Anda di halaman 1dari 42

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)

RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

4.1 ANALISIS KAPASITAS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG


RUANG KAWASAN PERKOTAAN BETELEME
Membangun suatu wilayah ataupun kawasan pada hakikatnya merupakan
upaya untuk memberi nilai tambah terhadap kualitas kehidupan. Proses pemberian
nilai tambah terhadap kualitas kehidupan dilakukan dengan memperhatikan
internalitas dan eksternalitas suatu wilayah. Internalitas diantaranya meliputi kondisi
fisik wilayah, potensi sumber daya (alam, manusia, dan buatan), serta kondisi sosial
ekonomi dan lingkungan hidup, sedang eksternalitas yang perlu diperhatikan
diantaranya adalah situasi geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.
Pemahaman terhadap kondisi fisik kawasan, kelestarian sumber daya alam,
peningkatan kapasitas sumber daya manusia dengan dukungan sumber daya
buatan, serta pemahaman terhadap eksternalitas suatu kawasan, menjadi kunci
keberhasilan perencanaan pembangunan. Hal ini mengindikasikan pentingnya
merencanakan pembangunan melalui perspektif yang lebih luas dan tidak sekedar
administratif parsial atau sektoral saja. Untuk itu pendekatan kewilayahan atau
spasial dalam pelaksanaan penataan ruang, memegang peranan yang vital dalam
perencanaan pembangunan. Kesesuaian lahan pada hakekatnya merupakan
penggambaran dan pengharkatan tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu
penggunaan tertentu.

Hal : IV - 1
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

4.1.1 Analisis Daya Dukung Lingkungan Hidup


Analisis kapasitas daya dukung lingkungan hidup merupakan kemampuan
suatu ekosistem untuk mendukung aktifitas sampai pada batas tertentu. Analisis ini
digunakan untuk menentukan apakah suatu kegiatan masih dapat ditambahkan
dalam ekosistem tertentu atau untuk menentukan apakah suatu kawasan
lingkungannya masih mampu mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup
lain.
Daya dukung lingkungan hidup mmenurut UU No. 23 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain; sedangkan
pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk
melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan atau
dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
Daya dukung lingkungan adalah kapasitas atau kemampuan ekosistem untuk
mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus mempertahankan
produktivitas, kemampuan adaptasi, dan kemampuan memperbarui diri. Daya
dukung lingkungan diartikan sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung
kehidupan manusia. Daya dukung lingkungan/carrying capacity adalah batas atas
dari pertumbuhan suatu populasi, dimana jumlah populasi tersebut tidak dapat lagi
didukung oleh sarana, sumberdaya dan lingkungan yang ada. Atau secara lebih
singkat dapat dijelaskan sebagai batas aktivitas manusia yang berperan dalam
perubahan lingkungan. Konsep ini berasumsi bahwa terdapat kapastian
keterbatasan lingkungan yang bertumpu pada pembangunan.
Menurut Peraturan Negara Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009
tentang pedoman penentuan daya dukung lingkungan hidup dalam penataan ruang
wilayah, daya dukung lingkungan hidup dapat dibagi menjadi tiga pendekatan,
yaitu:

A. Analisis Kemampuan Lahan


Klasifikasi kemampuan lahan adalah klasifikasi lahan yang dilakukan dengan
metode faktor penghambat. Dengan metode ini setiap kualitas lahan atau sifat-
sifat lahan diurutkan dari yang terbaik sampai yang terburuk atau dari yang
paling kecil hambatan atau ancamanya sampai yang terbesar. Kemudian

Hal : IV - 2
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

disusun tabel kriteria untuk setiap kelas; penghambat yang terkecil untuk kelas
yang terbaik dan berurutan semakin besar hambatan semakin rendah kelasnya.
Menurut sistem ini lahan dikelompokan dalam tiga kategori umum yaitu Kelas,
Subkelas dan Satuan Kemampuan (capability units) atau Satuan
pengelompokan (management unit). Pengelompokan di dalam kelas didasarkan
atas intensitas faktor penghambat. Jadi kelas kemampuan adalah kelompok unit
lahan yang memiliki tingkat pembatas atau penghambat (degree of limitation)
yang sama jika digunakan untuk pertanian yang umum (Sys et al., 1991).
Tanah dikelompokan dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf Romawi
dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-
turut dari Kelas I sampai kelas VIII, seperti pada Gambar 1.

Gambar 4.1.
Klasifikasi dan Keterkaitan Penggunaan Lahan

Tanah pada kelas I sampai IV dengan pengelolaan yang baik mampu


menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan seperti untuk penanaman
tanaman pertanian umumnya (tanaman semusim dan setahun), rumput untuk
pakan ternak, padang rumput atau hutan. Tanah pada Kelas V, VI, dan VII

Hal : IV - 3
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-pohonan atau vegetasi alami.


Dalam beberap hal tanah Kelas V dan VI dapat menghasilkan dan
menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman tertentu seperti buah-buahan,
tanaman hias atau bunga-bungaan dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi
dengan pengelolaan dan tindakan konservasi tanah dan air yang baik. Tanah
dalam lahan Kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami. Untuk
menerapkan dan menggunakan sistem klasifikasi ini secara benar setidaknya
terdapat 14 asumsi yang perlu dimengerti.
1. Kelas Kemampuan I
Lahan kelas kemampuan I mempunyai sedikit penghambat yang
membatasi penggunaannya. Lahan kelas I sesuai untuk berbagai
penggunaan pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan tanaman
pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang rumputm hutan
produksi, dan cagar alam. Tanah-tanah dalam kelas kemampuan I
mempunyai salah satu atau kombinasi sifat dan kualitas sebagai berikut:
(1) terletak pada topografi datar (kemiringan lereng < 3%), (2) kepekaan
erosi sangat rendah sampai rendah, (3) tidak mengalami erosi, (4)
mempunyai kedalaman efektif yang dalam, (5) umumnya berdrainase baik,
(6) mudah diolah, (7) kapasitas menahan air baik, (8) subur atau responsif
terhadap pemupukan, (9) tidak terancam banjir, (10) di bawah iklim
setempat yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman umumnya.

2. Kelas Kemampuan II
Tanah-tanah dalam lahan kelas kemampuan II memiliki beberapa
hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan
penggunaannya atau mengakibatkannya memerlukan tindakan konservasi
yang sedang. Lahan kelas II memerlukan pengelolaan yang hati-hati,
termasuk di dalamnya tindakan-tindakan konservasi untuk mencegah
kerusakan atau memperbaiki hubungan air dan udara jika tanah
diusahakan untuk pertanian tanaman semusim. Hambatan pada lahan
kelas II sedikit, dan tindakan yang diperlukan mudah diterapkan. Tanah-
tanah ini sesuai untuk penggunaan tanaman semusim, tanaman rumput,
padang penggembalaan, hutan produksi dan cagar alam. Hambatan atau

Hal : IV - 4
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

ancaman kerusakan pada lahan kelas II adalah salah satu atau kombinasi
dari faktor berikut:
 Lereng yang landai atau berombak (>3 % – 5 %),
 Kepekaan erosi atau tingkat erosi sedang,
 Kedalaman efetif sedang
 Struktur tanah dan daya olah kurang baik,
 Salinitas sedikit sampai sedang atau terdapat garam Natrium yang
mudah dihilangkan akan tetapi besar kemungkinabn timbul kembali,
 Kadang-kadang terkena banjir yang merusak,
 Kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase, akan tetapi tetap ada
sebagai pembatas yang sedang tingkatannya, atau
 Keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman atau pengelolannya.

3. Kelas Kemampuan III


Tanah-tanah dalam kelas III mempunyai hambatan yang berat yang
mengurangi pilihan pengunaan atau memerlukan tindakan konservasi
khusus atau keduanya. Tanah-tanah dalam lahan kelas III mempunyai
pembatas yang lebih berat dari tanah-tanah kelas II dan jika digunakan
bagi tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tindakan konservasi
yang diperlukan biasanya lebih sulit diterapkan dan dipelihara. Lahan kelas
III dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang
memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan
produksi, hutan lindung dan suaka marga satwa. Hambatan yang terdapat
pada tanah dalam lahan kelas III membatasi lama penggunaannya bagi
tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi
pembatas-pembatas tersebut. Hambatan atau ancaman kerusakan
mungkin disebabkan oleh salah satu atau beberapa hal berikut:
 Lereng yang agak miring atau bergelombang (>5 – 15%),
 Kepekaan erosi agak tinggi sampai tinggi atau telah mengalami erosi
sedang,
 Selama satu bulan setiap tahun dilanda banjir selama waktu lebih dari
24 jam,
 Lapisan bawah tanah yang permeabilitasnya agak cepat,

Hal : IV - 5
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

 Kedalamannya dangkal terhadap batuan, lapisan padas keras


(hardpan), lapisan padas rapuh (fragipan) atau lapisan liat padat
(claypan) yang membatasi perakaran dan kapasitas simpanan air,
 Terlalu basah atau masih terus jenuh air setelah didrainase,
 Kapasitas menahan air rendah,
 Salinitas atau kandungan natrium sedang,
 Kerikil dan batuan di permukaan sedang, atau (1) hambatan iklim yang
agak besar.

