Anda di halaman 1dari 85

SKRIPSI

IDENTIFIKASI CAIRAN MUDAH TERBAKAR DAN CAIRAN TIDAK


MUDAH TERBAKAR DENGAN ELECTRONIC NOSE MENGGUNAKAN
METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DAN JARINGAN
SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

IDENTIFICATION OF FLAMMABLE LIQUIDS AND INCOMBUSTIBLE


LIQUIDS WITH ELECTRONIC NOSE USING PRINCIPAL
COMPONENT ANALYSIS METHOD AND NEURAL NETWORK-BASED
USING BACKPROPAGATION

RISHA PUTRIE ASTRIYANIE


13/356726/PA/15733

PROGRAM STUDI ELEKTRONIKA DAN INSTRUMENTASI


JURUSAN ILMU KOMPUTER DAN ELEKTRONIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
SKRIPSI

IDENTIFIKASI CAIRAN MUDAH TERBAKAR DAN CAIRAN TIDAK


MUDAH TERBAKAR DENGAN ELECTRONIC NOSE MENGGUNAKAN
METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DAN JARINGAN
SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

IDENTIFICATION OF FLAMMABLE LIQUIDS AND INCOMBUSTIBLE


LIQUIDS WITH ELECTRONIC NOSE USING PRINCIPAL
COMPONENT ANALYSIS METHOD AND NEURAL NETWORK-BASED
USING BACKPROPAGATION

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh derajat SarjanaSains


Elektronika dan Instrumentasi

RISHA PUTRIE ASTRIYANIE


13/356726/PA/15733

PROGRAM STUDI ELEKTRONIKA DAN INSTRUMENTASI


JURUSAN ILMU KOMPUTER DAN ELEKTRONIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

i
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI

IDENTIFIKASI CAIRAN MUDAH TERBAKAR DAN CAIRAN TIDAK


MUDAH TERBAKAR DENGAN ELECTRONIC NOSE MENGGUNAKAN
METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DAN JARINGAN
SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

Telah dipersiapkan dan disusun oleh :

RISHA PUTRIE ASTRIYANIE


13/356726/PA/15733

Telah dipertahankan didepan Tim Penguji


Pada tanggal ..........

Pembimbing 1 Penguji 1

Danang Lelono, S.Si., M.T.

Pembimbing 2 Penguji

Faizah, S.Kom, M.Kom

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Skripsi ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta,

Risha Putrie Astriyanie

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang selalu


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir yang berjudul “Identifikasi Cairan yang Mudah Terbakar dan Cairan
yang Tidak Mudah Terbakar dengan Electronic Nose Menggunakan Metode
Principal Component Analysis dan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation”
dengan baik dan lancar.
Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar
Sarjana Sains (S.Si) dari Program Studi S1 Elektronika dan Instrumentasi, Jurusan
Ilmu Komputer dan Elektronika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Gadjah Mada.
Bukan tanpa hambatan dan kendala laporan tugas akhir ini disusun, namun
karena kebaikan hati mereka yang telah berjasa membantu penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir maka hambatan dan kendala pun dapat teratasi
sehingga pada akhirnya laporan ini dapat diselesaikan dengan baik, oleh karena
itu penulis tak lupa ingin menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang
telah berjasa membantu penulis selama mengerjakan tugas akhir. Melalui tulisan
ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Danang Lelono, S.Si., M.T. dan Ibu Faizah S.Kom, M.Kom selaku
dosen pembimbing tugas akhir atas ilmu, bimbingan dan motivasi yang
telah beliau berikan kepada penulis selama mengerjakan tugas akhir
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik dan lancar.
2. Kedua orang tua penulis yang selalu memberi dukungan, semangat, doa,
dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis.
3. Adik penulis yang selalu memberikan motivasi, doa, bantuan serta
masukan demi kelancaran penulis selama mengerjakan tugas akhir.
4. Teman-teman sekre elins dan tim e-nose yang berjuang bersama
mengerjakan tugas akhir dengan semangat, saling membantu dan berbagi.
5. Sahabat-sahabatku yang telah mendukung yang memberikan motivasi
kepada penulis, terutama wida astuti.

iv
6. Teman-teman alih jenis elins 2013 atas kebersamaan dalam menuntut ilmu
dan berbagi ilmu selama kuliah.
7. Keluarga besar Program Studi Elektronika dan Instrumentasi, keluarga
besar Fakultas MIPA, dan keluarga besar Universitas Gadjah Mada yang
telah menjadi almamater kebanggaan tempat penulis menuntut ilmu dan
mendapatkan pengalaman berharga.
8. Serta orang-orang yang telah berjasa membantu penulis yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu.

Tidak ada suatu hasil karya manusia yang sempurna, begitu pula dengan
tugas akhir ini, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi tercapainya perbaikan di
kemudian hari. Akhir kata, penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata
dalam penulisan naskah tugas akhir, dan penulis berharap semoga tugas akhir ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi ke depan.

Yogyakarta,

Risha Putrie Astriyanie

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
INTISARI............................................................................................................... xi
ABSTRACT .......................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah ......................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian .................................. 4
1.5 Metodologi Penelitian................................................................. 4
1.6 Sistematika Penulisan ................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 7
BAB III LANDASAN TEORI .......................................................................... 12
3.1 Cairan Mudah Terbakar (Flammable Liquid)........................... 12
3.2 Electronic Nose ......................................................................... 13
3.3 Principal Component Analysis (PCA) ...................................... 17
3.4 Jaringan Syaraf Tiruan .............................................................. 20
3.5 Jaringan Backpropagation ........................................................ 22
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 27
4.1 Rancangan Penelitian................................................................ 27
4.1.1 Bahan ............................................................................ 27
4.1.2 Peralatan ........................................................................ 27
4.2 Tahapan Penelitian.................................................................... 31
4.3 Preparasi Sampel ...................................................................... 33
4.4 Pengambilan Data ..................................................................... 34
4.5 Pengolahan Data ....................................................................... 36
4.6 Rancangan Sistem Secara Keseluruhan .................................... 38
4.7 Rancangan Program .................................................................. 40
4.8 Rancangan Teknis Pengujian Jaringan JST-BP ........................ 42
4.9 Topologi Identifikasi Cairan Mudah Terbakar dan Cairan Tidak
Mudah Terbakar........................................................................ 44
4.10 Rancangan GUI (Graphical User Interface) ............................ 46
BAB V IMPLEMENTASI ............................................................................... 48
5.1 Implementasi Program Jaringan Syaraf Tiruan ....................... 48
5.2 Implementasi Program Pengujian ............................................. 51
BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 55
6.1 Analisis Respon Sensor ............................................................ 55
6.2 Ekstraksi ciri ............................................................................. 57
6.3 Analisis Klasifikasi Sampel dengan PCA................................. 58

vi
6.4
Proses Pengujian Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation .... 64
6.4.1 Pengujian Parameter Pelatihan Backpropagation ......... 64
6.4.2 Pelatihan Jaringan dengan PerbandinganVariasi
Learning Rate dan Goal ................................................ 66
BAB VII KESIMPULAN ................................................................................... 69
7.1 Kesimpulan ............................................................................... 69
7.2 Saran ......................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 71

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Blok diagram electronic nose...................................................... 13


Gambar 3.2 Contoh plotting grafik menggunakan metode PCA .................... 17
Gambar 3.3 Arsitektur jaringan single layer................................................... 21
Gambar 3.4 Arsitektur jaringan multi layer .................................................... 21
Gambar 3.5 Arsitektur jaringan backpropagation .......................................... 23
Gambar 3.6 Alur kerja jaringan backpropagation .......................................... 24

Gambar 4.1 E-nose yang digunakan dalam penelitian casing peralatan


tampak samping .......................................................................... 29
Gambar 4.2 Tampilan antarmuka Labview ..................................................... 30
Gambar 4.3 Tahapan penelitian dan pembuatan aplikasi JST-BP .................. 31
Gambar 4.4 Variasi konsentrasi sampel .......................................................... 34
Gambar 4.5 Pengambilan data pada e-nose .................................................... 35
Gambar 4.6 Diagram blok sistem secara keseluruhan .................................... 37
Gambar 4.7 Diagram alir program JST-BP keseluruhan ................................ 39
Gambar 4.8 Diagram alir program pelatihan JST-BP ..................................... 41
Gambar 4.9 Diagram alir program pengujian jaringan JST-BP...................... 43
Gambar 4.10 Topologi jaringan JST-BP identifikasi cairan yang mudah
terbakar dan cairan yang tidak mudah terbakar .......................... 45
Gambar 4.11 Rancangan antarmuka GUI ......................................................... 47

Gambar 5.1 Implementasi program JST untuk membuka notepad data


pelatihan ...................................................................................... 49
Gambar 5.2 Implementasi program JST-BP untuk masukan .......................... 49
Gambar 5.3 Implementasi Penentuan Target .................................................. 51
Gambar 5.4 Implementasi program pengujian ................................................ 53
Gambar 5.5 Program seleksi keluaran jaringan .............................................. 54

Gambar 6.1 Respon sensor untuk sampel cairan mudah terbakar .................. 56
Gambar 6.2 Respon sensor untuk sampel cairan tidak mudah terbakar ......... 57
Gambar 6.3 Proses ekstraksi ciri dengan menggunakan metode
differensial ................................................................................. 58
Gambar 6.4 Grafik loading plot sampel campuran ......................................... 61
Gambar 6.5 Grafik score plot PCA untuk sampel campuran ......................... 63
Gambar 6.6 Proses pelatihan jaringan............................................................. 64
Gambar 6.7 Tampilan proses pelatihan JST-BP ............................................. 65
Gambar 6.8 Proses pengujian jaringan JST-BP .............................................. 66
Gambar 6.9 Grafik MSE hasil pelatihan ......................................................... 68

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini ............ 9

Tabel 6.1 Eigen value data sampel campuran .................................................. 61


Tabel 6.2 hasil nilai error dan epoch terkecil dengan variasi learning rate dan
goal .................................................................................................. 75

ix
INTISARI

IDENTIFIKASI CAIRAN MUDAH TERBAKAR DAN CAIRAN TIDAK


MUDAH TERBAKAR DENGAN ELECTRONIC NOSE MENGGUNAKAN
METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DAN JARINGAN
SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

Oleh

Risha Putrie Astriyanie


13/356726/PA/15733

Identifikasi cairan yang mudah terbakar dan cairan yang tidak mudah
terbakar menggunakan electronic nose telah berhasil dilakukan. Sampel yang
digunakan untuk cairan yang mudah terbakar terdiri dari ethanol (30%, 50%, dan
96%) dan aseton (30%, 50%, dan 99%), sedangkan untuk cairan yang tidak
mudah terbakar terdiri dari ammonium hidroksida (10%, 15%, dan 25%) dan
formalin (2%, 5%, dan 10%). Volume untuk masing-masing sampel adalah 30
mL. Sampling data masing-masing sampel dilakukan selama 120 detik (flushing,
odour on dan odour off) dengan pengambilan data 10 puncak perhari dan Comment [M1]: 1.Peak diganti
menjadi puncak
dilakukan selama 10 hari. Proses ekstraksi ciri dilakukan menggunakan metode
differensial dan analisa lebih lanjut menggunakan metode PCA (Principal Comment [M2]: “dengan”-nya
dihilangkan, serta tulisan differensial
Component Analysis), serta untuk identifikasi sampel berbasis jaringan syaraf dimiringin
tiruan dengan metode backpropagation (JST-BP). Berdasarkan hasil pengujian
electronic nose menggunakan analisis PCA dapat mengklasifikasi ethanol, aseton Comment [M3]: analisa ganti menjadi
analisis
untuk cairan mudah terbakar dan formalin, ammonium hidroksida untuk cairan
tidak mudah terbakar dengan prosentase variasi kumulatif dua komponen utama Comment [M4]: tak mudah terbakar
menjadi tidak mudah terbakar
sebesar 93,3%. Sedangkan identifikasi sampel dengan JST-BP diperoleh tingkat
akurasi 99,1%, MSE (Mean Square Error) 0,0088 pada epochs ke-133.

Kata kunci: Electronic nose, PCA, JST-BP, cairan mudah terbakar, cairan tidak
mudah terbakar Comment [M5]: kata tidak sama dengan
kalimat

x
ABSTRACT

IDENTIFICATION OF FLAMMABLE LIQUIDS AND INCOMBUSTIBLE


LIQUIDS WITH ELECTRONIC NOSE USING PRINCIPAL COMPONENT
ANALYSIS METHOD AND NEURAL NETWORK-BASED USING
BACKPROPAGATION

by

Risha Putrie Astriyanie


13/356726/PA/15733

Identification of flammable liquids and incombustible liquids were using an


electronic nose has been reported. The sample was used for the flammable liquids
consisting of alcohol (30%, 50%, and 96%) and acetone (30%, 50%, and 99%),
while for incombustible liquid consisting of ammonium hydroxide (10%, 15%, and
25%) and for formaldehyde (2%, 5%, and 10%). The volume for every samples
were 30 mL. sampling system taken in each sample was 120 seconds (flushing,
odor on, and odor off) with data collection was 10 peak and performed for 10 days.
The process of feature extraction was by using the differensial method and futher
analysis using PCA (Principal Component Analysis), as well as for the sample
identification of neural network-based was by using backpropagation method
(ANN-BP). Based on the testing result of electronic nose using PCA analysis was
successful classification liquids with a percentage of the cumulative variation of the
two main components of 93,3%. While the sample identification with ANN-BP
obtained 99,1% of accuracy rate, MSE (Mean Square Error) to 0,0088 at 133
epochs. Comment [M6]: lakukan perbaikan di
bagian abstrak

Keywords: Electronic nose, Principal Component Analysis, neural network,


backpropagation, flammable liquids and incombustible liquids.

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bahan mudah terbakar (flammable) merupakan bahan yang dapat meledak


(terbakar) jika tercampur atau terdispersi dengan udara (Dony, 2012). Bahan ini
dapat berwujud gas, cairan yang mudah menguap, atau bahan padat dalam bentuk
debu. Adapun cairan mudah terbakar ini umumnya memiliki titik nyala diantara 22
o
C – 50 oC, sedangkan jenis lain yaitu cairan sangat mudah terbakar (highly
flammable) memiliki titik nyala dibawah 21oC. Sifat lain dari cairan mudah terbakar
diantaranya mudah menguap atau volatile, uap cairan dapat terbakar atau
menimbulkan percikan api dalam kondisi normal, dsb. Salah satu kesulitan pada
cairan mudah terbakar ini uapnya tidak dapat dilihat sehingga sulit untuk dideteksi
kecuali dengan menggunakan indikator gas yang selektif pada uap tersebut.
Penanganan cairan mudah terbakar diperlakukan khusus dan tidak boleh
sembarangan seperti cairan yang lainnya. Ketidak hati-hatian dan kurangnya
pengertian dapat menyebabkan ledakan, kebakaran, keracunan, tumpah, atau bocor,
dll. Akibat dari kecerobohan atau penanganan yang tidak baik akan menyebabkan
kebakaran yang selalu menelan banyak kerugian baik dari segi moril maupun
materil bahkan sering kali keselamatan manusia. Selama ini penanganan cairan
mudah terbakar diperlakukan dengan penanganan yang khusus dimana upaya ini
dilakukan agar tidak terjadi kebakaran yang disebabkan oleh bahan tersebut.
Penanganan tersebut diantaranya dengan mendeteksi gas-gas yang dihasilkan oleh
bahan yang mudah terbakar tersebut. Namun metode ini memerlukan banyak sensor
selektif yang dilibatkan sehingga seiring dengan bertambahnya jenis cairan mudah
terbakar maka akan bertambah pula detektornya. Untuk itu diperlukan sebuah

1
2

instrument yang bekerja menggunakan larik sensor yang dapat mengidentifikasi


cairan mudah terbakar berdasarkan aroma.

