Anda di halaman 1dari 23

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK

UJI TARIK DAN UJI TEKAN SERTA PENERAPANNYA DI BIDANG


INDUSTRI

KELOMPOK VII
1. BIMRON ZULFIKAR (1217010044)
2. YANDIE KOSNAEDY (1217010096)
3. YUANDA ARAFADLI (1217010074)

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA


Jl. Prof. Siwabessy, Kampus Baru UI Depok
2018
A. Uji Tarik

Material logam memiliki sifat-sifat tarik (tensile properties) yang sangat baik, oleh
karena itu material ini sering digunakan dalam aplikasi struktural seperti jembatan, dimana
tensile properties memiliki peranan yang sangat penting.Tensile properties dari suatu logam
dapat membantu kita untuk menentukan material apa yang cocok untuk membangun suatu
jembatan atau aplikasi keteknikan lainnya.Beberapa tensile properties yang banyak digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam memilih suatu material antara lain adalah :

1. Modulus Young (modulus kekakuan),


2. Yield Stress (tegangan luluh),
3. 3Tensile Strength (kekuatan tarik), dan
4. 4Rupture Strength (kekuatan putus).

Sifat-sifat tersebut dapat dihubungkan dengan kekerasan, mikrostruktur material, dan


kandungan karbon dalam baja (khusus baja karbon). Dengan menghubungkan sifat-sifat
tersebut dengan komposisi dan mikrostruktur material, kita telah mencapai langkah pertama
dalam proses pemilihan material dan proses modifikasi material tersebut.Dengan demikian,
pengujian tarik sangat berguna untuk membantu kita dalam menyeleksi material yang cocok
untuk segala macam aplikasi keteknikan dan dapat membantu mengembangkan teknik untuk
memodifikasi material tersebut untuk tujuan tertentu.

Beberapa nama logam cenderung menonjolkan data untuk keperluan perhitungan


kekuatan bahan misalnya ST 37, ST 42, ST 60, dan lain sebagainya. 37, 42, 60, menyatakan
kuat tarik maksimum bahan dan angka ini digunakan untuk perhitungan kekuatan bahan dalam
perancangan.

1. Pengujian Tarik
Pengujian tarik adalah pengujian yang bersifat merusak (destructive test),
dimana spesimen dilakukan deformasi hingga putus dengan beban tarik yang
bertambah dengan perlahan dan terus menerus secara uniaxial(satu sumbu
spesimen).
Mesin uji tarik di desain untuk mengelongasi spesimen dalam laju konstan, serta
secara simultan dan terus menerus menghitung beban yang diaplikasikan pada
spesimen (menggunakan load cell) dan menghasilkan elongasi (menggunakan
ekstensometer). Output dari pengujian tarik adalah kurvaBeban versus Elongasi.
Namun, untuk mengetahui tensile properties, kita harus terlebih dahulu merubah
kurva beban vs elongasi menjadi kurva engineering stress dan engineering strain.
Stress (tegangan) dan Strain (regangan) dapat didefinisikan sebagai :

𝐹
𝜎=
𝐴0

Dimana : 𝜎 = Kekuatan/Tegangan Tarik (Mpa)


F = Beban yang diaplikasikan pada bahan (N)
Ao = Penampang melintang awal bahan (mm)

∆𝑙 𝑙𝑓 − 𝑙0
𝜀= =
𝑙0 𝑙0

Dimana : 𝜀 = regangan
𝑙𝑓 = panjang saat terjadinya patah (mm)
𝑙0 = panjang gauge length awal (mm)
Luas penampang benda uji mula-mula (Ao) dan panjang benda uji mula-
mula (Lo) nilainya tetap pada setiap benda uji oleh karena itu kurva tegangan teknik
(σ) terhadap regangan teknik (ε) sebanding /sebangun dengan kurva gaya (F)
terhadap pertambahan panjang (ΔL).