4. Kelas kemampuan IV
Hambatan dan ancaman kerusakan pada tanah-tanah di dalam lahan kelas
IV lebih besar dari pada tanah-tanah di dalam kelas III, dan pilihan
tanaman juga lebih terbatas. Jika digunakan untuk tanaman semusim
diperlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan tindakan konservasi yang
lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku, saluran
bervegatasi dan dam penghambat, disamping tindakan yang dilakukan
untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik tanah. Tanah di dalam kelas
IV dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian dan
pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, padang
penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam. Hambatan atau ancaman
kerusakan tanah-tanah di dalam kelas IV disebabkan oleh salah satu atau
kombinasi faktor-faktor berikut:
 Lereng yang miring atau berbukit (> 15% – 40%),
 Kepekaan erosi yang sangat tinggi,
 Pengaruh bekas erosi yang agak berat yang telah terjadi,
 Tanahnya dangkal,
 Kapasitas menahan air yang rendah,
 Selama 2 sampai 5 bulan dalam setahun dilanda banjir yang lamanya
lebih dari 24 jam,
 Kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau penggenangan
terus terjadi setelah didrainase (drainase buruk),
 Terdapat banyak kerikil atau batuan di permukaan tanah,
 Salinitas atau kandungan Natrium yang tinggi (pengaruhnya hebat),
dan/atau (1) keadaan iklim yang kurang menguntungkan.

Hal : IV - 6
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

5. Kelas Kemampuan V
Tanah-tanah di dalam lahan kelas V tidak terancam erosi akan tetapi
mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilanghkan yang
membatasi pilihan pengunaannya sehingga hanya sesuai untuk tanaman
rumput, padang penggembalaan, hutan produksi atau hutan lindung dan
cagar alam. Tanah-tanah di dalam kelas V mempunyai hambatan yang
membatasi pilihan macam penggunaan dan tanaman, dan menghambat
pengolahan tanah bagi tanaman semusim. Tanah-tanah ini terletak pada
topografi datar tetapi tergenang air, selalu terlanda banjir, atau berbatu-
batu (lebih dari 90 % permukaan tanah tertutup kerikil atau batuan) atau
iklim yang kurang sesuai, atau mempunyai kombinasi hambatan tersebut.
Contoh tanah kelas V adalah:
 Tanah-tanah yang sering dilanda banjir sehingga sulit digunakan untuk
penanaman tanaman semusim secara normal,
 Tanah-tanah datar yang berada di bawah iklim yang tidak
memungknlah produksi tanaman secara normal,
 Tanah datar atau hampir datar yang > 90% permukaannya tertutup
batuan atau kerikil, dan atau
 Tanah-tanah yang tergenang yang tidak layak di drainase untuk
tanaman semusim, tetapi dapat ditumbuhi rumput atau pohon-
pohonan.

6. Kelas Kemampuan VI
Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai hambatan yang berat yang
menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan pertanian.
Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau padang
penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam. Tanah-
tanah dalam lahan kelas VI mempunyai pembatas atau ancaman kerusakan
yang tidak dapat dihilangkan, berupa salah satu atau kombinasi faktor-
faktor berikut:
 Terletak pada lereng agak curam (>30% – 45%),
 Telah tererosi berat,
 Kedalaman tanah sangat dangkal,
 Mengandung garam laut atau Natrium (berpengaruh hebat),

Hal : IV - 7
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

 Daerah perakaran sangat dangkal, atau


 Iklim yang tidak sesuai.

Tanah-tanah kelas VI yang terletak pada lereng agak curam jika digunakan
untuk penggembalaan dan hutan produksi harus dikelola dengan baik
untuk menghindari erosi. Beberapa tanah di dalam lahan kelas VI yang
daerah perakarannya dalam, tetapi terletak pada lereng agak curam dapat
digunakan untuk tanaman semusim dengan tindakan konservasi yang berat
seperti, pembuatan teras bangku yang baik.

7. Kelas Kemampuan VII


Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika digunakan
untuk padanag rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha
pencegahan erosi yang berat. Tanah-tanah dalam lahan kelas VII yang
dalam dan tidak peka erosi jika digunakan unuk tanaman pertaniah harus
dibuat teras bangku yang ditunjang dengan cara-ceara vegetatif untuk
konserbvasi tanah, disamping yindkan pemupukan. Tanah-tanah kelas VII
mempunuaio bebetapa hambatan atyai ancaman kerusakan yang berat da
tidak dapatdihiangkan seperti
 Terletak pada lereng yang curam (>45 % – 65%), dan / atau
 Telah tererosi sangat berat berupa erosi parit yang sulit diperbaiki.

8. Kelas kemampuan VIII


Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai
untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai
hutan lindung, tempat rekreasi atau cagar alam. Pembatas atau ancaman
kerusakan pada lahan kelas VIII dapat berupa:
 Terletak pada lereng yuang sangat curam (>65%), atau
 Berbatu atau kerikil (lebih dari 90% volume tanah terdiri dari batu atau
kerikil atau lebih dari 90% permukaan lahan tertutup batuan), dan
 Kapasitas menahan air sangat rendah. Contoh lahan kelas VIII adalah
puncak gunung, tanah mati, batu terungkap, dan pantai pasir.
Berikut adalah klasifikasi kemampuan lahan yang dibagi dalam tingkatan
kelasnya yaitu :

Hal : IV - 8
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Tabel 4.1.
Klasifikasi Kemampuan Lahan Dalam Tingkat Kelas

Kelas Kriteria Penggunaan

I 1. Tidak mempunyai atau hanya sedikit Pertanian:


hambatan yang membatasi a. Tanaman pertanian
penggunaannya. semusim.
2. Sesuai untuk berbagai penggunaan, b. Tanaman rumput.
terutama pertanian. c. Hutan dan cagar alam.
3. Karakteristik lahannya antara lain: topografi
hampir datar - datar, ancaman erosi kecil,
kedalaman efektif dalam, drainase baik,
mudah diolah, kapasitas menahan air baik,
subur, tidak terancam banjir.
II 1. Mempunyai beberapa hambatan atau Pertanian:
ancaman kerusakan yang mengurangi a. Tanaman semusim.
pilihan penggunaannya atau memerlukan b. Tanaman rumput.
tindakan konservasi yang sedang. c. Padang penggembalaan.
2. Pengelolaan perlu hati-hati termasuk d. Hutan produksi.
tindakan konservasi untuk mencegah e. Hutan lindung.
kerusakan f. Cagar alam.
III 1. Mempunyai beberapa hambatan yang berat 1. Pertanian:
yang mengurangi pilihan penggunaan a. Tanaman semusim
lahan dan memerlukan tindakan konservasi dan tanaman
khusus dan keduanya. pertanian pada
2. Mempunyai pembatas lebih berat dari kelas umumnya.
II dan jika dipergunakan untuk tanaman b. Tanaman rumput.
perlu pengelolaan tanah dan tindakan c. Hutan produksi.
konservasi lebih sulit diterapkan. d. Padang
3. Hambatan pada angka I membatasi lama penggembalaan.
penggunaan bagi tanaman semusim, waktu e. Hutan lindung dan
pengolahan, pilihan tanaman atau suaka alam.
kombinasi dari pembatas tersebut. 2. Non-pertanian.
IV 1. Hambatan dan ancaman kerusakan tanah 1. Pertanian:
lebih besar dari kelas III, dan pilihan a. Tanaman semusim
tanaman juga terbatas. dan tanaman
2. Perlu pengelolaan hati-hati untuk tanaman pertanian pada
semusim, tindakan konservasi lebih sulit umumnya.
diterapkan. b. Tanaman rumput.
c. Hutan produksi.
d. Padang
penggembalaan.
e. Hutan lindung dan
suaka alam.
2. Non-pertanian.
V 1. Tidak terancam erosi tetapi mempunyai 1. Pertanian:
hambatan lain yang tidak mudah untuk a. Tanaman rumput.
dihilangkan, sehingga membatasi pilihan b. Padang

