Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Kontraktur Volkmann (atau Kontraktur Iskemik Volkmann) adalah pemendekan


permanen (kontraktur) otot lengan bawah, biasanya akibat cedera, yang menimbulkan
kelainan bentuk tangan, jari-jari, dan pergelangan tangan. Hal ini lebih sering terjadi
pada anak-anak. Kondisi serupa bisa terjadi di kaki.
Pada tahun 1881, Richard von Volkmann berusaha untuk menganggap kontraktur
otot-otot fleksor tangan yang tidak dapat dibalikkan pada proses iskemik di lengan
bawah, dengan keyakinan bahwa masalahnya disebabkan oleh stasis vena besar dan
insufisiensi arteri simultan sekunder akibat perban yang terlalu ketat.
Pada tahun 1906, Hildebrand pertama kali menggunakan istilah kontraktur
iskemik Volkmann untuk menggambarkan hasil akhir dari setiap sindrom kompartemen
yang tidak diobati; dia juga yang pertama menunjukkan bahwa tekanan jaringan tinggi
mungkin secara kausal berhubungan dengan kontraktur iskemik.
Pada 1909, Thomas meninjau 112 kasus kontraktur Volkmann yang
dipublikasikan dan menemukan patah tulang menjadi penyebab utama. Dia juga
mencatat, bagaimanapun, bahwa perban ketat, embolus arteri, atau insufisiensi arteri juga
bisa menyebabkan masalah. Sejak itu, banyak yang telah dipelajari tentang etiologi
kontraktur Volkmann dan, yang lebih penting, tentang terapi pencegahannya.
Pada tahun 1914, Murphy adalah yang pertama menunjukkan bahwa fasciotomy
dapat mencegah kontraktur Volkmann. Dia juga menyarankan bahwa tekanan jaringan
dan fasciotomy terkait dengan pengembangan kontraktur.
Selama Perang Dunia II dan kemudian, banyak kasus kontraktur Volkmann
terjadi sebagai akibat dari luka tembak kecepatan tinggi yang menyebabkan patah tulang.
Sayangnya, kejang arteri yang menyertai fraktur dilihat sebagai penyebabnya; oleh
karena itu, lebih banyak perhatian diarahkan untuk mengobati spasme arteri daripada
untuk menentukan kebutuhan fasciotomy.
Eksplorasi bedah arteri sering menyebabkan pembalikan sindrom kompartemen
akut yang akan terjadi mungkin, sekarang dipercaya, karena ahli bedah vaskular benar-
benar melakukan fasciotomi terbatas ketika mereka mengekspos pembuluh darah.
Apresiasi tentang pentingnya fasiotomi tumbuh selama Perang Vietnam, dan pada tahun
1967, Chandler dan Knapp menyarankan bahwa hasil jangka panjang mungkin telah
meningkat jika ahli bedah telah memasukkan fasiotomi rutin dengan perbaikan arteri.
Awalnya, sebagian besar studi tentang kontraktur iskemik difokuskan pada
ekstremitas atas. Pada tahun 1958, Ellis melaporkan 2% insiden sindrom kompartemen
dengan fraktur tibia, dan peningkatan perhatian diberikan pada kontraktur yang
melibatkan ekstremitas bawah.

Awalnya, fokus berada di kompartemen anterior kaki, tetapi karya Seddon, Kelly,
dan Whitesides pada pertengahan 1960-an menunjukkan adanya empat kompartemen di
kaki dan kebutuhan untuk dekompresi lebih dari sekadar kompartemen anterior. [1, 2]
Sejak itu, sindrom kompartemen telah terbukti mempengaruhi banyak area tubuh,
termasuk tangan, kaki, paha, dan bokong.
Penelitian saat ini ditujukan untuk reperfusi ekstremitas iskemik. Beberapa
menganjurkan penggunaan oksigen hiperbarik untuk meningkatkan oksigenasi jaringan
dan mencegah myonecrosis lebih lanjut. [3] Deteksi dan pencegahan dini masih penting
dalam mencegah kecacatan berat. Pemeriksaan berulang yang sering diperlukan. Kateter
transduser-ujung miniatur memungkinkan pengukuran tekanan intra kompartemen secara
terus-menerus dan akurat. [4] Teknik non-invasif lain untuk kontraktur Volkmann saat ini
sedang diselidiki.
B. Tujuan

Tujuan Referat ini adalah mengetahui penyebab, faktor risiko serta diagnosis dan
penanganan terkini dari Volkman Ischemia Contractur. Selain itu tujuan penulisan referat
ini adalah sebagai salah satu syarat kepaniteraan klinik stase Ilmu Penyakit Paru di RSO
Prof. Soeharso, Surakarta.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Fraktur Supracondylar Humerus (SCH) adalah fraktur yang terjadi pada bagian
distal tulang humerus setinggi kondilus humeri, yang melewati fossa olekrani. Fraktur ini
sering terjadi pada anak, yaitu sekitar 65% dari seluruh kasus patah tulang lengan atas.
Fraktur Supracondylar Humerus terutama derajat III (displaced) sering menimbulkan
komplikasi pada saraf maupun vaskuler setelah terjadinya fraktur maupun setelah
penanganan fraktur.3
Pada kasus trauma pada kelompok pediatrik Fraktur Supracondylar Humerus
(SCH) merupakan kejadian yang sering terjadi. Treatment of choice yang telah luas
diterima sebagai teknik terbaik dari fraktur supracondylar humerus type III adalah
reduksi operatif dan pin fixasi. Walaupun demikian kontroversi tetap masih didapatkan
dan terus berkembang mengenai penempatan dari pin. 1 ,2,3,4,5,6,7
Pilihan konfigurasi Cross pinning dipercaya secara mekanik lebih stabil
dibandingkan dengan hanya lateral pin, walaupun nervus ulnaris dapat tercederai dengan
mengunakan medial pin dibandingkan hanya dengan lateral pin 1 ,2,3,4,5,6,7
Pengananan operatif fraktur SCH pada anak di Rs Orthopaedi Prof Dr Soeharso
Surakarta menggunakan tehnik berupa ORIF cross pinning dengan posterior approach
dan juga dilakukan percutaneous cross pinning dari medial dan lateral dengan Closed
reduction.
Menurut Mansjore Arif et al (2000), fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000).
Sedangkan fraktur (patah tulang) menurut Smeltzer S.C & Bare B.G (2001) adalah
terputusnya kontinuitas struktur tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur suprakondiler humerus sendiri adalah fraktur yang terjadi pada 1/3 distal
humerus tepat proksimal troklea dan capitulum humeri. Garis fraktur berjalan melalui
apeks coronoid dan fossa olecranon, biasanya berupa fraktur transversal. Merupakan
fraktur yang sering terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa, garis fraktur terletak
sedikit lebih proksimal daripada fraktur suprakondiler pada anak dengan garis fraktur
kominutif, spiral disertai angulasi. (Sander M.A., 2010)
ANATOMI

