Anda di halaman 1dari 154

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam melaksanakan penelitian ini diperlukan beberapa hal dasar yang dapat
mendukung terlaksananya penelitian. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang,
identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan, asumsi, batasan, dan manfaat penelitian yang
akan dilakukan.

1.1 Latar Belakang


PT. Adi Karya Golf merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi
alat olahraga golf. Perusahaan ini dikenal mampu memasarkan produknya dengan baik di
dalam negeri maupun ke luar negeri. Dengan meningkatnya permintaan pasar terhadap
produk alat olahraga golf PT. Adi Karya Golf, pihak manajemen PT. Adi Karya Golf
memutuskan untuk membentuk fasilitas produksi baru diatas sebuah lahan seluas 200 m2.
Pembuatan fasilitas produksi baru oleh PT. Adi Karya Golf ini diharapkan dapat
memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat serta dapat meningkatkan posisi PT.
Adi Karya Golf dalam persaingan pasar. Namun, kondisi persaingan bisnis saat ini semakin
sengit dikarenakan oleh industri sejenis semakin banyak muncul di pasaran. Oleh karena itu,
perusahaan perlu mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut dan juga memastikan agar
kondisi perusahaan saat ini berada dalam posisi terbaik untuk kelangsungan jangka
panjangnya.
PT. Adi Karya Golf memiliki dua jenis produk utama golf club yakni jenis iron dan
putter. Dalam penjualannya, PT. Adi Karya Golf menjual produknya melalui toko alat
olahraga maupun retailer resmi yang tersebar di seluruh Indonesia hingga mancanegara.
Oleh karena itu, PT. Adi Karya Golf harus memastikan produksinya mampu memenuhi
seluruh permintaannya dengan tepat waktu. Untuk memenuhi permintaan dua produk
utamanya PT. Adi Karya Golf memiliki anak perusahaan untuk memproduksi beberapa
komponen penyusun dua produk tersebut. PT. Adi Karya Golf memesan komponen tersebut
ke anak perusahaannya tanpa menunggu pesanan pelanggan karena pada desain beberapa
komponen kedua produk tersebut tidak ada perubahan spesifikasi, sehingga akan di produksi
sesuai perkiraan pasar oleh manajemen.
Data penjualan dari product family tongkat golf yang diproduksi oleh PT. Adi Karya
Golf selama 3 tahun terakhir ini dapat dilihat pada tabel 1. Proporsi penjualan untuk produk
yaitu 70% merupakan produk Iron Golf Club dan 30% merupakan produk Putter Golf Club.

1
Tabel 1.1 Data penjualan Iron Golf Club
Periode Demand Periode Demand
1 737 19 1034
2 719 20 1083
3 730 21 1091
4 719 22 1068
5 713 23 1001
6 747 24 1000
7 849 25 1137
8 863 26 1112
9 831 27 1106
10 810 28 1146
11 802 29 1112
12 847 30 1182
13 952 31 1285
14 909 32 1274
15 941 33 1268
16 949 34 1239
17 936 35 1255
18 987 36 1285

Produk utama dari PT. Adi Karya Golf adalah Iron Golf Club yang dapat dilihat pada
gambar 1.1, serta Putter Golf Club yang dapat dilihat pada gambar 1.2. Komponen penyusun
dari produk tongkat golf yang diproduksi PT. Adi Karya Golf ditunjukkan dalam Bill of
Material (BOM) Tree pada gambar 1.3 dan gambar 1.4.

Gambar 1.1 Produk Iron Golf Club

2
Gambar 1.2 Produk Putter Golf Club

Gambar 1.3 Bill of material (BOM) tree Iron Golf Club

Gambar 1.4 Bill of material (BOM) tree Putter Golf Club

3
Kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk membuat komponen produk akhir tongkat
golf dari PT. Adi Karya Golf ditunjukkan pada tabel 1.2. Beberapa komponen langsung
dipesan dari anak perusahaan, namun ada juga beberapa komponen yang dibuat dari bahan
baku mentah. Perusahaan juga melakukan penyimpanan bahan baku. Stok pada minggu awal
(minggu ke-0), didasari dari rekaman pengambilan stok. Keterangan biaya, lead time,
inventory awal dan ukuran lot dari bahan baku serta komponen ditunjukkan pada tabel 1.3.
Tabel 1.2 Kebutuhan Bahan Baku
Inventory Keterangan
Komponen Bahan Baku
Awal Komponen
Shaft Body ¼ Stainless Steel 0 Buat
Brand Emblem 1/6 pcs Iron 0 Buat
Iron Head Body 1/3 Stainless steel 0 Buat
Putter Lie 1/6 pcs Stainless steel 0 Buat
Putter Part 2/5 pcs Stainless steel 0 Buat
Iron Grip - 2000 Beli
Putter Grip - 1000 Beli
Stainless Steel - 1500 Beli
Iron - 800 Beli
Weights - 2000 Beli
Counterweight - 300 Beli

Tabel 1.3 Komponen dan Bahan Baku


Komponen/Bahan Lead Time Lot-
Holding Cost Order Cost Item Cost
Baku (minggu) Sizing
Stainless Steel 2 500/weeks/pcs 1.500.000 120.000/pcs* 2000
Iron 2 500/weeks/pcs 1.500.000 90.000/pcs* 500
Iron Grip 2 3.000/weeks/pcs 2.500.000 150.000/unit 1000
Putter Grip 2 3.000/weeks/pcs 2.500.000 300.000/unit 500
Counterweight 2 1.000/weeks/pcs 900.000 50.000/unit 500
Weights 3 1.000/weeks/pcs 900.000 90.000/unit 2000

Untuk saat ini, harga jual kedua jenis produk terbilang konstan sejak pertama kali
diluncurkan yang ditunjukkan pada tabel 1.4. Sedangkan untuk biaya simpan produk jadi
sebesar Rp50.000,00 per unit per bulan.
Tabel 1.4 Harga Produk
Produk Harga
Iron Golf Club Rp. 1.000.000
Putter Golf Club Rp. 1.500.000

Urutan produksi secara keseluruhan yang dilakukan oleh PT. Adi Karya Golf
ditunjukkan dalam bentuk peta proses operasi (Operation Process Chart). Peta proses
operasi untuk produk Iron Golf Club serta Putter Golf Club masing-masing dapat dilihat
pada gambar 1.5 dan 1.6.

4
Gambar 1.5 OPC Produk Iron Golf Club

Gambar 1.6 OPC produk Putter Golf Club

Pada pembuatan produk Iron Golf Club, terdapat 3 proses utama yang dilakukan
yakni pembuatan Iron Head Body, Brand Emblem, dan pembuatan Shaft Body. Untuk
proses pembuatan komponen Iron Head Body, proses pertama yang dilakukan adalah

5
peleburan steel yang dilakukan di mesin furnace. pada saat yang bersamaan juga
dilakukan pembuatan cetakan dari Head Body Golf Club untuk input proses Casting.
Setelah melakukan peleburan dan pembuatan cetakan, proses selanjutnya adalah proses
Casting yaitu menuangkan melting steel kedalam cetakan yang telah disediakan di
Casting Station. Selanjutnya melting steel dibiarkan dingin dan dilepaskan dari cetakan
dengan cara menghancurkan cetakan. Proses selanjutnya adalah proses pemolesan Head
Body Golf Club dengan Polishing Machine untuk selanjutnya akan digabungkan dengan
part Brand Emblem dan Weights. Untuk pembuatan part Brand Emblem, proses awal
yang dilakukan adalah dengan memanaskan batangan iron di mesin furnace.
Selanjutnya masuk ke Compression Machine untuk dilakukan pencetakan Brand
Emblem. Brand Emblem yang sudah dicetak selanjutnya dipotong sesuai bentuk yang
diinginkan dan dilakukan proses painting untuk memberikan warna pada Brand
Emblem. Untuk part Weights perusahaan membeli dari perusahaan lain. Ketiga
komponen yakni Iron Head Body, Brand Emblem, dan Weights dirakit untuk nantinya
akan disatukan dengan Iron Shaft Body. Untuk pembuatan Iron Shaft Body proses awal
yang dilakukan adalah dengan meleburkan steel di mesin furnace. Selanjutnya steel
sudah dilebur akan masuk ke mesin ekstrusi untuk membentuk leburan iron menjadi
bentuk Shaft. Proses selanjutnya adalah memotong Shaft sesuai panjang yang
diinginkan di mesin Cutting dan dilakukan pemolesan di Polishing Machine. Untuk
Shaft yang sudah selesai akan digabungkan dengan Iron Head Body di Assembly Table.
Komponen Shaft dan Iron Head Body yang telah digabung selanjutnya disebut sebagai
Main Body. Selanjutnya Main Body Iron Golf Club akan dipasang Grip yang telah
tersedia. Proses terakhir adalah proses inspeksi sebelum Iron Golf Club masuk kedalam
gudang.
Pada pembuatan produk Putter Golf Club, terdapat 4 proses utama yang dilakukan
yakni pembuatan Putter Part 1, Putter Lie, Brand Emblem, dan Shaft Body. Untuk
pembuatan Putter Head Body proses yang dilakukan hampir sama dengan proses
pembuatan Head pada Iron Head Body, yang membedakan adalah pembuatan Head dan
Lie pada produk Putter dibedakan prosesnya. Selanjutnya untuk proses pembuatan
Brand Emblem, proses yang dilakukan sama seperti yang dilakukan pada produk Iron
Golf Club. Sementara untuk pembuatan Shaft Body, proses yang membedakan hanyalah
penambahan Counterweight kedalah shaft Putter untuk menambah berat dari Putter
Golf Club. Terakhir semua komponen dirakit dan diberikan Grip yang telah tersedia.

6
Pada PT. Adi Karya Golf menggunakan beberapa stasiun kerja yang digunakan untuk
menunjang proses produksinya. Diketahui uptime efficiency untuk lini produksi sebesar
95%. Setiap minggunya, jam kerja reguler pekerja tersedia selama 160 jam/bulan (1
minggu = 5 hari kerja) untuk mengoperasikan mesin. Lembur kerja yang diperbolehkan
maksimal 2 jam/hari. Mesin yang digunakan masih bersifat semi-otomatis, sehingga
tetap membutuhkan pekerja untuk setiap mesin. Pada tabel 1.5 diketahui mesin yang
digunakan oleh perusahaan beserta lead time untuk masing-masing mesin.
Tabel 1.5 Keterangan Lead Time Mesin
No Station Lead time
1 Furnace 2
2 Casting Station 2
3 Cutting Station 1
4 Polishing Station 1
5 Moulding Station 0
6 Painting Station 0
7 Assembly Station 1

Setiap minggunya, jam kerja reguler pekerja tersedia selama 160 jam/bulan (1 minggu
= 5 hari kerja) untuk mengoperasikan mesin. Lembur kerja yang diperbolehkan maksimal 2
jam/hari. Mesin yang digunakan masih bersifat semi-otomatis, sehingga tetap membutuhkan
pekerja untuk setiap mesin. Dalam menjalankan proses produksinya, perusahaan
menghendaki perekrutan pekerja apabila kapasitas tidak mencukupi permintaan pasar yang
ada. Informasi mengenai upah kerja, perekrutan dan pemecatan pekerja dapat dilihat pada
Tabel 1.6. Informasi Biaya Pekerja
Tabel 1.6 Informasi Biaya Pekerja
No Jenis Biaya Biaya
1 Biaya Kerja Reguler/jam Rp. 25.000,-
2 Biaya Kerja Lembur/jam Rp. 35.000,-
3 Biaya Perekrutan Rp. 1.000.000,-
4 Biaya Permecatan Rp. 1.500.000,-

Dalam membuat rancangan tata letak fasilitas perudahaan khususnya pada lantai produksi,
jenis layout yang akan digunakan adalah jenis aliran proses dengan kebutuhan ruangan
ditunjukkan pada tabel 1.7.
Tabel 1.7 Kebutuhan Ruang
No Kebutuhan Ruang
1 Lantai Produksi ( WS 1, WS 2,....)
2 Ruang Div. Maintance
3 Ruang Div. Quality Control
4 Ruang Div. Produksi

7
5 Gudang Bahan Baku
6 Gudang Produk jadi
7 Toilet
8 Tempat Parkir

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Adanya peningkatan permintaan produksi untuk produk Iron Golf Club dan Putter Golf
Club di PT. ADI KARYA GOLF.
2. Dibutuhkannya perencanaan untuk merancangan fasilitas produksi yang baru.

1.3 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang didapatkan dengan melihat masalah yang ada adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana merencanakan dan mengendalikan produksi di PT. ADI KARYA
GOLF.
2. Bagaimana perencanaan fasilitas yang baru dan tepat di PT. ADI KARYA GOLF.

1.4 Batasan Masalah


Batasan yang digunakan dalam melakukan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan dan pengendalian produksi untuk 6 periode mendatang.
2. Tidak diizinkan backorder dan subkontrak.

1.5 Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam melakukan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Inventory pada periode 36 tidak digunakan untuk peride 37 pada perencaan agregat.
2. Pekerja bekerja selama 20 hari perbulan.
3. Jam lembur yang digunakan harus 2 jam per lembur per hari.
4. Cetakan iron head dan putter head selalu ada.

1.6 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian perencanaan dan pengendalian produksi adalah:
1. Melakukan perencanaan dan pengendalian produksi di PT ADI KARYA GOLF.
2. Melakukan perencanaan fasilitas produksi di PT. ADI KARYA GOLF.

8
1.7 Manfaat Penelitian
Manfaat dari praktikum perencanaan dan pengendalian produksi adalah:
1. Dapat melakukan perencanaan dan pengendalian produksi produk stik golf PT ADI
KARYA GOLF.
2. Dapat melakukan perencanaan fasilitas produksi pada PT ADI KARYA GOLF.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini kan dipaparkan tinjauan pustaka yang akan digunakan sebagai dasar teori
pembahasan studi kasus dari praktikum ini.

2.1 Peramalan
Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa datang yang
meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan
dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa (Nasution, 2008:29)

2.1.1 Pola Data


Dalam melakukan proses peramalan, salah satu hal penting yang harus dilakukan adalah
mengetahui pola data dari data historis permintaan yang sudah diketahui sebelumnya.
Dengan mengetahui pola data permintaan, dapat ditentukan jenis peramalan yang tepat
sesuai dengan pola data tersebut. Adapun beberapa jenis pola data dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.1 Jenis Pola Data
Grafik Penjelasan
Pola Trend Pola trend adalah bila data permintaan menunjukkan pola
kecenderungan gerakan penurunan atau kenaikan jangka
panjang. Data yang kelihatannya berfluktuasi, apabila dilihat
pada rentang waktu yag panjang akan dapat ditarik suatu garis
maya yang disebut trend. Bila pola data trend, maka metode
peramalan yang sesuai adalah metode trend analysis exponential
smoothing, atau double exponential smoothing.
Sumber: (Makridakis et al: 1988)
Pola Musiman Disebut Pola musiman karena permintaan ini biasanya
dipengaruhi oleh musim, sehingga biasanya interval perulangan
data ini adalah satu tahun. Data pada pola musiman ini akan
mengalami fluktuasi, namun fluktuasi tersebut akan terlihat
berulang dalam suatu interval waktu tertentu. Metode yang bisa
digunakan adalah winter’s method with seasonal problem

Sumber: (Makridakis et al: 1988)

Grafik Penjelasan
Pola Siklis Pola siklis adalah bila fluktuasi permintaan secara jangka
panjang membentuk pola sinusoid atau gelombang atau siklus.
Pola siklus mirip dengan pola musiman. Metode yang seuai
dengan pola siklus ialah metode moving average, weight moving
average, dan exponential smoothing.

Sumber: (Makridakis et al: 1988)

10
Pola Acak Pola acak adalah bila fluktuasi data permintaan dalam jangka
panjang tidak dapat digambarkan oleh ketiga pola lainnya.
Fluktuasi permintaan bersifat acak atau tidak jelas.metode yang
cocok adalah moving average

Sumber: (Makridakis et al: 1988)

2.1.2 Autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi atau hubungan antar data pengamatan suatu data time
series. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-
1 sebelumnya (Gujarati, 1993). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi, model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.

2.1.3 Metode Peramalan


Berikut merupakan metode-metode peramalan yang digunakan untuk meramalkan data
penjualan periode berikutnya.

2.1.1.1 Time Series


Analisis deret waktu didasarkan pada asumsi bahwa deret waktu tersebut terdiri dari
komponen-komponen Trend(T), Siklus/ cycle (C), Pola Musiman / Season (S), dan Variasi
Acak (R) yang akan menunjukkan suatu pola tertentu. Komponen-komponen tersebut
kemudian dipakai sebagai dasar dalam membuat persamaan matematis. Analisis deret waktu
ini sangat tepat dipakai untuk meramalkan permintaan yang pola permintaan di masa lalunya
cukup konsisten dalam periode waktu yang lama, sehingga diharapkan pola tersebut masih
akan tetap berlanjut. (Nasution,2008: 39)
2.1.1.2 Holt’s Winter
Holt’s Winter adalah metode yang nilai trend tidak dimuluskan dengan pemulusan
secara langsung, tetapi proses pemulusan trend dilakukan dengan parameter berbeda dengan
parameter pada pemulusan data asli. Metode Holt’s Winter menggunakan tiga parameter
pemulusan, yaitu parameter trend, level, dan seasonal.
Secara matematis metode ini ditulis pada tiga persamaan:
Base level

11
𝑌𝑡
Et = α 𝑆 + (1- α)(Et-1 + Tt-1)
𝑡−𝑝
(2-1)
Sumber: (Makridakis et al: 2001)
Seasonal factor
𝑌
St = 𝛾 𝐸𝑡 + (1- 𝛾)St-p (2-2)
𝑡
Sumber: (Makridakis et al: 2001)
Smooth the trend forecast Tt
Tt = β (Et – Et-1) + (1- β)Tt-1 (2-3)
Sumber: (Makridakis et al: 2001)
Forecast k periods into future 𝑌̂t+n with base and trend
𝑌̂t+n = Et + nTt ( St+n-p) (2-4)
Sumber: (Makridakis et al: 2001)
Dimana:
Et = base level
St = seasonal factor
Yt = data aktual pada waktu ke-t
Tt = pemulusan trend
𝑌̂
𝑡+1 = nilai ramalan

α,β = konstanta dengan nilai antara 0 dan 1

2.1.4 Peramalan Dengan Minitab


Minitab merupakan program komputer yang dirancang untuk melakukan pengolahan
statistika. Minitab mengkombinasikan kemudahan penggunaan layaknya Microsoft excel
dengan kemampuannya melakukan analisis statistik yang kompleks (Simarmata, 2010).
Minitab adalah perangkat lunak statistik yang menyediakan berbagai kemampuan untuk
analisis statistik baik dasar dan lanjutan. Program ini memiliki kemampuan yang kuat dan
mudah digunakan, sehingga menjadikannya ideal sebagai alat pengajaran. Sebagai buktinya
Minitab telah digunakan di lebih dari 4000 perguruan tinggi, universitas dan sekolah
menengah di seluruh dunia. Dikembangakan lebih dari 30 tahun yang lalu dari professor ke
professor, Minitab telah menjadi standar untuk pembelajaran statistik. Dan karena Minitab
adalah paket terdepan yang digunakan untuk meningkatkan proses dan kualitas dalam
perusahaan, dengan mempelajari Minitab akan mengetahui dan juga dapat menggunakan
alat yang digunakan dalam dunia bisnis sebenarnya (Ryan, Joiner, & Cryer, 2005).

12
2.1.5 Error Peramalan
Metode peramalan pasti akan menghasilkan kesalahan. Jika tingkat kesalahan yang
dihasilkan semakin kecil, maka hasil peramalan akan semakin mendekati tepat. Alat ukur
yang digunakan untuk menghitung kesalahan prediksi antara lain Mean Squared Error
(MSE), Mean Absolute Percentage Error (MAPE), dan Mean Absolute Deviation (MAD).
Dalam Minitab 16, MSE disebut juga dengan MSD.
1. Mean Square Error (MSE)
Mean Squared Error (MSE) adalah metode lain untuk mengevaluasi metode peramalan.
Masing-masing kesalahan atau sisa dikuadratkan. Kemudian dijumlahkan dan ditambahkan
dengan jumlah observasi. Pendekatan ini mengatur kesalahan peramalan yang besar karena
kesalahan-kesalahan itu dikuadratkan. Metode itu menghasilkan kesalahan-kesalahan
sedang yang kemungkinan lebih baik untuk kesalahan kecil, tetapi kadang menghasilkan
perbedaan yang besar.
∑𝑛
𝑖=1(𝑌𝑖 −Ý𝑖 )
2
Rumus : 𝑀𝑆𝐸 = 𝑛

(2-6)
Sumber: Smith (1989)
Keterangan :
𝑌𝑖 = permintaan aktual pada periode i
Ý𝑖 = Nilai forecast periode i
𝑖 = periode ke i (1,2,3,…,n)
𝑛 = jumlah periode

2. Mean Absolute Percentage Error (MAPE)


Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dihitung dengan menggunakan kesalahan
absolut pada tiap periode dibagi dengan nilai observasi yang nyata untuk periode itu.
Kemudian, merata-rata kesalahan persentase absolut tersebut. Pendekatan ini berguna ketika
ukuran atau besar variabel ramalan itu penting dalam mengevaluasi ketepatan ramalan.
MAPE mengindikasi seberapa besar kesalahan dalam meramal yang dibandingkan dengan
nilai nyata.
∑𝑛
Rumus : 100 𝑖=1 |𝑌𝑖 −Ý𝑖 |/𝑌𝑖
𝑛

(2-6)
Sumber: Smith (1989)
Keterangan :

13
𝑌𝑖 = permintaan aktual pada periode i
Ý𝑖 = Nilai forecast periode i
𝑖 = periode ke i (1,2,3,…,n)
𝑛 = jumlah periode

3. Mean Absolute Deviation (MAD)


Metode untuk mengevaluasi metode peramalan menggunakan jumlah dari
kesalahan-kesalahan yang absolut. Mean Absolute Deviation (MAD) mengukur ketepatan
ramalan dengan merata-rata kesalahan dugaan (nilai absolut masing-masing kesalahan).
MAD berguna ketika mengukur kesalahan ramalan dalam unit yang sama sebagai deret asli.
Nilai MAD dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebegai berikut.
∑𝑛
𝑖=1[ 𝑌𝑖 −Ý𝑡 ]
Rumus:𝑀𝐴𝐷 = 𝑛

(2-7)
Sumber: Smith (1989)
Keterangan :
𝑌𝑖 = permintaan aktual pada periode i
Ý𝑖 = Nilai forecast periode i
𝑖= periode ke i (1,2,3,…,n)
𝑛= jumlah periode

4. Tracking Signal (TS)


Tracking signal merupakan salah satu cara untuk mengetahui eror pada kategori bias,
sehingga dapat bernilai positif maupun negatif. Pada TS ditentukan suatu batasan untuk
mengidentifikasi konsistensi untuk mengidentifikasi konsistensi teknik peramalan (batasan
atas (+) dan batasan bawah (-)). Nilai TS yang melewati batas menunjukkan adanya
perubahan signifikan permintaan pada suatu periode dibandingkan rata – rata permintaan
sebelumnya.
∑𝑛
𝑖=1(𝑌𝑖 −Ý𝑖 )
Rumus : 𝑇𝑆 = 𝑀𝐴𝐷

(2-8)
Sumber: Smith (1989)
Keterangan :
𝑌𝑖 = permintaan aktual pada periode i
Ý𝑖 = Nilai forecast periode i

14
𝑖 = periode ke i (1,2,3,…,n)
𝑛 = jumlah periode

2.2 Perencanaan Agregat


Perencanaan agregat bertujuan memberikan keputusan yang optimum berdasarkan
sumber daya yang dimiliki perusahaan dalam memenuhi permintaan akan produk yang
dihasilkan (Heizer dan Render, 2008). Perencanaan produksi agregat atau aggregate
planning merupakan perencanaan jangka menengah yang dibuat perusahaan terkait dengan
penentuan tingkat produksi yang dioperasikan di lantai produksi. Selain itu, perencanaan
agregat dapat diartikan sebagai perencanaan yang mengatur sumber daya secara bruto untuk
memenuhi total permintaan dari semua item produk yang mempergunakan sumber daya atau
fasilitas secara bersama. Perencanaan produksi agregat memberikan ketentuan kapasitas dan
persediaan yang diperhatikan dalam perencanaan jangka menengah dan jangka panjang yang
dapat menjadi masukan dalam perencanaan finansial, perencanaan pemasaran, dan
perencanaan produksi yang lebih rinci. Pada proses perencanaan agregat yang menjadi
masukan adalah Demand hasil forecasting.
Beberapa fungsi perencanaan agregat yaitu :
1. Menjamin rencana penjualan dan rencana produksi konsisten terhadap rencana strategi
perusahaan,
2. Alat ukur performansi proses perencanaan produksi,
3. Menjamin kemampuan produksi konsisten terhadap rencana produksi,
4. Memonitor hasil produksi aktual terhadap rencana produksi dan membuat penyesuaian,
5. Mengatur persediaan produk jadi untuk mencapai target dan membuat penyesuaian, dan
6. Mengarahkan penyusunan dan pelaksanaan jadwal induk produksi.
2.2.1 Biaya Agregat
Menurut Sukendar, Kristomi (2008: hlm.C-109) sebagian besar metode perencanaan
agregat menentukan suatu rencana yang minimasi biaya. Biaya-biaya yang terlibat dalam
perencanaan agregat antara lain :
1. Hiring Cost (Biaya Penambahan Tenaga Kerja)
Penambahan tenaga kerja menimbulkan biaya-biaya untuk iklan, proses seleksi, dan
training. Biaya training merupakan biaya yang besar apabila tenaga kerja yang direkrut
adalah tenaga kerja yang belum berpengalaman.
2. Firing Cost (Biaya Pemberhentian Tenaga Kerja)

15
Pemberhentian tenaga kerja biasanya terjadi karena semakin rendahnya permintaan
akan produk yang dihasilkan, sehingga tingkat produksi menurun dengan drastis.
Pemberhentian ini mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan uang pesangon bagi
karyawan yang di-PHK, menurunnya moral kerja dan produktivitas karyawan yang
masih bekerja, dan tekanan yang bersifat sosial. Semua akibat ini dianggap sebagai
biaya pemberhentian tenaga kerja yang akan ditanggung perusahaan.
3. Overtime Cost dan Undertime Cost (Biaya Lembur dan Biaya Menganggur)
Penggunaan waktu lembur bertujuan untuk meningkatkan output produksi, tetapi
konsekuensinya perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan lembur yang biasanya
150% dari biaya kerja regular. Di samping biaya tersebut, adanya lembur akan
memperbesar tingkat absen karyawan karena kelelahan. Kebalikan dari kondisi di atas
adalah bila perusahaan mempunyai kelebihan tenaga kerja dibandingkan dengan jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi. Tenaga kerja berlebih ini
kadang-kadang bisa dialokasikan untuk kegiatan lain yang produktif meskipun tidak
selamanya efektif. Bila tidak dapat dilakukan alokasi yang efektif, maka perusahaan
dianggap menanggung biaya menganggur yang besarnya merupakan perkalian antara
jumlah jam kerja yang tidak terpakai dengan tingkat upah dan tunjangan lainnya.
4. Inventory Cost dan Backorder Cost (Biaya Persediaan dan Biaya Kehabisan Persediaan)
Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan permintaan pada
saat-saat tertentu. Konsekuensi dari kebijaksanaan persediaan bagi perusahaan adalah
timbulnya biaya penyimpanan (inventory cost/holding cost) yang berupa biaya
tertahannya modal, pajak, asuransi, kerusakan bahan, dan biaya sewa gudang. Kebalikan
dari kondisi diatas, kebijaksanaan tidak mengadakan persediaan seolah-olah
menguntungkan, tetapi sebenarnya dapat menimbulkan kerugian dalam bentuk biaya
kehabisan persediaan. biaya kehabisan persediaan ini dihitung berdasarkan berapa
barang diminta yang tidak tersedia. Kondisi ini pada sistem MTO (Make to order =
Memproduksi berdasarkan pesanan) akan mengakibatkan jadwal penyerahan order
terlambat, sedangkan pada sistem MTS (make to stock = Memproduksi untuk memenuhi
persediaan) akan mengakibatkan beralihnya pelanggan pada produk lain. Kekecewaan
pelanggan karena tidak tersedianya barang yang diinginkan akan diperhitungkan
sebagai kerugian bagi perusahaan, dimana kerugian tersebut akan dikelompokkan
sebagai biaya kehabisan persediaan. Biaya kehabisan persediaan ini sama nilainya
dengan biaya pemesanan kembali bila konsumen masih bersedia menunggu.
5. Subcontract Cost (Biaya Subkontrak)

16
Pada saat permintaan melebihi kemampuan kapasitas regular, biasanya perusahaan
mensubkontrakan kelebihan permintaan yang tidak bisa ditanganinya sendiri kepada
perusahaan lain. Konsekuensi dari kebijaksanaan ini adalah timbulnya biaya
subkontrak, dimana biasanya biaya mensubkontrakan ini lebih mahal dibandingkan
memproduksi sendiri dan adanya risiko terjadinya kelambatan penyerahan dari
kontraktor.

