Anda di halaman 1dari 30

Penuntun CSL SISTEM URINARI

CLINICAL SKILL LABORATORY (CSL)

MATA KULIAH BLOK SISTEM URINARI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016
Page30
PENDAHULUAN

Buku panduan skill lab neurologi ini berisi 5 (lima) keterampilan utama, yaitu :
1. Pengkajian Sistem Perkemihan (normal & abnormal)
2. Keterampilan Irigasi Kandung Kemih
3. Ketrampilan Pemasangan Kondom Kateter dan Perawatan Kateter Suprapubik
4. Ketrampilan Perawatan Selang Nefrostomi
5. Ketrampilan Kegel Exercise & Bladder Training

Buku Penuntun ini selain memuat panduan belajar langkah-langkah persiapan


keterampilan klinik, beberapa keterampilan klinik yang dapat diberikan pada klien dengan
gangguan system Perkemihan, juga berisi daftar tilik sebagai lembar penilaian dari
instruktur terhadap mahasiswa sebagai akhir serta membantu dalam menilai kemajuan
tingkat keterampilan yang di latih.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan
penyusunan buku penuntun ini,

Makassar, September 2016

Koordinator Skill Lab.


SISTEM PERKEMIHAN

TATA TERTIB KEGIATAN CSL (CLINICAL SKILL LABORATORY)


Page30
Sebelum Pelatihan
Membaca penuntun belajar (manual) keterampilan Klinik Sistem Perkemihan dan bahan
bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan dilakukan.

Selama Pelatihan
1. Datang 15 menit sebelum CSL dimulai
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan CSL sesuai dengan jadwal rotasi yang telah
ditentukan.
3. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap kegiatan
CSL.
4. Memakai atribut / nama yang ditempelkan pada jas laboratorium. Jilbab
dimasukkan ke bagian dalam jas laboratorium
5. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan
6. Bagi kegiatan yang menggunakan model memperlakukan model tersebut seperti
manusia atau bagian tubuh manusia.
7. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin setiap
alat / bahan yang ada pada ruang CSL.
8. Setiap selesai kegiatan CSL mahasiswa harus merapikan kembali alat dan bahan
yang telah digunakan.

Pada saat ujian CSL


1. Ujian dapat diikuti apabila kehadiran pada kegiatan CSL minimal 80%.
2. Membawa kartu kontrol yang telah ditandatangani oleh coordinator instruktur CSL.
3. Bagi yang tidak ikut ujian karena sakit diwajibkan membawa keterangan bukti
diagnosis dari dokter paling lambat 3 hari setelah tanggal sakit.

SANKSI PELANGGARAN TATA TERTIB CSL


1. Bagi mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan CSL pada materi tertentu, maka
mahasiswa tersebut tidak diperkenankan mengikuti kegiatan CSL pada jadwal
berikutnya untuk materi tertentu tersebut.
Page30
2. Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan CSL tidak sesuai dengan jadwal rotasinya
dianggap tidak hadir.
3. Bagi mahasiswa yang presentase kehadiran CSLnya <80% dari seluruh jumlah tatap
muka CSL, maka mahasiswa tidak dapat mengikuti ujian CSL.

TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian Sistem Urinari
2. Mahasiswa mampu melakukan ketrampilan pemasangan kondom kateter
3. Mahasiswa mampu melakukan ketrampilan irigasi kandung kemih
4. Mahasiswa mampu melakukan ketrampilan perawatan nefrostomi
5. Mahasiswa mampu melakukan ketrampilan pengambilan sampel urine pada
pemeriksaan urinalisa
6. Mahasiswa mampu melakukan ketrampilan Latihan Kegel’s Exercise dan Bladder
Training
7. Mahasiswa mampu melakukan persiapan CAPD dan Hemodialisa

PEMASANGAN KONDOM KATETER

1. Pengertian
Alat drainase urine eksternal yang mudah digunakan dan aman untuk mengalirkan
urine pada klien

2. Tujuan
a. Mengumpulkan urine dan mengontrol urine inkontinen
Page30

b. Klien dapat melakukan aktifitas fisik tanpa harus merasa malu karena adanya
kebocoran urine (ngompol)
c. Mencegah iritasi pada kulit akibat urine inkontinen.

3. Persiapan
Persiapan pasien
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang
akan dilaksanakan.
d. Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
e. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam.
f. Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
g. Privacy klien selama komunikasi dihargai.
h. Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
i. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)

Persiapan alat
a. Selaput kondom kateter
b. Strip elastic
c. Kantung penampung urine dengan selang drainase
d. Baskom dengan air hangat dan sabun
e. Handuk dan waslap
f. Selimut mandi
g. Sarung tangan
h. Gunting