1 1
𝜎= 𝐹 harganya tetap, sehingga 𝜎 ≈ 𝐹, sedangkan
𝐴0 𝐴0

1
𝜀 = 𝑙 ∆𝑙 sehingga regangan sebanding perpanjangan 𝜀 ≈ ∆𝑙
0

Oleh karena itu kurva tegangan teknik (σ) terhadap regangan teknik (ε)
sebanding /sebangun dengan kurva gaya (F) terhadap pertambahan panjang (ΔL).

2. Sifat-sifat Pengujian Tarik


Beberapa sifat-sifat tarik (tensile properties) dapat diketahui berdasarkan pengujian
tarik, antara lain
a. Batas Proporsionalitas
Batas proporsionalitas merupakan daerah batas dimana tegangan (stress)ndan
regangan (strain) mempunyai hubungan yang proporsional satu dengan yang
lainnya. Sehingga setiap kenaikan tegangan akan diikuti oleh perubahan regangan
secara proporsional. Titik P pada Gambar 3.1.7., merupakan titik batas
proporsionalitas.

b. Batas Elastis
Batas elastis merupakan titik dimana tegangan yang diberikan akan
menyebabkan terjadinya deformasi plastis untuk pertama kalinya atau merupakan
tegangan terbesar pada daerah elastis. Pada sebagian besar material, batas elastis
mempunyai harga yang mendekati atau sama dengan harga batas proporsionalitas.

c. Titik Luluh dan Kekuatan Luluh


Titik luluh adalah suatu titik dimana material akan terus terdeformasi tanpa
adanya penambahan beban. Fenomena ini hanya dapat terlihat pada material-
material ulet tertentu. Transisi elastis menuju plastis sangat terlihat yang disebut
yield point phenomenon.
Pada titik upper yield, deformasi plastik diinisiasikan dengan penurunan
tegangan secara aktual. Deformasi terus berlanjut dengan sedikit fluktuasi disekitar
nilai tegangan (stress) konstan yang disebut titik lower yield. Selanjutnya tegangan
meningkat dengan meningkatnya strain.

Kekuatan luluh adalah tegangan dimana bahan memperlihatkan batas deviasi


tertentu dari proporsionalitas tegangan (stress) dan regangan (strain). Pada sebagian
besar material non ferrous dan baja berkekuatan tinggi, fenomena yield tidak
terlihat, oleh karena itu dilakukan metode offset seperti yang terlihat pada Gamba
3.3.8. Garis offset merupakan deviasi tertentu dari regangan, biasanya diambil
0,1%-0,2% dari panjang elongasi.

d. Kekuatan Tarik Maksimum


Kekuatan tarik maksimum adalah tegangan maksimum yang dapat ditahan oleh
bahan berdasarkan pada perhitungan perbandingan antara tegangan maksimum dan
luas penampang melintang awal dari bahan.
Tegangan maksimum ditunjukkan dengan titik M pada Gambar 3.3.9. Bahan
yang bersifat getas akan patah tanpa menunjukkan deformasi, sedangkan bahan
yang bersifat ulet akan terus berdeformasi hingga melewati titik ini.
e. Kekuatan Putus
Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban yang digunakan saat
terjadinya putus dengan luas penampang awal. Pada bahan ulet, deformasi
terlokalisir akan menyebabkan terjadinya necking dan semakin menurunnya
beban yang diaplikasikan pada bahan, maka luas penampang bahan akan
mengecil pula. Pada bahan ulet, kekuatan putus memiliki nilai yang lebih
rendah dari kekuatan tarik maksimum. Sedangkan pada bahan getas, nilai
kekuatan putus sama dengan kekuatan tarik maksimum.

Dimana break = Kekuatan Putus (Mpa)


Fbreak = Beban yang diaplikasikan saat putus (N)
Ao = Penampang melintang awal (mm)

Perbandingan kekuatan putus untuk bahan ulet dan getas dapat terlihat
pada titik B dalam Gambar 3.3.10.

f. Keuletan
Keuletan merupakan sifat mekanis penting lainnya. Keuletan dapat
ditentukan dengan derajat deformasi plastis yang terjadi. Material yang sangat
sedikit atau tidak menunjukkan sama sekali deformasi hingga putus dinamakan
material getas (brittle), sedangkan material yang menunjukkan deformasi plastis
hingga terjadinya putus dinamakan material ulet (ductile).
Kurva tegangan-regangan untuk material yang getas dan ulet dapat
dilihat pada Gambar 3.3.10.

