan
per unit ditambah ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap bakal ukuran lot yang
akan dipilih. Total biaya relevan per unit adalah menurut Tersine (1994:188) sebagai
berikut :
𝑇𝑅𝐶 (𝑇) 𝐶 + 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑇
=
∑𝑇𝑘=1 𝑅𝑘 ∑𝑇𝑘=1 𝑅𝑘
𝐶 + 𝑃ℎ ∑𝑇𝑘=1(𝑘 − 1)𝑅𝑘
=
∑𝑇𝑘=1 𝑅𝑘
Keterangan:
C = biaya pemesanan per periode
h = persentase biaya simpan per periode
P = biaya pembelian per unit
Ph = biaya simpan per periode
TRC(T) = total biaya relevan pada periode T
T = waktu penambahan dalam periode
Rk = rata-rata permintaan dalam periode k
27
direncanakan adalah layak dari sudut pandang kapasitas, pesanan-pesanan yang
direncanakan itu dikeluarkan ke Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) untuk
dilaksanakan.
Capacity Requirements Planning menetapkan kapasitas dibutuhkan untuk membuat
rencana kebutuhan material. Secara khusus, horizon perencanaan adalah tahun, time
buckets adalah minggu, dan revisi dibuat mingguan atau bulanan. Proyeksi dari kapasitas
adalah antara pekerja dan/atau jam mesin dengan work center.
Tujuan utama CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban yang ditetapkan
pada pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas dari setiap pusat kerja
selama periode waktu tertentu. Melalui identifikasi overloads atau underloads, jika ada,
tindakan perencanaan kembali (replanning) dapat dilakukan untuk menghilangkan situasi
itu guna mencapai suatu keseimbangan antara beban dan kapasitas (balanced load). Jika arus
kedatangan pesanan melebihi kapasitas, beban akan meningkat, yang ditandai
olehinventory yang berada dalam antrian kerja yang tidak diproses di depan pusat kerja.
Sebaliknya jika arus kedatangan pesanan lebih sedikit daripada kapasitas yang ada, beban
(pesanan yang menunggu untuk diproses) akan berkurang.
Capacity Requirement Planning adalah fungsi dari pengadaan, pengukuran dan
penyesuaian batas/ level dari kapasitas, proses untuk menentukan berapa banyak sumber
daya pekerja dan mesin yang dibutuhkan untuk menyelesaikan poduksi. Capacity
Requirement Planning merupakan perencanaan kapasitas yang direncanakan telah mampu
memenuhi perencanaan produksi yang dibuat untuk melayani kebutuhan atau permintaan.
CRP membutuhkan input open shop order dan planned orders dalam system MRP, yang
telah diubah kedalam jam kerja pada work center pada periode waktu tertentu. Secara konsep
MRP cukup sederhana, MPS yang dieksplode melalui MRP. Nilai planned order release
(Porel) dari system MRP kemudian digunakan untuk menjalankan sebuah simulasi
deterministic yang menggunakankan lead time offsets untuk menentukan waktu setiap order
di setiap work station
28
dari penjualan, inventory, pengiriman barang, dan penagihan barang, serta memperkirakan
bahan baku dan kebutuhan sumber daya manusia, sehingga menurut O’Brien, J. A., &
Marakas, G. M. (2010: 272) terdapat 5 komponen utama dari sistem ERP. Berikut adalah
gambar dari 5 komponen tersebut :
2.10 Odoo
Odoo (Open ERP) adalah sebuah aplikasi bisnis open source yang memiliki fitur yang
sangat lengkap, mulai dari Customer Relationship Management (CRM), Sales Management,
Purchase Management, Accounting, Finance, dan lain-lain. ERP sendiri merupakan sistem
informasi yang bertujuan untuk menyatukan seluruh departemen dan fungsi yang ada pada
sebuah perusahaan ke dalam sistem komputer terpadau yang dapar mengakomodasi seluruh
kebutuhan spesifik dari departemen yang berbeda, sistem inilah yang harus memenuhi
kebutuhan departemen dan mereduksi pekerjaan-pekerjaan manual yang ada (Wibisono,
20015).
29
Kita dapat menangani [eniriman yang partial di Odoo, sehingga kita masih dapat
mengetahui barang yang masih akan diantarkan. Odoo memungkinkan sistem untuk
menggenertae secara otomatis draft pembelian.
b. Manufacturing
Dalam modul ini terdapat double-entry stock untuk mempermudah traceability,
melakukan kontrol terhadap biaya dan margins proyek, product dan partners, dan mudah
untuk menjalankannya. Diintegrasikan dengan accounting untuk transaksi secara
otomatis, diintegrasikan dengan HR management untuk mendapatkan ketersediaan
resources.
c. Inventory
Modul ini merupakan inti dari operasional sebuah perusahaan. Pemrosesan data
inventori sangat mungkin untuk menjadi sulit. Modul inventory dalam Odoo bersifat
terintegrasi secara menyeluruh dengan modul lainnya, seperti purchases dan sales.
Tidak hanya terbatas pada proses-proses tersebut, modul ini juga dapat terintegrasi
dengan e-commerce, manufacturing, dan repairs.
30
dari supplier), penyimpanan barang jadi ke gudang, dan pengiriman barang jadi ke
distribution warehouse.
3. Distribution warehouse
Distribution warehouse adalah gudang distribusi. Transaksi dalam gudang ini meliputi
penerimaan barang jadi (dari central warehouse, pabrik, atau supplier), penyimpanan barang
yang diterima gudang, pengambilan dan persiapan barang yang akan dikirim, dan
pengiriman barang ke konsumen. Terkadang distribution warehouse juga berfungsi sebagai
central warehouse.
4. Retailer warehouse
Retailer warehouse adalah gudang pengecer, jadi dengan kata lain, gudang ini adalah
gudang yang dimiliki toko yang menjual barang langsung ke konsumen.
31
Proses ini merupakan proses pemindahan barang dari area receiving langsung ke lokasi
shipping tanpa melalui aktivitas penyimpanan di gudang.
f. Shipping
Aktivitas ini merupakan pengiriman produk dan meliputi proses pembuatan dokumen
barang yang akan dikirim.
2. Storage (penyimpanan)
Storage merupakan aktivitas penyimpanan barang, baik yang merupakan bahan baku
ataupun barang hasil produksi. Penyimpanan barang dilakukan di dalam gedung gudang.
Gudang produk jadi dan bahan baku dapat menjadi satu atau dipisahkan.
3. Information transfer (transfer informasi)
Informasi yang ditransfer dalam aktivitas ini adalah informasi mengenai stock barang
yang ada di gudang atau informasi-informasi lain yang berguna. Informasi ini dapat
merupakan informasi untuk pihak di luar gudang atau pihak gudang sendiri.
32
Gambar 2.8 Process Layout
33
manufacturing cell karena di sini setiap kelompok produk akan memiliki urutan proses
yang sama, maka akan menghasilkan tingkat efisiensi yang tinggi dalam prses
manufakturnya.
4. Tata letak berdasarkan lokasi material tetap (fixed material location layout)
Tata letak pabrik berdasarkan proses tetap, material atau kelompok produk yang utama
akan teteap tinggal pada posisi/lokasinya sedangkan fasilitas produksi seperti tools,
mesin, manusia, serta komponen-komponen kecil lainnya akan bergerak menuju lokasi
material atau komponen produk utama tersebut. Pada proses perakitan maka layout tipe
ini sering dijumpai karena disini tools dan peralatan kerja lainnya akan cukup mudah
untuk dipindahkan.
34
1.2.2. Layout Flow
Layout flow atau pola aliran berbeda dengan tipe layout, jika pada tipe layout berfokus
pada peempatan mesin dan peralatan produksi berbeda halnya dengan pola aliran yang
berfokus pada pola aliran/pergerakan yang digunakan untuk pengaturan aliran material
dalam proses produksi. Pola aliran dibedakan menjadi :
1. Pola aliran garis lurus (Straight Line), digunakan untuk proses produksi yang pendek
dan sederhana, item tunggal/sedikit, jumlah produksi yang besar. Pola aliran bahan ini
akan memberikan jarak perpindahan yang pendek antar proses, proses berlangsung lurus
sesuai urutan mesin. Serta jarak perpindahan bahan total akan kecil.
2. Pola aliran bentuk U, pola ini digunakan jika aliran masuk material dan aliran keluarnya
produk pada lokasi yang relatif sama. Hal ini meningkatkan pemanfaatan fasilitas
transportasi dan mudah untuk mengawasi keluar masuknya material dan produk jadi.
Aliran perpindahan bahan relatif panjang.
3. Pola aliran bentuk circular, pola ini digunakan pada proses yang menghendaki
pengembalian material atau produk jadi pada titik awal produksi. Pola ini juga dapat
diterapkan pada proses yang menempatkan proses penerimaan bahan/material dan
pengiriman barang jadi pada area yang sama.
35
Gambar 2.14 Pola Aliran Bentuk Circular
Sumber: Wignjosoebroto (1996)
4. Pola aliran zig-zag, digunakan jika aliran produksi panjang dan lebih panjang dari
ruangan yang ditempati. Karena panjangnya proses, maka aliran bahan dibelokkan atau
di zigzag untuk mengurangi panjangnya garis aliran yang ada.
5. ODD Angle, digunakan apabila proses perpindahan bahan (material handling) secara
mekanik, terbatasnya ruang dan dikehendaki adanya pola aliran yang tetap. Tujuannya
adalah untuk memperoleh garis aliran produk melewati suatu kelompok kerja dari area
yang saling berkaitan.
36
1.3. Sistem Material Handling
Menurut Meyers dan Stephens (2005), material handling dapat didefinisikan secara luas
sebagai semua penanganan material dalam lingkungan manufaktur. Secara lebih lengkap,
material handling dapat didefinisikan sebagai fungsi untuk menyediakan 9R yaitu material
dalam jumlah yang tepat (right amount), untuk material yang tepat (right material), dalam
kondisi yang tepat (right condition), pada tempat yang tepat (right place), pada waktu yang
tepat (right time), dalam posisi yang benar (right position), dalam urutan yang benar (right
sequence), dengan biaya yang pantas (right cost) dan dengan menggunakan alat dan metode
yang benar (right methods) yang meminimalkan biaya produksi (Tompkins et al., 2003).
37
Unit load dapat diartikan yaitu sejumlah barang yang disusun atau dibatasi sehingga beban
tersebut dapat dipindah sebagai satu obyek tunggal. Beban tersebut terlalu besar untuk
dipindah oleh tangan manusia dan pelepasannya akan menyebabkan penyusunan ulang
untuk pemindahan berikutnya. Unit Load menunjukkan sejumlah packaged unit tertentu
yang bisa dimuat dalam skid box, pallets, dan lain lain. (Wignjosoebroto, 1996).
38
kepuasan kerja dari pegawai. Prestasi kerja dapat meningkat bila penyusunan tata letak
pabrik dilakukan dengan baik.
39
dan waktu disesuaikan untuk pemindahan, dan relokasi aktual untuk mesin serta layanan
yang dibutuhkan.
Prosedur yang digunakan oleh SLP untuk membuat layout keseluruhan dan detail di fase
II dan III membutuhkan data input yang diklasifikasikan menjadi lima kategori (Heragu,
2016:78) sebagai berikut:
1. Produk: Tipe-tipe dari produk yang diproduksi.
2. Kuantitas: Volume dari setiap tipe part.
3. Rute: Urutan operasi untuk setiap tipe part.
4. Services: Layanan pendukung, ruang locker, stasiun inspeksi, dan sebagainya.
5. Waktu: Kapan tipe part diproduksi? Mesin apa yang akan digunakan selama periode
waktu ini?
Secara ringkas prosedur pelaksanaan SLP dapat digambarkan dalam diagram berikut :
40
e) Memperoleh landasan untuk penyusunan daerah selanjutnya.