Hal : IV - 9
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Kelas Kriteria Penggunaan

penggunaannya. penggembalaan.
2. Mempunyai hambatan yang membatasi c. Hutan produksi.
pilihan macam penggunaan dan tanaman. d. Hutan lindung dan
3. Terletak pada topografi datar-hampir datar suaka alam.
tetapi sering terlanda banjir, berbatu atau 2. Non-pertanian
iklim yang kurang sesuai.
VI 1. Mempunyai faktor penghambat berat yang 1. Pertanian:
menyebabkan penggunaan tanah sangat a. Tanaman rumput.
terbatas karena mempunyai ancaman b. Padang
kerusakan yang tidak dapat dihilangkan. penggembalaan.
2. Umumnya terletak pada lereng curam, c. Hutan produksi.
sehingga jika dipergunakan untuk d. Hutan lindung dan
penggembalaan dan hutan produksi harus cagar alam.
dikelola dengan baik untuk menghindari 2. Non-pertanian
erosi.
VII 1. Mempunyai faktor penghambat dan a. Padang rumput.
ancaman berat yang tidak dapat b. Hutan produksi.
dihilangkan, karena itu pemanfaatannya
harus bersifat konservasi. Jika digunakan
untuk padang rumput atau hutan produksi
harus dilakukan pencegahan erosi yang
berat
VIII 1. Sebaiknya dibiarkan secara alami. a. Hutan lindung.
2. Pembatas dan ancaman sangat berat dan b. Rekreasi alam.
tidak mungkin dilakukan tindakan c. Cagar alam.
konservasi, sehingga perlu dilindungi.
Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan
Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang

Dengan mengacu pada variable tersebut diatas, analisis kemampuan lahan


dilakukan melalui overlay variable dengan menggunakan perangkat GIS
sehingga menghasilkan kelas kemampuan lahan di kawasan studi Kota Agimuga
dengan klasifikasi kemampuan sebagai berikut :

Hal : IV - 10
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

GAMBAR 4.2. PETA STATUS KEMAMPUAN LAHAN

Hal : IV - 11
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

B. Analisis Ketersediaan dengan Kebutuhan Lahan


Lahan merupakan wadah bagi manusia untuk menampung segala aktivitasnya.
Sumberdaya lahan merupakan potensi dari sistem ruang yang mengandung
unsur-unsur lingkungan fisik, kimia, dan biologi yang saling berinteraksi
terhadap tata guna lahan. Ketersediaan lahan dapat dihitung berdasarkan
kemampuan lahan dalam mendukung aktifitas yang ada diatasnya, diantaranya
adalah penduduk serta sector-sektor yang menunjang aktifitasnya.
Secara garis bersar, ketersediaan lahan untuk kebutuhan sector produktif yang
diusahakan dikawasan ini sebagaimana telah dijelaskan dalam analisis
kemampuan lahan diatas, dengan menghasilkan kesesuaian lahan kedalam 2
(dua) kategori yaitu kawasan penyangga serta tanaman tahunan. Untuk
pemanfaatan sector ekonomi seperti pertanian, perkebunan, perikanan, serta
permukiman perkotaan maupun perdesaan sebagai pendukung aktifitas sektor
diperuntukkan pada kategori kesesuaian tanaman tahunan dengan jumlah
luasan yang sesuai sebagaimana dalam tabel 4.1 diatas.

C. Analisi Perbandingan antara Ketersediaan dengan kebutuhan air


Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air adalah analisis untuk
mengetahui tingkat ketersediaan air dan kemampuan penyediaan air pada
masing-masing tingkatan guna pengembangan kawasan.
Ketersediaan air di daerah dengan morfolgi perbukitan terjal akan berbeda
dengan daerah yang bermorfologi datar atau bergelombang meski mempunyai
curah hujan yang sama. Hal ini karena daerah bermorfologi datar dan
bergelombang memiliki cadangan air tanah yang lebih banyak daripada daerah
bermorfologi perbukitan terjal.
Kondisi hidrologi kawasan berasal dari air pegunungan yang penyalurannya
melalui pipa-pipa air berasal dari pegunungan menuju pemukiman penduduk
yang kemudian di tampung di bak/tong penampungan dan dimanfaatkan
penduduk untuk pemenuhan kebutuhan air bersih. Berikut adalah rekapitulasi
kategori ketersediaan air baku yang dapat dimanfaatkan dikawasan
perencanaan.
Tujuan analisis SKL Ketersediaan Air adalah untuk mengetahui tingkat
ketersediaan air dan kemampuan penyediaan air pada masing-masing
tingkatan, guna pengembangan kawasan. Dalam analisis ini membutuhkan

Hal : IV - 12
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

masukan berupa peta morfologi, peta kelerengan, peta curah hujan, peta
hidrogeologi, peta jenis tanah dan peta penggunaan lahan eksisting dengan
keluaran peta SKL Ketersediaan Air dan penjelasannya. Sebelum melakukan
analisis SKL Ketersediaan Air , terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari
data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah.
Dari penjelasan sifat tanah yang mempengaruhi tingkat kecukupan air di
Kawasan Perkotaan Agimuga kemudian dari nilai variabel tersebut dilakukan
overlay sehingga menghasilkan kemampuan lahan terhadap ketersediaan air
yaitu dengan kategori sedang.
Tabel 4.2.
Penjelasan Jenis Tanah dan Sifat-Sifat yang Dibawanya dalam Analisis SKL Ketersediaan Air

No. Jenis Tanah Sifat Nilai


Daya mengikat air kurang,apabila kena hujan akan
1. Aluvial menjadi lengket dan bila kekeringan akan mengeras. 2
(Rachmiati, Yati).
Tanah Andosol mempunyai sifat fisik yang baik, daya
pengikatan air yang sangat tinggi, sehingga selalu jenuh
air jika tertutup vegetasi. Sangat gembur, struktur remah
atau granuler dengan granulasi yang tak pulih.
2. Andosol Permeabilitas sangat tinggi karena mengandung banyak 5
makropori, fraksi lempung sebagian besar alofan dengan
berat jenis kurang dari 0,85 dan kandungan bahan
organik biasanya tinggi, yaitu antara 8% - 30%.( Sri
Damayanti, Lusiana, 2005).
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh
faktor lokal, yaitu topografi merupakan dataran rendah
atau cekungan, hampir selalu tergenang air, solum tanah
sedang, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh
hingga lempung, struktur berlumpur hingga masif,
konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5 – 6.0),
3. Gleisol kandungan bahan organik. Ciri khas tanah ini adanya 4
lapisan glei kontinu yang berwarna kelabu pucat pada
kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari profil tanah
selalu jenuh air.
Penyebaran di daerah beriklim humid hingga sub humid,
curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun.(Suhendar,
Soleh).
Tanah Grumosol mempunyai sifat struktur lapisan atas
granuler dan lapisan bawah gumpal atau pejal, jenis
lempung yang terbanyak montmorillonit sehingga tanah
4. Grumosol 2
mempunyai daya adsorpsi yang tinggi yang
menyebabkan gerakan air dan keadaan aerasi buruk dan
sangat peka terhadap erosi. ( Sri Damayanti, Lusiana,

Hal : IV - 13
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

No. Jenis Tanah Sifat Nilai


2005).
Daya mengikat air kurang,apabila kena hujan akan
5. Latosol menjadi lengket dan bila kekeringan akan mengeras 1
dengan struktur remah. (Rachmiati, Yati).
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil,
batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen
keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan
kadang-kadang merupakan singkapan batuan induk
(outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada
6. Litosol 3
umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat
kandungan batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi.
Tanah litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya
di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring sampai
curam. (Suhendar, Soleh).
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang
hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai
horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung, struktur
gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah,
pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya
absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi,
7. Mediteran berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf 3
vulkanis bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub
humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500
mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan, topografi
Karst dan lereng vulkan ketinggian di bawah 400 m.
Khusus tanah mediteran merah – kuning di daerah
topografi Karst disebut terra rossa. (Suhendar, Soleh).
8. Non Cal 2
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami
diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit
tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral,
9. Regosol kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material 3
vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di
daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai
dan gumuk-gumuk pasir pantai. (Suhendar, Soleh).
Sumber : Hasil Analisis Tim, Tahun 2018

Hal : IV - 14
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Tabel 4.3.
Analisis SKL Ketersediaan Air
Peta Peta Peta Jenis Peta Penggunaan Peta Curah
No. Peta Morfologi SKL Ketersediaan Air Nilai
Kelerengan Ketinggian Tanah Lahan Eksisting Hujan
Ketersediaan air sangat
1 Bergunung > 40 % >3000 m Latosol Tegalan, Tanah kosong 1
rendah
Berbukit, < 1000
2 15 – 40 % 2000 – 3000 m Alluvial Semak belukar Ketersediaan air rendah 2
Bergelombang mm/tahun
Mediteran, 1000 – 1500
3 Berombak 8 – 15 % 1000 – 2000 m Hutan Ketersediaan air sedang 3
Regosol mm/tahun
Pertanian, Perkebunan,
1500 –3000
4 Landai 2–8% 500 – 1000 m Pertanian tanah kering 4
mm/tahun
semusim Ketersediaan air tinggi
> 3000
5 Datar 0–2% 0 – 500 m Andosol Permukiman 5
mm/tahun
Sumber : Hasil Analisis Tim, tahun 2018

