PT. Freeport Indonesia merupakan sebuah perusahan pertambangan yang mayoritas
sahamnya dimiliki oleh Indonesia melalui PT. Inalum (51%) sejak akhir tahun 2018. Sebelumnya, saham terbesar dimiliki oleh Freeport McMoRan Copper and Gold Inc. PT. Freeport Indonesia yang selanjutnya disebut Freeport melakukan penambangan, pemrosesan, dan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak yang berlokasi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua untuk dipasarkan ke seluruh penjuru dunia. Keberadaan Freeport sejak tahun 1967 membawa banyak perubahan dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Dengan hadirnya perusahaan tambang ini, membawa banyak sekali dampak positif yang diterima baik oleh masyarakat lokal maupun Indonesia yakni dengan pembayaran pajak yang telah ditentukan.Freeport menjadi salah satu satu pembayar pajak terbesar di Indonesia. Tahun 2017, kontribusi Freeport untuk Indonesia dari pajak, royalti, pajak ekspor, dividen dan pungutan lainnya adalah sebesar 756 juta dollar AS. Terlepas dari segala dampak positif yang diberikan, Freeport ternyata juga membawa dampak negatif. Sejak dahulu, banyak sekali isu-isu dan kontroversi mengenai dampak negatif yang disebabkan oleh Freeport terkhusus di bidang lingkungan. Tambang menghasilkan konsentrat yang mengandung 1,8 miliyar pon tembaga dan 2,9 juta ons emas dari penambangan setiap hari. Sisa dari penambangan ini kemudian disebut sebagai tailing. Tailing adalah sisa pasir yang digerus halus, setelah emas, perak dan tembaga diambil melalui proses pengapungan pabrik bijih. Tailing kemudian dibuang dengan cara dialirkan ke sungai, sehingga menimbulkan masalah yaitu pendangkalan sungai dan tercemarnya ekosistem perairan akibat kandungan logam berat dalam tailing. Kehadiran perusahaan-perusahaan yang khususnya bergerak di bidang pertambangan yang mengeksplorasi sumber daya alam dituntut untuk lebih memperhatikan aspek Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terhadap suatu proyek yang akan dilaksanakan. Apabila suatu perusahaan tersebut hendak melakukan suatu kegiatan yang akan berdampak pada lingkungan hidup. Selama beroperasi, Freeport diketahui banyak melakukan pelanggaran, diantaranya mencemari sistem sungai dan lingkungan muara sungai, yang melanggar standar baku mutu air sepanjang tahun 2004 hingga 2006. Dan yang tidak kalah parah adalah membuang Air Asam Batuan (Acid Rock Drainage) tanpa memiliki surat izin limbah bahan berbahaya beracun (B3). Buangan Air Asam Batuan sudah sampai pada tingkatan yang melanggar standar limbah cair industri, membahayakan air tanah, dan gagal membangun pos-pos pemantauan seperti yang telah diperintahkan. Dengan beragam kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan Freeport, sudah semestinya pemerintah melakukan langkah pengamanan sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku, khususnya pelanggaran terhadap UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Direktur WALHI, Chalid Muhammad mengungkapkan, ada banyak dimensi kerusakan yang ditimbulkan akibat operasi perusahaan tambang Freeport ini. Pertama, kerusakan lingkungan hidup secara fisik, dimana sungai-sungai di sana tidak lagi disebut sungai karena menjadi tempat pembuangan limbah (tailing). Bahkan limbah-limbah ini sudah menyebar ke laut Arafuru. Kedua, hancurnya fegetasi hutan dataran rendah akibat limbah tailing Freeport. Ketiga, terjadi perubahan iklim mikro akibat aktivitas penambangan terbuka. Apabila hal ini tidak ditindaklanjuti, takutnya kerusakan akan semakin meluas dan akan memberikan efek yang lebih buruk lagi, serta membtuhkan waktu yang sangat panjang untuk mengembalikannya seperti sediakala. Upaya yang dapat dilakukan guna meminimalisir limbah tailing adalah memanfaatkannya sebagai bahan bangunan, seperti material konstruksi ringan, batu bata, bahan campuran beton, dan bahan membuat paving block. Penelitian dan pengembangan teknologi untuk pemanfaatkan limbah tailing perlu dilakukan, sehingga Freeport tidak lagi membuang begitu saja limbah-limbah tersebut ke sungai. Terkait perubahan