TEORI DASAR
BJ – 34 210 340 22
BJ – 37 240 370 20
BJ - 41 250 410 18
BJ – 50 290 500 16
BJ - 55 410 550 13
t≤ 40 345 485
ASTM Keterangan
A514 High–Yield Stremgth, Quenched and Tempered Alloy Steel Plate Suitable for
Welding.
A709 Carbon and High-Strength Low-Alloy Structural Steel Shapes, Plates, and
Bars and Quenched-and-Tempered Alloy Structural Steel Plates for Bridges
Catatan : baja pelat untuk struktur jembatan.
A852 Quenched and Tempered Low-Alloy Structural Steel Plate
Catatan : baja mutu tinggi untuk struktur jembatan dengan las, punya
ketahanan korosi yang tinggi, tetapi tahan 2010 ditarik lagi karena tidak
popular.
10
Catatan : ratio Fy / Fu ≤ 0.8 tidak boleh galvanis dan dipanasi lebih dari
400°C
A1043 Structural Steel with Low Yield to Tensile Ratio for Use in Buildings
Catatan : material baru untuk struktur bangunan dengan ratio Fy / Fu ≤ 0.8
A1077 Standard Specification for Structural Steel with Improved Yield Strength at
High Temperature for Use in Buildings
Catatan : spesifikasi baru (2012), material baja tahan api (fire resistant steel)
untuk struktur bangunan gedung tanpa perlu tambahan lapisan fire proofing,
karena mempunyai kuat leleh yang ditingkatkan pada temperature tinggi
Tabel II.1.3.4. Mutu baja profil canal panas menurut JIS G3101 – 2004 (Jepang)
11
JIS G
3101 (SS SS490 275 490 610 - 21
Steel)
SM490
JIS G 315 490 610 - 24
A
490 3106 (SM
SM490B 315 490 610 - 21
N/mm2 Steel)
SM490C 315 490 610 - 22
12
13
14
Dari kurva kekuatan baja terhadap kenaikan suhu (Gambar II.1.7), terlihat,
ketika suhu naik melebihi 800°F atau 427°C kekuatannya memikul beban berkurang.
Bahkan ketika suhu naik terus sampai 1200°F atau 649°C, maka kekuatannya yang
dilihat berdasarkan parameter kuat leleh (Fy) dan kuat tarik (Fu) hanya tinggal 30%
15
16
Gambar II.1.7. Hubungan load-displacement akibat beban monotonic (kiri) dan beban
siklik (kanan)
Pada grafik Kumazawa dan Ohkubo diatas diperoleh bahwa kurva evelope
akibat beban monotonic tidak mengalami perubahan yang signifikan bila
dibandingkan dengan kurva envelope pada hubungan beban perpindahan akibat beban
siklik.
′ ≥ ≥
17
= Safety Factor
≤
Dimana : Ru = Kuat perlu
= Faktor tahanan
= Kuat rencana
18
Lentur 0,9
Geser 0,9
Sambungan baut
- Baut geser 0,75
- Baut tarik 0,75
- Kombinasi geser dan tarik 0,75
- Baut tumpu
0,75
Sambungan las
- Las tumpul penetrasi penuh 0,9
- Las sudut/tumpul penetrasi sebagain 0,75
- Las pengisi
0,75
19
II.3. Pembebanan
Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Pada umumnya
penentuan besarnya beban hanya merupakan perkiraan. Meskipun beban yang bekerja
pada suatu lokasi dari struktur dapat diketahui secara pasti, namun distribusi beban
dari elemen ke elemen lainnya umumnya memerlukan asumsi dan pendekatan. Jenis
beban yang biasa diperhitungkan pada perencanaan struktur bangunan antara lain
sebagai berikut:
20
21
Ruang pertemuan
Kursi tetap (terikat di lantai) 4,79 a
Lobi 4,79 a
Kursi jenis dapat dipindahkan 4,79 a
Panggung siding 4,79 a
Lantai podium 7,18 a
22
Rumah sakit :
Ruang operasi, laboratorium 2,87 4,45
Ruang pasien 1,92 4,45
Koridor diatas lantai pertama 3,83 4,45
Perpustakaan
Ruang baca 2,87 4,45
Pabrik
Ringan 6a 8,9
Berat 11,97a 13,4
Gedung perkatoran :
Ruang arsip dan computer harus dirancang untuk
beban yang lebih berat berdasarkan pada perkiraan
hunian
Lobi dan koridor lantai pertama
4,79 8,9
Kantor
2,4 8,9
Koridor diatas lantai pertama 3,83 8,9
Lembaga hokum
23
Tempat rekreasi
Tempat bowling, kolam renang, dan penggunaan 3,59 a
yang sama
Rumah tinggal
Hunian(satu keluarga dan dua keluarga)
Loteng yang tidak dapat didiami tanpa gudang 0,48 l
Loteng yang tidak dapat didiami dengan gudang 0,96 m
Loteng yang dapat didiami dan ruang tidur 1,44
Semua ruang kecuali tangga dan balkon 1,92
Semua hunian rumah tinggal lainnya
Ruang pribadi dan koridor yang melayani mereka 1,92
Ruang publica dan koridor yang melayani mereka 4,79
Atap
Atap datar, berbubung, dan lengkung 0,96 n
Atap digunakan untuk taman atap 4,79
Atap yang digunakan untuk tujuan lain Sama seperti
hunian dilayani
24
Sekolah
Ruang kelas 1,92 4,5
Koridor diatas lantai pertama 3,83 4,5
Koridor lantai pertama 4,79 4,5
Toko Eceran
25
Bangunan Gedung
Sistem Penahan Beban Angin Utama 0,85
26
3. Kategori eksposur
Eksposur B : untuk bangunan gedung dengan tinggi atap ≤ 9,1 meter
Eksposur C : untuk bangunan yang bukan eksposur B dan D
Eksposur D : untuk kekasaran permukaan tanah yang lebih besar dari 20x tinggi
bangunan.