Berikut merupakan contoh dari ARC (activity relationship chart) yang ditunjukkan
pada gambar 2.X.
Alasan kedekatan hubungan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel … berikut.
Tabel 2.3 Keterangan Simbol dan Deskripsi Alasan
Simbol Deskripsi Alasan/Keterangan
1 Urutan aliran proses
41
4 Adanya aliran informasi
42
Gambar 2.5 X Activity Template Block Diagram (ATBD)
Setelah membuat ARD dan ATBD, selanjutnya dibuat Space relationship diagram
(SRD). Space relationship diagram dibuat berdasarkan Activity Relationship Diagram
dengan mempertimbangkan luas ruang yang dibutuhkan dan luas ruang yang tersedia.
Selanjutnya penentuan Block layout dapat dibuat memerlukan beberapa percobaan (trial
&error). Dengan mempertimbangkan space requirement dan space available, maka layout
yang direncanakan dapat dikonstruksikan secara sebenarnya.
1.4.4. Blocplan
Blocplan adalah sebuah program yang dikembangkan oleh Donaghey dan Pire pada
tahun 1991 dengan mengembangkan tata ruang. Blocplan merupakan algoritma untuk
pemecah masalah tata letak fasilitas dan menangani data kuantitatif sebaik data kualitatif.
Beberapa algoritma dapat menerima data secara kualitatif, contohnya berupa peta hubungan
sedangkan lainnya berupa data aliran secara kuantitatif seperti form to chart.
Dalam software Blocplan tersebut data yang dimasukkan berupa departemen-
departemen yang ada di dalam perusahaan, kemudian luas ruang dari departemen tersebut.
Setelah memasukkan data tersebut, kemudian memeasukkan hubungan kedekatan
berdasarkan ARC (activity relationship diagram). Software tersebut akan menghasilkan
layout dalam beberapa alternatif. Skor tertinggi dalam R-score adalah yang terbaik.
43
1.4.5. Sketchup
SketchUp merupakan suatu program yang mengutamakan pemodelan. pemodelan yang
diutamakan adalah pemodelan suatu objek atau benda. program sketchup memiliki plus dan
minus. program skecthup ini sangat tepat digunakan untuk memodelkan suatu konsep yang
kompleks. seorang designer di beri kemudahan dalam mendesain suatu model dengan
memutar, memperbesar dan memperkecil dengan cepat dan tepat. pada Sketchup sendiri
tidak hanya membuat gambar tetapi juga dapat membuat video berjalan/animasi. (Stine,
2013:2)
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas langkah-langkah pengerjaan dan diagram alir dalam
praktikum ini.
45
Gambar 3.2 Time series plots analysis
46
Gambar 3.5 Menu stat untuk trend analysis
b) Masukkan C1 at pada Variable – isi angka 6 pada seasonal length– pilih
multiplicative method– Isi angka 0.9 pada level, 0.1 pada trend, dan 0.1 pada
seasonal pada weights to use in smoothing– Centang Generate forecasts– isi
angka 6 pada Number of forecast– klik OK.
47
b) Masukkan data produksi untuk pembuatan.
c) Tentukan jumlah pekerja yang digunakan sesuai dengan pekerja yang
dibutuhkan tiap periode.
d) Tentukan jumlah jam lembur sesuai dengan syarat tidak terjadi
backorder.
2) Metode level
a) Buka software Ms. Excel.
b) Masukkan data produksi untuk pembuatan.
c) Tentukan jumlah pekerja yang digunakan sesuai dengan pekerja yang
dibutuhkan terbesar dari seluruh periode.
d) Tentukan jumlah jam lembur sesuai dengan syarat tidak terjadi
backorder.
3) Metode linear programming
a) Buka software Ms. Excel.
b) Masukkan data produksi untuk pembuatan.
c) Tentukan jumlah pekerja yang digunakan dan jumlah jam lembur dengan
menggunakan solver.
d) Buka menu solver – masukkan Total Biaya pada set target cell – Pilih
Min pada Equal – isikan cell yang memiliki variabel bebas – isikan
constrain atau kendala – Ok
*
Gambar 3.7 Solver parameter untuk metode linear programming
48
c. Melakukan proses disagregasi untuk masing-masing jenis golf club dengan
metode linear programming menggunakan sofware Ms. Exel. Berikut
merupakan langkah-langkah diasgregasi menggunkan sofware Ms. Exel.
a) Buka software Ms. Excel.
b) Masukkan data waktu produksi yang telah didapatkan dari proses agregat.
c) Buka menu solver – Masukkan Total golf club pada set target cell – pilih
Value of pada Equal to, isikan dengan Total golf club pada kolom produksi -
isikan cell yang memiliki variabel bebas – isikan constrain atau kendala – Ok.
49
e. Melakukan uji kelayakan MPS dengan menggunakan Rough Cut Capacity Planning
untuk dapat mengambil tindakan perbaikan apabila ditemukan adanya
ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi induk dengan kapasitas yang tersedia.
f. Melakukan perencanaan kebutuhan material (MRP).
1) Membuat tabel Material Requirement Planning (MRP) untuk level 0, level 1,
level 2, level 3, dan level 4.
2) Untuk MRP level 0 menggunakan metode Lot for Lot untuk item Iron Golf Club
dan Putter Golf Club.
3) Untuk MRP level 1 menggunakan metode Lot for Lot untuk item Main Body Iron
dan Main Body Putter. Lalu menggunakan metode Fix Order Quantity, Least
Unit Cost dan Periodic Order Quantity untuk item Iron Grip dan Putter Grip.
4) Untuk MRP level 2 menggunakan metode Lot for Lot untuk item Putter Shaft,
Putter Head, dan Iron Head.
5) Untuk MRP level 3 menggunakan metode Lot for Lot untuk item Brand Emblem,
Iron Head Body, dan Putter Head Body. Sedangkan untuk item CounterWeights
pada produk Putter Golf Club, metode yang digunakan adalah metode Fix Order
Quantity, Least Unit Cost dan Periodic Order Quantity. Sedangkan untuk item
Shaft Body, Weights di produk Putter Golf Club, metode yang digunakan adalah
metode Fix Order Quantity dan Periodic Order Quantity.
6) Untuk MRP level 4 pada produk Putter Golf Club menggunakan metode Lot for
Lot untuk item Putter Lie dan Putter Part.
7) Untuk material Stainless Steel dan Iron pada kedua produk menggunakan metode
Fix Order Quantity dan Periodic Order Quantity. Selanjutnya dilakukan
perbandingan untuk metode FOQ dan POQ yang ditinjau dari perhitungan biaya
penyimpanan, biaya pembelian, biaya pemesanan, dan total biaya.
g. Melakukan perencanaan sistem CRP
1) Melakukan perhitungan run time produk iron golf club dan putter golf club
2) Kemudian hitung waktu proses produksi pada setiap mesin dari furnace, casting
station, cutting station, polishing station, moulding station, painting station, dan
assembly station pada tiap minggu selama periode 27,28,29,30,31 dan 32.
3) Bandingkan waktu rata-rata yang dibutuhkan dengan waktu rara-rata yang
tersedia.
h. Melakukan perencanaan system ERP
50
Untuk membuat database dari produk dan juga memesan kebutuhan komponen
kepada pemasok terkait dengan jumlah berdasarkan hasil yang sudah dilakukan
dalam perhitungan MRP.
1) Membuka software odoo
2) Membuat Bill of Material dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club.
3) Membuat modul manufacturing
4) Membuat modul purchasing
5) Membuat modul inventory
a. Merancang tata letak fasilitas dengan metode Systematic Layout Planning (SLP)
menggunakan software Blocplan.
Melakukan perencanaan fasilitas untuk PT. Adi Karya Golf sehingga dapat
diketahui layout yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Berikut merupakan
langkah-langkah penggunaan software Blocplan:
1. Membuka aplikasi DOSbox.
2. Setelah itu, input directory dimana folder software blocplan ditempatkan pada
hard disk. Ketik “mount c c:\BlocPLan”, lalu tekan enter. Input “c:\” untuk
mengganti directory Z menjadi C: ( C: merupakan tempat dimana blocplan
berada). Input directory untuk melihat daftar folder pada directory C:. Pada
C:\>input “BPLAN90.exe” lalu tekan enter. Kemudian menekan enter lagi
pada jendela awal Blocplan.
51
Gambar 3.10 Tampilan awal aplikasi DOSbox untuk membuka Blocplan
3. Pilihan input data Disk (D) merupakan file yang sudah disimpan sebelumnya
di harddrive computer, sedangkan keyboard (K) merupakan file baru yang
akan diinput. Memilih (K). Kemudian memasukkan jumlah departemen di
dalam kantor yaitu 7 bagian yang ada pada PT. Adi Karya Golf.
4. Memasukkan nama-nama departemen beserta luas areanya sampai dengan
bagian ke- 7. Kemudian mengonfirmasi data luas area masing-masing bagian.
5. Memasukkan hubungan kedekatan antar departemen yang didapatkan
berdasarkan ARC lalu tekan enter untuk menginput relasi ke departemen
selanjutnya.
6. Masukkan nilai vector dengan menggunakan angka default Blocplan saja.
7. Merekapitulasi skor tiap departemen yang dihitung berdasarkan nilai vector.
8. Pada menu utama, pilih opsi 3 single story layout dan opsi nomor 4 automatic
search.
9. Memilih jumlah layout yang ingin dihasilkan, yaitu sebanyak 5 untuk lima
alternatif layout yang ingin dimunculkan.
10. Setelah dilakukan komputasi pada 5 (lima) layout, akan ditampilkan
adjacency score dari setiap layout yang dihasilkan. Kemudian memilih nilai
adjacency yang paling mendekati 1.
b. Desain Layout
1. Mendesain tata letak fasilitas secara 2 dimensi dengan menggunakan software
Visio.
2. Mendesain tata letak fasilitas secara 3 dimensi dengan menggunakan software
SketchUp.
1) Analisis dan pembahasan.
52
Setelah melakukan perencanaan dan pengendalian produksi, serta membuat
perencanaan dan desain layout baru selanjutnya dibuat analisa dan pembahasan
mengenai hasil perencanaan yang dapat diterapkan oleh PT. Adi Karya Golf.
2) Kesimpulan dan saran.
Setelah melakukan analisis dan pengolahan data, tahap yang terakhit adalah
membuat kesimpulan dan saran berdasarkan hasil yang telah didapatkan.
3) Selesai.
53
3.2 DIAGRAM ALIR
Berikut merupakan diagram alir dari pengerjaan studi kasus PT. Adi Karya Golf
Mulai
Studi Kasus
Studi Pustaka
Identifikasi Masalah
Menentukan Tujuan
dan Manfaat
Perencaan dan
Pengendalian Produksi:
1. Forecast
2. Perencanaan
Agregat
3. Perencanaan
Disagregat
4. MPS
5. RCCP
6. Line Balancing
7. MRP
8. Perencanaan Sistem
ERP
Perencanaan Tata
Letak Fasilitas dan
Desain Layout
Analisis dan
Pembahasan
Desain Layout
baru
Selesai
54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas mengenai peramalan, perencanaan agregat dan disagregat,
master production schedule, line balancing, rough cut capacity planning, berdasarkan studi
kasus. Berikut pemaparan mengenai hal tersebut.
4.1 Peramalan
Peramalan dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian terhadap sesuatu yang akan
terjadi dimasa yang akan datang. Untuk melakukan peramalan, diperlukan data permintaan
aktual produk alat olahraga golf di PT. Adi Karya Golf. Di bawah ini merupakan data
penjualan produk alat olahraga golf di PT. Adi Karya Golf.
