Anda di halaman 1dari 99

Kata Pengantar

Atas berkat Tuhan Yang Maha Esa , kelompok 11 telah menyelesaikan laporan Praktikum
Material Teknik / Ilmu Logam. Dimana Praktikum ini merupakan syarat bagi Mahasiswa Teknik
Mesin-UNTAG untuk dapat melanjutkan tugas-tugas yang lain.

Adapun kegunaan bagi Mahasiswa Teknik Mesin-UNTAG yang mengikuti praktikum


Material Teknik / Ilmu Logam adalah untuk mengetahui kekuatan dan sifat suatu bahan tertentu
dengan berbagai macam pengujian, tetapi praktikum yang dilaksanakan adalah Pengujian Tarik,
Pengujian Kekerasan, Pengujian Impact.

Didalam penyusunan laporan ini kemungkinan terdapat kekurangan-kekurangan maupun

kesalahan-kesalahan yang pada dasarnya dapat dikoreksi oleh pembaca.

Akhir kata kami selaku kelompok 11, Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri Universitas
17 Agustus 1945 Surabaya mengucapkan terima kasih kepada Kepala Laboratorium, Dosen
Pembimbing, serta para asisten Lab. Logam, yang telah membimbing kami sehingga
terselesaikannya Laporan Praktikum Material Teknik / Ilmu Logam ini.

Surabaya, Desember 2014

penulis
PENGUJIAN TARIK

I. Tujuan Pengujian

Untuk menetukan pertahanan ( perlawanan ) dari logam terhadap pemutusan

hubungan akibat tarikan .

II. DASAR TEORI

Pengujian tarik dan sifat tarik


Gambar

Pengujian tarik biasanya dilakukan terhadap spesimen/batang uji yang standart. Bahan
yang akan diuji tarik mula-mula dibuat menjadi batang uji dengan bentuk sesuai dengan suatu
standart. Salah satu bentuk batang uji dapat dilihat pada Gambar 2.1 Pada bagian tengah dari
batang uji (pada bagian yang parallel) merupakan bagian yang menerima tegangan yang uniform,
dan pada bagian ini diukurkan “panjang uji” (gauge length), yaitu bagian yang dianggap
menerima pengaruh dari pembebanan, bagian ini yang selalu diukur panjangnya selama proses
pengujian.
Batang uji ini dipasang pada mesin tarik, dijepit dengan pencekam dari mesin tarik pada
ujung-ujungnya dan ditarik ke arah memanjang secara perlahan. Selama penarikan setiap saat
dicatat/tercatat dengan grafik yang tersedia pada mesin tarik, besarnya gaya tarik yang bekerja
dan besarnya pertambahan panjang yang tejadi sebagai akibat dari gaya tarik tersebut. Penarikan
berlangsung terus sampai batang uji putus.
Data yang diperoleh dari mesin tarik biasanya dinyatakan dengan grafik beban –
pertambahan panjang (grafik P - L). Grafik ini masih belum banyak gunanya karena hanya
menggambarkan kemampuan batang uji (bukan kemampuan bahan) untuk menerima beban gaya.
Untuk dapat digunakan menggambarkan sifat bahan secara umum, maka grafik P - L harus
dijadikan grafik lain yaitu suatu diagram Tegangan – Regangan (Stress – stram diagram), disebut
juga suatu diagram  - , kadang-kadang juga disebut Diagram Tarik.
Pada saat batang uji menerima beban sebesar P kg maka batang uji (yaitu panjang uji)
akan bertambah sebesar L mm.
Pada saat itu pada batang uji bekerja tegangan yang besarnya:
 = P/Ao
dimana Ao = luas penampang batang uji mula-mula
Juga pada saat itu pada batang uji terjadi regangan yang besarnya :
 = L/Lo = (L – Lo)/Lo
dimana Lo = panjang “panjang uji” mula-mula
L = panjang “panjang uji” saat menerima beban
Tegangan dituliskan dengan satuan kg/mm2, kg/cm2, psi (pound per square inch) atau
Mpa (Mega Pascal = 106 N/m2). Regangan dapat dinyatakan dengan persentase pertambahan
panjang, satuannya adalah persen (%) atau mm/mm, atau in/in.
Gambar 2.2 dibawah, salah satu contoh bentuk diagram tegangan-regangan, yaitu
diagram tegangan – regangan suatu baja yang ulet (baja karbon rendah).

Dari diagram diatas tampak bahwa pada tegangan yang kecil grafik berupa garis lurus, ini
berarti bahwa besarnya regangan yang timbul sebagai akibat tegangan yang kecil tersebut
berbanding lurus dengan besarnya tegangan yang bekerja (Hukum Hook). Hal ini berlaku hingga
titik P, yaitu batas kesebandingan atau proportionality limit.
Jadi bila pengujian tarik dilakukan dengan penambahan beban secara perlahan mula-mula
akan terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan penambahan gaya yang bekerja.
Kesebandingan ini berlangsung terus sampai beban mencapai titik P (proportionality limit),
setelah itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat penambahan beban tidak lagi
berbanding lurus, pertambahan beban yang sama akan menghasilkan pertambahan panjang yang
lebih besar. Dan bahkan pada suatu saat dapat terjadi pertambahan panjang tanpa ada
penambahan beban, batang uji bertambah panjang dengan sendirinaya. Dikatakan batang uji
mengalami yield (luluh). Keadaan ini berlangsung hanya beberapa saat dan sesudah itu beban
akan naik lagi untuk dapat memperoleh pertambahan panjang (tidak lagi proportional).
Kenaikan beban ini akan berlangsung terus sampai suatu maksimum, dan untuk logam
yang ulet (seperti halnya baja karbon rendah) sesudah itu beban mesin tarik akan menurun lagi
(tetapi pertambahan panjang terus berlangsung) sampai akhirnya batang uji putus. Pada saat
beban mencapai maksimum pada batang uji terjadi pengecilan penampang setempat (local
necking), dan pertambahan panjang akan terjadi hanya di sekitar necking tersebut. Peristiwa
seperti ini hanya terjadi pada logam yang ulet, sedang pada logam-logam yang lebih getas tidak
terjadi necking dan logam itu akan putus pada saat beban maksimum.
Bila pengujian dilakukan dengan cara yang sedikit berbeda yaitu beban dinaikkan
perlahan-lahan sampai harga tertentu lalu beban diturunkan lagi sampai nol, dinaikkan lagi
sampai diatas harga tertinggi yang sebelumnya lalu diturunkan lagi sampai nol, demikian terus
berulang-ulang, maka akan terlihat bahwa pada beban yang kecil disamping berlaku Hukum
Hook juga logam masih elastis, pada saat menerima beban akan bertambah panjang tetapi bila
beban dihilangkan pertambahan panjang juga akan hilang, batang uji kembali ke bentuk dan
ukuran semula.
Keadaan ini berlangsung sampai batas elastik (elastic limit, titik E). Jadi untuk beban rendah,
pertambahan panjang mengikuti garis OP (gambar 2.2).
Bila beban melebihi batas elastik, maka bila beban dihilangkan pertambahan panjang
tidak seluruhnya hilang, masih ada terdapat pertambahan panjang yang tetap, atau pertambahan
panjang yang plastik. Besarnya pertambahan panjang plastik ini dapat dicari dengan menarik
garis sejajar dengan garis pertambahan panjang elastik (garis OP) dari titik yang menunjukkan
besarnya beban/tegangan yang bekerja, pada grafik (Gambar 2.3)
Diagaram tegangan – regangan dapat dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah elastik dan
daerah plastik. Yang menjadi batas antara kedua daerah tersebut seharusnya adalah batas elastik,
titik E, tetapi ini tidak praktis karena mencari titik E cukup sulit, maka yang dianggap sebagai
batas antara daerah elastik dan plastik adalah titik luluh (yield point), Y.
Diagram seperti contoh diatas, dimana yield tampak jelas dan patah terjadi tidak pada
beban maksimum, sebenarnya jarang terjadi. Ini akan terjadi hanya pada beberapa logam yang
cukup ulet, seperti baja karbon rendah yang dianil. Pada logam yang lebih getas yield kurang
nampak, bahkan tidak terlihat sama sekali dan putus akan terjadi pada beban maksimum.
Pada Gambar 2.4 terlihat beberapa jenis diagram tegangan – regangan yang sering
dijumpai pada logam. Logam dikatakan getas bila setelah putus hanya terdapat sedikit regangan
plastik (kurang dari 0,050 in/in), dan bila regangan plastik yang terjadi lebih dari itu logam dapat
dianggap ulet.
2.3.1.1. Sifat mekanik di daerah elastik
1. Kekuatan elastik menyatakn kemampuan untuk menerima beban/tegangan tanpa
berakibat terjadinya deformasi plastik (perubahan bentuk yang permanen).
Kekuatan elastik ini ditunjukkan oleh titik yield (besarnya tegangan yang
mengakibatkan terjadinya yield).
Untuk logam – logam yang ulet memperlihatkan terjadinya yield dengan jelas,
tentu batas ini mudah ditentukan, tetapi untuk logam – logam yang lebih getas
dimana yield dapat dicari dengan menggunakan off set method. Harga yang
diperoleh dengan cara ini dinamakan off set yield strength (kekuatan luluh).
Dalam hal ini yield dianggap mulai terjadi bila sudah timbul regangan plastik
sebesar 0,2 % atau 0,35 % (tergantung kesempatan). Secara grafik, offset yield
strength dapat dicari dengan menarik garis sejajar dengan garis elastik dari titik
regangan 0,2 % atau 0,35 % hingga memotong kurva. Titik perpotongan ini
menunjukkan yield.
(lihat gambar 2.5)
Kekuatan elastik ini penting sekali dalam suatu perancangan karena tegangan

yang bekerja pada suatu bagian tidak boleh melebihi yield point/strength dari bahan,

supaya tidak terjadi deformasi plastik.

2. Kekakuan (stiffness). Suatu bahan yang memiliki kekakuan tinggi bila mendapat
beban (dalam batas elastiknya) akan mengalami deformasi elastik tetapi hanya
sedikit saja.
Kekakuan ditunjukkan oleh modulus elastisitas (Young’s modulus, E)
E = el/ol
Makin besar harga E, makin kaku. Harga E untuk semua baja hampir sama saja,
sekitar 2,15 x 106 kg/cm2 atau 30 x 106 psi, harga ini hampir tidak terpengaruh
oleh komposisi kimia, laku – panas dan proses pembentukannya (sifat mekanik
lain akan terpengaruh oleh hal – hal tersebut).
Kekakuan untuk beberapa rancang bangun tertentu sering lebih penting daripada
kekuatan. Misalnya untuk mesin perkakas, bila rancang bangunya kurang kaku
maka akan mengakibatkan proses permesinan yang dikerjakan dengan mesin
tersebut akan kurang akurat.
Kekakuan juga dapat dinyatakan dengan Poisson’s ratio. Bila batang uji ditarik
secara uniaxial ke arah memanjang maka disamping akan terjadi regangan ke arah
memanjang sebesar x, juga akan mengalami regangan ke arah melintang yaitu
sebesar y, Poisson ratio didefinisikan sebagai perbandingan antara regangan ke
arah melintang dengan regangan ke arah memanjang, pada tegangan yang masih
dalam batas elastik.
 = -y/x
Harga negatif diberikan karena regangan ke arah melintang mempunyai harga
negatif sedang ke arah memanjang mempunyai harga positif.
Harga  untuk logam biasanya berkisar antara 0,25 dan 0,35. makin besar harga 
suatu logam maka logam itu maikn kurang kaku.
3. Resilien (Resilience) menyatakan kemampuan untuk menyerap energi (kerja)
tanpa mengakibatkan terjadinya deformasi plastik. Jadi dapat dinyatakan dengan
banyaknya energi yang diperlukan untuk mencapai batas elastik. Resilien
dinyatakan dengan modulus resilien (modulus of resilience) yang didefinisikan
sebagai banyaknya energi yang diperlukan untuk meregangkan satu satuan
volume bahan hingga sampai batas elastik. Ini dapat dinyatakn secara grafik
sebagai luasan di bawah grafik daerah elastik (gambar 2.6.).
Dari gambar 2.6. dapat dihitung besarnya modulus of resilience :

UR = ½ E . E = E2/2E
Dari hubungan di atas dapat dilihat bahwa mdulus resilien ditentukan oleh E dan
E. tetapi Karena harga E dari suatu logam boleh dikatakan tidak berubah maka
modulus resilien hanya ditentukan oleh E, kekuatan elastik (yield
point/strength).