Hadirnya teknologi biomimetik telah memunculkan sensor aroma elektronik


yang memungkinkan untuk mengekstrak informasi dari sebuah sampel yang
diberikan. Kemampuan dari sistem tersebut dapat menganalisa sampel dengan
komposisi yang kompleks sehingga dapat diketahui karakteristiknya dan analisa
kualitatifnya. Ditinjau secara keilmuan keduanya merupakan gabungan pengetahuan
dari berbagai cabang ilmu dasar yaitu teknologi sensor, metode pengenalan pola
(pattern recognition), kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan kemometrika
(chemometric) (Ciosek dan Wroblewski, 2007). Prinsip dasar electronic nose
mengkombinasikan sinyal dari sensor non-spesifik (non-specific) dan tumpang
tindih (overlapping) dengan pengenalan pola (pattern recognition) (Ruclker, 2001).
Salah satu metode yang dipakai pada pengenalan pola (pattern recognation) adalah
dengan memanfaatkan jaringan saraf tiruan (JST) atau ANN (artificial neural
network) yang saat ini dianggap sebagai salah satu perangkat penting pada ilmu
kemometrika (Zupan, 1994). Hal ini dikarenakan kemampuan JST yang baik di
dalam memecahkan permasalahan baik supervised dan unsupervised seperti
pengelompokan (clustering), tanggap pemodelan kualitatif (Tang, dkk, 2006) dan
kuantitatif (Gutes, dkk, 2005). Salah satu jenis JST yang dikenal dan sering
digunakan dalam paradigma ini adalah perambatan galat mundur
(backpropagation). Jaringan ini mempunyai kemampuan pelatihan (pelatihan)
dengan menggunakan metode belajar terbimbing. Pada prinsipnya jaringan ini
menerima masukan berupa pola yang dicari dan pola yang diinginkan. Dimana
ketika suatu pola diberikan kepada jaringan, bobot-bobot diubah untuk memperkecil
perbedaan pola keluaran dan pola yang diinginkan. Latihan ini dilakukan berulang-
ulang sehingga semua pola yang dikeluarkan jaringan dapat memenuhi pola yang
diinginkan (Hermawan, 2006).
3

Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini difokuskan pada


identifikasi cairan mudah terbakar dengan menggunakan electronic nose. Oleh
karena pada sistem ini diperlukan analisa lebih lanjut untuk dapat mengidentifikasi
cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar maka diperlukan sebuah
komputasi yang handal untuk menangani hal tersebut. Dimana, komputasi yang
dimaksud berupa pengenalan pola (pattern recognition) berbasis JST (jaringan
syaraf tiruan) jenis galat mundur (backpropagation). Dengan model komputasi
khusus ini diharapkan dapat melakukan identifikasi cairan mudah terbakar dengan
baik.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana merancang dan mengimplementasikan sistem yang dapat


mengidentifikasi cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar
berdasarkan uap gas dari sampel menggunakan electronic nose. Comment [M7]: bagaimana penelitian
aroma menjadi uap gas.
rumusan masalah, tujuan penelitian ->
belum jelas(harus sinkron)
1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah: Comment [M8]: point nomer 2 (sampel
cairan yang mudah terbakar menggunakan
1. Sampel cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar sampel ethanol 96% dan aseton 99%)
dihilangkan.
dilarutkan dengan aquades. Kadar sampel ethanol 96% divariasikan
menjadi 30%, 50%, dan 96%, sedangkan kadar sampel aseton 99%
divariasikan menjadi 30%, 50%, dan 99%. Kadar sampel ammonium
hidroksida 25% divariasikan menjadi 10%, 15%, dan 25%. Serta kadar
sampel formalin 10% divariasikan menjadi 2%, 5%, dan 10%.
2. Instrumen yang digunakan adalah electronic nose yang terdiri dari 6
sensor (TGS 2620, TGS 2201A, TGS 2201B, TGS 813, TGS 822, TGS
2610). (Rahmani, 2014)
3. Semua sampel yang diuji tidak divalidasi dengan instrument analitik
standar seperti GC (Gas Chromatography) dan HPLC (High
Performance Liquid Chromatography).
4

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk merancang dan
mengimplementasikan sistem berbasis jaringan syaraf tiruan jenis backpropagation
yang dapat mengidentifikasi cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar
menggunakan electronic nose dan mengklasifikasi cairan tersebut dengan metode Comment [M9]: “dengan”-nya
dihilangkan
principal component analysis. Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat
membantu dalam mengidentifikasi cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah
terbakar.

1.5. Metodologi penelitian

Metodologi yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah:

1. Studi Literatur
Melakukan identifikasi masalah dari tema yang dilatarbelakangi oleh
keadaan dan permasalahan dari pengenalan pola dengan mengamati
kondisi data ini, menganalisis berbagai permasalahan yang masih ada,
dan mencari solusi atas masalah yang ditentukan.
2. Pengambilan dan Pemrosesan Data
Pengambilan sampel dilakukan dengan mencari sampel cairan yang
mudah terbakar dan cairan yang tidak mudah terbakar. Pengambilan dan
pemrosesan data dilakukan dengan tujuan pengenalan aroma untuk
menglarifikasi pola dengan menggunakan Principal Component Analysis
(PCA) dan mengidentifikasi cairan yang mudah terbakar dan cairan yang
tidak mudah terbakar dengan metode backpropagation.
3. Implementasi Sistem
Sistem yang telah dirancang lalu diimplementasikan dalam bentuk
perangkat lunak pengolahan data cairan yang mudah terbakar dan cairan
yang tidak mudah terbakar, implementasi dari klasifikasi pola dari PCA
dan backpropagation.
5

4. Analisis Hasil
Pada penelitian ini dilakukan juga analisis data dengan pengenalan pola
dengan menggunakan PCA dan jaringan syaraf tiruan yang terdiri atas
proses pengenalan aroma melalui suatu pelatihan jaringan, kemudian
proses pengujian jaringan menggunakan data perubahan voltase,
sehingga dapat diketahui apakah proses pelatihan telah sesuai harapan
atau belum. Dan proses ini dapat dilakukan evaluasi dan ditarik
kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan.

1.6. Sistematika Penulisan

Laporan penelitian ini terdiri dari tujuh bab, dimana isi dari setiap bab
adalah:

- BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini berisi penguraian tentang latar belakang masalah yang diteliti,
batasan masalah pada penelitian, tujuan penelitian, metode penulisan
yang dilakukan serta sistematika penulisan laporan penelitian.
- BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi penjelasan mengenai penelitian metode penelitian yang
sesuai bidang yang telah ditetapkan sebelumnya, serta
menghubungkannya dengan penelitian yang akan dilakukan.
- BAB III: LANDASAN TEORI
Ban ini berisi tentang penjelasan dan dasar teori yang meliputi: dasar
teori tentang cairan yang mudah terbakar, cairan-cairan yang tidak
mudah terbakar, electronic nose, sensor bau, serta jaringan syaraf tiruan
dengan metode backpropagation.
- BAB IV: ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
Bab ini berisi tentang prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencapai
tujuan tertentu. Dan terdapat teknik penelitian yaitu cara yang spesifik
6

dalam memecahkan masalah tertentu yang ditemukan dalam


melaksanakan prosedur.
- BAB V: IMPLEMENTASI
Bab ini berisi implementasi dari rancangan pada perangkat lunak.
Implementasi sistem meliputi penggunaan JST-BP yang menggunakan
tools dari MATLAB.
- BAB VI: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi pengujian dari sistem yang telah dibuat dan dilakukan
pembahasan secara terperinci dari proses pengujian tersebut. Hasil dari
pengujian ini akan didukung dengan gambar saat sistem dijalankan.
- BAB VII: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan, serta
memberikan saran untuk pengembangan sistem lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Berkaitan dengan penelitian ini, maka dilakukan berbagai pengamatan


terhadap penelitian-penelitian yang terkait dengan identifikasi cairan mudah
terbakar dan cairan tidak mudah terbakar. Gardner, dkk (1999) melakukan
penelitian tentang electronic nose yang menggabungkan rangkaian sensor gas dan
teknik pengenalan pola untuk aroma sederhana dan kompleks, penelitian ini
mengidentifikasi gas, uap, atau aroma bau. Pada metode penelitian ini dirancang
sedemikian rupa agar masing-masing sensor dapat merespon bahan kimia dengan
tingkat sensitifitas yang unik terhadap sensor lain, sehingga mempu memberikan
analisis kualitatif dan analisis kuantitatif yang sederhana atau kompleks terhadap
suatu gas, uap, atau aroma bau.

Zhang, dkk (2007) melakukan penelitian tentang metode ekstraksi ciri dan
sistem sampling untuk pengenalan pola dengan cepat dari cairan yang mudah
terbakar dengan menggunakan electronic nose portable. Sistem sampling terdiri dari
ruang sensor dan pompa mikro. Waktu sampling dari sistem sampling yang diambil
pada setiap sampel yaitu 1 detik. Metode ekstraksi ciri yang digunakan dapat
mengekstrak informasi yang kuat untuk pengenalan pola dengan cepat
menggunakan proses perhitungan. Metode umum yang diekstrak yaitu sinyal
amplitude sebagai ciri yang diambil sebagai perbandingan dengan metode ekstraksi
ciri. Principal Component Analysis (PCA) dan Discriminant Function Analysis
(DFA) yang digunakan dalam menganalisa data.

Nugroho, dkk (2008) melakukan penelitian mengenai sistem hidung


elektronik yang digunakan untuk mendeteksi aroma teh. Sistem ini dirancang untuk
mengidentifikasi aroma teh hitam, teh hijau, dan teh wangi melati dengan
menggunakan teknik pengenalan pola yaitu jaringan syaraf tiruan dan Principle

7
8

Component Analysis (PCA). Dalam penelitian ini menggunakan empat buah sensor
gas yaitu TGS 880, TGS 826, TGS 822, dan TGS 825. Nilai keluaran dari jaringan
syaraf tiruan dapat membedakan teh dalam 3 jenis yaitu teh hitam, teh hijau, dan teh
wangi melati. Metode penelitian tersebut dilakukan dengan tahap pengukuran
parameter-parameter yang menentukan aroma teh melalui parameter uji laboratoris.
Parameter uji laboratoris dilakukan menggunakan perangkat hidung elektronik
(electronic nose).

Megasari, dkk (2010) melakukan penelitian tentang gizi buruk pada balita
yang mengakibatkan gangguan tumbuh kembang anak. Pendeteksian pola makan
buruk dapat dilakukan melalui penglarifikasian pada pola makan balita. Penelitian
ini bertujuan untuk menerapkan anlisis diskriminan dan jaringan syaraf tiruan pada
kasus klarifikasi pola makan balita dan mengetahui metode penglarifikasian yang
lebih baik diantara analisis diskriminan dan jaringan syaraf tiruan dengan metode
backpropagation.

Triyana, (2012) melakukan penelitian sistem olfaktori elektronik atau


electronic nose sederhana telah berhasil dibangun menggunakan larik enam macam
sensor gas seri TGS. Empat macam teh (teh hitam, teh wangi, teh hijau, dan teh
vanilla) yang diperoleh dari pasar lokal Yogyakarta digunakan sebagai sampel
aroma. Dengan menggunakan 6 buah sensor (TGS 852, TGS 822, TGS 826, TGS
2620, TGS 813, dan TGS 2611) dan metode PCA (Principle Component Analysis)
digunakan untuk klasifikasi data secara statistik. Nilai komponen utama adalah
91,92% dimana teh hitam dan teh vanilla dapat dibedakan dari yang lain.

Firdaus, (2013) melakukan penelitian tentang identifikasi variasi cat mobil


berbasis electronic nose. Salah satu metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah mencium aroma cat, tetapi tidak menggunakan hidung manusia secara
langsung sebagai pembaunya. Sistem ini terbentuk dari array sensor gas TGS yang
berjumlah empat buah dengan arduino nilai analog dari sensor kemudian
9

dikonversikan ke nilai digital yang ditampilkan pada layar LCD. Kemudian


dimasukkan ke dalam grafik radar pada Microsoft Excel secara manual kemudian
selanjutnya diredukasi menggunakan PCA (Principal Component Analysis).

Rahmani, (2014) melakukan penelitian tentang rancang bangun peralatan


electronic nose untuk membantu menglarifikasikan pola bau bensin premium murni
terhadap bensin campuran. Untuk mengetahui perbedaan pola bau bensin premium
dilakukan dengan mengolah dan menampilkan data sampel menjadi suatu grafik
pola radar dan dilanjutkan dengan metode Principle Component Analysis (PCA)
untuk dapat menglarifikasikan pola bau premium murni terhadap premium yang
sudah dicampur dengan bahan lain (solar). Sistem dirancang dengan tipe flow air
(aliran udara). Array sensor yang digunakan pada sistem ini terdiri dari sensor TGS
2600, TGS 2201A, TGS 2201B, TGS 813, TGS 822, dan TGS 2610 yang dirancang
secara seri.
Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan
penulis ditunjukkan pada Tabel 2.1 dengan parameter pembedanya adalah sistem
yang dibuat, analisis datanya menggunakan grafik PCA dan jaringan syaraf tiruan
backpropagation yang digunakan dalam penelitian.
Tabel 2.1 Hubungan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini

Peneliti,
Judul Metode Hasil yang diperoleh
Tahun
Berdasarkan hasil
penelitian dapat
Electronic nose yang
dibuktikan bahwa
menggabungkan
masing-masing sensor
rangkaian sensor gas Menggunakan
dapat merespon bahan
Gardner, dan teknik sensor gas dan
kimia dengan tingkat
1999 pengenalan pola teknik pengenalan
sensitifitas yang unik
untuk aroma pola
terhadap sensor lain,
sederhana dan
sehingga mempu
kompleks.
memberikan analisis
kualitatif dan analisis
10

Peneliti,
Judul Metode Hasil yang diperoleh
Tahun
kuantitatif yang
sederhana atau
kompleks terhadap
suatu gas, uap, atau
aroma bau.
Berdasarkan hasil
penelitian pengenalan
Pengenalan pola
pola dari cairan yang
dengan cepat dari
mudah terbakar dapat
cairan yang mudah Menggunakan
Zhang, mengenali pola
terbakar dengan metode analisis
2007 dengan cepat dengan
menggunakan DFA dan PCA
menggunakan metode
electronic nose
ekstraksi ciri dan
portable
analisis DFA dan
PCA.
Hasil penelitian
berupa aplikasi
jaringan syaraf tiruan
Sistem hidung Menggunakan serta klasifikasi
Nugroho, elektronik yang metode Principle dengan menggunakan
2008 digunakan untuk Component PCA yang dapat
mendeteksi aroma teh Analysis (PCA) mengidentifikasi 3
jenis, yaitu teh hitam,
teh hijau, dan teh
wangi melati.
Pendeteksian pola Menggunakan Hasil dari penelitian
makan yang buruk metode analisis ini diperoleh
Megasari, dengan menggunakan diskriminan dan penggunaan jaringan
2010 analisis diskriminan jaringan syaraf syaraf tiruan lebih
dan jaringan syaraf tiruan baik daripada analisis
tiruan backpropagation diskriminan.

Penerapan metode Membedakan Berdasarkan hasil


ekstraksi ciri berbasis aroma teh (hitam, penelitian teh hitam
Triyana, transformasi wavelet hijau, wangi, dan dan teh vanilla
2012 diskrit untuk vanilla) dengan 91,92% dapat
meningkatkan unjuk metode PCA untuk dibedakan dari yang
kerja electronic nose klasifikasi teh. lain
11

Peneliti,
Judul Metode Hasil yang diperoleh
Tahun
Menggunakan
array sensor gas
TGS yang Dari hasil penelitian
berjumlah empat ini sudah dapat m
Identifikasi variasi cat
Firdaus, buah dan analisis engidentifikasi variasi
mobil berbasis
2013 dengan cat mobil
electronic nose
menggunakan menggunakan
metode Principal electronic nose
Component
Analysis (PCA)
Sistem dirancang
Dari hasil penelitian
Rancang bangun
dengan ini electronic nose ini
electronic nose untuk
menggunakan flow
dapat
membantu
air (aliran udara)
menglarifikasikan
Rahmani, menglarifikasikan
serta digunakan
pola bau premium
2014 pola bau bensin
Principal murni terhadap
premium murni
Component premium yang sudah
terhadap bensin
Analysis dalam
dicampur dengan
campuran
menganalisa data
bahan lain (solar).
Dari hasil penelitian
Identifikasi cairan dapat menglasifikasi
yang mudah terbakar Menggunakan dan mengidentifikasi
menggunakan analisis Principal cairan yang mudah
electronic nose dan Component terbakar
Astriyanie,
metode Principal Analysis (PCA) menggunakan
2015
Component Analysis dan jaringan syaraf electronic nose
dan jaringan syaraf tiruan dengan metode
tiruan backpropagation analisis PCA dan
Backpropagation jaringan syaraf tiruam
backpropagation
BAB III
LANDASAN TEORI

3.1. Cairan Mudah Terbakar (Flammable Liquid)

Cairan mudah terbakar (flammable liquid) merupakan bahan yang dapat


meledak jika tercampur atau terdispersi dengan udara (Dony, 2012). Cairan kimia
yang mudah terbakar ini umumnya memiliki titik nyala diantara 22 oC-50 oC,
sedangkan jenis lain yaitu cairan kimia yang sangat mudah terbakar (highly
flammable) memiliki titik nyala dibawah 21oC. Sifat lain dari cairan mudah terbakar
diantaranya mudah menguap atau volatile, uap cairan dapat terbakar atau
menimbulkan percikan api dalam kondisi normal, dsb. Adapun kecepatan
penguapan masing-masing cairan bervariasi dari satu cairan lainnya, dimana
kecepatan penguapannya sebanding dengan naiknya suhu. Diantara ciri yang
menonjol pada cairan mudah terbakar adalah sebagian besar uapnya lebih berat
daripada udara sehingga uap atau gas ini lebih cenderung berada dipermukaan lantai
dan uap ini mudah berdifusi sehingga seluruh ruangan menjadi berbahaya. Cairan
kimia yang mudah terbakar ini diantaranya yaitu asetaldehid, asam asetat, aseton,
benzene, ethanol, eter, etil asetat, toluene, isopropil ethanol, karbon disulfide,
petroleum eter, dan xylen.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menangani cairan mudah
terbakar agar keselamatan dan keamanan tetap terjaga, yaitu cairan mudah terbakar
ini tidak boleh dipanaskan secara langsung atau disimpan pada permukaan panas,
digunakan penagas uap atau penagas air, disimpan ditempat yang ventilasinya baik
seperti di laboratorium, disediakan dalam jumlah yang minimum. Kebakaran dapat
terjadi oleh karena cairan mudah terbakar tumpah dan udara sekitar terkontaminasi
dengan uap dari cairan yang tumpah tersebut. Sehingga cairan tersebut menjadi
mudah terbakar jika dipicu oleh percikan api, dimana sumber percikan api itu dapat

12
13

berasal dari kondisi ruangan yang sedang digunakan untuk eksperimen pembakaran
cairan kimia.