4. Prosedur
a. Cuci tangan
Page30

b. Tutup pintu atau tirai samping tempat tidur


c. Jelaskan prosedur pada klien
d. Gunakan sarung tangan
e. Bantu klien pada posisi terlentang. Letakkan selimut diatas bagian tubuh bagian atas
dan tutup ekstremitas bawahnya dengan selimut mandi sehingga hanya genitalia
yang terpajan
f. Bersihkan genitalia dengan sabun dan air, keringkan secara menyeluruh
g. Siapkan drainase kantong urine dengan menggantungkannya ke rangka tempat tidur.
h. Dengan tangan nonn dominan genggam penis klien dengan kuat sepanjang
batangnya.
i. Dengan tangan dominan, pegang kantung kondom pada ujung penis dan dengan
perlahan pasangkan pada ujung penis
j. Sisakan 2,5 sampai 5 cm ruang antara glands penis dan ujung kondom
k. Lilitkan batang penis dengan perekat elastic.
l. Hubungkan selang drainase pada ujung kondom kateter
m. Posisikan klien pada posisi yang aman
n. Pasien dirapihkan kembali
o. Alat dirapihkan kembali
p. Mencuci tangan
q. Melaksanakan dokumentasi :
1. Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan
klien
2. Catat tgl dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan
tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien
3. prosedur pelaksanaan irigasi kandung kemih :
a. pengkajian
- kaji program dokter untuk tipe irigasi dan larutan irigasi yang digunakan
- kaji warna urine dan adanya lendir atau sedimen
- tentukan kateter yang akan dipasang (3lumen atau dua lumen)
- menentukan kepatenan selang drainase
Page30
b. perencanaan
1. cuci tangan
2. siapkan alat : sarung tangan bersih, larutan irigasi steril, selang irigasi, klem,
tiang infus, swab antiseptic, dan alas
c. Implementasi
1. identifikasi klien
2. jelaskan prosedur dan tujuan kepada klien
3. cuci tangan dan kenakan sarung tangan
4. pasang sampiran dan atur pencahayaan
5. kaji abdomen bagian bawah untuk melihat adanya distensi
6. atur posisi klien , misal dorsal recumbent untuk wanita bila mampu, jika
tidak posisi supine
7. pasang alas dibawah kateter
8. keluarkan urin dari urin bag ke dalam wadah
9. dengan menggunakan teknik a septic masukan ujung selang irigasi ke
dalam larutan irigasi
10. tutup klem pada selang dan gantung larutan irigasi pada tiang infuse
11. buka klem dan biarkan larutan mengalir melalui selang, pertahankan ujung
selang tetap steril,tutup klem
12. disinfeksi porta irigasi pada kateter berlumen tiga dan sambungkan ke
selang irigasi
13. pastikan kantung drainase dan selang terhubung kuat ke pintu masuk
drainase pada kateter berlumen tiga
14. kateter tertutup continues intermitten : buka klem irigasi dan biarkan cairan
yang di programkan mengalir memasuki kandung kemih (100ml adalah
jumlah yang normal pada orang dewasa) . tutup selang irigasi selama 20-30
menit dan kemudian buka klem selang drainase
15. kateter tertutup continues :
hitung kecepatan tetesan larutan irigasi (slow rate 10-20 tetes/menit, fast
Page30
rate 20-40rate/menit) dan periksa volume drainase di dalam kantung
drainase. pastikan bahwa selang drainase paten dan hindari lekukan selang
16. buka sarung tangan dan atur posisi nyaman klien
17. bereskan semua perlatan dan cuci tangan id air mengalir
d. evaluasi
1. kaji respon pasien terhadap prosedur
2. jumlah dan kualitas drainase
3. catat jumlah irigasi yang digunakan intake dan output
e. dokumentasi
1. catat tanggal dan waktu pemberian irigasi
2. catat jumlah intake dan output drainase
3. catat keluhan pasien jika ada
4. nama perawat dan tanda tangan

IRIGASI KANDUNG KEMIH

A. Pengertian

Irigasi kateter adalah pencucian kateter urine untuk mempertahankan kepatenan kateter
urine menetap dengan larutan steril yang diprogramkan oleh dokter. Karena darah, pus,
atau sedimen dapat terkumpul di dalam selang dan menyebabkan distensi kandung
kemih serta menyebabkan urine tetap berada di tempatnya. Ada dua metode tambahan
untuk irigasi kateter, yaitu :
Page30
1. Irigasi kandung kemih secara tertutup. Sistem ini memungkinkan seringnya irigasi
kontinu tanpa gangguan pada sistem kateter steril. Sistem ini paling sering
digunakan pada kalien yang menjalani bedah genitourinaria dan yang kateternya
berisiko mengalami penyumbatan oleh fragmen lendir dan bekuan darah.

2. Dengan membuka sistem drainase tertutup untuk menginstilasi irigasi kandung


kemih. Teknik ini menimbulkan resiko lebih besar untuk terjadinya infeksi. Namun,
demikian kateter ini diperlukan saat kateter kateter tersumbat dan kateter tidak ingin
diganti (mis ; setelah pembedahan prostat).

Dokter dapat memprogramkan irigasi kandung kemih untuk klien yang mengalami
infeksi kandung kemih, yang larutannya terdiri dari antiseptik atau antibiotik untuk
membersihkan kandung kemih atau mengobati infeksi lokal. Kdua irigasi tersebut
menerapkan teknik asepsis steril (Potter & Perry, 2005).

Dengan demikian Irigasi kandung kemih adalah proses pencucian kandung kemih
dengan aliran cairan yang telah di programkan oleh dokter.