Karena harga E baja akan naik dengan naiknya kekuatan tarik maksimum uR,
maka bila kekuatan tarik maksimum suatu baja makin tinggi modulus resiliennya
juga makin tinggi. (lihat gambar 2.7 dan Tabel 2.2)
Tabel 2.2. MOULUS OF RESILIENCE FOR VARIOUS MATERIALS
Modulus of
Material E, psi so, psi resilience, UR
Medium-carbon steel 30 x 106 45,000 33,7
High-carbon spring steel 30 x 106 140,000 320
Duraluminum 10,5 x 106 18,000 17
Copper 16 x 106 4,000 5,3
Rubber 150 300 300
Acrylic polymer 0,5 x 106 2,000 4,0

Resilien adalah sifat penting bagi bagian – bagian yang harus menerima tegangan

dan sekaligus juga regangan elastik yang besar, seperti misalnya pegas pada alat transport,

ia harus menerima beban/tegangan dan juga harus mampu berdeformasi secara elastik

cukup banyak.

2.3.1.2 Sifat mekanik didaerah plastik


1) Kekuatan tarik (Tensile strength) menunjukkan kemampuan untuk menerima
beban/tegangan tanpa menjadi rusak/putus. Ini dinyatakan dengan tegangan
maksimum sebelum putus. Kekuatan tarik (Ultimate tensile strength – UTS) :
UTS = u = Pmax/Ao
UTS/kekuatan tarik ini sering dianggap sebagai data terpenting yang diperoleh dari hasil pengujian tarik, karena biasanya perhitungan –
perhitungan kekuatan dihitung atas dasar kekuatan tarik ini (sekarang ada kecenderungan untuk mendasarkan perhitungan kekuatan pada
dasar yang lebih rasional yaitu yield point/yield strength).

Pada baja, kekuatan tarik akan naik seiring dengan naiknya kadar karbon dan
paduannya. (gambar 2.8.)
2) Keuletan (ductility) menggambarkan kemampuan untuk berdeformasi secara
plastik tanpa menjadi patah. Dapat diukur dengan besarnya regangan plastik yang
terjadi setelah batang uji putus. Keuletan biasanya dinyatakan dengan persentase
perpanjangan (persentage elongation) :
D = (Li – Lo)/Lo x 100 %
Li = panjang gage length setelah putus
Bila keuletan dinyatakan dengan persentase perpanjangan maka panjang gauge length mula – mula juga harus disebutkan, jadi misalnya
dituliskan “persentase perpanjangan 25 % pada gauge length 50 mm”.

Secara grafik persentase perpanjangan dapat diukur pada diagram  - , yaitu


dengan menarik garis dari titik patah (B, pada gambar 2.9.) sejajar dengan garis
elastik hingga memotong absis (D, pada gambar 2.9.). Panjang DC adalah
regangan elastik, panjang OD adalah regangan plastik.
Keuletan juga dapat dinyatakan dengan persentase pengurangan luas penampang
(persentange reduction in area) :
D = (Ao – Ai)/Ao x 100 %
Ai = luas penampang batang uji pada patahan.
Pada baja, dan juga pada logam – logam lain, keuletan banyak ditentukan oleh
strukturmikro, jadi juga ditentukan oleh komposisi kimia dari paduan, laku panas
dan tingkat deformasi dingin yang dialami. Pada baja, kenaikan kadar karbon
akan menaikkan kekuatandan kekerasan tetapi akan menurunkan keuletan.
Demikian pula dengan tingkat deformasi dingin, makin tinggi tingkat deformasi
dingin yang dialami makin tinggi kekuatan dan kekerasan tetapi keuletan akan
makin rendah.
Keuletan merupakan salah satu sifat mekanik yang amat penting karena :
 Keuletan menunjukkan seberapa banyak suatu logam dapat dideformasi tanpa
menjadi patah/retak, hal ini penting dalam menentukan besarnya deformasi
yang akan dilakukan pada proses rolling, extruding, forging, drawing dan lain
– lain.
 Kerusakan pada bahan yang memiliki keuletan cukup tinggi biasanya
didahului oleh adanya deformasi, sehingga bila dijumpai adanya deformasi
maka akan dapat diambil tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih
lanjut.
 Dapat digunakan sebagai indicator dari perubahan komposisi kimia dan
kondisi proses pengerjaan.
3) Ketangguhan (toughness) menyatakan kemampuan menyerap energi tanpa
mengakibatkan patah, dapat diukur dengan besarnya energi yang diperlukan untuk
mematahkan. Ketangguhan dinyatakan dengan modulus ketangguhan (modulus of
toughness atau toughness index number) yang dapat didefinisikan sebagai
banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan satu satuan volume suatu
bahan. Secara grafik, ini dapat diukur dengan luasan yang berada dibawah kurva
tegangan – regangan dari hasil pengujian tarik.
Ada beberapa pendekatan matematik yang dapat digunakan
mengukur/menghitung besarnya modulus ketangguhan UT, yaitu :
- untuk bahan yang ulet (ductile) :
UT = u . t atau
UT = t . (u + y)/2
- untuk bahan yang getas (brittle)
UT = 2/3 u . t
Dimana :
UT = modulus ketangguhan (toughness index number)
u = ultimate tensile strength
y = yield point/strength
t = regangan total pada saat putus
Pada beberapa komponen mesin seperti kopling, roda gigi, rantai, kait, kran dan
lain – lain, seringkali mengalami kenaikan tegangan sesaat hingga diatas yield
pointnya, untuk itu akan diperlukan bahan yang memiliki ketangguhan cukup
tinggi.
Ketangguhan merupakan suatu konsep yang sangat penting dan banyak
dipergunakan, tetapi sebenarnya sulit ditetapkan seberapa besar sebenarnya
ketangguhan yang dibutuhkan untuk suatu keperluan, juga sulit untuk mengukur
seberapa besar sebenarnya ketangguhan suatu barang jadi yang terbuat dari bahan
tertentu, karena banyak hal yang mempengaruhi ketangguhan, antara lain adanya
cacat, bentuk dan ukurannya, bentuk dan ukuran benda, kondisi
pembebanan/strain rate, temperatur dan lain – lain yang banyak dianataranay sulit
diukur.
Dari uraian tentang sifat mekanik dapat dianalisis bahwa ketangguhan ditentukan
oleh kekuatan dan keuletan, dimana kedua sifat ini biasanya berjalan
bertentangan, artinya bila kekuatan naik maka keuletan menurun. Ini dapat dilihat
dengan membandingkan baja karbon rendah (yang kekuatannya rendah tetapi
keuletannya tinggi), baja karbon menengah (dengan kekuatan yang lebih tinggi
tetapi keuletannya lebih rendah)dan baja karbon tinggi (yang kekuatannya sangat
tinggi tetapi juga sangat getas). Dari Gambar 2.11. di belakang tampak bahwa
ketangguhan paling tinggi akan diperoleh pada baja karbon menengah.
2.3.1.3 Diagram tegangan – regangan sebenarnya
Diagram tegangan – regangan seperti yang dibicarakan didepan disebut diagram tegangan
– regangan normal karena perhitungan tegangan dan regangan tersebut berdasarkan panjang uji
dan luas penampang mula – mula (nominal), pada hal setiap saat selalu terjadi perubahan sebagai
akibat penarikan yang sedang berlangsung. Dengan demikian seharusnya tegangan dan regangan
dihitung berdasarkan luas penampang dan batang uji pada sesaat itu (bukan yang mula – mula).
Dari hal ini terlihat bahwa sebenarnya diagram tegangan – regangan normal (kadang – kadang
disebut juga diagram tegangan – regangan konvensional) kurang akurat, namun demikian untuk
keperluan teknik (engineering) pada umumnya dianggap sudah memadai, karena dinamakan juga
diagram tegangan – regangan teknik (engineering).
Tetapi untuk beberapa keperluan tertentu, seperti misalnya untuk perhitungan pada proses
pembentukan (rolling, forging dll) serta untuk perhitungan yang lebih mendetail yang
memerlukan ketelitian lebih tinggi akan diperlukan diagram tegangan – regangan sebenarnya
(true stress – true strain diagram).
Definisi :
Tegangan normal : Tegangan sebenarnya :
 = P/Ao 1 = P/A
Regangan normal : Regangan sebenarnya :
 = (L – Lo)/Lo 1 = (L1 – Lo)/Lo + (L2 – L1)/L1 + (L3 –
L2)/L2…..
 = L/Lo 1 = LoL dL/L = LoL ln L = ln (L/Lo)
Hubungan antara tegangan normal dengan tegangan sebenarnya :
1 =  (1 + )
Hubungan antara regangan normal dengan regangan sebenarnya :
1 = b (1+ )

Kedua hubungan diatas hanya berlaku hingga saat terjadinya necking, di luar itu maka tegangan
dan regangan sebenarnya harus dihitung berdasarkan pengukuran nyata pada batang uji, beban
dan luas penampang setiap saat.
Untuk daerah elastik boleh dikatakan tidak ada perbedaan antara tegangan/regangan
nominal dengan tegangan/regangan sebenarnya, perbedaan mulai terjadi di daerah plastik. Pada
diagram tegangan –regangan normal sesudah melampaui tegangan maximum akan terjadi
penurunan, sedang pada diagram tegangan – regangan sebenarnya terus naik hingga putus.
(Gambar 2.12.)
Dari data yang terkumpul dari berbagai logam/paduan tampak ada hubungan yang hampir
linier antara tegangan sebenarnya dengan regangan sebenarnya, yang diplot pada grafik log –
log.
Ada beberapa persamaan matematik yang diajukan untuk menyatakan hubungan tersebut. Salah
satu persamaan yang dianggap cukup representif untuk banyak bahan teknik adalah:

1 = k . m
dimana : k = strength coefficient
n = strain – hardening exponent
Harga k adalah harga true stress 1 pada true strain 1 = 1. Harga n dapat diturunkan dari
persamaan diatas :
Tabel 2.3. Material constant n and k for different sheet materials
k Thicknes
Material Treatment n (psi) (in.)
0.261 77.100 0.037
……….. Anncaled
Anncaled and
temper-rolled 0.234 73.100 0.037
………….. Anncaled in wet
hydrogen 0.284 75.500 0.037
Anncaled 0.156 93.330 0.037
Anncaled 0.118 169.400 0.037
.............
Normalized and
temper-rolled 0.156 154.500 0.037
Anncaled 0.229 143.000 0.050
........... Anncaled 0.211 55.900 0.040

5. SAE 4130 steel ............................ Anncaled 0.211 48.450 0.040


6. SAE 4130 steel.............................

....................

8. Alcoa 2-S aluminium...................

........................

Pernyataan matematik diatas berlaku untuk daerah plastik dan juga hanya sampai saat terjadi
necking. Di luar itu akan terjadi penyimpangan. Pada Tabel 2.3. dan Gambar 2.13. ditunjukkan
grafik hubungan true stress-true strain untuk beberapa bahan dan harga konstantanya,
berdasarkan persamaan matematik di atas.
Pada operasi oembentukan seperti rolling, drawing, dll, tidak diinginkan terjadinya
necking, karena itu perlu diketahui dengan pasti kapan necking akan terjadi. Necking akan
terjadi pada saat beban maksimum, titik ini dinamakan titik instabilitas.
Pada titik ini berlaku dP = 0 karena P = 1A dan 1 = ln (Ao/A)
Atau A = maka

P = 1. dan

dP = - (1. ) d1 + .

Sehingga untuk beban maksimum dimana dP = 0 akan berlaku d 1u/d1u = 1u.