Keuletan (ductility) juga dapat diketahui secara kuantitatif, yaitu dengan


menggunakan persen elongasi dan persen reduksi area.
Persen elongasi merupakan persentasi regangan plastis saat putus, dihitung
dengan menggabungkan bagian bahan yang patah, kemudian diukur panjangnya
dan dikurangi dengan panjang awal yang kemudian dibandingkan dengan
panjang awal.

g. Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas atau Modulus Young merupakan ukuran kekakuan
dari material. Semakin besar harga Modulus Elastisitas, maka semakin kecil
nilai regangan elastis yang terjadi pada regangan tertentu.
Modulus Elastisitas ditentukan oleh energi ikat antar atom, oleh karen
itu gaya ini tidak dapat diubah tanpa merubah struktur besar. Harga Modulus
Elastisitas ditentukan oleh :
 Penambahan unsur paduan
 Perlakuan panas
 Pekerjaan dingin
 Temperatur

h. Modulus Resilience
Modulus Resilience adalah kemampuan bahan untuk menyerap energi
ketika terdeformasi elastis, dan kemudian mengembalikan energi tersebut saat
tidak ada beban. Modulus Resilience (Ur) juga merupakan energi regangan per
unit volume yang dibutuhkan untuk menaikkan tegangan nol hingga ke
tegangan luluh.
i. Ketangguhan
Ketangguhan merupakan kemampuan suatu bahan untuk menyerap
energi hingga terjadinya putus. Dalam praktiknya, ketangguhan diukur dari
daerah dibawah kurva tegangan-regangan. Oleh karena itu, walaupun material
getas memiliki tegangan maksimum dan tegangan luluh yang lebih besar,
namun memiliki ketangguhan yang lebih rendah dibandingkan material ulet.
j. True Stress dan True Strain
True stress diukur dalam membagi beban dengan luas penampang saat
pembebanan berlangsung, bukan pada luas penampang awal. Sedangkan true
strain diukur dari perubahan panjang dibagi panjang yang terjadi.
B. Uji tekan

1. Pengertian pengujian tekan


Pengujian tekan adalah salah satu pengujian mekanik dan tergolong
pada jenis pengujian yang merusak dimana gaya luar yang diberikan atau
penekanan segaris dengan sumbu spesimen. Pengujian tekan ini bertujuan
untuk mencari sifat mekanik dan beban tekan maksimum yang dapat di
terima benda atau specimen uji.
2. Fenomena yang terjadi pada pengujian tekan
Pada praktikum pengujian tekan ini , percobaan dilakukan untuk
mengetahui fenomena – fenomena yang terjadi pada specimen yaitu:
a. Barelling
Barelling adalah perubahan bentuk dimensi karena antara penekan
dengan benda uji . Gesekan antara specimen dan dies yang
menghambat permukaan atas dan bawah , specimen berekspansi
secara bebas dapat menyebabkan fenomena barreling.

b. Buckling
Buckling adalah terjadinya pembengkakan material setelah diberi
beban.

c. Strain Hardening Strain Hardening yaitu pengerasan pada material


akibat penumpukkan dislokasi pada batas butir.
PEMANFAATAN UJI TARIK

1. Peran Uji Tarik Dalam Proses Perancangan Dan Pembuatan Konstruksi


Jembatan

Yang dimaksud dengan jembatan rangka baja adalah struktur jembatan yang terdiri dari
rangkaian batang – batang baja yang dihubungkan satu dengan yang lain. Beban/muatan yang
dipikul oleh struktur ini akan diuraikan dan disalurkan kepada batang – batang baj struktur
tersebut, sebagai gaya – gaya tekan dan tarik, melalui titik – titik pertemuan batang (titik buhul).

Dengan demikian ada hal – hal penting yang perlu diperhatikan pada konstruksi rangka baja
yaitu :

 Mutu dan dimensi tiap – tiap batang harus kuat menahan gaya yang timbul. Batang –
batang dalam keadaan tidak rusak/bengkok dan sebagaianya. Oleh karena itu batang –
batang rangka jembatan harus dijaga selama masa pengangkutan, penyimpanan, dan
pemasangan.