B. Tujuan

1. Untuk mempertahankan kepatenan kateter urine


2. Mencegah terjadinya distensi kandung kemih karena adanya penyumbatan kateter
urine, misalnya oleh darah dan pus
3. Untuk membersihkan kandung kemih
4. Untuk mengobati infeksi local
Page30

C. Prinsip
1. Menjaga privacy klien
2. Prosedur steril

D. Alat

1. Larutan iritasi steril,sesuaikan suhu dalam kantung dengan suhu ruangan


2. Kateter Foley (3 saluran)
3. Slang irigasi dengan klem (dengan atau konektor-Y)
4. Sarung tangan sekali pakai
5. Tiang penggantung IV
6. Kapas antiseptik
7. Wadah metrik
8. Konektor-Y
9. Selimut mandi (opsional)

E. Langkah

a) Kaji abdomen bawah untuk tanda distensi kandung kemih


b) Dengan menggunakan teknik aseptik, masukkan ujung slang irigasi steril kedalam
kantung yang berisi larutan irigasi

c) Tutup klem slang dan gantung kantung larutan pada tiang penggantung IV

d) Buka klem dan alirkan larutan melalui slang, pertahan kan ujung slang steril; tutup
klem

e) Putar “of” bagian irigasi kateter lumen tripel atau hubungkan konektor-Y steril
kateter lumen ganda, kemudian hubungkan ke slang irigasi

f) Yakinkah kantung drainase dan slang dengan aman dihubungkan ke bagian drainase
konektor-Y tripel ke kateter lumen ganda.
Page30
g) Klem slang pada sistem drainase untuk aliran intermetin, buka klem pada slang
irigasi, dan alirkan sejumlah cairan yang diprogrmkan masuk ke kandung kemih
(100 ml adalah normal untuk orang dewasa). Tutup klem slang irigasi, kemudian
buka klem slang drainase.

h) Untuk irigasi kontinu, hitung kecepatan tetesan tetesan dan atur klem pada slang
irigasi secara tepat; yakinkah klem pada slang drainase pada kantung drainas

i) Buang alat yang terkontaminasi, lepaskan sarung tangan, dan cuci tangan.

j) Catat jumlah larutan yang digunakan sebagai iringan, jumlah kembali seperti yang
didrainase, serta konsistensi drainase pada catatan perawat dan lembaran asupan dan
haluaran. Laporkan oklusi kateter, perdarahan tiba-tiba, infeksi, atau peningkatan
nyeri pada dokter.

k) Lengkapi akhir protokol ketrampilan


Adapun langkah – langkah keterampilan ini sebagai berikut ;
a. Mendeteksi apakah kateter atau sistem drainase urine tidak berfungsi, memblok
drainase.
b. Mengurangi transmisi mikroorganisme

c. Mencegah kehilangan larutan irigasi

d. Menghilangkan udara silang

e. Kateter tiga saluran atau konektor-Y memberikan cara untuk larutan irigasi
masuk ke kandung kemih. Sistem harus tetap steril.

f. Meyakinkan bahwa urine dan larutan irigasi akan mengalir dari kandung kemih

g. Cairan mengisi melalui kateter ke dalam kandung kemih, sistem pembilas.


Page30

Cairan mengalir ke luar setelah irigasi selesai.


h. Meyakinkan kontinuitas, meskipun irigasi sistem kateter. Mencegah akumulasi
larutan di kandung kemih yang dapat menyebabkan distensi kandung kemih dan
kemungkinan cedera

i. Mengurangi penyebaran mikroorganisme

j. Mendokumentasikan prosedur toleransi klien.

F. RESPON KLIEN YANG MEMBUTUHKAN TINDAKAN SEGERA

1. Respon

a. Klien mengeluh nyeri atau spasme kandung kemih karena irigan terlalu dingin
b. Ada darah atau bekuan darah dalam slang irigasi

2. Tindakan

a. Lambatkan atau hentikan irigasi kandung kemih


b. Memerlukan peningkatan kecepatan aliran (tujuan intervensi ini adalah
mempertahankan patensi kateter; sel darah mempunyai potensi menyumbat
kateter).

Page30
PERAWATAN NEFROSTOMI

A. Tujuan Umum

Merawat pasien paska Percutaneus Nefro Litothomy/PCNL

B. Tujuan Khusus
1. Membantu kenyamanan pasien pasca operasi
2. Mencegah infeksi
3. Mendeteksi dini adanya, hematuri, pola haluaran urin tidak normal, karakteristik
urin tidak normal, jumlah urin dan konsistensi urin tidak normal pula
C. Pengertian

Perawatan selang/kateter nefros pada pasien paska Percutaneus Nefro


Litothomy/PCNL

D. Indikasi
1. Obstruksi Haluaran Urin
2. Batu Saluran Kemih
3. Hidronefrosis
E. Kontraindikasi
1. Kanker Ginjal
2. Gagal Ginjal Akut/Kronik

Kegiatan
No Jenis Kegiatan Keterangan
Ya Tidak
1. Persiapan Alat dan Bahan
a. Alat
1) Pinset Anatomis (1)
2) Pinset Sirurgis (2)
3) Gunting Verban/Hecting (1)
4) Gunting Plester ( 1)
5) Kom Besar/ Kecil (1)
6) Perlak (1)
7) Pial Ginjal (1)
8) Bak Steril (1)
Page30