2.2.2 Strategi Agregat


Berikut merupakan strategi dalam perencanaan agregat menurut Gaspers (1998: 132-
133), yaitu :
1. Chase Stategy (Zero Inventory)
Chase Stategy atau yang disebut sebagai lot for lot strategi pada intinya bertujuan untuk
menghasilkan perencanaan dimana jumlah inventory sama dengan nol. Jumlah unit produk
yang diproduksi sepenuhnya sama dengan jumlah permintaan di tiap periode perencanaan.
Jumlah pekerja akan disesuaikan dengan permintaan pada tiap bulan. Pada chase strategy
biaya terkait dengan persediaan dan backorder akan kecil, namun biaya berhubungan tenaga
kerja baik perekrutan maupun pemberhentian akan besar. Hal ini dikarenakan pada chase
strategy tidak mengizinkan adanya persediaan dan backorder sehingga permintaan akan
dipenuhi pada periode tersebut dengan cara melakukan perubahan pada jumlah tenaga kerja.
2. Level Strategy
Level Strategy atau dapat disebut rencana produksi dengan tingkat produksi tetap atau
rencana produksi dengan jumlah tenaga kerja tetap. Pada level strategy menggunakan
inventory sebagai bagian dari strategi operasionalnya. Persediaan diciptakan pada saat
permintaan rendah untuk pemenuhan permintaan yang tinggi (peak time). Adanya
persediaan dan backorder pada level strategy akan berdampak pada tingginya biaya
persediaan dan biaya backorder, namun biaya berhubungan dengan tenaga kerja akan kecil.
3. Linear Programming
Linear Programming dapat digunakan sebagai alat perencanaan agregat. Model ini dibuat
karena validitas pendekatan koefisien manajemen sukar dipertanggung jawabkan. Asumsi
utama model program linier dalam perencanaan agregat adalah biaya biaya variable ini
bersifat linier dan variable-variabel tersebut dapat berbentuk bilangan riil. Asumsi ini sering
kali menyebabkan model program linier kurang realistis jika diterapkan. Misalnya asumsi
kondisi ketiadaan persediaan produk jadi yang berbanding lurus dengan jumlah ketiadaaan

17
persediaan produk jadi (Kusuma, 2002). Adapun langkah – langkah pemodelannya adalah
sebagai berikut:
a. Menentukan variabel-variabel dari persoalan, misalnya X1, X2 dan seterusnya.
b. Menentukan batasan-batasan yang harus dikenakan untuk memenuhi batasan sistem
yang dimodelkan.
∑𝑛𝑗=1 𝑎𝑖𝑗 𝑥𝑗 ≥ ; = 𝑎𝑡𝑎𝑢 ; ≤ , 𝑖 = 1,2, … , 𝑚
(2-9)
Sumber Nasution A.H (2008)
c. Menetukan tujuan (maksimasi atau minimasi) yang harus dicapai untuk menentukan pemecahan
optimum dari semua nilai yang layak dari variabel tersebut (Hamdy A. Taha 1993 : 17).
𝑍 = 𝐶1 𝑋1 + 𝐶2 𝑋2 + … . . + 𝐶𝑛 𝑋𝑛
(2-10)
Sumber: Nasution A.H (2008)
Model dasar diatas juga dapat dirumuskan ke dalam notasi matriks seperti berikut:
𝑍 = 𝐶′𝑋
(2-11)
Sumber: Nasution A.H (2008)
Syarat – ikatan :
𝐴𝑋 ≤ 𝑎𝑡𝑎𝑢 ≥ 𝑏 𝑑𝑎𝑛 𝑋 ≥ 0

2.3 Perencanaan Disagregat


Proses Disagregasi atau disagregat adalah proses mengubah hasil rencana produksi
agregat menjadi jumlah yang harus diproduksi untuk setiap produk atau item. Proses
disagregat dibutuhkan sebelum membuat Master Production Schedule (MPS). Disagregasi
adalah aktivitas pengkonversian level produksi yang telah direncanakan ke dalam kuantitas
dari masing-masing model produk yang telah dikerjakan pada perencanaan fasilitas
(Bedworth dan Bailey, 1982, h.126).
Hasil output dari proses disagregasi adalah MPS atau JIP (Jadwal Induk Produksi).
Jadwal produksi induk (JPI) merupakan keluaran dari disagregasi sebuah perencanaan
agregat. JPI menggabungkan produk-produk yang sama (identik) ke dalam kelompok
produk, memecah permintaan dalam bulanan dan kadang-kadang menentukan kelompok
atau produk, tenaga kerja yang dibutuhkan untuk setiap end item dan pelayanan yang harus
dijadwalkan secara spesifik pada setiap stasiun kerja. Selain itu, JPI merupakan suatu
pernyataan tentang produk akhir (termasuk suku cadang) dari suatu perusahaan industri
manufaktur yang merencanakan untuk memproduksi output yang berkaitan dengan kuantitas
dan periode waktu (Gaspersz, 2001,h.141)

18
2.4 Master Production Schedule
Menurut Gaspersz (2001:141), Master Production Schedule (MPS) adalah proses untuk
menghasilkan jadwal induk produksi yang memuat pernyataan tentang kuantitas dan periode
waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu produk akhir. MPS mendisagregasikan dan
mengimplementasikan rencana produksi agregat. Bila rencana produksi dinyatakan dalam
bentuk agregat, maka MPS dinyatakan dalam konfigurasi spesifik dalam bentuk Item Master
dan BOM (Bill Of Material). MPS membentuk jalinan komunikasi antara bagian pemasaran
dan manufaktur sehingga bagian pemasaran dapat memberikan ATP (Available To Promise)
janji yang akurat kepada pelanggan. Dalam kegiatan produksi kita juga mengenal adanya
Time Fences. Time Fences didefinikan sebagai suatu kebijakan atau petunjuk yang
ditetapkan untuk mencatat dimana (dalam zona waktu) terdapat berbagai keterbatasan atau
perubahan dalam prosdedur operasi manufacturing. Time fences yang paling umum dikenal
adalah Demand of Time Fence (DTF) dan Planning Time Fence (PTF), dimana DTF
ditetapkan pada waktu final assembly sedangkan PTF ditetapkan pada waktu tunggu
kumulatif (Gaspersz, 2004). Demand of Time Fence (DTF) merupakan periode mendatang
dari MPS, dimana dalam periode ini perubahan terhadap MPS tidak diizinkan. Planning
Time Fence merupakan periode mendatang dari MPS, dimana dalam periode ini perubahan-
perubahan terhadap MPS dievaluasi.

2.5 Line Balancing


Menurut Gaspersz (2004), Line Balancing adalah suatu analisis yang mencoba
melakukan suatu perhitungan keseimbangan hasil produksi dengan membagi beban antar
proses secara berimbang sehingga tidak ada proses yang idle akibat terlalu lama menunggu
keluarnya peroduk dari proses yang sebelumnya. Adapun tujuan utama dalam menyusun
Line Balancing adalah untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang
dialokasikan pada tiap-tiap stasiun kerja. Jika tidak dilakukan keseimbangan seperti ini maka
akan mengakibatkan ketidakefisienan kerja di beberapa stasiun kerja, dimana antara stasiun
kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain memiliki beban kerja yang tidak seimbang.
Menurut Gazpersz (2004), terdapat sejumlah langkah pemecahan masalah line balancing,
antara lain sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi tugas-tugas individual atau aktivitas yang akan dilakukan.
2. Menentukan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap tugas itu.
3. Menetapkan precedence constraints, jika ada yang berkaitan dengan setiap tugas itu.
4. Menentukan output dari assembly line yang dibutuhkan.

19
5. Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi output.
6. Menghitung cycle time yang dibutuhkan, misalnya: waktu diantara penyelesaian produk
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan output yang diinginkan dalam batas toleransi dari
waktu (batas waktu yang yang diijinkan).
7. Memberikan tugas-tugas kepada pekerja atau mesin.
8. Menetapkan minimum banyaknya stasiun kerja (work stasion) yang dibutuhkan untuk
memproduksi output yang diinginkan.
9. Menilai efektifitas dan efisiensi dari solusi.
10. Mencari terobosan-terobosan untuk perbaiki proses terus menerus (continuous process
improvement).
Menurut Groover(2001) line balancing dapat diselesaikan dengan menggunakan rumus-
rumus seperti dibawah ini.
1. Total waktu / proses (2-12)
Twc = waktu agregasi
Sumber : Groover (2001:529)
2. Production Rate
Sumber : Groover (2001:529)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑓𝑜𝑟𝑒𝑐𝑎𝑠𝑡
3. Rp = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒

(2-13)
Sumber : Groover (2001:529)
60 𝑥 𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑢𝑝 𝑡𝑖𝑚𝑒
4. 𝑇𝑐 = 𝑅𝑝

(2-14)
Sumber : Groover (2001:529)
5. Jumlah workstation
𝑇𝑤𝑐
𝑤= 𝑇𝐶

(2-15)
Sumber : Groover (2001:529)
6. Ts = Tc – T setup
(2-16)
Sumber : Groover (2001:529)
𝑇𝑤𝑐
7. Efisiensi : 𝐸 = 𝑤 𝑥 𝑇𝑠 𝑥 100 %

(2-17)
Sumber : Groover (2001:529)

20
2.5.1 Algoritma Line Balancing
Menurut Nasution A.H (2008), Berikut merupakan beberapa Algoritma Line
Balancing, antara lain sebagai berikut:
1. Largest Candidate Rules
Prinsip dari algoritma ini ialah menggabungkan proses-proses atas dasar pengurutan
operasi dari waktu proses terbesar hingga elemen dengan waktu operasi terkecil. Sebelum
dilakukan penggabungan, harus ditentukan dahulu berapa waktu siklus yang akan dipakai.
Waktu siklus ini akan dijadikan pembatas dalam penggabungan operasi dalam satu stasiun
kerja. Algoritma ini terdiri dari beberapa tahap :
a) Mulai dari atas, pilih elemen yang akan ditugaskan pada stasiun pertama, yang
memenuhi persyaratan precedence dan tidak menyebabkan total jumlah Tek pada
stasiun terebut melebihi Ts.
b) Jika tidak ada elemen lain yang dapat ditugaskan tanpa melebihi Ts , maka lanjutkan ke
stasiun berikutnya.
c) Ulangi langkah 1 dan 2 untuk stasiun lainnya sampai seluruh elemen selesai ditugaskan.
d) Tentukan nilai efisien, balance delay, smoothness index nya.

2. Killbridge Wester Heuristik


Killbridge Wester adalah metode yang dirancang oleh M. Killbridge dan L. Wester
sebagai pendekatan lain untuk mengatasi permasalahan keseimbangan lintasan perakitan.
Metode ini dilakukan dengan pengelompokan tugas kedalam sejumlah kelompok yang
mempunyai tingkat keterhubungan yang sama. Langkah-langkah yang digunakan sebagai
berikut :
a) Buat precedence diagram dari persoalan yang dihadapi. Bagi tiap elemen kerja dalam
diagram tersebutke dalam kolom dari kiri ke kanan. Kolom I adalah elemen-elemen
kerja yang tidak memiliki elemen kerja pendahuluan. Kolom II adalah elemen-elemen
kerja yang memiliki pendahulaun di kolom I. Begitu seterusnya dengan kolom
selanjutnya.
b) Tentukan waktu siklus dari bilangan prima waktu total elemen kerja dan tentukan
jumlah stasiun kerja.
c) Tempatkan elemen-elemen kerja ke stasiun kerja sehingga total waktu elemen kerja
tidak melebihi waktu siklus.

21
d) Bila penempatan suatu elemen kerja mengakibatkan total waktu elemen kerja melebihi
waktu siklus maka elemen kerja tersebut ditempatkan di stasiun kerja berikutnya.
e) Ulangi langkah 3 dan 4 sampai seluruh elemen kerja ditempatkan.

3. Ranked Positional Weight


Ranked Positional Weight adalah metode yang diusulkan oleh Helgeson dan Birnie
sebagai pendekatan untuk memecahkan permasalahan pada keseimbangan lini dan
menemukan solusi dengan cepat. Konsep dari metode ini adalah menentukan jumlah stasiun
kerja minimal dan melakukan pembagian task kedalam stasiun kerja dengan cara memberi
bobot posisi kepada setiap task sehingga semua task telah ditempatkan kepada sebuah
stasiun kerja. Urutan langkah-langkah pada metode RPW adalah sebagai berikut (Ginting,
2007,p.217):
a) Hitung bobot setiap elemen kerja. Bobot posisi suatu elemen adalah jumlah waktu
elemen-elemen pada rantai terpanjang mulai elemen tersebut mulai elemen tersebut
sampai elemen terakhir. Bobot RPW = waktu proses tersebut + waktu proses operasi-
operasi berikutnya
b) Urutkan elemen-elemen menurut bobot posisi dari besar ke kecil
c) Hitung waktu siklus
d) Tempatkan elemen kerja dengan bobot terbesar pada stasiun kerja sepanjang tidak
melanggar precedence dan waktu stasiun tidak melebihi waktu siklus
e) Ulangi langkah 3 sampai seluruh elemen ditempakan.
2.6 Rough Cut Capacity Planning
RCCP (perencanaan kapasitas kasar) ini termasuk dalam perencanaan kapasitas jangka
panjang. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas yang diperlukan untuk melaksanakan MPS
(Master Production Schedule) (Gaspersz, 2012). Rough Cut Capacity Planning (RCCP)
berperan dalam mengembangkan dan melakukan validasi terhadap MPS . Rough Cut
Capacity Planning (RCCP) menentukan tingkat kecukupan sumber daya yang direncanakan
untuk melaksanakan MPS. RCCP menggunakan definisi dari unit product loads yang
disebut sebagai: profil produk-beban (product-load profiles, bills of capacity, bills of
resources, atau bill of labor). Penggandaan beban per unit dengan kuantitas produk yang
dijadwalkan per periode waktu akan memberikan beban total per periode waktu untuk setiap
pusat kerja (work center). RCCP lebih terperinci dari RRP, karena RCCP menghitung beban
untuk semua item yang dijadwalkan dan dalam periode waktu aktual. Apabila proses RCCP
mengindikasikan bahwa MPS adalah layak, MPS akan diteruskan ke proses MRP guna

22
menentukan bahan baku atau material, komponen, dan subassemblies, yang dibutuhkan.
Dalam perusahaan yang berorientasi pada kapasitas seperti industri kimia, apabila RCCP
mengindikasikan terdapat masalah dengan MPS, perencana harus mengubah MPS melalui
salah satu penjadwalan ulang pesanan-pesanan pelanggan (costumer orders) atau melalui
pemberitahuan ke bagian pemasaran untuk tidak menjual melebihi kapasitas yang ada.
RCCP didefinisikan sebagai proses konversi dari Rencana Produksi dan atau MPS ke dalam
kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber – sumber daya kritis, seperti : tenaga
kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang, kapabilitas pemasok material dan parts, dan
sumber daya keuangan.
Rough Cut Capacity Planning menentukan kapasitas yang dibutuhkan untuk membuat
MPS. Horizon perencanaan sama dengan MPS, biasanya satu sampai tiga tahun. Time
buckets paling umum adalah satu minggu, dan revisi secara khas dilakukan mingguan atau
bulanan. Kapasitas digambarkan dalam kaitan antara manusia dan/atau jam mesin dengan
work center. Seperti pada MPS dalam hubungannya dengan spesifikasi produk akhir, RCCP
dapat mempertimbangkan perubahan pada product mix. Bagaimanapun, RCCP tidak
mempertimbangkan inventories dari komponen yang siap untuk diproduksi dan dalam
penyimpanan atau pekerjaan dalam proses, gambaran singkatnya adalah kapasitas
diperlukan mungkin salah. Sumber lainnya dari kesalahan potensial adalah bahwa MPS tidak
secara akurat merefleksikan pengaruh dari ukuran lot.
Rough Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan urutan kedua dari hierarki
perencanaan prioritas-kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS. RCCP
melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam hierarki
perencanaan prioritas produksi. Guna menetapkan sumber-sumber spesifik tertentu,
khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial (potential bottleneck),
adalah cukup untuk melaksanakan MPS. Pada dasarnya RCCP didefinisikan sebagai proses
konversi dari rencana produksi dan/atau MPS ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan
dengan sumber-sumber daya kritis seperti: tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas
gudang, kapabilitas pemasok material dan parts, dan sumber daya keuangan. RCCP serupa
dengan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya (Resource Requirements Planning, RRP),
kecuali bahwa RCCP adalah lebih terperinci daripada RRP dalam beberap hal, seperti:
RCCP didisagregasikan ke dalam level item atau sku (stockkeeping unit); RCCP
didisagregasikan berdasarkan periode waktu harian atau mingguan; dan RCCP
mempertimbangkan lebih banyak sumber daya produksi. Pada dasarnya terdapat empat
langkah yang diperlukan untuk melaksanakan RCCP, yaitu:

23
1. Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS.
2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead times).
3. Menentukan bill of resources.
4. Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP.

2.6.1 Metode RCCP


Berikut merupakan metode-metode yang digunakan pada RCCP (Rough Cut Capacity
Planning), yaitu:
1. CPOF (Capacity Planning Overall Factor/Pendekatan total faktor)
Menurut Nasution A.H (2008), CPOF membutuhkan masukan yaitu MPS. Waktu total
yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk dan proporsi waktu penggunaan
sumber. CPOF mengalikan waktu total tiap family terhadap jumlah MPS untuk
memperoleh total waktu yang diperlukan pabrik untuk mencapai MPS. Total waktu ini
kemudian dibagi menjadi waktu penggunaan masing-masing sumber dengan
mengalikan total waktu terhadap proporsi penggunaan sumber.

2. BOLA (Bill Of Labour Approach / Pendekatan daftar tenaga kerja)


Menurut Nasution A.H (2008), Bill of Labour Approach merupakan umlah kebutuhan
kapasitas yang diperlukan diperoleh dengan mengalikan waktu tiap komponen yang
tercantum pada daftar tenaga kerja dengan jumlah produk dari MPS.
3. RPA (Resource Profile Approach / Pendekatan profil sumber)
Menurut Nasution A.H (2008), RPA merupakan teknik perencanaan kapasitas kasar
yang paling rinci tetapi tidak serinci perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity
Requirement Planning).

2.7 Material Requirement Planning


Menurut Orlicky (2004), Material Requirement Planning (MRP) merupakan suatu
teknik atau prosedur logis untuk menterjemahkan Jadwal Induk Produksi (JIP) dari barang
jadi atau end item menjadi kebutuhan bersih untuk beberapa komponen yang dibutuhkan
untuk mengimplementasikan JIP. MRP ini digunakan untuk menentukan jumlah dari
kebutuhan material untuk mendukung Jadwal Produksi Induk dan kapan kebutuhan material
tersebut dijadwalkan. Menurut Yamit (2001), Material Requirement Planning (MRP) dapat
didefinisikan sebagai suatu alat atau set prosedur yang sistematis dalam penentuan kuantitas

24
serta waktu dalam proses pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-komponen
permintaan yang saling bergantungan (dependent demand items). Permintaan dependent
adalah komponen barang akhir seperti bahan mentah, komponen suku cadang dan sub
perakitan dimana jumlah persedian yang dibutuhkan tergantung (dependent) terhadap
jumlah permintaan item barang akhir.

2.7.1 Langkah – langkah MRP


Sistem MRP memiliki empat langkah utama yang harus diterapkan satu per satu pada
periode perencanaan dan pada setiap item. Langkah-langkah dasar dalam penyusunan proses
MRP adalah sebagai berikut (Nasution, 2003):
1. Netting
Netting (kebutuhan bersih) merupakan proses perhitungan untuk menetapkan jumah
kebutuhan bersih untuk setiap periode selama horison perencanaan yang besarnya
merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan (yang ada dalam
persediaan dan yang sedang dipesan).
2. Lotting
Lotting merupakan penentuan ukuran lot (jumlah pesanan) yang menjamin bahwa
semua kebutuhan-kebutuhan akan dipenuhi, pesanan akan dijadwalkan untuk
penyelesaian pada awal periode dimana ada kebutuhan bersih yang positif.
3. Offsetting
Offsetting (rencana pemesanan) merupakan salah satu langkah pada MRP untuk
menentukan saat yang tepat untuk rencana pemesanan dalam memenuhi kebutuhan
bersih. Rencana pemesanan didapat dengan cara menggabungkan saat awal tersedianya
ukuran lot (lot size) yang diinginkan dengan besarnya waktu ancang- ancang. Waktu
ancang-ancang ini sama dengan besarnya waktu saat barang mulai dipesan atau
diproduksi sampai barang tersebut siap untuk dipakai.
4. Exploding
Exploding merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat (level) yang
lebih bawah dalam suatu struktur produk serta didasarkan atas rencana pemesanan.

2.7.2 Metode Ukuran Lot


1. Lot For Lot (LFL)
Lot for lot (LFL) merupakan teknik lot sizing yang paling sederhana dan mudah
dimengerti. Pemesanan dilakukan dengan pertimbangan minimasi ongkos simpan. Pada

25
teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih (Rt) dilaksanakan di setiap periode yang
membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanannya (lot size) adalah
sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang
bersangkutan. Teknik ini biasanya digunakan untuk item-item yang mahal atau yang
tingkat kontinuitas permintaannya tinggi. (Rosnani Ginting, 2007 : 194).
2. Fixed Order Quantity (FOQ)
Fixed Order Quantity (FOQ) adalah sistem persedian probalistik yang variabel
keputusan menggunakan Q (menotasikan kuantitas) pesanan tetap yang optimal.
Kriteria optimal adalah total biaya persediaan yang minimal (Baroto, 2002). Tujuan
persediaan dengan metode ini adalah untuk menentukan jumlah pesanan yang paling
optimal dengan biaya yang minimal dan titik pemesanan kembali (reorder point).
Prinsip FOQ atau pengendalian persediaan sistem Q adalah pemesanan dilakukan pada
saat mencapai batas titik pemesanan (reorder point). Jumlah masing-masing unit produk
yang dipesan sudah tetap. Namun pemesanannya dapat berbeda waktunya (kapan
reorder point dapat tercapai). Jumlah persediaan yang menjadi kebutuhan selama waktu
ancang-ancang dengan memperhitungkan kebutuhan yang berfluktuasi selama waktu
ancang-ancang tersebut. Persediaan untuk meredam fluktuasi ini dinamakan persediaan
pengaman (Tersine, 1994). Dapat dikatakan safety stock dalam FOQ system, diperlukan
untuk mengatasi adanya fluktuasi demand selama lead time. Safety stock untuk
permintaan probabilistik dengan stockout case lost sales dimana demand yang tidak
dapat dipenuhi akan dianggap hilang.
3. Period Order Quantity ( POQ )
Period Order Quantity (POQ) disebut juga dengan Economic Time CycIe. Teknik POQ
ini digunakan untuk menentukan interval waktu order (Economic Order Interval).
Keuntungan menggunakan teknik POQ adalah dapat menghasilkan lot size order yang
berbeda dalam memenuhi net requirement. Teknik POQ ini akan lebih baik
kemampuannya jika digunakan pada saat biaya setup tiap tahun sama tetapi biaya
carrying lebih rendah (Imam, 2005). Berikut merupakan rumusa dari period order
quantity (POQ).

2𝑆
𝑃𝑂𝑄 = √
𝐷𝐻

Dimana :
D = rata-rata kebutuhan

26
S = biaya pesan
H = biaya simpan
4. Least Unit Cost (LUC)
Menurut Tersine (1994) perhitungan pada metode LUC mirip dengan Silver Meal,
bedanya adalah Silver Meal dalam pemilihan lot size yang optimal dengan melihat biaya
paling minimum dari setiap periode, sedangkan LUC melihat biaya paling minimum
dari setiap unit. Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos pengadaan
per unit ditambah ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap bakal ukuran lot yang
akan dipilih. Total biaya relevan per unit adalah menurut Tersine (1994:188) sebagai
berikut :
𝑇𝑅𝐶 (𝑇) 𝐶 + 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑇
=
∑𝑇𝑘=1 𝑅𝑘 ∑𝑇𝑘=1 𝑅𝑘
𝐶 + 𝑃ℎ ∑𝑇𝑘=1(𝑘 − 1)𝑅𝑘
=
∑𝑇𝑘=1 𝑅𝑘
Keterangan:
C = biaya pemesanan per periode
h = persentase biaya simpan per periode
P = biaya pembelian per unit
Ph = biaya simpan per periode
TRC(T) = total biaya relevan pada periode T
T = waktu penambahan dalam periode
Rk = rata-rata permintaan dalam periode k

2.8 Capacity Requirements Planning


Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP) membandingkan kapasitas yang dibutuhkan
terhadap projected available capaity untuk open manufacturing orders dan planned
manufacturing orders yang dihasilkan oleh sistem MRP. CRP menggunakan routing
files dan informasi pusat kerja untuk menghitung beban yang dijadwalkan pada pusat-pusat
kerja, dengan mengasumsikan infinite capacity. Jika projected capacity berbeda dengan
yang dibutuhkan oleh projected load, perencana dapat merekomendasikan tindakan-
tindakan korektif kepada manajemen puncak termasuk mengurangi atau menjadwalkan
ulang pesanan-pesanan, merekrut atau mengurangi tenaga kerja, mengalihtugaskan pekerja,
mensubkontrakkan, atau melakukan alternate routings. Apabila CRP mengindikasikan
bahwa beban dari pesanan yang dikeluarkan ditambah jadwal MRP dari pesanan yang

27
direncanakan adalah layak dari sudut pandang kapasitas, pesanan-pesanan yang
direncanakan itu dikeluarkan ke Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) untuk
dilaksanakan.
Capacity Requirements Planning menetapkan kapasitas dibutuhkan untuk membuat
rencana kebutuhan material. Secara khusus, horizon perencanaan adalah tahun, time
buckets adalah minggu, dan revisi dibuat mingguan atau bulanan. Proyeksi dari kapasitas
adalah antara pekerja dan/atau jam mesin dengan work center.
Tujuan utama CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban yang ditetapkan
pada pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas dari setiap pusat kerja
selama periode waktu tertentu. Melalui identifikasi overloads atau underloads, jika ada,
tindakan perencanaan kembali (replanning) dapat dilakukan untuk menghilangkan situasi
itu guna mencapai suatu keseimbangan antara beban dan kapasitas (balanced load). Jika arus
kedatangan pesanan melebihi kapasitas, beban akan meningkat, yang ditandai
olehinventory yang berada dalam antrian kerja yang tidak diproses di depan pusat kerja.
Sebaliknya jika arus kedatangan pesanan lebih sedikit daripada kapasitas yang ada, beban
(pesanan yang menunggu untuk diproses) akan berkurang.
Capacity Requirement Planning adalah fungsi dari pengadaan, pengukuran dan
penyesuaian batas/ level dari kapasitas, proses untuk menentukan berapa banyak sumber
daya pekerja dan mesin yang dibutuhkan untuk menyelesaikan poduksi. Capacity
Requirement Planning merupakan perencanaan kapasitas yang direncanakan telah mampu
memenuhi perencanaan produksi yang dibuat untuk melayani kebutuhan atau permintaan.
CRP membutuhkan input open shop order dan planned orders dalam system MRP, yang
telah diubah kedalam jam kerja pada work center pada periode waktu tertentu. Secara konsep
MRP cukup sederhana, MPS yang dieksplode melalui MRP. Nilai planned order release
(Porel) dari system MRP kemudian digunakan untuk menjalankan sebuah simulasi
deterministic yang menggunakankan lead time offsets untuk menentukan waktu setiap order
di setiap work station

2.9 Enterprise Resource Planning


Enterprise Resource Planning (ERP) menurut O’Brien, J. A., & Marakas, G. M. (2010:
272) adalah sistem perusahaan yang meliputi semua fungsi yang terdapat di dalam
perusahaan yang didorong oleh beberapa modul software yang terintegrasi untuk
mendukung proses bisnis internal perusahaan. Sebagai contoh, software ERP untuk
perusahaan manufaktur umumnya dimulai dari memproses data yang masuk, melacak status

28
dari penjualan, inventory, pengiriman barang, dan penagihan barang, serta memperkirakan
bahan baku dan kebutuhan sumber daya manusia, sehingga menurut O’Brien, J. A., &
Marakas, G. M. (2010: 272) terdapat 5 komponen utama dari sistem ERP. Berikut adalah
gambar dari 5 komponen tersebut :

Gambar 2.7: Komponen Utama dari Sistem ERP


Sumber : O’Brien & Marakas (2010: 272)

2.10 Odoo
Odoo (Open ERP) adalah sebuah aplikasi bisnis open source yang memiliki fitur yang
sangat lengkap, mulai dari Customer Relationship Management (CRM), Sales Management,
Purchase Management, Accounting, Finance, dan lain-lain. ERP sendiri merupakan sistem
informasi yang bertujuan untuk menyatukan seluruh departemen dan fungsi yang ada pada
sebuah perusahaan ke dalam sistem komputer terpadau yang dapar mengakomodasi seluruh
kebutuhan spesifik dari departemen yang berbeda, sistem inilah yang harus memenuhi
kebutuhan departemen dan mereduksi pekerjaan-pekerjaan manual yang ada (Wibisono,
20015).