Tabel 4.1 Data Penjualan Aktual Produk Alata Olahraga golf
Periode Demand Periode Demand
1 737 19 1034
2 719 20 1083
3 730 21 1091
4 719 22 1068
5 713 23 1001
6 747 24 1000
7 849 25 1137
8 863 26 1112
9 831 27 1106
10 810 28 1146
11 802 29 1112
12 847 30 1182
13 952 31 1285
14 903 32 1274
15 941 33 1268
16 949 34 1239
17 936 35 1255
18 987 36 1285
Setelah mengetahui data penjualan produk alat olahraga golf di PT. Adi Karya Golf,
kemudian dilakukan interpretasi grafik, autokorelasi, peramalan produk, dan perbandingan
peramalan. Berikut merupakan interpretasi grafik, autokorelasi, peramalan produk, dan
perbandingan peramalan.
55
4.1.1 Interpretasi Grafik
Interpretasi grafik merupakan langkah selanjutnya setelah mengetahui data historis
penjualan alat olahraga golf di PT. Adi Karya Golf. Interpretasi grafik dilakukan untuk
melihat pola data penjualan produk golf club. Berikut merupakan hasil pola data alat
olahraga golf dari Minitab 18.
Gambar 4.1 Pola data penjualan alat olahraga golf dengan minitab 18
Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa grafik penjualan alat olahraga golf dari
hasil data yang dimiliki terjadi penurunan pada periode 2, namun terjadi peningkatan pada
periode ke 3 dan terus terjadi penurunan pada periode 5 kemudian pada periode ke 6 terjadi
peningkatan lagi hingga periode ke 8. Pada periode ke 9 terjadi penurunan secara terus
menerus hingga periode 12 dan periode ke 13 mengalami peningkatan hingga ke periode 14.
Selanjutnya terjadi penurunan pada periode ke 15 serta kenaikan pada periode ke 16 dan
penurunan pada periode ke 17, namun terjadi kenaikan kembali pada periode ke 17 hingga
periode 21 kemudian terjadi penurunan yang cukup drastis hingaa periode 24. Apabila
dilihat dari pola data pada hasil grafik tersebut, pola data hasil penjualan alat olahraga golf
cenderung untuk meningkat dari periode-periode sebelumnya sehingga grafiknya berbentuk
flutuatif yang cenderung meningkat setiap 6 bulan dan mengalami penurunan setelah
mengalami peningkatan. Maka dari pola grafik data permintaan tersebut dapat disimpulkan
apabila pola data permintaan bersifat seasonal atau musiman, dimana tiap periode kelipatan
6 selalu mengalami kenaikan permintaan dari periode sebelumnya.
56
4.1.2 Autokorelasi
Analisis autokorelasi merupakan analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan
antara masing – masing data pada setiap periode. Suatu data dinyatakan memiliki pola
seasonal, apabila terdapat satu atau lebih lag yang melebihi garis putus – putus dan terdapat
pola data yang berulang pada interval waktu tertentu. Sedangkan data yang memiliki pola
trend dapat diketahui apabila pada periode awal kondisi lag jauh berbeda dari titik nol namun
pada periode akhir kondisi lag mendekati nol. Garis warna biru menunjukkan lag sedangkan
garis warna merah significance limit apabila bila garis merah memotong garis biru maka
data memiliki pola seasonal tren, kalau tidak terpotong maka memiliki pola trend. Berikut
merupakan hasil autokorelasi dengan menggunakan software Minitab 18.
57
maka metode peramalan yang digunakan yaitu winters’ method.. Peramalan ini dilakukan
untuk mengurangi ketidakpastian terhadap sesuatu yang akan terjadi dimasa yang akan
datang.. Berikut merupakan grafik hasil forecast menggunkan metode winter’s method.
58
berdasarkan MAP, MAD dan MSD terkecil. Perencanaan agregat bertujuan untuk
memberikan keputusan yang optimum berdasarkan sumber daya yang dimiliki perusahaan
untuk memenuhi permintaan produksi yang dihasilkan. Terdapat tiga strategi dalam
perencanaan agregat yaitu chase strategy, level strategy, dan mix strategy. Selanjutnya akan
dipilih strategy yang memiliki total biaya terendah. Berikut merupakan informasi yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan perencanaan agregat.
Tabel 4.3 Hasil Peramalan Permintaan dan Total Permintaan
Periode Forecasting Hasil Roundup Waktu (jam) Total Permintaan
(jam)
37 1323,77 1324 1324
38 1320,94 1321 1321
39 1331,86 1332 1332
1
40 1333,15 1334 1334
41 1317,35 1318 1318
42 1379,39 1380 1380
59
Tabel 4.4 Perhitungan chase strategy
Periode 37 38 39 40 41 42 Cost
Kebutuhan (Unit) 1324 1321 1332 1334 1318 1380
Hari Kerja 20 20 20 20 20 20
Total Jam Kerja 60 60 60 60 60
60
Reguler/Bln
Total Jam Kerja 40 40 40 40 40 40
Lembur/Bln
Total Jam Kerja 200 200 200 200 200
200
Tersedia
Total
Permintaan(Jam) 1324 1321 1332 1334 1318 1380
Pekerja Dibutuhkan 7 7 7 7 7 7
Pekerja Tersedia 0 7 7 7 7 7
Pekerja Digunakan 7 7 7 7 7 7
Pekerja Lembur 6 5 5 5 5 7
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya Pokok Pekerja
28.000.000 28.000.000 28.000.000 28.000.000 28.000.000 28.000.000 168.000.000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya Lembur Pekerja Rp 7.000.000
8.400.000 7.000.000 7.000.000 7.000.000 9.800.000 46.200.000
Rekrut Pekerja 7 0 0 0 0 0
Rp
Biaya Perekrutan 0 0 0 0 0 Rp 7.000.000
7.0000.000
Pekerja Diberhentikan 0 0 0 0 0 0
Biaya Diberhentikan 0 0 0 0 0 0
Kapasitas Produksi 1120 1120 1120 1120 1120
1120
Reguler
Kapasitas Produksi 200 200 200
240 200 280
Lembur
Kapasitas Produksi 1320 1320 1320
1360 1320 1400
Total
Unit Diproduksi (Jam) 1360 1320 1320 1320 1320 1400
Persediaan (Jam) 36 -1 -12 -14 2 20
Kumulative
Persediaan 36 35 23 9 11 31
Rp Rp Rp Rp
Biaya Persediaan
1.800.000 Rp 1.750.000 1.150.000 Rp 450.000 Rp 550.000 1.550.000 46.200.000
Rp.
Total Biaya
7.250.000
60
10 Pekerja lembur =menyesuaikan jumlah pekerja yang digunakan dan
jumlah inventory sehingga inventory tidak minus
=6
11 Jam produksi regular = pekerja digunakan × total jam kerja regular
= 7 x 160 = 1120
12 Jam lembur yang digunakan = pekerja lembur × total jam kerja lembur
= 7 x 40 = 280
13 Jam produksi total = jam lembur yang digunakan + jam produksi regular
= 280+1120 = 1400
14 Persediaan (sisa jam) = unit produksi (jam) – total permintaan (jam)
= 1360 – 1324= 36
15 Kumulative persediaan = kumulative persediaan peride sebelumnya + unit produksi
(jam) – total permintaan
= 1360 – 1324= 36
16 Biaya regular pekerja =pekerja tersedia × jam kerja regular × biaya regular
= 7 x 160 x Rp 25.000 = Rp 28.000.000
17 Biaya lembur pekerja =pekerja lembur × jam kerja lembur ×biaya lembur
= 4 x 40 x Rp 35.000 = Rp 8.400.000
18 Biaya persediaan = kumulative persediaan × biaya simpan/jam/bulan
=36 x Rp 50.000 = Rp1.800.000
19 Biaya rekrut = rekrut pekerja × biaya perekrutan
= 7 x Rp 1.000.000 = Rp 7.000.000
20 Biaya fire = pekerja diberentikan × biaya pemecatan = 0
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa total biaya yang akan dikeluarkan perusahaan
apabila menggunakan metode chase strategy untuk proses agregat adalah sebesar Rp
228.450.000,- dengan jumlah pekerja yang dibutuhkan pada jam reguler pada periode 1
sampai 6 adalah 7 pekerja., sedangkan untuk pekerja lembur pada periode 1 adalah 6 pekerja
sedangkan untuk periode 2 sampai 5 adalah 5 pekerja dan periode 6 adalah 7 pekerja.
61
Pekerja Lembur 6 6 6 6 6 6
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya Pokok
28.000.00 28.000.00 28.000.00 28.000. 28.000. 28.000. 168.000.0
Pekerja
0 0 0 000 000 000 00
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya Lembur Rp
8.400.000 8.400.000 8.400.0 8.400.0 8.400.0 50.400.00
Pekerja 8.400.000
00 00 00 0
Rekrut Pekerja 7 0 0 0 0 0
Rp
Rp
Biaya Perekrutan 7.0000.00 0 0 0 0 0
7.000.000
0
Pekerja
0 0 0 0 0 0
Diberhentikan
Biaya Diberhentikan 0 0 0 0 0 0
Kapasitas Produksi 1120 1120 1120 1120 1120
1120
Reguler
Kapasitas Produksi 240 240 240 240 240
240
Lembur
Kapasitas Produksi 1360 1360 1360 1360 1360
1360
Total
Unit Diproduksi 1320 1320 1320
1360 1320 1400
(Jam)
Persediaan (Jam) 36 39 28 26 42 -20
Kumulative
Persediaan 36 75 103 129 171 151
Rp Rp Rp Rp
Biaya Persediaan Rp Rp Rp 6.450.0 8.550.0 7.550.0 33.250.00
1.800.000 3.750.000 5.150.000 00 00 00 0
Rp.
Total Biaya 258.650.
000
62
12 Jam lembur yang digunakan = pekerja lembur × total jam kerja lembur
= 7 x 40 = 280
13 Jam produksi total = jam lembur yang digunakan + jam produksi regular
= 280+1120 = 1400
14 Persediaan (sisa jam) = unit produksi (jam) – total permintaan (jam)
= 1360 – 1324= 36
15 Kumulative persediaan = kumulative persediaan peride sebelumnya + unit produksi
(jam) – total permintaan
= 1360 – 1324= 36
16 Biaya regular pekerja =pekerja tersedia × jam kerja regular × biaya regular
= 7 x 160 x Rp 25.000 = Rp 28.000.000
17 Biaya lembur pekerja =pekerja lembur × jam kerja lembur ×biaya lembur
= 4 x 40 x Rp 35.000 = Rp 8.400.000
18 Biaya persediaan = kumulative persediaan × biaya simpan/jam/bulan
=36 x Rp 50.000 = Rp1.800.000
19 Biaya rekrut = rekrut pekerja × biaya perekrutan
= 7 x Rp 1.000.000 = Rp 7.000.000
20 Biaya fire = pekerja diberentikan × biaya pemecatan = 0
Dari gambar diatas, dapat diketahui bahwa total biaya yang akan dikeluarkan
perusahaan apabila menggunakan metode level strategy untuk proses agregat adalah sebesar
Rp 258.650.000,- dengan jumlah pekerja yang dibutuhkan pada jam reguler pada periode 1
sampai 6 adalah 7 pekerja, sedangkan untuk pekerja lembur pada periode 1 sampai 6 adalah
6 pekerja.
63
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya Lembur Rp
1.400.000 1.400.000 1.400.0 1.400.0 4.200.0 12.600.0
Pekerja 2.800.000
00 00 00 00
Rekrut Pekerja 8 0 0 0 0 0
Rp Rp
Biaya Perekrutan 8.0000.00 0 0 0 0 0 8.000.00
0 0
Pekerja
0 0 0 0 0 0
Diberhentikan
Biaya Diberhentikan 0 0 0 0 0 0
Kapasitas Produksi 1280 1280 1280 1280 1280 1280
Reguler
Kapasitas Produksi 80 40 40 40 40 120
Lembur
Kapasitas Produksi 1360 1320 1320 1320 1320 14000
Total
Unit Diproduksi 1320 1320 1320
1360 1320 1400
(Jam)
Persediaan (Jam) 36 -1 -12 -14 2 20
Kumulative
Persediaan 36 35 23 9 11 31
Rp Rp Rp Rp
Biaya Persediaan Rp Rp Rp 450.00 550.00 1.550.0 7.250.00
1.800.000 1.750.000 1.150.000 0 0 00 0
Rp.