4. Faktor topografi
Bukit memanjang 2
dimensi (atau lembah
1,30 1,5 1,55 3 1,5 1,5
dengan negative H
dalam K1 / (H/Lh)
27
Bukit simetris 3
0,95 1,05 1,15 4 1,5 1,5
dimensi
Kzt = ( 1 + K1 K2 K3)2
Kzt = 1 jika semua kondisi tidak memenuhi
28
Kz = 2,01 ( ) ; Kh = 2,01 ( )
29
30
Batang tekan ditujukan untuk komponen struktur yang memikul beban tekan
sentries tepat pada titik berat penampang, atau kolom dengan gaya aksial saja.
Namun, umumnya pastilah terdapat eksentrisitas, oleh ketidak lurusan batang, atau
oleh ketidak tepatan pembebanan, juga kekangan dari tumpuannya yang menimbulkan
momen. Tetapi jika momen relative kecil sehingga dapat diabaikan, maka prosedur
desain berikut dapat digunakan.
Parameter material Fy dan Fu akan menentukan kuat batang tarik, tetapi pada
batang tekan hanya Fy yang penting, Fu tidak pernah tercapai. Selain material, maka
batang tekan juga dipengaruhi oleh parameter lain, yaitu konfigurasi bentuk fisik atau
geometri. Parameter geometri terjadi dari :
- Luas penampang (A)
- Pengaruh bentuk penampang terhadap kekauan lentur (Imin)
- Panjang batang dan kondisi pertambatan atau tumpuan, yang diwakili oleh
panjang efektif (KL)
Ketiganya dapat diringkas lagi menjadi satu parameter tunggal, yaitu rasio
kelangsingan batang (KL/rmin), dimana rmin = adalah radius girasi pada arah
tekuk.
Rasio kelangsingan batang menjadi parameter penting perencaaan, dan
menjadi indicator batas kinerja sekaligus perilakunya. Contoh, kolom pendek (tidak
langsing) kekuatannya ditentukan material. Adapun kolom pangsing, kekuatan
ditentukan oleh beban kritis yang menyebabkan tekuk (buckling), tidak tergantung
mutu material. Jadi kolom dengan bahan material bermutu tinggi maka rasio
kelangsingannya perlu diperhatikan, agar efisien.
31
32
33
34
35
36
Teori kolom ideal pada model diatas, dirumuskan oleh Leonhard Euler tahun
1744. Rumus Euler menghubungkan parameter geometri (L,A,I) ; material (E), dan
beban aksial tekan P sesaat sebelum tekuk (Pcr). Rumus tekuk kolom yang terkenal
itu adalah :
2E
Pcr =
(KL) 2
37
Dengan cara panjang efektif kolom, maka rumus tekuk Euler dapat dipakai
untuk berbagai kondisi kolom, dengan format berikut :
2E
Pcr =
(KL) 2
Karena rumus diatas hanya valid digunakan untuk memprediksi kolom pada
kondisi elastic, yaitu kondisi tegangan sebelum nmencapai batas proposionalnya,
maka setiap kali diapakai perlu dievaluasi terlebih dahulu terhadap kondisi
tegangannya. Oleh sebabab itu bentuk rumus dalam format tegangan kritis
memudahkan melihat validitas pemakainnya. Format yang dimaksud adalah
Pcr Pcr 2E
cr =
A A(KL ) 2 ( KL ) 2
r
Dimana :
I
r atau “radius girasi penampang”, tergantung sumbu penampang yang
A
ditinjaunya. Pada format tegangan kritis muncul paramenter KL/r atau “rasio
kelangsingan kolom”. Ini parameter penting bagi insinyur karena berkorelasi langsung
38
< 200
dengan :
K = Faktor panjang efektif
L = panjang tanpa dibreising lateral dari komponen struktur
R = radius girasi
39
Im in
Parameter kelangsingan penampang, yaitu radius girasi atau rmin = ( )
A
adalah tinjauan terhadap tekuk lentur. Memang, tekuk jenis ini yang umum dijumpai,
dan hampir semua penampang kolom bisa mengalaminya. Meskipun demikian, jika
kekakuan torsi penampang relative kecil, tekuk torsi akan terjadi terlebih dahulu.