2.10.1 Fitur Odoo


Saat pertama kali menginstal Odoo, modul-modulnya belum lengkap, sehingga
diperlukan untuk mengupgrade modul-modul tersebut. Berikut penjelasan mengenai modul-
modul utama yang digunakan dalam odoo:
a. Purchase
Purchase management memungkinkan anda untuk mencari penjual dari harga
penawarannya dan mengkonversikannya menjadi pesanan pembelian. Odoo memiliki
beberapa metode pemantauan dan pelacakan faktur penerimaan barang yang dipesan.

29
Kita dapat menangani [eniriman yang partial di Odoo, sehingga kita masih dapat
mengetahui barang yang masih akan diantarkan. Odoo memungkinkan sistem untuk
menggenertae secara otomatis draft pembelian.
b. Manufacturing
Dalam modul ini terdapat double-entry stock untuk mempermudah traceability,
melakukan kontrol terhadap biaya dan margins proyek, product dan partners, dan mudah
untuk menjalankannya. Diintegrasikan dengan accounting untuk transaksi secara
otomatis, diintegrasikan dengan HR management untuk mendapatkan ketersediaan
resources.
c. Inventory
Modul ini merupakan inti dari operasional sebuah perusahaan. Pemrosesan data
inventori sangat mungkin untuk menjadi sulit. Modul inventory dalam Odoo bersifat
terintegrasi secara menyeluruh dengan modul lainnya, seperti purchases dan sales.
Tidak hanya terbatas pada proses-proses tersebut, modul ini juga dapat terintegrasi
dengan e-commerce, manufacturing, dan repairs.

1.1. Perencanaan Gudang


Menurut Warman (2010), gudang adalah bangunan yang dipergunakan untuk
menyimpan barang dagangan. Penggudangan adalah kegiatan menyimpan dalam gudang.
Menurut Hadiguna dan Setiawan (2008), gudang dapat didefinisikan sebagai tempat yang
dibebani tugas untuk menyimpan barang yang akan dipergunakan dalam produksi sampai
barang diminta sesuai dengan jadwal produksi. Sejak dulu, gudang berfungsi sebagai buffer
atau penyeimbang dan untuk menentukan langkah selanjutnya suatu perusahaan akan
menggunakan gudang untuk komersial atau lebih baik digunakan sendiri.
Menurut Holy dan Martinus (2005:183-184) terdapat beberapa tipe gudang, yaitu:
1. Manufacturing plant warehouse
Manufacturing plant warehouse adalah gudang yang ada di pabrik. Transaksi di dalam
gudang ini meliputi penerimaan dan penyimpanan material, pengambilan material,
penyimpanan barang jadi ke gudang, transaksi internal gudang, dan pengiriman barang jadi
ke central warehouse, distribution warehouse, atau langsung ke konsumen.
2. Central warehouse
Central warehouse adalah gudang pokok. Transaksi di dalam central warehouse
meliputi penerimaan barang jadi (dari manufacturing warehouse, langsung dari pabrik, atau

30
dari supplier), penyimpanan barang jadi ke gudang, dan pengiriman barang jadi ke
distribution warehouse.
3. Distribution warehouse
Distribution warehouse adalah gudang distribusi. Transaksi dalam gudang ini meliputi
penerimaan barang jadi (dari central warehouse, pabrik, atau supplier), penyimpanan barang
yang diterima gudang, pengambilan dan persiapan barang yang akan dikirim, dan
pengiriman barang ke konsumen. Terkadang distribution warehouse juga berfungsi sebagai
central warehouse.
4. Retailer warehouse
Retailer warehouse adalah gudang pengecer, jadi dengan kata lain, gudang ini adalah
gudang yang dimiliki toko yang menjual barang langsung ke konsumen.

1.1.1. Operasional Gudang


Menurut Holy dan Martinus (2005:186) dalam pergudangan terdapat 3 fungsi utama,
yaitu: movement (perpindahan), storage (penyimpanan), dan information transfer (transfer
informasi).
1. Movement (perpindahan)
Fungsi movement ini merupakan fungsi utama, salah satu kegiatannya adalah
memperbaiki perputaran persediaan dan mempercepat proses pesanan dariproduksi hingga
ke pengiriman utama. Fungsi movement dibagi menjadi aktivitas-aktivitas meliputi:
a. Receiving (penerimaan)
Merupakan aktivitas penerimaan barang di mana di dalamnya terdapat aktivitas-
aktivitas seperti pembongkaran muatan, penghitungan kuantitas yang diterima dan
inspeksi kualitas dan kerusakan, dan jugaaktivitas-aktivitas lain yang berkaitan dengan
penerimaan barang di gudang.
b. Put Away
Merupakan proses pemindahan barang dari dok penerimaan ke gudang penyimpanan.
c. Customer Order Picking
Merupakan aktivitas pemindahan barang dari gudang penyimpanan atau dari lokasi
packing untuk kemudian disiapkan untuk proses pengiriman.
d. Packing
Proses packing merupakan proses pengepakkan barang yang akan dikirim ke konsumen.
e. Cross Docking

31
Proses ini merupakan proses pemindahan barang dari area receiving langsung ke lokasi
shipping tanpa melalui aktivitas penyimpanan di gudang.
f. Shipping
Aktivitas ini merupakan pengiriman produk dan meliputi proses pembuatan dokumen
barang yang akan dikirim.
2. Storage (penyimpanan)
Storage merupakan aktivitas penyimpanan barang, baik yang merupakan bahan baku
ataupun barang hasil produksi. Penyimpanan barang dilakukan di dalam gedung gudang.
Gudang produk jadi dan bahan baku dapat menjadi satu atau dipisahkan.
3. Information transfer (transfer informasi)
Informasi yang ditransfer dalam aktivitas ini adalah informasi mengenai stock barang
yang ada di gudang atau informasi-informasi lain yang berguna. Informasi ini dapat
merupakan informasi untuk pihak di luar gudang atau pihak gudang sendiri.

1.2. Jenis Layout


Pemilihan dan penempatan alternatif layout merupakan langkah yang kritis dalam
proses perencanaan fasilitas produksi, karena disini layout yang dipili akan menentukan
hubungan fisik dari aktivitas-aktivitas produksi yang berlangsung. (Wignjosoebroto, 1996).

1.2.1. Layout Type


Susunan mesin dan peralatan pada suatu pabrik akan sangat mempengaruhi kegiatan
produksi, terutama dalam hal efektivitas waktu proses produksi. Tata letak yang baik dapat
diartikan sebagai penyusunan teratur dan efisien dari semua fasilitas pabrik dan tenaga kerja
yang ada. Fasilitas tersebut mencakup service area, yang mana terdapat tempat penerimaan
dan pengiriman barang, maintenance, gudang dan sebagainya. Menurut Wignjosoebroyo
(1996), terdapat 4 macam tipe layout atau tata letak yang secara umum diaplikasikan dalam
desain layout, yaitu :
1. Tata letak berdasarkan fungsi atau macam proses (process layout)
Tata letak berdasarkan process adalah metode pengaturan dan penempatan mesin serta
peralatan produksi yang memiliki tipe atau jenis sama kedalam satu departemen.
Gambar 2.8 menunjukkan tipe tata letak fasilitas process layout.

32
Gambar 2.8 Process Layout

2. Tata letak berdasarkan aliran produksi (product layout)


Tata letak berdasarkan aliran produksi ini merupakan tipe layout yang paling populer
untuk pabrik yang berproduksi masal (mass production). Dalam tata letak tipe ini, suatu
produk akan dapat dikerjakan sampai selesai di dalam departemen tersebut tanpa perlu
dipindah-pindahkan ke departemen lain.

Gambar 2.9 Products Layout

3. Tata letak berdasarkan kelompok produk (group technology layout)


Tata letak tipe ini didasarkan pada pengelompokan produk atau komponen yang akan
dibuat. Produk-produk yang identik dikelompokkan berdasarkan langkah proses,
bentuk, mesin, atau peralatan yang dipakai. Pada tipe group technology layout ini mesin-
mesin atau fasilitas produksi akan dikelompokkan dan ditempatkan dalam sebuah

33
manufacturing cell karena di sini setiap kelompok produk akan memiliki urutan proses
yang sama, maka akan menghasilkan tingkat efisiensi yang tinggi dalam prses
manufakturnya.

Gambar 2.10 Group Technology Layout

4. Tata letak berdasarkan lokasi material tetap (fixed material location layout)
Tata letak pabrik berdasarkan proses tetap, material atau kelompok produk yang utama
akan teteap tinggal pada posisi/lokasinya sedangkan fasilitas produksi seperti tools,
mesin, manusia, serta komponen-komponen kecil lainnya akan bergerak menuju lokasi
material atau komponen produk utama tersebut. Pada proses perakitan maka layout tipe
ini sering dijumpai karena disini tools dan peralatan kerja lainnya akan cukup mudah
untuk dipindahkan.

Gambar 2.11 Fixed Material Location Layout \

34
1.2.2. Layout Flow
Layout flow atau pola aliran berbeda dengan tipe layout, jika pada tipe layout berfokus
pada peempatan mesin dan peralatan produksi berbeda halnya dengan pola aliran yang
berfokus pada pola aliran/pergerakan yang digunakan untuk pengaturan aliran material
dalam proses produksi. Pola aliran dibedakan menjadi :
1. Pola aliran garis lurus (Straight Line), digunakan untuk proses produksi yang pendek
dan sederhana, item tunggal/sedikit, jumlah produksi yang besar. Pola aliran bahan ini
akan memberikan jarak perpindahan yang pendek antar proses, proses berlangsung lurus
sesuai urutan mesin. Serta jarak perpindahan bahan total akan kecil.

Gambar 2.12 Pola Aliran Garis Lurus


Sumber: Wignjosoebroto (1996)

2. Pola aliran bentuk U, pola ini digunakan jika aliran masuk material dan aliran keluarnya
produk pada lokasi yang relatif sama. Hal ini meningkatkan pemanfaatan fasilitas
transportasi dan mudah untuk mengawasi keluar masuknya material dan produk jadi.
Aliran perpindahan bahan relatif panjang.

Gambar 2.13 Pola Aliran Bentuk U


Sumber: Wignjosoebroto (1996)

3. Pola aliran bentuk circular, pola ini digunakan pada proses yang menghendaki
pengembalian material atau produk jadi pada titik awal produksi. Pola ini juga dapat
diterapkan pada proses yang menempatkan proses penerimaan bahan/material dan
pengiriman barang jadi pada area yang sama.

35
Gambar 2.14 Pola Aliran Bentuk Circular
Sumber: Wignjosoebroto (1996)

4. Pola aliran zig-zag, digunakan jika aliran produksi panjang dan lebih panjang dari
ruangan yang ditempati. Karena panjangnya proses, maka aliran bahan dibelokkan atau
di zigzag untuk mengurangi panjangnya garis aliran yang ada.

Gambar 2.15 Pola Aliran Bentuk Zig-Zag


Sumber: Wignjosoebroto (1996)

5. ODD Angle, digunakan apabila proses perpindahan bahan (material handling) secara
mekanik, terbatasnya ruang dan dikehendaki adanya pola aliran yang tetap. Tujuannya
adalah untuk memperoleh garis aliran produk melewati suatu kelompok kerja dari area
yang saling berkaitan.

Gambar 2.16 Pola Aliran Bentuk Odd Angle


Sumber: Wignjosoebroto (1996)

36
1.3. Sistem Material Handling
Menurut Meyers dan Stephens (2005), material handling dapat didefinisikan secara luas
sebagai semua penanganan material dalam lingkungan manufaktur. Secara lebih lengkap,
material handling dapat didefinisikan sebagai fungsi untuk menyediakan 9R yaitu material
dalam jumlah yang tepat (right amount), untuk material yang tepat (right material), dalam
kondisi yang tepat (right condition), pada tempat yang tepat (right place), pada waktu yang
tepat (right time), dalam posisi yang benar (right position), dalam urutan yang benar (right
sequence), dengan biaya yang pantas (right cost) dan dengan menggunakan alat dan metode
yang benar (right methods) yang meminimalkan biaya produksi (Tompkins et al., 2003).

1.3.1. Jenis Material Handling


Material handling merupakan hal yang perlu dipertimbangkan saat merencanakan tata
letak fasilitas, sehingga perlu diketahui jenis material handling. Jenis-jenis material
handling adalah sebagai berikut:
1. Conveyor
Conveyor merupakan alat yang digunakan untuk memindahkan material secara kontinyu
dengan jalur yang tetap. Terdapat beberapa tipe conveyor yang biasa dipergunakan, antara
lain belt coveyor, roller conveyor, screw conveyor, dan sebagainya. (Hari Purnomo,
2004:33)
2. Cranes & Hoists
Cranes (derek) dan Hoists (kerekan) adalah peralatan yang digunakan untuk
memindahkan beban secara terputus-putus dengan area yang terbatas. Terdapat beberapa
tipe cranes dan hoist antara lain jib crane, bridge crane, gantry crane, tower crane, stacker
crane, dan sebagainya. (Hari Purnomo, 2004:33)
3. Trucks
Trucks yang digerakkan tangan atau mesin dapat memindahkan material dengan
berbagai macam jalur yang ada. Yang termasuk dalam kelompok truck adalah fork lift trucks,
hand trucks, fork trucks, tailer trains, automated guide vehicles (AGV) dan sebagainya. (Hari
Purnomo, 2004:33)

1.3.2. Unit Load


Salah satu prinsip pemindahan bahan yaitu prinsip ukuran satuan, yang menyatakan
bahwa semakin besar beban yang dibawa, makin rendah biaya tiap satuan yang dipindah.

37
Unit load dapat diartikan yaitu sejumlah barang yang disusun atau dibatasi sehingga beban
tersebut dapat dipindah sebagai satu obyek tunggal. Beban tersebut terlalu besar untuk
dipindah oleh tangan manusia dan pelepasannya akan menyebabkan penyusunan ulang
untuk pemindahan berikutnya. Unit Load menunjukkan sejumlah packaged unit tertentu
yang bisa dimuat dalam skid box, pallets, dan lain lain. (Wignjosoebroto, 1996).

1.3.3. Kebutuhan Aisle


Jalan lintasan atau aisle dalam pabrik dipergunakan terutama untuk dua hal yaitu
komunikasi dan transportasi. Perencanaan yang baik daripada jalan lintasan ini akan banyak
menentukan proses gerakan perpindahan dari personil, bahan, ataupun peralatan produksi
dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Dengan demikian maka jalan lintasan ini akan
dipergunakan antara alain untuk hal-hal seperti :
a. Material handling
b. Gerakan perpindahan personil
c. Finished goods product handling
d. Pembuangan sekrap dan limbah industry lainnya
e. Pemindahan peralatan produksi baik untuk pergantian baru maupun untuk perawatan
Kondisi-kondisi darurat seperti kebakaran, dan lain lain

1.4. Perencanaan Layout Pabrik


Tata letak (layout) pabrik adalah suatu rancangan fasilitas, menganalisis, membentuk
konsep, dan mewujudkan sistem pembuatan barang atau jasa. Rancangan tata letak pabrik
umumnya digambarkan sebagai rancangan lantai, yaitu satu susunan fasilitas fisik
(perlengkapan, tanah, bangunan, dan sarana lain) untuk mengoptimalkan hubungan antara
petugas pelaksana, aliran barang, aliran informasi dan tata cara yang diperlukan untuk
mencapai tujuan usaha secara ekonomis dan aman (Apple, 1990:2).
Tata letak pabrik merupakan salah satu bagian terbesar dari suatu studi perancangan
fasilitas (facilities design). Facilities design terdiri dari pelokasian pabrik (plant location)
dan perancangan gedung (building design) dimana sebagaimana diketahui bahwa antara tata
letak pabrik (plant layout) dengan penanganan material (material handling) saling berkaitan
erat (Fred E. Meyers,1993:1).
Penyusunan tata letak yang baik dapat memperlihatkan suatu penyusunan daerah kerja
yang paling ekonomis untuk dijalankan, disamping itu akan menjamin keamanan dan

38
kepuasan kerja dari pegawai. Prestasi kerja dapat meningkat bila penyusunan tata letak
pabrik dilakukan dengan baik.

1.4.1. Systematic Layout Planning


Systematic layout planning adalah pendekatan secara umum untuk membuat tata letak
dengan mengindikasi prioritas kedekatan, lalu diambil menjadi beberapa faktor selain biaya
transportasi (Shim & Siegel, 1999:211). Alasan utama teknik SLP masih popular lebih dari
30 tahun adalah pendekatan langkah-langkah yang sederhana untuk merancang fasilitas.
Systematic layout planning memiliki empat fase (Heragu, 2016:76) sebagai berikut:
1. Fase I
Menentukan lokasi dari area dimana departemen akan didirikan. Dalam fase I ini
melibatkan identifikasi lokasi untuk departemen. Contohnya, area ini mungkin berada di
sebelah utara dari gedung atau berada dalam gedung yang berdekatan dengan gedung
manufaktur yang sudah ada. Fase ini merupakan fase termudah dari empat fase.
2. Fase II
Membuat tata letak secara umum dan keseluruhan. Fase II ini melibatkan penentuan
aliran material antar departemen, memeriksa kebutuhan kedekatan khusus, menentukan
ruang yang dibutuhkan untuk setiap departemen, menyeimbangkannya dengan ruang yang
tersedia, menggabungkan batasan-batasan (keamanan, budget, dll.) dan menghasilkan
sampai lima alternatif rencana tata letak. Rencana tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan
biaya dan pertimbangan non biaya lainnya dan satu layout dipilih untuk departemen-
departemen dan area-area kerja umum.
3. Fase III
Membuat rencana tata letak secara detail. Posisi relatif dari departemen-departemen
yang ditemukan dalam fase II tidak menyediakan detail dari layout dan lokasi spesifik dari
setiap mesin, alat-alat bantu, dan layanan pendukung seperti toilet, ruang kebersihan, stasiun
inspeksi dan ruang pengisian baterai. Layout detail dari departemen dan layanan pendukung
diselesaikan di fase III. Fase III berurusan dengan layout dari mesin-mesin dan alat bantu
lainnya di dalam setiap departemen.
4. Fase IV
Menginstalasi layout terpilih. Layout detail harus disetujui oleh orang-orang yang
bersangkutan seperti pegawai yang terlibat, para supervisor, dan para manajer. Lalu layout
akhir dipersiapkan. Gambar harus menunjukkan banyak detail karena mereka
menggunakannya untuk merencanakan pemindahan ke fasilitas baru. Dalam fase IV, dana

39
dan waktu disesuaikan untuk pemindahan, dan relokasi aktual untuk mesin serta layanan
yang dibutuhkan.
Prosedur yang digunakan oleh SLP untuk membuat layout keseluruhan dan detail di fase
II dan III membutuhkan data input yang diklasifikasikan menjadi lima kategori (Heragu,
2016:78) sebagai berikut:
1. Produk: Tipe-tipe dari produk yang diproduksi.
2. Kuantitas: Volume dari setiap tipe part.
3. Rute: Urutan operasi untuk setiap tipe part.
4. Services: Layanan pendukung, ruang locker, stasiun inspeksi, dan sebagainya.
5. Waktu: Kapan tipe part diproduksi? Mesin apa yang akan digunakan selama periode
waktu ini?

Secara ringkas prosedur pelaksanaan SLP dapat digambarkan dalam diagram berikut :

Gambar 2.17 Prosedur Systematic Layout Planning (SLP)

1.4.2. Activity Relationship Chart


Peta keterkaitan kegiatan (activity relationship chart) adalah suatu metode untuk
merencanakan dan menganalisis keterkaitan antara setiap kelompok kegiatan yang saling
berkaitan. Peta ini berguna untuk :
a) Penyusunan From To Chart.
b) Lokasi relatif dari pusat kerja.
c) Lokasi dalam operasi perawatan dan perbaikan.
d) Lokasi relatif dari daerah pelayanan dalam satu fasilitas produksi.

40
e) Memperoleh landasan untuk penyusunan daerah selanjutnya.
Berikut merupakan contoh dari ARC (activity relationship chart) yang ditunjukkan
pada gambar 2.X.

Gambar 2.18 Contoh ARC


Kode huruf yang menjelaskan derajat hubungan antara masing-masing departemen ini
secara khusus telah distandarkan, yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.2 Tabel Kode Derajat Hubungan Antar Fasilitas
Derajat (Nilai) Kedekatan Deskripsi Kode Warna
A Mutlak Penting
E Sangat Penting
I Penting
O Cukup/Biasa
U Tidak Penting
X Tidak Dikehendaki

Alasan kedekatan hubungan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel … berikut.
Tabel 2.3 Keterangan Simbol dan Deskripsi Alasan
Simbol Deskripsi Alasan/Keterangan
1 Urutan aliran proses

2 Melaksanakan kegiatan kerja yang sama

3 Menggunakan tenaga kerja yang sama

41
4 Adanya aliran informasi

5 Lembar kertas kerja yang sering dilakuakan

Tabel 2.3 Keterangan Simbol dan Deskripsi Alasan (Lanjutan)


Simbol Deskripsi Alasan/Keterangan
6 Keterkaitan kerja yang sering dilakukan

7 Menggunakan peralatan kerja yang sama

8 Menggunakan luas area yang sama

9 Memungkinkan adanya kondisi yang tidak diinginkan,


bising, asap, getaran, risiko keselamatan kerja.

1.4.3. Activity Relationship Diagram


Activity Relationship Diagram menjelaskan mengenai hubungan pola aliran bahan dan
lokasi dari masing-masing departemen penunjang terhadap departemen produksinya. Untuk
membuat ARD, maka terlebih dahulu data yang diperoleh dari ARC dimasukkan ke dalam
suatu lembar kerja seperti terlihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Lembaran Kerja (Work Sheet) Pembuatan ARD

Data yang sudah dikelompokkan kedalam lembar kerja kemudian dimasukkan


kedalam suatu activity template. Berikut contoh Activity Template Block Diagram
(ATBD), yaitu :

42
Gambar 2.5 X Activity Template Block Diagram (ATBD)

Setelah membuat ARD dan ATBD, selanjutnya dibuat Space relationship diagram
(SRD). Space relationship diagram dibuat berdasarkan Activity Relationship Diagram
dengan mempertimbangkan luas ruang yang dibutuhkan dan luas ruang yang tersedia.
Selanjutnya penentuan Block layout dapat dibuat memerlukan beberapa percobaan (trial
&error). Dengan mempertimbangkan space requirement dan space available, maka layout
yang direncanakan dapat dikonstruksikan secara sebenarnya.

1.4.4. Blocplan
Blocplan adalah sebuah program yang dikembangkan oleh Donaghey dan Pire pada
tahun 1991 dengan mengembangkan tata ruang. Blocplan merupakan algoritma untuk
pemecah masalah tata letak fasilitas dan menangani data kuantitatif sebaik data kualitatif.
Beberapa algoritma dapat menerima data secara kualitatif, contohnya berupa peta hubungan
sedangkan lainnya berupa data aliran secara kuantitatif seperti form to chart.
Dalam software Blocplan tersebut data yang dimasukkan berupa departemen-
departemen yang ada di dalam perusahaan, kemudian luas ruang dari departemen tersebut.
Setelah memasukkan data tersebut, kemudian memeasukkan hubungan kedekatan
berdasarkan ARC (activity relationship diagram). Software tersebut akan menghasilkan
layout dalam beberapa alternatif. Skor tertinggi dalam R-score adalah yang terbaik.

43
1.4.5. Sketchup
SketchUp merupakan suatu program yang mengutamakan pemodelan. pemodelan yang
diutamakan adalah pemodelan suatu objek atau benda. program sketchup memiliki plus dan
minus. program skecthup ini sangat tepat digunakan untuk memodelkan suatu konsep yang
kompleks. seorang designer di beri kemudahan dalam mendesain suatu model dengan
memutar, memperbesar dan memperkecil dengan cepat dan tepat. pada Sketchup sendiri
tidak hanya membuat gambar tetapi juga dapat membuat video berjalan/animasi. (Stine,
2013:2)

44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas langkah-langkah pengerjaan dan diagram alir dalam
praktikum ini.

3.1 Langkah–langkah Pengerjaan


Pada studi kasus PT. ADI KARYA GOLF terdapat langkah-langkah pengerjaan, yaitu:
1. Mulai
2. Input studi kasus PT. ADI KARYA GOLF
3. Melakukan identifikasi masalah pada studi kasus yang ada pada proses produksi di PT.
ADI KARYA GOLF
4. Melakukan tinjauan pustaka berdasarkan sumber yang relevan.
5. Menentukan tujuan dan manfaat pada studi kasus yang ada pada proses produksi di
PT. ADI KARYA GOLF
6. Perencanaan dan pengendaian produksi.
a. Melakukan pengolahan data peramalan dengan menggunakan software Minitab
18. Berikut ini adalah langkah-langkah yang digunakan untuk mengolah data
dari produk stick golf dengan menggunakan software Minitab 18.
1) Melihat pola data dari produk stick golf
a) Buka software minitab 16.
b) Masukkan data historis permintaan pelanggan untuk produk stick golf
pada worksheet C1.
c) Klik Stat – Time series – Time series Plots – Simple – Ok.

Gambar 3.1 Menu stat untuk time series plots.


d) Klik C1 at olahraga golf – Select – Ok.

45
Gambar 3.2 Time series plots analysis

2). Melakukan pengujian autokorelasi


f) Klik Stat – Time series – Autocorrelation Function

Gambar 3.3 Menu stat untuk autocorrelation


g) Klik C1 alat olahraga golf – Select – Ok.

Gambar 3.4 Autocorrelation function

3) Melakukan peramalan (forecasting)


a) Untuk pengujian dengan metode Trend analysis, Klik Stat – Time series
–Winters Method .

46
Gambar 3.5 Menu stat untuk trend analysis
b) Masukkan C1 at pada Variable – isi angka 6 pada seasonal length– pilih
multiplicative method– Isi angka 0.9 pada level, 0.1 pada trend, dan 0.1 pada
seasonal pada weights to use in smoothing– Centang Generate forecasts– isi
angka 6 pada Number of forecast– klik OK.

Gambar 3.6 Winters Method


b. Melakukan proses agregasi untuk pengalokasian sumber daya. Untuk melakukan
proses agregasi akan dilakuakan dengan menggunakan software Ms. Exel dan
dengan mencoba tiga motode agregat yaitu chase, level dan linear programming.
Berikut merupakan langkah proses agregasi dengan menggunakan software Ms.
Exel.
1) Metode chase
a) Buka software Ms. Exel.

47
b) Masukkan data produksi untuk pembuatan.
c) Tentukan jumlah pekerja yang digunakan sesuai dengan pekerja yang
dibutuhkan tiap periode.
d) Tentukan jumlah jam lembur sesuai dengan syarat tidak terjadi
backorder.
2) Metode level
a) Buka software Ms. Excel.
b) Masukkan data produksi untuk pembuatan.
c) Tentukan jumlah pekerja yang digunakan sesuai dengan pekerja yang
dibutuhkan terbesar dari seluruh periode.
d) Tentukan jumlah jam lembur sesuai dengan syarat tidak terjadi
backorder.
3) Metode linear programming
a) Buka software Ms. Excel.
b) Masukkan data produksi untuk pembuatan.
c) Tentukan jumlah pekerja yang digunakan dan jumlah jam lembur dengan
menggunakan solver.
d) Buka menu solver – masukkan Total Biaya pada set target cell – Pilih
Min pada Equal – isikan cell yang memiliki variabel bebas – isikan
constrain atau kendala – Ok

*
Gambar 3.7 Solver parameter untuk metode linear programming

48
c. Melakukan proses disagregasi untuk masing-masing jenis golf club dengan
metode linear programming menggunakan sofware Ms. Exel. Berikut
merupakan langkah-langkah diasgregasi menggunkan sofware Ms. Exel.
a) Buka software Ms. Excel.
b) Masukkan data waktu produksi yang telah didapatkan dari proses agregat.
c) Buka menu solver – Masukkan Total golf club pada set target cell – pilih
Value of pada Equal to, isikan dengan Total golf club pada kolom produksi -
isikan cell yang memiliki variabel bebas – isikan constrain atau kendala – Ok.