Total Biaya 219.850.
000
64
= 1360 – 1324= 36
15 Kumulative persediaan = kumulative persediaan peride sebelumnya + unit produksi
(jam) – total permintaan
= 1360 – 1324= 36
16 Biaya regular pekerja =pekerja tersedia × jam kerja regular × biaya regular
= 8 x 160 x Rp 25.000 = Rp 32.000.000
17 Biaya lembur pekerja =pekerja lembur × jam kerja lembur ×biaya lembur
= 2 x 40 x Rp 35.000 = Rp 2.800.000
18 Biaya persediaan = kumulative persediaan × biaya simpan/jam/bulan
=36 x Rp 50.000 = Rp1.800.000
19 Biaya rekrut = rekrut pekerja × biaya perekrutan
= 8 x Rp 1.000.000 = Rp 8.000.000
20 Biaya fire = pekerja diberentikan × biaya pemecatan = 0
65
Pekerja
$R$5:$S$102 <= $Q$5:$Q$10 digunakan(REGULER),
pekerja lembur
Pekerja
$R$5:$S$10>=0 digunakan(REGULER),
pekerja lembur
Berdasarkan tabel 4.7, penggunaan solver bertujuan untuk menghasilkan total biaya
keseluruhan dengan total pekerja reguler, rekrut pekerja, pemberhentian pekerja dan pekerja
lembur yang seharusnya. Selain itu constraint yang digunakan adalah jumlah pekerja
reguler, rekrut pekerja, pekerja diberhentikan, dan pekerja lembur harus integer, total rekrut
kerja lebih besar dari total pekerja reguler yang digunakan, pekerja diberhentikan lebih besar
dari total pekerja tersedia dikurangi pekerja reguler, dan pekerja lembur lebih kecil dari
pekerja reguler.
66
4.3 Perencanaan Disagregat
Perencanaan disagregat merupakan proses disagregasi yaitu proses merubah hasil
rencana produksi agregat menjadi jumlah yang harus diproduksi untuk setiap produk atau
item. Proses disagregat dibutuhkan sebelum membuat Master Production Schedule (MPS).
Berdasarkan perencanaan agregat metode yang dipilih adalah metode linear programming
karena menghasilkan total biaya terkecil. Dalam perhitungan perencanaan disagregat
produksi alat olahraga golf dari perhitungan agregat dipisahkan menjadi dua jenis produk
tongkat golf yaitu produk tongkat golf jenis Iron Golf Club dan produk jenis Putter Golf
Club dengan proporsi penjualan masing-masing produk tongkat golf 70% untuk tongkat golf
jenis Iron Golf Club dan 30% tongkat golf jenis Putter Golf Club. Dibawah ini merupakan
tabel inventory tongkat golf berdasarkan perhitungan agregat.
Tabel 4.12 Data Jumlah Inventory
Periode Demand Produksi Golf Inventory Golf
Golf Club Club Club (Komulatif)
(jam)
37 1324 1360 36.00
38 1321 1320 35.00
39 1332 1320 23.00
40 1334 1320 9.00
41 1318 1320 11.00
42 1380 1400 31.00
Dibawah ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk membuat golf club jenis Iron
Golf Club dan golf club jenis Putter Golf Club.
Tabel 4.13 Data Waktu Proses Pembuatan Golf Club
Jenis Golf Club Waktu pembuatan
(menit) (jam)
Iron Golf Club 46 0.766666667
Putter Golf Club 60 1
Perencanaan disagregat dikerjakan dengan metode linear programming menggunakan
bantuan solver pada Microsoft Excel. Dibawah ini merupakan gambar dari solver parameter
untuk perhitungan disagregat setiap produk dari golf club.
67
No Data Periode 37 Perhitungan
1 Total Iron Golf Club = jumlah tiap minggu Iron Golf Club
= 238+238+238+238 = 952
2 Total Putter Golf Club = jumlah tiap minggu Putter Golf Club
= 102+102+102+102 = 108
3 Total Golf Club periode n = Iron Golf Club periode n+ Putter Golf Club periode n
= 238 +102 = 340
4 Waktu Iron Golf Club = Jumlah Iron Golf Club n x waktu proses Iron Golf Club
= 238 x 0.766666667 = 182.466667
5 Waktu Putter Golf Club = Jumlah Putter Golf Club periode n x waktu Putter Golf Club
= 102 x 1 = 102
6 Total Waktu = Iron Golf Club + Putter Golf Club
= 182.466667 +102= 284.47
Berikut ini merupakan objective (fungsi tujuan) dan changing cell (fungsi keputusan)
untuk formulasi di solver dan constrain (batasan) yang digunakan.
68
C$13:$F$18 = integer
Subject to the constrains $C$18:$F$18 <= $C$73:$F$73
$G$13:$G$14 = $H$13:$H$14
69
Gambar 4.13 Hasil perhitungan disagregat periode 4
70
Iron Golf Club 231 231 231 231 924
5 1320
Putter Golf Club 99 99 99 99 396
Iron Golf Club 245 245 245 245 980
6 1400
Putter Golf Club 105 105 105 105 420
Dari hasil disagregrat tabel diatas maka dapat diketahui apabila pada periode 1
perhitungan disagregat sebesar 1360. Hasil perhitungan golf club jenis Iron Golf Club
minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 238, sedangkan untuk hasil
perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu
sebesar 102. Pada periode 2 perhitungan disagregat sebesar 1320. Hasil perhitungan golf
club jenis Iron Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 231.
Sedangkan untuk hasil perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1 sampai dengan
minggu 4 sama yaitu sebesar 99. Pada periode 3 perhitungan disagregat sebesar 1320. Hasil
perhitungan golf club jenis Iron Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu
sebesar 231, sedangkan untuk hasil perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1
sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 99. Pada periode 4 perhitungan disagregat
sebesar 1320. Hasil perhitungan golf club jenis Iron Golf Club minggu 1 sampai dengan
minggu 4 sama yaitu sebesar 231, sedangkan untuk hasil perhitungan golf club jenis Putter
Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 99. Pada periode 5 hasil
perhitungan disagregat sebesar 1320. Hasil perhitungan golf club jenis Iron Golf Club
minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 231, sedangkan untuk hasil
perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu
sebesar 99. Sedangkan pada periode 6 hasil perhitungan disagregat sebesar 1400. Hasil
perhitungan golf club jenis Iron Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu
sebesar 245, sedangkan untuk hasil perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1
sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 105. Sehingga pada periode 1 jumlah produksi
sebesar 1360 periode 2, 3, 4, 5 memiliki kesamaan jumlah produksi yaitu 1320, sedangkan
pada periode 6 memiliki jumlah produksi sebesar 1400. Perbedaan jumlah produksi tersebut
dipengaruhi oleh waktu proses serta demand dari hasil peramalan yang telah dilakukan.
71
mendatang yang dirancang berdasarkan pesanan pelanggan atau ramalan permintaan.
Adapun tujuan dari MPS adalah untuk menyediakan atau memberikan input utama kepada
sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas, menjadwalkan pesanan produksi dan
pembelian untuk item-item MPS, memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber
daya dan kapasitas serta memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan
produk kepada pelanggan. Dalam perencanaan MPS langkah pertama yang dilakukan adalah
menentukan PTF dan DTF lalu merencanakan jadwal induk produksinya.
Sol Depan
Sol
Tali Sepatu
Ankle High Boots
Inlay Sol
Formal Shoes
Pola Samping
Kulit
0 1 2 3 4
Gambar 4.16 Gantt chart Iron Golf Club dan ankle Putter Golf Club
Berdasarkan gambar 4.16 dapat diketahui bahwa lead time terlama yaitu selama 2
minggu pada stasiun assembly table, casting area, furnace sehingga PTF yang digunakan
yaitu 2, sementara untuk DTF yaitu 0 karena produk yang diproduksi oleh PT Adi Karya
Golf yaitu produk make to stock.
4.4.2 MPS
Selanjutnya adalah membuat tabel MPS untuk produk Iron Golf Club dan Putter Golf
Club yang diproduksi oleh PT Adi Karya Golf. Master Production Scheduling merupakan
72
jadwal yang disusun untuk mengetahui kondisi masing-masing barang yang diproduksi,
kapan barang tersebut akan dibutuhkan, berapa banyak yang dibutuhkan sehingga dapat
digunakan sebagai landasan penyusunan MRP. Data yang dimasukkan ke dalam jadwal
produksi tidak sama dengan hasil peramalan dikarenakan hasil peramalan tersebut akan
disesuaikan terlebih dahulu dengan kapasitas produksi serta inventory level. Berikut ini
merupakan tabel MPS PT. Adi Karya Golf produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club.
Tabel 4.17 Perhitungan MPS Iron Golf dan Putter Golf Club
Iron Golf Club PTF
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Forecast 238 238 238 238 231 231 231 231 231 231 231 231 231
Production Forecast
Actual Demand
MPS 238 238 238
Projected Avalaible
Balance -238 -469 -700 -931 -1162 -1393 -1624 -1855 -2086 -2317
Available To Promise
Planned Order 238 231 231 231 231 231 231 231 231 231
Berikut adalah tabel 4.19 yang merupakan perhitungan MPS untuk produk Putter Golf club.
Tabel 4.19 Perhitungan MPS Putter Golf Club
Putter Golf Club PTF
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Forecast 102 102 102 102 99 99 99 99 99 99 99 99 99
Production Forecast
Actual Demand
MPS 102 102 102
Projected Avalaible Balance -102 -201 -300 -399 -498 -597 -696 -795 -894 -993
Available To Promise
Planned Order 102 99 99 99 99 99 99 99 99 99
73
Production
Forecast
Actual Demand
MPS 102 102 102
Projected Avalaible
Balance -1092 -1191 -1290 -1389 -1488 -1587 -1686 -1791 -1896 -2001 -2106
Available To
Promise
Planned Order 99 99 99 99 99 99 99 105 105 105 105
Berdasarkan tabel 4.17 dan 4.18 didapatkan hasil MPS pada produksi Iron Golf Club
dan Putter Golf Club dari PT. Adi Karya Golf. Hasil tersebut sebenarnya didapatkan dari
masing-masing perusahaan dengan mempertimbangkan contohnya safety stock, allowance,
dan sebagainya. PT. Adi Karya Golf memproduksi stick golf secara make to stock sehingga
memproduksi per unitnya untuk persediaan sehingga tidak ada Project Available Balance.
Selanjutnya selama minggu 1 sampai 3 dapat diisikan MPS sama dengan forecast.
Tabel 4.21 Perhitungan MPS
No Variabel Perhitungan
1 Forecast Per periode yang dihasilkan dari perhitungan disagregat
2 PTF dan DTF DTF selama 0 minggu dan PTF 3 minggu
3 DTF(diisi pada baris MPS) = Hasil disagregasi
= D7 = 238
4 PTF (diisi pada baris Planned = Hasil disagregasi
Order) = E10 = 238
5 PAB(Projected Available =PAB periode sebelumnya + MPS - forecast
Balance) = 0 + 0 - 238 = -238
74
Tabel 4.23 Perhitungan Line Balancing
No Variabel Perhitungan
1 Demand Total demand hasil forecast
= Total demand / (waktu kerja/bulan x jumlah periode)
2 Rate Production = 8040 / (200 x 6)
= 6.7
= (60 x efisiensi) / rate production
3 Tc = (60 x 0,95) / 6.7
= 8.507463
= pembulatan ke atas dari (Twc / Tc)
4 Min Wor Station = 60 / 8.507463
=8
= Tc – Setup time
5 Ts = 8.507463- 0
= 8.507463
= Twc / (Min. Work Station x Ts)
6 Eb = 60 / (8 x 8.507463
= 0.881578947
Dari perhitungan diatas maka dapat disimpulkan apabila PT. Adi Karya Golf harus
memiliki minimal 8 work station agar penugasan di setiap stasiunnya dapat efisensi 95%.
