Anda di halaman 1dari 10

Nama : Riya Sagita

Nim : 170121028
Prodi :Akuntansi
Mata Kuliah :Akuntansi Keuangan Menengah II
Dosen Pengampu :Itat Tatmimah

A. Pajak Penjualan (PPn)

Pajak penjualan (PPn) adalah pajak sebelum Pajak Pertambahan Nilai


(PPN) dan dikenakan setiap kali transaksi penjualannya. PPn dikenakan di tingkat
pabrikan/tidak sampai pengecer (end user). PPn dipungut saat penyerahan barang
atau jasa.

Pajak ini harus dilihat secara detail dan teliti untuk menentukan biaya jual. Pajak
dikenakan pada tiap transaksi dan tidak ada mekanisme pengurangan atas pajak yang
sudah dibayar pada tahap perolehan bahan baku.

Pengertian Utang Pajak

Utang adalah perikatan sebagai akibat perjanjian khusus yang disebut utang
piutang, yang mewajibkan debitur untuk membayar jumlah uang yang telah
dipinjamnya dari kreditur.

Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi
administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat
ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam masa
pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

Apa itu Utang Pajak Penjualan?

Utang pajak penjualan/pertambahan nilai atau Sales tax payable adalah


utang perusahaan pada kantor pajak atas sales tax yang dipungut oleh perusahaan dari
pelanggan atas penjualan barang/jasa. Tarif sales tax dititipkan oleh kantor pajak
dikalikan dengan sales/net sales (penjualan bersih).

Jurnal pada saat transaksi penjualan

Kas xxx

Penjualan xxx

1
Utang Pajak Penjualan (PPN) xxx

Jurnal pada saat penyetoran tax payable ke kantor pajak

Utang Pajak Penjualan (PPN) xxx

Kas xxx

Hampir seluruh aturan atas pajak penjualan menyatakan bahwa jumlah


penjualan dan pajak yang dipungut harus dicatat secara terpisah atas kas yang
diperoleh (kecuali untuk penjualan bahan bakar minyak). Register kas kemudian
digunakan untuk mengkredit (menambah) akun penjualan dan Utang Pajak Penjualan.

Contoh 1:
Jika pada tanggal 24 Juli mesin kas X Grocery menunjukan penjualan sebesar
Rp12.000.000 dan pajak penjualan sebesar Rp720.000 (tarif PPN sebesar 6%),
maka jurnal yang perlu dibuat:

Kas 12.720.000
Penjualan 12.000.000
Utang Pajak Penjualan 720.000
(Ket : Mencatat penjualan dan pajak penjualan)

Pada jurnal tersebut ditulis Utang Pajak Penjualan, karena pajak tersebut akan
ditumpuk dahulu, maka ditulis sebagai utang pada kredit. Namun pada saat
pajak tersebut disetor ke kantor pajak, Utang Pajak Penjualan didebit dan Kas
dikredit.

Pajak ini tidak dilaporkan sebagai beban bagi perusahaan. Perusahaan hanya
berperan untuk menjembatani pajak yang harus dibayar konsumen ke kantor
pajak. Jadi, X Grocery hanya sebagai pihak pemungut untuk kantor pajak.

Contoh 2:
Penjualan tunai Rp12.000.000 termasuk PPN 10%

Jumlah Pajak: 10/÷100 × 12.000.000 = Rp1.200.000


Jumlah Penjualan: 12.000.000-1.200.000 = Rp10.800.000
Kas 12.000.000
Penjualan 10.800.000
Utang Pajak Penjualan 1.200.000
Pada saat penyetoran utang pajak:
Utang Pajak Penjualan 1.200.000

2
B. Hutang Pajak Penghasilan
Utang pajak adalah utang yang timbulnya secara khusus, karena negara (kreditor)
terikat dan tidak dapat memilih secara bebas, siapa yang akan dijadikan debiturnya.
Hal ini terjadi karena utang pajak timbul karena undang-undang.

R. Santoso Brotodihardjo berpendapat bahwa timbulnya utang pajak tidaklah selalu


dinyatakan dengan jelas di dalam undang-undangnya, pada saat manakah terjadi suatu
utang pajak, melainkan dicurahkannyalah semua perhatian kepada timbulnya
keharusan untuk membayarnya. Demikian itu adalah karena dalam praktik sehari-hari,
saat yang disebut ini jauh lebih penting.