Sehingga
Dari persamaan di atas dapat digambarkan secara grafik dimana letak titik yang menyataka
beban maksimum (Gambar 2.14)

III. Bahan – bahan / Kelengkapan

 Mesin Uji Tarik ( Universal Testing Machine )

 Micrometer

 Jangka Sorong
 Spesimen Uji Tarik

IV. Langkah percobaan

i. Sebelum Percobaan

1. Batang uji di bentuk menurut Standart

2. Catat merk, Type, nomor seri, tahun pembuatan, kemampuan, mesin dan lain –

lain

3. Sket mesin secara keseluruhan dan bagian-bagian utamanya

4. Siapkan dan pasang kertas grafik dan pulpen pada mesin

5. Ukur dan catat dimensi-dimensi dari spesimen sesuai dengan gambar standart

spesimen pengujian

6. Perkirakan beban tertinggi yang di berikan sebagai tahanan atau reaksi terhadap

beban luar (untuk hal ini akan ditentukan oleh asisten)

7. Hidupkan mesin tarik yang akan di gunakan

8. Catat skala mesin pada mesin tarik

9. Pasang spesimen pada cross head

ii. Saat Percobaan

1. Jalankan mesin tarik. Dan catat besarnya beban yield, ultimate dan patah yang

terjadi

2. Setelah percobaan, ukur dan catat diameter pada bagian yang putus dan ukur pula

panjang spesimen setelah patah


V. Gambar Mesin Percobaan

4 4

Keterangan :

1. Body mesin tarik


2. Skala

3. Penarik benda uji

4. Penjepit benda uji

Pengujian Benda Tarik


Lo

Do

Lt

No Keterangan ST 42 ST 37 Al
1 Panjang mula – mula ( Lo ), mm 100 100 100
2 Panjang Spesimen ( Lt ), mm 300 300 298
3 Diameter mula – mula ( Do ),mm 8,5 9 9
4 Luas penampang mula – mula ( Ao ),mm2 56,7 63 63
5 Beban Yield ( P ) ,Kgf 1090,5 1445 2426
6 Beban Ultimate ( Pv ), Kgf 2400 1500 2750
7 Beban Patah (Ppatah), Kgf 1817,5 532,6 1860,2
8 Diameter setelah patah ( D1 ), mm 5,2 7,2 5,5
9 Luas penamapang setelah patah ( A1 ), mm 21,2 4,06 23,7
10 Panjang setelah patah ( L1 ), mm 115 105 105

ANALISA DATA

 ST 42 (BESI BETON)

Panjang awal = 100 mm

Panjang akhir = 115 mm

Diameter awal = 8,5mm

Diameter akhir = 5,2mm


Beban maximum = 2400kgf

Luas Penampang awal ( Ao ) =  . D2


4

=  . 8,52
4

= 56,74mm2

Luas Penampang akhir ( Ao ) =  . D2


4

=  . 5,22
4

= 21,23mm2

0  P max = 100mm  2400 =24 kgf / mm


100

0P = 100mm  90x24 = 2160kgf

0P = 100mm  90 x24 = 2160kgf

Data Titik perhitungan


Titik a. Panjang = 4 kotak

Beban = 20 kotak

b. Panjang = 5 kotak

Beban = 30 kotak

c. Panjang = 6 kotak

Beban = 40 kotak

d. Panjang = 7 kotak

Beban = 50 kotak

e. Panjang = 8 kotak
Beban = 60 kotak

Titik 1. Panjang = 9 kotak

Beban = 88 kotak

2. Panjang = 11 kotak

Beban = 93 kotak

3. Panjang = 16 kotak

Beban = 100 kotak

4. Panjang = 22 kotak

Beban = 82 kotak

Perhitungan beban Maximum


Panjang Maximum = 22 kotak

Beda panjang = 115– 100 = 15 mm

Jadi = 15 / 22 = 0,68 mm/ kotak

Perhitungan perubahan beban


Beban Maximum = 100 kotak

Beda Maximum (mm ) = 2400 kgf

Jadi = 2400/100 = 24 kgf / kotak

Titik a
Panjang = 4 kotak

La = 2,2 mm

beban = 20 kotak

Pa = 610 kgf
Vo =.d2.L
4

=  .8,5 2 . 100
4

= 5674,50 mm2

ds  Vo =  . ds 2 . L
4

5674,50 = 0,785 . ds 2 . (100 + 2,2 )

= 0,785 . ds 2 . ( 102,2 )

= 80,227 . ds 2

ds 2 = 5674,50
80,227

ds 2 = 70,73

ds = 70,73

ds = 8,41 mm

Vs  Vs =  . ds 2 . L
4

= 0,785 . ( 8,41 2 ) . 102,2

= 5674,30 mm3

As  As =  . ds 2
4

= 0,785 . ( 8,41 2 )

= 70,72 m 2

Sa = Pa
Aa

= ( 20 x 2400 kgf )
70,72 mm2
=678,73kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )

ta = 2,2 mm x 100


100 mm

= 2,2

Tegangan teknik (  t )

ta = 610
56,74

= 10,75 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

sa = ln ( 1 + ( 2,2)
100

= 0,022

= 2,22

Titik b
Panjang = 5 kotak

Lb = 2,75 mm

beban = 30 kotak

Pb = 915 kgf

Vo =.d2.L
4

= 0,785 . 9 2 . 100

= 6358,5mm2

ds  Vo =  . ds 2 . L
4
6358,5 = 0,785 . ds 2 . (100 + 2,75 )

= 0,785 . ds 2 . (102,75)

=80,65. ds 2

ds 2 = 6358,5
80,65

ds 2 = 78,84

ds = 78,84

ds =8,87mm

Vs  Vs =  . ds 2 . L
4

= 0,785 . ( 8,872 ) . 102,75

= 6345,98 mm3

As  As =  . ds 2
4

= 0,785 . ( 8,872 )

= 61,76 mm 2

Sb = Pb
Ab

= ( 30 x 2400 kgf )
61,76mm2

= 1165,80 kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )

tb = 2,75 mm x 100


100 mm

= 2,75

Tegangan teknik (  t )
tb = 915
56,74

= 16,12kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

sb = ln ( 1 + ( 2,75 )
100

= 0,0275

= 2,75

Titik c
Panjang = 6 kotak

Lc = 3,3 mm

beban = 40 kotak

Pc = 1220 kgf

Vo =.d2.L
4

= 0,785 . 9 2 . 100

= 6385,5mm2

ds  Vo =  . ds 2 . L
4

6358,5 = 0,785 . ds 2 . (100 + 3,3 )

= 0,785 . ds 2 . ( 103,3 )

= 81,09 . ds 2

ds 2 = 6385,5
81,09

ds 2 = 78,74

ds = 78,74
ds = 8,87 mm

Vs  Vs =  . ds 2 . L
4

= 0,785 . ( 8,87 2 ) . 103,3

= 6379,9 mm3

As  As =  . ds 2
4

= 0,785 . (8,87 2 )

=61,76mm 2

Sc = Pc
Ac

= ( 40 x 2400 kgf )
61,76 mm2

= 1554,4kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )

tc = 3,3 mm x 100


100 mm

= 3,3

Tegangan teknik (  t )

tc = 1220
56,74

= 19,18 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

sc = ln ( 1 + ( 3,3 )
100

= 0,033

= 3,3
Titik d
Panjang = 7 kotak

Ld = 3,85 mm

beban = 50 kotak

Pb = 15255 kgf

Vo =.d2.L
4

= 0,785 . 9 2 . 100

= 66231,33 mm2

ds  Vo =  . ds 2 . L
4

6231,33 = 0,785 . ds 2 . (98 + 3,85 )

= 0,785 . ds 2 . ( 101,85 )

= 79,95225 . ds 2

ds 2 = 6231,33
79,95225

ds 2 = 77,93814433

ds = 77,93814433

ds = 8,828258284 mm

Vs  Vs =  . ds 2 . L
4

= 0,785 . ( 8,828258284 2 ) . 101,85

= 6231,33 mm3

As  As =  . ds 2
4
= 0,785 . ( 8,828258284 2 )

= 61,1814433 mm 2

Sd = Pd
Ad

= ( 50 x 30,5 kgf )
61,1814433 mm2

= 24,92585882 kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )

td = 3,85 mm x 100


98 mm

= 3,928571429

Tegangan teknik (  t )

td = 1525
63,585

= 23,98364394 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

sd = ln ( 1 + ( 3,928571429 )
100

= 0,038533664

= 3,85336694

Titik e
Panjang = 8 kotak

Le = 4,4 mm

beban = 70 kotak

Pe = 2135 kgf
Vo =.d2.L
4

= 0,785 . 9 2 . 98

= 66231,33 mm2

ds  Vo =  . ds 2 . L
4

6231,33 = 0,785 . ds 2 . ( 98 + 4,4 )

= 0,785 . ds 2 . ( 102,4 )

= 80,384 . ds 2

ds 2 = 6231,33
80,384

ds 2 = 77,51953125

ds = 77,51953125

ds = 8,804517661 mm

Vs  Vs =  . ds 2 . L
4
2
= 0,785 . ( 8,804517661 ) . 102,4

= 6231,329998 mm3

As  As =  . ds 2
4

= 0,785 . ( 8,804517661 2 )

= 60,85283203 mm 2

Se = Pe
Ae
= ( 70 x 30,5 kgf )
60,852832003 mm2

= 35,08464485 kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )

te = 4,4 mm x 100


98 mm

= 4,489745918

Tegangan teknik (  t )

te = 2135
63,585

= 33,57710152 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

se= ln ( 1 + ( 4,484795918 )
100

= 0,043919233

= 4,3919233

Titik 1
Panjang = 9 kotak

L1 = 4,95 mm

beban = 88 kotak

P1 = 2684 kgf

Vo =.d2.L
4
= 0,785 . 9 2 . 98

= 66231,33 mm2

ds  Vo =  . ds 2 . L
4

6231,33 = 0,785 . ds 2 . (98 + 4,95 )

= 0,785 . ds 2 . ( 102,95 )

= 80,81575 . ds 2

ds 2 = 6231,33
80,81575

ds 2 = 77,10534047

ds = 77,10539097

ds = 8,780967542 mm

Vs  Vs =  . ds 2 . L
4

= 0,785 . ( 8,780467542 2 ) . 102,95

= 6231,330001 mm3

As  As =  . ds 2
4

= 0,785 . ( 8,7809675542 )

= 60,52773191 mm 2

S1 = P1
A1

= ( 88 x 30,5 kgf )
60,52773191 mm2
= 44,34331034 kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )

tb1 = 4,95 mm x 100


98 mm

= 5,051020408

Tegangan teknik (  t )

t1 = 2684
63,585

= 42,21121334 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

s1 = ln ( 1 + ( 5,051020408 )
100

= 0,049275954

= 4,9275954

Titik 2
Panjang = 11kotak

L2 = 6,05 mm

beban = 93 kotak

P2 = 2836,5 kgf

Regangan Teknik (  t )

t2 = 6,05 mm x 100


98 mm
= 6,1734692,806122449

Tegangan teknik (  t )

t2 = 2836,5
63,585

= 44,60957773 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

s2 = ln ( 1 + ( 6,17346938 )
100

= 0,059904047

= 5,9909047

Tegangan sebenarnya
s2 = 44,60957773 + ( 1 + ( 6,173469388 )
100

= 45,67131242 kgf / mm2

Titik 3
Panjang = 16 kotak

L3 = 8,8 mm

beban = 100 kotak

P3 = 3050 kgf

Regangan Teknik (  t )

t3 = 8,8 mm x 100


98 mm

= 8,479591837
Tegangan teknik (  t )

t3 = 3030
63,585

= 47,96728788 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

s3 = ln ( 1 + ( 8,979591837 )
100

= 0,0859900447

= 8,5990447

Tegangan sebenarnya
s3 = 47,96728788 + ( 1 + ( 8,47451837 )
100

= 49,05708306 kgf / mm2

Titik 4
Panjang = 22 kotak

L4 = 12,1 mm

beban = 82 kotak

P4 = 2501 kgf

Regangan Teknik (  t )

t4 = 12,1 mm x 100


98 mm

= 12,34693878

Tegangan teknik (  t )

t4 = 2501
63,585

= 3633317606 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

s4 = ln ( 1 + ( 12,34693878 )
100

= 0,116421565

= 11,6421565

Tegangan sebenarnya
s4 = 2501
38,465

= 65,02014819 kgf / mm2

 ST 37 (ALUMENIUM)

Panjang awal = 98 mm

Panjang akhir = 113 mm

Diameter awal = 9 mm

Diameter akhir = 6 mm

Beban maximum = 2540 kgf

Luas Penampang awal ( Ao ) =  . D2


4

=.92
4

= 63,585 mm2

Luas Penampang akhir ( Ao ) =  . D2


4
=.62
4

= 28,26 mm2

0  P max = 78 mm  2540 = 37,3 kgf / mm


100

0P = 58 mm  58 x 37,35 = 2166,3 kgf

0P = 63 mm  93 x 30,5 = 2836,5 kgf

Data Titik perhitungan


Titik a. Panjang = 3 kotak

Beban = 13 kotak

b. Panjang = 4 kotak

Beban = 23 kotak

c. Panjang = 5 kotak

Beban = 33 kotak

d. Panjang = 6 kotak

Beban = 43 kotak

e. Panjang = 7 kotak

Beban = 53 kotak

Titik 1. Panjang = 8 kotak

Beban = 58 kotak

2. Panjang = 9 kotak

Beban = 63 kotak

3. Panjang = 15 kotak
Beban = 68 kotak

4. Panjang = 23 kotak

Beban = 48 kotak

Perhitungan beban Maximum


Panjang Maximum = 23 kotak

Beda panjang = 113 – 98 = 15 mm

Jadi = 15 / 23 = 0,65 mm/ kotak

Perhitungan perubahan beban


Beban Maximum = 68 kotak

Beda Maximum (mm ) = 2540 kgf

Jadi = 2540/68 = 37,35 kgf / kotak

Titik a
Panjang = 3 kotak

La = 1,95 mm

beban = 13 kotak

Pa = 485,55 kgf

Vo =.d2.L
4

= 0,785. 9 2 . 98

= 66231,33 mm2

ds  Vo =  . ds 2 . L
4

6231,33 = 0,785 . ds 2 . (98 + 1,95 )

= 0,785 . ds 2 . ( 99,5 )
= 78,46075 . ds 2

ds 2 = 6231,33
78,46075

ds 2 = 79,41970985

ds = 79,41970985

ds = 8,911773665 mm

Vs  Vs =  . ds 2 . L
4

= 0,785 . ( 8,911773665 2 ) . 99,95

= 6231,33 mm3

As  As =  . ds 2
4

= 0,785 . ( 8,911773665 2 )