 Kekuatan pelat penyampung harus lebih besar dari pada barang yang disambung
(struktur sambungan harus lebih kuat dan batang utuh).

 Untuk mencegah terjadinya eksentrisitas gaya yang dapat menyebabkan momen


sekunder, maka garis netral tiap batang yang bertemu harus berpotongan melalui satu
titik (harus merencanakan bentuk pelat buhul yang tepat).

Sekurang-kurangnya ada 5 faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembangunan


jembatan panjang.

1. Faktor Teknologi

2. Faktor Geometrik

3. Faktor Struktur, Energi dan Estetika

4. Faktor Lingkungan, Risiko, Navigasi, Angin dan Gempa

5. Faktor Pembiayaan dan Fungs

Faktor Teknologi
Teknologi adalah kesenyawaan sempurna (perfect fusion) dari 5 unsur utama yang
membentuknya yaitu: 1) seni (art), 2) ilmu pengetahuan (science), 3) teknik (engineering), 4)
ekonomi (economic), dan 5) bisnis (business) (Lanneke, 2009).

 Teknologi Material

- Material Kabel dan Baja


Material harus kuat dan ringan
Kabel sebagai komponen utama jembatan gantung dan cable stayed
Tegangan ultimate 1570 MPA - 1800 MPA
Baja digunakan untuk struktur atas dan bawah.
Baja untuk struktur atas terdiri dari tulangan beton untuk pilon, gelagar dan lantai;
box baja untuk gelagar, mur dan baut.
Baja untuk struktur bawah meliputi tiang pancang baja, tulangan untuk borepile,
cassing, tulangan untuk pondasi caisson, dan beton abutmen dan pilar.

- Material Beton
Struktur beton bertulang di lingkungan laut yang ekstrim terhadap risiko terhadap
karat yang tinggi akibat pengaruh garam dan sulfur.
Struktur beton harus kedap air
Semen yang cocok digunakan di lingkungan korosif adalah Specified Blended
Cement, yang mengandung bahan tahan terhadap sulfat dan lebih kedap air.

 Teknologi Struktur Jembatan

Jembatan gantung dapat mencapai bentang 1991 meter (jembatan yang


menghubungkan P. Honshu dan P. Shikoku di Jepang)
Jembatan Cable Stayed (jembatan didukung oleh kabel yang dihubungkan langsung
dengan Tower) umumnya dipakai untuk bentang sedang sampai dengan 450 meter. Saat ini
jembatan cable stayed terpanjang adalah Jebatan Tatara di Jepang dengan bentang 890 meter.
Cable stayed memerlukan pylon.

 Teknologi Metode Konstruksi dan Peralatan

Metode konstruksi dan perlatan yang canggih dan rumit sering dibutuhkan pada
pelaksanaan:
- Penempatan bore pile atau tiang pancang
- Penganngkutan dan penempatan pondasi
- Pemasangan pilon
- Pemasangan gelagar atau dek
- Pemasangan kabel gantung atau tarik
Metode konstruksi dapat dibagi menjadi metode konstruksi unuk struktur bawah dan
struktur atas.
Metode konstruksi struktur bawah perlu memperhatikan batimetri (rupa dasar laut)
Metode konstruksi struktur atas perlu memperhatikan kesecapatan angin.
Peralatan canggih yang diperlukan anatara lain: concrete batching, plant barge, crane
barge, pile casing driver, bore equioment.

 Faktor Struktur, Energi dan Estetika

Karakteristik struktur yang diperlukan untuk konstruksi jembatan bentang panjang, antara
lain:
- Kuat menahan beban yang mungkin terjadi
- Cukup kaku untuk menjamin kenyamanan berkendara
- Mempunyai kestabilan tekuk akibat gaya tekan
- Tidak mengalami kelelahan/ keruntuhan akibat beban yang mempunyai siklus
pengulangan
- Tahan terhadap pengarug lingkungan termasuk bahan kimiawi
- Mempunyainilai ekonomi
- Mempunyai nilai estetika dengan bentuk yang indah dan sesuai dengan kondisi
sekitarnya.