75
Extursion 1 5 5 5.0
Compression 0 1.5 3.5 3.5
Painting 0 2 2 2.0
Assembly 1 8 12 12.0
Dari keterangan mesin tersebut dapat dihitung jumlah mesin dan keterangan lead time
mesin yang diperlukan. dilihat dari setiap periode membutuhkan 8 orang pekerja. Berikut
merupakan gambar mengenai jumlah mesin yang dibutuhkan.
Tabel 4.25 Jumlah Mesin yang Dibutuhkan
Agregasi 8 60
19.0 3
8.0 2
4.5 1
6.0 1
5.0 1
3.5 1
2.0 1
12.0 2
Keterangan :
Tabel 4.26 Keterangan Perhitungan Jumlah Mesin yang Dibutuhkan
No Keterangan Perhitungan
1. Waktu proses Painting Diperoleh dari waktu proses tiap mesin paling besar antara iron dan putter =
2(waktu proses painting paling besar)
2. Jumlah mesin = (waktu proses mesin/waktu agregasi)*jumlah pekerja
= (2/60)*8
= 0.26
Kemudian berikut perhitungan lead time tiap mesin untuk setiap periode dengan 8
pekerja.
Keterangan :
76
Tabel 4.28 Keterangan Perhitungan Lead time mesin
No Keterangan Perhitungan
1. Waktu proses Painting Iron = waktu proses dalam jam * jumlah mesin *proporsi waktu produk
Golf Club Man formal shoes
= (2/60)*(1*0,7)
= 0,023
2. Waktu proses Painting Putter = waktu proses dalam jam * jumlah mesin * proporsi waktu produk
Golf Club Ankle high boots
= (2/60)*(1*0,3)
= 0,001
77
Painting 1.02 1.02 1.02 1.02 0.99 0.99 0.99 0.99
Assembly 12.24 12.24 11.88 11.88 11.88 11.88 11.88 11.88
Total 60.18 60.18 58.725 58.56 58.41 58.41 58.41 58.41
387.8
Jumlah 3 387.83 378.45 377.39 376.42 376.42 376.42 376.42
Jumlah per Bulan 1531.49 1505.68
total kapasitas 1600 1600
78
5.7166666 5.7166666 5.7166666 5.71666
Painting 5.39 5.39 5.39 5.39 67 67 67 67
Assembly 64.68 64.68 68.60 68.60 68.60 68.60 0.00 0.00
318.0 318.0
Total 1 1 333.85 335.65 337.28 337.28 60.03 28.58
Putter Golf Club 17 18 19 20 21 22 23 24
28.21 28.21
Furnace 5 5 29.925 29.925 29.925 29.925 0 0
Casting 7.92 7.92 8.4 8.4 8.4 8.4 0 0
2.227 2.227
Cutting 5 5 2.2275 2.2275 2.3625 2.3625 2.3625 2.3625
Polishing 2.97 2.97 2.97 3.15 3.15 3.15 3.15 0
Extursion 2.475 2.475 2.475 2.625 2.625 2.625 2.625 0
1.732 1.732
Compression 5 5 1.7325 1.7325 1.8375 1.8375 1.8375 1.8375
Painting 0.99 0.99 0.99 0.99 1.05 1.05 1.05 1.05
Assembly 11.88 11.88 12.60 12.60 12.60 12.60 0.00 0.00
Total 58.41 58.41 61.32 61.65 61.95 61.95 11.025 5.25
376.4 376.4
Jumlah 2 2 395.17 397.30 399.23 399.23 71.05 33.83
Jumlah per Bulan 1545.31 903.35
total kapasitas 1600 1600
Keterangan :
Tabel 4.32 Keterangan Perhitungan RCCP
No. Keterangan Perhitungan
1. MPS Iron Golf Club dan Putter Golf Berdasarkan hasil MPS
Club
2. Mesin Furnace untuk Iron Golf Club = Waktu proses*MPS
= =IF($O$4 > 0,$O$4*D13,IF($P$4 >0,$P$4*C13,$Q$4*B13))
= 158,27
3. Total = Jumlah dari tiap mesin per minggu
= 158,27 + 44,43 + 12,50 + 16,66+ 13,88 + 9,72 + 5,55 + 66,64
= 327,65
4. Jumlah = Total kapasitas Iron Golf Club + Total kapasitas Putter Golf
Club
= 327,65 + 60,18
= 387,83
5. Jumlah Per Bulan = Jumlah minggu ke 1 sampai minggu ke 4
= 387,83 + 387,83 + 378,45 + 377,39
= 1531,49
Berdasarkan tabel 4.28 diketahui bahwa hasil jumlah per periode selama 6 periode
yaitu 1531,49; 1505,68; 1505,68 ; 1505,68; 1545,31 ; 903,35.
79
2 1.600 1505,68
3 1.600 1505,68
4 1.600 1505,68
5 1.600 1545,31
6 1.600 903,35
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kapasitas waktu agregat lebih besar daripada
kapasitas waktu RCCP, hal itu menunjukkan bahwa MPS yang ditentukan sudah sesuai.
80
Gambar 4.17 Perhitungan MRP Level 0 Iron Club Glof (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.34 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 0
dari Iron Golf Club.
Tabel 4.34 Keterangan Perhitungan MRP Level 0 untuk Iron Golf Club
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Iron Golf Club
2. Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal
terima produk
3. Project on Hand = inventory setiap minggu
= Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule
Receipt + Planned Order Receipt
= 0 – 238 – 0 + 238
=0
4. Net Requirement = jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement
= Gross Requirement - Project on Hand periode sebelum
= 238 - 0
= 238
5. Planned Order Receipt = jumlah produk yang akan diterima pada periode tersebut
= Net requirement
= 238
6. Planned Order Release = jumlah produk yang dipesan pada periode tersebut (leadtime = 0)
= Planned Order Receipt
= 238
81
Gambar 4.18 Perhitungan MRP Level 0 Putter Golf Club
82
Gambar 4.19 Hasil Perhitungan MRP Main Body Iron dengan Metode Lot for Lot
Gambar 4.19 Hasil Perhitungan MRP Main Body Iron dengan Metode Lot for Lot (Lanjutan)
2. Iron Grip
Berikut ini merupakan perhitungan MRP untuk Iron Grip yang dihitung dengan
menggunakan tiga metode yaitu fixed order quantity, least unit cost, dan period order
quantity.
a. Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ)
Perhitungan Iron Grip dengan metode Fixed Order Quantity dilampirkan pada
lampiran
83
Gambar 4.20 Perhitungan LUC Iron Grip
Periode kombinasi yang dipilih yaitu periode kombinasi yang menghasilkan cost per
unit terkecil, sehingga trial lot size tersebut dimasukan kedalam Planned Order Receipt
periode tersebut. Berikut gambar 4.22 yang menunjukkan hasil perhitungan MRP iron
grip dengan menggunakan metode LUC.
Gambar 4.21 Hasil Perhitungan MRP Iron Grip dengan Metode LUC
84
Gambar 4.21 Hasil Perhitungan MRP Iron Grip dengan Metode LUC (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.37 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP dari
Iron Grip dengan metode LUC.
Tabel 4.36 Perhitungan MRP Iron Grip dengan metode LUC
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement (GR) = Porel Iron Golf Club
2. Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n
= 2000-238-0+0
= 1762
3. Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR
periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0
= IF(B32-C30<0;ABS(B32-C30);0)
=0
4. Planned Order Receipt = Jumlah ukuran sesuai dengan perhitungan LUC
(PoREC)
5. Planned Order Release = Porec 2 Periode setelahnya
(PoREL)
6. Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan
= SUM(F20:AC20)*F15
7. Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan
= COUNTIF(E22:AC22;">0")*H14
8. Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item
= SUM(E23:AC23)*H15
9. Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 33.027.000 + Rp 15.000.000 + Rp 544.200.000
= Rp 592.227.000
85
3. Main Body Putter
Berikut ini merupakan perhitungan MRP untuk bagian Main Body Putter.
Gambar 4.22 Hasil Perhitungan MRP Main Body Putter Metode Lot for Lot
Gambar 4.22 Hasil Perhitungan MRP Main Body Putter Metode Lot for Lot (Lanjutan)
4. Putter Grip
Berikut ini merupakan perhitungan MRP untuk bagian Putter Grip.
a. Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ)
Perhitungan Putter Grip dengan metode Period Order Quantity dilampirkan pada
lampiran
86
Gambar 4.23 Perhitungan MRP Putter Grip metode LUC
Periode kombinasi yang dipilih yaitu periode kombinasi yang menghasilkan cost per
unit terkecil, sehingga trial lot size tersebut dimasukan kedalam Planned Order Receipt
periode tersebut. Berikut hasil perhitungan MRP putter grip dengan menggunakan metode
Least Unit Cost.
Gambar 4.24 Hasil Perhitungan MRP Putter Grip Metode LUC (Lanjutan)
87
Berikut merupakan tabel 4.39 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP dari
Putter Grip dengan metode LUC.
Tabel 4.39 Perhitungan MRP Putter Grip dengan metode LUC
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement (GR) = Porel Iron Golf Club
2. Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n
= 1000-102-0+0
= 898
3. Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR
periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0
= IF((E44-F42)<0;ABS(E44-F42);0)
=0
4. Planned Order Receipt (PoREC) = Jumlah ukuran pemesanan sebesar 500 setiap kali butuh
Pesan
5. Planned Order Release (PoREL) = Porec 2 Periode setelahnya
6. Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan
= SUM(F44:AC44)*F39
7. Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan
= COUNTIF(E46:AC46;">0")*H38
8. Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item
= SUM(E47:AC47)*H39
9. Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 20.304.000 + Rp 10.000.000 + Rp 423.600.000
= Rp 453.904.000
1. Putter Shaft
Putter Shaft menggunakan metode lot size yaitu lot for lot dengan nilai lead time = 0.
Berikut hasil perhitungan MRP pola Putter Shaft.
88
Gambar 4.25 Hasil Perhitungan MRP Putter Shaft
Berikut merupakan tabel 4.41 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP dari
Putter Shaft
89
Gambar 4.26 Hasil Perhitungan MRP Putter Shaft
Berikut merupakan tabel 4.42 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 2
dari pola Putter Head
Tabel 4.42 Keterangan Perhitungan MRP Level 2 untuk Putter Head
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Putter Head
2. Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal
terima produk
3. Project on Hand = inventory setiap minggu
= Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule
Receipt + Planned Order Receipt
= 0 – 102– 0 + 102
=0
90
Gambar 4.27 Hasil Perhitungan MRP Iron Head
Berikut merupakan tabel 4.43 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 2
dari pola Iron Head
Tabel 4.43 Keterangan Perhitungan MRP Level 2 untuk Iron Head
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Iron Head
2. Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal
terima produk
91
Berikut ini merupakan MRP level 3 dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club.
MRP level 3 terdiri dari Counterweight, Brand Emblem, Iron Head Body, Putter Head
Body, Shaft Body, dan Weights.
1. Counterweights
Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk counterweights.
a. Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ)
Perhitungan Counterweight dengan metode Fixed Order Quantity dilampirkan pada
lampiran
b. Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC)
Perhitungan Counterweight dengan metode Least Unit Cost dilampirkan pada lampiran
c. Metode Lot Sizing Period Order Quantity (POQ)
Counterweights menggunakan metode Period Order Quantity yaitu 500 buah dengan
nilai lead time = 2 dan inventory awal 300. Berikut hasil perhitungan MRP Counterweights
dengan metode POQ.