Parameter kelangsingan terhadap tekuk lentur, yaitu radius girasi r min merupakan cara
mudah membayangkan kapasitas tekuk. Cara yang sama dapat digunakan juga untuk
menghitung radius girasi ekivalen terhadap tekuk torsi, yaitu rt sebagai berikut
Cw 0,04 J ( KL ) 2
Rt = ( )
IpS
IpS adalah momen inersia polar terhadap pusat geser. Pada penampang simetri
ganda, pusat berat berhimpit dengan pusat geser, sehingga IpS = IpG = Ix + Iy.Dengan
membandingkan nilai rt terhadap rx atau ry maka r yang terkecil akan menunjukkan
fenomena tekuk mana yang terjadi lebih dahulu, tekuk torsi atau tekuk lentur, jika
dipakai penamapng kolom simetri ganda.
40
Secara umum, kuat tekan nominal suatu batang ditentukan oleh persamaan
berikut ini.
Pu = φPn
Dengan :
= Gaya tekan terfaktor.
ø = Faktor reduksi kekuatan, 0.9
= Kuat tekan nominal komponen struktur.
bentuknya. Ada tiga perilaku tekuk, yaitu tekuk lentur, tekuk tori, dan tekuk torsi
lentur. Adapun tekuk global atau local tergantung kalsifikasi penampang. Jika
penamapnanya tidak langsing maka tidak terjadi tekuk local, dan sebaliknya
penampang langsing berisiko tekuk local terlebih dahulu. Karena tekuk terjadi pada
kondisi elastic, sebelum leleh maka agar efisien, perlu dipilihi kolom penampang
tidak langsing.
Tekuk lentur yang dimaksud adalah fenomena tekuk global pada penampang
dengan klasifikasi elemen tidak langsing. Beban kritis yang menyebabkan tekuk
tersebut telah dirumuskan oleh Euler. Sampai saat ini rumus tersebut tetap dijadikan
dasar menentukan kuat nominal batang tekan (P n). Agar berkesesuaian dengan cara
perencanaan batang tarik, maka luas penampang utuh atau gross (Ag) dijadikan
konstanta tetap, adapun variabelnya adalah tegangan kritis (Fcr), yang dituliskan
Pn = Fcr Ag
41
E Fy
b. Bila > 4,71 > 2.25, tekuk elastis, maka :
Fy atau Fe
Fcr = 0,877 Fe
Dimana :
Fe = tegangan tekuk Euler (elastic) sebagai berikut
2E
Fe =
KL 2
( )
r
Catatan : Tegangan kritis di daerah kelangsingan ini disebut tekuk elastic.
Rumus Euler tidak bisa dipakai secara langsung karena belum
memperhitungakan imperfection. Koreksi yang diberikan didasarkan hasil
kalibrasi dengan data uji kolom secara empiris.
Adanya kondisi batas tekuk inelastis atau elastic mempengaruhi efisien
tidaknya pemakaian mutu baja. Jika kelangsingan kolom lebih besar dari 4,71
E
Fy
maka mutu baja tidak berpengaruh. Hal itu bisa dilihat dari perbandingan
kurva tegangan kritis (Fcr) dari berbagai mutu baja ASTM terhadap
kelangsingan kolom.
42
Fenomena tekuk, selain lentur ada lagi yaitu puntir (tekuk torsi) atau gabungan
keduanya yaitu tekuk lentur-torsi. Biasa terjadi pada penampang dengan kekakuan
torsi yang relative kecil atau pusat geser dan pusat beratnya tidak berhimpit.