Humerus adalah tulang lengan panjang yang kokoh, yang membentang dari bahu
ke siku. Anatomi humerus terutama terkait dengan poros, ujung atas dan ujung bawah.
Ujung atas membentuk sendi bahu bulat dan berartikulasi dengan glenoid rongga. Ujung
bawah tidak teratur dalam bentuk karena untuk mendukung berbagai gerakan, seperti
siku menekuk (fleksi), rotasi (pronasi dan supinasi ). ujung bawahjuga disebut kondilus
humeri, berartikulasi dengan radius tulang serta tulang ulna untuk membentuk sendi siku.
Beberapa otot-otot penting lengan berasal baik atau melampirkan pada poros tulang
humerus, seperti brachalis, trisep, dan sebagainya, yang memberikan gerakan pada siku
dan sendi bahu (Orthopedmapia, 2011). Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian
yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan ujung bawah.

1. Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi
dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu.
Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah
luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas
Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas
Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang
membuat tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang
mudah terjadi fraktur.
2. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah
lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena
menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah
belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada
saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
3.Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk
bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam
berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar
etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung
bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn
C, 1997)
Fraktur humerus distal dapat berupa fraktur humerus suprakondilaris atau fraktur
humerus condylar. Sebuah fraktur humerus suprakondilaris berada di persimpangan
Kondilus (ujung bawah) dan poros, dan patah tulang siku yang paling umum pada
anak-anak. Sebuah fraktur condylar adalah fraktur
humerusparah yang umumnya terjadi karena cedera kecepatan tinggi, seperti
kecelakaan mobil atau jatuh dari ketinggian. Kecelakaan seperti ini sering
mengakibatkan siku tidak stabil bahkan setelah operasi dan sering memerlukan suatu
operasi siku pengganti untuk mendapatkan kembali fungsi siku (Orthopedmapia,
2011).
EPIDEMIOLOGI

Fraktur ini sering terjadi pada anak-anak, yaitu sekitar 65 % dariseluruh kasus patah
tulang lengan atas. Mayoritas fraktur suprakondiler padaanak-anak terjadi pada usia 3 – 10
tahun, dengan puncak kejadiannya padausia 5 dan 7 tahun. Dan biasanya paling sering
ditemukan pada anak laki –laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 2 : 1.
Fraktur columna tunggal relatif jarang terjadi dan hanya mencakup 3-5% dari
keseluruhan jenis patah tulang humerus distal. Fraktur columnalateral lebih umum terjadi
daripada patah tulang columna medial. Patah tulang jenis ini merupakan presentasi dari
pemanjangan distal columna masing-masing, termasuk sebagian dari permukaan artikular. Ini
digambarkan sebagai tinggi atau rendah, tergantung pada sejauh mana proksimal dari garis
fraktur dan tingkat keterlibatan permukaan sendi. Milch mendeskripsikan fraktur jenis ini
sebagai patah tulang kondilus medial atau lateral(Noffsinger M.A., 2012).
Fraktur bicolumna adalah jenis fraktur humerus distal yang lebih umum terjadi. Pada
beberapa penelitian, fraktur bicolumna terhitung menyumbang sekitar 70% dari keseluruhan
jenis patah tulang humerus distal pada orang dewasa. Patah tulang jenis ini melibatkan
gangguan dari columna medial dan lateral yang menyebabkan terganggunya segitiga humeri
dan mengakibatkan pemisahan dari permukaan artikular dari poros humerus. (Noffsinger
M.A., 2012).
ETIOLOGI

Secara historis, mekanisme terjadinya fraktur suprakondiler humerus telah


diterima sebagai terjadinya beban aksial pada siku, dengan olekranon yang bertindak
sebagai pasak pemisahan columna medial dan lateral humerus distal. Namun, pada
penelitianmekanikterbaru yang dilakukan pada mayat telah menunjukkan bahwa
supracondylar (bicolumn) fraktur lebih mungkin terjadidengan siku tertekuk di atas 90°
denganpola fraktur yang dihasilkan berkaitan dengan tingkat fleksisiku serta arah dan
besarnya gaya yang diberikan (Noffsinger M.A., 2012).
 Pergeseran posterior
Menunjukkan cedera yang luas, biasanya akibat jatuh pada tangan yang
terlentang. Humerus patah tepat di atas kondilus. Fragmendistal terdesak ke
belakang (karena lengan bawah biasanya dalam pronasi) dan terpuntir ke dalam.
Ujung fragmen proksimal yang bergerigi menyodok jaringanlunak ke bagian
anterior, kadang-kadang mencederai arteri brakialis atau saraf medianus.
 Pergeseran anterior
Merupakan fraktur yang jauh lebih jarang terjadi dan diperkirakan terjadi
akibat adanya benturan benturan langsung (misalnya, jatuh pada siku) saat siku
dalam keadaan fleksi.
PATOFISIOLOGI