= 62,3447224 m 2

Sa = Pa
Aa

= ( 13 x 37,35 kgf )
62,3447224 mm2

= 7,788149202 kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )

ta = 1,95 mm x 100


98 mm

= 1,989795918

Tegangan teknik (  t )
ta = 485,55
63,585

= 7,6362344461 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

sa = ln ( 1 + ( 1,989795918 )
100

= 0,019702575

= 1,9702575

Titik b
Panjang = 4 kotak

Lb = 2,6 mm

beban = 23 kotak

Pb = 859,05 kgf

Vo =.d2.L
4

= 0,785 . 9 2 . 98

= 66231,33 mm2

ds  Vo =  . ds 2 . L
4

6231,33 = 0,785 . ds 2 . ( 98 + 2,6 )

= 0,785 . ds 2 . ( 100,6 )

= 78,971 . ds 2

ds 2 = 6231,33
78,271
ds 2 = 78,90656064

ds = 78,90656064

ds = 8,882936487 mm

Vs  Vs =  . ds 2 . L
4

= 0,785 . ( 8,882936487 2 ) . 100,6

= 6231,33 mm3

As  As =  . ds 2
4

= 0,785 . ( 8,882936487 2 )

= 61,94165512 mm 2

Sb = Pb
Ab

= ( 23 x 37,35 kgf )
61,94165512 mm2

= 13,86869625 kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )

tb = 2,6mm x 100


98 mm

= 2,653061224

Tegangan teknik (  t )

tb = 859,05
63,585

= 13,51026185 kgf/mm2
Regangan Sebanarnya (  s )

sb = ln ( 1 + ( 2,653061224 )
100

= 0,02 6184778

= 2,6184778

Titik c
Panjang = 5 kotak

Lc = 3,25 mm

beban = 33 kotak

Pc = 1232 kgf

Vo =.d2.L
4

= 0,785 . 9 2 . 98

= 66231,33 mm2

ds  Vo =  . ds 2 . L
4

6231,33 = 0,785 . ds 2 . (98 + 3,25 )

= 0,785 . ds 2 . ( 101,25 )

= 79,48125 . ds 2

ds 2 = 6231,33
79,48125

ds 2 = 78,4

ds = 78,4

ds = 8,854377448 mm
Vs  Vs =  . ds 2 . L
4

= 0,785 . ( 8,854377448 2 ) . 101,25

= 6231,329999 mm3

As  As =  . ds 2
4
2
= 0,785 . ( 8,854377498 )

= 61,54399999 mm 2

Sc = Pc
Ac

= ( 33 x 37,35 kgf )
61,54399999 mm2

= 20,02713506 kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )

tc = 3,25 mm x 100


98 mm

= 3,316326531

Tegangan teknik (  t )

tc = 1232,55
63,585

= 19,38428875 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

sc = ln ( 1 + ( 3,316326551 )
100
= 0,032625227

= 3,2625227

Titik d
Panjang = 6 kotak

Ld = 3,9 mm

beban = 43 kotak

Pb = 1606,05 kgf

Vo =.d2.L
4

= 0,785 . 9 2 . 98

= 66231,33 mm2

ds  Vo =  . ds 2 . L
4

6231,33 = 0,785 . ds 2 . ( 98 + 3,9 )

= 0,785 . ds 2 . ( 101,9 )

= 79,9915 . ds 2

ds 2 = 6231,33
79,9915

ds 2 = 77,89990186

ds = 77,89990186

ds = 8,82609216 mm

Vs  Vs =  . ds 2 . L
4
2
= 0,785 . ( 8,82609216 ) . 101,9

= 6231,33 mm3

As  As =  . ds 2
4

= 0,785 . ( 8,826092106 2 )

= 61,15142293 mm 2

Sd = Pd
Ad

= ( 43 x 37,35 kgf )
61,15142296 mm2

= 21,15142296 kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )

td = 3,9 mm x 100


98 mm

= 3,979591837

Tegangan teknik (  t )

td = 1606,05
63,585

= 25,25831564 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

sd = ln ( 1 + ( 3,979591837 )
100

= 0,039024461

= 3,90244614
Titik e
Panjang = 7 kotak

Le = 4,54 mm

beban = 53 kotak

Pe = 1979,55 kgf

Vo =.d2.L
4

= 0,785 . 9 2 . 98

= 66231,33 mm2

ds  Vo =  . ds 2 . L
4

6231,33 = 0,785 . ds 2 . ( 98 + 4,54 )

= 0,785 . ds 2 . ( 102,54 )

= 80,350175. ds 2

ds 2 = 6231,33
80,50175

ds 2 = 77,40614334

ds = 77,40514334

ds = 8,798076116 mm

Vs  Vs =  . ds 2 . L
4
2
= 0,785 . ( 8,798076116 ) . 102,54

= 6231,33 mm3
As  As =  . ds 2
4

= 0,785 . ( 8,748076116 2 )

= 60,76382252 mm 2

Se = Pe
Ae

= ( 53 x 37,35 kgf )
60,876382252 mm2

= 32,57777273 kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )

te = 4,54 mm x 100


98 mm

= 4,642857143

Tegangan teknik (  t )

te = 1979,55
63,585

= 31,13234253 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

se= ln ( 1 + ( 4,642857143 )
100

= 0,045383005

= 4,5383005
Titik 1
Panjang = 8 kotak

L1 = 5,2 mm

beban = 58 kotak

P1 = 2166,3 kgf

Vo =.d2.L
4

= 0,785 . 9 2 . 98

= 66231,33 mm2

ds  Vo =  . ds 2 . L
4

6231,33 = 0,785 . ds 2 . ( 98 + 5,2 )

= 0,785 . ds 2 . ( 103,2 )

= 81,012 . ds 2

ds 2 = 6231,33
81,012

ds 2 = 76,91860465

ds = 76,91860465

ds = 8,7703325231 mm

Vs  Vs =  . ds 2 . L
4

= 0,785 . ( 8,770325231 2 ) . 103,2

= 6231,330001 mm3
As  As =  . ds 2
4

= 0,785 . ( 8,770325231 2 )

= 60,38110466 mm 2

S1 = P1
A1

= ( 58 x 37,35 kgf )
60,38110466 mm2

= 35,87711772 kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )

tb1 = 5,2 mm x 100


98 mm

= 5,306122449

Tegangan teknik (  t )

t1 = 2166,3
63,585

= 34,06935548 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

s1 = ln ( 1 + ( 5,306122449 )
100

= 0,051701374

= 5,1701374
Titik 2
Panjang = 9 kotak

L2 = 5,85 mm

beban = 63 kotak

P2 = 2353,05 kgf

Regangan Teknik (  t )

t2 = 5,85 mm x 100


98 mm

= 5,969387755

Tegangan teknik (  t )

t2 = 2353,05
63,585

= 37,00636443 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

s2 = ln ( 1 + ( 5,969387755 )
100

= 0,057980071

= 5,7980071

Tegangan sebenarnya
s2 = 37,00636943 + ( 1 + ( 5,969387788 )
100

= 38,0660633 kgf / mm2

Titik 3
Panjang = 15 kotak
L3 = 9,75 mm

beban = 68 kotak

P3 = 2539,8 kgf

Regangan Teknik (  t )

t3 = 9,75 mm x 100


98 mm

= 9,948979892

Tegangan teknik (  t )

t3 = 2539,8
63,585

= 39,94338287 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

s3 = ln ( 1 + ( 9,948979592 )
100

= 0,09484625

= 39,94338287 Kgf / mm

Tegangan sebenarnya
s3 = 39,94338287 + ( 1 + ( 9,948979592 )
100

= 41,04287267 kgf / mm2

Titik 4
Panjang = 23 kotak

L4 = 14,95 mm

beban = 48 kotak
P4 = 1792,8 kgf

Regangan Teknik (  t )

t4 = 14,95 mm x 100


98 mm

= 15,25510204

Tegangan teknik (  t )

t4 = 1792,8
63,585

= 28,19532909 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

s4 = ln ( 1 + ( 15,25510204 )
100

= 0,14197764

= 14,197764

Tegangan sebenarnya
s4 = 7792,8
28,26

= 63,43949045 kgf / mm2

 BAJA

Panjang awal = 97 mm

Panjang akhir = 115 mm

Diameter awal = 9 mm

Diameter akhir = 5,2 mm


Beban maximum = 1610 kgf

Luas Penampang awal ( Ao ) =  . D2


4

=.92
4

= 63,58 mm2

Luas Penampang akhir ( Ao ) =  . D2


4

=  . 5,2 2
4

= 21,2264 mm2

Penentuan paduan AL – Mg
Kekuatan tarik = 25,31 Kgf/mm2

Kekuatan Brinnel = 95,6 BHN

Dengan  Indentor, D = 10 mm

Dengan  Indentasi, d = 5,9 mm

0  P max = 78 mm  1610 = 20,64 kgf / mm


78

0P = 54 mm  54 x 20,64 = 1114,56 kgf

0P = 69 mm  69 x 20,64 = 1424,16 kgf

Data Titik perhitungan


Titik a. Panjang = 2 kotak

Beban = 4 kotak

b. Panjang = 4 kotak

Beban = 14 kotak

c. Panjang = 6 kotak
Beban = 24 kotak

Titik 1. Panjang = 8 kotak

Beban = 54 kotak

2. Panjang = 14 kotak

Beban = 69 kotak

3. Panjang = 24 kotak

Beban = 78 kotak

4. Panjang = 26 kotak

Beban = 63 kotak

Perhitungan beban Maximum


Panjang Maximum = 26 kotak

Beda panjang = 115 – 97 = 18 mm

Jadi = 18 / 26 = 0,69 mm/ kotak

Perhitungan perubahan beban


Beban Maximum = 78 kotak

Beda Maximum (mm ) = 1610 kgf

Jadi = 1610 / 78 = 20,64 kgf / kotak

Titik a
Panjang = 2 kotak

La = 1,38 mm

beban = 4 kotak

Pa = 82,56 kgf
Vo =.d2.L
4

= 0,785. 9 2 . 97

= 6167,745 mm2

ds  Vo =  . ds 2 . L
4

6167,745 = 0,785 . ds 2 . (97 + 1,38 )

= 0,785 . ds 2 . ( 98,38 )

= 77,2283 . ds 2

ds 2 = 6167,745
77,2283

ds 2 = 79,86379345

ds = 79,86379345

ds = 8,936654489 mm2

Vs  Vs =  . ds 2 . L
4

= 0,785 . ( 8,936654489 2 )

= 62,69307786 mm2

As  As =  . ds 2
4

= 0,785 . ( 8,936654489 2 )

= 62,69307786 m 2

Sa = Pa
Aa

= ( 4 x 20,64 ) kgf
62,69307786 mm2
= 1,3116891784 kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )

ta = ( 1,38 x 100


97

= 1,422680412

Tegangan teknik (  t )

ta = 82,56
63,585

= 1,298419439 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

sa = ln ( 1 + ( 1,422680412 )
100

= 0,014126552

= 1,4126552

Titik b
Panjang = 4 kotak

Lb = 2,76 mm

beban = 14 kotak

Pb = 288,96 kgf

Vo =.d2.L
4

= 0,785 . 9 2 . 97

= 6167,745 mm2
ds  Vo =  . ds 2 . L
4

6167,745 = 0,785 . ds 2 . (97 + 2,76 )

= 0,785 . ds 2 . ( 99,76 )

= 78,3116 . ds 2

ds 2 = 6167,745
78,3116

ds 2 = 78,75902165

ds = 78,75902165

ds = 8,874627973 mm

Vs  Vs =  . ds 2 . L
4

= 0,785 . ( 8,874627973 2 ) . 99,76

= 6167,745001mm 3

As  As =  . ds 2
4

= 0,785 . ( 8,87462279773 2 )

= 61,825832 mm 2

Sb = Pb
Ab

= ( 14 x 20,64 kgf )
61,825832 mm2

= 4,673774548 kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )
tb = 2,76 mm x 100
97 mm

= 2,845360825

Tegangan teknik (  t )

tb = 288,96
63,585

= 4,544468035 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

sb = ln ( 1 + ( 2,845360825 )
100

= 0,028056322

= 2,8056322

Titik c
Panjang = 6 kotak

Lc = 4,14 mm

beban = 24 kotak

Pc = 495,36 kgf

Vo =.d2.L
4

= 0,785 . 9 2 . 97

= 6167,745 mm2

ds  Vo =  . ds 2 . L
4

6167,745 = 0,785 . ds 2 . (97 + 4,14 )


= 0,785 . ds 2 . ( 101,14 )

= 79,3449 . ds 2

ds 2 = 6167,745
79,3949

ds 2 = 77,68439786

ds = 77,68439786

ds = 8,813875303 mm

Vs  Vs =  . ds 2 . L
4

= 0,785 . ( 8,813875303 2 ) . 101,14

= 6167,744999 mm3

As  As =  . ds 2
4

= 0,785 . ( 8,813875303 2 )