3.2. Electronic Nose

Electronic nose adalah suatu sitem yang terdiri dari tiga komponen
fungsional yang beroperasi berurutan pada suatu sampel aroma, pada larik (array)
sensor gas, dan pada pola sistem pengenalan. Hasil pembacaan dari electronic nose
dapat mengidentifikasi aroma. Karena aroma merupakan suatu campuran dari
berbagai gas yang mudah menguap, maka pada electronic nose dilengkapi dengan
beberapa sensor gas yang spesifik (Triyana, 2007). Blok diagram electronic nose
dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Larik Sensor Rangkaian


Antarmuka

Larik Sensor

Pengenalan
Larik Sensor
Pola

Gambar 3.1. Blok diagram electronic nose (Bhattacharyya, 2010)

Bagian-bagian dalam electronic nose adalah sebagai berikut:

a. Larik (Array) Sensor


Larik atau array sensor dapat diartikan sebagai kumpulan dari beberapa
benda dalam urutan tertentu. Dalam pembahasan sensor array dapat diartikan
sebagai kumpulan sensor yang digunakan untuk mengumpulkan informasi
mengenai bahan yang sedang dites. Dalam aplikasi yang melibatkan zat kimia,
sensor-sensor ini terdiri dari sensor-sensor yang berbeda dengan sensitivitas yang
berbeda-beda pula. Larik sensor gas digunakan untuk mengonversi informasi kimia
yang terddapat pada gas sampel menjadi sinyal-sinyal yang dapat terukur. Sensor-
14

sensor tersebut diakses secara individual dan secara hampir bersamaan pada alat
yang digunakan. Oleh sebab itu, dalam prosedur operasinya sensor-sensor tersebut
dapat digunakan sebagai elemen sensor yang independent. (Firdaus, 2013)
b. Rangkaian Antarmuka
Rangkaian antarmuka mengubah parameter keluaran sensor menjadi sinyal
elektrik untuk pemrosesan lebih lanjut. Dalam sensor komoresistor, perubahan
hambatan dihasilkan ketika sensor dipaparkan ke partikel aroma. Pembagi tegangan
atau rangkaian jembatan wheatsone dapat digunakan sebagai rangkaian antarmuka
dasar.
c. Akuisisi Data
Akuisisi data melibatkan proses memperoleh sinyal dari sumber pengukuran
yaitu sensor dan mengubah sinyal kedalam bentuk digital untuk proses
penyimpanan, analisis dan presentasi pada komputer.
d. Prapemrosesan Sinyal
Sensor-sensor dalam e-nose memiliki beberapa karakteristik yang tidak
dapat dihilangkan sehingga sulit untuk mendapatkan hasil dengan keakurasian
tinggi. Idealnya, jika respon sensor konsisten terhadap aroma dalam jangan waktu
yang sama (reprodusibilitas) dan konsisten terhadap aroma yang sama dari sensor
ke sensor (matching), penglasifikasian dengan tingkat galat yang kecil dapat
dihasilkan. Namun, reprodusibilitas dan matching ini sulit dicapai dalam prakteknya
karena interaksi antara aroma dengan permukaan sensor yang berbeda-beda dan
faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi seperti suhu dan kelembaban. Hal ini
dapat diatasi dengan pemrosesan sinyal. Prapemrosesan dilakukan sebalum sinyal
diproses oleh mesin pengenalan pola. Prapemrosesan bertujuan mengekstrak
informasi yang relevan dari respon sensor dan menyiapkan data untuk analisis pola.
Pemilihan teknik prapemrosesan sinyal sangatlah penting dan berdampak signifikan
terhadap performa sistem pengenalan pola. Tahapan prapemrosesan secara umum
ada tiga yaitu:
15

1. Manipulasi baseline. Baseline adalah respon sensor terhadap zat referensi,


contohnya udara bersih atau gas nitrogen. Nilai baseline diambil sebelum
perekaman data untuk sampel uji. Nilai baseline diharapkan sama untuk proses
pengidentifikasian lebih lanjut, namun dalam kondisi nyata hal ini sulit dicapai.
Metode ini bertujuan untuk mengembalikan sinyal respon sensor ke nilai
baseline awal, karena setelah pembersihan sensor, nilai baseline mengalami
pergeseran dan sulit untuk dapat tepat kembali ke titik baseline semula. Ada
tiga macam teknik manipulasi baseline yaitu:
- Differensial, teknik ini bertujuan untuk menghilangkan derau tambahan
(𝛿 A) yang muncul pada respon sensor. Besarnya nilai manipulasi baseline
diferensial diperoleh dari pengurangan nilai baseline (𝑥o) dari nilai luaran
sensor terhadap suatu sampel (𝑥) yang dirumuskan pada persamaan 3.1:
𝑥𝑑𝑖𝑓 = 𝑥 + 𝛿𝐴 − 𝑥0 + 𝛿𝐴 = 𝑥 − 𝑥0 (3.1)
- Relative, teknik ini bertujuan menghilangkan drift multiplikatif (𝛿𝑚 ) yang
muncul karena faktor penuaan sensor, nilainya diperoleh dari nilai luaran
sensor terhadap suatu sampel dibagi dengan nilai baseline. Persamaan ini
ditunjukkan pada persamaan 3.2:
(𝑥)(1+𝛿 𝑚 ) (𝑥)
𝑥𝑟𝑒 = (𝑥 0 )(1+𝛿 𝑚 )
= (𝑥 (3.2)
0)

- Fraksional, teknik ini berfungsi untuk menormalisasi nilai respon sensor.


Besarnya diperoleh dari nilai luaran sensor terhadap suatu sampel
dikurangkan dan dibagi dengan nilai baseline, seperti yang pada
persamaan 3.3:
𝑥−𝑥 0
𝑥𝑓𝑟𝑎𝑘 = 𝑥0
(3.3)

2. Kompresi sinyal, kompresi merupakan tahapan prapemrosesan dimana


dilakukan ektraksi ciri pada respon larik sensor. Pengekstraksian ciri dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik Fast Fourier Transform (FFT) atau
Discrete Wavelet Transform (DWT). Kompresi bertujuan untuk
mempersiapkan data agar dapat dengan mudah diproses oleh mesin pengenalan
16

pola. Kompresi dapat dilakukan pada masa transisi saat respon sensor menuju
keadaan stabil.
3. Normalisasi, normalisasi dapat dikelompokkan menjadi dua:
- Metode lokal, metode ini digunakan untuk mengatasi adanya variasi
sampel yang disebabkan perbedaan konsentrasi. Persamaan 3.4 adalah
metode normalisasi lokal:

(3.4)
(𝑘 (𝑘
Dengan 𝑌𝑠 adalah hasil normalisasi respon luaran sensor, 𝑋𝑠 adalah
respon luaran untuk sensor ke-S pada sampel ke-k.
- Metode global, metode ini digunakan untuk mengatasi adanya perbedaan
penskalaan sensor. Persamaan 3.5 merupakan persamaan metode ini:

(3.5)
(𝑘
dengan 𝜎(𝑥𝑠 ) adalah standar deviasi dari respon luaran sensor ke-S untuk
satu sampel.
e. Pengenalan Pola
Tahap akhir adalah pemrosesan oleh mesin pengenal pola atau klasifikasi.
Tujannya adalah memprediksi sampel yang tidak diketahui dan
menglasifikasikannya kedalam kelas yang diperoleh dalam proses pelatihan
(Bhattacharya, 2010). Pada umumnya, performa klasifikasi e-nose bergantung pada
hasil diskriminasi respon e-nose. Jika ciri untuk sampel yang berbeda dapat
didiskriminasi dengan baik, maka tingkat kesuksesan klasifikasi yang tinggi dapat
dihasilkan dari sistem klasifikasi aroma. Respon yang dihasilkan oleh larik sensor
dapat diproses menggunakan berbagai macam teknik. Dalam pengenalan pola
17

digunakan metode pembelajaran terbimbing dan tak terbimbing. Dalam metode


pembelajaran terbimbing aroma tidak diketahui diuji terhadap data yang sudah
terklasifikasi, contohnya adalah sistem jaringan syaraf tiruan model propagasi balik
(backpropagation). Untuk model pembelajaran tak terbimbing tidak diperlukan
pengujian terlebih dahulu, contohnya adalah Principal Component Analysis.

3.3. Principal Component Analysis (PCA)

Dalam statistika, analisis komponen utama atau principal component


analysis (PCA) adalah metode yang digunakan untuk menyederhanakan suatu data
dengan cara mentransformasikan data secara linear sehingga terbentuk sistem
koordinat baru dengan varians maksimum. PCA dapat digunakan untuk mereduksi
dimensi suatu data yanpa mengurangi karakteristik data tersebut secara signifikan.
PCA juga sering digunakan untuk menghindari masalah multikolinearitas antar
peubah bebas dalam model regresi berganda. PCA merupakan analisis antara dari
suatu proses penelitian yang besar atau suatu awalan dari analisis berikutnya, bukan
merupakan suatu analisis yang langsung berakhir. Misalnya, principal component
bisa merupakan masukan untuk regresi berganda atau analisis faktor atau analisis
gerombol. Penjabaran mengenai PCA ini telah dilakukan untuk menglasifikasi jenis
herbal. (Triyana, K., dkk, 2012). Contoh plotting grafik menggunakan metode PCA
ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Contoh plotting grafik menggunakan metode PCA


18

Langkah-langkah yang digunakan untuk analisa data menggunakan metode PCA


secara dihitung manual sebagai berikut:
1. Menyusun himpunan data dalam bentuk matriks m x n, dimana m adalah
jumlah variabel data dan n adalah jumlah variabel pengukuran data.
Persamaan 3.1 merupakan persamaan matriks yang akan digunakan.
𝐴1 𝐵1 𝐶1 𝐷1 𝐸1
𝐴2 𝐵2 𝐶2 𝐷2 𝐸2
X= ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (3.1)
⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯
𝐴𝑛 𝐵𝑛 𝐶𝑛 𝐷𝑛 𝐸𝑛
2. Mencari nilai rerata dari setiap himpunan data, dengan menggunakan
persamaan 3.2:
𝐴 𝐵 𝐶 𝐷𝑖 𝐸
𝐴 = Σ 𝑛𝑖 ; 𝐵 = Σ 𝑛𝑖 ; 𝐶 = Σ 𝑛𝑖 ; 𝐷 = Σ 𝑛
; 𝐸 = Σ 𝑛𝑖 (3.2)

3. Mengurangi setiap data pada matriks dengan nilai reratanya, sehingga


diperoleh himpunan data dalam matriks tereduksi (misal X’) dengan rerata
yang baru pada persamaan 3.3.
𝐴1 − 𝐴 𝐵1 − 𝐵 𝐶1 − 𝐶 𝐷1 − 𝐷 𝐸1 − 𝐸
𝐴2 − 𝐴 𝐵2 − 𝐵 𝐶2 − 𝐶 𝐷2 − 𝐷 𝐸2 − 𝐸
𝑋′ = ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (3.3)
⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯
𝐴𝑛 − 𝐴 𝐵𝑛 − 𝐵 𝐶𝑛 − 𝐶 𝐷𝑛 − 𝐷 𝐸𝑛 − 𝐸

4. Menghitung matriks varian kovarian Σ, dengan persamaan 3.4 dan 3.5:


Σ 𝑛𝑖=1 (𝐴 𝑖 −𝐴 )(𝐵𝑖 −𝐵 )
𝑐𝑜𝑣 𝐴, 𝐵 = 𝑛 −1
(3.4)
Σ 𝑛𝑖=1 (𝐴 𝑖 −𝐴 )(𝐴𝑖 −𝐴 )
𝑣𝑎𝑟 𝐴, 𝐴 = 𝑣𝑎𝑟 (𝐴) = 𝑛 −1
(3.5)

Matriks X yang dihasilkan dari penelitian ini adalah matriks dimensi n x n,


dimana n bernilai 5, sehingga terdapat 20 kovarian dan 5 varian yang
membentuk matriks varian kovarian Σ pada persamaan 3.6.
19

𝑣𝑎𝑟(𝐴) 𝑐𝑜𝑣(𝐴, 𝐵) 𝑐𝑜𝑣(𝐴, 𝐶) 𝑐𝑜𝑣(𝐴, 𝐷) 𝑐𝑜𝑣(𝐴, 𝐸)


𝑐𝑜𝑣(𝐵, 𝐴) 𝑣𝑎𝑟(𝐵) 𝑐𝑜𝑣(𝐵, 𝐶) 𝑐𝑜𝑣(𝐵, 𝐷) 𝑐𝑜𝑣(𝐵, 𝐸)
Σ = 𝑐𝑜𝑣(𝐶, 𝐴) 𝑐𝑜𝑣(𝐶, 𝐵) 𝑣𝑎𝑟(𝐶) 𝑐𝑜𝑣(𝐶, 𝐷) 𝑐𝑜𝑣(𝐶, 𝐸) (3.6)
𝑐𝑜𝑣(𝐷, 𝐴) 𝑐𝑜𝑣(𝐷, 𝐵) 𝑐𝑜𝑣(𝐷, 𝐶) 𝑣𝑎𝑟(𝐷) 𝑐𝑜𝑣(𝐷, 𝐸)
𝑐𝑜𝑣(𝐸, 𝐴) 𝑐𝑜𝑣(𝐸, 𝐵) 𝑐𝑜𝑣(𝐸, 𝐶) 𝑐𝑜𝑣(𝐸, 𝐷) 𝑣𝑎𝑟(𝐸)

5. Menghitung eigen vector dan eigen value dari matriks Σ dengan


menggunakan persamaan ΣQ=𝜆𝑄, dimana 𝜆 dalah eigen value dan 𝑄
adalah eigen vector dari matriks varian kovarian Σ. Eigen value dan eigen
vector dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan 3.7:
det(𝜆𝐼 − Σ)𝑄 = 0 (3.7)
dengan I adalah matriks identitas. Cacah eigen vector dan eigen value yang
dihasilkan akan sebanding dengan nilai dimensi dari matriks varian
kovarian Σ, dalam hal ini adalah 6 buah eigen vector dan 6 buah eigen
value.
6. Menghitung feature vector F yang diperoleh dari matriks eigen vector yang
telah diurutkan dari yang paling besar ke eigen vector yang paling kecil.
Kolom pertama dari feature vector merupakan eigen vector yang
bersesuaian dengan eigen value tertinggi pertama, kolom kedua merupakan
eigen vector yang bersesuaian dengan eigen value tertinggi kedua, dan
seterusnya. Dalam bentuk matriks feature vector ini digambarkan bentuk
matriks baris pada persamaan 3.8.
[F] = [eigen1 eigen2 eigen3 ... ... eigenn] (3.8)
7. Menghitung data akhir yang diperoleh dari perkalian antara matriks
tereduksi yang telah dikurangi reratanya (missal matriks X’) dengan feature
vector dengan persamaan 3.9.
Final = [X’] x [F] (3.9)
20

dari data akhir ini akan didapatkan orde Principal Component (PC) yang
sudah terurut. Kolom pertama merupakan PC1, kolom kedua merupakan
PC2 dan seterusnya.

3.4. Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan (Artificial Neural Network) adalah suatu sistem


pengolahan informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf
biologi. Proses pengolahan tersebut mencoba untuk mensimulasikan proses
pembelajaran pada otak manusia menggunakan program komputer yang mampu
menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran.