Penampang dengan kekakuan torsi relative kecil, yaitu profil built-up simetri
ganda bentuk I atau X, atau penampang simetri tunggal dengan pusat geser dan pusat
berat tidak berhimpit, missal profil siku atau tee, harus dihitung kapasitasnya terhadap
tekuk torsi atau tekuk lentur torsi. Jika kapasitasnya lebih kecil dibanding kapasitas
tekuk lentur, maka perilaku tekuk torsi atau lentur-torsi yang akan terjadi lebih dahulu
(menentukan).
Kapasitas tekan nominal penampang kolom tidak langsing terhadap tekuk torsi
Pn = Fcr Ag
43
berikut :
2 ECw 1
( 2
GJ )
Fe = ( KzL) Ix Iy
Dengan :
E = Modulus elasticitas baja (200000 MPa)
G = Modulus elastisitas geser baja (77200 Mpa)
J = konstanta torsi (mm4)
KzL = factor panjang efektif untuk tekuk torsi
Cw = konstanta pilin/warping (mm6)
IxIy = momen inersia terhadap sumbu utama , mm4
Berikut parameter penentuan tekuk yang terjadi merupakan tekuk inelastic atau
elastic.
Fy
Jika < 2.25 ; tekuk inelastic
Fe
Fy
Maka : Fcr = [0,658 Fe ] Fy
Fy
Jika > 2.25 ; tekuk elastic
Fe
Maka : Fcr = 0,877 Fe
44
Akibat perbedaan rasio bentang terhadap tinggi (L/h), maka perilakunya dalam
memikul beban menjadi berbeda. Bentuk geometri balok biasa, beban dialihkan
dengan mekanisme lentur sedangkan pada balok tinggi beban dialihkan menjadi
diagonal gaya tekan (struc) di sisi tas, dan gaya tarik (ti) di sisi bawah tanpa
terjadinya efek lentur.
Perilaku balok biasa dan balok tinggi sangat berbeda. Hal itu jadi perhatian
penting pada perencanaan struktur beton. Maklum cara konstruksi keduanya tidak
berbeda banyak, penampangnya sama-sama berbentuk persegi dan umumnya tidak
ada masalah terkait kelangsingan elemen-elemennya. Kondisi itu akan berbeda jika
diaplikasikan pada struktur baja, yang penampang baloknya tidak persegi tetapi
berbentuk profil I.
45
(a) (b)
Gambar II.6.1.1.1. lokal buckling pada balok (a) sayap tertekan (b) badan tertekan.
46
Sisi lainnya, analisa struktur untuk mencari gaya internal struktur, umumnya
hanya memakai permodelan elemen garis, sehingga kelangsingan elemen profil tidak
terdeteksi. Tekuk local tentu tidak bisa diabaikan. Keberadaaannya mengurangi
kinerja struktur, bahkan bisa memicu kerusakan yang lebih besar. Bagaimanapun juga
telah disadari bahwa analisis struktur memprediksi tekuk local tersebut adalah tidak
mudah (kompleks).
Simulai numeric dengan FEM pakai elemen shell memang bisa memberikan
solusi yang efektif. Tetapi prosedurnya tidak cukup praktis jika digunakan dalam
proses perencanaan rutin yang biasa. Untuk mengatasi masalah agar cara perencanaan
mudah dan praktis maka dipilih cara klasifikasi penampang balok uang didasarkan
pada rasio b/t atau lebar terhadap tebal elemen-elemen penyusun profil balok sebagai
tahap dasar.
47
Telah dipahami, struktur kantilever dengan profil UNP (Channel) yang dibebani pada
pusat berat (cg) mengalami punter. Untuk menghindari, beban dipindah ke pusat geser
(S).
48
Gambar II.6.1.2.3 Fenomena tekuk lateral pada kantilever (Trahair et.al 2008)
Kondisi bahwa penamapng balok I dapat berotasi sekaligus bertranslasi lateral ini
disebut tekuk torsi lateral (lateral torsional buckling), atau istilah singkatnya LTB. Ini
terjadi jika kekakuan lateral penampangnya relative kecil dibanding pertambatan
lateral yang tersedia. Sehingga seperti halnya batang tekan dengan Pcr maka balok
dalam ini juga mempunyai Mcr (momen kritis) sebagai factor pemicunya. Dengan kata
lain, selama beban yang diberikan tidak melebih M cr, maka fenomena LTB tidak
terjadi. Ini tentu berbeda dari profil UNP yang langsung terpuntir saat dibebani.
Fenomena tekuk tori lateral (LTB) adalah hal penting yang perlu dieprhitungkan
pada perencanaan balok, merupakan salah satu kondisi batas geometri yang
menentukan kuat lentur nominal. Parameter geomertrinya adalah bentuk dan dimensi
profil, serta jarak antara pertambatan lateral atau lateral bracing (Lb) yang dipasang
untuk mencegah terjadinya LTB.