= 60,98225232 mm 2

Sc = Pc
Ac

= ( 24 x 20,64 kgf )
60,98225232 mm2

= 8,123019094 kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )

tc = 4,14 mm x 100


97 mm

= 4,268041237
Tegangan teknik (  t )

tc = 445,36
63,585

= 7,790516631 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

sc = ln ( 1 + ( 4,268041237 )
100

= 0,041794717

= 4,1794717

Titik 1
Panjang = 8 kotak

L1 = 5,52 mm

beban = 54 kotak

P1 = 1114,56 kgf

Vo =.d2.L
4

= 0,785 . 9 2 . 97

= 6167,745 mm2

ds  Vo =  . ds 2 . L
4

6167,745 = 0,785 . ds 2 . (97 + 5,52 )

= 0,785 . ds 2 . ( 102,52 )
= 80,4782 . ds 2

ds 2 = 6167,745
80,4782

ds 2 = 76,63870464

ds = 76,63870464

ds = 8,75435468 mm

Vs  Vs =  . ds 2 . L
4

= 0,785 . ( 8,75435468 2 ) . 102,52

= 6167,745 mm3

As  As =  . ds 2
4

= 0,785 . ( 8,75435468 2 )

= 6167,745 mm 2

S1 = P1
A1

= ( 54 x 20,64 kgf )
60,16138314 mm2

= 18,52616981 kgf /mm2

Regangan Teknik (  t )

t1 = 5,52 mm x 100


97 mm

= 5,690721649

Tegangan teknik (  t )
t1 = 1114,56
63,585

= 17,52866242 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

s1 = ln ( 1 + ( 5,690721649 )
100

= 0,055346922

= 5,5346922

Titik 2
Panjang = 14 kotak

L2 = 9,66 mm

beban = 69 kotak

P2 = 1424,16 kgf

Regangan Teknik (  t )

t2 = 9,66 mm x 100


97 mm

= 9,958762887

Tegangan teknik (  t )

t2 = 1424,16
63,585

= 22,39773531 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )
s2 = ln ( 1 + ( 9,958762887 )
100

= 0,094935226

= 9,4935226

Tegangan sebenarnya
s2 = 22,39773531 + ( 1 + ( 9,958762887 )
100

= 23,49732294 kgf / mm2

Titik 3
Panjang = 24 kotak

L3 = 16,56 mm

beban = 78 kotak

P3 = 1609,92 kgf

Regangan Teknik (  t )

t3 = 16,56 mm x 100


97 mm

= 17,07216445

Tegangan teknik (  t )

t3 = 1609,92
63,585

= 25,37917905 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

s3 = ln ( 1 + ( 17,07216495 )
100
= 0,1576203537

= 15,7620353

Tegangan sebenarnya
s3 = 25,31917905 + ( 1 + ( 17,07216445 )
100

= 26,4899007 kgf / mm2

Titik 4
Panjang = 26 kotak

L4 = 17,9 4 mm

beban = 63 kotak

P4 = 1300,32 kgf

Regangan Teknik (  t )

t4 = 17,94 mm x 100


97 mm

= 18,49484536

Tegangan teknik (  t )

t4 = 1300,32
63,585

= 20,45010316 kgf/mm2

Regangan Sebanarnya (  s )

s4 = ln ( 1 + ( 18,49484536 )
100

= 0,169699274

= 16,9699274
Tegangan sebenarnya
s4 = 1300,32
21,2264

= 61,25956356 kgf / mm2

Tugas sesudah Pratikum

1. Gambar Grafik Tegangan-Regangan sebenarnya


2. Besar ketiga bahan uji

ST 42

E = 0  2836,5 kgf E = 0 6,17

p = 0  2684 kgf p = 0 5,051

y = 0  2836,5 kgf y = 0 6,17

v =3050 kgf v = 8,47

E =2836 kgf  = 65,02014819 kgf / mm2

ST 37

E = 0  2353,05 kgf E = 0 5,969

p = 0  2166,3 kgf p = 0 5,306

y = 0  2353,05 kgf y = 0 5,969

v =2540 kgf v = 9,948

E =2353 kgf  = 63,43949045 kgf / mm2

AL - Mg

E = 0  1424,16 kgf E = 0 9,958

p = 0  1114,56 kgf p = 0 5,690

y = 0  1424,16 kgf y = 0 9,958

v =1610 kgf v = 17,0721

E =1424,16 kgf  = 61,25956356 kgf / mm2


PENGUJIAN KEKERASAN

I. Tujuan Pengujian

Untuk melihat kemampuan bahan terhadap adanya deformasiplastis

II. Dasar Teori

Kekerasan dan pengujian kekerasan.


Kekerasan sebenarnya merupakan suatu istilah yang sulit didefinisikan secara tepat,
karena setiap bidang ilmu dapat memberikan definisinya sendiri – sendiri yang sesuai dengan
persepsi dan keperluannya. Karenanya juga cara pengujian kekerasan ada bermacam – macam
tergantung konsep yang dianut. Dalam engineering, yang menyangkut logam, kekerasan sering
dinyatakan sebagai kemampuan untuk menahan indentasi/penetrasi/abrasi. Ada beberapa cara
pengujian kekerasan yang terstandart yang digunakan untuk menguji kekerasan logam, pengujian
Brinell, Rockwell, Vickers dll.
2.3.2.1. Pengujian Kekerasan Brinell
Pegujian Brinell adalah salah satu cara pengujian kekerasan yang paling banyak
digunakan. Pada pengujianBrinell digunakan bola baja yang dikeraskan sebagai indentor.
Indentor ini ditusukkan ke permukaan logam yang diuji dengan gaya tekan tertentu selama waktu
tertentu pula (antara 10 sampai 30 detik). Karena penusukan (indentasi) itu maka pada
permukaan logam tersebut akan terjadi tapak tekan yang berbentuk tembereng bola. Kekerasan
Brinell dihitung sebagai :
P = gaya tekan (kg)
D = diameter bola indentor (mm)
d = diameter tapak tekan (mm)
Biasanya pada pengujian kekerasan Brinell yang standart digunakan bola baja yang
dikeraskan berdiameter 10 mm, gaya tekan 3000 kg (untuk pengujian kekerasan baja), atau 1000
atau 500 kg (untuk logam non ferrous, yang lebih lunak), dengan lama penekanan 10 – 15 detik.
Tetapi mengingat kekerasan bahan yang diuji dan juga tebal bahan (supaya tidak terjadi indentasi
yang terlalu dalam atau terlalu dangkal), boleh digunakan gaya tekan dan indentor dengan
diameter yang berbeda asalkan selalu dipenuhi persyaratan P/D2 = konstan. Dengan memenuhi
persyaratan tersebut maka hasil pengukuran tidak akan berbeda banyak bila diuji dengan gaya
tekan/diameter bola indentor yang berbeda. Harga konstanta ini untuk baja adalah 30, untuk
tembaga/paduan tembaga 10 dan untuk aluminium/paduan aluminium 5.
Untuk pengujian logam yang sangat keras (di atas 500 BHN) bahan indentor dari baja
yang dikeraskan tidak cukup baik, karena indentor itu sendiri mungkin mulai terdeformasi, maka
digunakan bola dari karbida tungsten, yang mampu mengukur sampai kekerasan sekitar 650
BHN.
2.3.2.2. Pengujian kekerasan Rockwell
Pada pengujian Brinell harus dilakukan pengukuran diameter tapak tekan secara manual,
sehingga ini memberi peluang untuk terjadinya kesalahan pengukuran, disamping juga akan
memakan waktu. Pada cara Rrockwell pengukuran langsung dilakukan oleh mesin, dan mesin
langsung menunjukkan angka kekerasan dari bahan yang diuji. Cara ini lebih cepat dan akurat.
Pada cara Rockwell yang normal, mula – mula permukaan logam yang diuji ditekan oleh
indentor dengan gaya tekan 10 kg, beban awal (minor load Po), sehingga ujung indentor
menembus permukaan sedalam h (lihat gambar 2.15.). Setelah itu penekanan diteruskan dengan
memberikan beban utama (major load P) selama beberapa saat, kemudian beban utama dilepas,
hanya tinggal beban awal, pada saat ini kedalaman penetrasi ujung indentor adalah h1.
Kekerasan diperhitungkan berdasarkan perdaan kedalaman penetrasi ini. Karena yang diukur
adalah kedalaman penetrasi, maka pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan dial
indicator, dengan sedikit modifikasi yaitu piringan penunjuknya menunjukkan skala kekerasan
Rockwell.
Dengan cara Rockwell dapat digunakan beberapa skala, tergantung pada kombinasi jenis
indentor dan besar beban utama yang digunakan. Macam skala dan jenis indentor serta besar
beban utama dapat dilihat pada Tabel 2.4. di bawah. Untuk logam biasanya digunakan skala B
atau C, dan angka kekerasannya dinyatakan dengan RB dan RC. untuk skala B harus digunakan
indentor berupa bola baja berdiameter 1/10 dan beban utama 100 kg. kekerasan yang dapat
diukur dengan Rockwell B ini sampai RB 100, bila pada suatu pengukuran diperoleh angka di
atas 100 maka pengukuran harus diulangi dengan menggunakan skala lain. Kekerasan yang
diukur dengan skala B ini relatif tidak begitu tinggi, untuk mengukur kekerasan logam yang
keras digunakan Rockwell C (amapai angka kekerasan RC 70) atau Rockwell A (untuk yang
sangat getas).
Table 2.4. Loads and indentors for Rockwell hardness tests.
Di samping Rockwell yang normal ada pula yang disebut superficial Rockwell, yang
menggunakan beban awal 3kg, indentor kerucut intan (diamond cone, brale) dan beban utama
15, 30 atau 45 kg. Superficial Rockwell digunakan untuk specimen yang tipis.
2.3.2.3. Pengujian kekerasan Vickers
Prinsip dasar pengujian ini sama dengan pengujian Brinell, hanya saja di sini digunakan
indentor intan yang berbentuk piramid beralas bujur sangkar dan sudut puncak antara dua sisi
yang berhadapan 136o. tapak tekannya tentu

Load
Test Kilograms Indentor
A 60 Brale
B 100
C 150  ball
D 100
F 60 Brale
G 150 Brale

 ball

 ball

akan berbentuk bujur sangkar, dan yang diukur adalah panjang kedua diagonalnya lalu diambil
rata – ratanya. Angka kekerasan Vickers dihitung dengan :
HV = = 1,854 P/d2
Dimana : P = gaya tekan (kg)
d = diagonal tapak tekan rata – rata (mm)
α = sudut puncak indentor = 136o
Hasil pengujian kekerasan Vickers ini tidak tergantung pada besarnya gaya tekan (tidak
seperti pada Brinell), dengan gaya tekan yang berbeda akan menunjukkan hasil yang sama untuk
bahan yang sama. Dengan demikian juga Vickers dapat mengukur kekerasan bahan mulai dari
yang sangat lunak (5 HV) sampai yang amat keras (1500 HV) tanpa perlu mengganti gaya tekan.
Besarnya gaya tekan yang digunakan dapat dipilih antara 1 sampai dengan 120 kg, tergantung
pada kekerasan/ketebalan bahan yang diuji agar diperoleh tapak tekan yang mudah diukur dan
tidak ada anvil effect (pada benda yang tipis).
2.3.2.4. Kekerasan Meyer
Meyer mengukur kekerasan dengan cara yang hampir sama seperti Berinell, juga
menggunakan indentor bola, hanya saja angka kekerasannya tidak dihitung dengan luas
permukaan tapak tekan, tetapi dihitung dengan luas proyeksi tapak tekan.
Angka kekerasan Meyer :

dimana : P = gaya tekan (kg)


d = diameter tapak tekan (mm)
dengan cara ini hasil hasil pengukuran tidak lagi terpengaruh oleh besarnya gaya tekan
yang digunakan untuk menekan indentor (jadi tidak seperti Brinell). Hasilnya akan sama
walaupun pengukuran dilakukan dengan gaya tekan berbeda. Walapun demikian ternyata
pengujian Meyer tidak banyak digunakan.

2.3.1.5 Microhardness test


Untuk kepeluan metalurgik seringkali diperlukan pengukuran kekerasan pada daerah
yang sangat kecil, misalnya pada salah satu strukturmikro, atau pada lapisan yang sangat tipis
misalnya pada lapisan pada lapisan electroplating. Untuk itu pengujian dilakukan dengan gaya
tekan yang sangat kecil, di bawah 1000 gram, menggunakan mesin yang dikombinasi dengan
mikroskop. Cara yang biasa digunakan adalah Mikro Vickers atau Knoop.
Pada Mikro Vickers, indentor yang digunakan juga sama seperti pada Vickers biasa, juga
cara perhitungan angka kekerasannya, hanya saja gaya tekan yang digunakan kecil sekali, 1
sampai 1000 gram, dan panjang diagonal indentasi diukur dalam micron.
Pada Knoop microhardness test, digunakan indentor pyramid intan dengan alas berbentuk
belah ketupat yang perbandingan panjang diagonalnya 1 : 7 (Gambar 2.17.