 Daerah suprakondiler humeri merupakan daerah yang relatif lemah pada


ekstremitas atas. Di daerah ini terdapat titik lemah, dimana tulang humerus
menjadi pipih disebabkan adanya fossa olecranon di bagian posterior dan fossa
coronoid di bagian anterior. Maka mudah dimengerti daerah ini merupakan titik
lemah bila ada trauma didaerah siku. Terlebih pada anak-anak sering dijumpai
fraktur di daerah ini.

 Bila terjadi oklusi a. brachialis dapat menimbulkan komplikasi serius yang


disebut dengan Volkmann’s Ischemia. A. brachialis terperangkap dan kingking
pada daerah fraktur.

 Selanjutnya a. brachialis sering mengalami kontusio dengan atau tanpa robekan


intima.
KLASIFIKASI
Ada 2 mekanisme terjadinya fraktur yang menyebabkan dua macam jenis fraktur
suprakondiler yang terjadi:
1. Tipe Ekstensi (sering terjadi pada 99% kasus). Bila melibatkan sendi, fraktur suprakondiler
tipe ekstensi diklasifikasikan sebagai: fraktur transkondiler atau interkondiler. Fraktur
terjadi akibat hyperextension injury (outstreched hand) gaya diteruskan melalui elbow
joint, sehingga terjadi fraktur proksimal terhadap elbow joint. Fragmen ujung proksimal
terdorong melalui periosteum sisi anterior di mana m. brachialis terdapat, ke arah a.
brachialis dan n. medianus. Fragmen ini mungkin menembus kulit sehingga terjadi fraktur
terbuka(Sander M.A., 2010).
2. Tipe fleksi (jarang terjadi). Trauma terjadi akibat trauma langsung pada aspek posterior
elbow dengan posisi fleksi. Hal ini menyebabkan fragmen proksimal menembus tendon
triceps dan kulit(Sander M.A., 2010).
Klasifikasi fraktur suprakondiler humeri tipe fleksi dan tipe ekstensi dibuat atas dasar
derajat displacement:
 Tipe I : undisplaced
 Tipe II : partially displaced
 Tipe III : completely displaced
Modifikasi Wilkins untuk klasifikasi Gartland :
 Tipe I : undisplaced
 Tipe IIA : cortex posterior intact dan terdapat angulasi saja
 Tipe IIB : cortex posterior intact, terdapat angulasi dan rotasi
 Tipe IIIA : displace komplit, tidak ada kontak cortical, posteromedial
 Tipe IIIB : displace komplit, tidak ada kontak cortical, posterolateral
MANIFESTASI KLINIS

Ciri-ciri adanya fraktur biasanya ditandai dengan gejala :


 Bengkak (swelling) pada sendi siku
 Deformitas pada sendi siku
 Sakit (pain)
 Denyut nadi arteri Radialis yang berkurang (pulsellessness)
 Pucat (pallor)
 Rassa semutan (paresthesia, baal)
 Kelumpuhan (paralisis)

Pada fraktur suprakondiler humerus, biasanya terlihat adanya siku yang


membengkak dan membuat pasien kesakitan sehingga pasien ragu-ragu untuk
memindah-mindahkan tangannya. Siku mungkin terlihat mengalami angulasi dan
ekstremitas atas mengalami pemendekan. Dalam beberapa kasus terdapat luka terbuka
pada 30% dari jenis patah tulang ini. Riwayat pasien dengan fraktur suprakondiler
humerusmengalami trauma energi tinggi atau jatuh dari ketinggian yang signifikan
(Noffsinger M.A., 2012).
DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Anamnesis

Biasanya pasien datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang
hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena
fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada
daerah lain. Pasien biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan
fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain (Subagyo H.
2013).
Pada pasien anak yang masih sangat kecil sering terdapat kesulitan untuk
mendapatkan anamnesa, terutama jika tidak ada saksi yang melihat saat terjadinya
trauma. Jika orang tua pasien ada, biasanya anamnesa mengenai saat jatuh, jatuh
setelah berjalan atau jatuh setelah belajar melangkah bisa didapatkan(Subagyo H.
2013).

B. Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik, ada beberapa hal yang umumnya dapat terlihat pada
fraktur suprakondiler humerus :
1. Tipe ekstensi
 sendi siku dalam posisi ekstensi daerah siku tampak bengkak
 tonjolan fragmen di bawah subkutis.

2. Tipe fleksi
 posisi siku fleksi (semifleksi), dengan siku yang bengkak dengan
sudut jinjing yang berubah.

3. Gangguan sirkulasi perifer dan lesi pada saraf tepi  warna kulit, palpasi pulsasi,
temperatur, waktu dari capilarry refill memerlukan tindakan reduksi fraktur
segera.
4. N. Medianus (28 - 60%)  tidak dapat oposisi ibu jari dengan jari lain.
“Okay” Sign
5. Cabang N. Medianus  N. Interosseus anterior  ketidakmampuan jari I dan II
untuk melakukan fleksi (pointing sign).

Pointing Sign
6. N. Radialis (26 - 61%)  tidak mampu melakukan ekstensi ibu jari dan
ekstensi jari lainnya pada sendi metakarpofalangeal.