Hal : IV - 15
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

GAMBAR 4.3. PETA ANALISIS SATUAN KEMAMPUAN LAHAN


KETERSEDIAAN AIR

Hal : IV - 16
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

4.2 IDENTIFIKASI ISU-ISU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN


Identifikasi isu-isu pembangunan berkelanjutan merupakan tahapan pelaksanaan
KLHS yang dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Menetapkan isu-isu pembangunan berkelanjutan yangmeliputi aspek sosial,
aspek ekonomi dan aspek lingkunganhidup atau keterkaitan antar ketiga aspek
tersebut.
2. Membahas isu secara terfokus dan signifikan.
3. Membantu menentukan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan sebagai
acuan bagi penentuan dan/atau penilaian substansi kebijakan, rencana
dan/atau program.

Perumusan isu strategis pembangunan berkelanjutan RDTR Bagian wilayah


Perkotaan (BWP) Beteleme dilakukan berdasarkan melalui 5 (lima) tahapan, yaitu
sebagai berikut:
1. Penghimpunan isu pembangunan berkelanjutan berdasarkan masukan dan
kesepakatan pemangku kepentingan;
2. Pengelompokan isu pembangunan berkelanjutan;
3. Konfirmasi isu pembangunan berkelanjutan dengan memanfaatkan data dan
informasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah;
4. Pelaksanaan kajian khusus untuk isu tertentu yang dianggap penting atau
masih diperdebatkan; dan
5. Penetapan isu pembangunan berkelanjutan yang akan dijadikan dasar bagi
kajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program.

Selanjutnya pengelompokan isu-isu pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan


dengan berdasarkan salah satu aspek atau kombinasi dari beberapa aspek sebagai
berikut:
1. Aspek pembangunan berkelanjutan, yaitu :
a. Aspek sosial,
b. Aspek ekonomi, dan
c. Aspek lingkungan.
2. Aspek muatan KLHS yang tertuang dalam Pasal 16 UUPPLH, yaitu :
a. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
pembangunan;
b. Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;

Hal : IV - 17
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

c. Kinerja layanan/jasa ekosistem;


d. Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan
f. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
3. Aspek muatan KLHS yang tertuang dalam penjelasan Pasal 15 ayat 2 huruf b,
yaitu dampak dan/atau risiko lingkungan hidup yang meliputi:
a. Perubahan iklim;
b. Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati;
c. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan;
d. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam;
e. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan;
f. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan
penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau
g. Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.

Berdasarkan kajian yang mempertimbangkan hal-hal diatas, maka dapat


dirumuskan identifikasi isu-isu pembangunan berkelanjutan dalam Rencana
pengembangan Kawasan Perkotaan Agimuga berdasarkan hasil kajian dan
wawancara bersama tokoh masayarakat pada wilayah kajian dengan materi
pengelompokan isu-isu pembangunan berkelanjutan dalam aspek atau tema
tertentu diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Isu Ekonomi;
2. Isu Sosial;
3. Isu Lingkungan Hidup;
4. Kapasitas Daya Dukung Dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Untuk
Pembangunan;
5. Perkiraan Mengenai Dampak Dan Risiko Lingkungan Hidup;
6. Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya Alam;
7. Tingkat Kerentanan Dan Kapasitas Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim; dan
8. Tingkat Ketahanan Dan Potensi Keanekaragaman Hayati.

Hal : IV - 18
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Tabel 4.4.
Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Pengelompokan Isu-Isu Pembangunan
Berkelanjutan Dalam Aspek Atau Tema Penjelasan Singkat/Logis
Tertentu
1. Masih tingginya tingkat kemiskinan
2. Penyebaran pusat ekonomi, perdagangan
dan jasa masih belum merata.
3. Belum terbangunnya sistim jaringan ekonomi
antara kampung-kampung dengan pusat-
pusat distrik sebagai pusat kegiatan
ekonomi, akibat terbatasnya aksesibilitas;
Isu Ekonomi
4. Masih rendahnya pengembangan
infrastruktur terutama jaringan jalan, air
bersih dan jaringan telekomunikasi.
5. Terbatasnya aktivitas sosial ekonomi dan
yang masih bersifat konsumtif (untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga) dan
belum berorientasi pasar;
1. Masih sangat rendah tingkat kepadatan
penduduk.
2. Masih rendahnya tingkat kesehatan dan
Isu Sosial
pendidikan
3. Masih cukup rendahnya SDM.
4. Ketimpangan wilayah masih tinggi;
1. Adanya status kawasan Taman Nasional
Lorentz dapat menjadi penghambat
pengelolaan kawasan perkotaan.
2. Diperkirakan akan terjadi perubahan kondisi
alam menjadi lingkungan buatan dengan
Isu Lingkungan Hidup dibangunnya beberapa fasilitas perkotaan
terhadap keberlanjutan Taman Nasional
Lorenz disekitar kawasan perkotaan.
3. Pengelolaan kawasan lindung belum
terintegrasi dalam program pengembangan
Kawasan Perkotaan Agimuga.
Kapasitas Daya Dukung Dan Daya
Tampung Lingkungan Hidup Untuk 1. Alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan.
Pembangunan;
1. Adanya potensi kerusakan sepanjang sungai
pada kawasan permukiman perkotaan.
Perkiraan Mengenai Dampak Dan 2. Kemungkinan akan timbul berbagai
Risiko Lingkungan Hidup; gangguan/bencana akibat rencana
pembangunan dermaga pelabuhan
penyeberangan.
Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya 1. Adanya sumberdaya alam yang sangat
Alam; potensial.

Hal : IV - 19
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Pengelompokan Isu-Isu Pembangunan


Berkelanjutan Dalam Aspek Atau Tema Penjelasan Singkat/Logis
Tertentu
Tingkat Kerentanan Dan Kapasitas
-
Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim;
1. Berpotensi mengganggu keanekaragaman
Tingkat Ketahanan Dan Potensi
hayati terutama perlindungan satwa di
Keanekaragaman Hayati.
taman lorenzt.
Sumber : Hasil Kajian dan Diskusi, Tahun 2018.

4.3 KAJIAN PENGARUH K-R-P TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN


Pengkajian pengaruh Kebijakan, Rencana, dan Program (KRP) terhadap kondisi
lingkungan hidup dalam lingkup RDTR Bagian wilayah Perkotaan (BWP) Beteleme
dilakukan melalui 4 (empat) tahapan, yaitu : 1). Identifikasi pelibatan masyarakat
dan pemangku kepentingan lainnya, 2). Penilaian isu pembangunan berkelanjutan,
3). Penialian Prioritas Kebijakan, Rencana, dan Program (KRP), dan 4). Telaah
Pengaruh Rencana Detail Tata Ruang Bagian wilayah Perkotaan (BWP) Beteleme.
Masing-masing tahapan kajian pengaruh KRP secara rinci diuraikan sebagai berikut:

4.3.1 Identifikasi Pelibatan Masyarakat dan Pemangku Kepentingan


Lainya di Kawasan Perkotaan Beteleme

Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:


1. Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan
KLHS;
2. Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU PPLH;
3. Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau
program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4. Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk
menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang
pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.

Identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan yang representatif dapat


diawali dengan pemetaan pemangku kepentingan. Pemetaan ini untuk membantu
pemilihan pemangku kepentingan yang tidak saja berpengaruh, tetapi juga
mempunyai tingkat kepentingan yang tinggi terhadap kebijakan, rencana, dan/atau
program yang akan dirumuskan serta peduli terhadap lingkungan hidup.