2×𝑆 2 × 900.000
𝑄= √ = √ ≈3
𝑑×ℎ 201 × 1000
Keterangan :
S = Setup cost
d = Rata – rata demand
h = holding cost
92
Gambar 4.28 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Counterweights Metode POQ (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.44 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 3
untuk Counterweights dengan metode POQ.
Tabel 4.44 Perhitungan MRP Iron Golf Club dengan metode POQ
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement (GR) = Porel Putter Shaft
2. Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n
= 300-204-0+0
= 96
3. Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR
periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0
= IF((E8-F6)<0;ABS(E8-F6);0)
=0
4. Planned Order Receipt = Jumlah ukuran pemesanan sebesar 500 setiap kali butuh
(PoREC) Pesan
5. Planned Order Release = Porec 2 Periode setelahnya
(PoREL)
6. Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan
= SUM(F44:AC44)*F39
7. Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan
= COUNTIF(E46:AC46;">0")*H38
8. Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item
= SUM(E47:AC47)*H39
9. Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 7.236.000 + Rp 5.400.000 + Rp 200.400.000
= Rp 213.036.000
d. Analisis Perbandingan
2. Brand Emblem
Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk Brand Emblem.
93
Gambar 4.29 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Brand Emblem Metode Lot for Lot
Gambar 4.29 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Brand Emblem Metode Lot for Lot (Lanjutan)
Gambar 4.30 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Iron Head Body Metode Lot for Lot
Gambar 4.30 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Iron Head Body Metode Lot for Lot (Lanjutan)
Gambar 4.31 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Putter Head Body Metode Lot for Lot
94
Gambar 4.31 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Putter Head Body Metode Lot for Lot (Lanjutan)
2. Shaft Body
Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk Shaft Body.
Gambar 4.32 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Shaft Body Metode Lot for Lot
Gambar 4.32 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Shaft Body Metode Lot for Lot (Lanjutan)
3. Weights
Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk weights.
a. Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ)
Perhitungan Weight dengan metode Fixed Order Quantity dilampirkan pada lampiran
b. Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC)
Weight menggunakan metode lot size yaitu 2000 buah dengan nilai lead time = 2 dan
inventory awal 2000. Berikut merupakan tabel 4.22 yang menunjukkan keterangan
perhitungan MRP level 3 untuk weights dengan metode LUC.
95
Periode
Kombina Trial Lot Size Biaya Pesan Biaya Simpan Cumulative Cost Cost Per Unit
si
5 197 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 4.568,53
5,6 626 Rp 900.000 Rp 429.000 Rp 1.329.000 Rp 2.123,00
5,6,7 1055 Rp 900.000 Rp 1.287.000 Rp 2.187.000 Rp 2.072,99
5,6,7,8 1484 Rp 900.000 Rp 2.574.000 Rp 3.474.000 Rp 2.340,97
8 429 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 2.097,90
8,9 858 Rp 900.000 Rp 429.000 Rp 1.329.000 Rp 1.548,95
8,9,10 1287 Rp 900.000 Rp 1.287.000 Rp 2.187.000 Rp 1.699,30
11 429 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 2.097,90
11,12 858 Rp 900.000 Rp 429.000 Rp 1.329.000 Rp 1.548,95
11,12,13 1287 Rp 900.000 Rp 1.281.000 Rp 2.181.000 Rp 1.694,64
13 429 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 2.097,90
13,14 858 Rp 900.000 Rp 429.000 Rp 1.329.000 Rp 1.548,95
13,14,15 1287 Rp 900.000 Rp 1.281.000 Rp 2.181.000 Rp 1.694,64
15 429 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 2.097,90
15,16 858 Rp 900.000 Rp 429.000 Rp 1.329.000 Rp 1.548,95
15,16,17 1287 Rp 900.000 Rp 1.281.000 Rp 2.181.000 Rp 1.694,64
17 429 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 2.097,90
17,18 858 Rp 900.000 Rp 429.000 Rp 1.329.000 Rp 1.548,95
17,18,19 1287 Rp 900.000 Rp 1.281.000 Rp 2.181.000 Rp 1.694,64
19 429 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 2.097,90
19,20 858 Rp 900.000 Rp 429.000 Rp 1.329.000 Rp 1.548,95
19,20,21 1313 Rp 900.000 Rp 1.339.000 Rp 2.239.000 Rp 1.705,26
21 455 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 1.978,02
21,22 910 Rp 900.000 Rp 455.000 Rp 1.355.000 Rp 1.489,01
21,22,23 1365 Rp 900.000 Rp 1.365.000 Rp 2.265.000 Rp 1.659,34
23 455 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 1.978,02
Gambar 4.34 Perhitungan MRP Iron Grip metode LUC
Periode kombinasi yang dipilih yaitu periode kombinasi yang menghasilkan cost per
unit terkecil, sehingga trial lot size tersebut dimasukan kedalam PoREC periode tersebut.
Berikut hasil perhitungan MRP weights menggunakan LUC.
96
Gambar 4.35 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Weights Metode LUC (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.47 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 3
dari Weights dengan metode LUC.
Tabel 4.47 Perhitungan MRP LUC dari Weights
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement (GR) = Porel Main Body Putter + Iron Head
2. Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n
= 2000-442-0+0
= 1558
3. Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR
periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0
= IF((E8-F6)<0;ABS(E8-F6);0)
=0
4. Planned Order Receipt (PoREC) = Jumlah ukuran pemesanan sesuai dengan LUC yang dipilih
5. Planned Order Release (PoREL) = Porec 2 Periode setelahnya
6. Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan
= SUM(F44:AC44)*F39
7. Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan
= COUNTIF(E46:AC46;">0")*H38
8. Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item
= SUM(E47:AC47)*H39
9. Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 7.389.000 + Rp 7.200.000 + Rp 678.780.000
= Rp 693.369.000
97
1. MRP Pola Putter Lie
Pola Putter Lie menggunakan metode lot size yaitu lot for lot dengan nilai lead time =
0. Berikut hasil perhitungan MRP pola Putter Lie.
Berikut merupakan tabel 4.49 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 4
dari Iron Golf Club.
Tabel 4.49 Keterangan Perhitungan MRP Level 4 untuk Putter Lie
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Putter Lie
2. Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal
terima produk
3. Project on Hand = inventory setiap minggu
= Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule
Receipt + Planned Order Receipt
= 0 – 102 – 0 + 102
=0
4. Net Requirement = jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement
= Gross Requirement - Project on Hand periode sebelum
= 102 - 0
= 102
5. Planned Order Receipt = jumlah produk yang akan diterima pada periode tersebut
= Net requirement
= 102
6. Planned Order Release = jumlah produk yang dipesan pada periode tersebut (leadtime = 0)
= Planned Order Receipt
= 102
98
Pola Putter Part menggunakan metode lot size yaitu lot for lot dengan nilai lead time
= 0. Berikut hasil perhitungan MRP pola Putter Part.
Gambar 4.37 Hasil Perhitungan MRP Level 4 Putter Part Metode LFL
Gambar 4.37 Hasil Perhitungan MRP Level 4 Putter Part Metode LFL (lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.50 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 4
dari Iron Golf Club.
Tabel 4.50 Keterangan Perhitungan MRP Level 4 untuk Putter Part
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Putter Part
2. Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal
terima produk
3. Project on Hand = inventory setiap minggu
= Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule
Receipt + Planned Order Receipt
= 0 – 102 – 0 + 102
=0
4. Net Requirement = jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement
= Gross Requirement - Project on Hand periode sebelum
= 102 - 0
= 102
5. Planned Order Receipt = jumlah produk yang akan diterima pada periode tersebut
= Net requirement
= 102
6. Planned Order Release = jumlah produk yang dipesan pada periode tersebut (leadtime = 0)
= Planned Order Receipt
= 102
99
Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level material untuk Stainless Steel.
a. Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ)
Perhitungan Stainless Steel dengan metode Fixed Order Quantity dilampirkan pada
lampiran
b. Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC)
Perhitungan Stainless Steel dengan metode Least Unit Cost dilampirkan pada lampiran
c. Metode Lot Sizing Period Order Quantity (POQ)
Stainless Steel menggunakan metode lot size yaitu 2000 buah dengan nilai lead time =
2 dan inventory awal 1500. Berikut hasil perhitungan MRP Stainless Steel.
2×𝑆 2 × 1.500.000
𝑄= √ = √ ≈6
𝑑×ℎ 220 × 500
Keterangan :
S = Setup cost
d = Rata – rata demand
h = holding cost
Gambar 4.38 Hasil Perhitungan MRP Level material Stainless Steel Metode POQ
Gambar 4.38 Hasil Perhitungan MRP Level material Stainless Steel Metode POQ (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.51 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level
material dari Stainless Steel dengan metode POQ.
Tabel 4.51 Perhitungan MRP Stainless Steel dengan metode POQ
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement (GR) = Porel Stainless Steel
2. Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n
= 1500-223-0+0
100
No Keterangan Perhitungan
= 1277
3. Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR
periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0
= IF(B32-C30<0;ABS(B32-C30);0)
=0
4. Planned Order Receipt = Jumlah ukuran sesuai dengan perhitungan LUC
(PoREC)
5. Planned Order Release = Porec 2 Periode setelahnya
(PoREL)
6. Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan
= SUM(F20:AC20)*F15
7. Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan
= COUNTIF(E22:AC22;">0")*H14
8. Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item
= SUM(E23:AC23)*H15
9. Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 7.392.000 + Rp 4.500.000 + Rp 451.680.000
= Rp 463.572.000
d. Analisis Perbandingan
2. Iron
Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level material untuk Iron.
a. Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ)
Perhitungan Iron dengan metode Fixed Order Quantity dilampirkan pada lampiran
b. Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC)
Iron menggunakan metode lot size yaitu 500 buah dengan nilai lead time = 2 dan
inventory awal 800.
Berikut merupakan gambar 4.56 yang menunjukkan hasil perhitungan LUC.
101
Gambar 4.39 Perhitungan MRP iron metode LUC
Periode kombinasi yang dipilih yaitu periode kombinasi yang menghasilkan cost per
unit terkecil, sehingga trial lot size tersebut dimasukan kedalam Planned Order Receipt
periode tersebut. Berikut hasil perhitungan MRP Iron.
Gambar 4.40 Hasil Perhitungan MRP Level material Iron Metode LUC
Gambar 4.40 Hasil Perhitungan MRP Level material Iron Metode LUC (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.54 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level
material dari Iron dengan metode LUC.
Tabel 4.54 Perhitungan MRP Iron dengan metode LUC
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement (GR) = Porel IRON
2. Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n
= 800-37-0+0
= 743
3. Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR
periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0
= IF(B32-C30<0;ABS(B32-C30);0)
=0
4. Planned Order Receipt = Jumlah ukuran sesuai dengan perhitungan LUC
(PoREC)
102
No Keterangan Perhitungan
5. Planned Order Release = Porec 2 Periode setelahnya
(PoREL)
6. Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan
= SUM(F20:AC20)*F15
7. Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan
= COUNTIF(E22:AC22;">0")*H14
8. Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item
= SUM(E23:AC23)*H15
9. Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 3.960.000 + Rp 1.500.000 + Rp 48.960.000
= Rp 54.420.000
2×𝑆 2 × 1.500.000
𝑄= √ = √ ≈ 11
𝑑×ℎ 56 × 500
Keterangan :
S = Setup cost
d = Rata – rata demand
h = holding cost
Gambar 4.41 Hasil Perhitungan MRP Level material Iron Metode POQ
Gambar 4.41 Hasil Perhitungan MRP Level material Iron Metode POQ (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.55 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level
material dari Iron dengan metode POQ.