Jaringan syaraf tiruan disusun dengan asumsi yang sama seperti jaringan
syaraf biologis (Puspitaningrum, 2006):

1. Pengolahan informasi terjadi pada elemen-elemen pemrosesan berupa


neuron-neuron
2. Sinyal antara dua buah neuron diteruskan melalui jaringan koneksi
3. Setiap jaringan koneksi memiliki bobot terasosiasi
4. Setiap neuron menerapkan fungsi aktivasi terhadap input jaringan (jumlah
sinyal input berbobot). Tujuannya adalah untuk menentukan sinyal
keluaran. Sedangkan fungsi keluaran yang digunakan biasanya
menggunakan fungsi non-linear

Menurut Siang (2005), beberapa arsitektur jaringan yang sering digunakan


pada jaringan syaraf tiruan antara lain:

1. Jaringan lapisan tunggal (single layer network)


Dalam jaringan ini, sekumpulan input neuron dihubungkan langsung
dengan sekumpulan keluarannya. Gambar 3.3 menunjukkan arsitektur
jaringan single layer.
21

Gambar 3.3. Arsitektur jaringan single layer (Chakraborty, 2010)

2. Jaringan lapis jamak (Multi Layer Network)


Jaringan lapisan jamak merupakan perluasan dari lapisan tunggal. Pada
jaringan ini terdapat lapisan tersembunyi (hidden layer). Lapisan
tersembunyi ini dimungkinkan lebih dari satu lapisan. Disamping itu
terdapat pula masukan (input) dan keluaran (keluaran). Seperti halnya
pada unit input dan keluaran, unit-unit dalam satu lapisan tidak saling
berhubungan. Gambar 3.4 menunjukkan arsitektur jaringan multilayer.

Gambar 3.4. Arsitektur jaringan multi layer (Chakraborty, 2010)


22

3. Jaringan Recurrent
Model jaringan recurrent mirip dengan jaringan layar tunggal ataupun
ganda. Hanya saja, ada neuron yang memberikan sinyal pada unit input
(sering disebut feedback loop).

3.5. Jaringan Backpropagation

Jaringan backpropagation dapat diaplikasikan dengan baik di bidang


peramalan (forecasting). Peramalan yang sering dibicarakan misalnya
memperkirakan besarnya penjualan, nilai tukar valuta asing, prediksi besarnya
aliran sungai, dll. Sebagai contoh, dalam penjualan barang diketahui record data
penjualan suatu produk pada beberapa bulan/tahun terakhir. Permasalahan yang
muncul adalah memprediksi jumlah produk yang terjual dalam bulan/tahun yang
akan datang. (Siang, 2005).

Algoritma pelatihan jaringan backpropagation terdiri atas dua langkah, yaitu


perambatan maju dan perambatan mundur. Langkah perambatan maju dan
perambatan mundur ini dilakukan pada jaringan untuk setiap pola yang diberikan
selama jaringan mengalami pelatihan (Hermawan, 2006). Didalam backpropagation
setiap unit yang berada dilapisan input, terhubung dengan setiap unit yang ada
dilapisan tersembunyi (hidden layer). Hal serupa berlaku pada hidden layer, setiap
unit yang terdapat pada dilapisan tersembunyi, dimana lapisan tersebut terhubung
dengan unit yang berada pada lapisan keluaran (Puspitaningrum, 2006). Lapisan-
lapisan yang terdapat pada backpropagation antara lain:

1. Input layer terdiri dari neuron-neuron atau unit-unit input mulai dari unit
input 1 sampai dengan unit input-n.
2. Hidden layer terdiri dari unit-unit tersembunyi dengan jumlah minimal
adalah 1.
23

3. Keluaran layer terdiri dari unit-unit keluaran 1 sampai dengan unit


keluaran-m.

Hubungan antara input layer, hidden layer, dan keluaran layer ditunjukkan
dalam arsitektur backpropagation pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Arsitektur jaringan backpropagation (Perwiranto, 2012)

Jaringan backpropagation pada Gambar 3.3. menunjukkan bahwa jaringan


tersebut memiliki 6 unit neuron pada input layer, 1 lapisan hidden layer dengan 8
unit neuron, serta 4 unit neuron pada keluaran layer. Bobot dari input layer ke
hidden layer diberi nama dengan 𝑣𝑗𝑖 , sedangkan bobot dari hidden layer ke keluaran
layer diberi nama 𝑤𝑘𝑗 .

Agar dapat digunakan, jaringan syaraf tiruan harus melalui proses pelatihan
terlebih dahulu. Pelatihan dilakukan dengan cara dimasukkan sekumpulan contoh
pelatihan yang disebut set pelatihan. Set pelatihan ini digambarkan dengan sebuah
vector feature yang disebut sebagai vektor input yang diasosiasikan dengan sebuah
24

keluaran yang menjadi target pelatihannya. Pelatihan dimaksudkan untuk membuat


jaringan syaraf tiruan beradaptasi terhadap karakteristik dari contoh-contoh pada set
pelatihan dengan cara melakukan pengubahan bobot yang ada dalam jaringan. Alur
kerja dari suatu jaringan backpropagation digambarkan pada Gambar 3.6 berikut.

Gambar 3.6. Alur kerja jaringan backpropagation (Puspitaningrum, 2006)

Cara kerja dari backpropagation adalah mula-mula jaringan diinisialisasikan


dengan bobot yang diset dengan bilangan acak. Lalu contoh-contoh pelatihan
dimasukkan ke dalam jaringan. Keluaran dari jaringan berupa sebuah vektor
keluaran aktual. Selanjutnya, sebuah vektor keluaran aktual tersebut dibandingkan
dengan vektor keluaran target untuk mengetahui apakah keluaran dari jaringan
sudah sesuai dengan harapan atau belum. Error yang timbul akibat perbedaan dari
keluaran aktual dengan keluaran target kemudian dihitung dan digunakan untuk
meng-update bobot yang relevan dengan jalan mempropagasikan kembali error-
error tersebut. Setiap perubahan bobot yang terjadi diharapkan dapat mengurangi
besarnya error. Epoch (siklus setiap pola pelatihan) dilakukan pada semua set
25

pelatihan sampai unjuk kerja jaringan mencapai tingkat yang diinginkan atau
sampai kondisi berenti. Pelatihan akan dihentikan misalnya telah ditentukan setelah
mencapai 1000 epoch, maka setelah pelatihan mencapai 1000 epoch akan berhenti.
Pelatihan juga akan dihentikan jika sebuah nilai ambang terpenuhi. Setelah proses
pelatihan selesai maka dilakukan set pengujian. Dari respon jaringan dapat dinilai
kemampuan memorisasi dan generalisasi jaringan dalam menebak keluaran
berdasarkan yang telah dipelajari jaringan. (Puspitaningrum, 2006)

Proses pelatihan pada jaringan backpropagation terdiri dari 3 tahap, yaitu


tahap umpan maju pola pelatihan input, tahap propagasi balik, dan tahap pengaturan
bobot.

A. Tahap I: Propagasi Maju


Selama propagasi maju seluruh unit masukan (xi) dipropagasikan ke lapisan
tersembunyi untuk dihitung nilai aktivasinya (z_netj). Keluaran dari setiap lapisan
tersembunyi (zj) kemudian diteruskan ke lapisan tersembunyi setelahnya. Jika
hanya menggunakan satu lapisan tersembunyi maka hasil keluaran dari lapisan
tersembunyi dipropagasikan langsung menuju lapisan keluaran hingga
menghasilkan nilai keluaran (yk). Perhitungan untuk langkah ini ditunjukkan pada
persamaan 3.1. Nilai keluaran jaringan (yk) dibandingkan dengan target yang ingin
dicapai (tk) kemudian dihitung selisihnya. Selisih antara tk dan yk adalah error yang
terjadi dalam jaringan tersebut. Jika nilai error ini lebih kecil dari error yang
diharapkan, maka iterasi dihentikan. Namun, jika nilai error masih lebih besar dari
toleransi error yang diinginkan, maka proses dilanjutkan dengan propagasi mundur.
Persamaan untuk nilai keluaran jaringan (yk) terdapat pada persamaan 3.6.

𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗 = 𝑣𝑗 0 + 𝑥𝑖 𝑣𝑗𝑖
𝑖=1
1
𝑧𝑗 = 𝑓 𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗 = 1+𝑒 −𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗
26

𝑛
𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘 = 𝑤𝑘0 + 𝑗 =1 𝑧𝑗 𝑤𝑘𝑗
1
𝑦𝑘 = 𝑓 𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘 = 1+𝑒 −𝑦 _𝑛𝑒𝑡𝑘 (3.6)

B. Tahap II: Propagasi Mundur


Selisih antara yk dan tk akan menghasilkan error atau yang disimbolkan
dengan δk. δk digunakan untuk mendistribusikan kesalahan pada unit yk ke semua
unit tersembunyi. δk digunakan pula untuk mengubah bobot garis dari unit
tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit keluaran yk. dengan cara yang
sama dihitung faktor error (δj) disetiap unit dilapisan tersembunyi. Persamaan 3.7
menunjukkan proses perhitungan pada langkah ini. δj sebagai dasar perubahan bobot
semua garis dari lapisan masukan yang berhubungan langsung dengan lapisan
tersembunyi.

𝛿𝑘 = 𝑡𝑘 − 𝑦𝑘 𝑓 ′ 𝑦𝑛𝑒𝑡 𝑘 = 𝑡𝑘 − 𝑦𝑘 𝑦𝑘 (1 − 𝑦𝑘 )
∆𝑤𝑘𝑗 = 𝛼𝛿𝑘 𝑧𝑗
𝑚 𝑚
𝛿𝑗 = 𝑘=1 𝛿𝑘 𝑤𝑘𝑗 𝑓 ′ 𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗 = 𝑘=1 𝛿𝑘 𝑤𝑘𝑗 𝑧𝑗 (1 − 𝑧𝑗 )
∆𝑣𝑗𝑖 = 𝛼𝛿𝑗 𝑥𝑖 (3.7)

C. Tahap III: Perubahan Bobot


Setelah semua faktor kesalahan (δ) dihitung, bobot semua garis dimodifikasi
bersamaan. Perubahan bobot suatu garis didasarkan pada faktor δneuron pada
lapisan diatasnya. Ketiga fase ini diulang-ulang hingga kondisi terpenuhi. Kondisi
yang digunakan untuk menghentikan iterasi umumnya adalah jumlah maksimum
iterasi atau toleransi kesalahan pada nilai tertentu. Selama iterasi belum mencapai
batas maksimal atau kesalahan belum lebih kecil dari toleransi maka iterasi akan
terus dilakukan. Persamaan 3.8 menunjukkan proses perhitungan pada langkah ini.

𝑤𝑘𝑗 𝑏𝑎𝑟𝑢 = 𝑤𝑘𝑗 𝑙𝑎𝑚𝑎 + ∆𝑤𝑘𝑗


𝑣𝑗𝑖 𝑏𝑎𝑟𝑢 = 𝑣𝑗𝑖 𝑙𝑎𝑚𝑎 + ∆𝑣𝑗𝑖 (3.8)
BAB IV
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

4.1. Rancangan Penelitian

4.1.1. Bahan

Bahan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah cairan
yang mudah terbakar dan cairan yang tidak mudah terbakar. Cairan mudah terbakar
yang digunakan adalah ethanol dengan kadar 96% dan aseton 99%, sedangkan
cairan tidak mudah terbakar yang digunakan adalah formalin 10% dan ammonium
hidroksida 25%.

4.1.2. Peralatan

Sistem electronic nose yang digunakan pada penelitian ini yaitu tipe Flow
Air (Aliran udara). Sensor gas yang digunakan berjumlah 6 sensor (TGS 2620, TGS
2201A, TGS 2201B, TGS 822, TGS 813, TGS 2610). Enam jenis sensor Figaro ini Comment [M10]: jelaskan masing-
masing sensor dan alasan penggunaannya.
memiliki sensitivitas berbeda-beda saat terpapar gas tertentu. Kandungan senyawa
gas ethanol dan aseton yaitu CO, H2, dan OH. Sedangkan kandungan senyawa gas
formalin dan ammonium hidroksida yaitu CO, OH, dan NH4. Sehingga dipilih jenis
sensor yang responnya mendekati senyawa gas-gas yang terkandung pada sampel.
Adapun 6 jenis sensor tersebut adalah TGS 2620,TGS 822, TGS 2610, TGS 2201,
dan TGS 813 (Zhang, 2007). Secara umum, sistem e-nose ini terdiri dari 4 bagian Comment [M11]: pustaka jumlah
sensor dan jenis-jenisnya untuk identifikasi
utama yaitu sensing element, pengondisi sinyal dan konversi analog ke digital, cairan mudah terbakar dan cairan tidak
mudah terbakar
processing dan graphical user interface. Penjelasan dari masing-masing bagian
utama sistem e-nose adalah sebagai berikut:

1. Sensing element yaitu bagian dimana sensor-sensor yang membentuk


sensor array berada, sensing element ini berfungsi sebagai transduser

27
28

yang menghasilkan respon berupa tegangan listrik analog saat menerima


rangsangan yang berasal dari gas-gas tertentu.
2. Pengkondisi sinyal dan konversi analog ke digital yaitu bagian rangkaian
elektronik yang menerima sinyal luaran analog yang berasal dari sensor
array kemudian melakukan pengondisisan sinyal yaitu filtering
penguatan sinyal, dan mengkonversi sinyal analog luaran sensor menjadi
sinyal digital. Sinyal analog yang telah diubah menjadi sinyal digital
kemudian dikirim ke bagian processing melalui jalur komunikasi serial
USB.
3. Processing yaitu perangkat komputer untuk melakukan pengolahan dan
analisis data dengan menggunakan perangkat lunak pendukung. Pada
bagian ini dilakukan signal processing dan feature extraction,
selanjutnya dilakukan analisis data menggunakan principal component
analysis. Tahap terakhir adalah klasifikasi sampel secara kualitatif,
setelah klasifikasi sampel dapat dilakukan maka proses selesai.
4. Graphical User Interface yaitu suatu antarmuka yang dapat
mengubungkan pengguna dengan e-nose yang dirancang menggunakan
perangkat lunak LabVIEW dimana pengguna dapat melihat aktivitas
secara real time grafik respon sensor terhadap sampel uji. Program ini
juga berfungsi sebagai program untuk menyimpan data hasil pembacaan
sensor ke dalam tabel spreadsheet pada aplikasi Microsoft Excel.
Gambar 4.1 merupakan e-nose yang digunakan pada penelitian dengan
komponen yang memiliki fungsi masing-masing. Electronic nose yang digunakan
terdiri atas larik sensor TGS pada ruang sensor, pemrosesan sinyal, user interface
pada komputer yang menampilkan data secara real time. Sampel diletakkan dalam
suatu wadah (chamber) kemudian wadah tersebut diberi pemanas untuk
memanaskan sampel agar mudah menguap menjadi gas-gas volatile yang
didalamnya mengandung beberapa unsur gas tertentu. Setelah itu, gas-gas yang
menguap akan masuk kedalam ruang sensor kemudian array sensor akan mulai
29

mengidentifikasi aroma yang dihasilkan oleh sampel tersebut. Ruang sensor ini
dirancang dengan metode aliran headspace sampling dengan tipe seri. Ruang
sampel tipe seri ini dibuat seperti pada Gambar 4.1yaitu array sensor disusun
sejajar/lurus dengan aliran gas yang masuk dari kiri (inlet) ke kanan (outlet)
dialirkan secara langsung.

RUANG KONTROL
RUANG SENSOR

RUANG SAMPEL

Gambar 4.1. E-nose yang digunakan dalam penelitian casing peralatan


tampak samping (Rahmani, 2014)

Electronic nose dengan tipe seri ini dapat mengetahui seberapa efektif
respon array sensor sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya jika
ruang sensor dibuat dengan tipe ini. Pengujian sampel dilakukan dalam beberapa
kali untuk mendapatkan nilai tegangan keluaran yang konstan dan akurat (Rahmani,
2014). Kemudian bau yang dihasilkan diruang sampel tersebut dialirkan dengan
menggunakan selang dan membuka valve 2 dan valve 3, agar udara terdorong
menuju ruang sensor. Mikrokontroler digunakan untuk membaca nilai tegangan
keluaran dari sensor. Sensor-sensor mengeluarkan sinyal analog yang kemudian
dikonversi oleh ADC pada mikrokontroler dengan Arduino. Setelah itu, oleh
mikrokontroler data dikeluarkan melalui USB serial, disimpan dan ditampilkan
dalam bentuk grafik pada antarmuka kemudian nantinya akan dilakukan analisis
30

untuk mengklasifikasi cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar.
Nilai-nilai tegangan sensor yang dikeluarkan oleh sensor dan diproses oleh
mikrokontroler ditampilkan pada komputer secara real time. Hasil pembacaan
keluaran sensor menggunakan perangkat lunak Labview yang dapat menampilkan
data keluaran sensor berupa grafik tegangan vs waktu, suhu, hambatan, dan
kelembaban. Hasil pembacaan keluaran ini digunakan untuk membantu pengguna
dalam pengoperasian alat sesuai dengan settingan yang diperlukan. Tampilan dari
perangkat lunak e-nose dapat dilihat pada Gambar 4.2. Comment [M12]: software diganti
menjadi perangkat lunak

Gambar 4.2. Tampilan antarmuka Labview Comment [M13]: interface diganti


antarmuka

Tampilan antarmuka ditunjukkan pada Gambar 4.2 dengan komunikasi


menggunakan Arduino Mega2560. Dari gambar dapat dilihat dari fungsi masing-
masing menu dapat berjalan dengan lancar dengan indikasi terdapat keluaran yang
dihasilkan. Seperti pada grafik diatas menunjukkan nilai keluaran dari masing-
masing sensor TGS berupa tegangan. Karena menggunakan 6 sensor TGS maka
grafik yang dihasilkan berupa 6 buah garis dengan warna yang berbeda. Data yang
tersimpan dalam bentuk excel sehingga memudahkan dalam pengolahan data. Data
31

yang tersimpan berupa waktu, masing-masing Vout sensor TGS, masing-masing


nilai hambatan sensor TGS, suhu pada pemanas, suhu pada ruang sensor dan
kelembaban.