Wrist Drop
7. N. Ulnaris (11 - 15%)  tidak bisa abduksi dan aduksi jari - jari.
Pasien diminta menahan kertas diantara ibu jari dan jari telunjuk sedang
pemeriksa berusaha untuk menarik kertas tersebut; flexi ibu jari sendi interphalangeal
yang keras menandakan kelemahan m. adduktor pollicis dan m. interosseus dorsalis 1
akibat kompensasi dari m. flexor pollicis longus dan disebut “Froment’s sign”.

Frontmen Sign
C. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya
superposisi. pemeriksaan penunjang dengan radiologi proyeksi AP/LAT, untuk
melihat tipe ekstensi atau fleksi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang
harus dibaca pada x-ray:
 Bayangan jaringan lunak.
 Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi.
 Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
 Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
 Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
 Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
 Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
 Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

2. Pemeriksaan Laboratorium :
 Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
 Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
 Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.

3. Pemeriksaan Lain :
 Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: untuk mengetahui
ada/tidaknya mikroorganisme penyebab infeksi.
 Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
 Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
 Arthroscopy: untuk mengetahui jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
 Indium Imaging: untuk mengetahui adanya infeksi pada tulang.
 MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
PENATALAKSANAAN
A. Terapi koservatif
Indikasi :
 pada anak undisplaced/ minimally dispaced fractures
 fraktur sangat kominutif pada pasien dengan lebih tua dengankapasitas fungsi
yang terbatas.

Prinsipnya adalahreposisi dan immobilisasiPada undisplaced fracture hanya


dilakukan immobilisasi dengan elbowfleksi selama tiga minggu. Pada pasien dengan
pembengkakan tidak hebat dilakukan reposisi dalam narkose umum. Bila reposisi
berhasil, dalam 1 minggu lakukan foto rontgen ulang.
Gips dapat dipertahankan dalam waktu 3 minggu atau diganti denganmitela
(agar pasien bisa melatih gerakan fleksi ekstensi dalam mitela).Umumnya
penyembuhan fraktur suprakondiler ini berlangsung cepatdan tanpa gangguan.
B. Operasi
Operasi dilakukan apabila reposisi gagal, atau bila terdapat gejala Volkmann
Ischemia ataulesi saraf tepi, dapat dilakukan tindakan reposisi terbuka secaraoperatif.
Indikasi Operasi :
 Displaced fracture
 Fraktur disertai cedera vaskular
 Fraktur terbuka
 Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler sering kali
menghasilkan fragmen distal yang komunitif dengan garispatahnya berbentuk T
atau Y. Untuk menanggulangi hal ini lebih baikdilakukan tindakan operasi yaitu
reposisi terbuka dan fiksasi fragmenfraktur dengan fiksasi yang rigid.

KOMPLIKASI

1. Pembentukan lepuh kulit

Pembengkakan sendi siku terjadi karena gangguan drainase atau mungkin juga
karena verban yang terlalu kuat.
2. Maserasi kulit pada daerah antekubiti

Komplikasi ini terjadi karena setelah reposisi, dilakukan fleksi akut pada sendi
siku yang menyebabkan tekanan pada kulit.
3. Iskemik Volkmann

Iskemik Volkmann terutama terjadi pada fraktur suprakondiler humeri tipe


ekstensi, fraktur antebraki (fraktur ulna dan radius) dan dislokasi sendi siku. Iskemik
terjadi karena adanya obstruksi sirkulasi vena karena verban yang terlalu ketat,
penekanan gips atau fleksi akut sendi siku. Disamping itu terjadi pula obstruksi
pembuluh darah arteri yang menyebabkan iskemik otot dan saraf lengan bawah.
Arteri brakialis terjepit pada daerah fraktur dan penjepitan hanya dapat
dihilangkan dengan reduksi fraktur baik secara tertutup maupun terbuka.

4. Mal union cubiti varus (Gunstock deformity)

Pada mal union cubiti varus siku berbentuk seperti huruf 0, secara fungsi baik,
namun secara kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan operasi
meluruskan siku dengan teknik French osteotomy.
PROGNOSIS

Prognosis baik telah meningkat secara dramatis selama 30 tahun terakhir karena
perkembangan teknik bedah dan instrumentasi. Namun, pasien yang mengalami cedera
fraktur suprakondiler humerus, sikunya mungkin tidak akan pernah menjadi normal
sehingga pasien harus diedukasi tentang keadaan ini. Tujuan dari terapi fraktur
suprakondiler humerus adalah untuk memberikan siku nyaman yang fungsinyamendekati
keadaan senormal mungkin. Sebagian besar aktivitas sehari-hari memerlukan fleksi
antara sudut 30-130° yang memungkinkan pasiem untuk makan dan menjaga kebersihan
pribadi. Kompensasi untuk kurangnya extensi akan lebih mudah daripada
mengkompensasi kurangnya fleksi, dan kompensasi untuk kurangnya pronasi akan lebih
mudah daripada mengkompensasi kurangnya supinasi (Noffsinger M.A., 2012).
Kemampuan gerak akhir yang dicapai pasca terapi terkait dengan tingkat energi
trauma awal dan stabilitaskesuksesanpemulihan yang memungkinkan untuk melakukan
range of motion awal. Trauma energi tinggi (misalnya, luka tembak, luka menyamping,
cedera akibat kecelakaan kendaraan bermotor) menyebabkan terjadinya kerusakan
jaringan lunak yang lebih banyak dan peningkatan jaringan parut, yang cenderung
menyebabkanterbatasnyaambang gerak tangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
rilis kapsul yang dilakukan pada saat fiksasi awal untuk trauma energi tinggi fraktur
humerus distal bisa meningkatkan jangkauan gerakjangka panjang. Kemampuan fleksi
biasanya kembali paling awal dalam kurun waktu 2-4 bulan, dan kemampuan ekstensi
akhir dapat berkembang sampai 12 bulan setelah cedera. Penggunaan splints ekstensi
dinamis guna memperoleh ekstensi akhir telah terbukti menunjukkan beberapa
keuntungan bagi pasien (Noffsinger M.A., 2012).