Gambar 3.8 Solver parameter untuk metode linear programming


d. Membuat Master Production Schedule dari hasil disagregasi yaitu jumlah produk
yang harus di produksi per periode. Output dari disagregasi tersebut merupakan
input yang digunakan untuk menjadwalkan produksi.
Tabel 3.1 MPS
PRODUK PTF
Periode 1 2 3 4 5 6 7 N
Forecast
Production Forecast
Actual Demand
MPS
Projected Avalaible
Balance
Available To
Promise
Planned Order

49
e. Melakukan uji kelayakan MPS dengan menggunakan Rough Cut Capacity Planning
untuk dapat mengambil tindakan perbaikan apabila ditemukan adanya
ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi induk dengan kapasitas yang tersedia.
f. Melakukan perencanaan kebutuhan material (MRP).
1) Membuat tabel Material Requirement Planning (MRP) untuk level 0, level 1,
level 2, level 3, dan level 4.
2) Untuk MRP level 0 menggunakan metode Lot for Lot untuk item Iron Golf Club
dan Putter Golf Club.
3) Untuk MRP level 1 menggunakan metode Lot for Lot untuk item Main Body Iron
dan Main Body Putter. Lalu menggunakan metode Fix Order Quantity, Least
Unit Cost dan Periodic Order Quantity untuk item Iron Grip dan Putter Grip.
4) Untuk MRP level 2 menggunakan metode Lot for Lot untuk item Putter Shaft,
Putter Head, dan Iron Head.
5) Untuk MRP level 3 menggunakan metode Lot for Lot untuk item Brand Emblem,
Iron Head Body, dan Putter Head Body. Sedangkan untuk item CounterWeights
pada produk Putter Golf Club, metode yang digunakan adalah metode Fix Order
Quantity, Least Unit Cost dan Periodic Order Quantity. Sedangkan untuk item
Shaft Body, Weights di produk Putter Golf Club, metode yang digunakan adalah
metode Fix Order Quantity dan Periodic Order Quantity.
6) Untuk MRP level 4 pada produk Putter Golf Club menggunakan metode Lot for
Lot untuk item Putter Lie dan Putter Part.
7) Untuk material Stainless Steel dan Iron pada kedua produk menggunakan metode
Fix Order Quantity dan Periodic Order Quantity. Selanjutnya dilakukan
perbandingan untuk metode FOQ dan POQ yang ditinjau dari perhitungan biaya
penyimpanan, biaya pembelian, biaya pemesanan, dan total biaya.
g. Melakukan perencanaan sistem CRP
1) Melakukan perhitungan run time produk iron golf club dan putter golf club
2) Kemudian hitung waktu proses produksi pada setiap mesin dari furnace, casting
station, cutting station, polishing station, moulding station, painting station, dan
assembly station pada tiap minggu selama periode 27,28,29,30,31 dan 32.
3) Bandingkan waktu rata-rata yang dibutuhkan dengan waktu rara-rata yang
tersedia.
h. Melakukan perencanaan system ERP

50
Untuk membuat database dari produk dan juga memesan kebutuhan komponen
kepada pemasok terkait dengan jumlah berdasarkan hasil yang sudah dilakukan
dalam perhitungan MRP.
1) Membuka software odoo
2) Membuat Bill of Material dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club.
3) Membuat modul manufacturing
4) Membuat modul purchasing
5) Membuat modul inventory
a. Merancang tata letak fasilitas dengan metode Systematic Layout Planning (SLP)
menggunakan software Blocplan.
Melakukan perencanaan fasilitas untuk PT. Adi Karya Golf sehingga dapat
diketahui layout yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Berikut merupakan
langkah-langkah penggunaan software Blocplan:
1. Membuka aplikasi DOSbox.

Gambar 3.9 Tampilan awal aplikasi DOSbox

2. Setelah itu, input directory dimana folder software blocplan ditempatkan pada
hard disk. Ketik “mount c c:\BlocPLan”, lalu tekan enter. Input “c:\” untuk
mengganti directory Z menjadi C: ( C: merupakan tempat dimana blocplan
berada). Input directory untuk melihat daftar folder pada directory C:. Pada
C:\>input “BPLAN90.exe” lalu tekan enter. Kemudian menekan enter lagi
pada jendela awal Blocplan.

51
Gambar 3.10 Tampilan awal aplikasi DOSbox untuk membuka Blocplan

3. Pilihan input data Disk (D) merupakan file yang sudah disimpan sebelumnya
di harddrive computer, sedangkan keyboard (K) merupakan file baru yang
akan diinput. Memilih (K). Kemudian memasukkan jumlah departemen di
dalam kantor yaitu 7 bagian yang ada pada PT. Adi Karya Golf.
4. Memasukkan nama-nama departemen beserta luas areanya sampai dengan
bagian ke- 7. Kemudian mengonfirmasi data luas area masing-masing bagian.
5. Memasukkan hubungan kedekatan antar departemen yang didapatkan
berdasarkan ARC lalu tekan enter untuk menginput relasi ke departemen
selanjutnya.
6. Masukkan nilai vector dengan menggunakan angka default Blocplan saja.
7. Merekapitulasi skor tiap departemen yang dihitung berdasarkan nilai vector.
8. Pada menu utama, pilih opsi 3 single story layout dan opsi nomor 4 automatic
search.
9. Memilih jumlah layout yang ingin dihasilkan, yaitu sebanyak 5 untuk lima
alternatif layout yang ingin dimunculkan.
10. Setelah dilakukan komputasi pada 5 (lima) layout, akan ditampilkan
adjacency score dari setiap layout yang dihasilkan. Kemudian memilih nilai
adjacency yang paling mendekati 1.
b. Desain Layout
1. Mendesain tata letak fasilitas secara 2 dimensi dengan menggunakan software
Visio.
2. Mendesain tata letak fasilitas secara 3 dimensi dengan menggunakan software
SketchUp.
1) Analisis dan pembahasan.

52
Setelah melakukan perencanaan dan pengendalian produksi, serta membuat
perencanaan dan desain layout baru selanjutnya dibuat analisa dan pembahasan
mengenai hasil perencanaan yang dapat diterapkan oleh PT. Adi Karya Golf.
2) Kesimpulan dan saran.
Setelah melakukan analisis dan pengolahan data, tahap yang terakhit adalah
membuat kesimpulan dan saran berdasarkan hasil yang telah didapatkan.
3) Selesai.

53
3.2 DIAGRAM ALIR
Berikut merupakan diagram alir dari pengerjaan studi kasus PT. Adi Karya Golf
Mulai

Studi Kasus

Studi Pustaka

Identifikasi Masalah

Menentukan Tujuan
dan Manfaat

Perencaan dan
Pengendalian Produksi:
1. Forecast
2. Perencanaan
Agregat
3. Perencanaan
Disagregat
4. MPS
5. RCCP
6. Line Balancing
7. MRP
8. Perencanaan Sistem
ERP

Perencanaan Tata
Letak Fasilitas dan
Desain Layout

Analisis dan
Pembahasan

Desain Layout
baru

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.9 Diagram alir pengerjaan studi kasus

54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan membahas mengenai peramalan, perencanaan agregat dan disagregat,
master production schedule, line balancing, rough cut capacity planning, berdasarkan studi
kasus. Berikut pemaparan mengenai hal tersebut.

4.1 Peramalan
Peramalan dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian terhadap sesuatu yang akan
terjadi dimasa yang akan datang. Untuk melakukan peramalan, diperlukan data permintaan
aktual produk alat olahraga golf di PT. Adi Karya Golf. Di bawah ini merupakan data
penjualan produk alat olahraga golf di PT. Adi Karya Golf.
Tabel 4.1 Data Penjualan Aktual Produk Alata Olahraga golf
Periode Demand Periode Demand
1 737 19 1034
2 719 20 1083
3 730 21 1091
4 719 22 1068
5 713 23 1001
6 747 24 1000
7 849 25 1137
8 863 26 1112
9 831 27 1106
10 810 28 1146
11 802 29 1112
12 847 30 1182
13 952 31 1285
14 903 32 1274
15 941 33 1268
16 949 34 1239
17 936 35 1255
18 987 36 1285

Setelah mengetahui data penjualan produk alat olahraga golf di PT. Adi Karya Golf,
kemudian dilakukan interpretasi grafik, autokorelasi, peramalan produk, dan perbandingan
peramalan. Berikut merupakan interpretasi grafik, autokorelasi, peramalan produk, dan
perbandingan peramalan.

55
4.1.1 Interpretasi Grafik
Interpretasi grafik merupakan langkah selanjutnya setelah mengetahui data historis
penjualan alat olahraga golf di PT. Adi Karya Golf. Interpretasi grafik dilakukan untuk
melihat pola data penjualan produk golf club. Berikut merupakan hasil pola data alat
olahraga golf dari Minitab 18.

Gambar 4.1 Pola data penjualan alat olahraga golf dengan minitab 18
Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa grafik penjualan alat olahraga golf dari
hasil data yang dimiliki terjadi penurunan pada periode 2, namun terjadi peningkatan pada
periode ke 3 dan terus terjadi penurunan pada periode 5 kemudian pada periode ke 6 terjadi
peningkatan lagi hingga periode ke 8. Pada periode ke 9 terjadi penurunan secara terus
menerus hingga periode 12 dan periode ke 13 mengalami peningkatan hingga ke periode 14.
Selanjutnya terjadi penurunan pada periode ke 15 serta kenaikan pada periode ke 16 dan
penurunan pada periode ke 17, namun terjadi kenaikan kembali pada periode ke 17 hingga
periode 21 kemudian terjadi penurunan yang cukup drastis hingaa periode 24. Apabila
dilihat dari pola data pada hasil grafik tersebut, pola data hasil penjualan alat olahraga golf
cenderung untuk meningkat dari periode-periode sebelumnya sehingga grafiknya berbentuk
flutuatif yang cenderung meningkat setiap 6 bulan dan mengalami penurunan setelah
mengalami peningkatan. Maka dari pola grafik data permintaan tersebut dapat disimpulkan
apabila pola data permintaan bersifat seasonal atau musiman, dimana tiap periode kelipatan
6 selalu mengalami kenaikan permintaan dari periode sebelumnya.

56
4.1.2 Autokorelasi
Analisis autokorelasi merupakan analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan
antara masing – masing data pada setiap periode. Suatu data dinyatakan memiliki pola
seasonal, apabila terdapat satu atau lebih lag yang melebihi garis putus – putus dan terdapat
pola data yang berulang pada interval waktu tertentu. Sedangkan data yang memiliki pola
trend dapat diketahui apabila pada periode awal kondisi lag jauh berbeda dari titik nol namun
pada periode akhir kondisi lag mendekati nol. Garis warna biru menunjukkan lag sedangkan
garis warna merah significance limit apabila bila garis merah memotong garis biru maka
data memiliki pola seasonal tren, kalau tidak terpotong maka memiliki pola trend. Berikut
merupakan hasil autokorelasi dengan menggunakan software Minitab 18.

Gambar 4.2 Hasil uji autokorelasi alat olahraga golf


Dari hasil uji autokorelasi pada gambar 4.2, terlihat bahwa lag pada periode awal
berbeda jauh dari nol dan pada akhir periode kondisi lag mendekati nol. Namun perlu
dicermati apabila terdapat pola data yang berulang pada interval waktu 12, 18 dan 24
sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk data penjualan ala tolahraga golf mempunyai pola
data trend seasonal. Metode forecast yang tepat digunakan untuk pola data trend seasonal
adalah winters’ method.
4.1.3 Peramalan Produk
Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai hasil dari peramalan produk alat olahraga
golf di PT. Adi Karya Golf selama periode 6 bulan ke depan. Setelah melakukan analisis
time series dan analisis autokorelasi diketahui bahwa data memiliki pola trend seasonal

57
maka metode peramalan yang digunakan yaitu winters’ method.. Peramalan ini dilakukan
untuk mengurangi ketidakpastian terhadap sesuatu yang akan terjadi dimasa yang akan
datang.. Berikut merupakan grafik hasil forecast menggunkan metode winter’s method.

Gambar 4.3 Peramalan winters’ method


Dari gambar 4.3 dapat diketahui apabila forecast menggunakan winter’s method
menggunakan nilai alpha (level) sebesar 0.9, nilai gamma (trend) sebesar 0.1 dan nilai delta
(seasonal) sebesar 0.1 dengan parameter kesalahan MAPE bernilai 2.84, MAD bernilai
28.69 dan MSD sebesar 1542.60. Berikut merupakan tabel hasil forecast dengan
menggunakan metode winter’s.
Tabel 4.2 Hasil Peramalan metode winter’s
Metode Forecast MAPE MAD MSD
1323.77
1320.94
Winters’ Method 1331.86
2.84 28.69 1542.60
Plot 1333.15
1317.35
1379.38
Dari tabel 4.2 diatas dapat diketahui hasil peramalan dengan Winters’ Method Plot
menghasilkan MAPE bernilai 2.28, MAD berniali 28.69 dan MSD bernilai 1524.60 dari
hasil tersebut hasil forecast dengan menggunakan metode winter’s kemudian akan
digukanan untuk perencanaan agregat.

4.2 Perencanaan Agregat


Jika sudah didapatkan hasil peramalan dengan eror terkecil maka langkah selanjutnya
adalah membuat perencanaan agregat dengan menggunakan data permintaan (demand)

58
berdasarkan MAP, MAD dan MSD terkecil. Perencanaan agregat bertujuan untuk
memberikan keputusan yang optimum berdasarkan sumber daya yang dimiliki perusahaan
untuk memenuhi permintaan produksi yang dihasilkan. Terdapat tiga strategi dalam
perencanaan agregat yaitu chase strategy, level strategy, dan mix strategy. Selanjutnya akan
dipilih strategy yang memiliki total biaya terendah. Berikut merupakan informasi yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan perencanaan agregat.
Tabel 4.3 Hasil Peramalan Permintaan dan Total Permintaan
Periode Forecasting Hasil Roundup Waktu (jam) Total Permintaan
(jam)
37 1323,77 1324 1324
38 1320,94 1321 1321
39 1331,86 1332 1332
1
40 1333,15 1334 1334
41 1317,35 1318 1318
42 1379,39 1380 1380

Tabel 4.4 Biaya Produksi PT. Adi Karya Golf


Jenis Biaya Biaya
Biaya Kerja Reguler / jam Rp 25.000
Biaya Kerja Lembur / jam Rp 35.000
Biaya Perekruitan Rp 1.000.000
Biaya Pemecatan Rp 1.500.000
Biaya Simpan/pasang/bulan Rp 50.000

Tabel 4.5 Hari Kerja


Keterangan Jumlah
Hari Kerja 20
Jam Kerja 160
Jam Lembur 40

Tabel 4.6 Informasi Waktu Proses


Produk Waktu (menit)
Iron Golf Club 46
Putter Golf Club 60

4.2.1 Chase Strategy


Perencanaan agregat dengan chase strategy merupakan strategi dengan
mempertimbangkan pemecatan (hiring), perekruitan (firing), tenaga kerja yang digunakan
untuk memproduksi stick golf serta jumlah tenaga kerja regular dan lembur yang berbeda
pada setiap periode. Chase strategy terdapat inventory kumulatif karena berdasarkan
kapasitas produksi yang dibuat dan total waktu pekerja digunakan secara penuh sehingga
tidak memungkinkan adanya zero inventory. Berikut merupakan perhitungan perencanaan
agregat dengan metode chase strategy. Berikut merupakan perhitungan perencanaan agregat
degan menggunakan chase strategy.

59
Tabel 4.4 Perhitungan chase strategy
Periode 37 38 39 40 41 42 Cost
Kebutuhan (Unit) 1324 1321 1332 1334 1318 1380
Hari Kerja 20 20 20 20 20 20
Total Jam Kerja 60 60 60 60 60
60
Reguler/Bln
Total Jam Kerja 40 40 40 40 40 40
Lembur/Bln
Total Jam Kerja 200 200 200 200 200
200
Tersedia
Total
Permintaan(Jam) 1324 1321 1332 1334 1318 1380
Pekerja Dibutuhkan 7 7 7 7 7 7
Pekerja Tersedia 0 7 7 7 7 7
Pekerja Digunakan 7 7 7 7 7 7
Pekerja Lembur 6 5 5 5 5 7
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya Pokok Pekerja
28.000.000 28.000.000 28.000.000 28.000.000 28.000.000 28.000.000 168.000.000
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya Lembur Pekerja Rp 7.000.000
8.400.000 7.000.000 7.000.000 7.000.000 9.800.000 46.200.000
Rekrut Pekerja 7 0 0 0 0 0
Rp
Biaya Perekrutan 0 0 0 0 0 Rp 7.000.000
7.0000.000
Pekerja Diberhentikan 0 0 0 0 0 0
Biaya Diberhentikan 0 0 0 0 0 0
Kapasitas Produksi 1120 1120 1120 1120 1120
1120
Reguler
Kapasitas Produksi 200 200 200
240 200 280
Lembur
Kapasitas Produksi 1320 1320 1320
1360 1320 1400
Total
Unit Diproduksi (Jam) 1360 1320 1320 1320 1320 1400
Persediaan (Jam) 36 -1 -12 -14 2 20
Kumulative
Persediaan 36 35 23 9 11 31
Rp Rp Rp Rp
Biaya Persediaan
1.800.000 Rp 1.750.000 1.150.000 Rp 450.000 Rp 550.000 1.550.000 46.200.000
Rp.
Total Biaya
7.250.000

Tabel 4.7 Tabel Perhitungan Chase Strategy Periode Pertama


No Data Periode 37 Perhitungan
1 Kebutuhan = kebutuhan didapatkan dari hasil software minitab
2 Total permintaan (jam) = kebutuhan × family product (jam)
= 1324 x 1 = 1324 jam
3 Jam kerja regular/Bln = hari kerja × 8 (1 hari 8 jam kerja)
= 160
4 Jam kerja lembur/Bln = hari lembur × 2 (1 hari 2 jam lembur)
= 20 hari x 2 jam lembur = 40
5 Jam kerja tersedia = jam kerja regular/bulan + jam kerja lembur/bulan
= 160 + 40 = 200jam
6 Pekerja dibutuhkan =Kebutuhan waktu produksi/Total Jam Kerja Tersedia
= 1324 jam/200 jam

= 6,62 pekerja = 7 Pekerja


7 Pekerja tersedia = Pekerja yang digunakan pada periode sebelumnya
=0
8 Rekrut pekerja = 7
9 Pekerja digunakan =sesuai dengan pekerja yang dibutuhkan
=7

60
10 Pekerja lembur =menyesuaikan jumlah pekerja yang digunakan dan
jumlah inventory sehingga inventory tidak minus
=6
11 Jam produksi regular = pekerja digunakan × total jam kerja regular
= 7 x 160 = 1120
12 Jam lembur yang digunakan = pekerja lembur × total jam kerja lembur
= 7 x 40 = 280
13 Jam produksi total = jam lembur yang digunakan + jam produksi regular
= 280+1120 = 1400
14 Persediaan (sisa jam) = unit produksi (jam) – total permintaan (jam)
= 1360 – 1324= 36
15 Kumulative persediaan = kumulative persediaan peride sebelumnya + unit produksi
(jam) – total permintaan
= 1360 – 1324= 36
16 Biaya regular pekerja =pekerja tersedia × jam kerja regular × biaya regular
= 7 x 160 x Rp 25.000 = Rp 28.000.000
17 Biaya lembur pekerja =pekerja lembur × jam kerja lembur ×biaya lembur
= 4 x 40 x Rp 35.000 = Rp 8.400.000
18 Biaya persediaan = kumulative persediaan × biaya simpan/jam/bulan
=36 x Rp 50.000 = Rp1.800.000
19 Biaya rekrut = rekrut pekerja × biaya perekrutan
= 7 x Rp 1.000.000 = Rp 7.000.000
20 Biaya fire = pekerja diberentikan × biaya pemecatan = 0

Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa total biaya yang akan dikeluarkan perusahaan
apabila menggunakan metode chase strategy untuk proses agregat adalah sebesar Rp
228.450.000,- dengan jumlah pekerja yang dibutuhkan pada jam reguler pada periode 1
sampai 6 adalah 7 pekerja., sedangkan untuk pekerja lembur pada periode 1 adalah 6 pekerja
sedangkan untuk periode 2 sampai 5 adalah 5 pekerja dan periode 6 adalah 7 pekerja.

4.2.2 Level Strategy


Perencanaan agregat dengan level strategy merupakan strategi yang memiliki ketentuan
jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk melakukan produksi tetap untuk setiap periode
dan jumlah produksi dibuat mendekati rata – rata jumlah permintaan. Berikut merupakan
perhitungan perencanaan agregat dengan metode level strategy.
Gambar 4.5 Perhitungan Level Strategy
Periode 37 38 39 40 41 42 Cost
Kebutuhan (Unit) 1324 1321 1332 1334 1318 1380
Hari Kerja 20 20 20 20 20 20
Total Jam Kerja 60 60 60 60 60
60
Reguler/Bln
Total Jam Kerja 40 40 40 40 40 40
Lembur/Bln
Total Jam Kerja 200 200 200 200 200
200
Tersedia
Total
Permintaan(Jam) 1324 1321 1332 1334 1318 1380
Pekerja Dibutuhkan 7 7 7 7 7 7
Pekerja Tersedia 0 7 7 7 7 7
Pekerja Digunakan 7 7 7 7 7 7

61
Pekerja Lembur 6 6 6 6 6 6
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya Pokok
28.000.00 28.000.00 28.000.00 28.000. 28.000. 28.000. 168.000.0
Pekerja
0 0 0 000 000 000 00
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya Lembur Rp
8.400.000 8.400.000 8.400.0 8.400.0 8.400.0 50.400.00
Pekerja 8.400.000
00 00 00 0
Rekrut Pekerja 7 0 0 0 0 0
Rp
Rp
Biaya Perekrutan 7.0000.00 0 0 0 0 0
7.000.000
0
Pekerja
0 0 0 0 0 0
Diberhentikan
Biaya Diberhentikan 0 0 0 0 0 0
Kapasitas Produksi 1120 1120 1120 1120 1120
1120
Reguler
Kapasitas Produksi 240 240 240 240 240
240
Lembur
Kapasitas Produksi 1360 1360 1360 1360 1360
1360
Total
Unit Diproduksi 1320 1320 1320
1360 1320 1400
(Jam)
Persediaan (Jam) 36 39 28 26 42 -20
Kumulative
Persediaan 36 75 103 129 171 151
Rp Rp Rp Rp
Biaya Persediaan Rp Rp Rp 6.450.0 8.550.0 7.550.0 33.250.00
1.800.000 3.750.000 5.150.000 00 00 00 0
Rp.
Total Biaya 258.650.
000

Tabel 4.8 Tabel Perhitungan Level Strategy Periode Pertama


No Data Periode 37 Perhitungan
1 Kebutuhan = kebutuhan didapatkan dari hasil software minitab
2 Total permintaan (jam) = kebutuhan × family product (jam)
= 1324 x 1 = 1324 jam
3 Jam kerja regular/Bln = hari kerja × 8 (1 hari 8 jam kerja)
= 160
4 Jam kerja lembur/Bln = hari lembur × 2 (1 hari 2 jam lembur)
= 20 hari x 2 jam lembur = 40
5 Jam kerja tersedia = jam kerja regular/bulan + jam kerja lembur/bulan
= 160 + 40 = 200jam
6 Pekerja dibutuhkan =Kebutuhan waktu produksi/Total Jam Kerja Tersedia
= 1324 jam/200 jam

= 6,62 pekerja = 7 Pekerja


7 Pekerja tersedia = Pekerja yang digunakan pada periode sebelumnya
=0
8 Rekrut pekerja = 7
9 Pekerja digunakan =sesuai dengan pekerja yang dibutuhkan
=7
10 Pekerja lembur =menyesuaikan jumlah pekerja yang digunakan dan
jumlah inventory sehingga inventory tidak minus
=6
11 Jam produksi regular = pekerja digunakan × total jam kerja regular
= 7 x 160 = 1120

62
12 Jam lembur yang digunakan = pekerja lembur × total jam kerja lembur
= 7 x 40 = 280
13 Jam produksi total = jam lembur yang digunakan + jam produksi regular
= 280+1120 = 1400
14 Persediaan (sisa jam) = unit produksi (jam) – total permintaan (jam)
= 1360 – 1324= 36
15 Kumulative persediaan = kumulative persediaan peride sebelumnya + unit produksi
(jam) – total permintaan
= 1360 – 1324= 36
16 Biaya regular pekerja =pekerja tersedia × jam kerja regular × biaya regular
= 7 x 160 x Rp 25.000 = Rp 28.000.000
17 Biaya lembur pekerja =pekerja lembur × jam kerja lembur ×biaya lembur
= 4 x 40 x Rp 35.000 = Rp 8.400.000
18 Biaya persediaan = kumulative persediaan × biaya simpan/jam/bulan
=36 x Rp 50.000 = Rp1.800.000
19 Biaya rekrut = rekrut pekerja × biaya perekrutan
= 7 x Rp 1.000.000 = Rp 7.000.000
20 Biaya fire = pekerja diberentikan × biaya pemecatan = 0

Dari gambar diatas, dapat diketahui bahwa total biaya yang akan dikeluarkan
perusahaan apabila menggunakan metode level strategy untuk proses agregat adalah sebesar
Rp 258.650.000,- dengan jumlah pekerja yang dibutuhkan pada jam reguler pada periode 1
sampai 6 adalah 7 pekerja, sedangkan untuk pekerja lembur pada periode 1 sampai 6 adalah
6 pekerja.

4.2.3 Metode Linear Programming


Perencanaan agregat dengan linear programming merupakan strategi gabungan antara
chase strategy (zero inventory strategy) dan level strategy. Hal ini dilakukan untuk
meminimumkan biaya perekrutan dan biaya pemberhentian tenaga kerja. Berikut merupakan
perencanaan agregat dengan metode linear programming.
Gambar 4.6 Perhitungan linear programming
Periode 37 38 39 40 41 42 Cost
Kebutuhan (Unit) 1324 1321 1332 1334 1318 1380
Hari Kerja 20 20 20 20 20 20
Total Jam Kerja 60 60 60 60 60
60
Reguler/Bln
Total Jam Kerja 40 40 40 40 40 40
Lembur/Bln
Total Jam Kerja 200 200 200 200 200
200
Tersedia
Total
Permintaan(Jam) 1324 1321 1332 1334 1318 1380
Pekerja Dibutuhkan 7 7 7 7 7 7
Pekerja Tersedia 0 8 8 8 8 8
Pekerja Digunakan 8 8 8 8 8 8
Pekerja Lembur 2 1 1 1 1 3
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya Pokok Pekerja 32.000.00 32.000.00 32.000.00 32.000. 32.000. 32.000. 192.000.
0 0 0 000 000 000 000

63
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Biaya Lembur Rp
1.400.000 1.400.000 1.400.0 1.400.0 4.200.0 12.600.0
Pekerja 2.800.000
00 00 00 00
Rekrut Pekerja 8 0 0 0 0 0
Rp Rp
Biaya Perekrutan 8.0000.00 0 0 0 0 0 8.000.00
0 0
Pekerja
0 0 0 0 0 0
Diberhentikan
Biaya Diberhentikan 0 0 0 0 0 0
Kapasitas Produksi 1280 1280 1280 1280 1280 1280
Reguler
Kapasitas Produksi 80 40 40 40 40 120
Lembur
Kapasitas Produksi 1360 1320 1320 1320 1320 14000
Total
Unit Diproduksi 1320 1320 1320
1360 1320 1400
(Jam)
Persediaan (Jam) 36 -1 -12 -14 2 20
Kumulative
Persediaan 36 35 23 9 11 31
Rp Rp Rp Rp
Biaya Persediaan Rp Rp Rp 450.00 550.00 1.550.0 7.250.00
1.800.000 1.750.000 1.150.000 0 0 00 0
Rp.
Total Biaya 219.850.
000

Tabel 4.9 Tabel Perhitungan Linear Programming Periode Pertama


No Data Periode 37 Perhitungan
1 Kebutuhan = kebutuhan didapatkan dari hasil software minitab
2 Total permintaan (jam) = kebutuhan × family product (jam)
= 1324 x 1 = 1324 jam
3 Jam kerja regular/Bln = hari kerja × 8 (1 hari 8 jam kerja)
= 160
4 Jam kerja lembur/Bln = hari lembur × 2 (1 hari 2 jam lembur)
= 20 hari x 2 jam lembur = 40
5 Jam kerja tersedia = jam kerja regular/bulan + jam kerja lembur/bulan
= 160 + 40 = 200jam
6 Pekerja dibutuhkan =Kebutuhan waktu produksi/Total Jam Kerja Tersedia
= 1324 jam/200 jam

= 6,62 pekerja = 7 Pekerja


7 Pekerja tersedia = Pekerja yang digunakan pada periode sebelumnya
=0
8 Rekrut pekerja = 8
9 Pekerja digunakan =sesuai dengan pekerja yang dibutuhkan
=8
10 Pekerja lembur =menyesuaikan jumlah pekerja yang digunakan dan
jumlah inventory sehingga inventory tidak minus
=2
11 Jam produksi regular = pekerja digunakan × total jam kerja regular
= 8 x 160 = 1280
12 Jam lembur yang digunakan = pekerja lembur × total jam kerja lembur
= 2 x 40 = 80
13 Jam produksi total = jam lembur yang digunakan + jam produksi regular
= 80+1280 = 1360
14 Persediaan (sisa jam) = unit produksi (jam) – total permintaan (jam)

64
= 1360 – 1324= 36
15 Kumulative persediaan = kumulative persediaan peride sebelumnya + unit produksi
(jam) – total permintaan
= 1360 – 1324= 36
16 Biaya regular pekerja =pekerja tersedia × jam kerja regular × biaya regular
= 8 x 160 x Rp 25.000 = Rp 32.000.000
17 Biaya lembur pekerja =pekerja lembur × jam kerja lembur ×biaya lembur
= 2 x 40 x Rp 35.000 = Rp 2.800.000
18 Biaya persediaan = kumulative persediaan × biaya simpan/jam/bulan
=36 x Rp 50.000 = Rp1.800.000
19 Biaya rekrut = rekrut pekerja × biaya perekrutan
= 8 x Rp 1.000.000 = Rp 8.000.000
20 Biaya fire = pekerja diberentikan × biaya pemecatan = 0

Berikut merupakan solver parameter untuk perhitungan agregat merode linear


programming.