Tabel 4.55 Perhitungan MRP Iron dengan metode POQ
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement (GR) = Porel Stainless Steel
2. Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n
= 800-37-0+0
= 743
3. Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR
103
No Keterangan Perhitungan
periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0
= IF(B32-C30<0;ABS(B32-C30);0)
=0
4. Planned Order Receipt = Jumlah ukuran sesuai dengan perhitungan LUC
(PoREC)
5. Planned Order Release = Porec 2 Periode setelahnya
(PoREL)
6. Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan
= SUM(F20:AC20)*F15
7. Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan
= COUNTIF(E22:AC22;">0")*H14
8. Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item
= SUM(E23:AC23)*H15
9. Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 3.960.000 + Rp 1.500.000 + Rp 48.960.000
= Rp 54.420.000
d. Analisis Perbandingan
Tabel 4.56 Analisa Perbandingan
Total Biaya Komponen FOQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 3.990.000 + Rp 3.000.000 + Rp 90.000.000
= Rp 96.990.000
Total Biaya Komponen LUC = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 3.960.000 + Rp 1.500.000 + Rp 48.960.000
= Rp 54.420.000
Total Biaya Komponen POQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 3.960.000 + Rp 1.500.000 + Rp 48.960.000
= Rp 54.420.000
Berdasarkan dari ketiga metode yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa
metode yang paling baik adalah POQ dan LUC dengan biaya yang paling sedikit yaitu
Rp 54.420.000
4.8 Capacity Requirement Planning
Capacity Requirement Planning merupakan perencanaan kapasitas yang direncanakan
telah mampu memenuhi perencanaan produksi yang dibuat untuk melayani kebutuhan atau
permintaan. Di bawah ini merupakan CRP dari PT. Adi Karya Golf.
104
Painting Paint Sprayer 2 0.033
Iron Head Iron Head Assembly Assembly Table 2 0.033
Melting Steel Shaft Furnace 6 0.100
Extursion Moulding Extursion Machine 5 0.083
Shaft Body
Cut to Lenght Cutting Machine 1 0.017
Polishing Shaft Polishing Machine 2 0.033
Main Body
Main Body Assembly Assembly Table 2 0.033
Iron
Iron Golf Final Assembly &
Assembly Table 4 0.067
Club Inspection
105
Putter Part 11 11 11 11 10 10 10 10 10 10 10 10
Putter Lie 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
Total 93 93 93 93 91 91 91 91 91 91 91 91
Casting
Iron Head Body 32 32 32 32 31 31 31 31 31 31 31 31
Putter Part 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14
Total 46 46 46 46 45 45 45 45 45 45 45 45
Cutting
Brand Emblem 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Shaft Body 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Putter Lie 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Total 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19
Polishing
Iron Head Body 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Shaft Body 12 12 12 12 11 11 11 11 11 11 11 11
Putter Part 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Putter Lie 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Total 28 28 28 28 27 27 27 27 27 27 27 27
Compression
Brand Emblem 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Putter Lie 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Extursion
Shaft Body 29 29 29 29 28 28 28 28 28 28 28 28
Total 29 29 29 29 28 28 28 28 28 28 28 28
Compression
Brand Emblem 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Putter Lie 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Total 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13
Painting
Brand Emblem 12 12 12 12 11 11 11 11 11 11 11 11
Total 12 12 12 12 11 11 11 11 11 11 11 11
Asembly
Iron Head 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Main Body Iron 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Iron Golf Club 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16
Putter Head
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Body
Putter Head 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Putter Shaft 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Main Body
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Putter
Putter Golf
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
Club
Total 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55
Week Total 304 304 304 304 298 298 298 298 298 298 298 298
Month Total 1216.000 1192.000 1192.000
Capacity 1600 1600 1600
106
40 41 42
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
24 24 24 24 24 24 24 24 25 25 25 25
17 17 17 17 17 17 17 17 18 18 18 18
33 33 33 33 33 33 33 33 35 35 35 35
10 10 10 10 10 10 10 10 11 11 11 11
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
91 91 91 91 91 91 91 91 96 96 96 96
31 31 31 31 31 31 31 31 33 33 33 33
14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14
45 45 45 45 45 45 45 45 47 47 47 47
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19
8 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9
11 11 11 11 11 11 11 11 12 12 12 12
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
27 27 27 27 27 27 27 27 29 29 29 29
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
28 28 28 28 28 28 28 28 30 30 30 30
28 28 28 28 28 28 28 28 30 30 30 30
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13
11 11 11 11 11 11 11 11 12 12 12 12
11 11 11 11 11 11 11 11 12 12 12 12
8 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9
8 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9
16 16 16 16 16 16 16 16 17 17 17 17
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
107
55 55 55 55 55 55 55 55 58 58 58 58
298 298 298 298 298 298 298 298 313 313 313 313 Average
1192.000 1192.000 1252.000 1206.000
1600 1600 1600 1600.000
Dari perhitungan CRP diatas maka dapat diketahui apabila pada periode 37 membutuhkan
waktu produksi selama 1216 jam, pada periode 38 membutuhkan waktu produksi selama
1192 jam, pada periode 39 membutuhkan waktu produksi selama 1192 jam, pada periode 40
membutuhkan waktu produksi selama 1192 jam, pada periode 41 membutuhkan waktu
produksi selama 1192 jam, dan pada periode 42 membutuhkan waktu produksi selama 1252
jam.
108
Gambar 4.42 Modul manufacturing
2. Klik create untuk input bill of materials level 0 dari produk Iron Golf Club seperti pada
gambar 4.43.
3. Untuk mengisi bagian product, pilih create and edit hingga muncul tampilan seperti
gambar 4.44 dan 4.45 lalu isilah masing-masing data seperti pada gambar. Kemudian
klik save.
109
Gambar 4.44 General Information untuk iron golf club
4. Untuk komponen setelah level 0, klik Add an Item pada tab Components, lalu masukkan
data seperti pada gambar 4.46.
110
5. Untuk BOM level 1, inputkan produk seperti pada gambar 4.47 dengan memilih main
body iron yang sebelumnya telah dibuat.
6. Untuk masing-masing komponen level 1, masukkan data seperti pada gambar 4.48.
7. Untuk BOM level 2, inputkan produk seperti pada gambar 4.49 dengan memilih iron
head yang sebelumnya telah dibuat.
111
Gambar 4.49 Create BOM untuk iron head
8. Untuk masing-masing komponen level 2, masukkan data seperti pada gambar 4.50.
9. Untuk BOM level 3, inputkan produk seperti pada gambar 4.51 dengan memilih iron
head body yang sebelumnya telah dibuat.
112
10. Untuk masing-masing komponen level 3, masukkan data seperti pada gambar 4.52.
11. Ulangi langkah-langkah sebelumnya untuk menyusun bill of materials level 0 untuk
produk putter golf club.
4.9.2 Purchasing
Berikut merupakan langkah-langkah untuk membuat modul purchasing.
1. Buka modul Purchases, lalu klik create untuk membuat data pesanan bahan baku.
2. Akan muncul formulir request for quotation seperti pada gambar 4.53.
3. Untuk data mengenai supplier bahan baku, masukkan data supplier dengan klik create
and edit pada kolom Vendor kemudian klik save.
113
4. Masukkan data produk bahan baku yang akan dipesan seperti pada gambar 4.54 untuk
membuat pesanan. Lalu klik save.
5. Setelah data lengkap, klik save lagi maka akan muncul rincian bahan baku hingga total
harganya.
6. Jika produsen telah mendapat persetujuan penerimaan pesanan dari supplier, maka
admin Odoo dapat mengubah status order dengan membuka menu klik confirm order.
7. Kemudian rincian pesanan akan berpindah ke purchase order.
8. Ketika bahan baku sudah siap diterima dari supplier, maka status pesanan dapat diubah
dengan klik receive products seperti pada gambar 4.55.
114
Gambar 4.55 Receive products dari purchase orders
4.9.3 Inventory
Berikut merupakan langkah-langkah untuk membuat modul inventory.
1. Buka modul inventory.
115
2. Kemudian klik receipt, pilih receipt dari pemesanan yang sebelumnya telah dilakukan.
3. Klik validate, lalu pilih apply untuk memperbaharui data stok bahan baku di dalam
warehouse.
4. Untuk memastikan apakah stok bahan baku sudah diperbaharui, klik products pada
menu master data, lalu pilih salah satu bahan baku yang sebelumnya telah dipesan.
116
4.9.4 Manufacturing Order
1. Setelah semua bahan baku terpenuhi, maka proses produksi dapat dilakukan dengan
melakukan permintaan produksi menggunakan manufacturing orders di dalam modul
manufacturing. Klik create untuk membuat permintaan produksi.
2. Masukkan data pada form seperti pada gambar 4.60 Klik save.
117
3. Jika produk siap untuk diproduksi, maka klik produce.
4. Jika proses produksi sudah selesai maka manufacturing order dapat diakhiri dengan klik
mark as done. Hingga menampilkan seperti gambar 4.62
118
5. Manufacturing Orders yang telah selesai diproduksi ditunjukkan dengan tampilan
pada gambar 4.63
119
4. Pengambilan pesanan (order picking), yaitu proses pengambilan barang dari gudang
sesuai permintaan.
1. Penyimpanan 100 cm x 40
1. 5 batch
Stainless steel cm x 60 cm
Iron batch
2.
100 cm x 40
1. Peyimpanan Iron 2 batch
cm x 60 cm
120
2. Gudang Barang Jadi
Gudang produk jadi digunakan untuk menyimpan iron golf club dan putter golf club.
Dimana pada gudang ini menggunakan rak yang tersusun dari rak 4 tingkat. Setiap sepasang
produk man formal shoes dan angkle high shoes dipacking dengan menggunakan kardus dan
ditelakan di rak sesuai dengan jenis sepatu.
Tabel 4.61 Data Gudang Barang Jadi
No Nama Fungsi Jumlah Ukuran
(p x l x t)
Rak Penyimpan
120 cm x
Peyimpanan Box
1. 8 50 cm x
210 cm
Box
Perecanaan Gudang pada PT. Adi Karya Golf menggunakan metode FIFO (First In
First Out). Metode ini digunakan agar barang yang pertama dibuat juga pertama untuk
didistribusikan hal tersebut untuk mencegah terjadinya kerusakan terhadap material yang
terlalu lama disimpan.
121
4.2.1. Jenis Aliran
Aliran meliputi aliran material, informasi, dan manusia antara departemen (Tompkins,
2003). Suatu perencanaan aliran yang efektif meliputi pengkombinasian suatu pola aliran
dengan aisle yang mencukupi untuk memperoleh pergerakan yang baik dari tempat asal ke
tempat yang dituju.
122
17 Polishing 2 2 2 16
18 Counterweight Assembly - 2 2 17
19 Main Body Assembly 2 2 2 13,17,18
20 Final Assembly 2 2 2 19
21 Inspection 2 2 2 20
Tek adalah waktu yang terlama dari masing-masing produk. Misalnya pada operation
final assembly, baik iron ataupun putter golf club memiliki waktu 2 menit. Sehingga Tek
yang digunakan yaitu 2.
2. Membuat precedence diagram
Precedence berguna untuk mengetahui proses yang harus dilakukan terhadap produk
terlebih dahulu sebelum dikenai proses berikutnya. Berikut merupakan precedence
diagram dari proses di PT. Adi Karya Golf pada gambar 4.56.
123
13 Head Assembly 8 2
18 Counterweight Assembly 8 2
19 Main Body Assembly 6 2
20 Final Assembly 4 2
21 Inspection 2 2
4. Perhitungan workstation
Dalam mengelompokkan operation ke workstation tertentu, waktu proses tidak boleh
lebih dari waktu yang telah dihitung di line balancing sebelumnya yaitu sebesar 8,5
menit.