Hal : IV - 20
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Tabel 4.5.
Bentuk Pelibatan Masyarakat dan Pemangku Kepentingan dalam RDTR BWP Beteleme
Identifikasi Bentuk Pelibatan Masyarakat dan
No Tahap KLHS
pemangku Kepentingan
1 Perencanaan/penyusunan KLHS
a. Integrasi proses pelibatan 1. Penyusun RDTR BWP Beteleme dan Instansi
masyarakat terkait :
b. Konsultasi publik / dialog /  Pemberian data dan informasi terkait
diskusi dengan masyarakat lingkungan hidup.
dan pemangku kepentingan  Masukan data kebijakan sektor terkait
terkait identifikasi isu lingkungan hidup
lingkungan hidup dalam  Masukan data potensi dan masalah penataan
pembangunan ruang
berkelanjutan.  Masukan data potensi dan masalah
c. Identifikasi isu strategis pembangunan berkelanjutan
pembangunan  Masukan isu strategis pembangunan
berkelanjutan. berkelanjutan dari aspek ekonomi, sosial dan
lingkungan.
 Masukan kebijakan sektoral terkait isu
strategis pembangunan berkelanjutan
2. Masukan prioritas utama dari isu strategis yang
ada
 Masyarakat yang memiliki informasi dan
masyarakat yang terkena dampak :
 Masukan data karakteristik lokasi studi.
 Masukan data potensi, masalah dan isu
strategis dalam pembangunan berkelanjutan
 Aspirasi dan opini masyarakat dalam
meminimalisasi dampak lingkungan.
 Masukan isu strategis pembangunan
berkelanjutan di wilayah studi.
 Masukan isu strategis yang paling
memberikan dampak menurut masyarakat
 Masukan dampak resiko dari isu strategis
pembangunan berkelanjutan.

d. Identifikasi RDTR BWP a. Penyusun RDTR BWP Beteleme dan Instansi


Beteleme terkait :
 Masukan substansi Rencana Detail Tata
Ruang Kawasan Kawasan Perkotaan yang
paling memberikan pengaruh besar terhadap
lingkungan hidup.
 Menentukan muatan dan substansi RDTR
Kawasan Perkotaan Bagian wilayah
Perkotaan (BWP) Beteleme pengaruhnya
terhadap lingkungan hidup dan diberi muatan
pertimbangan aspek pembangunan

Hal : IV - 21
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Identifikasi Bentuk Pelibatan Masyarakat dan


No Tahap KLHS
pemangku Kepentingan
berkelanjutan.
 Masukan kebijakan sektoral terkait Rencana
Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten
yang perlu ditelaah pengaruhnya terhadap
lingkungan hidup.
b. Masyarakat yang memiliki informasi dan
masyarakat yang terkena dampak :
 Masukan RDTR Bagian wilayah Perkotaan
(BWP) Beteleme yang memberikan dampak
paling besar terhadap lingkungan hidup.
 Masukan dampak resiko dari RDTR Bagian
wilayah Perkotaan (BWP) Beteleme yang
mulai ditimbulkan.

e. Telaah Pengaruh RDTR 3. Penyusun RDTR Bagian wilayah Perkotaan


BWP Beteleme (BWP) Beteleme dan Instansi terkait :
 Masukan hasil kajian kapasitas daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup.
 Masukan hasil kajian kinerja layanan/jasa
ekosistem.
 Masukan hasil kajian efisiensi pemanfaatan
SDA.
 Masukan hasil kajian tingkat kerentanan dan
kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim.
 Masukan hasil kajian tingkat ketahanan dan
potensi keanekaragaman hayati.
 Masukan hasil kajian perkiraan dampak/
risiko lingkungan hidup yang timbul baik dari
isu strategis.
4. Masyarakat yang memiliki informasi dan
masyarakat yang terkena dampak :
 Masukan dampak resiko pengembangan
Kawasan Perkotaan Agimuga yang sudah
mulai timbul di wilayah
 Masukan dampak resiko pengembangan
Bagian wilayah Perkotaan (BWP) Beteleme
jika diterapkan.

f. Perumusan Alternatif a. Penyusun RDTR Bagian wilayah Perkotaan


Penyempurnaan RDTR (BWP) Beteleme dan Instansi terkait :
Bagian wilayah Perkotaan  Masukan perumusan alternatif
(BWP) Beteleme penyempurnaan kebijakan, rencana,
dan/atau program
 Masukan instrumen, metode serta cara
mitigasi dampak dan risiko lingkungan
 Masukan alternatif skenario pembangunan

Hal : IV - 22
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Identifikasi Bentuk Pelibatan Masyarakat dan


No Tahap KLHS
pemangku Kepentingan
 Masukan alternatif prioritas pembangunan
 Masukan alternatif lokasi yang lebih layak
secara lingkungan
 Masukan alternatif tahapan pelaksanaan dan
identifikasi waktu yang lebih tepat bagi
pembangunan
b. Masyarakat yang memiliki informasi dan
masyarakat yang terkena dampak :
 Masukan alternatif lokasi yang lebih layak
secara lingkungan.

g. Rekomendasi Perbaikan a. Penyusun RDTR Bagian wilayah Perkotaan


RDTR BWP Beteleme dan (BWP) Beteleme dan Instansi terkait :
Pengintegrasian Hasil KLHS  Pemberian saran dan pendapat perbaikan
untuk pengambilan keputusan RDTR
Kawasan Perkotaan Agimuga yang
mengintegrasikan prinsip pembangunan
berkelanjutan
 Masukan perbaikan dalam perubahan
prioritas
 Masukan kemungkinan penundaan
pemberlakuan RDTR Bagian wilayah
Perkotaan (BWP) Beteleme.
 Rekomendasi penyesuaian ukuran dan skala
rencana
 Rekomendasi penyesuaian lokasi
 Alternatif rencana dan program

2 Pemanfaatan
a. Keberlanjutan Proses a. Pembuat keputusan, RDTR Bagian wilayah
b. Keberlanjutan Produktifitas Perkotaan (BWP) Beteleme dan Instansi terkait :
c. Keselamatan dan
Kesejahteraan Masyarakat Pemerintah dan pemerintah daerah
berkewajiban melaksanakan standar pelayanan
minimal dalam rangka pelaksanaan peran
masyarakat dalam penataan ruang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan

b. Masyarakat yang memiliki informasi dan


masyarakat yang terkena dampak :
 Kerjasama dengan Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat
dalam pemanfaatan ruang dan pelaksanaan
KLHS;
 Memberikan pendapat, saran dan usulan
dalam sistem pelaksanaan KLHS.

Hal : IV - 23
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Identifikasi Bentuk Pelibatan Masyarakat dan


No Tahap KLHS
pemangku Kepentingan
 Memanfaatkan ruang yang sesuai dengan
kearifan lokal dan rencana tata ruang dan
kajian KLHS yang telah ditetapkan
 Menjaga serta memelihara dan meningkatkan
kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
sumber daya alam.

3 Pengedalian, pemeliharaan, pemantauan dan evaluasi, pengawasan dan penegakan


hukum.
a. Pencegahan a. Pembuat keputusan :
b. Penanggulangan  Menunjuk instansi lingkungan hidup tingkat
c. Pemulihan kabupaten dalam penyelenggaraan KLHS
d. Konservasi SDA termasuk dalam pemantauan dan evaluasi
e. Pencadangan SDA tingkat kabupaten.
f. Pelestarian fungsi  Menyampaikan hasil pemantauan dan
lingkungan hidup evaluasi penyelenggaraan KLHS kepada
g. Pembinaan bupati.
h. Sanksi Administrasi b. Penyusun RDTR Bagian wilayah Perkotaan
i. Sanksi Perdata (BWP) Beteleme dan Instansi terkait :
j. Sanksi Pidana  Monotiroing dan evaluasi pelaksanaan
Rencana pembangunan kawasan strategis
secara berkala untuk memastikan bahwa
RDTR BWP Beteleme berjalan sesuai dengan
hasil kajian KLHS.
 Menyampaikan hasil pemantauan dan
evaluasi penyelenggaraan KLHS kepada
bupati.
c. Masyarakat yang memiliki informasi dan
masyarakat yang terkena dampak :
 Ikutserta dalam memantau dan mengawasi
pelaksanaan rencana tata ruang dan hasil
KLHS yang telah ditetapkan
 Pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat
yang berwenang dalam hal menemukan
dugaan penyimpangan atau pelanggaran
kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar
rencana tata ruang dan hasil KLHS yang telah
ditetapkan
 Pengajuan keberatan terhadap keputusan
pejabat yang berwenang terhadap
pembangunan yang dianggap tidak sesuai
dengan rencana tata ruang dan tidak sesuai
dengan kajian KLHS.