Gambar 4.7 Solver parameter


Tabel 4.10 Solver Parameter
Solver Parameter Keterangan
Set target cell $AA$12 Total biaya keseluruhan
Equal to Min Min
By changing Rekrut pekerja,pemecatan
variable cells $N$5:$N$10;$P$5:$P$10;$R$5:$S$10 pekerja, pekerja digunakan
(REGULER), pekerja lembur
$N$5:$N$10= integer rekrut pekerja
$N$5:$N$10>= $O$5:$O$10 rekrut pekerja
$N$5:$N$10>= 0 rekrut pekerja
$P$5:$P$10= integer Pemecatan pekerja
Subject to the
$P$5:$P$10 >= $Q$5:$Q$10 Pemecatan pekerja
constraint
$P$5:$P$10 >= 0 Pemecatan pekerja
Pekerja
$R$5:$S$10= integer digunakan(REGULER),
pekerja lembur

65
Pekerja
$R$5:$S$102 <= $Q$5:$Q$10 digunakan(REGULER),
pekerja lembur
Pekerja
$R$5:$S$10>=0 digunakan(REGULER),
pekerja lembur
Berdasarkan tabel 4.7, penggunaan solver bertujuan untuk menghasilkan total biaya
keseluruhan dengan total pekerja reguler, rekrut pekerja, pemberhentian pekerja dan pekerja
lembur yang seharusnya. Selain itu constraint yang digunakan adalah jumlah pekerja
reguler, rekrut pekerja, pekerja diberhentikan, dan pekerja lembur harus integer, total rekrut
kerja lebih besar dari total pekerja reguler yang digunakan, pekerja diberhentikan lebih besar
dari total pekerja tersedia dikurangi pekerja reguler, dan pekerja lembur lebih kecil dari
pekerja reguler.

4.2.4 Analisis Metode Agregat


Berdasarkan perencanaan agregat menggunakan metode chase, level dan linear
programming diperoleh hasil yang berbeda, berikut merupakan perbandingan dari masing –
masing metode:
Tabel 4.11 Perbandingan Metode Perhitungan Agregat
Metode Biaya tenga kerja Biaya tenga Biaya rekrut Biaya Total cost
reguler kerja lembur pemecatan
Chase strategy Rp. 168.000.000,- Rp. 46.200.000,- Rp 7.000.000 0 Rp.
228.450.000,-
Level strategy Rp. 168.000.000,- Rp. 50.400.000,- Rp 7.000.000 0 Rp.
258.650.000,-
Linear strategy Rp. 192.000.000,- Rp. 12.600.000,- Rp 8.000.000 0 Rp.
219.850.000,-
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa biaya terkecil terdapat pada perencanaan
menggunakan metode linear programming. Metode linear programming memiliki biaya
terkecil karena meminimalisir biaya inventory dan memaksimalkan jumlah pegawai,
sementara untuk chase strategy menghasilkan biaya yang mahal dibandingkan dengan linear
programming karena pada chase strategy jumlah pekerja yang digunakan sesuai dengan
jumlah demand yang ada, sehingga terdapat biaya untuk pemecatan dan perekrutan pekerja
namun membuat sisa inventory seminimum mungkin. Sedangkan pada level strategy
menghasilkan biaya paling mahal diantara ketiga strategy karena pada level strategy
menggunakan pekerja yang terbanyak untuk mencukupi kebutuhan pada setiap periode
jumlah pekerja yang digunakan sama sehingga produk yang dihasilkan juga banyak yang
mengakibatkan biaya inventory tidak dapat ditekan dan akhirnya total biaya juga akan
membengkak.

66
4.3 Perencanaan Disagregat
Perencanaan disagregat merupakan proses disagregasi yaitu proses merubah hasil
rencana produksi agregat menjadi jumlah yang harus diproduksi untuk setiap produk atau
item. Proses disagregat dibutuhkan sebelum membuat Master Production Schedule (MPS).
Berdasarkan perencanaan agregat metode yang dipilih adalah metode linear programming
karena menghasilkan total biaya terkecil. Dalam perhitungan perencanaan disagregat
produksi alat olahraga golf dari perhitungan agregat dipisahkan menjadi dua jenis produk
tongkat golf yaitu produk tongkat golf jenis Iron Golf Club dan produk jenis Putter Golf
Club dengan proporsi penjualan masing-masing produk tongkat golf 70% untuk tongkat golf
jenis Iron Golf Club dan 30% tongkat golf jenis Putter Golf Club. Dibawah ini merupakan
tabel inventory tongkat golf berdasarkan perhitungan agregat.
Tabel 4.12 Data Jumlah Inventory
Periode Demand Produksi Golf Inventory Golf
Golf Club Club Club (Komulatif)
(jam)
37 1324 1360 36.00
38 1321 1320 35.00
39 1332 1320 23.00
40 1334 1320 9.00
41 1318 1320 11.00
42 1380 1400 31.00
Dibawah ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk membuat golf club jenis Iron
Golf Club dan golf club jenis Putter Golf Club.
Tabel 4.13 Data Waktu Proses Pembuatan Golf Club
Jenis Golf Club Waktu pembuatan
(menit) (jam)
Iron Golf Club 46 0.766666667
Putter Golf Club 60 1
Perencanaan disagregat dikerjakan dengan metode linear programming menggunakan
bantuan solver pada Microsoft Excel. Dibawah ini merupakan gambar dari solver parameter
untuk perhitungan disagregat setiap produk dari golf club.

Gambar 4.8 Hasil perhitungan disgregat periode 1

Tabel 4.14 Tabel Perhitungan Jumlah Inventory

67
No Data Periode 37 Perhitungan
1 Total Iron Golf Club = jumlah tiap minggu Iron Golf Club
= 238+238+238+238 = 952
2 Total Putter Golf Club = jumlah tiap minggu Putter Golf Club
= 102+102+102+102 = 108
3 Total Golf Club periode n = Iron Golf Club periode n+ Putter Golf Club periode n
= 238 +102 = 340
4 Waktu Iron Golf Club = Jumlah Iron Golf Club n x waktu proses Iron Golf Club
= 238 x 0.766666667 = 182.466667
5 Waktu Putter Golf Club = Jumlah Putter Golf Club periode n x waktu Putter Golf Club
= 102 x 1 = 102
6 Total Waktu = Iron Golf Club + Putter Golf Club
= 182.466667 +102= 284.47

Berikut ini merupakan objective (fungsi tujuan) dan changing cell (fungsi keputusan)
untuk formulasi di solver dan constrain (batasan) yang digunakan.

Gambar 4.9 Solver parameter


Pada solver diatas, fungsi tujuannya adalah membuat output total sama dengan output
total golf club yang diproduksi sesuai dengan hasil perencanaan agregat dan fungsi
keputusan adalah jumlah dari man formal shoes dan ankle boots shoes. Berikut merupakan
penjelasan constrain permasalahan yang dimasukkan.
Tabel 4.15 Solver Parameter Disagregat
Solver Parameters
Set Objective $G$15
Equal to Value of 1360
By Changing Cell $C$13:$F$14

68
C$13:$F$18 = integer
Subject to the constrains $C$18:$F$18 <= $C$73:$F$73
$G$13:$G$14 = $H$13:$H$14

4.8.1 Analisis Perencanaan Disagregat


Setelah dilakukan disagregasi produk maka didapatkan hasil produksi tiap
minggunya. Hasil disagregasi ditampilkan dalam tabel dibawah ini.

Gambar 4.10 Hasil perhitungan disagregat periode 1

Gambar 4.11 Hasil perhitungan disagregat periode 2

Gambar 4.12 Hasil perhitungan disagregat periode 3

69
Gambar 4.13 Hasil perhitungan disagregat periode 4

Gambar 4.14 Hasil perhitungan disagregat periode 5

Gambar 4.15 Hasil perhitungan disagregat periode 6

4.8.2 Analisis Perencanaan Disagregat


Berdasarkan hasil perhitungan disagregrat periode selanjutnya diolah menjadi satu
tabel seperti pada tabel 4.16 dibawah ini.
Tabel 4.16 Perhitungan Jumlah Produksi Golf Club
Periode Minggu
Produksi Total Total Produksi
1 2 3 4
Iron Golf Club 238 238 238 238 952
1 1360
Putter Golf Club 102 102 102 102 408
Iron Golf Club 231 231 231 231 924
2 1320
Putter Golf Club 99 99 99 99 396
Iron Golf Club 231 231 231 231 924
3 1320
Putter Golf Club 99 99 99 99 396
Iron Golf Club 231 231 231 231 924
4 1320
Putter Golf Club 99 99 99 99 396

70
Iron Golf Club 231 231 231 231 924
5 1320
Putter Golf Club 99 99 99 99 396
Iron Golf Club 245 245 245 245 980
6 1400
Putter Golf Club 105 105 105 105 420

Dari hasil disagregrat tabel diatas maka dapat diketahui apabila pada periode 1
perhitungan disagregat sebesar 1360. Hasil perhitungan golf club jenis Iron Golf Club
minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 238, sedangkan untuk hasil
perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu
sebesar 102. Pada periode 2 perhitungan disagregat sebesar 1320. Hasil perhitungan golf
club jenis Iron Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 231.
Sedangkan untuk hasil perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1 sampai dengan
minggu 4 sama yaitu sebesar 99. Pada periode 3 perhitungan disagregat sebesar 1320. Hasil
perhitungan golf club jenis Iron Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu
sebesar 231, sedangkan untuk hasil perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1
sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 99. Pada periode 4 perhitungan disagregat
sebesar 1320. Hasil perhitungan golf club jenis Iron Golf Club minggu 1 sampai dengan
minggu 4 sama yaitu sebesar 231, sedangkan untuk hasil perhitungan golf club jenis Putter
Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 99. Pada periode 5 hasil
perhitungan disagregat sebesar 1320. Hasil perhitungan golf club jenis Iron Golf Club
minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 231, sedangkan untuk hasil
perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu
sebesar 99. Sedangkan pada periode 6 hasil perhitungan disagregat sebesar 1400. Hasil
perhitungan golf club jenis Iron Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu
sebesar 245, sedangkan untuk hasil perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1
sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 105. Sehingga pada periode 1 jumlah produksi
sebesar 1360 periode 2, 3, 4, 5 memiliki kesamaan jumlah produksi yaitu 1320, sedangkan
pada periode 6 memiliki jumlah produksi sebesar 1400. Perbedaan jumlah produksi tersebut
dipengaruhi oleh waktu proses serta demand dari hasil peramalan yang telah dilakukan.

4.4 MPS (Master Production Schedule)


Master Production Schedule adalah jadwal produksi induk dari hasil aktivitas
penjadwalan produksi induk atau juga merupakan pernyataan produk akhir (termasuk parts
pengganti dan suku cadang) apa saja yang akan diproduksi dalam jumlah dan waktu tertentu.
Jadwal induk produksi merupakan ringkasan jadwal produksi produk jadi untuk periode

71
mendatang yang dirancang berdasarkan pesanan pelanggan atau ramalan permintaan.
Adapun tujuan dari MPS adalah untuk menyediakan atau memberikan input utama kepada
sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas, menjadwalkan pesanan produksi dan
pembelian untuk item-item MPS, memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber
daya dan kapasitas serta memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan
produk kepada pelanggan. Dalam perencanaan MPS langkah pertama yang dilakukan adalah
menentukan PTF dan DTF lalu merencanakan jadwal induk produksinya.

4.4.1 Penentuan PTF dan DTF


Pada sub bab ini dijelaskan mengenai penentuan PTF dan DTF dari masing-masing
produk yaitu iron golf club dan putter golf club . PTF (Planning Time Fance) adalah periode
mendatang dari MPS dimana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS
dievaluasi guna mencegah ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal yang akan menimbulkan
kerugian. Sedangkan DTF (Demand Time Fance) adalah periode mendatang dari MPS
dimana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak
diterima karena akan menimbulakn kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau
kekacauan jadwal. Berikut merupakan hasil gambar gantt chart pada produk yang dihasilkan
oleh PT. Adi Karya Golf.

Sol Depan

Sol

Tali Sepatu
Ankle High Boots
Inlay Sol
Formal Shoes
Pola Samping

Kulit
0 1 2 3 4
Gambar 4.16 Gantt chart Iron Golf Club dan ankle Putter Golf Club
Berdasarkan gambar 4.16 dapat diketahui bahwa lead time terlama yaitu selama 2
minggu pada stasiun assembly table, casting area, furnace sehingga PTF yang digunakan
yaitu 2, sementara untuk DTF yaitu 0 karena produk yang diproduksi oleh PT Adi Karya
Golf yaitu produk make to stock.

4.4.2 MPS
Selanjutnya adalah membuat tabel MPS untuk produk Iron Golf Club dan Putter Golf
Club yang diproduksi oleh PT Adi Karya Golf. Master Production Scheduling merupakan

72
jadwal yang disusun untuk mengetahui kondisi masing-masing barang yang diproduksi,
kapan barang tersebut akan dibutuhkan, berapa banyak yang dibutuhkan sehingga dapat
digunakan sebagai landasan penyusunan MRP. Data yang dimasukkan ke dalam jadwal
produksi tidak sama dengan hasil peramalan dikarenakan hasil peramalan tersebut akan
disesuaikan terlebih dahulu dengan kapasitas produksi serta inventory level. Berikut ini
merupakan tabel MPS PT. Adi Karya Golf produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club.
Tabel 4.17 Perhitungan MPS Iron Golf dan Putter Golf Club
Iron Golf Club PTF
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Forecast 238 238 238 238 231 231 231 231 231 231 231 231 231

Production Forecast
Actual Demand
MPS 238 238 238
Projected Avalaible
Balance -238 -469 -700 -931 -1162 -1393 -1624 -1855 -2086 -2317
Available To Promise
Planned Order 238 231 231 231 231 231 231 231 231 231

Tabel 4.18 Perhitungan MPS Iron Golf Club (Lanjutan)


Iron Golf Club PTF
Periode 1 2 3 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Forecast 238 238 238 231 231 231 231 231 231 231 245 245 245 245
Production Forecast
Actual Demand
MPS 238 238 238
Projected Avalaible -
Balance -2548 -2779 3010 -3241 -3472 -3703 -3934 -4179 -4424 -4669 -4914
Available To Promise
Planned Order 231 231 231 231 231 231 231 245 245 245 245

Berikut adalah tabel 4.19 yang merupakan perhitungan MPS untuk produk Putter Golf club.
Tabel 4.19 Perhitungan MPS Putter Golf Club
Putter Golf Club PTF
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Forecast 102 102 102 102 99 99 99 99 99 99 99 99 99
Production Forecast
Actual Demand
MPS 102 102 102
Projected Avalaible Balance -102 -201 -300 -399 -498 -597 -696 -795 -894 -993
Available To Promise
Planned Order 102 99 99 99 99 99 99 99 99 99

Tabel 4.20 Perhitungan MPS Putter Golf Club (Lanjutan)


Putter Golf Club PTF
Periode 1 2 3 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Forecast 102 102 102 99 99 99 99 99 99 99 105 105 105 105

73
Production
Forecast
Actual Demand
MPS 102 102 102
Projected Avalaible
Balance -1092 -1191 -1290 -1389 -1488 -1587 -1686 -1791 -1896 -2001 -2106
Available To
Promise
Planned Order 99 99 99 99 99 99 99 105 105 105 105

Berdasarkan tabel 4.17 dan 4.18 didapatkan hasil MPS pada produksi Iron Golf Club
dan Putter Golf Club dari PT. Adi Karya Golf. Hasil tersebut sebenarnya didapatkan dari
masing-masing perusahaan dengan mempertimbangkan contohnya safety stock, allowance,
dan sebagainya. PT. Adi Karya Golf memproduksi stick golf secara make to stock sehingga
memproduksi per unitnya untuk persediaan sehingga tidak ada Project Available Balance.
Selanjutnya selama minggu 1 sampai 3 dapat diisikan MPS sama dengan forecast.
Tabel 4.21 Perhitungan MPS
No Variabel Perhitungan
1 Forecast Per periode yang dihasilkan dari perhitungan disagregat
2 PTF dan DTF DTF selama 0 minggu dan PTF 3 minggu
3 DTF(diisi pada baris MPS) = Hasil disagregasi
= D7 = 238
4 PTF (diisi pada baris Planned = Hasil disagregasi
Order) = E10 = 238
5 PAB(Projected Available =PAB periode sebelumnya + MPS - forecast
Balance) = 0 + 0 - 238 = -238

4.5 Line Balancing


Agar proses produksi dapat seimbang maka dalam melakukan perencanaan dan
pengendalian produksi tentunya juga diperlukan pertimbangan mengenai line balancing.
Dibawah ini merupakan perhitungan line balancing pada PT. Adi Karya Golf.
Tabel 4.22 Line Balancing
Twc Total work content 60 unit
Demand Iron Putter
2228 2231
Efisiensi 0.95 persen
Waktu Kerja/bulan 200 hour/month
Total hasil disaggregasi / 6.7 demand/hour
Production Rate
(waktu kerja/bulan x 6 )
(Efisiensi x 60)/Rate 8.507462687 minute/unit
Tc (Waktu siklus)
Production
Total work content / waktu 8 workstation
Min. Workstation
siklus
Ts Station time = waktu siklus 8.507462687 minute
Total work content / 0.881578947 persen
Eb (station time x min. work
station

74
Tabel 4.23 Perhitungan Line Balancing
No Variabel Perhitungan
1 Demand Total demand hasil forecast
= Total demand / (waktu kerja/bulan x jumlah periode)
2 Rate Production = 8040 / (200 x 6)
= 6.7
= (60 x efisiensi) / rate production
3 Tc = (60 x 0,95) / 6.7
= 8.507463
= pembulatan ke atas dari (Twc / Tc)
4 Min Wor Station = 60 / 8.507463
=8
= Tc – Setup time
5 Ts = 8.507463- 0
= 8.507463
= Twc / (Min. Work Station x Ts)
6 Eb = 60 / (8 x 8.507463
= 0.881578947
Dari perhitungan diatas maka dapat disimpulkan apabila PT. Adi Karya Golf harus
memiliki minimal 8 work station agar penugasan di setiap stasiunnya dapat efisensi 95%.

4.6 Rough Cut Capacity Planning


Rough Cut Capacity Planing (RCCP) memiliki tujuan menentukan kebutuhan kapasitas
untuk mengimplementasikan MPS, menguji kelayakan MPS, dan memberikan umpan balik
kepada perencana atau penyusun jadwal produksi induk untuk mengambil tindakan
perbaikan apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi induk
dan kapasitas yang tersedia. RCCP memiliki 3 metode yaitu RPA (Resource Profile
Approach) adalah metode yang mirip dengan metode BOLA tetapi lebih memperhatikan
lead time offset. Metode ini yang akan digunakan untuk perhitungan kapasitas pada PT. Adi
Karya Golf.

4.6.1 penentuan Jumlah Mesin


Penentuan jumlah mesin dibutuhkan dari jumlah pekerja pada periode tersebut, waktu
agregasi yang didapatkan pada perhitungan agregasi sebelumnya serta waktu proses masing-
masing mesin. Berikut merupakan keterangan mesin seperti lead time dan waktu proses
untuk setiap produk yang diperoleh dari OPC.
Tabel 4.24 Keterangan Mesin
Waktu Proses
Nama Mesin Lead Time
Iron golf club Putter golf club Max
Furnace 2 15 19 19.0
Casting 2 8 8 8.0
Cutting 1 2.5 4.5 4.5
Polishing 1 4 6 6.0

75
Extursion 1 5 5 5.0
Compression 0 1.5 3.5 3.5
Painting 0 2 2 2.0
Assembly 1 8 12 12.0
Dari keterangan mesin tersebut dapat dihitung jumlah mesin dan keterangan lead time
mesin yang diperlukan. dilihat dari setiap periode membutuhkan 8 orang pekerja. Berikut
merupakan gambar mengenai jumlah mesin yang dibutuhkan.
Tabel 4.25 Jumlah Mesin yang Dibutuhkan
Agregasi 8 60
19.0 3
8.0 2
4.5 1
6.0 1
5.0 1
3.5 1
2.0 1
12.0 2

Keterangan :
Tabel 4.26 Keterangan Perhitungan Jumlah Mesin yang Dibutuhkan
No Keterangan Perhitungan
1. Waktu proses Painting Diperoleh dari waktu proses tiap mesin paling besar antara iron dan putter =
2(waktu proses painting paling besar)
2. Jumlah mesin = (waktu proses mesin/waktu agregasi)*jumlah pekerja
= (2/60)*8
= 0.26
Kemudian berikut perhitungan lead time tiap mesin untuk setiap periode dengan 8
pekerja.

Tabel 4.27 Lead Time yang Dibutuhkan Periode 1- 6

Pekerja 8 Iron Golf Club Putter Golf Club


Mesin 2 1 0 2 1 0
Furnace 0.665 0.285
Casting 0.187 0.08
Cutting 0.0525 0.0225
Polishing 0.070 0.03
Extursion 0.058 0.025
Compression 0.041 0.0175
Painting 0.023 0.01
Assembly 0.28 0.12

Keterangan :

76
Tabel 4.28 Keterangan Perhitungan Lead time mesin
No Keterangan Perhitungan

1. Waktu proses Painting Iron = waktu proses dalam jam * jumlah mesin *proporsi waktu produk
Golf Club Man formal shoes
= (2/60)*(1*0,7)
= 0,023

2. Waktu proses Painting Putter = waktu proses dalam jam * jumlah mesin * proporsi waktu produk
Golf Club Ankle high boots
= (2/60)*(1*0,3)
= 0,001

4.6.2 Resource Profile


RPA merupakan teknik perencanaan kapasitas kasar yang paling rinci, metode ini akan
mengalikan keterangan lead time tiap mesin dengan demand yang masing-masing produk.
Berikut merupakan perhitungan RCCP dengan metode RPA untuk tiap mesin.
Tabel 4.29 Perhitungan dengan metode RPA
MPS Iron Golf
Club 238 238 238 238 231 231 231 231
MPS Putter Golf
Club 102 102 102 102 99 99 99 99
Iron Golf Club 1 2 3 4 5 6 7 8
158.2 153.61 153.61 153.61 153.61 153.61
Furnace 7 158.27 153.615 5 5 5 5 5
44.426666
Casting 44.43 67 43.12 43.12 43.12 43.12 43.12 43.12
12.127 12.127 12.127 12.127
Cutting 12.50 12.495 12.495 12.495 5 5 5 5
Polishing 16.66 16.66 16.66 16.17 16.17 16.17 16.17 16.17
13.883333 13.883333
Extursion 13.88 33 33 13.475 13.475 13.475 13.475 13.475
9.7183333 9.7183333 9.7183
Compression 9.72 33 33 33 9.4325 9.4325 9.4325 9.4325
5.5533333 5.5533333 5.5533
Painting 5.55 33 33 33 5.39 5.39 5.39 5.39
Assembly 66.64 66.64 64.68 64.68 64.68 64.68 64.68 64.68
327.6
Total 5 327.65 319.73 318.83 318.01 318.01 318.01 318.01
Putter Golf Club 1 2 3 4 5 6 7 8
Furnace 29.07 29.07 28.215 28.215 28.215 28.215 28.215 28.215
Casting 8.16 8.16 7.92 7.92 7.92 7.92 7.92 7.92
Cutting 2.295 2.295 2.295 2.295 2.2275 2.2275 2.2275 2.2275
Polishing 3.06 3.06 3.06 2.97 2.97 2.97 2.97 2.97
Extursion 2.55 2.55 2.55 2.475 2.475 2.475 2.475 2.475
Compression 1.785 1.785 1.785 1.785 1.7325 1.7325 1.7325 1.7325

77
Painting 1.02 1.02 1.02 1.02 0.99 0.99 0.99 0.99
Assembly 12.24 12.24 11.88 11.88 11.88 11.88 11.88 11.88
Total 60.18 60.18 58.725 58.56 58.41 58.41 58.41 58.41
387.8
Jumlah 3 387.83 378.45 377.39 376.42 376.42 376.42 376.42
Jumlah per Bulan 1531.49 1505.68
total kapasitas 1600 1600

Tabel 4.30 Perhitungan dengan metode RPA (Lanjutan)


MPS Iron Golf Club 231 231 231 231 231 231 231 231
MPS Putter Golf Club 99 99 99 99 99 99 99 99
Iron Golf Club 9 10 11 12 13 14 15 16
Furnace 153.615 153.615 153.615 153.615 153.615 153.615 153.615 153.615
Casting 43.12 43.12 43.12 43.12 43.12 43.12 43.12 43.12
Cutting 12.1275 12.1275 12.1275 12.1275 12.1275 12.1275 12.1275 12.1275
Polishing 16.17 16.17 16.17 16.17 16.17 16.17 16.17 16.17
Extursion 13.475 13.475 13.475 13.475 13.475 13.475 13.475 13.475
Compression 9.4325 9.4325 9.4325 9.4325 9.4325 9.4325 9.4325 9.4325
Painting 5.39 5.39 5.39 5.39 5.39 5.39 5.39 5.39
Assembly 64.68 64.68 64.68 64.68 64.68 64.68 64.68 64.68
Total 318.01 318.01 318.01 318.01 318.01 318.01 318.01 318.01
Putter Golf Club 9 10 11 12 13 14 15 16
Furnace 28.215 28.215 28.215 28.215 28.215 28.215 28.215 28.215
Casting 7.92 7.92 7.92 7.92 7.92 7.92 7.92 7.92
Cutting 2.2275 2.2275 2.2275 2.2275 2.2275 2.2275 2.2275 2.2275
Polishing 2.97 2.97 2.97 2.97 2.97 2.97 2.97 2.97
Extursion 2.475 2.475 2.475 2.475 2.475 2.475 2.475 2.475
Compression 1.7325 1.7325 1.7325 1.7325 1.7325 1.7325 1.7325 1.7325
Painting 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99
Assembly 11.88 11.88 11.88 11.88 11.88 11.88 11.88 11.88
Total 58.41 58.41 58.41 58.41 58.41 58.41 58.41 58.41
Jumlah 376.42 376.42 376.42 376.42 376.42 376.42 376.42 376.42
Jumlah per Bulan 1505.68 1505.68
total kapasitas 1600 1600

Tabel 4.31 Perhitungan dengan metode RPA (Lanjutan)


MPS Iron Golf
Club 231 231 231 231 245 245 245 245
MPS Putter Golf
Club 99 99 99 99 105 105 105 105
Iron Golf Club 17 18 19 20 21 22 23 24
153.6 153.6
Furnace 15 15 162.925 162.925 162.925 162.925 0 0
45.73333 45.73333 45.733333 45.733333
Casting 43.12 43.12 33 33 33 33 0 0
12.12 12.12
Cutting 75 75 12.1275 12.1275 12.8625 12.8625 12.8625 12.8625
Polishing 16.17 16.17 16.17 17.15 17.15 17.15 17.15 0
13.47 13.47 14.29166 14.291666 14.291666 14.291666
Extursion 5 5 13.475 67 67 67 67 0
9.432 9.432 10.004166 10.004166 10.004166 10.0041
Compression 5 5 9.4325 9.4325 67 67 67 67

78
5.7166666 5.7166666 5.7166666 5.71666
Painting 5.39 5.39 5.39 5.39 67 67 67 67
Assembly 64.68 64.68 68.60 68.60 68.60 68.60 0.00 0.00
318.0 318.0
Total 1 1 333.85 335.65 337.28 337.28 60.03 28.58
Putter Golf Club 17 18 19 20 21 22 23 24
28.21 28.21
Furnace 5 5 29.925 29.925 29.925 29.925 0 0
Casting 7.92 7.92 8.4 8.4 8.4 8.4 0 0
2.227 2.227
Cutting 5 5 2.2275 2.2275 2.3625 2.3625 2.3625 2.3625
Polishing 2.97 2.97 2.97 3.15 3.15 3.15 3.15 0
Extursion 2.475 2.475 2.475 2.625 2.625 2.625 2.625 0
1.732 1.732
Compression 5 5 1.7325 1.7325 1.8375 1.8375 1.8375 1.8375
Painting 0.99 0.99 0.99 0.99 1.05 1.05 1.05 1.05
Assembly 11.88 11.88 12.60 12.60 12.60 12.60 0.00 0.00
Total 58.41 58.41 61.32 61.65 61.95 61.95 11.025 5.25
376.4 376.4
Jumlah 2 2 395.17 397.30 399.23 399.23 71.05 33.83
Jumlah per Bulan 1545.31 903.35
total kapasitas 1600 1600

Keterangan :
Tabel 4.32 Keterangan Perhitungan RCCP
No. Keterangan Perhitungan
1. MPS Iron Golf Club dan Putter Golf Berdasarkan hasil MPS
Club
2. Mesin Furnace untuk Iron Golf Club = Waktu proses*MPS
= =IF($O$4 > 0,$O$4*D13,IF($P$4 >0,$P$4*C13,$Q$4*B13))
= 158,27
3. Total = Jumlah dari tiap mesin per minggu
= 158,27 + 44,43 + 12,50 + 16,66+ 13,88 + 9,72 + 5,55 + 66,64
= 327,65
4. Jumlah = Total kapasitas Iron Golf Club + Total kapasitas Putter Golf
Club
= 327,65 + 60,18
= 387,83
5. Jumlah Per Bulan = Jumlah minggu ke 1 sampai minggu ke 4
= 387,83 + 387,83 + 378,45 + 377,39
= 1531,49
Berdasarkan tabel 4.28 diketahui bahwa hasil jumlah per periode selama 6 periode
yaitu 1531,49; 1505,68; 1505,68 ; 1505,68; 1545,31 ; 903,35.