Umumnya pada trauma energirendah, hasil terapi yang sukses bisa


mengembalikansudut gerak dengan rentang 15-140° dengan supinasi dan pronasi penuh
sertatanpa adanya rasa sakit atau rasa sakit yang minimal. Pada trauma energi tinggi,
hasil terapi yang serupa lebih sulit untuk didapatkan. Nyeri yangberhubungan dengan
aktivitas bisa dijumpai pada 25% pasien yang menariknya tidak muncul karena korelasi
langsung dengan jumlah energi awal saat terjadinya trauma atau dengan kisaran akhir
gerakan (Noffsinger M.A., 2012).gnosis
DEFINISI
Volksmann’s Ischaemic Contracture merupakan pemendekan permanen (kontraktur) otot
lengan bawah, biasanya akibat cedera, yang menimbulkan kelainan bentuk tangan, jari-
jari, dan pergelangan tangan, atau bias jadi pleh karena komplikasl yang berat yang dapat
kita jumpai dalam terapi terhadap Trauma, terutama pada anggota gerak atas. Sebab
musababnya sebetulnya belum begitu jelas. Banyak diantara ahli Orthopaedie menduga
bahwa keadaan ini berhubungan erat dengan urat syaraf vogetatif. Karena Trauma maka
dikirakan adanya reflexi dari urat syaraf vegetatif yang kemudian menimbulkan
gangguan sirkulasi dan gang- guan musababnya adalah Trauma yang langsung mengenai
dinding pembuluh darah. Sebagian orang lagi berpendapat bahwa keadaan tadi
disebabkan oleh toxicose yang langsung terdapat dijaringan-jaringan. Ada beberapa yang
berpendapat bahwa sebab dari keadaan ini terutama terletak pada ke- salahan-kesalahan
dalam terapi dan perawatan kita, terutama pembalutan gips yang tidak betul. Kedua
keadaan ini gejala-gejala klinisnya hampir sama. Pada Sudeck's syndrome terdapat
Osteoporosis pada tulang-tulang di samping perubahan-perubahan pada otot-otot, sendi
dan kulit. Karena prog- nose terapi terhadap keadaan ini sangat tergantung kepada
stadium, maka adalah sangat penting sekali untuk mengenal penyakit ini secepat
mungkin. Volkmann's Ischaemi Contracture/sudeck's syndrome terutama kita jumpai
pada trauma yang mengenai sendi, otot, tulang di sekitar siku

ANATOMI

Anatomi kontraktur Volkmann yang relevan mencakup otot-otot fleksor yang


dangkal dan dalam. Otot-otot fleksor superfisial yang mungkin terlibat dalam proses ini
adalah sebagai berikut:
1. Pronator teres - persarafan Median
2. Flexor carpi radialis - persarafan Median
3. Flexor carpi ulnaris - persarafan Ulnar
4. Flexor digitorum superficialis - persarafan Median
5. Palmaris longus - persarafan Median
6. Otot-otot fleksor dalam yang mungkin terlibat adalah sebagai berikut:
7. Flexor pollicis longus - Persarafan mediosa (anterior interoseus)
8. Pronator quadratus - persarafan mediosa anterior (anterior interoseus)
9. Flexor digitorum profundus - Median (anterior interoseus) dan persarafan ulnar
ETIOLOGI

Setiap proses yang mengarah pada peningkatan tekanan kompartemen dapat


menyebabkan sindrom kompartemen. [11] Misalnya, penurunan ukuran kompartemen
tanpa perubahan volume konten menghasilkan peningkatan tekanan. Perubahan ini dapat
menjadi sekunder untuk penutupan cacat fasia, tekanan eksternal yang terlokalisasi, atau
balutan yang terlalu ketat.
Banyak proses mengarah pada peningkatan volume konten tanpa peningkatan ukuran
kompartemen yang sesuai, sehingga meningkatkan tekanan. Perdarahan ke dalam
kompartemen tertutup dapat disebabkan oleh cedera vaskular mayor atau gangguan
perdarahan bawaan atau didapat. [12]

Peningkatan permeabilitas kapiler dapat disebabkan oleh olahraga, luka bakar,


hipoalbuminemia, obat-obatan intra-arterial, operasi, kejang dan eklamsia, olahraga, atau
trauma (tanpa cedera vaskular mayor). Latihan, obstruksi vena, dan penggunaan
penyangga kaki panjang dapat menyebabkan peningkatan tekanan kapiler. Hipertrofi otot
atau proses neoplastik dapat meningkatkan volume isi kompartemen dan dengan
demikian tekanan intracompartmental. Akhirnya, infus infustrasi adalah penyebab
iatrogenik dari keadaan ini.

EPIDEMIOLOGI

Secara keseluruhan, kontraktur Volkmann jarang, dengan kejadian sekitar 0,5%.


Dalam review dari 978 patah tulang panjang-ekstremitas atas berturut-turut pada anak-
anak dirawat di rumah sakit selama periode 13 tahun, [13] 33 pasien memiliki fraktur
supracondylar, dan tiga dari mereka mengembangkan sindrom kompartemen
memerlukan fasciotomy. Dalam analisis subkelompok, sembilan anak mengalami
penggantian ekstensi supracondylar humerus ipsilateral fraktur atau fraktur lengan bawah
yang terlantar. Dalam subkelompok ini, prevalensi kontraktur Volkmann adalah 33%.