49
50
Mcr = EIyGJ
Dimana :
E = modulus selasis material baja, 200000 MPa
Iy = momen inersia pada arah sumbu lemah
G = modulus geser elastisitas material, 80000 MPa
J = konstanta torsi penampang (tidak ada warping).
L = bentang balok tanpa pertambatan lateral
51
Meskipun awal mula sama, misal profil pipa, tetapi jika kemudian dibelah maka
perilakunya berubah signifikan terhadap momen torsi. Maklum semula adalah
penampang tertutup, yang mempunyai kekakuan torsi yang besar, ketika berubah
menjadi penampang terbuka maka kekakuan torsinya menjadi relative kecil.
52
12,5 | Mmaks |
Cb =
2,5 | Mmaks | 3 | MA | 4 | MB | 3 | MC |
Contoh numeriknya.
53
54
55
57
Garis putus-putus menunjukkan mode tekuk lateral yang bisa saja terjadi
meskipun telah dipasang pertambatan. Pada kondisi lainnya, dimana komponen
balok yang mengalami desak, yaitu elemen sayap dapat tertanam/terpegang baik
oleh lantai pelat beton (ada shear conncector) atau pelat baja (di las), maka dapat
dianggap pertamabtan lateral yang ada adalah menerus di sepanjang balok, yang
berarti tidak ada risiko untuk terjadi tekuk. Kondisi itu dianggap mencukupi sebgai
lateral bracing khususnya jika baloknya mempunyati rasio pelat badan yang kaku,
untuk balok tinggi maka tetap dierlukan strukrur bracing yang khusus.
58
Oleh sebab itu, dalam memilihi sistem struktur lateral bracing harus
mengetahui juga perilaku struktur yang dianalisis. Maklum jika fungsinya sebgai
lateral bracing saja, maka keberadaannya tidak perlu sampai dimodelkan pada
analisis struktur. Bagaimanapun juga lateral bracing bukanlah bagian sistem
pemikul beban, tetapi lebih kepada stabilitas balok. Jika memakai analisa struktur
elasitk linier baisa, yang tidak bisa mengakses stabilitas struktur, maka
memasukkan sistem bracing pada pemodelan strukurnya adalah pekerjaan sia-sia
karenan pasti tidak ada pengaruhnya.
59
Untuk antisipasi adanya LTB, lateral bracing harus dipasang pada sayap
kritis, yaitu elemen sayap pada profil balok yang menerima tegangan tekan.
Maklum gaya tekan adalah penyebab adanya LTB, jika tidak ada gaya tekan, tidak
ada bahaya LTB. Berbagai strategi pemasangan lateral bracing yang disarankan
AS 4100-1998.
60
61
Jika sistem rangka hanya dipakai sebagai pertambatan lateral saja, tentu dalam
analisis struktur tidak ada gaya-gaya yang dipikul. Maklum fungsinya hanya untuk
stabilitas struktur utama, profil I built up. Meskipun begitu, untuk desain tidak
boleh sembarangan. Menurut AS 41000-1998 sistem rangka perlu direncanakan
terhadap gaya transversal sebesal 0.025 dari gaya tekan terbesar elemen yang
ditambat. Tetapi, jika pemasangan sistem rangka begitu rapat, maka volume
bajanya tentuk tidak kalah dibanding volume baja struktur utama. Jadi kalah
dipakai sekedar untuk stabilitas saja (bukan pemikul utama), maka dengan volume
yang besar tersebut tentu suatu saat akan dipertanyakan efisiensinya.
62
Dari hasil klasifikasi berdasarkna rasio lebal-tebal elemen profil balok lentur,
yaitu sayap dan badan pada tabel II.6.1.4, selanjutnya dapat dipilih prosedur
perencanaan LRFD yang sesuai, menurut tabel II.6.3.1.
Tabel II.6.3.1. Batas kelangsingan elemen sayap penampang menurut SNI 1729 ;
2015 (table b4.1a)
63
Untuk perencanaan balok lentur dengan profil IWF, baik yang simetri ganda
ataupun tunggal, dengan berbagai variasi rasio lebar-tebal elemen-elemen penyusun
profil maka langkah-langkah perencanaan lengkap dapat dirangkai berdasarkan
prosedur berikut ini.