Berdasarkan faktor-faktor yang dijelaskan diatas untuk mengetahui seberapa besar


kekuatan yang dimiliki suatu material dapat diuji melalu proses uji tarik. Selain untuk
mengatahui tingkat kekuatan suatu material penyusun kerangka jembatan, proses uji tarik juga
dapat mengetahui tingkat ke-elastisitasan dan ke-plastisitasan suatu material. Dengan
mengetahui tingkat elastisitas material penyusunnya, kerangka jembatan yang akan digunakan
akan berada di dititik aman dan dapat menentukan batas beban yang dapat diberikan terhadap
jembatan.
2. Peran Uji Tarik dalam Perancangan Kerangka Chassis Mobil Minimalis Roda Tiga

Mobil minimalis roda tiga adalah mobil sebagaimana pada umumnya namun memiliki
desain yang lebih kecil. Mobil ini didesain sebagai mobil city car sebagai kendaraan sehari hari
dan sangat cocok untuk di perkotaan. Selain bentuknya yang keci, mobil ini juga tidak memiliki
kapasitas yang banyak seperti mobil pada umumnya, hanya memiliki kapasitas maksimal 3
orang saja. Mobil ini juga dirancang dengan konfigurasi reversetrike (dua roda di depan dan
satu roda di belakang) yang menggabungkan tiltingtrike system dimana mobil bisa bergerak
mengikuti arah belokannya.

PERENCANAAN CHASSIS

Dari perencanaan psesifikasi mobil minimalis roda tiga selanjutnya dilakukan


pembuatan desain chassis. Untuk chassis sendiri terbagi menjadi 2 komponen utama yaitu
lengan ayun untuk roda depan dan chassis utama untuk penopang bodi dan mesin. Jenis chassis
yang digunakan adalah primeter composit dimana chassis dan body dapat dilepas. Bahan yang
digunakan untuk membuat chassis adala material pipe tube dengan spesifikasi dapat dilihat
pada tabel 2 berikut : Tabel 2. Spesifikasi material Young Modulus 2,1e+011 N/m2 Density
5260 Kg/m3 Yield Stength 3,01e+008 N/m2 Dari penelitian saudara Bahtiar Dafik Prayogi
mahasiswa Prodi Teknik Desain Dan Manufaktur Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
tentang perancangan lengan ayun roda depan mobil minimalis roda tiga. Pada perancangan
lengan ayun tersebut menggunakan tilting trike system. Tilting trike system adalah kendaraan
roda tiga yang tubuh dan atau rodanya miring ke arah belokan. Kendaraan yang memiliki tilting
trike system termasuk kendaraan yang bisa melesat dengan aman dan nyaman meski memiliki
jalur yang sempit. Dari penelitian tersebut didapat data dimensi lengan ayun roda depan dan
posisi pengait terhada chassis. Berikut adalah gambar lengan ayun dan hasil dari pengujian
yang dilakukan dengan menggunakan software Catia.
Sebelum membuat desain chassis, hal yang terlebih dahulu dilakukan adalah harus mengetahui
panjang dan lebar kendaraan. Apabila sudah diketahui berapa panjang dan lebar kendaraan
maka selanjutnya menentukan berapa panjang jarak antara sumbu yang nantinya akan
menentukan juga peletakan dudukan mesin dan lengan ayun yang digunakan. Setelah semua
dimensi mulai dari body, peletakan lengan ayun, peletakan mesin, dan jarak antar sumbu
diketahui selanjutnya dilakukan pemodelan dengan tahap pertama adalah membuat gambaran
rencana posisi antar roda, peletakan mesin, dan lengan ayun terhadap body luar kendaraan.
Setelah mengetahui dimensi dan peletakan komponen kendaraan, selanjutnya dilakukan
penggambaran 3D modeling. Dalam pembuatan 3d Modeling akan menggunakan software
Catia. Berikut adalah gambar proses pembuatan 3D Modeling chassis.