9) Korentang (1)
No Jenis Kegiatan Kegiatan Keterangan
Ya Tidak
2. Persipan Bahan
a. Bahan
1) Kassa Hass Besar dan Kecil
2) Nacl 0,9 %
3) Kalmicetin/ Sufratool
4) Alkohol 70 %
5) Plester Hipavix/ Hansaplas
6) Kapas Lidi
7) Kantong Plastik
8) Sarung Tangan, steril dan bersih
3. Persiapan Pasien
a. Fisik
b. Psikologis
4. Jelaskan prosedur kepada pasien
5. Siapkan peralatan yang diperlukan
6. Ambil kantong plastik dan buat lipatan diatasnya,
letakkan pada tempat yang terjangkau
7. Jaga privasi pasien, seperti tutup bidai dan anggota
badan yang sensitive
8. Pasang perlak pada bagian terbawah dari kateter nefros
yang terpasang
9. Cuci tangan
10. Siapakan cairan fisiologis (Nacl 0,9 %) dalam wadah
Kom besar maupun Kom kecil
11. Siapkan kain Hass besar dan Hass kecil steril yang
akan digunakan
12. Siapkan pinset, gunting verban dan gunting hekting
S dalam Bak steril
13. Siapkan point 10 dan 11 dalam Bak steril
14. Gunakan sarung tangan bersih (diposibel) dan lakukan
pelepasan plester
15. Lepaskan plester mulai dari salah satu ujung plester,
tarik perlahan sejajar dengan bentuk plester yang
terpasang
16. Jika plester sulit di lepaskan, basahi plester dengan
kapas lidi yang telah dibubuhi alkohol/larutan fisiologis
17. Angkat kain Hass satu persatu, dengan menggunakan
Pinset Sirurgis.
18. Pinset diambil dalam wadah steril dengan
A menggunakan Korentang yang telah disediakan
19. Jika kain Hass sulit dilepaskan basahi hass dengan
Page30

j kapas lidi yang telah dibubuhi larutan fisiologis


20. Observasi keadaan kateter nefros, warna kulit sekitas
kateter nefros, adanya perasaan nyeri sekitar, sekresi
Kegiatan
No Jenis Kegiatan Keterangan
Ya Tidak
21. Lepaskan sarung tangan dan gunakan sarung tangan
L steril
22. Gunakan alat dan bahan pada Bak steril
23. Lakukan perawatan nefros dengan Hass fisiologi
24. Hass fisiologis diambil dengan menggunakan pinset
lalu mencelupkan hass ke dalam kom yang berisi cairan
fisiologis, terakhir peras hass
25. Hindari cairan fisiologis menetes dari hass
26. Lakukan pembersihan daerah sekitar kateter nefros
dengan mengusapkan kain hass fisiologis pada daerah
tersebut dengan metode sirkuler yaitu mulai dari arah
ke dalam lalu ke arah luar tubuh
27. Lakukan point 26 sampai daerah dipastikan bersih
28. Lakukan pembersihan kateter nefros dengan
mengusapkan kain hass fisiologis mulai pada daerah
pemasangan kateter sampai ujung penyambungan
kateter nefros – urin bag dengan satu kali usapan
29. Lakukan point 28 sampai daerah dipastikan bersih
30. Gunakan kalmisetin/sufratool pada daerah sekitar
tempat pemasangan kateter nefros
31. Lakukan penutupan dengan baik seperti sebelumnya
32. Pertahankan kesterilan alat dan bahan serta pemberi
= perawatan (perawat yang merawat nefros)
33. Plester nefrostomi dengan memperhatikan, estetika,
kenyamanan dan fisiologis
34. Bersihkan alat dan bahan sekitar pasien
35. Lepaskan sarung tangan
L
36. Cuci tangan
37. Terminasi pada pasien
38. Dokumentasikan terkait
l a. Keadaan kateter
b. Ketidaknyamanan
c. Karakteristik urin
d. Jumlah urin
e. Perdarahan
Page30
PROSEDUR KEGEL’S EXERCISE

Penelitian ini mengenai latihan kegel’s exercise yang dilakukan untuk mengatasi keluhan
berkemih pada pasien pasca TURP.

Latihan kegel’s exercise dianjurkan pada pasien yang mengalami masalah urodinamik
khususnya pada pasien pasca operasi prostate. Sesuai literature yang diperoleh ;

Paterson, Pinnock & Marshall VR (1997) menjelaskan dribbling setelah berkemih pada pria
merupakan hal yang sangat memalukan. Khususnya pada pasien yang telah menjalani
operasi TURP. Kegel’s exercise/latihan otot dasar pelvik dini pasca TURP dapat
memperbaiki fungsi tersebut.

Paterson, Pinnock & Marshall VR (1997) dan Chang, et.al. (1998) menjelaskan pemberian
latihan otot dasar pelvik dapat memperbaiki urodinamik pada kasus inkontinen urin
khususnya dalam mengatasi dribbling.
Pengertian
Adalah suatu latihan yang dilakukan dengan cara menguatkan otot dasar pelvic
dengan mengencangkan dan mengendurkan otot tersebut.

Tujuan
a. Untuk merelaksasikan otot
b. Untuk memulihkan keluhan dribbling

Indikasi
a. Pada pasien pasca TURP dengan keluhan dribbling
b. Pada pasien dengan inkontinensi urin
Page30

Persiapan Alat
Tempat tidur, kursi
Persiapan Pasien
a. Ciptakan lingkungan/ruangan yang aman dan nyaman
b. Pasien diberitaukan tujuan dan latihan kegel’s exercise
c. Mengatur posisi kenyamanan pasien

Persiapan Lingkungan
a. Mencuci tangan
b. Menjelaskan tujuan latihan kegel’s exercise
c. Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman dengan memperhitungkan kodisi
pasien saat itu.