Sedangkan saat timbul utang pajak mulai adalah kajian dari hukum pajak untuk
menentukannya, dalam hal ini terdapat dua teori yang membahas tentang timbulnya
utang pajak, yaitu teori materil dan teori formil.

Teori Materil
Dalam teori materiil utang pajak timbul dengan syarat adanya taatbestand,
yaitu rangkaian perbuatan-perbuatan, keadaan dan peristiwa-peristiwa yang dapat
menimbulkan utang pajak seperti :

Perbuatan : Pengusaha mengimpor barang mewah


Keadaan : memiliki harta bergerak dan harta tidak bergerak
Peristiwa : meninggalnya pewaris, maka harta wrisan belum terbagi
adalah subyek pajak
Keuntungan dari ajaran ini adalah pajak yang timbul karena undang- undang,
tidak perlu campur tangan aparat pajak untuk ambil bagian, asalkan syarat dari
undang-undang terpenuhi, maka timbulah utang pajak. Sedangkan kelemahan dari
ajaran ini adalah saat utang pajak itu timbul belum diketahui pasti berapa besarnya
utang pajak karena wajib pajak belum mengetahui ketentuan Undang-Undang Pajak.

Berdasarkan ajaran ini diberlakukan pemungutan pajak secara Self


Assessment System. Sistem ini memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besaranya pajak yang terutang. Ciri-ciri dari Self Assessment
ialah, wewenang unutk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak
sendiri, wajib pajak secara aktif menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak
yang terutang, fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

Teori Formal

3
Teori kedua adalah Teori Formal dimana utang pajak timbul disebabkan oleh
surat ketetapan pajak oleh fiskus (Inspeksi pajak), meskipun sudah dipenuhi
tatbestand namun belum ada surat ketetapan pajak maka belum ada utang pajak.
Keuntungan dari teori adalah saat utang pajak timbul dapat diketahui berapa besarnya
utang pajak akan tetapi kelemahan dari sistem ini adalah utang pajak ditetapkan tidak
sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Dalam teori Formal menggunakan sistem pemungutan secara Official


Assessment System yaitu, Pemerintah (fiskus) diberi wewenang untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri dari sistem ini adalah pertama wewenang
untuk menentukan besarnya pajak ada pada fiskus, kedua wajib pajak bersifat pasif
dan ketiga utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

Pajak Penghasilan (PPh)


Pada Pajak Pennghasilan (PPh) sendiri menganut ajaran materiil, yang mana
utang pajak berasal dari tasteband dan bersifat self-assessment, sehingga wajib pajak
orang pribadi untuk selanjutnya disebut wajib pajak yang menghitung sendiri berapa
besaran pajak yang terutang melalui surat pemberitahuan atau SPT sebagai sarana
untuk menyampaikan kewajiban wajib pajak untuk membayarkan utang pajaknya
kepada fiskus.

Menurut pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 wajib pajak


wajib mengisi dan menyampaikan surat pemberitahuan pajak, lalu pada pasal 6
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 wajib pajak menyampaikan Surat
Pemberitahuan (untuk selanjutnya disebut SPT) kepada fiskus. Dengan
disampaikannya SPT kepada fiskus dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak, maka pada
saat itulah utang pajak penghasilan (PPh) timbul.
Dengan timbulnya utang pajak maka terdapat pula hal-hal yang dapat
menyebabkab berakhirnya utang pajak . Berdasarkan Peraturan-perundang- udangan
yang berlaku di Indonesia terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan berakhirnya
utang pajak yaitu :

Pembayaran/Pelunasan
Berdasarkan pasal 10 Udang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pembayaran atau
pelunasan yang dapat menghapus utang pajak adalah pembayaran secara lunas yang

4
telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau
apabila telah mendapatkan validasi pada instansi-instansi yang ditunjuk seperti Kantor
Kas Negara, Kantor Pos maupun pada Bank-Bank Negara.