64
Secara umum, dapat dinyatakan bahwa kuat lentur rencana balok (lentur)
memenuhi persyaratan jika :
65
Mu = kuat lentur perlu atau momen maksimum hasil kombinasi beban sesuai
ketentuan LRFD
Ketentuan ini tidak memasukkan pengaruh fatique (kelelahan). Jika hal itu
cukup dominan, perencanaan harus memperhitungkan tegangan terhadap beban kerja
dan tegangan maksimum yang diijinkan adalah 0,66 Fy. Itu perlu karena fatig adalah
fenomenan pada pembebanan siklik (berulang) dimana frekuensi dan besarnya beban
mengakibatkan fraktur (retak) pada kondisi tegangan rendah (elastic). Jika itu terjadi,
maka akibat beban berulang retak dapat bertambah besar dan akhirnya memicu
terjadinya kerusakan fatal.
Ketentuan berlaku untuk profil kompak, I simetri ganda dan UNP, dibebani
pada sumbu kuat dan melalui pusat geser. Khusus profil UNP, jika beban tidak bisa
berhimpit pada pusat geser, maka perlu ditambahkan bracing atau semacamnya untuk
mencegah torsi.
66
f<fy
p
M<Myx
F=fy
p
M=Myx
F=fy
p
Myx<M<Mp
F=fy
p
M=Mp
Ketika kuat leleh tercapai pada serat terluar (gambar 3.2), tahanan
momen nominal sama dengan momen leleh Myx, dan besarnya adalah
= = .
67
Dimana :
= .
Dengan :
A = Luas penampang, cm2
a = Tinggi efektif, mm
(a = H – (2 . Cx))
Cx = Pusat berat arah sumbu x, cm
Cx
Cy
68
E
Lp = 1,76 ry
Fy
Dimana :
E = modulus elastitis baja (200000 Mpa)
Fy = kuat leleh minimum tergantung mutu baja MPa
ry = radius girasi balok terhadap sumbu lemah
Jika Lb adalah jarak pertambatan lateral yang dipasang pada balok maka untuk Lb
≤ Lp, diperoleh :
Mn = Mp
Profil kompak untuk balok pada kondisi ini, paling efisien dalam pemakaian
bahan, khususnya profil hot-rolled yang mempunyai mutu sama, antara elemen badan
dan elemen sayapnya.
Bila Lb > Lp, tetapi ingin tetap efisien, maka ditetapkan batasan Lr, yaitu jarak
pertambatan lateral maksimum sedemikian sehingga serat terluar penampang (sayap)
bisa mencapai leleh. Kondisinya seperti pada penampang non-kompak. Adanya
residual stress atau tengagan sisa pada elemen terdesak akibat proses pembuatan
ternayta berpengaruh dan akan mengurangi kapasitas penampang sehingga harus
diperhitungkan. Besarnya tegangan sisa tersebut ternyata bervariasi tergantung
prosesnya, pertaturan lama (AISC 1999 dan sebelumnya) menetapkan tegangan sisa
sebesar 69 MPa (profil hot-rolled) dan 114 MPa (profil buatan dengan las).
69
E Jc Jc 0,7 Fy
Lr = 1,95 rts + ( ) +6,76 ( )
0,7 Fy Sxh0 Sxh0 E
Dimana :
1 Iy
profil UNP, c = h0
2 Cw
IyCw
rts2 =
Sx
1 Iyh 0
1 2 Sx
Cw Iyh 0 2
4
Untuk profil I, nilai , sehinggan rts2 =
Nilai rts cukup akurat dengan hanya memperhitungkan radius girasi pelat sayap tekan
bf
rts =
1htw
12(1 )
6bftf
Jika Lb = Lr maka Mn = 0,7 Sx Fy, yaitu momen nominal efektif yang menyebabkan
tegangan leleh pada serat desak terluar dari profil. Jika Lp ≤ Lb ≤ Lr, maka kapasistas
lentur penampang nominal berbanding lurus, Mp ≥ Mn ≥ 0,7 Sx Fy dihitung dengan
ineterpolasi linier sederhana sebagai berikut.
70
Suatu hasil perencanaan yang baik, selain aman juga ekonomis. Itu tercapai jika
bahan material dapat dimanfaatkan secara efisen. Kondisi batas kekuatan material
(yielding) harus menentukan dan itu hanya dicapai jika balok profil kompak
mempunyai Lb ≤ Lr
Jika terpaksa dimana Lb > Lr, maka penampang sebelum mencapai kondisi leleh
akan mengalami tekuk terlebih dahulu, suatu kondisi yang tidak efisien dalam
pemakaian bahan material dan sebaiknya harus dihindari. Pada kondisi tersebut
kapasitas balok ditentukan oleh terjadinya tekuk (LTB) dan dihitung sebagai berikut.