Keterangan gambar :

A, B : Titik tumpu beban kendaraan

Dengan melihat peletakan pembebanan pada gambar 4.3, maka chassis yang dibuat akan
memiliki beban kritis atau beban paling berat pada bagian belakang. Dalam perencanaan
chassis akan diperkuat dibagian belakang seberti yang dimiliki oleh motor matic.
Dari desain 3D modelling chassis utama didapat detail dimensi chassis tiap bagian, dan juga
diketahui kebutuhan material yang dibutuhkan.

Pada tahap assembly chassis, lengan ayun, dan engine di rencanakan dudukan sesuai dengan
data yang diperoleh sebelumnya.Untuk posisi pengait shock breaker berada di tangah dengan
kedudukan 60 mm di atas bottom part pada lengan ayun. Berikutnya, setelah dudukan lengan
ayun didapat maka dilakukan proses assembly dari ketiga komponen utama.
PERHITUNGAN BEBAN CHASSIS

Dalam perhitungan beban pada masing masing tumpuan chassi, harus mengetahui berapa
beban maksimal yang akan di tumpu. Beban tersebut berasal dari beban penumpang, beban
mesin, beban chassis, dan juga beban dari body kendaraan.

Pada perhitungan beban tumpuan yang akan diterima oleh tiga tumpuan roda mobil, dimana
dua roda di depan dan satu roda di belakang, untuk memudahkan dalam perhitungan distribusi
beban tumpu maka titik tumpu dibagi menjadi dua yaitu titik tumpu depan dan titik tumpu
belakang. Karena bagian depan mempunyai dua roda maka beban yang di terima roda depan
akan dibagi lagi menjadi dua. Untuk mensederhanaknnya bisa dilihat pada gambar 7 berikut.

Keterangan Gambar

A,B : Titik tumpu beban kendaraan (roda)

Keterangan beban

Rangka : 50 Kg (software)

Body : 100 Kg (software)

Orang : 80 Kg

Barang : 20 Kg
Bahan bakar : 5 kg

Mesin : 40 Kg

Dari pembagian diatas, maka beban dibagi menjadi 4 titik dengan keterangan beban titik a
(wa),

beban titik b (wb), beban titik c (wc), dan beban titik d (wd)

Keterangan :

Wa : Barang (20 Kg)

Wb : 1 penumpang (80 Kg)

Wc : 2 penumpang (160 Kg) + Mesin (40 Kg) = 200 Kg

Wd : bahan bakar (5 Kg)

Distribusi beban tumpuan

a. Beban yang diterima oleh titik B

ΣMA = 0

{Nd.(Lad)} – {Wb.(Lab)} – {Wad.(1/2 Lad)} – {Wd.(Lad)} - {Wc.(Lac)} - {Wa.(Laa) = 0

{Nd.1935} – {80.890} – {150.967,5} – {5.1935} -{200.1510} - {20.0} = 0

Nd . 1935 – 71200 – 145125 – 9675 – 302000 - 0 = 0

Nd . 1935 – 528000 = 0

Nd . 1935 = 528000

Nd =528000

1935

Nd = 272,87 Kg

Nd = 2676,84 N

Jadi beban yang diterima oleh titik B (roda B) adalah 272,84 Kg atau 2676,84 N

b. Beban yang diterima oleh titik A

ΣMC = 0
{Wd.(Ldd)} + {Wb.(Lbd)} + {Wad.(1/2 Lad)} + {Wa.(Lad)} +{Wc.(Lcd)}- {Na.(Lad)} = 0

{5.(0)}+{80.(1045)}+{150.(967,5)}+{20.(1935)}+{200.(425)}-{Na.(1935)} = 0

0 + 83600 + 145125 + 38700 + 85000 - Na . 1822,28 = 0

352425 – Na . 1935 = 0

Na = 352425

1935

Na = 182,13 Kg

Na = 1786,71 N

Jadi beban yang diterima oleh titik A (roda A) adalah 182,13 Kg atau 1786,71 N. Karena titik
A

memiliki dua roda jadi beban tersebut dibagi menjadi dua

Titik A = 182,13

= 91,07 𝐾𝑔 = 893,4 N

M(wb) = A . l1

= 173,84 . 890

= 154717,6

M(wc) = A . (l1 + l2 ) – wb . l2

= 173,84 . (890 + 620) – 80 . 620

= 262498,4 – 49600

= 212889,4
Beban terpusat

Keterangan :