Konpensasi
Kompensasi dilakukan bila terdapat kelebihan pembayaran pajak, baik pajak
sejenis pada tahun yang berbeda ataupun jenis pajak yang berbeda dalam tahun pajak
yang sama. Contoh : Kelebihan pembayaran PPh dengan kelabihan pembayaran
PPN,kelebihan pembayaran PPh pada tahun lalu dengan kekurangan PPh tahun
berjalan yang mana diatur lebih lanjut pada pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER – 7/PJ/2011.

Penghapusan utang
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2012
tertanggal 2 Mei 2012 utang pajak dihapuskan karena :
 Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak meninggal dunia dan tidak
mempunyai harta warisan atau kekayaan;
 Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan;
 Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;

Dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan
penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang
perpajakan; atau

Hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena
kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau
berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Untuk memastikan apakah piutang wajib pajak dapat dihapuskan, tentunya


terlibih dahulu akan dilakukan penelitian, yaitu apakah melalui penelitian setempat
atau penelitian oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang dilakukan secara per jenis
wajib pajak, pertahun pajak dan per jenis ketetapan.

5
Daluarsa
Fiskus harus memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak tentang batas
waktu tertentu untuk penagihan pajak, batas daluarsa yang berlaku saat ini27 :
 Untuk pajak pusat 10 tahun
 Untuk pajak daerah 5 tahun
 Untuk retribusi daerah 3 tahun

Sedangkan untuk wajib pajak yang terlibat tindak pidana pajak tidak diberikan
batas waktu

Pembebasan
Dalam hukum pajak ada 2 (dua) pembebasan, yaitu kwijtschelding dan
Kwijtschelding (Peniadaan utang)
Pajak hapus karena ditiadakan oleh fiskus yang didasarkan pada surat keputusan
Administrasi Pajak. Pajak yang terutang hanya dapat ditiadakan karena sebab tertentu,
misalkan karena sawah terkena musibah bencana lama atau karena dasar
penetapannya tidak benar.

Ontheffing (Pembebasan)
Pembebasan ini hanya diberikan apabila subyek pajak setelah dikenakan pajak
ternyata memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang untuk
diberikan pembebasan pajak. Peniadaan utang ini tidak berlaku dengan
sendiria’uyhjinm,nya atau dianggap berlaku dengan sendirinya, melainkan harus ada
perbuatan positif dari pihak negara (kreditur, Direktorat Jendral Pajak) dan inipun
sering harus didasarkan pada permintaan wajib pajak.
Bagi yang dipotong / dipungut (yang membayar pajak)
Pencatatan transaksi pajak bagi yang dipotong / dipungut pajaknya akan ditentukan
oleh sifat dari pajak yang dipotong tersebut, sebagai berikut:

1. Pertama, pajak yang dipotong bersifat Final, maka pajak yang


dipotong / dibayar tersebut merupakan pelunasan pajak dan dicatat
sebagai beban dalam periode berjalan.

6
2. Kedua, pajak yang dipotong bersifat Tidak Final / Dapat
Dikreditkan, maka pajak yang dipotong / dibayar tersebut
merupakan uang muka PPh dan dicatat sebagai aset (aset lancar).

Bagi yang memotong / memungut


Bagi pemotong, apapun sifat pajaknya, pajak yang dipotong / dipungut
tersebut wajib disetorkan ke kas negara paling lambat pada saat jatuh temponya,
sehingga selama pajak tersebut belum disetorkan, maka diakui sebagai hutang
(kewajiban lancar).
Berikut beberapa contoh pencatatan transaksi yang berhubungan dengan
pajak, saya kelompokkan berdasarkan jenis pajaknya, sebagai berikut:

PPh Pasal 21

Sesuai dengan UU PPh Pasal 21 dan aturan penjelasannya baik dalam PMK
maupun PER DJP, penghasilan yang diterima oleh WP OP sehubungan dengan
pekerjaan, jasa dan kegiatan wajib dipotong PPh oleh pemberi penghasilan.