Angka kekerasan Knoop dihitung sebagai berikut :


HK = 14,299 P/l2
dimana : P = gaya tekan (gr)
l = panjang diagonal tapak tekan yang panjang (mikron)
mengingat bentuk indentornya maka Knoop akan menghasilkan indentasi yang sangat dangkal
(dibandingkan dengan Vickers), sehingga sangat cocok untuk pengujian kekerasan pada lapisan
yang sangat tipis dan/atau getas.
2.3.2.6. Perbandingan pemakaian hardness test
Setiap cara pengujian yang diuraikan di atas mempunyai kelebihan dan kekurangan. Cara
pengujian kekerasan yang normal mempunyai beberapa persamaan dalam persyaratan/prosedur,
antara lain bahwa permukaan yang diuji harus cukup halus dan rata, specimen harus cukup tebal
(tidak kurang dari 6 mm untuk Brinell standart, 1,5 mm untuk Rockwell normal). Specimen
harus dapat ditumpuh dengan baik dan permukaan yang diuji harus horizontal. Titik pengujian
tidak boleh terlalu berdekatan dan tidak terlalu dekat dengan tepi specimen.
Brinell standart akan mengakibatkan terjadinya indentasi yang cukup besar, karena itu
biasanya tidak digunakan pada permukaan dari finished product dan benda yang kecil/tipis.
Rockwell hanya meninggalkan bekas yang sangat kecil sehingga tidak mengakibatkan cacat pada
permukaan, tetapi karena penggunaan indentor yang kecil ini. Rockwell tidak baik digunakan
pada bahan yang tidak homogen, seperti pada besi tuang kelabu dimana terdapat bagian – bagian
yang sangat lunak (grafit). Untuk ini sebaiknya digunakan Brinell, di samping itu Brinell tidak
menuntut kehalusan permukaan yang terlalu tinggi, cukup dengan geinda kasar.
Pada Brinell dan Vickers dilakukan pengukuran tapak tekan secara manual, akan
memakan waktu dan member peluang untuk terjadinya kesalahan pengukuran. Kadang – kadang
pengukuran tapak tekan ini tidak mudah, karena ada kemungkinan terjadi sinking dan ridging
(Gambar 2.18.). Sinking terjadi pada logam yang dianil sedang ridging terjadi pada logam yang
dideformasi dingin.

Vickers dapat mengukur kekerasan mulai dari yang sangat lunak sampai yang keras, tidak
terpengaruh oleh besarnya gaya tekan yang dipakai, sangat mudah untuk membandingkan
kekerasan bahan yang satu dengan lainnya karena hanya ada satu skala saja. Tetapi Vickers
sangat sensitive terhadap kekasaran permukaan, sehingga diperlukan persiapan yang lebih teliti
untuk menghaluskan permukaan. Karenanya biasanya Vickers hanya digunakan dalam
laboratorium penelitian.
Demikian pula dengan microhardness test dan Rockwell superficial, memerlukan
persiapan specimen yang sangat teliti, perlu dilakukan grinding mulai dari yang kasar sampai
yang halus, dilanjutkan dengan polishing, seperti halnya yang dilakukan pada persiapan
specimen metallografy. Bahkan mungkin diperlukan etching. Tetapi cara pengujian ini dapat
digunakan untuk benda yang sangat tipis dan untuk daerah yang sangat kecil. Ini juga hanya
untuk laboratorium.
Pada Tabel 2.5. dapat dilihat penggunaan jenis pengujian kekerasan.
ROCKWELL
BRINELL ROCKWELL VICKERS MICROHARDNESS
SUPERFICIAL
Structural steel Finished parts, such as Same as standard Same as Rockwell and Plated surfaces.
and other bearings, bearig races, Rockwell except where Rockwell superticial
rolled section valves, nuts, bolts, gear shallower penetration except where higher Coatings, such as laquer,
pullers, rolls, pins, is necessary, as in : accuracy or shallower varnish, or paint.
Most castings pivots, stops, etc. penetration is
including steel, Thin casehardned part. necessary. as in Forls and very thin
cast iron, and Cutting tools, such as to 0,10 in materials down to 0,001
alunimiun saws, knives, chisels, Thin case-hardened in.
scissors. Thn materials down to parts. 0,05 to 0,10 in.
Most forgings 0,06 in. To estabilish case
Forming tools Thin material down to gradients.
Cemented carbides 0,05 in.
Small castings and Bimetals and laminated
forgings Powered metals Highly finished parts materials.
to avoid a removal
Sheet metal opetion. Very small parts or areas,
such as watch gears,
Large-diameter wire Thin section, such as cutting tool edgers,
tubing. thread crests, pivot
Electrical contacts points, etc
Weak structures.
Plastic sheel or parts Very brittle or frgile
Plating thickness materials (Knoop
Case-hardened parts indenter), such as silicon,
germanium, glass, tooth
Cemented carbides enamel.

Opaque, clear, or
translucent materials.

Powdered metals.

To investigate individual
constituents of a metals

To determine grain or
grain boundary hardness.
2.3.2.7. Konversi angka kekerasan
Untuk suatu keperluan praktis kadang – kadang perlu mengadakan konversi atas hasil
pengukuran kekerasan suatu cara ke cara lain. Ternyata hal ini tidak mudah karena adanya
perbedaan pada prinsip kerja dari masing – masing cara pengukuran kekerasan. Karenanya
hubungan konversi ini hanya sekedar suatu hubungan empiric. Dan hubungan knversi inipun
hanya berlaku untuk satu jenis logam tertentu saja, sehingga masing –maing logam harus
memiliki hubungan konversi sendiri-sendiri. Hubungan konversi yang sudah banyak dibuat
adalah hubungan konversi antara Binell 4(BHN), Rockwell 4(RA, RB, RC, superficial) dan
Vckers (HV atau VHN atau DPHN) untuk baj, seperti tertera pada Tabel 2.6.
Dari table tersebut tampak bahwa angka kekerasan Brinell hampir sama dengan angka
kekerasan Vickers (Vickers sedikit lebih tinggi, 5 -10 %), sedang terhadap Rockwell B,
Brinell/Vickers kira-kira dua kali lebih besar, dan terhadap Rockwell C, kira-kira 10 – 13 kali
lebih besar.

Table 2.6. APPNOXIMATE HARDNESS CONVERSION NUMBER FOR STEEL, BASED ON DPH (VICKERS).

Diamond pyramid hardness number. Vickers, 50-kg load


Shere seleroscupe hardness number
Vickers, 50 kg loadHardness numberDiamond pyramid

Rockwell superficial hardnes


Brinell hardness numbers
Rockwell hardness number number superficial Brale
10-mm ball 3000-kg load
penetrator
Tungalen carbide ball

15-kg load15-N scale

30-kg load30-N scale

45-kg load45-N scale


Standard ball

Hultgren ball

A scale 60-kg load Brale penetrator

B scale 100-kg load 1/10-meida ball

A scale 150-kg load Brale penetrator

D scale 100-kg load Brale penetrator


940 …… …… ........... 85.6 ................ 68.0 76.9 93.2 84.4 75.4 97 940
920 …… …… ........... 85.3 ................ 67.5 76.5 93.0 84.0 74.8 96 920
900 …… …… ........... 85.0 ................ 67.0 76.1 92.9 83.6 74.2 96 900
880 …… …… 767 84.7 ................ 66.4 75.7 92.7 83.1 73.6 93 880
860 …… …… 757 84.4 ................ 65.9 75.3 92.5 82.7 73.1 92 860

840 …… …… 745 84.1 ................ 65.3 74.8 92.3 82.2 72.2 91 840
820 …… …… 733 83.8 ................ 64.7 74.3 92.1 81.7 71.8 90 820
800 …… …… 722 83.4 ................ 64.0 73.8 91.8 81.1 71.0 88 800
780 …… …… 710 83.0 ................ 63.3 73.3 91.5 80.4 70.2 87 780
760 …… …… 698 82.6 ................ 62.5 72.6 91.2 79.7 69.4 86 760

740 …… …… 684 82.2 ................ 61.8 72.1 91.0 79.1 68.6 84 740
720 …… ……. 670 81.8 ................ 61.0 71.5 90.7 78.4 67.7 83 720
700 …… 615 656 81.3 ................ 60.1 70.8 90.3 77.6 66.7 81 700
690 …… 610 647 81.1 ................ 59.7 70.6 90.1 77.2 66.2 … 690
680 …… 603 638 80.8 ............... 59.2 70.1 89.8 76.8 65.7 80 680

670 …… 597 630 80.6 ................ 58.8 69.8 89.7 76.4 65.3 … 670
660 …… 590 620 80.3 ................ 58.3 69.4 89.5 75.9 64.7 70 660
650 …… 585 611 80.0 ................ 57.8 69.0 89.2 75.5 64.1 …. 650
640 …… 578 601 79.8 ................ 57.3 68.7 89.0 75.1 63.5 77 640
630 ……. 571 591 79.5 ................ 56.8 68.3 88.8 74.6 63.0 …. 630

620 …… 564 582 79.2 ................ 56.3 67.9 88.5 74.2 62.4 75 620
610 …… 557 573 78.9 ................ 55.7 67.5 88.2 73.6 61.7 ….. 610
600 …… 550 564 78.6 ................ 55.2 67.0 88.0 73.2 61.2 74 600
590 …… 542 554 78.4 ................ 54.7 66.7 87.8 72.7 60.5 ….. 590
580 …..... 536 545 78.0 ................ 54.1 66.2 87.5 72.1 59.9 72 580

570 …… 527 535 77.8 ................ 53.6 65.8 87.2 71.7 59.3 …. 570
560 ……. 519 525 77.4 ................ 53.0 65.4 86.9 71.2 58.6 71 560
550 505 512 517 77.0 ................ 52.3 64.8 86.6 70.5 57.8 …. 550
540 496 503 507 76.7 ................ 51.7 64.4 86.3 70.0 57.0 69 540
530 488 495 497 76.4 ................ 51.1 63.9 86.0 69.5 56.2 …. 530

520 480 487 488 76.1 ................ 50.5 63.5 85.7 69.0 55.6 …. 520
510 473 479 479 75.7 ................ 49.8 62.9 85.4 68.3 54.7 67 510
500 465 471 471 75.3 ................ 49.1 62.2 85.0 67.7 53.9 … 500
490 456 460 460 74.9 ................ 48.4 61.6 84.7 67.1 53.1 66 490
480 448 452 452 74.6 ................ 47.7 61.3 84.3 66.4 52.2 …. 480

470 441 442 442 74.1 ................ 46.9 60.7 83.9 65.7 51.3 64 470
460 433 433 433 73.6 ................ 46.1 60.1 83.6 64.9 50.4 …. 460
450 425 425 425 73.3 ................ 45.3 59.4 83.2 64.3 49.4 62 450
440 415 415 415 72.8 ................ 44.5 58.8 82.8 63.5 48.4 …. 440
430 405 405 405 72.3 ................ 43.6 58.2 82.3 62.7 47.4 59 430
420 397 397 397 71.8 ................ 42.7 57.5 81.8 61.9 46.4 …. 420
57

Note. The value in this table shown in bold-faced type correspond to the values shown in the corresponding joint SAE-ASM-ASTM Committee on
Hardness Conversions as prioted in ASTM Spec E4S-43T. Diamond pyramid hardness number. Vickers, 50-kg load
Shere seleroscupe hardness number
Vickers, 50 kg loadHardness numberDiamond pyramid

Rockwell superficial hardnes


Brinell hardness numbers
Rockwell hardness number number superficial Brale
10-mm ball 3000-kg load
penetrator
15-kg load15-N scale

30-kg load30-N scale

45-kg load45-N scale


Standard ball

Hultgren ball

Tungalen carbide ball

A scale 60-kg load Brale penetrator

B scale 100-kg load 1/10-meida ball

A scale 150-kg load Brale penetrator

D scale 100-kg load Brale penetrator


410 386 388 386 71.4 .......... 41.8 56.8 81.4 61.1 46.3 .......... 410
400 379 379 379 70.8 .......... 40.8 56.0 81.0 60.2 44.1 55 400
390 369 369 369 70.3 .......... 39.8 55.2 80.3 59.3 42.9 .......... 390
380 360 360 360 69.8 (110.0) 38.8 54.4 79.8 58.4 41.7 52 380
370 350 350 350 69.2 .......... 37.7 53.6 79.2 57.4 40.4 .......... 370

360 341 341 341 68.7 (109.0) 36.6 52.8 78.6 56.4 39.1 50 360
350 331 331 331 68.1 .......... 35.5 51.9 78.0 55.4 37.8 .......... 350
340 322 322 322 67.6 (108.0) 34.4 51.1 77.4 54.4 36.5 47 340
330 313 313 313 67.0 .......... 33.3 50.2 76.8 53.6 36.2 .......... 330
320 303 303 303 66.4 (107.0) 32.2 49.4 76.2 52.3 33.9 45 320