Pendekatan yang dilakukan untuk melatih dan mempraktikkan Kegel’s Exercise adalah
sebagai berikut :

1. Metode latihan otot dasar pelvik paling baik dilatih pertama kali pada saat berkemih.
Pada saat pasien mulai berkemih kemudian pasien diminta untuk melakukan kontraksi
pada otot dasar pelvik/sekitar organ pelvik dengan tujuan memperlambat atau
menghentikan laju aliran urin. Namun pada pasien pasca prostatektomi atau reseksi
prostat dianjurkan melakukan latihan saat kandung kemih dalam keadaan kosong. Pada
pria dalam memastikan otot dasar pelvik berkontraksi, dapat dideteksi dengan
memasukkan ujung jari kedalam anus, jari akan tercengkram kuat oleh sfingter anal dan
saat juga itu juga otot – otot pelvik berkontraksi dengan benar. Atau mempersepsikan
pasien dalam melakukan latihan sama dengan persepsi perawat sebagai pemberi latihan.

2. Alternatif pendekatan untuk memisahkan otot dasar pelvik dapat digunakan dengan cara
kontraksi kegel’s/latihan otot dasar pelvik dengan merasakan penggunaan rektum ketika
menakaan dan mengangkat otot rektum yang digunakan untuk mengeluarkan
flatus/angin.
Page30
3. Membayangkan diri sedang menahan buang gas atau menahan BAB dan memutuskan
secara spontan aliran urin adalah cara yang tepat untuk melakukan latihan ini.

4. Pasien dapat meletakkan tangannya pada abdomen, paha dan bokong untuk meyakinkan
bahwa tidak ada gerakan pada area tersebut ketika melakukan latihan.

5. Untuk mencapai keberhasilan para ahli merekomendasikan dalam melakukan dua


latihan dengan perbedaan waktu yaitu saat menahan dan mengurangi tahanan/ relaksasi.
Keduanya dilakukan secara tetap dengan hitungan waktu yang sama.

6. Pasien secara perlahan melakukan kontraksi dan mengangkat otot dasar pelvik dan
ditahan selama 7 detik, kemudian kendurkan secara perlahan selama 7 detik. Lakukan
pengulangan latihan 10 kali per sesi, dengan frekuensi 3 kali sehari pada minggu 1

7. Pada minggu ke 2 dan ke 3 dalam melakukan kontraksi dan mengangkat otot dasar
pelvik dan ditahan selama 10 detik, kemudian kendurkan secara perlahan selama 10
detik. Lakukan pengulangan latihan 10 kali per sesi, dengan frekuensi 3 kali sehari

8. Pada minggu terakhir dalam melakukan kontraksi dan mengangkat otot dasar pelvik
dan ditahan selama 10 detik, kemudian kendurkan secara perlahan selama 10 detik.
Lakukan pengulangan latihan 15 kali per sesi, dengan frekuensi 3 kali sehari

9. Beberapa hal yang perlu diperhatikan :


a. pertama kali dilakukan latihan, kegel’s exercise tidak boleh dilakukan pada saat
berkemih lebih dari 2 kali dalam satu bulan, karena pada akhirnya akan
mengakibatkan kelemahan otot.
b. Latihan yang berlebihan akan mengakibatkan otot menjadi lelah dan mengakibatkan
kebocoran semakin buruk.
c. Komitment dalam menjalani latihan ini harus tinggi untuk mencapai hasil yang
Page30

diinginkan.
d. Dibutuhkan beberapa bulan latihan sebelum terlihat adanya perbaikan secara
signifikant yang dirasakan pasien (Setyawati, 2008).

2. Beberapa latihan yang dapat digunakan untuk melatih kontraksi otot dasar pelvik antara
lain :
a. Saat posisi berdiri
Berdiri dengan kedua kaki, kemudian cobalah untuk melakukan kontraksi pada otot
dasar pelvik seperti saat responden mencoba untuk menahan buang angin. Tahan
kontraksi ini sesuai dengan kemampuan tanpa menahan nafas dan tanpa
mengencangkan otot – otot buttocks
b. Saat posisi duduk
Duduklah dikursi dengan posisi kedua lutut terpisah. Kemudian cobalah untuk
melakukan kontraksi pada otot dasar pelvik seperti saat responden mencoba untuk
menahan buang angin. Tahan kontraksi ini sesuai dengan kemampuan tanpa
menahan nafas dan tanpa mengencangkan otot – otot buttocks
c. Saat posisi berbaring
Posisikan tubuh tidur terlentang dengan kedua lutut di tekuk tanpa saling
berdekatan. Kemudian cobalah untuk melakukan kontraksi pada otot dasar pelvik
seperti saat responden mencoba untuk menahan buang angin. Tahan kontraksi ini
sesuai dengan kemampuan tanpa menahan nafas dan tanpa mengencangkan otot –
otot buttocks
d. Saat berjalan.
Responden dianjurkan mengkontraksikan otot dasar pelvik dengan menarik secara
lembut otot dasar pelvik saat berjalan.
e. Setelah berkemih.
Responden dinjurkan mengkontraksikan otot dasar pelvik seperti saat responden
mencoba untuk menahan buang angin. setelah berkemih. Otot dasar pelvik akan
terasa bergerak, bokong dan otot paha tidak bergerak. Kulit sekitar anus
berkontraksi dan seolah – olah anus “masuk” ke dalam.
Page30
Gambar . Posisi Baring Saat Melakukan Latihan Kegel’s Exercise