Cb 2 E Jc Lb 2
Fcr = 1+ 0,078 ( )
Lb Sxh0 rts
( )2
Ls
Cb adalah factor yang dipakai untuk memperhitungkan pengaruh momen gradient
(momen tidak konstan). Pada perencanaan yang konservatif, dapat dianggap momen
kritis penyebab LTB bernilai konstan sepanjang titik-titik pertamabatan lateral (Lb).
Untuk itu nilai Cb = 1. Nilai ini juga dipersyaratkan untuk balok kantilever.
Kapasitas lentur nominal penampang kompak dapat digambarkan dalam kurva
hubungan Mn – Lb atau kuat lentur nominal dan jarak pertambatan lateral
sebagaimana terlihat pada gambar II.6.3.1.3.
71
72
Komponen struktur dengan beban tidak terfaktor Beban tetap Beban sementara
Dimana,
W = +
Elemen penampang balok, seperti pelat sayap dan badan, didesain terhadap
momen lentur. Pelat sayap pengaruhya signifikan terhadap kapasitas lenturnya. Kedua
elemen sayapnya dapat dihasilkan kopel gaya yang besar dalam mengantisipasi
momen luar yang terjadi. Adapun fungsi terbesar pelat badan adalah memikul gaya
geser.
Vu ≤ φv Vn
Dimana :
Vu = gaya geser batas, atau gaya geser terfaktor maksimum dari berbagai
kombinasi sesuai peraturan beban
73
AISC 2010 menyediakan dua opsi perencanaan terhadap geser, yaitu cara
umum, yang tidak memanfaatkan kuat pelat pasca tekuknya dan cara khusus, karena
dapat memanfaatkan tension field action, fenomena kuat pelat pasca tekuk. Cara
kedua khusus karena hanya bisa dipakai jika pelat badan terbingkai di empat sisinya,
horizontal oleh pelat sayap dan vertical oleh pelat pengaku tegak (transverse
stiffener).
Gambar II.6.5.1 Kondisi geser pelat pasca tekuk (NASA, Langley Research Center)
74
Mekanisme pengalihan gaya pada balok seperti yang terjadi pada struktur
rangka batang (truss), yaitu pelat sayap menerima gaya tarik dan tekan, pelat pengaku
tegak menerima gaya tekan, adapun pelat badan menerima gaya tarik dalam bentuk
“tension field action”. Jadi pemasangan pelat pengaku tegak berperan sangat penting
dalam membangkitkan mekanisme tersebut.
Itulah tension field action yang ditetapkan dalam AISC 2010 yang merupakan
alternative yang konservatif, karena mengevaluasi kuat geser nominal balok
berdasarkan kondisi batas leleh dan konfisi batas tekuk pelat, yang diatur melalui
koefisien geser pelat lantai, Cv.
Kuat geser nominal, Vn pelat badan dari profil simetri tunggal atau ganda atau
profil UNP, yang direncanakan tanpa memanfaatkan kekuatan pasca-tekuk,
ditentukan dari kondisi batas akibat leleh dan tekuk akibat geser sebagai berikut :
Vn = 0,6 Fy Aw Cv
Dimana :
75
a. Pelat badan profil I hot-rolled jika h/tw ≤ 2,24 ( )1/2 maka ∅v = 1.0 dan Cv =
1.0
b. Profil yang tidak memenuhi persyaratan diatas, tetapi simetri ganda atau
tunggal maka Cv ditentukan dari kelangsingan pelat badan atau rasio h/t w
dalam tiga kategori
Jika h/tw ≤ 1.10 (kvE/Fy)1/2 maka kuat geser nominal dibatasi adanya leleh
pada pelat badan, tidak ada pengaruh tekuk.
Cv = 1.0
Jika 1.10 (kvE/Fy)1/2 < h/tw ≤ 1,37 (kvE/Fy)1/2 maka kuat geser nominal mulai
dipengaruhi oleh tekuk yang terjadi pada pelat badan.
Jika h/tw > 1,37 (kvE/Fy)1/2 maka kuat geser nominal ditentukan oleh terjadinya tekuk
elastic pada pelat badan.
1,51kvE
Cv =
h
( ) 2 Fy
tw
Adapun h adalah jarak bersih antara pelat-pelat sayap dari profil I built up, jika
profil I hot rolled dikurangi lagi dengan tebal fillet. Koefisien tekuk pelat, kv, untuk
profil I tanpa pelat pengaku tegak dan kelangsingan pelat badannya h/tw < 260, maka
kv = 5.0. Jika ada pelat pengaku tegak untuk tiap jarak a dengan syarat a/h ≤ 3, maka
koefisien tekuk pelat menjadi :
5
Kv = 5 +
(a / h) 2
Khusus untuk profil Tee dengan syap satu sisi saja, maka tahanan pelat badan
terhadap tekuk berkurang, sehingga kv = 1.2. Pengaruh kelangsingan pelat badan h/t w
terhadap koefisien geser pelat badan, Cv yang pada dasarnya factor reduksi
mengatisipasi tekuk, dapat dilihat pada kurva berikut.