4.2. Tahapan Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini dilihat Gambar 4.3.

Prosedur Penelitian

Preparasi sampel Pembuatan program


JST-BP

Sistem E-nose

Sistem akuisisi data

Pengukuran waktu
respon larik sensor gas
terhadap aroma sampel

Ekstraksi ciri (pre-


processing) terhadap
hasil pengukuran larik
sensor

Klasifikasi data
menggunakan PCA

Pemisahan data latih


dan data uji

Data Latih Data Latih Pelatihan jaringan


JST-BP

Pengujian jaringan
JST-BP

Analisis hasil
pengujian

Gambar 4.3. Tahapan penelitian dan pembuatan aplikasi JST-BP Comment [M14]: tahapan pengerjaan
apa?
32

Pada tahapan penelitian ini dilakukan preparasi sampel, dimana sampel yang
digunakan berupa 4 jenis cairan, yaitu ethanol, aseton, formalin, dan ammonium
hidroksida. Pengukuran data sampel menggunakan sensor aroma dilakukan dengan
meletakkan sampel didalam sebuah tempat tertutup dan dialiri dengan udara
bergerak masuk (inlet) dan keluar (outlet) menggunakan pipa. Penggunaan sistem
akuisisi data bertujuan untuk mempermudah pengambilan data. Sistem akuisisi data
dibuat dengan menggunakan Labview.

Analisa data menggunakan PCA diguanakan untuk mengklasifikasi data


cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar dengan menggunakan grafik
score plot dan grafik loading plot. Dengan melihat grafik score plot dapat diketahui
persebaran dri keempat sampel tersebut. Dan pada grafik loading plot akan
diketahui respon sensor yang paling peka terhadap pemisahan data dari keempat
sampel ini. Sedangkan pembuatan perangkat lunak sistem jaringan syaraf tiruan
propagasi balik (backpropagation) digunakan sebagai sistem pengenalan pola untuk
proses identifikasi cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah. Sistem jaringan
syaraf tiruan propagasi balik dibuat dengan menggunakan perangkat lunak
MATLAB. Setelah selesai pembuatan sistem jaringan syaraf tiruan, dilanjutkan
dengan pengukuran waktu respon larik sensor gas terhadap aroma sampel.
Pengukuran waktu respon larik sensor gas terhadap aroma sampel bertujuan untuk
mengetahui waktu respon larik sensor gas terhadap aroma sampel.

Data respon larik sensor gas terhadap aroma sampel akan dilakukan tahap
pre-processing. Selanjutnya dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok data
latih dan kelompok data uji. Data latih kemudian dilatihkan pada JST-
Backpropagation, sehingga diperoleh bobot. Bobot yang telah diperoleh tersebut
kemudian diuji dengan data uji. Hasil dari pengujian ini selanjutnya akan dilakukan
analisisa untuk mencari akurasi data.
33

4.3. Preparasi Sampel

Penelitian ini menggunakan 2 jenis sampel cairan yang mudah terbakar dan
2 jenis sampel cairan yang tidak mudah terbakar. Dua jenis sampel cairan yang
mudah terbakar terdiri atas sampel ethanol dengan konsentrasi murni 96% dan
aseton dengan konsentrasi murni 99%. Kedua jenis sampel ini kemudian diencerkan
sehingga menjadi 30% dan 50%. Kemudian, 2 jenis sampel cairan yang tidak
mudah terbakar terdiri atas sampel formalin dengan konsentrasi murni 10% dan
ammonium hidroksida dengan konsentrasi murni 25%. Kedua jenis sampel cairan
yang tidak mudah terbakar ini kemudian diencerkan, untuk formalin diencerkan
menjadi 2% dan 5%, sedangkan ammonium hidroksida diencerkan menjadi 10%
dan 15%. Setiap sampel cairan yang mudah terbakar dan cairan yang tidak mudah
terbakar diukur dengan volume yang sama yaitu 30 mL. Jumlah keseluruhan sampel
ada 12 buah. Sampel-sampel ditempatkan didalam wadah botol gelap untuk
menyimpan sampel dan agar sampel tidak mudah menguap. Semua sampel ini
kemudian diuji dengan menggunakan electronic nose. Variasi konsentrasi dilakukan
pada Gambar 4.4. Untuk mengencerkan sampel digunakan rumus tertrasi, sebagai
berikut:
larutan . Mlarutan = Vaquadest . Mx (4.1)
34

Konsentrasi 30%
Ethanol
Konsentrasi 50%

Cairan mudah
Konsentrasi 96%
terbakar

Konsentrasi 30%

Aseton Konsentrasi 50%


Preparasi
Sampel Konsentrasi 99%

Formalin Konsentrasi 2%

Cairan tidak Konsentrasi 5%


mudah terbakar
Konsentrasi 10%

Konsentrasi 10%
Ammonium
Hidroksida Konsentrasi 15%

Konsentrasi 25%
Gambar 4.4. Variasi konsentrasi sampel

4.4. Pengambilan dan Pengolahan Data

Pengklasifikasian sampel dilakukan dengan menggunakan electronic nose


dengan memasukkan sampel dengan berbagai jenis. Dengan memasukkan sampel-
sampel yang berbeda, hal ini juga dapat menguji apakah electronic nose ini mampu
mengklasifikasi aroma yang berbeda-beda dari jenis sampel yang memiliki aroma
yang hamper sama. Pengambilan data setiap sampel adalah 10 puncak selama 45
menit, dengan 5 menit untuk proses flushing (pembersihan udara di sekitar ruang
sensor), serta 2 menit untuk proses menghirup (odour on) dan 2 menit untuk proses
menghembuskan (odour off). Sampel yang digunakan terdiri dari 4 jenis cairan yang
berbeda tetapi memiliki karakteristik aroma yang hamper sama. Konsentrasi
keempat sampel ini divariasikan untuk proses pengujian sensor serta untuk proses
klasifikasi. Pengambilan data dilakukan selama 10 hari.
35

Gambar 4.5. Pengambilan data pada E-nose Comment [M15]: judul gambar gak
cocok dengan gambar
(Gutierrez-Osuna, et.al, 2003)

Pada Gambar 4.5 menunjukkan dalam satu kali pengambilan data diperoleh
nilai maksimum dan nilai minimum pada setiap puncak dari hasil keluaran sensor.
Nilai ini akan digunakan untuk proses ekstraksi ciri dengan persamaan 4.2. Tahap
ekstraksi ciri pada penelitian ini menggunakan metode differensial. Penggunaan
metode ini digunakan untuk menghitung nilai keluaran sensor yang akan diekstrak
untuk mendapatkan nilai-nilai yang mempresentasikan pola spesifik dari data
tersebut. Metode differensial bertujuan untuk mengurangi penyimpangan atau derau
tambahan pada respon sensor dan mengatasi pergeseran nilai baseline dengan
menyamakan nilai baseline.
Xkis =Xmax - Xmin, X = respon sinyal sensor (4.2)
i = data ke 1, 2, 3,…, 10
s = sensor 1, 2, 3, 4, 5, 6
k = hari ke 1, 2, 3,…, 10
Data hasil ekstraksi akan digunakan untuk melakukan klasifikasi dengan
menggunakan PCA. Setelah dilakukan klasifikasi sampel dengan metode PCA,
dapat diketahui apakah data dari keempat sampel ini sudah bisa dikelaskan. Setelah
dilakukan klasifikasi dengan menggunakan PCA, tahap selanjutnya yaitu data
dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni data latih dan data uji. Data ini
digunakan untuk proses identifikasi cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah
36

terbakar menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan metode backpropagation. Data


latih yang telah disiapkan akan dilatihkan pada JST-Backpropagation yang
kemudian akan menghasilkan bobot. Selanjutnya jaringan ini diuji dengan data uji
yang telah disiapkan. Penentuan prosentase keberhasilan pengenalan dilakukan
dengan cara membagi jumlah data uji yang dapat dikenali dengan benar dengan
jumlah data uji keseluruhan atau dengan cara pada persamaan 4.3:
Akurasi = (1 – MSE) *100% (4.3)

4.5. Rancangan Sistem Secara Keseluruhan

Sistem electronic nose terdiri atas sistem piranti keras dan sistem piranti
lunak. Sistem piranti keras diwali dari larik sensor dan berakhir pada bagian akuisisi
data yang disimpan pada komputer, sedangkan sistem piranti lunak digunakan
untuk melakukan analisis data lebih lanjut. Adapun pada sistem piranti keras telah
tersedia dalam bentuk peralatan yang telah diimplementasikan, sedangkan sistem
piranti lunak electronic nose ini bentuk rancangan sistem yang digunakan akan
dibicarakan pada bab ini.

Penggunaan perangkat lunak minitab digunakan untuk mengklasifikasikan


cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar. Data yang telah digunakan
untuk masukan proses klasifikasi ini kemudian digunakan untuk proses identifikasi
dengan melakukan perancangan perangkat lunak pada MATLAB untuk membuat
aplikasi yang dapat mengidentifikasi cairan ini. Rancangan sistem yang dibuat
berupa aplikasi pengenalan pola berbasis jaringan syaraf tiruan yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah
terbakar. Secara keseluruhan rancangan sistem dapat dilihat pada Gambar 4.6 dalam Comment [M16]: urgensiu pemakaian
jst
bentuk diagram blok.
37

Comment [M17]: testing diganti


menjadi uji

Gambar 4.6. Diagram blok sistem secara keseluruhan

Gambar 4.6 menunjukkan 2 proses yang dikerjakan dalam penelitian ini.


Pada bagian kiri merupakan proses pelatihan, sedangkan bagian kanan merupakan
proses pengujian. Data pelatihan dan data uji didapatkan dari proses pengumpulan
data yang dihasilkan oleh sensor aroma. Data ini akan dikumpulkan dan disiapkan
serta diproses untuk menghasilkan data yang dikehendaki. Setelah data didapatkan
selanjutnya dilakukan proses awal (pre-processing) diharapkan dengan adanya
proses awal ini diperoleh data yang lebih baik. Pre-processing merupakan bagian
dari ekstraksi ciri. Pada tahap ekstraksi ciri ini digunakan untuk memudahkan dalam
pengenalan pola. Tahap ekstraksi ciri ini digunakan untuk data latih dan data uji.
Data latih terdiri dari 150 buah dari masing-masing sampel cairan mudah terbakar
dan cairan tidak mudah terbakar ini yang akan digunakan untuk melakukan proses
pelatihan pada backpropagation. Proses tersebut akan menghasilkan jaringan syaraf
tiruan terlatih dan akan menghasilkan nilai bobot. Proses pengujian adalah sistem
38

yang telah dibentuk dari hasil pelatihan yang digunakan untuk mengidentifikasi
cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar. Pada proses ini sampel
yang akan diidentifikasi jenisnya akan diubah menjadi data dalam variabel yang
kemudian akan dibandingkan dengan hasil dari jaringan yang telah terlatih. Proses
identifikasi dilakukan untuk menghasilkan keluaran akhir berupa identifikasi cairan Comment [M18]: output diganti
menjadi keluaran
mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar.

4.6. Rancangan Program JST-BP

Jaringan syaraf tiruan yang digunakan adalah topologi backpropagation


yang digunakan untuk membuat aplikasi yang dapat mengidentifikasi cairan mudah
terbakar dan cairan tidak mudah terbakar. Adapun alur program yang dirancang,
ditunjukkan pada Gambar 4.7. Pada diagram alir ini terdiri dari 2 sub program
utama yaitu program pembentukan jaringan backpropagation dan program
pengujian sistem yang dibangun. Pada proses pembentukan jaringan, masukan yang
digunakan berupa data pelatihan, sedangkan pada proses pengujian informasi yang
dibutuhkan adalah bobot dari sistem jaringan syaraf tiruan yang telah dihasilkan
dari proses sebelumnya. Diagram alir dari program yang dirancang pada sistem ini
diperlihatkan pada Gambar 4.7.

Mulai

Baca data (*.txt)

Konversi string
ke numerik

Transpose data

Pelatihan
jaringan

A
39

Pengujian
jaringan

Identifikasi
sampel

Selesai

Gambar 4.7. Diagram alir program JST-BP keseluruhan Comment [M19]: program apa?

Pada Gambar 4.7 diagram alir program tersebut terlihat bahwa masukan
yang perlu dibaca dan dimasukkan pertama kali adalah data pelatihan dari cairan
mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar. Data pelatihan tersebut kemudian
dikonversi dari data bertipe string yang tersimpan pada file dengan format (*.txt)
menjadi data numerik dan disimpan ke dalam variabel MATLAB. Sebelum itu
dilakukan proses transpose terlebih dahulu karena data dari notepad berupa 6 buah
kolom yang mewakili sinyal dari sensor-sensor gas dan baris yang sesuai dengan
banyaknya data. Transpose data dilakukan karena pembacaan pada MATLAB
secara umum berupa baris terlebih dahulu, untuk itu maka baris harus diubah
menjadi kolom dan kolom menjadi baris. Proses berikutnya dilakukan proses
pelatihan untuk melatih jaringan, adapun prosedur pelatihan tersebut menggunakan
tools yang telah tersedia di Matlab. Dalam hal ini, disimbolkan dalam sub program
jaringan syaraf tiruan backpropagation. Hasil pelatihan JST-BP akan menghasilkan
nilai bobot, dimana nilai ini kemudian akan digunakan pada proses pengujian. JST-
BP yang telah dilatih kemudian diuji dengan data masukan yang belum diketahui
identitasnya. Hasil dari proses pengujian ini berupa identifikasi cairan mudah
terbakar dan cairan tidak mudah terbakar.
40

4.7. Rancangan Teknis Pelatihan Jaringan JST-BP Comment [M20]: rancangan program
diubah menjadi rancangan teknis.
Rancangan pengujian apa aja:
Proses pelatihan berfungsi untuk melatih jaringan agar mampu mengenali -apa aja yang harus diuji , caranya?

data yang telah dimasukkan. Data yang digunakan pada proses pelatihan ini adalah
data hasil ekstraksi ciri yang terdiri atas 150 buah data cairan mudah terbakar
(dengan masing-masing data untuk ethanol dan aseton sebanyak 75 buah), dan 150
buah data cairan tidak mudah terbakar (dengan masing-masing data untuk formalin
dan ammonium hidroksida sebanyak 75 buah data). Untuk mengenali data masukan
tersebut, diperlukan data yang telah dikonversi dari string menjadi numerik dan
disimpan ke dalam variabel MATLAB. Tahap awal di dalam membangun JST-BP
yang digunakan untuk mengidentifikasi cairan mudah terbakar dan cairan tidak
mudah terbakar dilakukan proses pemilihan dan penentuan target. Masing-masing
untuk sampel cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar memiliki nilai
target yang berbeda. Dalam penelitian ini dirancang nilai target yang ditentukan
adalah 0 dan 1. Cairan yang mudah terbakar memiliki nilai target 0 dan cairan
yang tidak mudah terbakar memiliki nilai target 1. Setelah target ditentukan,
kemudian dilakukan proses pelatihan jaringan dengan metode backpropagation.
Hasil akhir yang diperoleh berupa bobot yang sudah sesuai, dimana perubahan nilai
bobot yang diperoleh tersebut berasal dari proses pelatihan jaringan berdasarkan
masukan yang telah diberikan. Perubahan nilai bobot ini dilihat dari error yang
dihasilkan, dimana jika error yang didapat sangat kecil maka bobot yang dihasilkan
telah mendekati sesuai. Secara umum JST-BP dengan error yang sangat kecil
menunjukkan bahwa jaringan tersebut mempunyai kemampuan untuk mengenali
sebuah masukan yang diujikan dengan baik. Pada Gambar 4.8 terlihat diagram alir
dari program jaringan syaraf tiruan backpropagation tahap pelatihan.
41

Mulai

Baca data training

Jumlah target

Epochs

Learning rate

Goal

Fase feedforward

Fase Backpropagation

Hitung MSE (Mean Square


Error)

Tidak
Error < target error

Ya

Simpan bobot akhir tahap


pelatihan

Selesai

Gambar 4.8. Diagram alir program pelatihan JST-BP

Berdasarkan diagram alir Gambar 4.8 dapat dijelaskan bahwa pada tahap
pelatihan, setelah data diambil dari file text (*.txt) maka langkah pertama yang
harus dilakukan adalah menginisialisasi bobot, melakukan konfigurasi jaringan
syaraf tiruan dengan memberikan nilai maksimum epoch, target error atau goal
42

yang dicapai, learning rate melalui masukan yang diberikan oleh user. Selanjutnya
masuk ke tahap alur feedforward, pada proses ini setiap unit masukan menerima
sinyal dari sensor dan meneruskan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan
tersembunyi. Kemudian setiap unit pada lapisan tersembunyi bobot sinyal masukan
dijumlahkan dan diterapkan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal keluarannya.
Setelah itu dilanjutkan pada tahap backpropagation, dimana pada proses ini setiap
unit keluaran menerima pola target yang sesuai dengan pola masukan pelatihan dan
menghitung MSE (Mean Square Error) yang didapat, jika error yang didapat lebih
besar dari target error yang diijinkan, maka proses pelatihan tersebut akan kembali
pada tahap inisialisasi bobot, demikian seterusnya sampai didapat nilai error yang
lebih kecil dari target error yang diijinkan. Kemudian jika nilai yang diinginkan
telah didapat, maka bobot tersebut tersimpan untuk dimasukkan pada tahap
pengujian.

