Anda di halaman 1dari 9

Kasus Freeport

Kelompok 1
Sejarah PT Freeport

Pertambangan PT Freeport McMoran Indonesia (Freeport) di Papua


yang dimulai sejak tahun 1967 hingga saat ini telah berlangsung
selama 47 tahun. Selama ini, kegiatan bisnis dan ekonomi Freeport
di Papua, telah mencetak keuntungan finansial yang sangat besar
bagi perusahaan asing tersebut, namun belum memberikan manfaat
optimal bagi negara, Papua, dan masyarakat lokal di sekitar wilayah
pertambangan. Dari tahun ke tahun Freeport terus mereguk
keuntungan dari tambang emas, perak, dan tembaga terbesar di
dunia. Para petinggi Freeport terus mendapatkan fasilitas, tunjangan
dan keuntungan yang besarnya mencapai 1 juta kali lipat
pendapatan tahunan penduduk Timika, Papua.
LANJUTAN

Aktivitas Freeport yang berlangsung dalam kurun waktu lama ini telah menimbulkan

berbagai masalah, terutama dalam hal penerimaan negara yang tidak optimal, peran

negara/BUMN untuk ikut mengelola tambang yang sangat minim dan dampak lingkungan

yang sangat signifikan, berupa rusaknya bentang alam pegunungan Grasberg dan Erstberg.

Freeport mengelola tambang terbesar di dunia di berbagai negara, yang didalamnya

termasuk 50% cadangan emas di kepulauan Indonesia. Namun, sebagai hasil eksploitasi

potensi tambang tersebut, hanya sebagian kecil pendapatan yang yang masuk ke kas negara

dibandingkan dengan miliaran US$ keuntungan yang diperoleh Freeport.

Kehadiran Freeport pun tidak mampu menyejahterakan masyarakat di sekitar wilayah

pertambangan, namun berkontribusi sangat besar pada perkembangan perusahaan asing

tersebut.
Produk
Tembaga
Emas
Perak

40% produk konsentrat PTFI dikirim ke PT


Smelting Gresik. PTFI membangun pabrik
peleburan tembaga (smelter) pertama di
Indonesia, yaitu PT Smelting tahun 1998. PTFI
memasarkan konsentrat dengan harga pasar
berdasarkan kontrak jangka panjang dengan
sejumlah smelter internasional, dan akan
tetap menghormati kontrak-kontrak tersebut.
Analisis Masalah terkait CGC

Keberadaan tambang emas terbesar di dunia yang


berada di Papua sama sekali tidak memberikan
keuntungan pada masyarakat sekitarnya. Bisa dilihat
dari masyarakat asli yang berada disekitar PT
Freeport masih berada di bawah garis kemiskinan
dan mengais emas yang tersisa dari limbah
Freeport.

Kurang berperannya PT Freeport dalam


kesejahteraan masyarakat Papua bisa dilihat dari
jumlah karyawan PT. Freeport yang asli papua hanya
30-36%
Tanggal 21 Februari 2006 Terjadi pengusiran terhadap
penduduk setempat yang melakukan pendulangan emas
dari sisa-sisa limbah produksi Freeport di Kali Kabur
Wanamon yang berakibat terjadinya bentrokan dan
penembakan

Kementerian Lingkungan Hidup mempublikasi temuan


pemantauan dan penataan kualitas lingkungan di wilayah
penambangan PT.Freeport Indonesia. Hasilnya, Freeport
dinilai tak memenuhi batas air limbah dan telah
mencemari air laut dan biota laut

Selain itu sekitar 9.000 karyawan Freeport mogok


kerja untuk menuntut perbaikan kesejahteraan.
Perundingan akhirnya diselesaikan pada 21 April setelah
tercapai kesepakatan yang termasuk mengenai kenaikan
gaji terendah. Mogoknya hampir seluruh pekerja PT
Freeport Indonesia disebabkan karena perbedaan indeks
standar gaji yang diterapkan oleh manajemen pada
operasional Freeport diseluruh dunia.
Analisa dan evaluasi

Hubungan CSR dan CGC


Perusahaan perlu menumbuhkan budaya korporasi
dan profesionalisme antara lain melalui
pembenahan pengurusan dan pengawasan yang
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip ata kelola
perusahaan yang baik (GCG) demi mencapai
peningkatan kualitas dan kuantitas perusahaan.
Penyelesaian Konflik Harus Dilakukan Dengan
Mendengarkan Apresiasi Masyarakat

Menurut Matias, PT Freeport harus mengakui


tindakan yang dilakukan masyarakat adat di
Tembagapura, Timika, karena selama ini mereka
merasa kurang mendapat perhatian dalam hal
kesejahteraan dari pihak perusahaan.

Komitmen perusahan dari awal melalui kontrak


kerja harus dipegang, sehingga tidak melakukan
penambangan di luar kontrak kerja tersebut, agar
tidak menimbulkan masalah. Karyawan yang
bekerja juga harus memprioritaskan tenaga asli
Papua, sehingga tidak menimbulkan
kecemburuan sosial seperti yang selama ini
terjadi.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan Saran
PT Freeport Indonesia bisa Untuk melaksanakan CSR
dikatakan sebagai sebuah perusahaan harus mengakui
perusahaan dengan bahwa permasalahan
pemasukan finansial yang masyarakat adalah milik
sangat besar, namun hal mereka juga. Tidak hanya itu,
tersebut tidak diimbangi perusahaan juga harus
dengan penyampaian CSR bersedia menanganinya. Itu
yang baik dan tepat guna dasarnya untuk melaksanakan
kepada masyarakat Papua. CSR.

Dapat disimpulkan jika CSR sangat bermanfaat untuk masyarakat dan dapat
meningkatkan image perusahaan. Jadi, seharusnya dunia usaha tidak
memandang CSR sebagai suatu tuntutan represif dari masyarakat,
melainkan sebagai kebutuhan dunia usaha.

Anda mungkin juga menyukai