76
Nilai Cv berkorelasi langsung dengan kuat geser nominal, jika terlalu langsing
pengaruh tekuk menjadi dominan sehingga terlihat pada kurva kekuatannya drop,
tidak efisien jika didesain menurut AISC 2010. Untuk itu sebaiknya mengikuti
ketentuan section G3 (AISC 2010) yang memanfaatkan fenomena “tension field
action” pasca tekuk pelat untuk kinerja lebih baik.
Untuk h/tw ≤ 2,46 (E/Fy)1/2 atau jika Vn menurut Section G.2 dengan kv = 5 telah
mencukupi, yaitu Vu < ∅ Vn, maka tidak diperlukan pemasangan pelat pengaku tegak.
Ist ≥ b tw2 j
Dimana :
,
J= - 2 ≥ 0,5
( )
b = adalah nilai terkecil dari jarak pelat pengaku, a atau tinggi bersih pelat badan, h
77
Pelat pengaku tegak dapat dipasang pada satu sisi atau keduanya. Adapun
momen inersianya dihitung pada sumbu netral berbeda. Pelat pengaku satu sisi umum
dipilih jika akan dipasang pengaku memanjang (longitudinal stiffener), yang menerus
(tak terpotong), seperti pelat sayap, tetapi itu tidak ada ketentuan di AISC (2010)
bahkan AASHTO (2010) juga telah mengabaikannya (White 2012).
Pemasangan pelat pengaku umumnya memakai las, yang relative praktis dan
ekonomis, dibandingkan baut. Tetapi penggunaan las mempunyai dampak negative
jika tidak dilakukan control seksama dan ketat. Panas yang diakibatkannya
menimbulkan risiko fatiq, yaitu timbulnya fraktur pada tegangan yang relative rendah
ketika dibebani beban siklik, suatu hal yang umum pada konstruksi jembatan.
Ditelaah lebih lanjut, fatiq terjadi pada daerah adengan tegangan tarik transien. Itu
78
79
Ingat, mekanisme tension field action baru akan bekerja jika pelat badan
mengalami tekuk. Jika pelat relative kaku dan tidak terjadi tekuk, maka kondisi batas
material yang menentukan (leleh). Oleh karena itu, batas atas kuat geser nominal pelat
badan profil-I dengan tambahan pelat pengaku, adalah sama dan tidak lebih besar dari
kuat geser nominal profil I, tanpa pelat pengaku Lihat, persamaan G2-1 dengan Cv = 1
dan G3-1 memberi hasil yang sama.
Pelat badan relative kaku, jika h/tw ≤ 1.10 (kvE/fy)1/2- maka kuat geser nominal
dibatasi oleh adanya leleh pelat badan, tidak ada tekuk :
Vn = 0,6 Fy Aw
Jika langsing, h/tw > 1.10 (kvE/Fy)1/12 maka pengaruh tekuk dominan sehingga
mechanism tension field action timbul dan dimanfaatkan.
( )
= 0,6 +
, ( / )
Nilai Cv diambil sama seperti pada Section G2 (AISC 2010) dimana untuk kondisi
1,10 (kvE/Fy)1/2 < h/tw ≤ 1,37 (kvE/Fy)1/2 maka :
80
1,51kvE
Cv =
h
( ) 2 Fy
tw
E
(b/t)st ≤ 0,56
Fyst
Vr Vcq
Ist ≥ Ist1 + (Ist2 – Ist1) [ ]
Vc 2 Vcq
Dimana :
81
P1
A B
P2
C D
E F
82
83
84
Dimana :
Pr = Pu kuat aksial perlu elemen struktur, hasil analisa struktur rangka secara
menyeluruh (global)
Pc = ØPn kuat rencana elemen struktur (tarik atau tekan)
Mr = M u kuat lentur perlu elemen, hasil analisis struktur yang telah
memperhitungkan efek orde ke-2 atau efek P-Δ pada rangka secara
menyeluruh (global)
Mc = ØMn kuat rencana elemen struktur sebagai balok lentur
x subskrip symbol untuk momen lentur terhadap sumbu kuat penampang
y subskrip symbol untuk momen lentur terhadap sumbu lemah
penampang
85
86
87