Sumber : Wallace & Frahm (2009)

PENATALAKSANAAN BLADDER TRAINING UNTUK PASIEN PASCA


BEDAH yaitu :
1. Tindakan bladder training dengan mengklem kateter selama periode waktu tertentu
misalnya 2 – 4 jam, lalu klem dilepas. Tindakan ini dilakukan beberapa hari
sebelum kateter urin dilepas. Tindakan ini menyebabkan distensi kandung kemih
dan menstimulasi otot kandung kemih. Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa
bladder training pada kateterisasi jangka pendek (sampai dengan empat hari)
bermanfaat untuk mengembalikan pola eliminasi berkemih.(Row 1990b, p.67 dalam
Kozier, et.al., 2001)
2. Tindakan bladder training dalam Smeltzer & Bare (2002) yaitu dilakukan dengan
melepaskan keteter urine terlebih dahulu, kemudian pasien dijadwalkan untuk
berkemih setiap 2 – 3 jam. Pada waktu yang telah ditentukan, pasien diminta untuk
berkemih. Setelah pasien berkemih, kandung kemih pasien dipindai atau scanning
dengan USG kandung kemih portable. Jika terdapat 100 ml atau lebih urine yang
tersisa dalam kandung kemih, maka kateter intermitten dipasang untuk
mengeluarkan urine tersebut. Setelah beberapa hari, setelah beberapa hari, saraf di
kandung kemih akan bekerja dalam pengisian dan pengosongan kandung kemih,
dan kandung kemih dapat kembali normal. Jika kateterisasi dalam jangka lama,
maka bladder training juga perlu waktu yang lebih lama. Pada beberapa kasus,
fungsi kandung kemih tidak pernah normal. Jika hal ini terjadi, kateterisasi
Page30
intermitten jangka panjang mungkin perlu dilakukan (Phillips, 2000 dalam Smeltzer
& Bare, 2002)

3. Hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan bladder training adalah


memasukkan cairan yang cukup. Asupan cairan yang cukup penting dalam
menentukan suksesnyan bladder training. Asupan intake cairan oral minimal 2000
ml per hari direkomendasiikan untuk memberikan hidrasi yang cukup untuk
membuat kandung kemih meregang secara normal sehingga refleks kontraksi dapat
terjadi (Craven &Hirnle, 2000).

Page30
PENGKAJIAN SISTEM PERKEMIHAN

Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama yang dilakukan oleh perawat untuk
mendapatkan data subjektif dan objektif yang dilakukan secara sistematis.
Proses pengkajian meliputi tiga fase, yaitu wawancara, pemeriksaan fisik, dan dokumentasi.
Adapun ketiga fase tersebut adalah sebagai berikut :

A. Wawancara

Tujuan wawancara adalah mendapatkan informasi yang diperlukan dalam


mengidentifikasi dan merencanakan tindakan keperawatan, dan memberi kesempatan
pada perawat untuk mulai mengembangkan hubungan saling percaya dengan pasien.
Adapun data-data yang dikumpulkan selama fase wawancara terkait pengkajiankep
kerawatan system perkemihan adalah sebagai berikut :

1. Riwayat kesehatan sekarang

Disfungsi ginjal dapat menimbulkan serangkaian gejala yang kompleks dan tampak
di seluruh tubuh. Riwayat sakit harus mencakup informasi berikut yang
berhubungan dengan fungsi renal dan urinarius.
1. Keluhan utama pasien atau alasan utama mengapa ia datang ke rumah sakit.
2. Adanya rasa nyeri: kaji lokasi, karakter, durasi, dan hubungannya dengan urinasi;
faktor-faktor yang memicu rasa nyeri dan yang meringankannya.
3. Adanya gejala panas atau menggigil, sering lelah, perubahan berat badan,
perubahan nafsu makan, sering haus, retensi cairan, sakit kepala, pruritus, dan
penglihatan kabur.
4. Pola eliminasi
a. Kaji frekuensi, urgensi, dan jumlah urine output.
b. Kaji perubahan warna urin.
Page30

c. Kaji adanya darah dalam urin.


d. Disuria; kapan keluhan ini terjadi : pada saat urinasi, pada awal urinasi, atau
akhir urinasi.
e. Hesitancy; mengejan : nyeri selama atau sesudah urinasi.
f. Inkontinensia (stress inkontinensia; urge incontinence; overflow incontinence;
inkontinensia fungsional). Adanya inkontinensia fekal menunjukkan tanda
neurologik yang disebabkan oleh gangguan kandungkemih.
g. Konstipasi dapat menyumbat sebagian urethra, menyebabkan tidak adekuatnya
pengosongan kandung kemih.
2. Pola nutrisi – metabolik
a. Kaji jumlah dan jenis cairan yang biasa diminum pasien : kopi, alkohol,
minuman berkarbonat. Minuman tersebut sering memperburuk keadaan inflamasi
system perkemihan.
b. Kaji adanya dehidrasi ; dapat berkontribusi terjadinya infeksi saluran kemih,
pembentukkan batu ginjal, dan gagal ginjal.
c. Kaji jenis makanan yang sering dikonsumsi pasien. Makanan yang mengandung
tinggi protein dapat menyebabkan pembentukkan batu saluran kemih. Makanan
pedas memperburuk keadaan inflamasi system perkemihan.
d. Kaji adanya anoreksia, mual, dan muntah. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi
status cairan.
e. Kaji kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin, mineral, dan terapi herbal.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
a. Riwayat infeksi traktur urinarius
1) Terapi atau perawatan rumah sakit yang pernah dialami untuk menanggani
infeksi traktus urinarius, berapa lama dirawat.
2) Adanya gejala panas atau menggigil.
3) Sistoskopi sebelumnya, riwayat penggunaan kateter urine dan hasil-hasil
pemeriksaan diagnostik renal atau urinarius
b. Riwayat keadaan berikut ini :
1) Hematuria, perubahan warna, atau volume urin.
Page30

2) Nokturia dan sejak kapan dimulainya.