Tabel 4.64 Pengelompokkan Workstation
Station Operation Tek Waktu Total (Menit)
WS1 1 6 6
WS2 14 6 6
WS3 2 8 8
15 5
WS4 16 1 8
17 2
4 4
WS5 5 2 8
6 2
9 3
10 1.5
WS6 8
11 1.5
12 2
3 2
7 2
WS7 8
8 2
13 2
18 2
19 2
WS8 8
20 2
21 2
Dilihat dari aliran antar workstation tersebut, dapat digunakan aliran berbentuk circular.
Pola ini diterapkan untuk aliran pada proses yang menghendaki pengembalian material atau
produk jadi pada titik awal produksi. Pola ini juga dapat diterapkan pada proses yang
menempatkan proses penerimaan bahan/material dan pengiriman barang jadi pada area yang
sama.
124
Work
Station
8
Work Work
Station Station
1 7
Work Work
Station Station
2 6
Work Work
Station Station
3 5
Work
Station
4
125
Kapasitas 350 kg
Hand Truck
126
4.2.3.1 Kebutuhan Luas per Workstation
Data yang diperlukan dalam melakukan perhitungan luas lantai antara lain jenis
mesin/peralatan, ukuran mesin, dan jumlah operator yang bekerja pada workstation yang
bersangkutan. Pada tabel berikut akan dijelaskan mengenai kebutuhan luas pada setiap
workstation di PT. Adi Karya Golf.
127
5. Workstation - Heating Steel,
5 Compression
Moulding, Cut to (0)+(4+2+2)= (8/60)*8=1,06≈
2
Shape, dan 8 2
Polishing untuk
Putter Lie
6. Workstation Heating Steel, Heating Steel,
6 Compression Compression (3+1.5+1.5+2
Moulding, Cut Moulding, Cut to )+( (16/60)*8=2,13
3
to Shape, dan Shape, dan 3+1.5+1.5+2) ≈3
Painting untuk Painting untuk = 16
Brand Emblem Brand Emblem
7. Workstation Polishing Polishing untuk
7 untuk Iron Putter Part 1,
Head Body dan Polishing untuk
Iron Head Putter Lie, (2+2)+(2+2+2 (12/60)*8=1,6≈
2
Assembly Putter Head +2) = 12 2
Assembly, Putter
Head Assembly
untuk Iron
8. Workstation Main Body Counterweight
8 Assembly, Final Assembly, Main (2+2+2)+(
(14/60)*8=1.86
Assembly, dan Body Assembly, 2+2+2+2) = 2
≈2
Inspection Final Assembly, 14
dan Inspection
TOTAL 106 19 19
Digunakan pada
180T Die Casting Mesin
workstation 3
128
Tabel 4.70 Fasilitas yang Dipakai pada Workstation (lanjutan)
Gambar Mesin Nama Mesin Keterangan
1. DIGUNAKAN
Metal Laser Cutting PADA
Machines WORKSTATI
ON 4, 5, DAN
6
2. ALUMINUM 3. DIGUNAKAN
PROFILE PADA
POLISHING WORKSTATI
MACHINE ON 4 DAN 7
129
4. COMPRESSI 5. DIGUNAKAN
ON PADA
MACHINE WORKSTATI
ASTM C-39 ON 5 DAN 6
7. DIGUNAKAN
6. KURSI FUTURA PADA
405 WORKSTATION
4, 5, DAN 6, 8
130
Operasi Peralat
Dimensi Kebutuha
Worksta Iron an yang
Putter (P x l x t) n Total kebutuhan (m2)
tion Golf digunak
Golf Club (m) (m2)
Club an
Mesin
1,9x3,5x 1,9 x 1.5 x
Furnace
2,196 2 = 5.7
(2)
Space
1 x 0.4 x 1 x 0.4 x 2
bahan
0.6 = 0.8
baku
Melting Aisle
Melting
Steel antar 5.7+0.8+1.48+4+0.9
2 Steel
(Furnac WS 1 - 1.48 = 12.88
(Furnace)
e) dan WS
2
Ruang
- 2x2=4
gerak
allowanc
- 0.9
e
3 Casting Casting Mesin 3,03 x1,06 3,03 x1,06
casting x1,3 x1
(1) = 3.21
131
Operasi Peralat
Dimensi Kebutuha
Worksta Iron an yang
Putter (P x l x t) n Total kebutuhan (m2)
tion Golf digunak
Golf Club (m) (m2)
Club an
5 - Heating Mesin 0,89x1,06 0,89x1,06= =0.943+1.86+1.1+0.59+1.48
Steel, cutting x1,26 0.943 +1+0.9
Compress (1)
ion = 7.873
Moulding,
Cut to Mesin 1,4x1,3x1, 1,4x1,3=1.
Shape, Compres 9 86
dan sion (1)
Polishing Keranja 1,1x0,5x1 1.1 x 0.5 x
ng (2) 2 = 1.1
Kursi 0,42 x 0,42 x 0,47
(3) 0,47 x x 2 = 0,59
0,87
Aisle - 1.48
antar
WS 5
dan WS
6
Ruang - 1x1=1
gerak
Allowan - 0.9
ce
6 Heating Heating Mesin 1,9x3,5x 1,9 x 1.5 x 5.7+0.943+1.86+2.2+1.48+
Steel, Steel, Furnace 2,196 2 = 5.7 4+0.9
Compres Compress (2) = 17.083
sion ion Mesin 0,89x1,06 0,89x1,06=
Mouldin Moulding, cutting x1,26 0.943
g, Cut to Cut to (1)
Shape, Shape, Mesin 1,4x1,3x1, 1,4x1,3=1.
dan dan Compres 9 86
Painting Painting sion (1)
untuk untuk Keranja 1,1x0,5x1 1.1 x 0.5 x
Brand Brand ng (4) 4= 2.2
Emblem Emblem Kursi 0,42 x 0,42 x 0,47
(1) 0,47 x x1 =
0,87 0.197
Aisle - 1.48
antar
WS 6
dan WS
7
Ruang - 2x2=4
gerak
Allowan - 0.9
ce
Polishin Polishing Mesin 8 x 2,5 x 8 x 2.5= 20 20+0.55+1.48+1+0.9
g untuk untuk polishin 2,5 =23.93
Iron Putter g (1)
Head Part 1,
Body Polishing
7 dan Iron untuk
Head Putter Keranja 1,1x0,5x1 1.1 x 0.5 x
Assembl Lie, ng (1) 1 = 0.55
y Putter Aisle - 1.48
antar
132
Operasi Peralat
Dimensi Kebutuha
Worksta Iron an yang
Putter (P x l x t) n Total kebutuhan (m2)
tion Golf digunak
Golf Club (m) (m2)
Club an
Head WS 7
Assembly, dan WS
Putter 8
Head Ruang - 1x1=1
Assembly gerak
untuk Allowan - 0.9
Iron ce
8 Main Counterw Keranja 1,1x0,5x1 1.1 x 0.5 x 1.1+0.394+1.56+1.48+1+0.
Body eight ng (2) 2 = 1.1 9
Assembl Assembly, Kursi 0,42 x 0,42 x 0,47 =6.434
y, Final Main (2) 0,47 x x2 =
Assembl Body 0,87 0.394
y, dan Assembly, Meja (2) 1.3x0.6x0. 1.3x0.6x2=
Inspecti Final 8 1.56
on Assembly,
dan Aisle - 1.48
Inspectio antar
n WS 7
dan WS
8
Ruang - 1x1=1
gerak
Allowan - 0.9
ce
Total 115.336
133
Allowance 0.9
Allowance 0.9
Allowance 0.9
Allowance 0.9
134
Allowance 0.9
Washtafel(2) 0,4x0,48=0,19
4,6
Ruang gerak(2) 1x1=1
Allowance(2) 0.9
Allowance 0.9
135
Total 178.056
A Mutlak
E Sangat penting
I Cukup penting
O Biasa-biasa saja
U Tidak penting
Tidak boleh
X
didekatkan
136
Gambar 4.66 Activity Relativity Chart
Mutlak Merah
137
Biasa-biasa saja Biru
Tidak boleh
Coklat
berdekatan
138
memperhatikan unused space dan aisle pada fasilitas produksi, hal ini akan menjadi
pertimbangan pada perancangan layout total fasilitas produksi.
139
Gambar modifying layout terpilih
140
Gambar 4.69 BlocPlan Layout1
141
b. Blocplan Layout 2
Pada layout 2 diketahui layout score yaitu 0,78 dengan panjang lantai produksi yaitu 17,1
m dengan lebar 6,2 m, panjang toilet 2,3 m dengan lebar 2,0 m, panjang divisi maintenance
4,7 m dengan lebar 1,0 m, panjang divisi quality control 4,7 m dengan lebar 1,0 m, panjang
gudang bahan baku 4,3 m dengan lebar 1,0 m, panjang gudang produk jadi 1,3 m dengan
lebar 6,2 m dan panjang divisi produksi 4,7 m dengan lebar 1,0 m, panjang parkiran 16,1
dengan lebar 2,0.
142
Gambar 4.74 Denah Layout 2
c. Blocplan Layout 3
Pada layout 3 diketahui layout score yaitu 0,76 dengan panjang lantai produksi yaitu
17,6 m dengan lebar 6,0 m, panjang toilet 1,9 m d1engan lebar 2,4 m, panjang divisi
maintenance 0,7 m dengan lebar 6,0 m, panjang quality control 6,3 m dengan lebar 0,7
m, panjang gudang bahan baku 5,8 m dengan lebar 0,7 m, panjang gudang produk jadi
3,4 m dengan lebar 2,4 m dan panjang divisi produksi 6,3 m dengan lebar 0,7 m, panjang
parkiran 13,1 dengan lebar 2,4.
143
S
Gambar 4.76 Analisis Layout 3
d. Blocplan Layout 4
Pada layout 4 diketahui layout score yaitu 0,78 dengan panjang lantai produksi yaitu 16,9
m dengan lebar 6,3 m, panjang toilet 2,1 m dengan lebar 2,2 m, panjang divisi maintenance
6,5 m dengan lebar 0,7 m, panjang divisi quality control 6,5 m dengan lebar 0,7 m, panjang
gudang bahan baku 1,9 m dengan lebar 2,2 m, panjang gudang produk jadi 11,8 m dengan
lebar 0,7 m dan panjang divisi produksi 0,7 m dengan lebar 6,3 m, panjang parkiran 14,4
dengan lebar 2,2.
144
Gambar 4.79 Blocplan Layout 4
145
Gambar 4.81 Denah Layout 4
e. Blocplan Layout 5
Pada layout 5 diketahui layout score yaitu 0,80 dengan panjang lantai produksi yaitu 17,0
m dengan lebar 6,0 m, panjang toilet 6,2 m dengan lebar 0,7 m, panjang divisi maintenance
6,1 m dengan lebar 0,7 m, panjang divisi quality control 0,7 m dengan lebar 6,0 m,
panjang gudang bahan baku 1,7 m dengan lebar 2,4 m, panjang gudang produk jadi 3,4 m
dengan lebar 2,4 m dan panjang divisi produksi 6,1 m dengan lebar 0,7 m, panjang
parkiran 13,2 dengan lebar 2,4.
146
Gambar 4.84 Denah Layout 5
147
panjang gudang bahan baku 1,7 m dengan lebar 2,4 m, panjang gudang produk jadi 3,4 m
dengan lebar 2,4 m dan panjang divisi produksi 6,1 m dengan lebar 0,7 m, panjang
parkiran 13,2 dengan lebar 2,4Layout 4 merupakan layout yang sesuai dengan luas
kebutuhan pabrik sehingga layout 4 dipilih.
148
Selain tampak belakang PT Adi Karya Golf mendesain bagian samping pada layout untuk
mengetahui kebutuhan perusahaan
149
Gambar 4.90 Dimensi bagian produksi
150
Gambar 4.83 Dimensi 3D toilet
151
152
153
154