4.8. Rancangan Teknis Pengujian Jaringan JST-BP

Proses pengujian ini dilakukan apabila jaringan sudah terlatih dengan baik
dan siap untuk dilakukan proses pengujian. Jaringan yang sudah terlatih akan diuji
berapa tingkat ketepatannya dalam mengenali sampel uji. Data uji yang dimasukkan
berupa sampel cairan mudah terbakar (ethanol dan aseton) dengan banyaknya data
masing-masing berjumlah 25 buah data serta sampel cairan tidak mudah terbakar
(formalin dan ammonium hidroksida) dengan banyaknya data masing-masing
berjumlah 25 buah data. Data sampel yang akan diujikan oleh jaringan yang telah
dilatih tersebut kemudian akan ditentukan cairan mudah terbakar dan cairan tidak
mudah terbakar. Kemudian keberhasilan atau ketepatan dalam mengenali cairan
mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar sangat tergantung dengan error
pada saat proses pelatihan. Semakin kecil error pelatihannya maka semakin baik
tingkat ketepatan pengujiannya. Keluaran dari sampel yang disimulasikan ini
berupa nilai Y yang nilai targetnya telah ditentukan yaitu 0 untuk cairan mudah
terbakar dan 1 untuk cairan tidak mudah terbakar. Setelah itu pada akhirnya nilai Y
43

yang dihasilkan oleh keluaran jaringan akan dibandingkan dengan nilai target yang
telah ditentukan tersebut. Secara garis besar program pengujian ditunjukkan pada
Gambar 4.9.

Mulai

n = jumlah data uji

y = output dari pelatihan

MT = 0
TM = 0

Tidak Tidak
y(i) = 1? y(i) = 2? Plot x,y

Ya Ya

Plot x,y MT Plot x,y TM

i=i+n

Tidak
i = n?

Ya

Selesai

Gambar 4.9. Diagram alir program pengujian jaringan JST-BP Comment [M21]: diagram alir program.
Diagram alir program apa?

Pada Gambar 4.9 diagram alir program pengujian diawali dengan


memasukkan jumlah data uji. Keluaran dari simulasi atau proses jaringan yang telah
terlatih dimasukkan ke dalam variabel Y yang akan dibaca dalam program
44

pengujian ini. Nilai Y tersebut akan dibandingkan atau diseleksi dengan nilai target
yang telah ditentukan sebelumya yaitu pada proses pelatihan jaringan. Nilai Y yang
dihasilkan ini tidak harus sama dengan nilai target yang telah ditentukan melainkan
ada jangkauan tertentu yang memungkinkan nilai ini tidak bertabrakan dengan
target dari sampel cairan mudah terbakar. Sebagai permisalan, target pada cairan
mudah terbakar adalah 0, maka nilai Y ini tidak harus sama dengan 0, tetapi nilai
keluaran ini tidak boleh bertabrakan dengan nilai target sampel cairan tidak mudah
terbakar yang bernilai sama dengan 1. Untuk menyelesaikan permasalahan ini
dilakukan penyeleksian nilai Y dengan menggunakan fungsi kondisional (if-else).
Dimana nilai keluaran Y jika berharga sama dengan 0 maka akan menampilkan
grafik dengan simbol (o) beserta jumlah data cairan tidak mudah terbakar yang
dapat dideteksi. Kemudian jika Y bernilai sama dengan 1 maka akan menampilkan
grafik dengan simbol (□) beserta jumlah data cairan tidak mudah terbakar yang
dapat dideteksi serta jika tidak keduanya maka akan ditampilkan grafik dengan
simbol (◊). Setelah itu, proses perulangan akan terus berlangsung hingga terpenuhi
jumlah data sampel.

4.9. Topologi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai rancangan topologi jaringan untuk
proses identifikasi cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar. Jaringan
syaraf tiruan digunakan sebagai sistem yang diharapkan dapat mengidentifikasi
cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar berdasarkan informasi yang
ada. Jaringan ini akan menerima masukan (input) berupa informasi-informasi yang
berasal dari electronic nose. Electronic nose ini menggunakan 6 sensor TGS Comment [M22]: yang digambar 4.10
kon Cuma lima?
(Toguchi Gas Sensor). Sensor TGS yang digunakan yaitu sensor TGS 2620, TGS
2201A, TGS 2201B, TGS 822, TGS 813, dan TGS 2610. Sensor ini akan
menghasilkan suatu sinyal yang diperoleh dari pengukuran perubahan pada sifat
elektrik sensor selama terpapar oleh suatu gas. Data analog dari sensor akan diubah
menjadi data digital oleh analog to digital converter (ADC) untuk disimpan ke
45

komputer dan dianalisa lebih lanjut. Data dari ADC akan diprapemrosesakan
terlebih dahulu. Prapemrosesan berfungsi untuk menyiapkan sinyal agar dapat
dengan mudah diolah oleh mesin pengenalan pola. Hasil dari prapemrosesan sinyal
akan menjadi masukan dalam jaringan syaraf tiruan.

Rancangan arsitektur jaringan syaraf tiruan ini berupa jaringan


backpropagation atau jaringan propagasi balik. Jaringan backpropagation
merupakan sebuah topologi jaringan syaraf tiruan yang mampu menyelesaikan
permasalahan yang bersifat non linear. Berdasarkan hal tersebut maka topologi
jaringan ini diharapkan mampu untuk mengidentifikasi cairan mudah terbakar dan
cairan tidak mudah terbakar. Rancangan topologi jaringan syaraf tiruan
backpropagation (JST-BP) pada sistem ini ditunjukkan pada Gambar 4.10.

Sensor TGS 2620 P1 H


1
Sensor TGS 2201A P2 H
2
Sensor TGS 2201B P3 H
Y
3
Sensor TGS 822 P4 H
4
Sensor TGS 813 P5 H
5
Sensor TGS 2610 P6 H

Lapisan Input
6
Lapisan tersembunyi Lapisan keluaran

Gambar 4.10. Topologi jaringan JST-BP identifikasi cairan mudah terbakar


dan cairan tidak mudah terbakar Comment [M23]: jumlah input sensor
sudah diperbaiki

Topologi jaringan dipilih dengan pendekatan konstruktif, yaitu dengan suatu


jaringan yang kecil dengan satu lapisan tersembunyi kemudian mengembangkan
46

jumlah unit tersembunyi serta bobot tambahan sampai didapatkan penyelesaian


yang dikehendaki. Pada Gambar 4.10 terlihat bahwa jaringan syaraf tituan yang
digunakan memiliki 6 lapisan input, 1 lapisan tersembunyi (dengan jumlah 5
neuron), serta 1 lapisan keluaran. Lapisan input jaringan ini menerima 6 buah
masukan berupa tegangan yang berasal dari 6 buah sensor aroma. Terdapat 1
lapisan keluaran berupa identifikasi cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah
terbakar. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah parameter yang harus diatur
dalam jaringan meliputi :
1. Laju pembelajaran (Learning rate)
Laju pembelajaran dipilih mulai dari 0,001 hingga 1 selama pelatihan.
2. Jumlah iterasi maksimum (epoch)
Maksimum iterasi adalah jumlah epoch maksimum yang boleh dilakukan
selama proses pelatihan. Iterasi akan dihentikan apabila jumlah epoch yang
sudah dilatihkan melebihi jumlah maksimum epoch.
3. Kinerja tujuan (goal)
Kinerja tujuan adalah target nilai fungsi kinerja, iterasi akan dihentikan
apabila nilai fungsi kinerja kurang dari atau sama dengan kinerja tujuan

4.10. Rancangan GUI (Graphical User Interface)

GUI merupakan tampilan program yang dirancang sedemikian rupa


sehingga dapat digunakan oleh user dengan mudah. Fungsi dari aplikasi berbasis
GUI yang dibuat dengan menggunakan MATLAB yang akan mengidentifikasi
cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar yang diujikan. Pada aplikasi
berbasis GUI ini baik proses pelatihan dan proses uji dibuat dalam satu lingkungan.
Rancangan antarmuka pada GUI ditunjukkan pada Gambar 4.11.
47

Gambar 4.11 Rancangan antarmuka GUI

Rancangan antarmuka GUI pada Gambar 4.11 adalah sebuah rancangan


aplikasi yang akan digunakan untuk mengidentifikasi cairan mudah terbakar dan
cairan tidak mudah terbakar. Di dalamnya terdapat tampilan grafik yang akan
digunakan untuk menampilkan data keluaran. Lima bagian panel, dimana panel
yang pertama berisi proses pelatihan yang didalamnya terdapat tombol untuk
membuka data pelatihan serta tombol untuk memproses data pelatihan tersebut.
Panel yang kedua berisi proses uji yang didalamnya terdapat tombol untuk
membuka data uji serta tombol untuk memroses data uji tersebut. Panel yang ketiga
adalah target, panel ini berisi target yang akan digunakan untuk jumlah data yang
akan digunakan untuk cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar.
Kemudian panel keempat adalah parameter-parameter yang digunakan dalam
memproses backpropagation. Dan panel terakhir yaitu berisi hasil data keluaran
dari proses jaringan syaraf tiruan ini. Pada panel ini akan diberikan informasi
berupa nilai error, jumlah cairan mudah terbakar, dan jumlah cairan tidak mudah
terbakar.
BAB V
IMPLEMENTASI

Implementasi dari perangkat lunak yang telah dirancang menggunakan


perangkat lunak MATLAB R2010a yang berfungsi untuk membuat aplikasi
identifikasi cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar berbasis
jaringan syaraf tiruan dengan metode backpropagation. Didalam aplikasi ini
dilengkapi fasilitas pembelajaran (learning) dan pengujian (testing) dalam satu
tampilan berbasis GUI (Graphical User Interface).

5.1. Implementasi Program Jaringan Syaraf Tiruan

Program jaringan syaraf tiruan yang dibuat terdiri dari program pelatihan
jaringan dan juga program uji jaringan dengan menggunakan metode
backpropagation. Program pelatihan ini akan digunakan untuk melatih jaringan
untuk mengenali data masukan dari cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah
terbakar, sedangkan program uji ini digunakan untuk menguji jaringan ini.
Pengimplementasian program jaringan syaraf tiruan ini menggunakan perangkat
lunak MATLAB R2010a dengan neural network tools yang telah tersedia di
perangkat lunak ini. Jaringan yang dibuat terdiri dari 6 neuron untuk lapisan input
dan terdapat satu buah lapisan keluaran dalam penelitian ini. Lapisan input ini
terdiri dari 6 neuron yaitu 6 buah masukan data yang dihasilkan dari ke-6 sensor
yang digunakan pada e-nose berupa tegangan dengan satuan miliVolt (mV).
Kemudian dari keenam keluaran sensor-sensor tersebut diumpankan kedalam
lapisan tersembunyi. Terdapat 1 buah lapisan tersembunyi yang terdiri dari 6
neuron. Keluaran dari lapisan tersembunyi ini kemudian diumpankan ke lapisan
keluaran yang akan menghasilkan nilai target yang dapat mengidentifikasi cairan
mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar. Implementasi program diawali
dengan mempersiapkan input dan targer yang akan digunakan. Input yang
digunakan dalam proses pelatihan berjumlah 300 buah data cairan yang mudah

48
49

terbakar dan data cairan yang tidak mudah terbakar, serta data ini disimpan dalam
extensi file berupa txt pada notepad. Sehingga impelemtasi program awal yaitu
membuka file ini pada button 1 yaitu data pelatihan.

145 function pushbutton1_Callback(hObject, eventdata, handles)


146 dos ('notepad data.txt');

Gambar 5.1. Implementasi program JST untuk membuka notepad data


pelatihan
Pada Gambar 5.2 ditunjukkan implementasi program JST-BP proses setelah
membuka file notepad adalah melakukan proses pelatihan pada push button 2.
Didalam program push button 2 data pelatihan tersebut di-transpose yang berfungsi
untuk mengubah baris menjadi kolom. Hal ini dilakukan karena proses pembacaan
proses pelatihan pada MATLAB secara beurutan dimulai dari baris pertama terlebih
dahulu. Pada Gambar 5.2 merupakan listing program untuk masukan nilai epochs,
learning rate, dan goal. Kemudian, setelah mengisi nilai epoch, learning rate, dan
goal yang diinginkan, kemudian data pelatihan tersebut dilakukan proses transpose.

153 function pushbutton2_Callback(hObject, eventdata, handles)


154 cla ('reset');
155 load data.txt;
156
157 n = get(handles.edit1, 'string');
158 n = str2double(n);
159
160 m = get(handles.edit2, 'string');
161 m = str2double(m);
162
163 l = get(handles.edit3, 'string');
164 l = str2double(l);
165
166 %Input Data
167 P = data';
Gambar 5.2. Implementasi program JST-BP untuk masukan
50

Berdasarkan Gambar 5.3 merupakan perintah keseluruhan untuk


menentukan nilai target dari cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah
terbakar. Hal pertama kali yang dilakukan setelah melakukan transpose pada data
pelatihan adalah membuat jaringan backpropagation, yaitu dengan menggunakan
neural network tools dengan P sebagai input, T sebagai target yang dipecah menjadi
T1 untuk nilai target cairan mudah terbakar dan T2 untuk nilai target cairan tidak
mudah terbakar. Pada fungsi program pembuatan jaringan ini digunakan perintah
newff, perintah ini merupakan sebuah fungsi pada neural network tools pada
perangkat lunak matlab yang berguna untuk membuat sebuah feed forward
backpropagation network. Sedangkan jumlah neuron untuk lapisan input adalah 6
buah neuron, 1 buah lapisan tersembunyi dengan 6 buah neuron, dan 1 buah neuron
untuk lapisan keluaran. Fungsi aktivasi yang digunakan untuk lapisan tersembunyi
adalah logsig dan tansig. Sedangkan proses pelatihannya menggunakan metode
trainscg. Metode ini merupakan proses pelatihan yang menggunakan algoritma
Scaled Conjugate Gradient. Dengan penggunaan metode ini memiliki tingkat
optimalisasi error. Karena metode ini dapat meng-update nilai bobot dan bias pada
setiap pengoperasian data masukan.
Fungsi yang digunakan untuk menentukan cairan mudah terbakar dan cairan
tidak mudah terbakar terdapat pada baris 189 sampai dengan 196. Penentuan nilai
target adalah nilai 0 untuk cairan mudah terbakar dan nilai 1 untuk cairan tidak
mudah terbakar dalam bentuk larik. Jumlah larik yang digunakan sebanyak data
pelatihan yang telah dipersiapkan pada file txt tersebut. Untuk memasukkan jumlah
data target cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar, maka keduanya
menggunakan masukan dari edit text. Terdapat 2 target data, dimana setiap sampel
cairan diwakili 150 data. Kemudian masukan tersebut diubah dari text menjadi
numerik dengan menggunakan fungsi str2num. Dengan demikian, perintah
perulangan ini akan menginisialisasi 150 data untuk masing-masing cairan mudah
terbakar maupun cairan tidak mudah terbakar.
51

166 %Input Data


167 P = data';
168
169 %Membuat Jaringan Backpropagation
net = newff(minmax(P), [6 6 1], {'logsig' 'tansig'
170 'purelin'}, 'trainscg');
171
172 %Setting Parameter
173 net.trainParam.epochs = n;
174 net.trainParam.lr = m;
175 net.trainParam.goal = l;
176 net.trainParam.show = 50;
177
178 %Menentukan Nilai Target Dari Data Pelatihan
179 %Target 0 untuk Cairan yang mudah terbakar
180 %Target 1 untuk Cairan yang tidak mudah terbakar
181
182 a1 = str2num(get(handles.edit4, 'String'));
183 a2 = str2num(get(handles.edit5, 'String'));
184
185 for i = 1:a1
186 T1(:, i) = 0;
187 end
188
189 for i = 1:a2
190 T2(:, i) = 1;
191 end
192
193 T = [T1 T2];
194
195 %Pelatihan
196 net=train(net,P,T);
Gambar 5.3. Implementasi Penentuan Target