310 294 294 294 65.6 .......... 31.0 48.4 75.6 51.3 32.3 .......... 310
300 284 284 284 65.2 (105.5) 29.8 47.5 74.9 50.2 31.1 42 300
295 280 280 280 64.8 .......... 29.3 47.1 74.6 49.7 30.4 .......... 295
290 275 275 275 64.5 (104.5) 28.5 46.5 74.2 49.0 29.5 41 290
285 270 270 270 64.2 .......... 27.8 46.0 73.8 48.4 28.7 .......... 285

280 265 265 265 63.8 (103.5) 27.1 45.3 73..4 47.8 27.9 40 280
275 261 261 261 63.5 .......... 26.4 44.9 73.0 47.3 27.1 .......... 275
270 256 256 256 63.1 (102.0) 25.6 44.3 72.6 46.4 26.3 33 270
265 252 252 252 62.7 .......... 24.8 43.7 72.1 45.7 25.3 .......... 265
260 247 247 247 62.4 (101.0) 24.0 43.1 71.6 45.0 24.3 37 260

255 240 240 240 62.0 .......... 23.1 42.3 71.1 44.2 23.2 .......... 255
250 238 238 238 61.6 99.5 22.2 41.7 70.6 43.4 22.3 36 250
245 233 233 233 61.2 .......... 21.3 41.1 70.1 42.5 21.1 .......... 245
240 228 228 228 60.7 98.1 20.3 40.3 69.6 41.7 19.9 34 240
230 219 219 219 ........ 96.7 (18.0) .......... .......... .......... .......... 33 230

220 209 209 209 .......... 95.0 (15.7) .......... .......... .......... .......... 32 220
210 200 200 200 .......... 93.1 (13.4) .......... .......... .......... .......... 30 210
200 190 190 190 .......... 91.5 (11.0) .......... .......... .......... .......... 29 200
190 181 181 181 .......... 89.5 (8.5) .......... .......... .......... .......... 28 190
180 171 171 171 .......... 87.1 (6.0) .......... .......... .......... .......... 26 180

170 162 162 162 .......... 85.0 (3.0) .......... .......... .......... .......... 25 170
160 152 152 152 .......... 81.7 (0.0) .......... .......... .......... .......... 24 160
150 143 143 143 .......... 78.7 .......... .......... .......... .......... .......... 22 150
140 133 133 133 .......... 73.0 .......... .......... .......... .......... .......... 21 140
130 124 124 124 .......... 71.2 .......... .......... .......... .......... .......... 20 130

120 114 114 114 .......... 66.7 .......... .......... .......... .......... .......... .......... 120
110 105 105 105 .......... 62.3 .......... .......... .......... .......... .......... .......... 110
100 95 95 95 .......... 56.2 .......... .......... .......... .......... .......... .......... 100
95 90 90 90 .......... 52.0 .......... .......... .......... .......... .......... .......... 95
90 86 86 86 .......... 48.0 .......... .......... .......... .......... .......... .......... 90
85 81 81 81 .......... 41.0 .......... .......... .......... ........... .......... .......... 85
Note. The value in this table shown in bold-faced type correspond to the values shown in the corresponding joint SAE-ASM-ASTM Committee on Hardness
Conversions as prioted in ASTM Spec E4S-43T.
Values in ( ) are beyond range : given for information only.

2.3.2.8. Hubungan antara kekuatan dan kekerasan


Dari pengalaman dapat diketahui bahwa ada hubungan antara kekuatan dan kekerasan
suatu logam. Tetapi mencari bentuk hubungan itu secara teoritik bukanlah hal yang mudah.
Memang ada beberapa rumusan yang diajukan untuk itu tetapi semuanya masih jauh dari
memuaskan.
Secara empirik juga banyak diajukan rumusan untuk menyatakan hubungan antara
kekuatan dan kekerasan, dan ini biasanya hanya berlaku untuk satu jenis logam tertentu pada
kondisi tertentu, misalnya untuk baja karbon (konstruksi) yang dianil. Pada umumnya kekuatan
sebanding dengan kekerasan, kekuatan akan naik dengan naiknya kekerasan (bersamaan dengan
itu keulatan akan menurun).
Hubungan antara kekuatan dan kekerasan dapat dinyatakan sebagai berikut :
-untuk baja karbon :
UTS = 0,36 BHN (kg/mm2) atau UTS = 500 BHN (psi)
-untuk baja paduan :
UTS = 0,34 BHN (kg/mm2)
Hubungan anatara kekerasan dan kekuatan juga dapat digambarkan dengan suatu grafik
seperti terlihat pada Gambar 2.19. (hubungan antara angka kekerasan dengan kekuatan tarik
untuk baja konstruksi). Dari grafik tersebut terlihat bahwa angka kekerasan Brinell (standar)
menunjukkan suatu hubungan yang paling linier. Dengan angka kekerasan yang lain akan terjadi
sedikit penyimpangan pada angka kekerasan yang agak tinggi.

III. Bahan Bahan Kelengkapan

Untuk pengujian kekerasan di atas alat yang di gunakan sama kecuali mesin dan jenis

indentor yang di gunakan .

- Mesin percobaan kekerasan Brinell, Rockwell, Scleroscope .

- Indentor

- Untuk pengujian Brinell Brinell Ball

- Untuk pengujian Rockwell Rockwell Ball

- Untuk pengujian Rockwell A,CDiamond Cone

- Microscope pengukur ( measuaring microscope )

- Stop wath

- Ampelas

- Benda kerja ( Spesimen )


IV. Percobaan – percobaan

 Percobaan Brinell

 Sebelum percobaan

- Permukaan benda uji ( specimen ) di bersihkan sehingga permukaan

tsb rata dan sejajar terhadap permukaan benda uji

- Catat merk, type, nomor seri, tahun pembuatan, dan kemepuan

secara keseluruhan

- Gambar seluruh mesin secar keseluruhan dan catat bagian

bagianutama dari mesin

- Catat bagaimana pemakaian mesin

- Gambar skematis mesin brinell

- Buat tabel untuk pengujian brinell

- Pasang benda uji pada landasan mesin Brinell

 Saat percobaan

- Putarlah hard well hinga benda uji menyentuh indentor

- Putarlah tuas, untuk menaikkan beban yang akan di berikanpada

benda uji .

- Setelah sampai pada beban yang telah di tentukan tahan sekitar 10

detik beban di lepaskan dengan membuka katub beban .

- Lakukan sampai 3 – 5 kali percobaan dengan bahan yang sama

sehingga kedalaman indentasi rata – rata di dapatkan.


- Lihatlah diameter kedalaman ke 3 – 5 lubang hasil indentasi baik

secara horizontal, maupun Vertikal dengan mengunakan microscope ( dalam

satuan mm )

- Hasilnya masukkan ke dalam tabel yang telah di buat .

- Hasil yang di dapat di cari nilai rat – ratanya .

 Percobaan Rockwell

 Sebelum percobaan

- Permukaan benda uji ( specimen ) di bersihkan sehingga permukaan

tsb rata dan sejajar terhadap permukaan benda uji

- Catat merk, type, nomor seri, tahun pembuatan, dan kemepuan

secara keseluruhan

- Gambar seluruh mesin secar keseluruhan dan catat bagian

bagianutama dari mesin

- Catat bagaimana pemakaian mesin

- Gambar skematis mesin rockwell

- Siapkan bahan bahan pengujian

Rockwell A ( cone ) Untuk bahan – bahan non ferrous

Rockwell B ( Ball ) untuk bahan – bahan ferrous

Rockwell C ( cone ) untuk bahan bahan ferrous

- Letakkan landasan mesin pengujian rockwell

 Saat percobaan

- Perhatikan garakan yang di berikan pada mesin penguji Rockwell )

sesuaikan dengan indentor yang di pakai .


- Naikkan landasan mesin hingga benda uji menyentuh indentor

kemudian naikkan beban sampai pada titik merah pada dial Indikator .

- Pada mesin uji Rockwell, ada dua dial yaitu berwarna hitam , dan

merah, yang kita untuk pengujian yang mengunakan indentor ball, sedangkan

merah menggunakan cone .

- Turunkan tuas beban dari posisi 0 ke posisi I, sambil di bawa dial

Indikatornya .

- Apabila sudah berhenti jarak pembacaanya, catat pada tabel

- Lakukan pengujian ini berulang – ulang minimal sebanyak 3 x

hingga mendapatkan nilai rata - rata .

V. Gambar mesin percobaan ( mesin uji Brinell )

Ketrangan :
1 1. Skala
2. Katup pengunci
3. Tuas pegas
4. Beban
5. Indentor
6. Handle

4 4

Gambar mesin percobaan ( mesin uji Rockwell )


1

Keterangan :

1. Skala

2. Tempat Indentor

3. Handle

4. Beban

Data Pengujian Rockwell

Bahan No. Beban Indentor Warna Skala Kekerasan

(kg) Skala Beban


1. 31 RA 44 RA
2. 24 RA 37 RA
3. 34 RA 46,5 RA

4. 41 RA 60,5 RA
5. 26,5 RA 43 RA

1. 34,5 RA 65,5 RA
2. 4,2 RA 83 RA
3. 3,2 RA 60 RA
4. 41,5 RA 71 RA
5. 39 RA 66 RA

1. 32 RA 48,5 RA
2. 39 RA 47 RA
3. 42 RA 49,5 RA

4. 28,5 RA 37 RA
5. 33 RA 49 RA

 Pengjian Brinell

CC
C

D
A B

AB = d

AD = BD = ½ d

AC = BC = CE = ½ D

Lihat BDC

CD2 = BC2 – BD2


= ( ½ D ) 2 – ( ½ d )2

= ¼ D2 – ¼ d2

=D2 – d2
4

 D2 – d2
CD =
4

= ½  D2 – d2

DE = CE – CD

= ½ D – ½  D2 – d2

= ½ ( D -  D2 – d2 )

Luas penampang A

A =  . D . DE

=  . D . ½ ( D -  D2 – d2 )

=  . D/2 . ( D -  D2 – d2 )

Jadi nilai kekerasan brinell :

BHN = P / A

P
=
 . D/2 . ( D -  D2 – d2 )

2P
=
 . D . ( D -  D2 – d2 )

Analisa Data

 Pengujian Brinell

1. d = 43 mm
P
BHN =
 . D/2 . ( D -  D2 – d2 )

3000
=
 . 10/2 . ( 10 -  102 – 432 )

= 196,78

2. ‘d = 42mm

3000
BHN =
 . 10/2 . ( 10 -  102 – 42 2 )

= 206,53

3. d = 43mm

3000
BHN =
 . 10/2 . ( 10 -  102 – 50 2 )

= 196,78

4. d = 50 mm

3000
BHN =
 . 10/2 . ( 10 -  102 – 41,5 2 )

= 211,91

5. d = 45 mm

3000
BHN =
 . 10/2 . ( 10 -  102 – 41 2 )

=217,35
Pengujian Rockwell

1. Kekerasan untuk kuningan

2. Kekerasan Baja I

3. Kekerasan Baja II

Tugas Sesudah Praktikum


1. Tentukan nilai kekerasan Brinell dan Rockwell dari hasil pengujian yang saudara

ketahui? Dan Tabelkan

2. Apabila saudara melakukan pengujian kekerasan suatu logam dan belum diketahui angka

kekerasan bahan tersebut , pengujian kekerasan mana yang saudara pilih, jelaskan ?

Pengujian Brinell, pada pengujian Brinell yang standart digunakan bola baja yang

dikeraskan berdiameter 10mm, dengan gaya tekan 3000 kg

3. Bandingkan keuntungan dan kerugin Brinell dan Rockwell ?

Brinell:

- Tidak menuntut kehalusan permukaan speciment


- Pengukuran dilakukan secara menual, sehingga kesalahan didalam pengukuran relatif

besar.

Rockwell :

- Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala, sehingga kesalahan pengukuran

relatif kecil.

- Menuntut kehalusan permukaan speciment.

4. Untuk kekerasan Rockwell biasanya diameter indentasi (d) dibatasi yaitu 0,2 D < d < 0,7

D dimana D adalah diameter bola penekan, coba jelaskan mengapa hal tersebut dibatasi ?

Hal ini disebabkan karena kekerasan bahan yang diuji serta tebalnya bahan uji tersebut

supaya tidak terjadi inden tasi yang terlalu dalam atau terlalu dangkal.