status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), yang merupakan satu dari tiga syarat yang harus dipenuhi Freeport untuk kembali mendapat izin ekspor konsentrat yang dihentikan pemerintah sejak 12 Januari 2017 lalu. Dengan itu, kini kedudukan negara tidak lagi setara dengan perusahaan. Sekarang, kedudukan negara lebih tinggi dari perusahaan dan pemerintah dapat sewaktu-waktu mencabut izin apabila dinailai merugikan negara. Selain itu, sistem pembayaran pajak juga berubah, IUPK bersifat prevailing, atau mengikuti aturan perpajakan yang berlaku. Besarnya pajak dan PNBP dapat berubah ketika ada perubahan peraturan, sementara dalam KK besaran pajak adalah tetap dan tak berubah-ubah hingga masa kontrak habis. Dari sisi luas wilayah, IUPK hanya memperbolehkan luas maksimal 25.000 hektar. Saat ini, luas wilayah Freeport mencapai 90.000 hektar. Freeport juga telah menyetujui syarat pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian, atau smelter dalam waktu 5 tahun. Transisi yang membuat Indonesia menjadi pemilik saham tertinggi Freeport ini dipandang menguntungkan negara. Akan tetapi, jika dilihat dari sisi lain, perubahan ini bisa saja berdampak pada kinerja operasi karena hasil dari penambangan akan berkurang sehingga dapat berdampak pada menurunnya penghasilan yang didapatkan Freeport. Sempat berbunyi kabar jika investor Amerika takut akan ada perubahan operasi. Pelaku pasar khawatir, nantinya biaya yang akan menjadi beban Freeport akan meningkat dan pengendalian atas tambang di Papua akan berkurang dengan adanya kesepakatan divestasi 51% tersebut. Memiliki saham tertinggi belum tentu bisa berkuasa penuh atas aktivitas operasional tambang. Proses divestasi sebaiknya dilakukan secara bertahap dan hati-hati, karena jika dilakukan secara terburu-buru, pemerintah bisa saja diminta untuk menanggung kerugian yang selama ini ditimbulkan oleh Freeport. Pemerintah juga harus melakukan pembaharuan regulasi terkait pengelolaan jasa usaha pertambangan. Sehingga potensi penyimpangan pada masa yang akan datang dapat dicegah dan tidak terjadi kembali. Jika pemerintah benar-benar ingin langkah ini memberikan keuntungan bagi Indonesia baik dari segi ekonomi maupun lingkungan, maka permerintah harus sungguh-sungguh dalam mengambil setiap langkah yang diambil dan tegas dalam menindaklanjuti pelanggaran agar tidak terjadi kesalahan yang berakibat merugikan negara sendiri.
Sumber Bacaan:
1. Dampak Lingkungan Hidup Operasi Pertambangan Tembaga dan Emas Freeport-Rio
Tinto di Papua, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Jakarta, 2006. https://newberkeley.files.wordpress.com/2017/03/dampak-lingkungan-hidup-operasi- pertambangan-tembaga-dan-emas-freeport-rio-tinto-di-papua.pdf 2. http://e-journal.uajy.ac.id/7846/2/1MIHI01107.pdf 3. [Artikel], Freeport: Kami Sudah Sesuai Amdal, 2018. https://republika.co.id/berita/ekonomi/korporasi/18/04/08/p6uwc4328-freeport-kami- sudah-sesuai-amdal 4. [Artikel], Daftar Dugaan Pencemaran Lingkungan Freeport dari Hulu ke Hilir, 2017. https://www.jatam.org/2017/05/05/daftar-dugaan-pencemaran-lingkungan-freeport- dari-hulu-ke-hilir/ 5. https://www.tabloidjubi.com/16/2013/04/11/karel-sesa-analisis-manfaat-dan-dampak- lingkungan-pt-freeport/ 6. [Artikel], AS Marah Besar Jokowi Ambil Alih Saham Freeport, Terkuak Skenario Ini hingga Kirim Pasukan, 2018. http://kaltim.tribunnews.com/2018/12/24/as-marah- besar-jokowi-ambil-alih-saham-freeport-terkuak-skenario-ini-hingga-kirim- pasukan?page=4. 7. Jurnal Freeport, 2016. https://www.scribd.com/doc/309697799/Jurnal-Freeport 8. [Artikel], Diskusi Peradi Jaksel, Begini Sisi Positif dan Negatif Divestasi 51% Saham Freeport, 2018. http://poskotanews.com/2018/08/04/begini-sisi-positif-dan-negatif- divestasi-51-saham-freeport/ 9. [Artikel], IUPK untungkan negara atau Freeport, ini penjelasannya, 2017. https://www.hetanews.com/article/82677/iupk-untungkan-negara-atau-freeport-ini- penjelasannya
Analisis Perbedaan Volume Dan Faktor Koreksi Pada Shotcrete Delivery Process Di Tambang Bawah Tanah Deep Mill Level Zone PT Freeport Indonesia Kabupaten Mimika Provinsi Papua