5.2. Implementasi Program Pengujian

Program pengujian merupakan proses lanjutan dari proses pelatihan. Pada


proses ini dilakukan pengujian jaringan yang sudah dilatih pada proses pelatihan
jaringan. Bobot yang dihasilkan dari proses pelatihan jaringan kemudian digunakan
52

untuk memproses data uji. Data uji yang diujikan pada proses ini berbeda dengan
data yang digunakan pada proses pelatihan.
Keluaran dari jaringan berupa bilangan yang besarnya berkisar diantara nilai
target-target yang telah ditentukan. Nilai keluaran pada pengujian jaringan ini tidak
selalu sama dengan nilai target yang telah ditentukan. Semakin kecil perbedaan data
cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar maka semakin kecil juga
error pada saat proses pelatihan. Ketika nilai error yang diujikan semakin kecil,
maka semakin baik juga nilai keluaran dari pengujian jaringan tersebut, sehingga
nilai tersebut tidak terlalu jauh berbeda dengan target yang telah ditentukan.
Implementasi proses pengujian yang dilakukan adalah me-load data uji dan
hasil dalam extensi mat, adapun pada perintah me-load hasil.mat merupakan
instruksi yang digunakan untuk memanggil fungsi-fungsi berupa variabel, bobot,
error, dsb yang telah dihasilkan dari proses pelatihan kemudian data uji yang akan
digunakan sebagai masukan ini di-transpose. Setelah itu mencari jumlah baris data
uji yang akan diujikan dengan menggukan perintah size(P). Simulasi dari
jaringan yang telah terlatih dan memasukkan data uji tersebut sebagai masukan.
Pada proses pengujian ini dimasukkan 100 data, dimana data ini akan diuji hasilnya.
Adapun program dalam simulasi jaringan yang telah terlatih dan data uji
ditunjukkan pada Gambar 5.4.
85 function pushbutton6_Callback(hObject, eventdata, handles)
86 cla('reset');
87 load data_uji.txt;
88 load hasil.mat;
89
90 P = data_uji';
91
92 %Mencari jumlah data yang akan diujikan
93 [m, n] = size (P);
94
95 %Simulasi jaringan yang akan diujikan
96 for i = 1 : n
97 Y(i) = sim(net, P(:,i));
53

98 end
99
100 cla (handles.axes2, 'reset');
101
102 x = 1:n;
Gambar 5.4. Implementasi program pengujian
Banyaknya perulangan yang dilakukan sesuai dengan banyaknya data uji
yang dibaca. Perintah sim merupakan perintah simulasi dari neural network dengan
komponen jaringan berupa net dan input berupa P. Sedangkan nilai Y merupakan
nilai keluaran hasil simulasi dan nilai Y ini yang akan digunakan untuk menentukan
proses identifikasi cairan mudah terbakar dan cairan tidak mudah terbakar.
Selanjutnya, hasil keluaran berupa nilai Y ini akan diseleksi dengan nilai
target yang telah ditentukan sebelumnya dengan menggunakan perintah if-else.
Ketika nilai Y bernilai benar maka keluaran akhir dari program akan
mengidentifikasi sampel tertentu. Sedangkan apabila nilai Y bernilai salah, maka
keluaran akhirnya akan mendeteksi sampel yang lainnya. Program seleksi nilai
keluaran Y ini dapat dilihat pada Gambar 5.5. Pada program tersebut, terdapat
perintah perulangan yaitu for i=1:n. Perintah ini menunjukkan bahwa program
seleksi data akan berhenti apabila data-data tersebut telah terseleksi semuanya.
Pertintah round digunakan untuk melakukan pembulatan ke bilangan bulat
terdekat. Mula-mula program mengambil nilai keluaran Y, yang kemudian jika nilai
keluaran Y tersebut sama dengan 0 maka tampilan pada grafik adalah simbol (o)
berwarna merah. Jika nilai keluaran Y sama dengan 1 maka akan tertampil pada
grafik yaitu simbol (□) berwarna hijau. Sedangkan apabila nilai keluaran Y tersebut
tidak masuk kedalam nilai 0 dan 1 maka akan tertampil pada grafik dengan simbol
(◊). Selain itu, pada masing-masing seleksi terdapat nilai variabel hasil yang akan
menyimpan nilai dari masing-masing sampel. Kemudian proses perulangan ini akan
dihentikan apabila semua data telah terbaca. Disamping itu, setiap pembacaan nilai
keluaran Y yang dihasilkan akan dilakukan peoses seleksi yang sesuai dengan nilai
target yang diberikan. Tetapi apabila tidak ada nilai target yang sesuai maka
54

informasi tersebut tidak masuk pada kedua sampel yang diberikan. Hasil akhir dari
proses pengujian ini kemudian akan disimpan secara permanen dalam extensi file
(*.mat). Apabila sudah tersimpan dalam memori sekunder, nilai data yang
tersimpan dalam file tersebut dapat dipanggil kembali ke memori dengan perintah
load.
104 %Menentukan nilai keluaran identifikasi dari nilai target
105 %MT = Mudah Terbakar
106 %TT = Tidak Terbakar
107
108 MT = 0;
109 TT = 0;
110 for i = 1: n
111 hold on
112 if round (Y(i)) == 0
plot (x(1,i), Y(1,i),
113 'linestyle','.','Marker','o','MarkerSize',10,'MarkerFaceColor
','r');
114 MT = MT + 1;
115 else if round (Y(i)) == 1
plot (x(1,i), Y(1,i),
116 'linestyle','.','Marker','s','MarkerSize',10,'MarkerFaceColor
','g');
117 TT = TT + 1;
118 else
plot (x(1,i), Y(1,
119 i),'linestyle','.','Marker','d','MarkerSize',10,'MarkerFaceCo
lor', 'k');
120 end
121 end
122
123 set(handles.edit7,'string',MT);
124 set(handles.edit8,'string',TT);
125 for i = 1:length(x)
126 text(x(i)+.1,Y(i),num2str(x(i)));
127 end
128 hold off
129 xlim([0 n+0.3]);
130 ylim([-0.3 1.3]);
131 end
132 save hasil_uji.mat Y
133 guidata(hObject, handles);

Gambar 5.5. Program seleksi keluaran jaringan


BAB VI
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini mengulas tentang hasil analisa dari hasil penelitian dan
pengujian yang telah dilakukan sehingga dengan adanya analisa ini diharapkan hasil
pengujian dan pembahasan tersebut sesuai dengan tujuan yang dicapai. Pengolahan
data dan analisa dilakukan setelah mendapatkan data dari hasil pengujian berupa
analisa respon sensor. Setelah mendapatkan hasil pengujian berupa respon sensor,
kemudian dilakukan proses ekstraksi ciri. Pelatihan biasanya dilakukan variasi pada
parameter-parameter pelatihan dan pengujian yang dilakukan dengan melihat
pengaruh dari parameter-parameter pelatihan terhadap kecepatan pelatihan

6.1. Analisis Respon Sensor Untuk Cairan Mudah Terbakar dan Cairan Comment [M24]: analisa diganti jadi
analisis
Tidak Mudah Terbakar alat yang sudah ada kenapa diuji lagi?
perbaikan: tidak diuji lagi, tetapi data yang
Pengolahan dan analisis data respon sensor bertujuan untuk mendapatkan sudah ada dilakukan analisis dan
pengolahan data.
informasi berupa hasil analisis data menggunakan metode Principal Component
Analysis (PCA) untuk klasifikasi sampel cairan mudah terbakar dan cairan tidak
mudah terbakar. Sedangkan untuk proses identifikasi cairannya berbasis jaringan
syaraf tiruan dengan metode backpropagation.
Preparasi sampel dilakukan dengan membuat sampel uji sesuai dengan
prosedur penelitian yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini dibuat 3 jenis
konsentrasi untuk setiap sampel. Seperti pada sampel cairan yang mudah terbakar,
ethanol dibuat 3 buah konsentrasi sebesar 30%, 50%, dan 96% dan untuk sampel
aseton dibuat 3 buah konsentrasi sebesar 30%, 50%, dan 99%. Sedangkan pada
sampel cairan yang tidak mudah terbakar, seperti sampel formalin dibuat 3 buah
konsentrasi sebesar 2%, 5%, dan 10%, serta untuk sampel ammonium hidroksida
dibuat 3 buah konsentrasi sebesar 10%, 15%, dan 25%. Masing-masing sampel
mempunyai volume 30 mL.

55
56

Variasi konsentrasi dari berbagai macam jenis cairan dilakukan karena


sensor-sensor electronic nose memiliki respon (amplitudo sinyal) yang lebih besar
terhadap suatu sampel dengan aroma yang lebih kuat atau terhadap senyawa gas
dengan konsentrasi yang lebih tinggi, dibandingkan dengan sampel atau senyawa
dengan aroma lemah atau terhadap konsentrasi senyawa gas rendah. Peralatan yang
digunakan pada penelitian ini adalah electronic nose dengan tipe aliran udara
dengan menggunakan selang dan valve untuk mengendalikan udara yang mengalir
lewat selang. Dan sensor-sensor yang digunakan pada electronic nose ini yaitu TGS
2620, TGS 2201, TGS 822, TGS 813, dan TGS 2610. Sinyal keluaran dari masing-
masing sensor berasal dari sampel yang diperoleh saat proses pengambilan data
yang dilakukan selama 2 menit. Sebelum proses pengambilan data dilakukan proses
flushing selama 5 menit. Kemudian respon pada masing-masing sensor terhadap
sampel yang diberikan menghasilkan 10 puncak (peak) yang digrafikkan dalam
bentuk satuan tegangan miliVolt (mV) terhadap waktu (detik).

Gambar 6.1. Respon sensor untuk sampel cairan yang mudah terbakar
57

Gambar 6.2. Respon sensor untuk sampel cairan yang tidak mudah
terbakar
Berdasarkan grafik respon sensor yang ditunjukkan pada Gambar 6.1 dan
Gambar 6.2 dapat dilihat bahwa sinyal respon sensor e-nose pada pengujian sampel
cairan mudah terbakar mempunyai nilai respon (amplitudo) yang lebih besar
dibandingkan dengan sinyal respon pada pengujian sampel cairan tidak mudah
terbakar. Sensor yang respon lebih tinggi pada cairan yang mudah terbakar adalah
sensor 813, sedangkan sensor yang respon lebih tinggi pada cairan yang tidak
mudah terbakar adalah sensor TGS 2620. Perbedaan respon dari keenam sensor
tersebut disebabkan karena masing-masing sensor memiliki kepekaan tersendiri
terhadap gas-gas yang dihasilkan oleh sampel. Kombinasi gas-gas tersebut
membentuk suatu aroma yang memiliki pola tersendiri.
6.2. Ekstraksi Ciri

Tahapan selanjutnya yang dilakukan setelah diperoleh respon dari keenam


sensor tersebut adalah tahap ekstraksi ciri sebelum digunakan sebagai masukan Comment [M25]: kok Cuma 5?
digambar kan ada 6. mana analisanya?
untuk proses klasifikasi dan identifikasi. Ekstraksi ciri yang digunakan dalam
analisis penelitian ini adalah mencari nilai selisih antara nilai maksimum dan nilai
baseline yaitu nilai minimum dari masing-masing puncak. Metode yang digunakan
untuk mencari nilai tersebut adalah dengan menggunakan metode differensial. Nilai
baseline didapat dari pengukuran hasil odour off yang dilakukan selama 2 menit,
kemudian untuk pengambilan data dilakukan selama 2 menit, sedangkan untuk
selanjutnya dilakukan proses odour off kembali. Nilai respon sensorketika terpapar
58

udara bebas (flushing) dan sesudah pengambilan data untuk satu periode,
ditunjukkan oleh Gambar 6.3.

Gambar 6.3. Proses ekstraksi ciri dengan menggunakan metode differensial Comment [M26]: Gambar 6.3. Respon
sensor dengan metode differensial untuk
sampel cairan mudah terbakar -> diganti
menjadi proses ekstraksi ciri dengan
Dari Gambar 6.3 tersebut dapat dilihat hasil dari proses ektraksi ciri menggunakan metode differensial

menggunakan metode differensial. Hasil yang diperoleh, baseline awal dari respon
sinyal dari sensor-sensor ini adalah 0. Sensor yang memiliki respon paling cepat
berdasarkan settling time masing-masing sensor yaitu sensor TGS 822, TGS 2620,
TGS 813, TGS 2201, adapun sensor yang tidak respon pada adalah sensor 2610.
Untuk kembali pada keadaan awal (baseline) setelah melalui proses pengambilan
data, setiap sensor membutuhkan waktu yang berbeda. Sehingga dibutuhkan proses
ekstraksi ciri menggunakan metode differensial agar didapatkan nilai baseline yang
sama.

6.3. Analisis Klasifikasi Sampel dengan PCA

Analisis data dengan menggunakan metode Principal Component Analysis


(PCA) bertujuan untuk mereduksi dimensi variabel yang saling berkorelasi menjadi
variabel tereduksi yang tak berkorelasi secara linear yang disebut sebagai principle
component (komponen utama) untuk menjelaskan semaksimal mungkin variansi
59

yang terjadi dengan seminimal mungkin jumlah komponen utama. Jumlah variabel
masukan pada proses PCA adalah 6 variabel yang mewakili jumlah sensor pada e-
nose, variabel ini pada akhirnya akan direduksi menjadi dua dimensi yang terdiri
dari komponen utama pertama (PC1) dan komponen utama kedua (PC2) yang dapat
mewakili presentase nilai variansi yang signifikan dari total keseluruhan variansi
data yang terjadi dan digunakan untuk membuat grafik visualisasi data dua dimensi
untuk analisis dan interpretasi informasi secara kualitatif. Comment [M27]: penjelasan analisanya
ada paragraf selanjutnya

Untuk mereduksi dimensi data menjadi penglasifikasian pola tiap sampelnya


dilakukan proses transformasi matriks n x n yang terdiri dari banyak data (6
variabel parameter dengan jumlah element data yang banyak). Dalam proses
transformasi matriks dibutuhkan nilai karakteristik atau ciri matriks yang terdiri dari
eigen value dan eigen vector.

Proses analisis data menggunakan PCA dilakukan melalui beberapa tahap.


Tahap pertama adalah membentuk matriks kovarian berdasarkan data masukan awal
yang terdiri dari 6 variabel terikat (dependent variable) yang mewakili 6 sensor e-
nose yang secara berturut-turut yaitu TGS 2620, TGS 2201A, TGS 2201B, TGS
822, TGS 813, dan TGS 2610. Kovariansi dari dua variabel acak adalah ukuran
hubungan linear antara sepasang variabel yang menyatakan seberapa besar dua
variabel acak tersebut menyimpang dari mean secara bersama-sama. Jika dua
variabel tersebut cenderung menyimpang ke arah yang sama dari nilai mean, yaitu
sama-sama diatas nilai mean atau sama-sama dibawah nilai mean, maka kovariansi
antara dua variabel itu adalah positif. Sedangkan jika dua variabel tersebut
menyimpang kea rah yang berlawanan dari nilai mean, yaitu jika salah satu diatas
nilai mean dan yang lain dibawah nilai mean dan sebaliknya, maka kovariansi
antara dua variabel itu adalah negatif. Jika kedua variabel saling bebas secara
linear, maka kovariansi antara dua variabel tersebut adalah nol.
60

Kedua sampel cairan yang mudah terbakar yang terdiri dari ethanol dan
aseton sudah dapat terpisah satu sama lain. Hal ini juga terjadi pada kedua sampel
cairan yang tidak mudah terbakar yang terdiri dari ammonium hidroksida dan
formalin. Keduanya sudah dapat terpisah satu sama lain. Pemisahan keempat
sampel ini kemudian diuji lagi dengan menyatukan keempat sampel menjadi satu
masukan pada PCA. Pengujian keempat sampel ini dilakukan untuk mengetahui
apakah e-nose mampu membedakan keempat sampel ini apabila datanya disatukan.
Tahap analisis PCA dilakukan seperti pada tahap analisis yaitu pertama dengan
membentuk matriks kovarian, sehingga didapatkan matriks kovarian C1 sebagai
berikut:

C1 =
513996 92427 387015 745312 388615 38555
92427 102881 151906 308563 114991 25025 Comment [M28]: ini adalah matriks
covarian yaitu tahap analisis PCA pertama
387015 151906 524201 829989 437151 45614 kali
745312 308563 829989 1747416 733614 107499
388615 114991 437151 733614 453580 41132
38555 25025 45614 107499 41132 18324

Berdasarkan matriks kovarian C1 diatas dapat diketahui bahwa nilai varian


terbesar terdapat pada elemen matriks C144 yang merupakan nilai varian dari sensor
TGS 822 sehingga dapat dikatakan bahwa sensor TGS 822 memiliki sensitivitas
paling tinggi dalam membedakan keempat sampel ini, sedangkan nilai varian
terkecil terjadi pada elemen matriks C166 yang mewakili nilai varian dari sensor
TGS 2610 sehingga dapat diketahui bahwa sensor TGS 2610 memiliki nilai
sensitivitas paling rendah dalam membedakan keempat sampel ini. Hal ini juga
dapat dilihat dari loading plot keempat sampel ini pada Gambar 6.17.
61

Comment [M29]: kok lima? sebenarnya


ada 6 pak, tapi yg sensor TGS 2610 itu
garisnya tidak melebar. ini menunjukkan
bahwa sensor ini kurang peka terhadap
sampel.