Sumber: Hasil Analisis, Tahun 2018

Hal : IV - 24
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

4.3.2 Penilaian Isu Pembangunan Berkelanjutan


Hasil identifikasi isu strategis pembangunan berkelanjutan sebagaimana
disampaikan pada sub bab sebelumnya, selanjutnya dilakukan penapisan dari daftar
panjang isu-isu pembangunan berkelanjutan menjadi daftar pendek isu strategis
pembangunan berkelanjutan dengan menggunakan teknik penilaian dan
pembobotan. Adapun tahapan metode pembobotan sebagai berikut :
1. Menetapkan kriteria untuk menilai isu-isu pembangunan berkelanjutan.
Adapun kriteria dalam menilai isu-isu pembangunan berkelanjutan sebagai
berikut:
a. Memiliki keterkaitan antar sektor, wilayah, dan antar generasi.
b. Bersifat tidak bisa atau sulit dipulihkan, risiko/dampak mencakup jumlah
dan luasan yang besar dan bersifat kumulatif.
c. Memiliki implikasi jangka panjang.
2. Menggunakan daftar panjang isu-isu pembangunan berkelanjutan untuk
merumuskan isu strategis yang prioritas untuk ditelaah pengaruhnya.
3. Melakukan uji silang isu-isu pembangunan berkelanjutan dengan kriteria
penilaian.
4. Menetapkan nilai pada masing-masing kriteria berdasarkan tingkat resiko (risk)
untuk setiap isu.
Adapun nilai yang digunakan diklasifikasikan dalam tiga (3) skala, yaitu: nilai
3 (tinggi), nilai 2 (sedang), dan nilai 1 (rendah). Dalam studi ini tidak digunakan
nilai nol (0) agar diperoleh kecenderungan. Hal ini terkait dengan asumsi bahwa
setiap tindakan atau perlakuan terhadap suatu kondisi alam dan/atau lingkungannya
akan ada konsekuensi dampaknya (trade-off). Asumsi korelasi penilaian dengan
kriteria penialaian sebagai berikut:

Hal : IV - 25
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Tabel 4.6.
Penilaian Kriteria Isu Pembangunan Berkelanjutan
No Kriteria Tinggi (Skor 3) Sedang (Skor 2) Rendah (Skor 1)

1 Memiliki Memiliki keterkaitan Meliliki keterkaitan Meliliki keterkaitan


keterkaitan antar 3 (tiga) aspek (antar 2 (dua) aspek salah satu aspek
sektor, wilayah, sektor, wilayah, dan
dan antar generasi. generasi)

2 Bersifat tidak bias  Sulit dipulihkan,  Bisa pulih dalam  Bisa pulih
atau sulit  Risiko/dampak waktu lama dalam waktu
dipulihkan, jumlah dan  Risiko/ dampak dekat
risiko/dampak luasan di dalam jumlah dan  Risiko/dampak
mencakup jumlah kecamatan dan luasan skala jumlah dan
dan luasan yang daerah sekitarnya kecamatan, luasan dalam
besar dan bersifat  Dampak bersifat  Dampak bersifat skala desa,
kumulatif. kumulatif. kumulatif.  Dampak bersifat
tidak kumulatif.

3 Memiiki implikasi Implikasi dampak Implikasi dampak Implikasi dampak


jangka panjang. yang terjadi dalam yang terjadi dalam yang terjadi dalam
jangka waktu yang jangka waktu jangka waktu
lama/panjang menengah pendek

Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2018

Pemangku kepentingan (stakeholders) adalah individu dan kelompok yang


mempengaruhi, atau dipengaruhi oleh, keputusan, kebijakan, dan operasi suatu
organisasi (Freeman E, 1984). Berdasarkan tahapan dan metode pembobotan di
atas, dapat diketahui penilaian isu pembangunan berkelanjutan yang prioritas untuk
ditelaah pengaruhnya dalam KLHS RDTR Bagian wilayah Perkotaan (BWP) Beteleme
adalah sebagai berikut.

Hal : IV - 26
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Tabel 4.7.
Penilaian Isu Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Perkotaan Beteleme Sudut kepentingan Ekonomi
Kriteria Penilaian Prioritas Nilai Bobot Kriteria
Total
Memiliki Bersifat sulit dipulihkan, Memiiki Rangking
Isu-Isu Pembangunan Nilai
keterkaitan antar risiko/dampak implikasi Prioritas Isu
No A B C (Bobot
Berkelanjutan sektor, wilayah, mencakup jumlah dan jangka Pembangunan
(30%) (40%) (30%) x
dan antar luasan yang besar dan panjang Berkelanjutan
Isu)
generasi (A) bersifat kumulatif (B) (C)
Masih tingginya tingkat
1 3 1 3 0,9 0,8 0,8 2,5 I
kemiskinan
Penyebaran pusat ekonomi,
2 perdagangan dan jasa masih 2 2 2 0,9 0,4 0,9 2,2 II
belum merata
Belum terbangunnya sistim
jaringan ekonomi antara
kampung-kampung dengan
3 pusat-pusat distrik sebagai 3 2 3 0,9 0,8 0,9 2,6 I
pusat kegiatan ekonomi,
akibat terbatasnya
aksesibilitas;
Masih rendahnya
pengembangan infrastruktur
4 terutama jaringan jalan, air 3 2 3 0,9 0,8 0,9 2,6 I
bersih dan jaringan
telekomunikasi.
Terbatasnya aktivitas sosial
ekonomi dan yang masih
5 3 2 2 0,9 0,8 0,8 2,5 I
bersifat konsumtif (untuk
memenuhi kebutuhan rumah

Hal : IV - 27
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Kriteria Penilaian Prioritas Nilai Bobot Kriteria


Total
Memiliki Bersifat sulit dipulihkan, Memiiki Rangking
Isu-Isu Pembangunan Nilai
keterkaitan antar risiko/dampak implikasi Prioritas Isu
No A B C (Bobot
Berkelanjutan sektor, wilayah, mencakup jumlah dan jangka Pembangunan
(30%) (40%) (30%) x
dan antar luasan yang besar dan panjang Berkelanjutan
Isu)
generasi (A) bersifat kumulatif (B) (C)
tangga) dan belum
berorientasi pasar;
Masih sangat rendah tingkat
6 3 2 3 0,9 0,8 0,9 2,6 I
kepadatan penduduk.
Masih rendahnya tingkat
7 2 1 1 0,8 0,4 0,4 1,6 III
kesehatan dan pendidikan
8 Masih cukup rendahnya SDM. 3 2 3 0,9 0,8 0,9 2,6 I
Ketimpangan wilayah masih
9 2 2 2 0,8 0,8 0,8 2,4 I
tinggi;
Adanya status kawasan Taman
Nasional Lorentz dapat
10 menjadi penghambat 3 2 2 0,9 0,8 0,8 2,5 I
pengelolaan kawasan
perkotaan.
Diperkirakan akan terjadi
perubahan kondisi alam
11 menjadi lingkungan buatan 3 2 3 0,9 0,8 0,9 2,6 I
dengan dibangunnya beberapa
fasilitas perkotaan terhadap.
Pengelolaan kawasan lindung
belum terintegrasi dalam
12 2 2 2 0,8 0,8 0,8 2,4 I
program pengembangan
Kawasan Perkotaan Beteleme.

Hal : IV - 28
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Kriteria Penilaian Prioritas Nilai Bobot Kriteria


Total
Memiliki Bersifat sulit dipulihkan, Memiiki Rangking
Isu-Isu Pembangunan Nilai
keterkaitan antar risiko/dampak implikasi Prioritas Isu
No A B C (Bobot
Berkelanjutan sektor, wilayah, mencakup jumlah dan jangka Pembangunan
(30%) (40%) (30%) x
dan antar luasan yang besar dan panjang Berkelanjutan
Isu)
generasi (A) bersifat kumulatif (B) (C)
Alih fungsi lahan pertanian
13 2 2 1 0,8 0,8 0,4 2 II
dan perkebunan.
Adanya potensi kerusakan
sepanjang sungai pada
14 2 1 2 0,8 0,4 0,8 2 II
kawasan permukiman
perkotaan.
Kemungkinan akan timbul
15 berbagai gangguan/bencana 2 3 3 0,8 0,9 0,9 2,6 I
akibat rencana pembangunan.
Adanya sumberdaya alam
16 2 1 2 0,8 0,4 0,8 2 II
yang sangat potensial.
Berpotensi mengganggu
17 keanekaragaman hayati 2 2 2 0,8 0,8 0,8 2,4 I
terutama perlindungan satwa
Total 42 41 47 14,5 12,1 13,5 40,1
Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2018
Keterangan : Interval Penilaian Rangking Prioritas Isu PB : Rangking I = > 2,3 Rangking II = 1,7 – 2,3 Rangking III = < 1,7