3) Penyakit pada usia kanak-kanak (“strep throat”, impetigo, sindrom nefrotik).
4) Batu ginjal (kalkuli renal), ekskresi batu kemih ke dalam urin.
5) Kelainan yang mempengaruhi fungsi ginjal atau traktus urinarius (diabetes
mellitus, hipertensi, trauma abdomen, cedera medula spinalis, kelainan
neurologi lain, lupus eritematosus sistemik, scleroderma, infeksi
streptococcus pada kulit dan saluran napas atas, tuberculosis, hepatitis virus,
gangguan kongenital, kanker, dan hyperplasia prostate jinak).
c. Untuk pasien wanita : kaji jumlah dan tipe persalinan (persalinan pervaginan,
sectio caesarea); persalinan dengan forseps; infeksi vagina, keputihan atau iritasi;
penggunaan kontrasepsi.
d. Adanya atau riwayat lesi genital atau penyakit menular seksual.
e. Pernahkah mengalami pembedahan ; pelvis atau saluran perkemihan.
f. Pernahkah menjalani terapi radiasi atau kemoterapi
g. Kaji riwayat merokok. Merokok dapat mengakibatkan risiko kanker kandung
kemih. Angka kejadian tumor kandung kemih empat kali lebih tinggi pada
perokok daripada bukan perokok.
4. Riwayat kesehatan keluarga
a. Kaji adanya riwayat penyakit ginjal atau kandung kemih dalam keluarga
(polisistik renal, abnormalitas kongenital saluran kemih, sindrom Alport’s /
nephritis herediter).
b. Kaji adanya masalah eliminasi yang dikaitkan dengan kebiasaan keluarga
5. Riwayat kesehatan social
a. Kaji riwayat pekerjaan, apakah terpapar oleh bahan-bahan kimia seperti phenol
dan ethylene glycol. Bau ammonia dan kimia organic dapat meningkatkan risiko
kanker kandung kemih. Pekerja tekstil, pelukis, peñata rambut, dan pekerja
industri mengalami risiko tinggi terkena tumor kandung kemih. Seseorang yang
lebih sering duduk cenderung mengalami statis urin sehingga dapat menimbulkan
infeksi dan batu ginjal.
b. Seseorang yang mengalami demineralisasi tulang dengan keterbatasan aktivitas
Page30

fisik menyebabkan peningkatan kalsium dalam urin.


c. Laki-laki cenderung mengalami inflamasi prostat kronik atau epididimis setelah
mengangkat barang berat atau mengendarai mobil dengan jarak jauh
d. Perlu juga informasi tempat tinggal pasien. Dataran tinggi lebih berisiko terjadi
batu saluran kemih karena kandungan mineral meningkat dalam tanah dan air di
daerah dataran tinggi.
6. Pengobatan
a. Diuretik dapat mengubah kuantitas dan karakter output urin.
b. Phenazopyridine (pyridium) dan nitrofurantoin (macrodantin) dapat mengubah
warna urin.
c. Anticoagulant dapat menyebabkan hematuria.
d. Antidepresant, antihistamin, dan obat-obatan untuk mengatasi gangguan
neurology dan musculoskeletal, dapat mempengaruhi kemampuan kandung
kemih atau sphinter untuk berkontraksi atau relaksasi secara normal.
7. Pola persepsi – kognitif
a. Apakah gangguan eliminasi urin mempengaruhi perasaan dan kehidupan normal
pasien.
b. Bagaimana perasaan pasien saat menggunakan kateter, kantung urin.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Umum : Status kesehatan secara umum : lemah, letarghi
b. Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
c. Pemeriksaan fisik sistem perkemihan Teknik pemeriksaan fisik Kemungkinan
kelainan yang ditemukan
d. Inspeksi
1) Kulit dan membran mukosa. Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran
keringat.
2) Mulut
3) Wajah
4) Abdomen
Pasien posisi terlentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya massa atau
Page30