Gambar 6.4. Grafik loading plot sampel campuran

Gambar 6.4 menunjukkan bahwa sensor TGS 822 memiliki sensitivitas


paling tinggi dalam membedakan keempat sampel ini. Sensor lain yang juga
berperan dalam membedakan keempat sampel ini adadlah sensor TGS 2201B, TGS
813, TGS 2201A dan TGS 2620. Sedangkan sensor TGS 2610 memiliki sensitivitas
paling rendah dalam membedakan keempat sampel ini.

Tabel 6.1 memuat nilai eigen value hasil penghitungan eigen pada matriks
kovarian data keempat sampel campuran ini. Dua eigen value pertama mampu
menghasilkan persentase variansi kumulatif sebesar 93,3% dari total variansi yang
terjadi pada keseluruhan data, dengan proporsi 87,3% untuk eigen value pertama
dan 6,0% untuk eigen value kedua.

Tabel 6.1. Eigen value data sampel campuran


Eigenvalue 2934365 202231 135761 44066 33746 10229
Proportion 0,873 0,060 0,040 0,013 0,010 0,003
Cumulative 0,873 0,933 0,974 0,987 0,997 1,000
62

Matriks eigen vector V2 yang terbentuk dari hasil perhitungan eigen pada
matriks kovarian data sampel daging campuran adalah sebagai berikut:

V2 =
-0,358447 0,672433 0,545776 0,310760 -0,157645 -0,007380
-0,130023 -0,326598 -0,124321 0,353474 -0,839381 0,177391
-0,391713 0,113278 -0,626807 0,569001 0,329735 -0,091403
-0,756715 -0,507022 0,298310 -0,197731 0,198374 0,053603
-0,355722 0,405843 -0,451906 -0,643635 -0,295819 0,052527
-0,044896 -0,080976 0,024017 -0,036854 0,187086 -0,976981

Berdasarkan eigen vector diatas dapat diperoleh persamaan untuk komponen


utama pertama (PC1) dan komponen utama kedua (PC2) sebagai berikut:

PC1 = 0,358TGS2620 + 0,130 TGS2201A + 0,392TG2201B + 0,757TGS822 +


0,356 TGS813 + 0,045TGS2610
PC2 = -0,672 TGS2620 + 0,326 TGS2201A –0,113 TGS2201B + 0,507 TGS822 -
0,406 TGS813 + 0,081TGS2610
Dari persamaan kedua komponen utama tersebut selanjutnya dihitung dua
nilai komponen utama untuk seluruh data dan kemudian dilakukan plotting grafik 2
dimensi dengan PC1 sebagai sumbu x dan PC2 sebagai sumbu y. hasil score plot
PC1 dan PC2 untuk sampel campuran ini ditunjukkan pada Gambar 6.5.
63

Gambar 6.5. Grafik score plot PCA untuk sampel campuran


Dua komponen pertama PC1 dan PC2 dalam mempresentasikan data secara
visual melalui score plot mampu menjelaskan persentase variansi data sebesar
93,3% dari total variansi data keseluruhan dengan persentase variansi komponen
utama pertama dan kedua secara berturut-turut yaitu 87,3% dan 6%. Pada grafik
tersebut dapat diamati bahwa kumpulan (cluster) titik-titik data pada masing-
masing jenis sampel dapat terpisah satu sama lainmeskipun terdapat cluster yang
saling tumpang tindih sebagian yaitu pada cluster sampel ammonium hidroksida
dan formalin, juga pada ethanol dan aseton. Berdasarkan pengamatan pada grafik
Gambar 6.5 dapat diketahui bahwa e-nose mampu membedakan sampel campuran
berdasarkan karakteristik aromanya.
64

6.4. Proses Identifikasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

6.4.1. Pengujian Parameter Pelatihan Backpropagation

Implementasi pengujian parameter pelatihan backpropagation bertujuan


untuk memilih parameter terbaik pada jaringan backpropagation dalam
mengidentifikasi cairan yang mudah terbakar dan cairan yang tidak mudah terbakar.
Proses pelatihan dari JST-BP ini dapat dilihat pada Gambar 6.6.

Gambar 6.6. Proses pelatihan JST-BP

Pada Gambar 6.6 dapat dilihat bahwa proses pelatihan dihentikan ketika
proses ini sudah mencapai target yang telah ditentukan. Proses ini berhenti pada
epochs ke-192. Proses ini juga menghasilkan nilai MSE yang nantinya dapat
mengitung akurasi dari proses pelatihan ini. Variasi yang dilakukan untuk pengujian
parameter ini mempengaruhi proses lama atau tidaknya suatu proses pelatihan.
Pada penelitian ini, variasi yang dilakukan adalah dengan memvariasi parameter
pelatihan. Parameter yang diujikan pada proses pelatihan backpropagation, yaitu
65

membandingkan parameter learning rate dan goal untuk mendapatkan hasil MSE
dan epoch paling kecil. Nilai MSE yang dihasilkan dari proses pelatihan akan
ditampilkan pada tampilan antarmuka GUI pada Gambar 6.7 menunjukkan nilai
MSE hasil pelatihan jaringan JST-BP dengan nilai 0,0067729.

Gambar 6.7. Tampilan proses pelatihan JST-BP

Jumlah data pelatihan yang digunakan pada proses pelatihan jaringan yaitu
150 buah, setiap sampel menyuguhkan 75 buah data untuk proses pelatihan ini.
Data latih yang telah dikumpulkan ini kemudian dimasukkan kedalam notepad yang
nantinya akan dipanggil dengan tombol data latih. Setelah dilakukan proses
pelatihan yang maksimal dengan nilai MSE yang kecil, maka sudah bisa dilakukan
proses pengujian jaringan. Hasil pengujian jaringan JST-BP ini dapat dilihat pada
Gambar 6.8. Sebelum dilakukan proses uji, dilakukan pemeriksaan data yang telah
terseimpan pada notepad data uji yang telah tersimpan pada tombol data uji. Data
uji yang digunakan pada penelitian ini adalah 100 buah data yang terdiri atas 25
buah data dari masing-masing sampel. Dari hasil pengujian ini dapat diketahui
bahwa dari 50 data cairan mudah terbakar yang bisa diidentifikasi oleh jaringan
adalah 49, sedangkan 50 data cairan tidak mudah terbakar yang bisa diidentifikasi
dari hasil pengujian ini adalah 51. Hal ini dikarenakan ada satu nilai dari data uji
66

pada kelompok data cairan mudah terbakar yang nilainya hampir mirip dengan nilai
target cairan tidak mudah terbakar.

Gambar 6.8. Proses pengujian jaringan JST-BP

6.4.2. Pelatihan Jaringan dengan Perbandingan Variasi Learning Rate dan


Goal

Variasi learning rate dan goal yang dilakukan pada penelitian ini dengan
cara memvariasi kedua parameter ini dengan nilai 1, 0.1, 0.01, 0.001, 0.0001.
Sedangkan dalam proses pelatihan digunakan nilai epoch sebesar 1000 dan jumlah
hidden layer sebanyak 1 layer. Dengan jumlah 6 neuron pada hidden. Adapun
jumlah data sampel yang digunakan pada cairan yang mudah terbakar dan cairan
yang tidak mudah terbakar untuk proses pelatihan sebanyak 300 data.

Berdasarkan perbandingan nilai learning rate dan nilai goal ini diperoleh
nilai error pelatihan sebesar 0.0088 dan akurasinya sebesar 99,1%. Sedangkan hasil
perbandingan dari nilai learning rate dan goal ini dapat dilihat pada Tabel 6.2.
67

Tabel 6.2. Hasil nilai error dan epoch terkecil dengan variasi learning
rate dan goal
α 1 0,1 0,01 0,001 0,0001

Goal MSE Epochs MSE Epochs MSE Epochs MSE Epochs MSE Epochs

1 0,5533 3 0,8432 1 0,9984 153 0,6527 1 0,7 0

0,1 0,2997 88 0,3116 23 0,3133 62 0,3160 105 0,2826 3

0,01 0,0997 795 0,0983 37 0,0315 286 0,0949 121 0,0654 68 Comment [M30]: angka-angka
penulisan tidak baku

0,001 0,0254 99 0,3159 607 0,0308 871 0,0316 470 0,0311 237

0,0001 0,00999 128 0,00987 376 0,0994 306 0,0088 133 0,0094 185

Dengan dilakukannya perbandingan variasi learning rate dan goal bertujuan


untuk memperoleh laju pembelajaran (learning rate) dan goal yang paling optimal.
Pada Tabel 6.8 diatas menunjukkan hasil pelatihan jaringan dimana pada learning
rate 0,001 dan goal 0,0001 didapatkan hasil MSE sebesar 0,0088 dengan nilai
epoch sebesar 133. Hasil pelatihan jaringan dengan variasi kedua parameter ini
dapat dilihat dari kecilnya MSE dan epochs yang didapatkan sehingga dapat
mengoptimalisasi hasil yang akan didapatkan dalam mengidentifikasi sampel.
Parameter yang digunakan pada pelatihan ini menggunakan arsitektur jaringan dan
parameter yang telah dilatihkan sebelumnya untuk melihat unjuk kerja aplikasi yang
telah dibuat ini. Berdasarkan hasil pengujian diatas dengan melakukan variasi
learning rate dan goal didapatkan konfigurasi parameter jaringan optimal sebagai
berikut.

1. Algoritma jaringan syaraf tiruan : Backpropagation


2. Arsitektur jaringan : 6-6-1
3. Jumlah neuron input :6
68

4. Jumlah hidden layer :6


5. Jumlah neuron keluaran :1
6. Laju pembelajaran (learning rate) : 0,001
7. Maksimum iterasi (epochs) : 1000
8. Target error (goal) : 0,0001
9. Fungsi aktivasi : logsing, tansig

Kualitas hasil pembelajaran dapat dilihat dari nilai MSE dengan nilai epochs-nya.
Kualitas hasil pembelajaran sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6.9 yang
menunjukkan grafik performa yang menggambarkan penurunan MSE pada setiap
epochs.

Gambar 6.9. Grafik MSE hasil pelatihan

Dengan memberikan nilai learning rate dan goal yang optimal, maka nilai
MSE akan menurun tajam dengan simpangan yang besar pada epochs awal. Adapun
jika dilihat dari grafik (goal) maka nilai tersebut bergerak menurun menuju posisi
69

yang diinginkan (10-4) atau dengan kata lain proses pelatihan sudah berhasil
dilakukan.
70

BAB VII
KESIMPULAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut:

1. Kandungan senyawa gas ethanol dan aseton yaitu CO, H2, dan OH.
Sedangkan kandungan senyawa gas formalin dan ammonium hidroksida
yaitu CO, OH, dan NH4. Sehingga dipilih jenis sensor yang responnya
mendekati senyawa gas-gas yang terkandung pada sampel. Adapun 6
jenis sensor tersebut adalah TGS 2620,TGS 822, TGS 2610, TGS 2201,
dan TGS 813.
2. Dengan menggunakan metode PCA dapat mengklasifikasi sampel
ethanol dan aseton dengan persentase variansi data sebesar 83,3%.
Sedangkan untuk sampel formalin dan ammonium hidroksida persentase
variansi data sebesar 91,1%. Adapun untuk pengujian campuran
(keseluruhan sampel) menghasilkan variansi data sebesar 93,3%.
3. Parameter-parameter optimal untuk arsitektur jaringan syaraf tiruan
backpropagation untuk pelatihan dengan leraning rate 0,001, nilai goal
0.0001, dan MSE yaitu 0,0088 dengan tingkat akurasi sistem 99,1%.

7.2. Saran

Saran yang disampaikan penulis untuk pengembangan penelitian yang akan


datang adalah sebagai berikut:

1. Dilakukan analisis data dengan metode analisis yang lebih baru dan
dilakukan perbandingan untuk mengetahui metode yang paling efektif untuk
analisis data pada e-nose.

70
71

2. Dilakukan analisis perancangan untuk membuat suatu sistem e-nose yang


langsung dapat mengidentifikasi sampel.
3. Dilakukan pengujian dengan sampel dan variasi sampel yang lebih banyak
untuk mengetahui potensi penggunaan e-nose yang lebih luas lagi.
4. Dilakukan pengidentifikasian data dengan jaringan syaraf tiruan
menggunakan metode lainnya dan dilakukan perbandingan untuk
mengetahui metode yang paling efektif untuk analisa data pada e-nose.
72

DAFTAR PUSTAKA

Bhattacharyya, N. dkk, 2012, Instrumental Testing of Tea by Combining The


Response of Electronic Nose and Tounge, Journal of Food Engineering
Kalkuta, India.

Chakraborty, R., 2010, Fundamentals of Neural Network,


http://www.myreaders.info/08_Neural_Network.pdf, diakses pada 12 Januari
2015

Ciosek, P., Wroblewski, W., 2006, Electronic Tongue for Flow Through Analysis of
Beverages. Sensor and Aqtuator B. Chemical 118 (1/2), 454-460.

Dony, K., 2012, Mencega dan menanggulangi Kebakaran,


http://www.dony153jrc.blogspot.com/2012/12/mencegah-dan-
menanggulangi-kebakaran.html, diakses pada 13 Januari 2015.

Firdaus, R.R., 2013, Identifikasi Cat Mobil Berbasis Electronic Nose, Skripsi,
Jurusan Elektronika dan Instrumentasi FMIPA UGM, Yogyakarta.

Gardner, J.W dan Cole, M., 2003, Integrated Electronic Noses and Microsystems
for Chemical Analysis, Pearce, T.C., Schiffman, S.S., Nagle, H.T., dan
Gardner, J.W., Handbook of Machine Olfaction: Electronic Nose
Technology, WILEY-VCH, Weinheim.

Gutes, A., Ibanez, A., Cespedes, F., Alegret, S., Del, V.M., 2005, Simultaneous
Determination of Phenolic Compounds by Means of An Automated
Voltammetric “Electronic Tongue” . Anal Bioanal Chem 382: 471.

Gutierrez-Osuna, R., Nagle, H.T., Kermani, B., dan Schiffman, S.S., 2003, Signal
Conditioning and Preprocessing, Handbook of Machine Olfaction:
Electronic Nose Technology, WILEY-VCH, Weinheim.

Hermawan, A., 2006, Jaringan Syaraf Tiruan: Teori dan Aplikasi, Andi,
Yogyakarta.

Mergasari, D., Samingun, H., Henny, P., 2010, Metode Klasifikasi Analisis
Diskriminasi dan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation pada kasus
klasifikasi pola makan pada balita, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Surabaya.

72
73

Nugroho, J., Dwi, M., Sri, R., dan Nursigit, B., 2008, Aplikasi Jaringan Syaraf
Tiruan Untuk Identifikasi Aroma Teh Menggunakan Electronic Nose,
Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008, Yogyakarta, 18-19
November 2008.

Puspitaningrum, D., 2006, Pengantar Jaringan Syaraf Tiruan, Andi Offset,


Yogyakarta.

Rahmani, M.N., 2014, Rancang Bangun Electronic Nose Untuk Klasifikasi Bensin
Murni dan Premium Campuran, Skripsi, JurusanElektronika dan
Instrumentasi FMIPA UGM, Yogyakarta.

Ruckler, C.K., Stenberg, M., WInquits, F., Lundstorm, I., 2001, Electronic Nose for
Enviromental Monitoring Based On Sensor arrays and Pattern Recognition:
A Review. Analytica Chimica Acta 426 (2001) 217-226.

Siang, J.J., M.Sc, Drs., 2005, Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya
Menggunakan Matlab, Yogyakarta, Andi Offset.

Tang, L., Zang, G.M., Shen G.L., Zang, Y., Huang, G.H., Li, J.B., 2006,
Simultaneous Amperometric Determination of Lignin Peroxidase and
Manganese Peroxidase Activies in Compost Bioremidiation Using Artificial
Neural Networks. Anal Chim Acta 579: 109

Triyana, K., Kurniawati, A.D., Hardoyo, F., dan Chotimah, 2012, Penerapan
Metode Ekstraksi Ciri Berbasis Transformasi Wavelet Disktrit Untuk
Meningkatkan Unjuk Kerja Electronic Nose, Prosiding Pertemuan Ilmiah
XXVI HFI Jateng & DIY, Perworejo, 14 April 2012, ISSN,: 0853-0823
Laboratorium Fisika Material dan Instrumentasi Jurusan Fisika FMIPA
UGM, Yogyakarta.

Zhang, S., Changsheng, X., Dawen, Z., Qinyi, Z., Huayao, L., Zikui, B., 2007, A
Feature Extraction Method and Sampling System For Fast Recognation of
flammable liquids with a portable e-nose, Department of Material Science
and Engineering, China.

Zupan, J., 1994, Introduction of Artificial Neural Network (ANN) methods: what
they are and how to use them. Acta Chimica Slovenica 41: 327.

Anda mungkin juga menyukai