Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

2.1 Pengertian Uji Tarik


Uji tarik merupakan salah satu pengujian untuk mengetahui sifat-sifat suatu
bahan. Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana
bahan ini bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material
itu bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik in harus memiliki
cengkeraman yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff).
Tujuan dilakukannya pengujian mekanis in yaitu untuk menentukan respon
material dari suatu konstruksi, komponen, atau rakitan fabrikasi pada saat
diikenakan beban atau deformasi dari luar. Dalam hal ini akan ditentukan seberapa
jauh perilaku Inheren dari material terhadap pembebanan tersebut. Diantara semua
pengujian mekanis tersebut, pengujian tarik merupakan pengujian yang paling
sering digunakan karena mampu memberikan informasi representatif dari perilaku
mekanis material.
2.2 Prinsip Pengujian
Sampel atau benda uji dengan ukuran dan bentuk tertentu ditarik dengan beban
kontinyu sambil diukur pertambahan panjangnya. Data yang didapat berupa
perubahan panjang dan perubahan beban yang selanjutnya akan ditampilkan
dalam bentuk grafik tegangan-regangan. Data-data penting yang diharapkan
didapat dari pengujian tarik in adalah perilaku mekanik material dan karakteristik
perpatahan.
A. Perilaku Mekanik Material
Pengujian tarik yang dilakukan pada suatu material padatan (logam dan non
logam) dapat memberikan keterangan yang relatif lengkap mengenai perilaku
material tersebut terhadap pembebanan mekanis. Informasi penting yang biasa
didapat yaitu sebagai berikut:
• Batas Proporsionalitas (Proportionality Limit)
Batas proporsionalitas merupakan batas dimana tegangan-regangan mempunyai
hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap penambahan tegangan
akan diikuti dengan penambahan regangan secara proposional dalam hubungan
linier S = Ee (bandingkan dengan hübungan y = m.x; dimana y mewakili
tegangan; x mewakili regangan; dan m mewakili slope kemiringan dari modulus
kekakuan).
• Batas Elastis (Elastic Limit)
Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali pada panjang semula
bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsionalitas merupakan bagian dari
batas elastis ini. Selanjutnya bila bahan terus mendapatkan tekanan, maka batas
elastisitas aka terlampaui dan pada akhirnya bahan tidak akan kembali ke ukuran
semula. Dengan hal ini batas elastis merupakan suatu titik dimana tegangan yang
diberikan akan menyebabkan terjadinya deformasi permanen (plastis) pertama
kalinya.
• Titik Luluh (Yield Point) dan Kekuatan Luluh (Yield Strength)
Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus mengalami deformasi
tapa adanya penambahan beban. Tegangan (stress) yang mengakibatkan bahan
menunjukkan mekanisme lulu in disebut tegangan luluh (yield stress). Titik Luluh
ditunjukkan ole titik y pada gambar 1 di atas. Gejala luluh umumnya hanya
ditunjukkan oleh logam-logam ulet dengan struktur kristal BCC dan FCC yang
membentuk interstitual solid solution dari atom-atom carbon, boron, hidrogen,
dan oksigen. Interaksi antara dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja
ulet seperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah (Lower Yield Point) dan
titik luluh atas (Upper Yield Point). Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang
getas umumnya tidak memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan
kekuatan material seperti ini maka digunakan suatu metode yang dikenal sebagai
metode offset. Dengan metode ini kekuatan luluh ditentukan sebagai tegangan
dimana bahan memperlihatkan batas penyimpangan atau deviasi tertentu dari
proporsionalitas tegangan dan regangan.
Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan bahan
menahan deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural yang
melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekan, bending, atau puntiran.
Disisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan logam dipakai
dalam proses manufaktur produk-produk logam seperti proses rolling, drawing,
stretching, dan lain sebagaianya. Dapat dikatakan bahwa titik lulu adalah suatu
tingkat tegangan yang tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in
service) dan harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process).
• Kekuatan Tarik Maksimum (Ultimate Tensile Strength)
Merupakan tagangan maksimum yang dapat ditanggung ole material sebelum
terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum UTS ditentukan
dari beban maksimum F.maks dibagi luas penampang awal Ao.