pembengkakan, kembung, Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi


gangguan ginjal yang menyebabkan anemia. Tampak ekskoriasi, memar,
tekstur kulit kasar atau kering.
Penurunan turgor kulit merupakan indikasidehidrasi. Edema, indikasi retensi
dan penumpukkan cairan. Stomatitis napas bau amonia Moon face
Pembesaran atau tidak simetris, indikasi hernia atau adanya massa.
Nyeri permukaan indikasi disfungsi renal.
Distensi atau perut yang nyeri menetap, distensi, kulit mengkilap atau
tegang.
5) Meatus urinary Laki-laki posisi duduk atau berdiri, tekan ujung gland penis
dengan memakai sarung tangan untuk membuka meatus urinary. Pada wanita
: posisi dorsal litotomi, buka labia dengan memakai sarung tangan.
Perhatikan meatus urinary
e. Palpasi
1. Ginjal
a. Ginjal kiri jarang dapat teraba, meskipun demikian usahakan untuk
mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi.
Jangan lakukan palpasi bila ragu karena dapat menimbulkan
kerusakan jaringan.
b. Posisi pasien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan.
c. Letakkan tangan kiri dibawah abdomen diantara tulang iga dan
lengkung iliaka. Tangan kanan dibagian atas. mengkilap dan tegang,
indikasi retensi cairan atau ascites. Distensi kandung kemih,
pembesaran ginjal. Kemerahan, ulserasi, bengkak, atau adanya
cairan, indikasi infeksi. Pada laki-laki biasanya terdapat deviasi
meatus urinary seperti defek kongenital. Jika terjadi pembesaran
ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau patologis renal yang
serius. Pembesaran kedua ginjal, indikasi polisistik ginjal.
Tenderness/lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal
ginjal kronik. Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
Page30
e. Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara
tangan kiri mendorong ke atas.
f. Lakukan hal yang sama untuk ginjal kanan
2. Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi
distensi urin maka palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan
umbilicus.
3. Perkusi
a. Ginjal
1) Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa.
2) Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut
kostovertebral (CVA), lakukan perkusi atau tumbukan di atas
telapak tangan dengan menggunakan kepalan tangan dominan.
3) Ulangi prosedur untuk ginjal kanan Jika kandung kemih penuh
maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif. Tenderness
dan nyeri pada perkusi CVA merupakan indikasi
glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
b. Kandung kemih
1) Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali
volume urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung
kemih dapat diperkusi sampai setinggi umbilicus.
2) Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi
untuk mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan
perkusi di atas region suprapubic
3) Jika kandung kemih penuh atau sedikitnya volume urin 500 ml,
maka akan terdengar bunyi dullness (redup) di atas simphysis
pubis
4) Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas
Page30

sudut kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar


bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka
indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis arteri
ginjal)

Page30
DAFTAR PUSTAKA

Black, J.M, & Hawks, J.H. (2009). Medical-Surgical Nursing, Clinical Management for
Positive Outcomes. volume 1, 7th edition. St. Louis: Elsevier Inc.

Chang, L.,P., Tsai, H.,L., Huang, T.,S., Wang, M.,T., Hsieh, L.,M., Tsui, H.,K., (1998). The
early effect of pelvic floor muscle exercise after transurethral
prostatectomy. J.Urology Volume 160, Issue 2, Pages 402-405 ¶
1(http://www.jurology.com/article/S0022-5347(01)62908-2/abstract
diakses pada tanggal 11 April 2009 pkl.14.50 WIB).

Darmojo, B., (2009). Buku ajar Boedhi – Darmojo “ Geriatri, ilmu kesehatan usia lanjut”.
hal 226 – 242 dan hal 495 – 505. Jakarta ; Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Doenges, E, Marilyn, (2000). Rencana asuhan keperawatan “Pendekatan untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien” Edisi 3.
Penerbit buku kedokteran. EGC. Jakarta

Hoeman, P., S., (2002). Rehabilitation nursing ; Process, application & outcomes. (3 th ed).
St.Louis, Missouri : Mosby, Inc.

Lewis, Sharon, M., Heitkemper, Margaret, M., & Direksen, Shannon. (2000). Medical
surgical nursing : Assessment and management of clinical problem.
Fifth ed. CV. Mosby. St.Louis

Potter, P. A., dan Perry, A. G. (2005). Fundamentals of Nursing: Concept, Process, and
Practice. Edisi 4. (Terj. Yasmin Asih, et al). Jakarta: Penerbit Buku
EGC.

Purnomo. B. Basuki (2003). Dasar – dasar urologi. Edisi ke – 2. Penerbit sangung seto.
Jakarta

Prince & Wilson (2006). Patofisiologi “Konsep klinis proses – proses penyakit” Buku 2.
Edisi 4. Penerbit buku kedokteran. EGC. Jakarta

Silbernagl Stefan & Lang Florian, (2007). Teks & Atlas berwarna patofisiologi. Penerbit
buku kedokteran. EGC. Jakarta

Tibek, S., Klarskov, P., Hansen, L.,B., Thomsen, H., Andresen, H., Jensen, S.,C., Olsen,
N.,M., (2007). Pelvic floor muscle training before transuretharal
resection of the prostate: A randomized, controlled, blinded study.
Scandinavia journal of urology and nephrology. Vol 41 issue 4
Page30

september 2007
(http://www.informaworld.com/smpp/title~content=t71369221 ,
diakses 16 Februari, 2009).

Smeltzer, S.C., &Bare, B.G. (2008). Textbook of Medical-Surgical Nursing. volume 2, 10th
edition. Phillipine: Lippincott Wlliams&Wilkins.

Smelzer & Bare (2006). Buku ajar “ Keperawatan medikal bedah brunner & Suddarth”.
Edisi 8. vol 1. Penerbit buku kedokteran. EGC. Jakarta

Tanagho A. Emil & McAninch. W. Jack. (2000). “A lange medical book. Smith’s. General
urology. Fiftennth edition. The McGraw – Hill companies, New York.

Page30

Anda mungkin juga menyukai