Hal : IV - 29
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

4.3.3 Penialian Prioritas Kebijakan, Rencana, dan Program (KRP)


Penilaian prioritas kebijakan, rencana, dan/atau program (KRP) dilakukan
baik untuk kebijakan, rencana, dan/atau program yang akan disusun maupun
kebijakan, rencana, dan/atau program yang telah disusun dan akan dievaluasi.
Untuk identifikasi KRP dalam KLHS RDTR Bagian wilayah Perkotaan (BWP) Beteleme
dilakukan pada KRP yang akan dilakukan. Adapun tujuan identifikasi KRP pada saat
KRP tersebut telah disusun, namun dalam proses penetapan adalah mengetahui dan
menentukan muatan dan substansi rancangan KRP yang perlu ditelaah pengaruhnya
terhadap lingkungan hidup dan diberi muatan pertimbangan aspek pembangunan
berkelanjutan.
Tahapan yang dilakukan dalam penetapan KRP yang perlu ditelaah
pengaruhnya dapat dilakukan dengan metode penilaian frekuensi dampak yang
diberikan KRP dalam kaitannya dengan prioritas isu pembangunan berkelanjutan
yang dihasilkan pada tahap sebelumnya. Penilaian frekuensi dampak dilakukan
dengan teknik uji silang antara KRP dan isu pembangunan berkelanjutan yang
dihasilkan pada tahap sebelumnya diatas.
Total frekuensi nilai dampak KRP yang menunjukkan nilai negatif merupakan
KRP yang prioritas untuk ditelaah pengaruhnya, mengingat dampak negatif yang
diberikan terhadap lingkungan lebih banyak dibandingkan dengan dampak
positifnya. Secara rinci penetapan prioritas KRP dapat dilihat pada tabel berikut :

Hal : IV - 30
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Tabel 4.8.
K-R-P Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Kawasan Perkotaan Beteleme
Rangkuman Isu Pembangunan Berkelanjutan

Frekuensi Dampak

Frekuensi Dampak

Total Frekuensi
Negatif (-)
Positif (+)
(Transportasi)

pertanian dan
Terhadap TN.
(kesenjangan

Keanekaraga

Dampak
Kualitas SDA

Produktifitas
Aksesibilitas

perkebunan
man Hayati
Kemiskinan

Rendahnya

Rendahnya
Penurunan

Penurunan

Penurunan
Kepadatan

Alih fungsi

Kerusakan
sepanjang
Penduduk

Pertanian
Ekonomi)

Ancaman
NO PROGRAM UTAMA LOKASI

Ancama

Lorentz

sungai
Masih

lahan
SDM
A PERWUJUDAN RENCANA POLA RUANG KAWASAN LINDUNG
BWP
1. Penataan zona sempadan sungai Kawasan + + - - - + 3 3 0
Beteleme
2. Pembangunan tanggul
BWP
disepanjang sungai yang
Kawasan + + + - - - + 4 3 1
berbatasan langsung kawasan
Beteleme
budidaya
Seluruh Sub
3. DED Ruang Terbuka Hijau (RTH) + + + + + + + 7 0 7
BWP
4. Pembangunan Taman dan Hutan Seluruh Sub
+ + + + + + + 7 0 7
Kota BWP
5. Pembangunan RTH Jalur Hijau
Seluruh Sub
terintegrasi dengan + + + + + + + 7 0 7
BWP
Pembangunan Jaringan Jalan.
6. Pengembangan RTH Pemakaman Sub BWP C + + + + + + + 7 0 7
B PERWUJUDAN RENCANA POLA RUANG KAWASAN BUDIDAYA
1. Penyusunan RTBL Sub BWP
Sub BWP B + + - + - - - - - 3 6 -3
Prioritas
2. Penataan kawasan perkantoran Sub BWP B + + - + - - - - - 3 6 -3
3. Rencana pembangunan dan Seluruh Sub
+ + - + - - - - - 3 6 -3
peningkatan kualitas Lingkungan BWP

Hal : IV - 31
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Rangkuman Isu Pembangunan Berkelanjutan

Frekuensi Dampak

Frekuensi Dampak

Total Frekuensi
Negatif (-)
Positif (+)
(Transportasi)

pertanian dan
Terhadap TN.
(kesenjangan

Keanekaraga

Dampak
Kualitas SDA

Produktifitas
Aksesibilitas

perkebunan
man Hayati
Kemiskinan

Rendahnya

Rendahnya
Penurunan

Penurunan

Penurunan
Kepadatan

Alih fungsi

Kerusakan
sepanjang
Penduduk

Pertanian
Ekonomi)

Ancaman
NO PROGRAM UTAMA LOKASI

Ancama

Lorentz

sungai
Masih

lahan
SDM
Perkotaan Kawasan Beteleme
(Kasiba-Lisiba)
4. Pembangunan Pasar Sub BWP C + + - + - - - - - 3 6 -3
5. Pembangunan Fasilitas
Sub BWP B
Pendidikan Taman Kanak-Kanak + + - + - - + - - - 4 6 -2
dan C
dan Sekolah Dasar
6. Pembangunan Fasilitas
Sub BWP B + + - + - - + - - - 4 6 -2
Kesehatan (Rumah Bersalin)
7. Pembangunan Fasilitas Olahraga Sub BWP B + + + + - + - - 5 3 2
8. Pembangunan Fasilitas Sosial
Sub BWP B + + - + - - + - - - 4 6 -2
Budaya (Gedung Serbaguna)
9. Pengembangan Fasilitas dan
Sub BWP A + + - + - - + - - - 4 6 -2
Bangunan
C PERWUJUDAN RENCANA JARINGAN PRASARANA
10. Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan
BWP
1. Pembangunan ruas jalan lokal Kawasan + + - + - - - - - 3 6 -3
Beteleme
BWP
2. Pembangunan jalan lingkungan Kawasan + + - + - - - - - 3 6 -3
Beteleme
3. Peningkatan kualitas jalan BWP
Kawasan 0 0 0
eksisting
Beteleme

Hal : IV - 32
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Rangkuman Isu Pembangunan Berkelanjutan

Frekuensi Dampak

Frekuensi Dampak

Total Frekuensi
Negatif (-)
Positif (+)
(Transportasi)

pertanian dan
Terhadap TN.
(kesenjangan

Keanekaraga

Dampak
Kualitas SDA

Produktifitas
Aksesibilitas

perkebunan
man Hayati
Kemiskinan

Rendahnya

Rendahnya
Penurunan

Penurunan

Penurunan
Kepadatan

Alih fungsi

Kerusakan
sepanjang
Penduduk

Pertanian
Ekonomi)

Ancaman
NO PROGRAM UTAMA LOKASI

Ancama

Lorentz

sungai
Masih

lahan
SDM
11. Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan
1. Peningkatan pelayanan jaringan BWP
Kawasan + + + + + 5 0 5
listrik BWP Kawasan Beteleme
Beteleme
2. Pengembangan Jaringan BWP
Kawasan + + + + + 5 0 5
Distribusi Listrik
Beteleme
3. Optimalisasi pemanfaatan sumber Kecamatan
+ + + + + - 5 1 4
energi listrik PLTD dan PLTMH Lembo
12. Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
BWP
1. Studi kelayakan pengembangan
Kawasan 0 0 0
stasiun telepon Otomatis
Beteleme
2. Pembangunan stasiun telepon Sub BWP A
+ + + + + 5 0 5
otomatis dan B
BWP
3. Perluasan cakupan dan kualitas
Kawasan + + + + + 5 0 5
layanan telekomunikasi
Beteleme
2. Perwujudan Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum
1. Pembangunan IPA guna BWP
Kawasan + + - + - - 0 0 0
perluasan cakupan layanan
Beteleme
2. Pengembangan jaringan BWP
Kawasan + + - + - - 0 0 0
penyediaan air minum
Beteleme
3. Perwujudan Rencana Pengembangan Jaringan Drainase

Hal : IV - 33
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Rangkuman Isu Pembangunan Berkelanjutan

Frekuensi Dampak

Frekuensi Dampak

Total Frekuensi
Negatif (-)
Positif (+)
(Transportasi)

pertanian dan
Terhadap TN.
(kesenjangan

Keanekaraga

Dampak
Kualitas SDA

Produktifitas
Aksesibilitas

perkebunan
man Hayati
Kemiskinan

Rendahnya

Rendahnya
Penurunan

Penurunan

Penurunan
Kepadatan

Alih fungsi

Kerusakan
sepanjang
Penduduk

Pertanian
Ekonomi)

Ancaman
NO PROGRAM UTAMA LOKASI

Ancama

Lorentz

sungai
Masih

lahan
SDM
1. Studi penyusunan DED drainase BWP
Kawasan - + - - - - - 1 6 -5
BWP Kawasan Beteleme
Beteleme
2. Pembangunan sistem drainase BWP
Kawasan - + - - - - - 1 6 -5
kawasan
Beteleme
3. Pemeliharaan rutin sistem BWP
Kawasan 0 0 0
drainase kawasan pusat kota
Beteleme
4. Pemeliharaan rutin sistem BWP
drainase kawasan lokal dan Kawasan 0 0 0
lingkungan Beteleme
4. Perwujudan Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah
Kecamatan
1. Perencanaan pembangunan IPAL - + - - - 1 4 -3
Lembo
2. Pembangunan pengelolaan BWP
Kawasan - + - 1 2 -1
limbah terpusat
Beteleme
3. Rencana pembangunan BWP
Kawasan - + - 1 2 -1
pengelolaan limbah setempat
Beteleme
5. Perwujudan Rencana Pengembangan Sistem Persampahan
1. Studi kelayakan dan DED
pengembangan TPS lingkungan Sub BWP B 0 0 0
dan TPS terpadu
2. Pembangunan TPS lingkungan BWP - - - - 0 4 4