Pada bahan ulet tegangan maksimum ini ditunjukkan oleh titik M (gambar 1) dan
selanjutnya bahan akan terus berdeformasi hingga titik B. Bahan yang bersifat
getas memberikan perilaku yang berbeda dimana tegangan maksimum sekaligus
tegangan perpatahan (titik B gambar 2). Dalam kaitannya dengan penggunaan
struktural maupun dalam proses forming bahan, kekuatan maksimum adalah batas
tegangan yang sama sekali tidak boleh terlewati.
• Kekuatan Putus (Breaking Strength)
Kekuatan putus ditentukan dengan membagi bean pada saat benda uji putus
(Freaking) dengan luas penampang awal Ao. Untuk bahan yang bersifat ulet pada
sat beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik B
puts maka terjadi meanisme penciutan (Necking) sebagai akibat adanya suatu
deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah lebih kecil
daripada kekuatan maksimum, sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah
sama dengan kekuatan maksimumnya.
Keuletan (Ductility)
Keuletan merupakan sifat yang menggambarkan kemampuan logam menahan
deformasi hingga terjadinya perpatahan. Dalam beberapa tingkatan, sifat in harus
dimiliki oleh bahan bila ingin dibentuk (forming) melalui proses rolling, bending,
stretching, drawing, hammering, cutting. dan lain sebagainya. Pengujian tarik
memberikan 2 metode pengukuran keuletan bahan, yaitu:
 Persentase Perpanjangan (Elongation)
Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap panjang
awalnya.
Elongasi, e (%) = [(Lf - Lo)/Lo] × 100 %
Dimana:
Lf: Panjang akhir benda uji
Lo: Panjang awal benda ui
 Persentase pengurangan/reduk si penampang (Area Reduction) Diukur sebagai
pengurangan luas penampang (cross section) setelah perpatahan terhadap luas
penampang awalnya.
Reduksi Penampang, R (%) = [(Ao-Af)/Ao] × 100 %
Dimana:
Af: Luas penampang akhir
Ao: Luas penampang awal
• Modulus Elastisitas (E)
Modulus Elastisitas atau Modulus Young merupakan ukuran kekakuan suatu
material. Semakin bear harga modulus ini maka semakin kecil regangan elastisitas
yang terajdi pada suatu tingkat pembebanan tertentu, atau dapat dikatakan
material tersebut semakin kaku. Pada grafik tegangan-regangan (gambar 1 dan
gambar 2), modulus kekakuan tersebut dapat dihitung dari slope kemiringan garis
elastis yang linier, diberikan oleh:
E = s/e atau E = tan a
Dimana a adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva tegangan-
regangan. Modulus elastisitas suatu material ditentukan ole energi ikat antar atom-
atom schingga besarnya nilai modulus in tidak dapat dirubah oleh suatu proses
tapa merubah struktur bahan.
• Modulus Kelentingan (Modulus Of Resilience)
Modulus kelentingan merupakan kemampuan material untuk menyerap energi
dari luar tapa terjadinya kerusakan. Nilai Modulus dapat diperoleh dari luar
segitiga yang dibentuk oleh area elastik, diagram tegangan-regangan pada gambar
1.
• Modulus Ketangguhan (Modulus of Thougness)
Modulus ketangguhan merupakan kemampuan material dalam menyerap energi
hingga terjadinya perpatahan secara kuantitatif dapat ditentukan dari luas area
keseluruhan dibawah kurva tegangan-regangan hasil pengujian tarik seperti pada
gambar 1. Pertimbangan desain yang mengikut sertakan modulus ketangguhan
menjadi sangat penting untuk komponen-komponen yang mungkin mengalami
pembebanan secara berlebih.
• Kurva tegangan-regangan rekayasa dan sesungguhnya
Kurva tegangan-regangan rekayasa didasarkan atas dimensi awal (luas area dan
panjang) dari benda uji, sementara untuk mendapatkan kurva tegangan-regangan
sesungguhnya diperlukan luas area dan panjang aktual pada sat pembebanan
setiap sat terukur. Perbedaan kedua kurva tidaklah terlampau besar pada regangan
yang kecil, tetapi menjadi signifikan pada rentang terjadinya pengerasan regangan
(strain hardening) yaitu setelah titik terlampaui. Secara khusus perbedaan meniadi
demikian besar di dalam daerah Necking. Pada kurva tegangan-regangan rekayasa
dapat diketahui bahwa benda uji secara aktual mampu menahan turunnya beban
karena luas area awal Ao bernilai konstan pada sat penghitungan tegangan s = P/
Ao. Sementara pada kurva tegangan-regangan sesungguhnya luas area aktual
adalah selalu turn hingga terjadinya perpatahan dan benda uji mampu menahan
peningkatan tegangan karena: s = P/A.

b. Mode Perpatahan Material


Sampel hasil uji tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan perpatahan seperti
gambar di bawah ini.

Perpatahan ulet memberikan karakteristik berserabut (fibrous) dan gelap (dull).


sementara getas ditandai dengan permukaan patahan yang berbutir (granular) dan
terang. Perpatahan let umumnya lebih disukai karena bahan let bersifat lebih
tangguh. Pengamatan kedua tampilan perpatahan itu dapat dilakukan dengan mata
telanjang maupun dengan bantuan stereoscan macroscope. Pengamatan lebih
detail dimungkinkan dengan penggunaan SEM (Scanning Electron Microscope).
• Perpatahan Ulet
Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi skematis terjadinya perpatahan ulet
pada suatu spesimen yang diberikan pembebanan tarik.
• Perpatahan Getas
Perpatahan getas memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Tidak ada/sedikit sekali de formasi plastis yang terjadi pada material.
 Retak/perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang kristalin membelah
atom-atom material (transgranular).
 Pada material lunak dengan butir kasar (coarse grain) maka dapat dilihat pola-
pola yang dinamakan chevrons or fan-like pattern yang berkembang keluar
dari daerah awal kegagalan.
 Material keras dengan Butir halus (fine-grain) tidak memiliki pola-pola yang
mudah dibedakan.
 Material Amorphous (seperti gelas) memiliki permukaan perpatahan yang
bercahaya dan mulus.

Anda mungkin juga menyukai