4.6.3 Analisis RCCP


Setelah dilakukan perhitungan RCCP dengan metode Resource Profile Approach, maka
akan didapatkan total produk yang dihasilkan tiap mesinnya dan jumlah produk yang
dihasilkan tiap bulannya. Berikut merupakan perbandingan kapasitas waktu pada agregat
dengan kapasitas waktu perhitungan pada RCCP tiap bulannya.
Tabel 4.33 Perbandingan Kapasitas Waktu
Periode Kapasitas Waktu Agregat Kapasitas Waktu RCCP
1 1.600 1531,49

79
2 1.600 1505,68
3 1.600 1505,68
4 1.600 1505,68
5 1.600 1545,31
6 1.600 903,35
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kapasitas waktu agregat lebih besar daripada
kapasitas waktu RCCP, hal itu menunjukkan bahwa MPS yang ditentukan sudah sesuai.

4.7 Material Requirement Planning


Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu teknik atau serangkaian prosedur
sistematis dalam penentuan kuantitas serta waktu dalam proses pengendalian bahan baku
terhadap komponen-komponen permintaan yang saling bergantun (dependent demand item).
MRP bertujuan untuk mengetahui jumlah bahan baku dari setiap produk yang akan
diproduksi tiap periode dan perencanaan pengadaan tiap bahan baku dengan
mempertimbangkan biaya-biaya. Pada PT. Adi Kaya Golf, MRP dibagi menjadi 5 level yaitu
MRP level 0, MRP level 1, MRP level 2, MRP level 3 dan MRP level 4 untuk level material.

4.7.1 MRP level 0


Berikut ini merupakan MRP level 0 dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club.
Metode lot sizing yang digunakan pada mrp level 0 adalah metode lot for lot. Metode ini
digunakan untuk merencanakan dan mengendalikan bahan baku dari kedua produk tersebut
dengan lead time sebesar 0. Hal ini dikarenakan produk tersebut adalah final product maka
nilai Gross Requirement (GR) didapat dari hasil nilai disagregasi dan nilai dari Planned
Order Release (Porel) sama dengan nilai Gross Requirement.
1. Iron Golf Club
Hasil perhitungan MRP level 0 pada produk Iron Golf Club.

Gambar 4.17 Perhitungan MRP Level 0 Iron Club Glof

80
Gambar 4.17 Perhitungan MRP Level 0 Iron Club Glof (Lanjutan)

Berikut merupakan tabel 4.34 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 0
dari Iron Golf Club.
Tabel 4.34 Keterangan Perhitungan MRP Level 0 untuk Iron Golf Club
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Iron Golf Club
2. Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal
terima produk
3. Project on Hand = inventory setiap minggu
= Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule
Receipt + Planned Order Receipt
= 0 – 238 – 0 + 238
=0
4. Net Requirement = jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement
= Gross Requirement - Project on Hand periode sebelum
= 238 - 0
= 238
5. Planned Order Receipt = jumlah produk yang akan diterima pada periode tersebut
= Net requirement
= 238
6. Planned Order Release = jumlah produk yang dipesan pada periode tersebut (leadtime = 0)
= Planned Order Receipt
= 238

2. Putter Golf Club


Hasil perhitungan MRP level 0 pada produk Putter Golf Club.

81
Gambar 4.18 Perhitungan MRP Level 0 Putter Golf Club

Gambar 4.18 Perhitungan MRP Level 0 Putter Golf Club (Lanjutan)

4.7.2 MRP level 1


Berikut ini merupakan MRP Level 0 pada PT. Adi Karya Golf. Metode lot sizing yang
digunakan pada MRP Level 1 adalah metode lot for lot, fixed order quantity, least unit cost,
period unit cost. Metode ini digunakan untuk merencanakan dan mengendalikan bahan baku
dari Iron Golf Club dan Putter Golf Club dengan lead time masing – masing.
Berikut ini merupakan MRP level 1 dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club.
MRP level 1 terdiri dari main body iron, iron grip, main body putter, dan putter grip. Pada
MRP level 1 ini digunakan metode lot size yaitu lot for lot dengan nilai lead time = 0 untuk
main body iron dan main body putter serta metode fixed order quantity, least unit cost, dan
period unit cost untuk iron grip dan putter grip.

1. Main Body Iron


Berikut ini merupakan perhitungan MRP untuk Main Body Iron.

82
Gambar 4.19 Hasil Perhitungan MRP Main Body Iron dengan Metode Lot for Lot

Gambar 4.19 Hasil Perhitungan MRP Main Body Iron dengan Metode Lot for Lot (Lanjutan)

2. Iron Grip
Berikut ini merupakan perhitungan MRP untuk Iron Grip yang dihitung dengan
menggunakan tiga metode yaitu fixed order quantity, least unit cost, dan period order
quantity.
a. Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ)
Perhitungan Iron Grip dengan metode Fixed Order Quantity dilampirkan pada
lampiran

b. Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC)


Perhitungan MRP Iron Grip menggunakan lot size sebanyak 1000 buah dengan nilai
lead time = 2 dan inventory awal 2000. Berikut merupakan gambar 4.27 yang
menunjukkan hasil perhitungan LUC.

83
Gambar 4.20 Perhitungan LUC Iron Grip

Berikut tabel 4.36 yang menjelaskan keterangan perhitungan LUC.


Tabel 4.35 Keterangan Perhitungan LUC
No Keterangan Perhitungan
1. Periode Kombinasi = Periode yang akan dicoba
2. Trial Lot Size = Jumlah dari GR periode kombinasi
3. Biaya Pesan = Biaya pesan
4. Biaya simpan = POH periode kombinasi dikali biaya simpan
5. Cummulative cost = Biaya simpan ditambah biaya pesan
6. Cost Per unit = Cummulaive cost dibagi trial lot size

Periode kombinasi yang dipilih yaitu periode kombinasi yang menghasilkan cost per
unit terkecil, sehingga trial lot size tersebut dimasukan kedalam Planned Order Receipt
periode tersebut. Berikut gambar 4.22 yang menunjukkan hasil perhitungan MRP iron
grip dengan menggunakan metode LUC.

Gambar 4.21 Hasil Perhitungan MRP Iron Grip dengan Metode LUC

84
Gambar 4.21 Hasil Perhitungan MRP Iron Grip dengan Metode LUC (Lanjutan)

Berikut merupakan tabel 4.37 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP dari
Iron Grip dengan metode LUC.
Tabel 4.36 Perhitungan MRP Iron Grip dengan metode LUC
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement (GR) = Porel Iron Golf Club
2. Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n
= 2000-238-0+0
= 1762
3. Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR
periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0
= IF(B32-C30<0;ABS(B32-C30);0)
=0
4. Planned Order Receipt = Jumlah ukuran sesuai dengan perhitungan LUC
(PoREC)
5. Planned Order Release = Porec 2 Periode setelahnya
(PoREL)
6. Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan
= SUM(F20:AC20)*F15
7. Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan
= COUNTIF(E22:AC22;">0")*H14
8. Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item
= SUM(E23:AC23)*H15
9. Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 33.027.000 + Rp 15.000.000 + Rp 544.200.000
= Rp 592.227.000

c. Metode Lot Sizing Period Order Quantity (POQ)


Perhitungan Iron Grip dengan metode Period Order Quantity dilampirkan pada
lampiran
d. Analisis Perbandingan
Tabel 4.37 Analisa Perbandingan
Total Biaya Komponen POQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 45.390.000 + Rp 10.000.000 + Rp 544.200.000
= Rp 599.590.000
Total Biaya Komponen FOQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 47.790.000 + Rp 10.000.000 + Rp 600.000.000
= Rp 657.790.000
Total Biaya Komponen LUC = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 33.027.000 + Rp 15.000.000 + Rp 544.200.000
= Rp 592.227.000
Berdasarkan dari ketiga metode yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa
metode yang paling baik adalah LUC dengan biaya yang paling sedikit yaitu Rp
592.227.000

85
3. Main Body Putter
Berikut ini merupakan perhitungan MRP untuk bagian Main Body Putter.

Gambar 4.22 Hasil Perhitungan MRP Main Body Putter Metode Lot for Lot

Gambar 4.22 Hasil Perhitungan MRP Main Body Putter Metode Lot for Lot (Lanjutan)

4. Putter Grip
Berikut ini merupakan perhitungan MRP untuk bagian Putter Grip.
a. Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ)
Perhitungan Putter Grip dengan metode Period Order Quantity dilampirkan pada
lampiran

b. Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC)


Perhitungan MRP Putter Grip menggunakan lot size sebanyak 500 buah dengan nilai
lead time = 2 dan inventory awal 1000. Berikut merupakan gambar 4.26 yang menunjukkan
keterangan perhitungan MRP dari Putter grip dengan metode LUC.

86
Gambar 4.23 Perhitungan MRP Putter Grip metode LUC

Keterangan tabel perhitungan LUC sebagai berikut pada tabel 4.43.


Tabel 4.38 Keterangan Perhitungan dengan LUC
No Keterangan Perhitungan
1. Periode Kombinasi = Periode yang akan dicoba
2. Trial Lot Size = Jumlah dari GR periode kombinasi
3. Biaya Pesan = Biaya pesan
4. Biaya simpan = POH periode kombinasi dikali biaya simpan
5. Cummulative cost = Biaya simpan ditambah biaya pesan
6. Cost Per unit = Cummulaive cost dibagi trial lot size

Periode kombinasi yang dipilih yaitu periode kombinasi yang menghasilkan cost per
unit terkecil, sehingga trial lot size tersebut dimasukan kedalam Planned Order Receipt
periode tersebut. Berikut hasil perhitungan MRP putter grip dengan menggunakan metode
Least Unit Cost.

Gambar 4.24 Hasil Perhitungan MRP Putter Grip Metode LUC

Gambar 4.24 Hasil Perhitungan MRP Putter Grip Metode LUC (Lanjutan)

87
Berikut merupakan tabel 4.39 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP dari
Putter Grip dengan metode LUC.
Tabel 4.39 Perhitungan MRP Putter Grip dengan metode LUC
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement (GR) = Porel Iron Golf Club
2. Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n
= 1000-102-0+0
= 898
3. Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR
periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0
= IF((E44-F42)<0;ABS(E44-F42);0)
=0
4. Planned Order Receipt (PoREC) = Jumlah ukuran pemesanan sebesar 500 setiap kali butuh
Pesan
5. Planned Order Release (PoREL) = Porec 2 Periode setelahnya
6. Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan
= SUM(F44:AC44)*F39
7. Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan
= COUNTIF(E46:AC46;">0")*H38
8. Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item
= SUM(E47:AC47)*H39
9. Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 20.304.000 + Rp 10.000.000 + Rp 423.600.000
= Rp 453.904.000

c. Metode Lot Sizing Period Order Quantity (POQ)


Perhitungan Iron Grip dengan metode Period Order Quantity dilampirkan pada
lampiran
d. Analisis Perbandingan
Tabel 4.40 Analisa Perbandingan
Total Biaya Komponen POQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 26.310.000 + Rp 7.500.000 + Rp 423.600.000
= Rp 457.410.000
Total Biaya Komponen FOQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 23.910.000 + Rp 7.500.000 + Rp 450.000.000
= Rp 481.410.000
Total Biaya Komponen LUC = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 20.304.000 + Rp 10.000.000 + Rp 423.600.000
= Rp 453.904.000
Berdasarkan dari ketiga metode yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa
metode yang paling baik adalah LUC dengan biaya yang paling sedikit yaitu Rp
453.904.000

4.7.3 MRP level 2


Berikut ini merupakan MRP level 2 dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club.
MRP level 2 terdiri dari Pola Putter Shaft, Putter Head, dan Iron Head.

1. Putter Shaft
Putter Shaft menggunakan metode lot size yaitu lot for lot dengan nilai lead time = 0.
Berikut hasil perhitungan MRP pola Putter Shaft.

88
Gambar 4.25 Hasil Perhitungan MRP Putter Shaft

Gambar 4.25 Hasil Perhitungan MRP Putter Shaft (Lanjutan)

Berikut merupakan tabel 4.41 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP dari
Putter Shaft

Tabel 4.41 Keterangan Perhitungan MRP Putter Shaft


No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Putter Shaft
2. Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal
terima produk
3. Project on Hand = inventory setiap minggu
= Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule
Receipt + Planned Order Receipt
= 0 – 102– 0 + 102
=0
4. Net Requirement = jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement
= Gross Requirement - Project on Hand periode sebelum
= 102 - 0
= 102

Tabel 4.41 Keterangan Perhitungan MRP Putter Shaft


No Keterangan Perhitungan
5. Planned Order Receipt = jumlah produk yang akan diterima pada periode tersebut
= Net requirement
= 102
6. Planned Order Release = jumlah produk yang dipesan pada periode tersebut (leadtime = 0)
= Planned Order Receipt
= 102

2. MRP Pola Putter Head


Pola Putter Head menggunakan metode lot size yaitu lot for lot dengan nilai lead time
= 0. Berikut hasil perhitungan MRP pola Putter Head.

89
Gambar 4.26 Hasil Perhitungan MRP Putter Shaft

Gambar 4.26 Hasil Perhitungan MRP Putter Shaft (Lanjutan)

Berikut merupakan tabel 4.42 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 2
dari pola Putter Head
Tabel 4.42 Keterangan Perhitungan MRP Level 2 untuk Putter Head
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Putter Head
2. Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal
terima produk
3. Project on Hand = inventory setiap minggu
= Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule
Receipt + Planned Order Receipt
= 0 – 102– 0 + 102
=0

Tabel 4.42 Keterangan Perhitungan MRP Level 2 untuk Putter Head


No Keterangan Perhitungan
4. Net Requirement = jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement
= Gross Requirement - Project on Hand periode sebelum
= 102 - 0
= 102
5. Planned Order Receipt = jumlah produk yang akan diterima pada periode tersebut
= Net requirement
= 102
6. Planned Order Release = jumlah produk yang dipesan pada periode tersebut (leadtime = 0)
= Planned Order Receipt
= 102

3. MRP Pola Iron Head


Pola Putter Head menggunakan metode lot size yaitu lot for lot dengan nilai lead time
= 0. Berikut hasil perhitungan MRP pola Putter Head.

90
Gambar 4.27 Hasil Perhitungan MRP Iron Head

Gambar 4.27 Hasil Perhitungan MRP Iron Head (Lanjutan)

Berikut merupakan tabel 4.43 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 2
dari pola Iron Head
Tabel 4.43 Keterangan Perhitungan MRP Level 2 untuk Iron Head
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Iron Head
2. Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal
terima produk

Tabel 4.43 Keterangan Perhitungan MRP Level 2 untuk Iron Head


No Keterangan Perhitungan
3. Project on Hand = inventory setiap minggu
= Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule
Receipt + Planned Order Receipt
= 0 – 238– 0 + 238
=0
4. Net Requirement = jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement
= Gross Requirement - Project on Hand periode sebelum
= 238 - 0
= 238
5. Planned Order Receipt = jumlah produk yang akan diterima pada periode tersebut
= Net requirement
= 238
6. Planned Order Release = jumlah produk yang dipesan pada periode tersebut (leadtime = 0)
= Planned Order Receipt
= 238

1.7.2 MRP Level 3

91
Berikut ini merupakan MRP level 3 dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club.
MRP level 3 terdiri dari Counterweight, Brand Emblem, Iron Head Body, Putter Head
Body, Shaft Body, dan Weights.
1. Counterweights
Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk counterweights.
a. Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ)
Perhitungan Counterweight dengan metode Fixed Order Quantity dilampirkan pada
lampiran
b. Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC)
Perhitungan Counterweight dengan metode Least Unit Cost dilampirkan pada lampiran
c. Metode Lot Sizing Period Order Quantity (POQ)
Counterweights menggunakan metode Period Order Quantity yaitu 500 buah dengan
nilai lead time = 2 dan inventory awal 300. Berikut hasil perhitungan MRP Counterweights
dengan metode POQ.

2×𝑆 2 × 900.000
𝑄= √ = √ ≈3
𝑑×ℎ 201 × 1000

Keterangan :
S = Setup cost
d = Rata – rata demand
h = holding cost

Gambar 4.28 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Counterweights Metode POQ

92
Gambar 4.28 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Counterweights Metode POQ (Lanjutan)

Berikut merupakan tabel 4.44 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 3
untuk Counterweights dengan metode POQ.
Tabel 4.44 Perhitungan MRP Iron Golf Club dengan metode POQ
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement (GR) = Porel Putter Shaft
2. Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n
= 300-204-0+0
= 96
3. Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR
periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0
= IF((E8-F6)<0;ABS(E8-F6);0)
=0
4. Planned Order Receipt = Jumlah ukuran pemesanan sebesar 500 setiap kali butuh
(PoREC) Pesan
5. Planned Order Release = Porec 2 Periode setelahnya
(PoREL)
6. Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan
= SUM(F44:AC44)*F39
7. Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan
= COUNTIF(E46:AC46;">0")*H38
8. Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item
= SUM(E47:AC47)*H39
9. Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 7.236.000 + Rp 5.400.000 + Rp 200.400.000
= Rp 213.036.000

d. Analisis Perbandingan

Tabel 4.45 Analisa Perbandingan


Total Biaya Komponen FOQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 6.140.000 + Rp 9.000.000 + Rp 225.000.000
= Rp 240.140.000
Total Biaya Komponen POQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 7.236.000 + Rp 5.400.000 + Rp 200.400.000
= Rp 213.036.000
Total Biaya Komponen LUC = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 6.140.000 + Rp 9.000.000 + Rp 225.000.000
= Rp 240.140.000
Berdasarkan dari ketiga metode yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa
metode yang paling baik adalah POQ dengan biaya yang paling sedikit yaitu Rp
213.036.000

2. Brand Emblem
Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk Brand Emblem.

93
Gambar 4.29 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Brand Emblem Metode Lot for Lot

Gambar 4.29 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Brand Emblem Metode Lot for Lot (Lanjutan)

3. Iron Head Body


Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk Iron Head Body.

Gambar 4.30 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Iron Head Body Metode Lot for Lot

Gambar 4.30 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Iron Head Body Metode Lot for Lot (Lanjutan)

4. Putter Head Body


Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk Putter Head Body.

Gambar 4.31 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Putter Head Body Metode Lot for Lot

94
Gambar 4.31 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Putter Head Body Metode Lot for Lot (Lanjutan)

2. Shaft Body
Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk Shaft Body.

Gambar 4.32 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Shaft Body Metode Lot for Lot

Gambar 4.32 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Shaft Body Metode Lot for Lot (Lanjutan)

3. Weights
Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk weights.
a. Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ)
Perhitungan Weight dengan metode Fixed Order Quantity dilampirkan pada lampiran
b. Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC)
Weight menggunakan metode lot size yaitu 2000 buah dengan nilai lead time = 2 dan
inventory awal 2000. Berikut merupakan tabel 4.22 yang menunjukkan keterangan
perhitungan MRP level 3 untuk weights dengan metode LUC.

95
Periode
Kombina Trial Lot Size Biaya Pesan Biaya Simpan Cumulative Cost Cost Per Unit
si
5 197 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 4.568,53
5,6 626 Rp 900.000 Rp 429.000 Rp 1.329.000 Rp 2.123,00
5,6,7 1055 Rp 900.000 Rp 1.287.000 Rp 2.187.000 Rp 2.072,99
5,6,7,8 1484 Rp 900.000 Rp 2.574.000 Rp 3.474.000 Rp 2.340,97
8 429 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 2.097,90
8,9 858 Rp 900.000 Rp 429.000 Rp 1.329.000 Rp 1.548,95
8,9,10 1287 Rp 900.000 Rp 1.287.000 Rp 2.187.000 Rp 1.699,30
11 429 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 2.097,90
11,12 858 Rp 900.000 Rp 429.000 Rp 1.329.000 Rp 1.548,95
11,12,13 1287 Rp 900.000 Rp 1.281.000 Rp 2.181.000 Rp 1.694,64
13 429 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 2.097,90
13,14 858 Rp 900.000 Rp 429.000 Rp 1.329.000 Rp 1.548,95
13,14,15 1287 Rp 900.000 Rp 1.281.000 Rp 2.181.000 Rp 1.694,64
15 429 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 2.097,90
15,16 858 Rp 900.000 Rp 429.000 Rp 1.329.000 Rp 1.548,95
15,16,17 1287 Rp 900.000 Rp 1.281.000 Rp 2.181.000 Rp 1.694,64
17 429 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 2.097,90
17,18 858 Rp 900.000 Rp 429.000 Rp 1.329.000 Rp 1.548,95
17,18,19 1287 Rp 900.000 Rp 1.281.000 Rp 2.181.000 Rp 1.694,64
19 429 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 2.097,90
19,20 858 Rp 900.000 Rp 429.000 Rp 1.329.000 Rp 1.548,95
19,20,21 1313 Rp 900.000 Rp 1.339.000 Rp 2.239.000 Rp 1.705,26
21 455 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 1.978,02
21,22 910 Rp 900.000 Rp 455.000 Rp 1.355.000 Rp 1.489,01
21,22,23 1365 Rp 900.000 Rp 1.365.000 Rp 2.265.000 Rp 1.659,34
23 455 Rp 900.000 Rp - Rp 900.000 Rp 1.978,02
Gambar 4.34 Perhitungan MRP Iron Grip metode LUC

Keterangan tabel perhitungan LUC sebagai berikut pada tabel 4.59.


Tabel 4.46 Keterangan Perhitungan dengan LUC
No Keterangan Perhitungan
1. Periode Kombinasi = Periode yang akan dicoba
2. Trial Lot Size = Jumlah dari GR periode kombinasi
3. Biaya Pesan = Biaya pesan
4. Biaya simpan = POH periode kombinasi dikali biaya simpan
5. Cummulative cost = Biaya simpan ditambah biaya pesan
6. Cost Per unit = Cummulaive cost dibagi trial lot size

Periode kombinasi yang dipilih yaitu periode kombinasi yang menghasilkan cost per
unit terkecil, sehingga trial lot size tersebut dimasukan kedalam PoREC periode tersebut.
Berikut hasil perhitungan MRP weights menggunakan LUC.

Gambar 4.35 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Weights Metode LUC

96
Gambar 4.35 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Weights Metode LUC (Lanjutan)

Berikut merupakan tabel 4.47 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 3
dari Weights dengan metode LUC.
Tabel 4.47 Perhitungan MRP LUC dari Weights
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement (GR) = Porel Main Body Putter + Iron Head
2. Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n
= 2000-442-0+0
= 1558
3. Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR
periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0
= IF((E8-F6)<0;ABS(E8-F6);0)
=0
4. Planned Order Receipt (PoREC) = Jumlah ukuran pemesanan sesuai dengan LUC yang dipilih
5. Planned Order Release (PoREL) = Porec 2 Periode setelahnya
6. Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan
= SUM(F44:AC44)*F39
7. Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan
= COUNTIF(E46:AC46;">0")*H38
8. Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item
= SUM(E47:AC47)*H39
9. Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 7.389.000 + Rp 7.200.000 + Rp 678.780.000
= Rp 693.369.000

c. Metode Lot Sizing Period Order Quantity (POQ)


Perhitungan Weight dengan metode Period Order Quantity dilampirkan pada lampiran
d. Analisis Perbandingan

Tabel 4.48 Analisa Perbandingan


Total Biaya Komponen FOQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 23.870.000 + Rp 4.500.000 + Rp 900.000.000
= Rp 928.370.000
Total Biaya Komponen POQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 16.606.000 + Rp 4.500.000 + Rp 760.680.000
= Rp 781.786.000
Total Biaya Komponen LUC = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 7.389.000 + Rp 7.200.000 + Rp 678.780.000
= Rp 693.369.000
Berdasarkan dari ketiga metode yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa
metode yang paling baik adalah LUC dengan biaya yang paling sedikit yaitu Rp 693.369.000
1.7.5 MRP Level 4
Berikut ini merupakan MRP level 4 dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club.
MRP level 4 terdiri dari Putter Lie dan Putter Part.

97
1. MRP Pola Putter Lie
Pola Putter Lie menggunakan metode lot size yaitu lot for lot dengan nilai lead time =
0. Berikut hasil perhitungan MRP pola Putter Lie.

Gambar 4.36 Hasil Perhitungan MRP Level 4 Putter Lies

Gambar 4.36 Hasil Perhitungan MRP Level 4 Putter Lies (lanjutan)

Berikut merupakan tabel 4.49 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 4
dari Iron Golf Club.
Tabel 4.49 Keterangan Perhitungan MRP Level 4 untuk Putter Lie
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Putter Lie
2. Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal
terima produk
3. Project on Hand = inventory setiap minggu
= Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule
Receipt + Planned Order Receipt
= 0 – 102 – 0 + 102
=0
4. Net Requirement = jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement
= Gross Requirement - Project on Hand periode sebelum
= 102 - 0
= 102
5. Planned Order Receipt = jumlah produk yang akan diterima pada periode tersebut
= Net requirement
= 102
6. Planned Order Release = jumlah produk yang dipesan pada periode tersebut (leadtime = 0)
= Planned Order Receipt
= 102

2. MRP Pola Putter Part

98
Pola Putter Part menggunakan metode lot size yaitu lot for lot dengan nilai lead time
= 0. Berikut hasil perhitungan MRP pola Putter Part.

Gambar 4.37 Hasil Perhitungan MRP Level 4 Putter Part Metode LFL

Gambar 4.37 Hasil Perhitungan MRP Level 4 Putter Part Metode LFL (lanjutan)

Berikut merupakan tabel 4.50 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 4
dari Iron Golf Club.
Tabel 4.50 Keterangan Perhitungan MRP Level 4 untuk Putter Part
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Putter Part
2. Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal
terima produk
3. Project on Hand = inventory setiap minggu
= Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule
Receipt + Planned Order Receipt
= 0 – 102 – 0 + 102
=0
4. Net Requirement = jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement
= Gross Requirement - Project on Hand periode sebelum
= 102 - 0
= 102
5. Planned Order Receipt = jumlah produk yang akan diterima pada periode tersebut
= Net requirement
= 102
6. Planned Order Release = jumlah produk yang dipesan pada periode tersebut (leadtime = 0)
= Planned Order Receipt
= 102

1.7.6 MRP level Material


Berikut ini merupakan MRP level material dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf
Club. MRP level material terdiri dari Pola Stainless steel dan Iron.
1. Stainless Steel

99
Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level material untuk Stainless Steel.
a. Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ)
Perhitungan Stainless Steel dengan metode Fixed Order Quantity dilampirkan pada
lampiran
b. Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC)
Perhitungan Stainless Steel dengan metode Least Unit Cost dilampirkan pada lampiran
c. Metode Lot Sizing Period Order Quantity (POQ)
Stainless Steel menggunakan metode lot size yaitu 2000 buah dengan nilai lead time =
2 dan inventory awal 1500. Berikut hasil perhitungan MRP Stainless Steel.