PATOFISIOLOGI

Kontraktur Volkmann biasanya terlihat pada anak-anak dengan pergeseran fraktur


supracondylar humerus atau fraktur lengan bawah. [5, 6, 7, 8] Ini hasil dari cedera parah
ke jaringan dalam dan otot-otot kompartemen volar sekunder untuk peningkatan tekanan
kompartemen. [4, 9]
Tiga kelas kontraktur Volkmann berikut ini telah dijelaskan:
1. Ringan (melibatkan fleksor pergelangan tangan)
2. Sedang (melibatkan cedera pada fleksor digitorum profundus, fleksor digitorum
superfisialis, fleksor pollicis longus, fleksor karpi radialis, dan fleksor karpi
ulnaris)
3. Parah (melibatkan baik fleksor dan ekstensor)
Varian kontraktur iskemik Volkmann yang dikenal sebagai kontraktur pseudo-Volkmann
juga telah dijelaskan dalam literatur. Kondisi ini hasil dari penambatan fleksor digitorum
profundus sekunder ke fraktur ulna. Telah dilaporkan terjadi 2 hari sampai 16 tahun
setelah pengurangan tertutup dari fraktur poros radius dan ulna; tidak ada pasien yang
dijelaskan memiliki palsi saraf atau nyeri yang tidak semestinya setelah pengurangan
fraktur. [10]

Pemeriksaan rutin rentang pasif gerak semua jari segera setelah pengurangan
tertutup fraktur radial atau ulnaris dianjurkan. Jika penambatan otot terdeteksi,
manipulasi ulang fraktur diperlukan untuk melepaskan otot. Jika ini tidak berhasil,
pembedahan melalui sayatan kecil harus dilakukan untuk menormalkan panjang,
perjalanan, dan fungsi dari fleksor digitorum profundus. Fungsi dapat dipulihkan dengan
menguraikan otot dan tendonnya dari fraktur ulnar melalui manipulasi dini atau
myotenolysis terlokalisasi.

MANIFESTASI KLINIS
Adapun gejala-gejala secara singkat adalah sebagai berikut:
1. Stadium Peradangan
Pada stadium ini terdapat gejala-gejala seperti yang kita lihat pada perawatan karena
infeksi, walaupun sesungguhnya tidak ada infeksi dari basil dan tidak ada
leucocytosis yang tinggi, sedangkan suhu badanpun tidak begitu tinggi. Kecuali
gejala-gejala merah, bengkak, sakit, panas dan gangguan fungsi yang tidak terbatas
pada tempat trauma, tetapi juga pada tangan dan jari-jari, maka kita akan melihat
pula gejala-gejala oe- dema dan hyperhydrosis. Rontgen photo dari tulang
menunjukkan adanya osteoporose.
2. Stadium Degenerasi
Pada stadium ini tidak ada lagi gejala-gejala peradangan, tidak tampak pula adanya
bengkak, sehingga anggota yang sakit lebih kecil kelihatannya daripada anggota yang
sehat. Hanya kulit mungkin masih menun- jukkan oedema yang tidak berat. Warna
kulit tidak lagi merah akan tetapi cyanotis, suhunya rendah dan agak mengkilat.
Disamping itu juga terdapat gangguan atrophis pada kuku. Sendi-sendi lebih menjadi
kaku dan sakit jika digunakan. Rontgenologis lebih banyak lagi atrophie dari tulang-
tulang (matglas). Perasaan sakit kadang-kadang sangat hebat se- hingga penderita
memerlukan banyak sedativa.

3. Stadium Atrophy
Pada stadium ini gejala-gejala yang menyolok adalah Atrophie dan kon- traktur yang
hebat pada sendi-sendi, sedangkan rasa nyeri tidak lagi terdapat. Umumnya
kontractur pada tangan merupakan Flexion Contrac- ture pada Wrist Joint,
Hyperextension dari Metacarpo Phalangeal joint dan Flexion Contracture dari
Interphalangeal Joint, sehingga merupakan Claw Hand. Kontraktur dan atrophle tadi
sedemikian hebatnya sehingga tangan tidak lagi dapat digerakkan. Pula telah terdapat
perubahan pada tulang-tulang sendi. Umumnya stadium I ini telah irreparable.
Sepenti tersebut di atas prognose terapl sangat tergantung kepada sta- dium dan
adalah penting sekali untuk menolong komplikasi tadi secepat mungkin. Terapi
terutama terdiri dari melepaskan segala pembalut, mas- sage, heat terapi dan
kemudian passive an aktive exercises, terutama Occupational terapi akan sangat
bailk. Untuk menghilangkan rasa sakit yang sangat hebat dapat diberikan Novocaine
injeksi pada Ganglion Cervicale. Adapula yang menganjurkan terapi Arterio
Sympathectomy

PEMERIKSAAN FISIK

Presentasi klinis kontraktur Volkmann mencakup apa yang biasa disebut sebagai
5P: nyeri, pucat, denyut nadi, parestesi, dan kelumpuhan. Dari semua ini, rasa sakit
adalah tanda paling awal. [15]
Pada pemeriksaan fisik, nyeri ditekankan oleh peregangan pasif tampaknya menjadi
temuan yang paling dapat diandalkan. Ketegasan jaringan sering dicatat pada palpasi.
Pulselessness dan paralysis adalah temuan yang terlambat. Indurasi lengan bawah adalah
penemuan diagnostik yang berguna.