P1 = 20 kg

P2 = 80 kg

P3 = 200 kg

P4 = 5 kg

R = P1 + P2 + P3 + P4

= 20 + 80 + 200 + 5

= 305 Kg

R.x = P1.(0) + P2.(L1) + P3.(L1+L2) + P4.(L1+L2+L3)

X =𝑃2.(𝐿1)+𝑃3.(𝐿1+𝐿2)+𝑃4(𝐿1+𝐿2+𝐿3)

𝑅=80.(890)+200.(1510)+5.(1935)305

= 71200+302000 +9375 305

=382575 305

= 1254,34 mm

Beban terberat berada 1254,34 mm dibelakang roda depan

PROSES ANALISA

Analisa Chassis Menggunakan Software

Pada analisa pengujian yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan software Catia.
Proses analisa software akan melakukan dua kali analisa dengan variasi pembebanan yang
berbeda untuk mengetahui kekuatan chassis terhadap beban yang berkerja. Dua variasi
pembebanan tersebut meliputi pembebanan terhadap surface, dan pembebanan pada titik beban
terpusat. Beban yang akan berkerja pada chassis adalah menggunakan beban maksimal yaitu
500 Kg atau 4900N.

Pembebanan Merata

Berikut adalah hasil dari pembebanan merata pada surface chassis :

Hasil dari analisa pembebanan merata yang terjadi pada chassis adalah diketahui tegangan
maksimal yang terjadi akibat beban yang berkerja pada chassis adalah 3,28e+007 N/m2.

Pembebanan Terpusat

Berikut adalah hasil dari pembebanan terpusat pada titik berat chassis :

Hasil dari analisa pembebanan terpusat yang terjadi pada chassis adalah diketahui tegangan
maksimal yang terjadi akibat beban yang berkerja pada chassis adalah 6,12e+007 N/m2.
Beban Tubrukan

Berikut adalah hasil dari tubrukan dengan beban merata pada surface chassis :

Hasil dari analisa pembebanan benturan atau tubrukan yang terjadi pada chassis adalah
diketahui tegangan maksimal yang terjadi akibat beban yang berkerja pada chassis adalah
1,21e+007 N/m2.

Tegangan izin

τ izin =𝜏 𝑠𝑓

keterangan :

τ = tegangan

sf = safety faktor yang digunakan (4)

menggunakan material ASTM A53 yang memiliki τ maksimal sebesar 301000000 N/m2

jadi, τizin = 𝜏.𝑠𝑓

τizin = 301000000 𝑁/𝑚2

τizin = 7525000 N/m2 atau 75,25 N/mm2

Kesimpulan analisa

1. Beban merata

Perbandingan hasi pengujian software dengan hasil perhitungan kekuatan material

τ izin > τ max


75,25 N/mm2 > 32,8 N/mm2. Accept

2. Beban terpusat

Perbandingan hasi pengujian software dengan hasil perhitungan kekuatan material

τ izin > τ max

75,25 N/mm2 > 61,2 N/mm2 accept

3. Beban Tubrukan

Perbandingan hasi pengujian software dengan hasil perhitungan kekuatan material

τ izin > τ max

75,25 N/mm2 > 12,1 N/mm2 accept

Pada analisa chassis dinyatakan kuat terhadap gaya yang terjadi karena tegangan yang terjadi
lebih kecil dari pada tegangan izin yang dimiliki material dengan menggunakan safety factor
sebesar 4.

Jadi, dari perencanaan hingga perhitungan untuk membuat chasiss kendaraan


dibutuhkan material yang tepat agar chasiss tersebut mampu menopang beban yang besar.
Untuk dapat mengerahui tingkat kekuatan suatu material dapat dilakukan uji tarik.

Anda mungkin juga menyukai