2×𝑆 2 × 1.500.000
𝑄= √ = √ ≈6
𝑑×ℎ 220 × 500

Keterangan :
S = Setup cost
d = Rata – rata demand
h = holding cost

Gambar 4.38 Hasil Perhitungan MRP Level material Stainless Steel Metode POQ

Gambar 4.38 Hasil Perhitungan MRP Level material Stainless Steel Metode POQ (Lanjutan)

Berikut merupakan tabel 4.51 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level
material dari Stainless Steel dengan metode POQ.
Tabel 4.51 Perhitungan MRP Stainless Steel dengan metode POQ
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement (GR) = Porel Stainless Steel
2. Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n
= 1500-223-0+0

100
No Keterangan Perhitungan
= 1277
3. Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR
periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0
= IF(B32-C30<0;ABS(B32-C30);0)
=0
4. Planned Order Receipt = Jumlah ukuran sesuai dengan perhitungan LUC
(PoREC)
5. Planned Order Release = Porec 2 Periode setelahnya
(PoREL)
6. Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan
= SUM(F20:AC20)*F15
7. Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan
= COUNTIF(E22:AC22;">0")*H14
8. Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item
= SUM(E23:AC23)*H15
9. Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 7.392.000 + Rp 4.500.000 + Rp 451.680.000
= Rp 463.572.000

d. Analisis Perbandingan

Tabel 4.52 Analisa Perbandingan


Total Biaya Komponen FOQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 11.220.000 + Rp 3.000.000 + Rp 480.000.000
= Rp 494.220.000
Total Biaya Komponen LUC = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 6.109.000 + Rp 6.000.000 + Rp 451.680.000
= Rp 463.789.000
Total Biaya Komponen POQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 7.392.000 + Rp 4.500.000 + Rp 451.680.000
= Rp 463.572.000
Berdasarkan dari ketiga metode yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa
metode yang paling baik adalah POQ dengan biaya yang paling sedikit yaitu Rp
463.572.000.

2. Iron
Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level material untuk Iron.
a. Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ)
Perhitungan Iron dengan metode Fixed Order Quantity dilampirkan pada lampiran
b. Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC)
Iron menggunakan metode lot size yaitu 500 buah dengan nilai lead time = 2 dan
inventory awal 800.
Berikut merupakan gambar 4.56 yang menunjukkan hasil perhitungan LUC.

101
Gambar 4.39 Perhitungan MRP iron metode LUC

Berikut tabel 4.53 yang menggambarkan tabel perhitungan LUC.


Tabel 4.53 Keterangan Perhitungan dengan LUC
No Keterangan Perhitungan
1. Periode Kombinasi = Periode yang akan dicoba
2. Trial Lot Size = Jumlah dari GR periode kombinasi
3. Biaya Pesan = Biaya pesan
4. Biaya simpan = POH periode kombinasi dikali biaya simpan
5. Cummulative cost = Biaya simpan ditambah biaya pesan
6. Cost Per unit = Cummulaive cost dibagi trial lot size

Periode kombinasi yang dipilih yaitu periode kombinasi yang menghasilkan cost per
unit terkecil, sehingga trial lot size tersebut dimasukan kedalam Planned Order Receipt
periode tersebut. Berikut hasil perhitungan MRP Iron.

Gambar 4.40 Hasil Perhitungan MRP Level material Iron Metode LUC

Gambar 4.40 Hasil Perhitungan MRP Level material Iron Metode LUC (Lanjutan)

Berikut merupakan tabel 4.54 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level
material dari Iron dengan metode LUC.
Tabel 4.54 Perhitungan MRP Iron dengan metode LUC
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement (GR) = Porel IRON
2. Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n
= 800-37-0+0
= 743
3. Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR
periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0
= IF(B32-C30<0;ABS(B32-C30);0)
=0
4. Planned Order Receipt = Jumlah ukuran sesuai dengan perhitungan LUC
(PoREC)

102
No Keterangan Perhitungan
5. Planned Order Release = Porec 2 Periode setelahnya
(PoREL)
6. Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan
= SUM(F20:AC20)*F15
7. Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan
= COUNTIF(E22:AC22;">0")*H14
8. Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item
= SUM(E23:AC23)*H15
9. Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 3.960.000 + Rp 1.500.000 + Rp 48.960.000
= Rp 54.420.000

c. Metode Lot Sizing Period Order Quantity (POQ)


Iron menggunakan metode lot size yaitu 500 buah dengan nilai lead time = 2 dan
inventory awal 800. Berikut hasil perhitungan MRP iron.

2×𝑆 2 × 1.500.000
𝑄= √ = √ ≈ 11
𝑑×ℎ 56 × 500

Keterangan :
S = Setup cost
d = Rata – rata demand
h = holding cost

Gambar 4.41 Hasil Perhitungan MRP Level material Iron Metode POQ

Gambar 4.41 Hasil Perhitungan MRP Level material Iron Metode POQ (Lanjutan)

Berikut merupakan tabel 4.55 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level
material dari Iron dengan metode POQ.
Tabel 4.55 Perhitungan MRP Iron dengan metode POQ
No Keterangan Perhitungan
1. Gross Requirement (GR) = Porel Stainless Steel
2. Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n
= 800-37-0+0
= 743
3. Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR

103
No Keterangan Perhitungan
periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0
= IF(B32-C30<0;ABS(B32-C30);0)
=0
4. Planned Order Receipt = Jumlah ukuran sesuai dengan perhitungan LUC
(PoREC)
5. Planned Order Release = Porec 2 Periode setelahnya
(PoREL)
6. Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan
= SUM(F20:AC20)*F15
7. Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan
= COUNTIF(E22:AC22;">0")*H14
8. Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item
= SUM(E23:AC23)*H15
9. Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 3.960.000 + Rp 1.500.000 + Rp 48.960.000
= Rp 54.420.000

d. Analisis Perbandingan
Tabel 4.56 Analisa Perbandingan
Total Biaya Komponen FOQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 3.990.000 + Rp 3.000.000 + Rp 90.000.000
= Rp 96.990.000
Total Biaya Komponen LUC = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 3.960.000 + Rp 1.500.000 + Rp 48.960.000
= Rp 54.420.000
Total Biaya Komponen POQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian
= Rp 3.960.000 + Rp 1.500.000 + Rp 48.960.000
= Rp 54.420.000
Berdasarkan dari ketiga metode yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa
metode yang paling baik adalah POQ dan LUC dengan biaya yang paling sedikit yaitu
Rp 54.420.000
4.8 Capacity Requirement Planning
Capacity Requirement Planning merupakan perencanaan kapasitas yang direncanakan
telah mampu memenuhi perencanaan produksi yang dibuat untuk melayani kebutuhan atau
permintaan. Di bawah ini merupakan CRP dari PT. Adi Karya Golf.

4.8.1 Penentuan Beban Workcenter


Dibawah ini merupakan tabel yang berisi run time Iron Golf club, Putter Golf Club dan
tabel perhitungan CRP dari kedua produk tersebut.
Tabel 4.57 Run Time Iron Golf Club
Iron Golf Club
Run Time Run Time
Part Process Machine
(Min) (Hour)
Melting Steel Head Furnace 6 0.100
Iron Head
Casting Casting Area 8 0.133
Body
Polishing Head Polishing Machine 2 0.033
Heating Iron Furnace 3 0.050
Brand
Compression Moulding Compression Machine 1.5 0.025
Emblem
Cut to Shape Cutting Machine 1.5 0.025

104
Painting Paint Sprayer 2 0.033
Iron Head Iron Head Assembly Assembly Table 2 0.033
Melting Steel Shaft Furnace 6 0.100
Extursion Moulding Extursion Machine 5 0.083
Shaft Body
Cut to Lenght Cutting Machine 1 0.017
Polishing Shaft Polishing Machine 2 0.033
Main Body
Main Body Assembly Assembly Table 2 0.033
Iron
Iron Golf Final Assembly &
Assembly Table 4 0.067
Club Inspection

Tabel 4.58 Run Time Putter Golf Club


Putter Golf Club
Run
Run Time
Part Process Machine Time
(Min)
(Hour)
Melting Steel Furnace 6 0.100
Putter Part Casting Casting Station 8 0.133
Polishing Polishing Machine 2 0.033
Heating Steel Furnace 4 0.067
Compression
Compression Machine 2 0.033
Putter Lie Moulding
Cut to Shape Cutting Machine 2 0.033
Polishing Polishing Machine 2 0.033
Putter Head Putter Head Body
Assembly Table 2 0.033
Body Assembly
Heating Iron Furnace 3 0.050
Compression
Brand Compression Machine 1.5 0.025
Moulding
Emblem
Cut to Shape Cutting Machine 1.5 0.025
Painting Paint Sprayer 2 0.033
Putter Head Putter Head Assembly Assembly Table 2 0.033
Melting Steel Shaft Furnace 6 0.100
Extursion Moulding Extursion Machine 5 0.083
Shaft Body
Cut to Lenght Cutting Machine 1 0.017
Polishing Shaft Polishing Machine 2 0.033
Counterweight
Putter Shaft Assembly Table 2 0.033
Assembly
Main Body Main Body Putter
Assembly Table 2 0.033
Putter Assembly
Putter Golf Final Assembly &
Assembly Table 4 0.067
Club Inspection

Tabel 4.59 Perhitungan CRP


Month 37 38 39
Week PD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Furnace
Iron Head Body 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24 24
Brand Emblem 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17
Shaft Body 34 34 34 34 33 33 33 33 33 33 33 33

105
Putter Part 11 11 11 11 10 10 10 10 10 10 10 10
Putter Lie 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
Total 93 93 93 93 91 91 91 91 91 91 91 91
Casting
Iron Head Body 32 32 32 32 31 31 31 31 31 31 31 31
Putter Part 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14
Total 46 46 46 46 45 45 45 45 45 45 45 45
Cutting
Brand Emblem 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Shaft Body 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
Putter Lie 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Total 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19
Polishing
Iron Head Body 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Shaft Body 12 12 12 12 11 11 11 11 11 11 11 11
Putter Part 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Putter Lie 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Total 28 28 28 28 27 27 27 27 27 27 27 27
Compression
Brand Emblem 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Putter Lie 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Extursion
Shaft Body 29 29 29 29 28 28 28 28 28 28 28 28
Total 29 29 29 29 28 28 28 28 28 28 28 28
Compression
Brand Emblem 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Putter Lie 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Total 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13
Painting
Brand Emblem 12 12 12 12 11 11 11 11 11 11 11 11
Total 12 12 12 12 11 11 11 11 11 11 11 11
Asembly
Iron Head 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Main Body Iron 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Iron Golf Club 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16 16
Putter Head
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Body
Putter Head 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Putter Shaft 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Main Body
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Putter
Putter Golf
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
Club
Total 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55
Week Total 304 304 304 304 298 298 298 298 298 298 298 298
Month Total 1216.000 1192.000 1192.000
Capacity 1600 1600 1600

Tabel 4.59 Perhitungan CRP (lanjutan)

106
40 41 42
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

24 24 24 24 24 24 24 24 25 25 25 25
17 17 17 17 17 17 17 17 18 18 18 18
33 33 33 33 33 33 33 33 35 35 35 35
10 10 10 10 10 10 10 10 11 11 11 11
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
91 91 91 91 91 91 91 91 96 96 96 96

31 31 31 31 31 31 31 31 33 33 33 33
14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14
45 45 45 45 45 45 45 45 47 47 47 47

9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19

8 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9
11 11 11 11 11 11 11 11 12 12 12 12
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
27 27 27 27 27 27 27 27 29 29 29 29

9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

28 28 28 28 28 28 28 28 30 30 30 30
28 28 28 28 28 28 28 28 30 30 30 30

9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13

11 11 11 11 11 11 11 11 12 12 12 12
11 11 11 11 11 11 11 11 12 12 12 12

8 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9
8 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9
16 16 16 16 16 16 16 16 17 17 17 17
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7

107
55 55 55 55 55 55 55 55 58 58 58 58
298 298 298 298 298 298 298 298 313 313 313 313 Average
1192.000 1192.000 1252.000 1206.000
1600 1600 1600 1600.000

Dari perhitungan CRP diatas maka dapat diketahui apabila pada periode 37 membutuhkan
waktu produksi selama 1216 jam, pada periode 38 membutuhkan waktu produksi selama
1192 jam, pada periode 39 membutuhkan waktu produksi selama 1192 jam, pada periode 40
membutuhkan waktu produksi selama 1192 jam, pada periode 41 membutuhkan waktu
produksi selama 1192 jam, dan pada periode 42 membutuhkan waktu produksi selama 1252
jam.

4.8.2 Analisis CRP


Berdasarkan hasil perhitungan CRP diatas dibututuhkan waktu rata-rata produksi periode 37
hingga 42 sebesar 1206 jam. Waktu rata-rata produksi tersebut lebih rendah daripada rata-
rata waktu produksi total yang tersedia yaitu 1600 jam sehingga dapat dipastikan apabila
kapasita yang telah direncanakan telah mampu memenuhi perencanaan produksi yang dibuat
untuk melayani kebutuhan permintaan.

4.9 Enterprise Resource Planning (ERP)


Enterprise Resource Planning atau biasa disebut ERP bertujuan untuk menyatukan
seluruh departemen dan fungsi yang ada pada sebuah perusahaan ke dalam sistem komputer
terpadu yang dapat mengakomodasi seluruh kebutuhan dari departemen yang berbeda,
sistem inilah yang harus memenuhi semua kebutuhan departemen dan mereduksi pekerjaan-
pekerjaan manual yang ada. Begitu pula dengan PT. Adi Karya Golf clubakan diterapkan
sistem ERP untuk memudahkan dalam mengakomodasi kebutuhan sistem infrmasi dari
masing-masing departemen. Dimana departemen yang ada pada PT. Adi Karya Golf dalah
departemen purchase, manufacture, dan inventory.

4.9.1 Bill of Material


Berikut merupakan langkah-langkah untuk membuat bill of material dengan
menggunakan Odoo.
1. Buka modul Manufacturing, lalu pilih Bill of Materials hingga muncul tampilan seperti
pada gambar 4.42.

108
Gambar 4.42 Modul manufacturing

2. Klik create untuk input bill of materials level 0 dari produk Iron Golf Club seperti pada
gambar 4.43.

Gambar 4.43 Create BOM untuk iron golf club

3. Untuk mengisi bagian product, pilih create and edit hingga muncul tampilan seperti
gambar 4.44 dan 4.45 lalu isilah masing-masing data seperti pada gambar. Kemudian
klik save.

109
Gambar 4.44 General Information untuk iron golf club

Gambar 4.45 Inventory untuk iron golf club

4. Untuk komponen setelah level 0, klik Add an Item pada tab Components, lalu masukkan
data seperti pada gambar 4.46.

Gambar 4.46 Inventory untuk perangkat main body iron

110
5. Untuk BOM level 1, inputkan produk seperti pada gambar 4.47 dengan memilih main
body iron yang sebelumnya telah dibuat.

Gambar 4.47 Create BOM untuk main body iron

6. Untuk masing-masing komponen level 1, masukkan data seperti pada gambar 4.48.

Gambar 4.48 Inventory untuk komponen iron head

7. Untuk BOM level 2, inputkan produk seperti pada gambar 4.49 dengan memilih iron
head yang sebelumnya telah dibuat.

111
Gambar 4.49 Create BOM untuk iron head

8. Untuk masing-masing komponen level 2, masukkan data seperti pada gambar 4.50.

Gambar 4.50 Inventory untuk komponen iron head body

9. Untuk BOM level 3, inputkan produk seperti pada gambar 4.51 dengan memilih iron
head body yang sebelumnya telah dibuat.

Gambar 4.51 Create BOM untuk iron head body

112
10. Untuk masing-masing komponen level 3, masukkan data seperti pada gambar 4.52.

Gambar 4.52 Inventory untuk komponen stainless steel

11. Ulangi langkah-langkah sebelumnya untuk menyusun bill of materials level 0 untuk
produk putter golf club.
4.9.2 Purchasing
Berikut merupakan langkah-langkah untuk membuat modul purchasing.
1. Buka modul Purchases, lalu klik create untuk membuat data pesanan bahan baku.
2. Akan muncul formulir request for quotation seperti pada gambar 4.53.

Gambar 4.53 Modul Purchase

3. Untuk data mengenai supplier bahan baku, masukkan data supplier dengan klik create
and edit pada kolom Vendor kemudian klik save.

113
4. Masukkan data produk bahan baku yang akan dipesan seperti pada gambar 4.54 untuk
membuat pesanan. Lalu klik save.

Gambar 4.54 Data request for quotation

5. Setelah data lengkap, klik save lagi maka akan muncul rincian bahan baku hingga total
harganya.
6. Jika produsen telah mendapat persetujuan penerimaan pesanan dari supplier, maka
admin Odoo dapat mengubah status order dengan membuka menu klik confirm order.
7. Kemudian rincian pesanan akan berpindah ke purchase order.
8. Ketika bahan baku sudah siap diterima dari supplier, maka status pesanan dapat diubah
dengan klik receive products seperti pada gambar 4.55.

114
Gambar 4.55 Receive products dari purchase orders

4.9.3 Inventory
Berikut merupakan langkah-langkah untuk membuat modul inventory.
1. Buka modul inventory.

Gambar 4.56 Tampilan awal modul inventory

115
2. Kemudian klik receipt, pilih receipt dari pemesanan yang sebelumnya telah dilakukan.

Gambar 4.57 Validate pesanan yang telah masuk

3. Klik validate, lalu pilih apply untuk memperbaharui data stok bahan baku di dalam
warehouse.

Gambar 4.58 Apply untuk memperbaharui stok bahan baku di inventory

4. Untuk memastikan apakah stok bahan baku sudah diperbaharui, klik products pada
menu master data, lalu pilih salah satu bahan baku yang sebelumnya telah dipesan.

116
4.9.4 Manufacturing Order
1. Setelah semua bahan baku terpenuhi, maka proses produksi dapat dilakukan dengan
melakukan permintaan produksi menggunakan manufacturing orders di dalam modul
manufacturing. Klik create untuk membuat permintaan produksi.

Gambar 4.59 Create Manufacturing Order

2. Masukkan data pada form seperti pada gambar 4.60 Klik save.

Gambar 4.60 Data untuk Form Manufacturing Order

117
3. Jika produk siap untuk diproduksi, maka klik produce.

Gambar 4.61 Ringkasan Data Manufacturing Order

4. Jika proses produksi sudah selesai maka manufacturing order dapat diakhiri dengan klik
mark as done. Hingga menampilkan seperti gambar 4.62

Gambar 4.62 Mark as Done

118
5. Manufacturing Orders yang telah selesai diproduksi ditunjukkan dengan tampilan
pada gambar 4.63

Gambar 4.63 Hasil modul Manufacturing Order

4.1. Perencanaan Gudang


Setiap pabrik atau perusahaan tentunya memiliki fasilitas untuk menyimpan bahan baku,
barang setengah jadi ataupun barang jadi. Menurut Warman (2010), gudang adalah
bangunan yang dipergunakan untuk menyimpan barang dagangan. Sementara menurut
Hadiguna dan Setiawan (2008), gudang dapat didefinisikan sebagai tempat yang dibebani
tugas untuk menyimpan barang yang akan dipergunakan dalam produksi sampai barang
diminta sesuai dengan jadwal produksi. Perencanaan gudang pada perusahaan atau pabrik
sangat diperlukan untuk menunjang proses produksi dan distribusi pada pabrik tersebut.

4.1.1. Fungsi Gudang


Menurut Hadiguna dan Setiawan (2008), dalam memfasilitasi proses dan aktivitas
pengelolaan barang, fungsi utama gudang yaitu :
1. Penerimaan (receiving), yaitu menerima material pesanan perusahaan, menjamin
kualitas material yang dikirim supplier, serta mendistribusikan material ke lantai
produksi.
2. Persediaan, yaitu menjamin agar permintaan dapat dipenuhi karena tujuan perusahaan
adalah memenuhi kepuasan pelanggan.
3. Penyimpanan (storage), yaitu bentuk fisik barang-barang yang disimpan sebelum ada
permintaan.

119
4. Pengambilan pesanan (order picking), yaitu proses pengambilan barang dari gudang
sesuai permintaan.

4.1.2. Operasional Gudang


Dalam operasional gudang di suatu pabrik, gudang terbagi menjadi 2 yaitu gudang
bahan baku dan gudang penyimpanan barang jadi. Gudang bahan baku merupakan gudang
yang akan menyimpan setiap material yang dibutuhkan atau digunakan untuk proses
produksi. Lokasi gudang bahan baku umumnya berada di dalam bangunan pabrik, namun
beberapa jenis barang tertentu dapat juga diletakkan diluar bangunan pabrik sehingga
perusahaan dapa menghemat biaya gudang karena tidak memerlukan bangunan khusus.
Sementara gudang penyimpanan barang jadi yaitu gudang yang memiliki fungsi untuk
menyimpan produk yang telah selesai dikerjakan.
1. Gudang Bahan Baku
Pada PT. Adi Karya Golf, gudang bahan baku merupakan gudang yang digunakan untuk
menyimpan bahan baku iron dan stainless steel.
Tabel 4.60 Data Gudang Bahan Baku
Ukuran
No Nama Fungsi Jumlah
(p x l x t)
Stainless steel batch

1. Penyimpanan 100 cm x 40
1. 5 batch
Stainless steel cm x 60 cm

Iron batch

2.
100 cm x 40
1. Peyimpanan Iron 2 batch
cm x 60 cm

120
2. Gudang Barang Jadi
Gudang produk jadi digunakan untuk menyimpan iron golf club dan putter golf club.
Dimana pada gudang ini menggunakan rak yang tersusun dari rak 4 tingkat. Setiap sepasang
produk man formal shoes dan angkle high shoes dipacking dengan menggunakan kardus dan
ditelakan di rak sesuai dengan jenis sepatu.
Tabel 4.61 Data Gudang Barang Jadi
No Nama Fungsi Jumlah Ukuran
(p x l x t)
Rak Penyimpan

120 cm x
Peyimpanan Box
1. 8 50 cm x
210 cm

Box

Penyimpanan iron 110 cm x


2 golf club dan putter 59 kotak 40 cm x
golf club 25 cm

Perecanaan Gudang pada PT. Adi Karya Golf menggunakan metode FIFO (First In
First Out). Metode ini digunakan agar barang yang pertama dibuat juga pertama untuk
didistribusikan hal tersebut untuk mencegah terjadinya kerusakan terhadap material yang
terlalu lama disimpan.

4.2. Perencanaan Aliran Dan Kebutuhan Ruang


Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam melakukan perancangan tata letak
fasilitas suatu pabrik atau perusahaan adalah aliran pergerakan bahan baku ataupun produk
di dalam setiap workstation, dalam departemen, ataupun antar departemen. Selain itu juga
hal yang harus diperhatikan adalah kebutuhan ruang untuk tiap departemen. Pada sub bab
ini akan dijelaskan mengenai perencanaan aliran dan kebutuhan ruang dari PT. Adi Karya
Golf.

121
4.2.1. Jenis Aliran
Aliran meliputi aliran material, informasi, dan manusia antara departemen (Tompkins,
2003). Suatu perencanaan aliran yang efektif meliputi pengkombinasian suatu pola aliran
dengan aisle yang mencukupi untuk memperoleh pergerakan yang baik dari tempat asal ke
tempat yang dituju.

4.2.1.1 Aliran Antar Workstation


Aliran antar workstation digunakan dimana kita menentukan aliran dari awal proses
produksi dimulai hingga menjadi produk jadi dan disimpan menuju gudang. Aliran antar
workstation dapat ditentukan dengan melihat dari dimana gudang material berada, lantai
produksi yang ada hingga dimana gudang produk jadi berada. Pada PT. Adi Karya Golf
mempunyai workstation 1 dimana merupakan awal proses produksi yaitu proses Furnace
sehingga berdekatan dengan gudang bahan baku. Kemudian, untuk workstation 2 adalah
proses casting, workstation 3 adalah proses cutting , workstation 4 adalah proses polishing,
workstation 5 adalah proses moulding, workstation 6 adalah proses painting, dan
workstation 7 merupakan proses assembly dari produk sehingga mengikuti sesuai dengan
urutan produk stick golf ini. Kemudian workstation 8 digunakan untuk melakukan inspeksi
sehingga terletak di akhir sehingga berdekatan gudang produk jadi.
Berikut merupakan langkah perhitungan penentuan jumlah workstation lantai produksi
PT. Adi Karya Golf.
1. Membuat tabel operasi masing-masing produk untuk kemudian diagregatkan. Hasil
agregat kemudian digunakan untuk input pengurutan waktu proses.

Tabel 4.62 Gabungan Operasi


Operation Name Iron Putter Tek Predecessor
1 Melting Steel 6 6 6 -
2 Casting 8 8 8 1
3 Polishing 2 2 2 2
4 Heating Steel - 4 4 -
5 Compression Moulding - 2 2 4
6 Cut to Shape - 2 2 5
7 Polishing - 2 2 6
8 Putter Head Body Assembly - 2 2 3,7
9 Heating Iron 3 3 3 -
10 Compression Moulding 1,5 1,5 1,5 10
11 Cut to Shape 1,5 1,5 1,5 11
12 Painting 2 2 2 12
13 Head Assembly - 2 2 3, 8,12
14 Melting Steel 6 6 6 -
15 Extrusion Moulding 5 5 5 14
16 Cut to Length 1 1 1 15

122
17 Polishing 2 2 2 16
18 Counterweight Assembly - 2 2 17
19 Main Body Assembly 2 2 2 13,17,18
20 Final Assembly 2 2 2 19
21 Inspection 2 2 2 20

Tek adalah waktu yang terlama dari masing-masing produk. Misalnya pada operation
final assembly, baik iron ataupun putter golf club memiliki waktu 2 menit. Sehingga Tek
yang digunakan yaitu 2.
2. Membuat precedence diagram
Precedence berguna untuk mengetahui proses yang harus dilakukan terhadap produk
terlebih dahulu sebelum dikenai proses berikutnya. Berikut merupakan precedence
diagram dari proses di PT. Adi Karya Golf pada gambar 4.56.

Gambar 4.64 Precedence diagram

3. Ranked Positional Weight


Dalam menentukan workstation, data Ranked Positional Weight (RPW) akan diurutkan
berdasarkan waktu terbesar.
Tabel 4.63 Hasil Perhitungan Ranked Positional Weight
Operation Name RPW Tek
1 Melting Steel 26 6
14 Melting Steel 22 6
2 Casting 20 8
4 Heating Steel 20 4
5 Compression Moulding 16 2
9 Heating Iron 16 3
15 Extrusion Moulding 16 5
6 Cut to Shape 14 2
10 Compression Moulding 13 1.5
3 Polishing 12 2
7 Polishing 12 2
11 Cut to Shape 11.5 1.5
16 Cut to Length 11 1
12 Painting 10 2
17 Polishing 10 2
8 Putter Head Body Assembly 8 2

123
13 Head Assembly 8 2
18 Counterweight Assembly 8 2
19 Main Body Assembly 6 2
20 Final Assembly 4 2
21 Inspection 2 2

4. Perhitungan workstation
Dalam mengelompokkan operation ke workstation tertentu, waktu proses tidak boleh
lebih dari waktu yang telah dihitung di line balancing sebelumnya yaitu sebesar 8,5
menit.
Tabel 4.64 Pengelompokkan Workstation
Station Operation Tek Waktu Total (Menit)
WS1 1 6 6
WS2 14 6 6
WS3 2 8 8
15 5
WS4 16 1 8
17 2
4 4
WS5 5 2 8
6 2
9 3
10 1.5
WS6 8
11 1.5
12 2
3 2
7 2
WS7 8
8 2
13 2
18 2
19 2
WS8 8
20 2
21 2

Dilihat dari aliran antar workstation tersebut, dapat digunakan aliran berbentuk circular.
Pola ini diterapkan untuk aliran pada proses yang menghendaki pengembalian material atau
produk jadi pada titik awal produksi. Pola ini juga dapat diterapkan pada proses yang
menempatkan proses penerimaan bahan/material dan pengiriman barang jadi pada area yang
sama.