DIAGNOSIS

Radiografi humerus, siku, dan lengan bawah berguna untuk menilai jumlah
perpindahan fraktur supracondylar dan fraktur radial dan ulnar gabungan. Fraktur
suprakondilar nondisplaced jarang menyebabkan kontraktur Volkmann.
Kontraktur Volkmann (lihat gambar di bawah) adalah pemendekan otot lengan bawah
permanen, biasanya akibat cedera, yang menimbulkan kelainan bentuk tangan, jari-jari,
dan pergelangan tangan. Ini lebih sering terjadi pada anak-anak.
Tanda dan gejala:
Gambaran klinis 5P:
1. Nyeri (manifestasi paling awal), terutama ditekankan oleh peregangan pasif
2. Muka pucat
3. Kelincahan
4. Parestesia
5. Kelumpuhan

Temuan bermanfaat tambahan adalah sebagai berikut:


1. Ketegasan jaringan pada palpasi
2. Indurasi lengan bawah

PENATALAKSANAAN
1. Pertimbangan Penatalaksanaan
Perawatan awal untuk kontraktur Volkmann terdiri dari penghapusan
dressing oklusif atau pemisahan atau penghilangan gips. Analgesik adalah
andalan untuk meredakan gejala pada kasus-kasus kronis.
Fasiotomi darurat diperlukan untuk mencegah perkembangan kontraktur
Volkmann. Ada beberapa ketidaksepakatan mengenai pembacaan tekanan
kompartemen yang merupakan indikasi untuk fasciotomy; Namun, sebagian besar
setuju bahwa pasien dengan tekanan kompartemen melebihi 30 mm Hg harus
dibawa ke ruang operasi untuk fasciotomy darurat. [16] Tidak ada kontraindikasi
absolut untuk dekompresi segera untuk kontraktur Volkmann dalam pengaturan
akut.
Terapi fisik dan terapi okupasi sangat penting untuk peningkatan jangkauan
gerak dan kembalinya fungsi pada pasien dengan kontraktur Volkmann
2. Terapi Bedah

Untuk mencegah perkembangan kontraktur Volkmann, dekompresi


dilakukan melalui volar atau pendekatan dorsal. Dekompresi saraf medial
sepanjang perjalanannya sangat penting, terutama di daerah berisiko tinggi
berikut [17, 18, 19, 20, 21, 22, 23]:
 Jauh ke dalam lacertus fibrosus
 Antara kepala humerus dan ulnaris dari pronator teres, lengkungan
proksimal, dan permukaan fasia yang dalam dari fleksor digitorum
superfisialis.
 Di terowongan karpal
Setelah kontraktur telah terjadi, pengobatan tergantung pada tingkat kehadiran
kontraktur Volkmann, sebagai berikut:
 Mild - Dynamic splinting, terapi fisik, pemanjangan tendon, dan
prosedur slide digunakan untuk meningkatkan fungsi [24]
 Sedang - Tendon slide, neurolysis (M dan U), dan prosedur transfer
ekstensor digunakan
 Parah - Intervensi yang lebih luas dan radikal diperlukan, sering
melibatkan debridemen ekstensif otot yang rusak dengan pelepasan
banyak jaringan parut dan prosedur penyelamatan
Kontraktur berat mengharuskan pelepasan tendon berkontraksi pada
musculotendinous junction dan tendon transfer yang dilakukan di kemudian hari.
Transfer yang disukai melibatkan brachioradialis, yang sering ditransfer ke flexor
pollicis longus untuk mendapatkan kembali gerakan ibu jari. Untuk jari fleksi,
ekstensor karpi radialis longus umumnya ditransfer ke profundus fleksor
digitorum. Jika tidak ada fungsi motorik sekunder akibat nekrosis otot dan
fibrosis, otot bebas dapat digunakan untuk transplantasi. [25]
Kelangsungan otot dalam kontraktur Volkmann dapat dinilai dengan
menggunakan apa yang umumnya disebut sebagai empat Cs: warna, konsistensi,
kontraktilitas, dan kapasitas untuk berdarah.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan fasciotomy untuk kontraktur Volkmann
termasuk yang berikut [26, 27]:
 Sensasi yang berubah dalam margin luka (77%)
 Kulit kering dan bersisik (40%)
 Pruritus (33%)
 Luka berubah warna (30%)
 Anggota badan bengkak (25%)
 Tonjolan bekas luka (26%)
 Ulserasi berulang (13%)
 Herniasi otot (13%)
 Nyeri yang berhubungan dengan luka (10%)
 Tethered tendon (7%)
Munculnya bekas luka dapat mempengaruhi pasien. Dalam satu penelitian, 23% pasien
mempertahankan luka tertutup, 28% mengubah hobi, dan 12% mengubah pekerjaan
mereka. [26]

PROGNOSIS
Cubitus varus, atau cacat bumerang, adalah komplikasi yang paling umum
dalam kontraktur Volkmann. Hal ini menyebabkan hilangnya sudut membawa
ekstremitas atas. Cubitus varus telah dilaporkan pada sebanyak 25-60% pasien.
Tingkatnya tergantung pada pendekatan manajemen. Dengan penggunaan pining
perkutan, insidensi komplikasi ini menurun hingga kurang dari 10%.
Dengan valgus atau varus cacat dalam bidang koronal, remodeling tidak
mungkin, jika mungkin sama sekali. Cedera saraf terjadi pada 7% kasus, dengan
keterlibatan umum saraf radial, median, dan ulnaris. Sebagian besar defisit terlihat pada
saat cedera. Untungnya, neurapraxia membaik dengan manajemen konservatif. [14]
Fungsi motor kembali pada 7-12 minggu, diikuti oleh pemulihan sensasi, yang mungkin
membutuhkan waktu lebih dari 6 bulan.
Dilaporkan, 10% anak-anak dengan fraktur suprakondilar sementara kehilangan
pulsa radial. Untungnya, kehilangan ini paling sering karena pembengkakan dan tidak
untuk cedera arteri brakialis langsung. Mengurangi fraktur biasanya membantu
mengembalikan aliran arteri.
DAFTAR PUSTAKA

1. Oprel PP, Eversdijk MG, Vlot J, Tuinebreijer WE, den Hartog D. The acute
compartment syndrome of the lower leg: a difficult diagnosis?. Open Orthop J.
2010 Feb 17. 4:115-9.
2. Shuler MS, Reisman WM, Kinsey TL, Whitesides TE Jr, Hammerberg EM,
Davila MG, et al. Correlation between muscle oxygenation and compartment
pressures in acute compartment syndrome of the leg. J Bone Joint Surg Am.
2010 Apr. 92(4):863-70.