PENGUJIAN IMPACT

I. Tujuan Pengujian

Untuk melihat ketahanan bahan terhadap adanya pembebanan tiba – tiba / Mendadak

Untuk mengetahui kepekaan logam terhadap adanya notch

II. Dasar Teori

Pengujian pukul-takik (impact test)


Selama Perang Dunia II banyak dijumpai kerusakan pada konstruksi (kapal, jembatan,
tanki, pipa dan lain-lain) yang menampakkan pola patah getas, padahal konstruksi tersebut
terbuat dari logam yang biasanya dikenal cukup ulet, seperti misalnya baja lunak. Ternyata ada
tiga factor utama yang menyebabkan kecenderungan terjadinya patah getas, yaitu 1. tegangan
yang triaxial, 2. temperatur rendah dan 3. laju peregangan (strain rate) yang tinggi (jadi adalah
juga kecepatan pembebanan tinggi). Tegangan yang triaxial dapat terjadi pada takikkan.
Ada beberapa cara menguji kecenderungan terjadinya pataah getas yang dilakukaan para
peneliti, salah satu yang sering digunakan adalah impact test (pengujiaan pukul-takik). Pada
pengujian ini digunakan batang uji yang bertakik (nocth) yang dipukul dengan sebuah bandul.
Ada dua cara pengujian yang dapat digunakan yaitu metode Charpy (yang banyak dipakai di
Amerika dan negara-negara lain)dan metode Izod yang digunakan di Inggris. Pada metode Izod,
batang uji dijepit pada satu ujung sehingga takikkan berada didekat penjepitnya. Bandul/pemukul
yang diayunkan dari ketinggian tertentu akan memukul ujung yang lain dari arah takikkan.

Pada metode Charpy, batang uji diletakkan mendatar dan ujung-ujungnya ditahan kearah
mendatar oleh penahan yang berjarak 40 mm. Bandul berayun akan memukul batang uji tepat
dibelakang takikkan. Untuk pengujian ini digunakan sebuah mesin dimana suatu batang dapat
berayun dengan bebas. Pada ujung batang dipasang pemukul yang diberi pemberat. Batang uji
diletakkan dibagian bawah mesin dan takikkan tepat berada pada bidang lintasan pemukul.
Pada pengujian ini bandul pemukul dinaikkan sampai ketinggian tertentu H. pada posisi
ini pemukul memiliki energi potensial sebesar WH (W = berat pemukul). Dan posisi ini pemukul
dilepaskan dan berayun bebas, memukul batang uji hingga patah, dan pemukul masih terus
berayun sampai ketinggian H1. Pada posisi ini sisa energi potensial adalah WH1. Selisih antara
energi awal dengan energi akhir adalah energi yang digunakan untuk mematahkan batang uji.
Impact strength, ketahanan batang uji terhadap pukulan (impact) dinyatakan dengan
banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan batang uji, dengan notasi IS atau C,
satuannya kg, m atau ft, lb atau joule. Jadi impact strength sebenarnya adalah ketangguhan juga,
ketangguhan tehadap beban mengejut dan pada batang uji yang tertakik, notch toughness. Logam
yang getas akan memperlihatkan impact strength yang rendah.
Hasil pengukuran dengan impact test ini masih tidak dapat digunakan untuk keperluan
perhitungan suatu desain, ia hanya dapat digunakan untuk membandingkan sifat suatu bahan
dengan bahan lain, apakah suatu bahan mempunyai sifat ketangguhan yang lebih baik daripada
bahan lain. Hal ini disebabkan karena banyak sekali faktor yang mempengaruhi impact strength
yang tidak dapat dicari korelasinya antara kondisi pengujian dengan kondisi pemakaian.
Misalnya saja pada pengujian kecepatan pembebanan sudah tertentu sedang pada pemakaian
kecepatan pembebanan dapat bervariasi. Demikian juga halnya dengan triaxial state of stress,
yang dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran takikan, bentuk dan ukuran benda kerja, tentunya
semua ini akan menyebabkan impact strength yang berbeda bila faktor tersebut berbeda. Karena
itu untuk pengujian pukul-takik ini bentuk dan ukuran batang uji serta bentuk dan ukuran
takikan harus benar-benar sama, barulah hasil pengujian dapat dibandingkan satu sama lain.
Bentuk penampang batang uji biasanya bujur sangkar 10 x 10 mm dengan bentuk takikan V (V –
notched) atau U (U – notched, atau key hole). V notched biasanya digunakan untuk logam yang
dianggap ulet sedang U – notched biasanya digunakan untuk logam yang getas. Bentuk dan
ukuran batang uji yang stadar dapat dilihat pada Gambar 2.23.

Selain mengukur impact strength, impact test juga digunakan untuk mempelajari pola
perpatahannya, apakah batang uji itu patah dengan pola patah getas (brittle fracture) atau dengan
pola patah ulet (ductile fracture) atau kombinasi dari keduanya. Untuk mempelajari ini dilakukan
pengamatan visual pada permukaan patahan. Patahan getas tampak berkilat dan berbutir
(dinamakan juga granular fracture atau cleavage fracture) sedang patahan ulet tampak lebih
suram dan seperti berserabut (dinamakan juga fibrous fracture atau shear fracture). Dari
pengamatan ini kemudian dibuat estimasi persentase luas permukaan yang patah getas (cleavage
fracture).
Hal ketiga yang diukur dengan impact test adalah keuletan (ductility), yang ditunjukkan
dengan persentase pengecilan penampang pada patahan.
Suatu impact test akan lebih bermakna bila dilakukan pada suatu daerah temperatur
pengujian, sehingga dapat dipelajari bagaimana pengaruh temperatur terhadap pola perpatahan
suatu bahan dan juga dapat ditentukan temperatur transisi ulet-getas. Perlu diketahui bahwa
impact strength cenderung menurun dengan turunnya temperatur, dengan demikian suatu bahan
yang pada temperatur relatif tinggi masih bersifat ulet, pada suatu temperatur tertentu yang lebih
rendah mulai berubah menjadi getas, dinamakan temperatur transisi.
Dari serangkaian pengujian yang dilakukan pada berbagai temperatur dibuat suatu grafik
impact strength – temperatur, atau grafik % cleavage fracture – temperatur. Dari grafik tersebut
kemudian dapat ditentukan temperatur transisi. Bentuk grafik impact strength-temperatur dan
cara menentukan temperatur transisi dapat dilihat pada Gambar 2.24.

Dalam pemilihan bahan, seringkali bukan hanya besarnya impact strength yang perlu
diperhatikan, tetapi juga temperatur transisinya. Dalam hal ini lebih disukai bahan yang
mempunyai temperatur transisi lebih rendah, walaupun impact strength maksimumnya tidak
lebih tinggi. Seperti terlihat pada gambar di bawah, baja B walaupun memiliki impact strength
lebih rendah tetapi di
Sukai karena temperatur transisinya lebih rendah. Hal ini disebabkan karena bila baja B
mengalami penurunan temperatur kerja impact strengthnya masih belum banyak menurun,
sedang baja A bila mengalami penurunan temperatur kerja impact strengthnya sudah sangat
berkurang, cenderung terjadi patah getas, yang mungkin dapat berakibat fatal.

III. Bahan / Kelengkapan

Untuk pengujian Impact tersebut diatas perlengkapan yang digunakan adalah sebagai

berikut :

1. Mesin type Impact Testing Machine

2. Jangka sorong

3. Thermometer air raksa

4. Penjepit speciment

5. Bahan uji tarik (speciment)

IV. Langkah Percobaan

Sebelum percobaan :

1. Catat merk, type, nomer seri, tahun pembuatan, kemampuan mesin berat dan

panjang kapak Impact

2. Sket mesin uji Impact dan catat bagian-bagiannya

3. Catat cara pemakai mesin

4. Mencatat jenis logam yang dipergunakan


5. Menggambarkan bentuk benda uji dalam satuan mm dengan para meter panjang,

lebar, tinggi dan dimensi takikan

6. Menentukan bentuk speciment

Saat percobaan :

1. Periksa dan siapkan speciment serta tabel

2. Periksa dan siapkan mesin yang akan dipakai, naikkan kapak Impact sampai derajat

yang telah ditentukan

3. Keluarkan speciment yang akan digunakan dari melalui pendingin atau pemanas sambil

mengukur benda uji dan segera letakkan landsasan, sehingga suhu spesimen saat

pemukulan dalam keadaan tepat

4. Baca kedudukan jarum yang menyatakan energi total

5. Hasil percobaan dimasukkan kedalam table


V. Gambar Mesin Percobaan

Keterangan :

1. Palu ayun atau kapak

2. Skala

3. Handle pemutar untuk mengangkat kapak

4. Kerangka pengaman
5. Tempat benda uji

6. Handle rem

7. Pengunci

Data Pengujian Impact


No Bahan P L T h T Luas 2 1
(mm) (mm) (mm) (mm) C (mm2)
1 26 10 10 7,8 0 80 73
2 26 10 10 7,5 Suhu 80 70
kamar
BAJA 110
3 26 10 10 7,75 100 80 71
4 26 10 10 7,95 150 80 70

Gambar

h
P L

VI. Analisa Data Praktikum


L

h1  h3

h2

 Usaha yang diserap batang uji :

a = G . h1 h1 = L + X

= cos ( 180 -  ) X / L

X = L . {cos ( 180 -  )}

= L . – cos 

= - L . cos 

h1 = L + ( - L cos  )

= L – L cos 

= L ( 1 – cos  )

a = G . L ( 1 – cos  )

 Sisa usaha setelah mematahkan batang uji :

B = G . h2 h2 =L–Y

cos  = Y / L

Y = L cos 
h2 = L – L cos 

= L ( 1 – cos  )

b = G . L ( 1 – cos  )

 Jadi usaha yang diperlukan untuk memukul patah batang uji :

A=a–b

= G . L ( 1 – cos  ) – G . L ( 1 – cos  )

A = G . L ( cos  - cos  )

 Nilai pukul takik :

F = A / So

F = G . L ( cos  - cos  )
So

Dimana :

So = Luas penampang dibawah takik

VII. Analisa Data

Diketahui : Kapak F = 26,08 kg

D = 0,6353 m

L = 0,7500 m

 Speciment I

P = 26 mm T = 0 C

L = 10 mm 2 = 73

t = 10 mm 1 = 110
n = 8 mm luas = 80 mm2

W = F . g . L ( cos 2 – cos 1 )

= 26,08 kg . 10 m / s . 0,8 m ( cos 73 - cos 110 )

= 69,3 joule

 Speciment II

P = 26 mm T = suhu kamar

L = 10 mm 2 = 70

t = 10 mm 1 = 110

n = 8 mm luas = 80 mm2

W = F . g . L ( cos 2 – cos 1 )

= 26,08 kg . 10 m / s . 0,8 m ( cos 70 - cos 110 )

= 748 joule

 Speciment III

P = 26 mm T = 100 C

L = 10 mm 2 = 71

t = 10 mm 1 = 110

n = 8 mm luas = 80 mm2

W = F . g . L ( cos 2 – cos 1 )

= 26,08 kg . 10 m / s . 0,8 m ( cos 71 - cos 110 )

= 732 joule

 Speciment IV

P = 26 mm T = 200 C
L = 10 mm 2 = 77

t = 10 mm 1 = 110

n = 8 mm luas = 80mm2

W = F . g . L ( cos 2 – cos 1 )

= 26,08 kg . 10 m / s . 0,8m ( cos 77 - cos 110 )

= 732 joule

Tugas Sesudah Praktikum

1. apakah ada perbedaan terhadap hasil percobaan dari masing – masing specimen yang

sejenis, berikan analisa saudara terhadap adanya perbedaan yang ada ini, faktor – faktor

apa saja yang mungkin menyebabkan……..?

 ada, perbedaan yang terjadi akibat adanya perkakuan, perbedaan temperatur

terhadap specimen sehingga mengakibatkan sifat keuletan dari masing – masing

specimen berbeda, semakin tinggi temperatur yang di berikan kepada specimen

maka tingkat keuletannya semakin tinggi .

2. Hitung energi untuk mematahkan specimen dari hasil rata – rata secara teoritis

berdasarkan rumus yang ada . bandingkan dengan hasil percobaan berdasarkan jarum

skala penunjuk ……….?

No W(j) 2
1 69,3 73
2 748 70
3 732 71
4 732 70
Hal ini dipengaruhi oleh dalamnya takikan dan temperatur specimen

3. Hitung harga Impact Streght dari harga rat – rata bandingkan dengan hasil percobaan

……….?

 lampirkan analisa data hasil percobaan

4. Gambarkan Faktur dari batang uji dan tunjukkan Facture yang ductile Facture dan brittle

………….?

T = 0 C T = Suhu kamar

Britlle ( getas )

T = 100 C T = 150 C T = 150 C

Ductille ( Ulet )

5. Jelaskan sumber – sumber yang mengakibatkan terjadinya perbedaan antara perhitungan

teoritis dan hasil yang terjadi pada percobaan …..?

- Ukuran benda uji


- Temperatur dari specimen

- Ketelitian pembaca skala

- Ke uletan takikan

- Sudut perbedaan awal

6. Bagaimana pengaruh ketebalan batang uji terhadap kekuatan impact dari suatu bahan

……………..?

Semakin tebal batang uji , maka semakin besar kekuatan impact yang di serap

Anda mungkin juga menyukai