124
Work
Station
8

Work Work
Station Station
1 7

Work Work
Station Station
2 6

Work Work
Station Station
3 5

Work
Station
4

Gambar 4.65 Aliran antar workstation

4.2.2. Sistem Material Handling


Material handling merupakan alat yang digunakan oleh perusahaan untuk mengangkut
dan menyalurkan segala bahan baku maupun barang jadi di dalam perusahaan antar
departemen maupun antar workstation. Sistem material handling yang digunakan pada PT.
Adi Karya Golf adalah menggunakan manual material handling, hand truck. Penggunaan
material handling ini sebagai alat transportasi dalam perusahaan agar dapat mengurangi
bebas pekerja dalam proses perpindahan barang. Berikut merupakan sistem material
handling trolley hand truck digunakan di lantai produksi, gudang jadi dan bahan baku.
Tabel 4.65 Material Handling
Keterangan Dimensi
Dimensi 740 x 680 mm
Tinggi 830 mm
Berat 15 kg

125
Kapasitas 350 kg

Hand Truck

4.2.2.1 Unit Load


Unit load dapat diartikan yaitu sejumlah barang yang disusun atau dibatasi sehingga
beban tersebut dapat dipindah sebagai satu obyek tunggal. Beban tersebut terlalu besar untuk
dipindah oleh tangan manusia dan pelepasannya akan menyebabkan penyusunan ulang
untuk pemindahan berikutnya. Salah satu prinsip pemindahan bahan yaitu prinsip ukuran
satuan, yang menyatakan bahwa semakin besar beban yang dibawa, makin rendah biaya tiap
satuan yang dipindah. Pada Handtruck kapasitas yang dapat ditampung adalah sebesar 350.

4.2.2.2 Kebutuhan Aisle


Aisle (lebar lorong) digunakan untuk memberikan pertimbangan keamanan pada sebuah
sistem material handling, oleh karena itu dilakukan efisiensi pada alokasi ruang dalam
perancangan dengan menyediakan lebar lorong yang cukup sesuai dengan jenis peralatan
material handling yang digunakan (Heragu, 2008).
Aisle yang ideal sangat mempengaruhi proses untuk melakukan perpindahan barang.
Karena aisle yang terlalu lebar dapat memberikan efek space untuk tempat penyimpanan
barang semakin sempit sehingga proses simpan dan packing akan menjadi lebih lama.
Aisle space untuk handtruck = 2 x Dimensi terpanjang handtruck yang melintas
= 740 mm
= 1480 mm = 1.48 m
4.2.3. Kebutuhan Luas
Manfaat kebutuhan luas adalah mengasah intuisi akan kebutuhan khusus tiap ruang,
memperkirakan proporsi ruang yang lebih baik (kotak atau persegi panjang), alokasi jendela,
titik-titik akses pintu dan keterkaitan furniture dan peralatan di dalam setiap ruang. Agar
dapat bekerja lebih praktis, cepat dan efisien (Mark, 2007).
Untuk menentukan kebutuhan luas maka perlu dilakukan perhitungan mengenai
kebutuhan luas pada setiap fasilitas yang ada pada PT. Adi Karya Golf. Perhitungan
kebutuhan luas lantai produksi digunakan untuk mengetahui luas area yang dibutuhkan
untuk produksi yang berkaitan dengan penempatan mesin produksinya.

126
4.2.3.1 Kebutuhan Luas per Workstation
Data yang diperlukan dalam melakukan perhitungan luas lantai antara lain jenis
mesin/peralatan, ukuran mesin, dan jumlah operator yang bekerja pada workstation yang
bersangkutan. Pada tabel berikut akan dijelaskan mengenai kebutuhan luas pada setiap
workstation di PT. Adi Karya Golf.

Tabel 4.66 Pembagian Workstation


Station Operation Tek Waktu Total (Menit)
WS1 1 6 6
WS2 14 6 6
WS3 2 8 8
15 5
WS4 16 1 8
17 2
4 4
WS5 5 2 8
6 2
9 3
10 1.5
WS6 8
11 1.5
12 2
3 2
7 2
WS7 8
8 2
13 2
18 2
19 2
WS8 8
20 2
21 2

Tabel 4.67 Jumlah Pekerja dan Jumlah Mesin


Operasi Total Waktu Jumla
N
Workstation Putter Golf Produksi Jumlah Pekerja h
o Iron Golf Club
Club (menit) Mesin
1. Workstation Melting Steel Melting Steel
(12/60)*8=1,6
1 untuk Iron untuk Putter (6)+(6) = 12 2
≈2
Head Body Part 1
2. Workstation Melting Steel Melting Steel
(12/60)*8=1,6
2 untuk Shaft untuk Shaft (6)+(6) = 12 2
≈2
Body Body
3. Workstation Casting untuk Casting untuk (16/60)*8=2,13
(8)+(8) = 16 3
3 Iron Head Body Iron Head Body ≈3
4. Workstation Extrusion, Cut Extrusion, Cut to
4 to Length, dan Length, dan
(5+1+2)+(5+1 (16/60)*8=2,13
Polishing Polishing untuk 3
+2) = 16 ≈3
untuk Shaft Shaft Body
Body

127
5. Workstation - Heating Steel,
5 Compression
Moulding, Cut to (0)+(4+2+2)= (8/60)*8=1,06≈
2
Shape, dan 8 2
Polishing untuk
Putter Lie
6. Workstation Heating Steel, Heating Steel,
6 Compression Compression (3+1.5+1.5+2
Moulding, Cut Moulding, Cut to )+( (16/60)*8=2,13
3
to Shape, dan Shape, dan 3+1.5+1.5+2) ≈3
Painting untuk Painting untuk = 16
Brand Emblem Brand Emblem
7. Workstation Polishing Polishing untuk
7 untuk Iron Putter Part 1,
Head Body dan Polishing untuk
Iron Head Putter Lie, (2+2)+(2+2+2 (12/60)*8=1,6≈
2
Assembly Putter Head +2) = 12 2
Assembly, Putter
Head Assembly
untuk Iron
8. Workstation Main Body Counterweight
8 Assembly, Final Assembly, Main (2+2+2)+(
(14/60)*8=1.86
Assembly, dan Body Assembly, 2+2+2+2) = 2
≈2
Inspection Final Assembly, 14
dan Inspection
TOTAL 106 19 19

Tabel 4.69 Fasilitas yang Dipakai pada Workstation


Gambar Mesin Nama Mesin Keterangan

Lengkung Tungku Digunakan pada


Peleburan workstation 1 dan 2

Digunakan pada
180T Die Casting Mesin
workstation 3

128
Tabel 4.70 Fasilitas yang Dipakai pada Workstation (lanjutan)
Gambar Mesin Nama Mesin Keterangan

Aluminium Extrusion Digunakan pada


Press Machine workstation 4

1. DIGUNAKAN
Metal Laser Cutting PADA
Machines WORKSTATI
ON 4, 5, DAN
6

2. ALUMINUM 3. DIGUNAKAN
PROFILE PADA
POLISHING WORKSTATI
MACHINE ON 4 DAN 7

129
4. COMPRESSI 5. DIGUNAKAN
ON PADA
MACHINE WORKSTATI
ASTM C-39 ON 5 DAN 6

Tabel 4.71 Fasilitas yang Dipakai pada Workstation (lanjutan)


Gambar Produk Nama Mesin Keterangan

7. DIGUNAKAN
6. KURSI FUTURA PADA
405 WORKSTATION
4, 5, DAN 6, 8

Tabel 4.72 Perhitungan Kebutuhan Luas per Workstation


Operasi Peralat
Dimensi Kebutuha
Worksta Iron an yang
Putter (P x l x t) n Total kebutuhan (m2)
tion Golf digunak
Golf Club (m) (m )
2
Club an
Mesin
1,9x3,5x 1,9 x 1.5 x
Furnace
2,196 2 = 5.7
(2)
Space
1 x 0.4 x 1 x 0.4 x 2
bahan
0.6 = 0.8
baku
Melting Aisle
Melting
Steel antar 5.7+0.8+1.48+4+0.9
1 Steel
(Furnac WS 1 - 1.48 = 12.88
(Furnace)
e) dan WS
2
Ruang
- 2x2=4
gerak
allowanc
- 0.9
e

130
Operasi Peralat
Dimensi Kebutuha
Worksta Iron an yang
Putter (P x l x t) n Total kebutuhan (m2)
tion Golf digunak
Golf Club (m) (m2)
Club an
Mesin
1,9x3,5x 1,9 x 1.5 x
Furnace
2,196 2 = 5.7
(2)
Space
1 x 0.4 x 1 x 0.4 x 2
bahan
0.6 = 0.8
baku
Melting Aisle
Melting
Steel antar 5.7+0.8+1.48+4+0.9
2 Steel
(Furnac WS 1 - 1.48 = 12.88
(Furnace)
e) dan WS
2
Ruang
- 2x2=4
gerak
allowanc
- 0.9
e
3 Casting Casting Mesin 3,03 x1,06 3,03 x1,06
casting x1,3 x1
(1) = 3.21

Keranja 1,1x0,5x1 1.1 x 0.5 =


ng (1) 0.55 3.21+0.55+1.48+1+ 0.9
Aisle - 1.48 =7.14
antar
WS 2
dan WS
3
Ruang - 1x1=1
gerak
allowanc - 0.9
e
4 Extrusio Extrusion, Mesin 1,9x0,87x 1.9x0.87= 1.653+0.943+20+0.55+0.5
n, Cut to Cut to extrusio 1,2 1.653 9+1.48+1+0.9
Length, Length, n (1) =27.116
dan dan Mesin 0,89x1,06 0,89x1,06=
Polishin Polishing cutting x1,26 0.943
g (1)
Mesin 8 x 2,5 x 8 x 2.5= 20
polishin 2,5
g (1)
Keranja 1,1x0,5x1 1.1 x 0.5
ng (3) x3 = 1.65
Kursi 0,42 x 0,42 x 0,47
(3) 0,47 x x 3 = 0,59
0,87
Aisle - 1.48
antar
WS 4
dan WS
5
Ruang - 1x1=1
gerak
Allowan - 0.9
ce

131
Operasi Peralat
Dimensi Kebutuha
Worksta Iron an yang
Putter (P x l x t) n Total kebutuhan (m2)
tion Golf digunak
Golf Club (m) (m2)
Club an
5 - Heating Mesin 0,89x1,06 0,89x1,06= =0.943+1.86+1.1+0.59+1.48
Steel, cutting x1,26 0.943 +1+0.9
Compress (1)
ion = 7.873
Moulding,
Cut to Mesin 1,4x1,3x1, 1,4x1,3=1.
Shape, Compres 9 86
dan sion (1)
Polishing Keranja 1,1x0,5x1 1.1 x 0.5 x
ng (2) 2 = 1.1
Kursi 0,42 x 0,42 x 0,47
(3) 0,47 x x 2 = 0,59
0,87
Aisle - 1.48
antar
WS 5
dan WS
6
Ruang - 1x1=1
gerak
Allowan - 0.9
ce
6 Heating Heating Mesin 1,9x3,5x 1,9 x 1.5 x 5.7+0.943+1.86+2.2+1.48+
Steel, Steel, Furnace 2,196 2 = 5.7 4+0.9
Compres Compress (2) = 17.083
sion ion Mesin 0,89x1,06 0,89x1,06=
Mouldin Moulding, cutting x1,26 0.943
g, Cut to Cut to (1)
Shape, Shape, Mesin 1,4x1,3x1, 1,4x1,3=1.
dan dan Compres 9 86
Painting Painting sion (1)
untuk untuk Keranja 1,1x0,5x1 1.1 x 0.5 x
Brand Brand ng (4) 4= 2.2
Emblem Emblem Kursi 0,42 x 0,42 x 0,47
(1) 0,47 x x1 =
0,87 0.197
Aisle - 1.48
antar
WS 6
dan WS
7
Ruang - 2x2=4
gerak
Allowan - 0.9
ce
Polishin Polishing Mesin 8 x 2,5 x 8 x 2.5= 20 20+0.55+1.48+1+0.9
g untuk untuk polishin 2,5 =23.93
Iron Putter g (1)
Head Part 1,
Body Polishing
7 dan Iron untuk
Head Putter Keranja 1,1x0,5x1 1.1 x 0.5 x
Assembl Lie, ng (1) 1 = 0.55
y Putter Aisle - 1.48
antar

132
Operasi Peralat
Dimensi Kebutuha
Worksta Iron an yang
Putter (P x l x t) n Total kebutuhan (m2)
tion Golf digunak
Golf Club (m) (m2)
Club an
Head WS 7
Assembly, dan WS
Putter 8
Head Ruang - 1x1=1
Assembly gerak
untuk Allowan - 0.9
Iron ce
8 Main Counterw Keranja 1,1x0,5x1 1.1 x 0.5 x 1.1+0.394+1.56+1.48+1+0.
Body eight ng (2) 2 = 1.1 9
Assembl Assembly, Kursi 0,42 x 0,42 x 0,47 =6.434
y, Final Main (2) 0,47 x x2 =
Assembl Body 0,87 0.394
y, dan Assembly, Meja (2) 1.3x0.6x0. 1.3x0.6x2=
Inspecti Final 8 1.56
on Assembly,
dan Aisle - 1.48
Inspectio antar
n WS 7
dan WS
8
Ruang - 1x1=1
gerak
Allowan - 0.9
ce
Total 115.336

4.2.3.2 Kebutuhan Luas per Departemen


Tabel 4.58 adalah tabel kebutuhan luas dari per departemen. Kebutuhan luas dari
department didasarkan dengan jumlah pekerja dan fungsi dari depertemen tersebut sehingga
dapat diketahui untuk kebutuhan ukuran dari area tersebut.

Tabel 4.73 Luas per Departemen


Departemen Jumlah Jobdesc tiap Kebutuhan Dimensi (m) Kebutuhan Luas (m)
Operator operator Fasilitas

Quality 1 Untuk Meja (1) 1.3x0.6x0.8


Control memeriksa hasil
produksi

Menyimpan Kursi (1) 0,42 x 0,47 x


0.78+1.29+0.54+1+0.9
dokumen 0,87
= 4.51
Lemari (1) 0.9x0.6x1.8

Ruang gerak 1x1

133
Allowance 0.9

Mengawasi Meja (1) 1.3x0.6x0.8


pengaturan
mesin 0.78+1.29+0.54+1+0.9

Kursi (1) 0.5x0.5x0.9 = 4.51


Maintance 1
Menjaga Lemari (1) 0.9x0.6x1.8
perawatan mesin
Ruang gerak 1x1

Allowance 0.9

Melakukan Meja (1) 1.3x0.6x0.8


perencanaan
produksi Kursi (1) 0.5x0.5x0.9

Lemari (1) 0.9x0.6x1.8 0.78+1.29+0.54+1+0.9


Produksi 1
=4.51

Ruang gerak 1x1

Allowance 0.9

4.2.3.3 Kebutuhan Luas Gudang


Kebutuhan luas gudang meliputi dua gedung yaitu gudang untuk bahan baku dan
gudang untuk menyimpan barang jadi. Penentuan kebutuhan luas gudang berdasarkan
jumlah material yang akan disimpan, kemudian media penyimpanan, rak untuk penataan dan
juga material handling yang digunakan. Berikut adalah tabel 4.59 yang merupakan
kebutuhan dari luas gudang.

Tabel 4.74 Kebutuhan Luas Gudang


Departemen Kebutuhan Fasilitas Dimensi (m) Kebutuhan Luas (m)

Gudang bahan baku Space bahan baku (2) 1 x 0.4 x 0.6

Aisle hand truck 1.48 0.8 +1.48++1+0.9

Ruang gerak 1x1=1 = 4.18

Allowance 0.9

Gudang Produk Jadi Rak penyimpanan (8) 1,2x 0.5 x 2.1


4.8 +1.48++1+0.9
Aisle hand truck 1.48
= 8.18
Ruang gerak 1x1=1

134
Allowance 0.9

4.2.3.4 Kebutuhan Luas Fasilitas Pendukung


Kebutuhan fasilitas pendukung yang dimaksud adalah kebutuhan fasilitas penunjang
atau pelengkap dalam perusahaan yang tidak terkait secara langsung pada proses produksi
maupun kegiatan administrasi manajerial, meliputi kebutuhan penunjang terkait kebutuhan
karyawan/pekerja serta operator lantai produksi dan ruang penunjang lainnya dalam
perusahaan. Penentuan fasilitas pendukung didasarkan dari total karyawan yang bekerja
pada perusahaan sehingga didapatkan jumlah dan luas dari setiap fasilitas pendukung.

Tabel 4.75 Kebutuhan Luas Fasilitas Pendukung


Departemen Kebutuhan Fasilitas Dimensi (m) Kebutuhan Luas (m)

Toilet Closet(2) 0,35x0,6=0,21

Washtafel(2) 0,4x0,48=0,19
4,6
Ruang gerak(2) 1x1=1

Allowance(2) 0.9

Parkiran Lahan parkir 7,5x4=30

Ruang gerak 1x1=1 31,9

Allowance 0.9

4.2.3.5 Kebutuhan Luas Pabrik


Dari keselurahan analisa kebutuhan ruang yang dilakukan maka dapat ditentukan Luas
area pabrik sebagai berikut.
Tabel 4.76 Kebutuhan Luas Pabrik
No. Fasilitas Total Luas (m2)

1 Kebutuhan Luas per Workstation 115.336

2 Kebutuhan Luas Area Gudang 12,69

3 Kebutuhan Luas per Departemen 13,53

4 Kebutuhan Fasilitas Pendukung 36,5

135
Total 178.056

4.3. Perencanaan Layout Pabrik


Pada sub-bab ini akan dijelaskan mengenai Systematic Layout Planning, Activity
Relationship Chart, Activity Relationship Diagram. Space Requirement, Space Availability,
Space Relationship Diagram, Modifiying Consideration, Pratical Consideration, alternatif
layout dan analisa yang akan digunakan dalam perencanaan layout pabrik.

4.3.1. Sistematik Layout Planning


Systematic Layout Planning merupakan pendekatan sistematis dan terorganisir untuk
perencanaan layout yang telah dibuat oleh Richard Muther (1973). Langkah SLP ini banyak
diaplikasikan untuk berbagai macam problem antara lain produksi, material handling,
pergudangan, supporting service, perakitan, aktivitas-aktivitas perkantoran dan lain-lain.

4.3.2. Activity Relationship Chart


Activity Relationship Chart atau biasa juga disebut Peta Hubungan Aktivitas adalah
suatu cara atau teknik yang sederhana di dalam merencanakan tata letak fasilitas atau
departemen berdasarkan derajat hubungan aktivitas yang sering dinyatakan dalam penilaian
“kualitatif” dan cenderung berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat subjekif
dari masing-masing fasilitas/departemen (Wignjosoebroto, 2009). Berikut merupakan tabel
mengenai derajat kedekatan pada ARC.

Tabel 4. 77 Derajat Kedekatan ARC


Simbol Penjelasan

A Mutlak

E Sangat penting

I Cukup penting

O Biasa-biasa saja

U Tidak penting

Tidak boleh
X
didekatkan

136
Gambar 4.66 Activity Relativity Chart

Tabel 4.78 Kedekatan Alasan ARC


NO Kedekatan ARC
1 Urutan Aliran Material
2 Keterkaitan Aktifitas
3 Kemudahan Pengawasan
4 Memudahkan Perpindahan Barang
5 Mengontrol Bahan Baku, Produk dan proses produksi
6 Keterkaitan aliran informasi dan data
7 kebutuhan personal pekerja
8 berdebu dan kotor

4.3.3. Activity Relationship Diagram


Pada dasarnya diagram ini menjelaskan mengenai hubungan pola aliran bahan dan
lokasi dan masing-masing departemen penunjang terhadap departemen produksinya. Berikut
merupakan tabel mengenai derajat kedekatan pada ARD.

Tabel 4.79 Simbol Kedekatan ARD


Penjelasan Garis Warna

Mutlak Merah

Sangat penting Jingga

Cukup penting Hijau

137
Biasa-biasa saja Biru

Tidak penting Tidak ada garis Tidak ada warna

Tidak boleh
Coklat
berdekatan

Gambar 4.67 Activity Relationship Diagram

4.3.4. Space Requirement


Space Requirement merupakan kebutuhan luas ruangan yang diperlukan untuk
merancang layout pabrik PT. Adi Karya Golf. Berikut adalah Tabel 4.65 yang merupakan
tabel kebutuhan luas setiap fasilitas pada PT. Adi Karya Golf.
Tabel 4.80 Kebutuhan Luas Fasilitas
Kebutuhan fasilitas Jumlah Luas (m2)
Lantai produksi 1 115.336
Quality control 1 4.51
Produksi 1 4.51
Toilet 2 4.6
Gudang bahan baku 1 4.18
Gudang produk jadi 1 8.18
Maintenance 1 4.51
Parkiran 1 31.9
Total 177.72

4.3.5. Space Available


Lahan yang tersedia untuk mendirikan fasilitas produksi PT. Adi Karya Golf adalah 200
m2. Jumlah kebutuhan luas untuk fasilitas produksi tidak melebihi tempat yang tersedia,
tetapi jumlah kebutuhan luas total untuk keseluruhan layout akan bertambah bila

138
memperhatikan unused space dan aisle pada fasilitas produksi, hal ini akan menjadi
pertimbangan pada perancangan layout total fasilitas produksi.

4.3.6. Space Relationship Diagram


Space Relationship Diagram (SRD) merupakan modifikasi dari Activity Relationship
Diagram (ARD). Dengan menggunakan pertimbangan space requirement dan space
available, maka layout yang direncanakan dapat dikonstruksikan secara sebenarnya. Berikut
merupakan beberapa alternatif layout untuk yang didapat dari Blocplan untuk perencanaan
SRD.

Gambar 4.68 Space Relationship Diagram


4.3.7. Modifying Consideration
Aliran yang terjadi di dalam workstation yang memperlihatkan pola aliran part/bahan
baku pada proses assembly pembuatan iron golf dan Putter golf. Pola aliran yang digunakan
adalah pola aliran O dengan arah aliran masuk material dan aliran keluarnya produk pada
lokasi yang relatif sama. Hal ini meningkatkan pemanfaatan fasilitas transportasi dan mudah
untuk mengawasi keluar masuknya material dan produk jadi. Aliran perpindahan bahan
relatif panjang.

139
Gambar modifying layout terpilih

4.3.8. Pratical Limitation


Dalam melakukan pengembangan desain alternatif layout dibutuhkan adanya batasan
batasan. Diantara batasan-batasan dalam mengembangkan atau mendesain alternatif layout
pada fasilitas umum di PT. Adi Karya Golf salah satunya adalah masing masing gudang
terletak paling pinggir dengan pertimbangan menuju gudang menggunakan Hand truck yang
berdimensi panjang 740 mm, lebar 680 mm, dan tinggi 830 mm.
4.3.9. Alternatif Layout
Berikut ini merupakan 5 hasil layout yang didapatkan dari blocplan sehingga dapat
digunakan sebagai pilihan dari layout yang akan digunakan:
a. Blocplan Layout 1
Pada layout 1 diketahui layout score yaitu 0,76 dengan panjang lantai produksi yaitu
18,4 m dengan lebar 5,8 m, panjang toilet 4,7 m dengan lebar 1,0 m, panjang divisi
maintenance 4,6 m dengan lebar 1,0 m, panjang quality control 4,6 m dengan lebar 1,0
m, panjang gudang bahan baku 1,7 m dengan lebar 2,4 m, panjang gudang produk jadi
3,4 m dengan lebar 2,4 m dan panjang divisi produksi 4,6 m dengan lebar 1,0 m, panjang
parkiran 13,2 dengan lebar 2,4.

140
Gambar 4.69 BlocPlan Layout1

Gambar 4.70 Analisis Blocplan Layout 1

Gambar 4.71 Denah Layout 1

141
b. Blocplan Layout 2
Pada layout 2 diketahui layout score yaitu 0,78 dengan panjang lantai produksi yaitu 17,1
m dengan lebar 6,2 m, panjang toilet 2,3 m dengan lebar 2,0 m, panjang divisi maintenance
4,7 m dengan lebar 1,0 m, panjang divisi quality control 4,7 m dengan lebar 1,0 m, panjang
gudang bahan baku 4,3 m dengan lebar 1,0 m, panjang gudang produk jadi 1,3 m dengan
lebar 6,2 m dan panjang divisi produksi 4,7 m dengan lebar 1,0 m, panjang parkiran 16,1
dengan lebar 2,0.

Gambar 4.72 Blocplan Layout 2

Gambar 4.73 Analisis Layout 2

142
Gambar 4.74 Denah Layout 2
c. Blocplan Layout 3
Pada layout 3 diketahui layout score yaitu 0,76 dengan panjang lantai produksi yaitu
17,6 m dengan lebar 6,0 m, panjang toilet 1,9 m d1engan lebar 2,4 m, panjang divisi
maintenance 0,7 m dengan lebar 6,0 m, panjang quality control 6,3 m dengan lebar 0,7
m, panjang gudang bahan baku 5,8 m dengan lebar 0,7 m, panjang gudang produk jadi
3,4 m dengan lebar 2,4 m dan panjang divisi produksi 6,3 m dengan lebar 0,7 m, panjang
parkiran 13,1 dengan lebar 2,4.

Gambar 4.75 Blocplan Layout 3

143
S
Gambar 4.76 Analisis Layout 3

Gambar 4.77 Denah Layout 3

d. Blocplan Layout 4
Pada layout 4 diketahui layout score yaitu 0,78 dengan panjang lantai produksi yaitu 16,9
m dengan lebar 6,3 m, panjang toilet 2,1 m dengan lebar 2,2 m, panjang divisi maintenance
6,5 m dengan lebar 0,7 m, panjang divisi quality control 6,5 m dengan lebar 0,7 m, panjang
gudang bahan baku 1,9 m dengan lebar 2,2 m, panjang gudang produk jadi 11,8 m dengan
lebar 0,7 m dan panjang divisi produksi 0,7 m dengan lebar 6,3 m, panjang parkiran 14,4
dengan lebar 2,2.

144
Gambar 4.79 Blocplan Layout 4

Gambar 4.80 Analisis Layout 4

145
Gambar 4.81 Denah Layout 4

e. Blocplan Layout 5
Pada layout 5 diketahui layout score yaitu 0,80 dengan panjang lantai produksi yaitu 17,0
m dengan lebar 6,0 m, panjang toilet 6,2 m dengan lebar 0,7 m, panjang divisi maintenance
6,1 m dengan lebar 0,7 m, panjang divisi quality control 0,7 m dengan lebar 6,0 m,
panjang gudang bahan baku 1,7 m dengan lebar 2,4 m, panjang gudang produk jadi 3,4 m
dengan lebar 2,4 m dan panjang divisi produksi 6,1 m dengan lebar 0,7 m, panjang
parkiran 13,2 dengan lebar 2,4.

Gambar 4.82 Blocplan Layout 5

Gambar 4.83 Analisis Layout 5

146
Gambar 4.84 Denah Layout 5

4.3.10. Denah (2 Dimensi)


Berdasarkan pada beberapa alternative layout dari hasil blocplan, selanjutnya dibuat
denah pabrik 2 dimensi. Berikut merupakan denah 2 dimensi pada tata letak fasilitas PT. Adi
Karya Golf dengan luas tanah yang tersedia adalah 200 m2.

Gambar 4.85 Denah layout 2D


Pada layout 5 diketahui layout score yaitu 0,80 dengan panjang lantai produksi yaitu 17,0
m dengan lebar 6,0 m, panjang toilet 6,2 m dengan lebar 0,7 m, panjang divisi maintenance
6,1 m dengan lebar 0,7 m, panjang divisi quality control 0,7 m dengan lebar 6,0 m,

147
panjang gudang bahan baku 1,7 m dengan lebar 2,4 m, panjang gudang produk jadi 3,4 m
dengan lebar 2,4 m dan panjang divisi produksi 6,1 m dengan lebar 0,7 m, panjang
parkiran 13,2 dengan lebar 2,4Layout 4 merupakan layout yang sesuai dengan luas
kebutuhan pabrik sehingga layout 4 dipilih.

4.3.11. Denah (3 Dimensi)


Berikut merupakan denah berbentuk 3 dimensi dengan menggunakan software sketchup
pada PT.Adi Karya Golf. Berikut merupakan gambar 3D dari tampak luar

Gambar 4.86 Gambar 3D tampak depan


Selain tampak depan PT Adi Karya Golf mendesain bagian dalam pada layout untuk mengetahui
kebutuhan perusahaan.

Gambar 4.87 Gambar 3D tampak dalam

148
Selain tampak belakang PT Adi Karya Golf mendesain bagian samping pada layout untuk
mengetahui kebutuhan perusahaan

Gambar 4.88 Dimensi 3D tampak samping

Gambar 4.89 Dimensi 3D tampak atas

149
Gambar 4.90 Dimensi bagian produksi

Gambar 4.81 Dimensi 3D bagian gudang bahan baku

Gambar 4.82 Dimensi 3D maintance

150
Gambar 4.83 Dimensi 3D toilet

151
152
153
154

Anda mungkin juga menyukai