3. Myers RA. Hyperbaric oxygen therapy for trauma: crush injury, compartment
syndrome, and other acute traumatic peripheral ischemias. Int Anesthesiol
Clin. 2000 Winter. 38(1):139-51.

4. Hargens AR, Mubarak SJ. Current concepts in the pathophysiology,


evaluation, and diagnosis of compartment syndrome. Hand Clin. 1998 Aug.
14(3):371-83.

5. Harris IE. Supracondylar fractures of the humerus in children. Orthopedics.


1992 Jul. 15(7):811-7.

6. O'Hara LJ, Barlow JW, Clarke NM. Displaced supracondylar fractures of the
humerus in children. Audit changes practice. J Bone Joint Surg Br. 2000 Mar.
82(2):204-10.

7. Ragland R 3rd, Moukoko D, Ezaki M, Carter PR, Mills J. Forearm


compartment syndrome in the newborn: report of 24 cases. J Hand Surg
[Am]. 2005 Sep. 30(5):997-1003.

8. Flynn JM, Jones KJ, Garner MR, Goebel J. Eleven years experience in the
operative management of pediatric forearm fractures. J Pediatr Orthop. 2010
Jun. 30(4):313-9.

9. Erdös J, Dlaska C, Szatmary P, Humenberger M, Vécsei V, Hajdu S. Acute


compartment syndrome in children: a case series in 24 patients and review of
the literature. Int Orthop. 2010 Apr 18.

10. Deeney VF, Kaye JJ, Geary SP. Pseudo-Volkmann's contracture due to
tethering of flexor digitorum profundus to fractures of the ulna in children. J
Pediatr Orthop. 1998 Jul-Aug. 18(4):437-40.

11. McDonald S, Bearcroft P. Compartment syndromes. Semin Musculoskelet


Radiol. 2010 Jun. 14(2):236-44.

12. Prayson MJ, Chen JL, Hampers D, Vogt M, Fenwick J, Meredick R. Baseline
compartment pressure measurements in isolated lower extremity fractures
without clinical compartment syndrome. J Trauma. 2006 May. 60(5):1037-40.
13. Blakemore LC, Cooperman DR, Thompson GH. Compartment syndrome in
ipsilateral humerus and forearm fractures in children. Clin Orthop. 2000 Jul.
(376):32-8.

14. McGraw JJ, Akbarnia BA, Hanel DP. Neurological complications resulting from
supracondylar fractures of the humerus in children. J Pediatr Orthop. 1986
Nov-Dec. 6(6):647-50.

15. Garner A, Handa A. Screening Tools in the Diagnosis of Acute Compartment


Syndrome. Angiology. 2010 May 12.

16. Collinge C, Kuper M. Comparison of three methods for measuring


intracompartmental pressure in injured limbs of trauma patients. J Orthop
Trauma. 2010 Jun. 24(6):364-8.

17. Botte MJ, Gelberman RH. Acute compartment syndrome of the forearm. Hand
Clin. 1998 Aug. 14(3):391-403.

18. Domanasiewicz A, Jablecki J, Kocieba R, Syrko M. Modified Colzi method in


the management of established Volkmann contracture--the experience of
Trzebnica Limb Replantation Center (preliminary report). Ortop Traumatol
Rehabil. 2008 Jan-Feb. 10(1):12-25.

19. Stevanovic M, Sharpe F. Management of established Volkmann's contracture


of the forearm in children. Hand Clin. 2006 Feb. 22(1):99-111.

20. Wilson PD. Capsulectomy for the relief of flexion contractures of the elbow
following fracture. 1944. Clin Orthop. 2000 Jan. (370):3-8.

21. Sharma P, Swamy MK. Results of the Max Page muscle sliding operation for
the treatment of Volkmann's ischemic contracture of the forearm. J Orthop
Traumatol. 2012 Aug 2.

22. Zuker RM, Bezuhly M, Manktelow RT. Selective fascicular coaptation of free
functioning gracilis transfer for restoration of independent thumb and finger
flexion following Volkmann ischemic contracture. J Reconstr Microsurg. 2011
Sep. 27(7):439-44.

23. Tang H, Zhang SC, Tan ZY, Zhu HW, Zhang QL, Li M. Functional
reconstruction of ischemic contracture in the lower limb. Chin J Traumatol.
2011 Apr 1. 14(2):96-9.

24. Hashimoto K, Kuniyoshi K, Suzuki T, Hiwatari R, Matsuura Y, Takahashi K.


Biomechanical Study of the Digital Flexor Tendon Sliding Lengthening
Technique. J Hand Surg Am. 2015 Aug 22.

25. Fischer JP, Elliott RM, Kozin SH, Levin LS. Free function muscle transfers for
upper extremity reconstruction: a review of indications, techniques, and
outcomes. J Hand Surg Am. 2013 Dec. 38 (12):2485-90.
26. Fitzgerald AM, Gaston P, Wilson Y. Long-term sequelae of fasciotomy
wounds. Br J Plast Surg. 2000 Dec. 53(8):690-3.

27. Ultee J, Hovius SE. Functional results after treatment of Volkmann's ischemic
contracture: a long-term followup study. Clin Orthop Relat Res. 2005 Feb. 42-
9.

Anda mungkin juga menyukai