Berikut beberapa contoh pencatatan jurnal transaksi yang berhubungan dengan


PPh Pasal 21, sebagai berikut:

Contoh 1 : Umum

PT. Maju Makmur Mandiri melakukan pembayaran gaji pegawai tetap bulan
September 2015 pada tanggal 25 sebesar Rp. 650 juta. Dari Jumlah tersebut
perusahaan memotong PPh Pasal 21 sebesar Rp. 45 juta. PT. Maju Makmur Mandiri
kemudian melakukan setoran PPh Pasal 21 Masa September 2015 pada tanggal 10
Oktober 2015.
Jurnalnya:
25 – 09 – 15 Beban Gaji Rp. 650.000.000,-

Utang PPh Pasal 21 Rp. 45.000.000,-

Kas Rp. 605.000.000,-

7
(Jurnal pembayaran gaji dan pemotongan PPh pasal 21 September 2015)

10 – 10 – 15 Utang PPh Pasal 21 Rp. 45.000.000,-

Kas Rp. 45.000.000,-

(Jurnal Setoran PPh Pasal 21 Masa September 2015)

Contoh 2 : PPh Pasal 21 Masa Desember


Pada bulan Desember 2015 PT. Maju Makmur Mandiri membayarkan gaji
pegawai tetapnya sebesar Rp. 675 juta, selain itu sesuai ketentuan, PT. Maju Makmur
Mandiri melakukan penghitungan ulang PPh terutang pegawai tetapnya untuk tahun
2015 ini. Dari hasil penghitungan ulang diketahui PPh terutang seluruh pegawai
tetapnya untuk tahun 2015 ini sebesar Rp. 380 juta.
Sedangkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong sejak masa Januari s/d November
2015 adalah adalah sebesar Rp. 355 juta, sehingga kekurangannya dipotongkan dari
gaji Desember 2015.
Jurnalnya:
25 – 12 – 15 Beban Gaji Rp. 675.000.000,-

Utang PPh Pasal 21 Rp. 25.000.000,-

Kas Rp. 650.000.000,-

(Jurnal pembayaran gaji dan pemotongan PPh pasal 21 Desember 2015)


10 – 01 – 16 Utang PPh Pasal 21 Rp. 45.000.000,-

Kas Rp. 45.000.000,-

(Jurnal Setoran PPh Pasal 21 Masa Desember 2015)

Contoh 3 : PPh Pasal 21 Ditanggung Pemberi Kerja

8
Misal pada contoh 1 di atas, PT. Maju Makmur Mandiri menanggung seluruh
pajak pegawai tetapnya, sehingga jurnal yang dicatat oleh PT. Maju Makmur Mandiri
sebagai berikut:
Jurnalnya:
25 – 09 – 15 Beban Gaji Rp. 650.000.000,-

Beban PPh Pasasl 21 Rp. 45.000.000,-

Utang PPh Pasal 21 Rp. 45.000.000,-

Kas Rp. 650.000.000,-

(Jurnal pembayaran gaji dan pemotongan PPh pasal 21 September 2015)


10 – 10 – 15 Utang PPh Pasal 21 Rp. 45.000.000,-

Kas Rp. 45.000.000,-

(Jurnal Setoran PPh Pasal 21 Masa September 2015)

Ket:

1. Coba perhatikan jurnal pembayaran gaji dan pemotongan PPh pasal 21 yang ini
dengan contoh pertama di atas, analisa perbedaannya.

2. Beban PPh pasal 21 yang ditanggung oleh perusahaan ini, sesuai dengan
ketentuan perpajakan pada akhir periode oleh perusahaan (PT. Maju Makmur
Mandiri) harus dikoreksi fiskal / tidak bisa dibebankan sebagai biaya perusahaan
(Non Deductable Expense), karena PPh pasal 21 karyawan yang ditanggung
perusahaan dianggap sebagai pemberian dalam bentuk kenikmatan (benefit in
kind) atau natura.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://klikpajak.id/mengenal-utang-pajak-penjualan/
https://www.online-pajak.com/pph-terutang
https://www.academia.edu/32895126/CONTOH_SOAL_DAN_JAWABA
N_AKUNTANSI_KEUANGAN_MENENGA_2_UTANG_LANCAR_
https://www.jurnal.id/id/blog/2017-mengenal-jurnal-perpajakan-
pertambahan-nilai-dalam-akuntansi/

10

Anda mungkin juga menyukai