Hal : IV - 34
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Rangkuman Isu Pembangunan Berkelanjutan

Frekuensi Dampak

Frekuensi Dampak

Total Frekuensi
Negatif (-)
Positif (+)
(Transportasi)

pertanian dan
Terhadap TN.
(kesenjangan

Keanekaraga

Dampak
Kualitas SDA

Produktifitas
Aksesibilitas

perkebunan
man Hayati
Kemiskinan

Rendahnya

Rendahnya
Penurunan

Penurunan

Penurunan
Kepadatan

Alih fungsi

Kerusakan
sepanjang
Penduduk

Pertanian
Ekonomi)

Ancaman
NO PROGRAM UTAMA LOKASI

Ancama

Lorentz

sungai
Masih

lahan
SDM
dan TPS terpadu Kawasan
Beteleme
3. Pengadaan armada angkutan BWP
Kawasan + 1 0 1
sampah
Beteleme
4. Pemeliharaan rutin TPS BWP
Kawasan 0 0 0
lingkungan dan TPS terpadu
Beteleme
BWP
5. Pengadaan container sampah Kawasan A 0 0 0
Beteleme
6. Perwujudan Rencana Pengembangan Prasarana Khusus
Kecamatan
1. Perencanaan pembangunan IPAL + - - - - - + 2 5 -3
Lembo
Sumber : Hasil Analisis, tahun 2016
Keterangan : Kebijakan, Rencana dan Program yang memberikan nilai frekuensi dampak negatif (-) merupakan KRP terpilih yang akan dikaji/ditelaah lebih lanjut pada
tahap selanjutnya.

Hal : IV - 35
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Berdasarkan tabel penilaian prioritas KRP di atas, dapat diketahui bahwa KRP
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) Beteleme
yang mempunyai potensi dampak atau pengaruh negatif terhadap kondisi
lingkungan hidup sebagai berikut :
1. Penyusunan RTBL Sub BWP Prioritas di Sub BWP B;
2. Penataan kawasan perkantoran di Sub BWP B;
3. Rencana pembangunan dan peningkatan kualitas Lingkungan Bagian Wilayah
Perkotaan (BWP) Beteleme (Kasiba-Lisiba) di Seluruh Sub BWP;
4. Pembangunan Pasar di Sub BWP C;
5. Pembangunan Fasilitas Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar di
Sub BWP B dan C;
6. Pembangunan Fasilitas Kesehatan (Rumah Bersalin) di Sub BWP B;
7. Pembangunan Fasilitas Sosial Budaya (Gedung Serbaguna) Di Sub BWP B;
8. Pengembangan Fasilitas dan Bangunan Dermaga di Sub BWP A;
9. Pembangunan ruas jalan lokal di seluruh bagian wilayah perencanaan (BWP
Beteleme);
10. Pembangunan jalan lingkungan di seluruh bagian wilayah perencanaan (BWP
Beteleme);
11. Pengembangan Dermaga di Sub BWP A;
12. Studi penyusunan DED drainase BWP Kawasan Agimuga di seluruh bagian
wilayah perencanaan (BWP Beteleme);
13. Pembangunan sistem drainase kawasan di seluruh bagian wilayah perencanaan
(BWP Beteleme);
14. Perencanaan pembangunan IPAL di seluruh bagian wilayah perencanaan (BWP
Beteleme);
15. Pembangunan pengelolaan limbah terpusat;
16. Rencana pembangunan pengelolaan limbah setempat; dan
17. Perencanaan pembangunan IPAL.
Namun demikian, terdapat cukup banyak program yang berdampak positif
terhadap kondisi lingkungan hidup tetapi belum mampu efektif berpengaruh positif
karena skala kegiatan yang kurang misalnya lokasinya kurang ataupun program
kegiatan yang mendukung keberlanjutan lingkungan seperti pengembangan ruang
terbuka hijau, zona perlindungan setempat dan sebagainya. Kondisi seperti ini
terjadi pada beberapa program sebagai berikut :

Hal : IV - 36
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

1. Penataan zona sempadan sungai diseluruh bagian wilayah perencanaan (BWP


Kawasan Agimuga) yang dilintasi sungai;
2. Pembangunan tanggul disepanjang sungai yang berbatasan langsung kawasan
budidaya di seluruh bagian wilayah perencanaan (BWP Kawasan Agimuga);
3. DED Ruang Terbuka Hijau (RTH) diseluruh bagian wilayah perencanaan (BWP
Kawasan Agimuga);
4. Pembangunan Taman dan Hutan Kota diseluruh bagian wilayah perencanaan
(BWP Kawasan Agimuga);
5. Pembangunan RTH Jalur Hijau terintegrasi dengan Pembangunan Jaringan
Jalan di seluruh bagian wilayah perencanaan (BWP Kawasan Agimuga).
6. Pengembangan RTH Pemakaman di Sub BWP C;
7. Pembangunan Fasilitas Olahraga di Sub BWP B;
8. Peningkatan pelayanan jaringan listrik BWP Kawasan Agimuga diseluruh bagian
wilayah perencanaan (BWP Kawasan Agimuga);
9. Pengembangan Jaringan Distribusi Listrik diseluruh bagian wilayah perencanaan
(BWP Kawasan Agimuga);
10. Optimalisasi pemanfaatan sumber energi listrik PLTD dan PLTMH;
11. Pembangunan stasiun telepon otomatis Sub BWP A dan B;
12. Perluasan cakupan dan kualitas layanan telekomunikasi diseluruh bagian
wilayah perencanaan (BWP Kawasan Agimuga);
13. Pembangunan TPS lingkungan dan TPS terpadu;
14. Pengadaan armada angkutan sampah.

4.3.4 Telaah Pengaruh RDTR Kawasan Perkotaan Agimuga Terhadap


Kondisi Lingkungan Hidup
Telaah pengaruh KRP dilakukan untuk mengetahui kemungkinan dan potensi
pengaruh KRP terhadap isu strategis lingkungan hidup dalam pembangunan
berkelanjutan yang telah diidentifikasi pada tahap sebelumnya. Hasil dari telaah
pengaruh KRP dapat dijadikan acuan dalam identifikasi alternatif untuk memperbaiki
muatan dan substansi KRP agar tujuan dan sasaran KRP dapat berkelanjutan,
termasuk mencegah/ mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Secara garis besar telaah pengaruh KRP dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tahapan
yaitu : telaah pengaruh terhadap isu pembangunan berkelanjutan, telaah pengaruh
KRP, dan telaah dampak pengaruh isu pembangunan berkelanjutan dan KRP.

Hal : IV - 37
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Telaah juga dikaji dengan menggunakan salah satu atau kombinasi substansi
berdasarkan Pasal 16 UU PPLH, yaitu :

1. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk


pembangunan,
2. Kinerja layanan/jasa ekosistem,
3. Efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam (SDA),
4. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim,
5. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati, dan
6. Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup.
Telaah pengaruh komponen KRP Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Agimuga dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.9.
Telaah Pengaruh KRP pada Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan
Perkotaan Agimuga
Komponen Kebijakan, Rencana
Telaah Pengaruh KRP pada Lingkungan Hidup
No dan/atau Program (KRP) RDTR
dan Pembangunan Berkelanjutan
Kawasan Perkotaan Agimuga
Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) RDTR Kawasan Perkotaan Agimiga dengan
Nilai Frekuensi Dampak Negatif (-)
1. Penyusunan RTBL Sub BWP Rencana Penyusunan RTBL Sub BWP Prioritas
Prioritas di Sub BWP B; di Sub BWP B, memberikan pengaruh dan
dapat berakibat pada :
1. Terjadi alih fungsi lahan; penataan
bangunan dan lingkungan berdampak pada
aktifitas perkotaan yang dapat menyebabkan
ekspansi penggunaan lahan secara besar-
besaran.
2. Mengancam kebudayaan dan kearifan lokal;
aktifitas perkotaan diperkirakan dapat
mengancam kearifan lokal dengan
munculnya ciri kekotaan.
3. Penurunan produktifitas pertanian dan
perkebunan;
4. Ancaman terhadap penurunan
keanekaragaman hayati pada Taman
Nasional Lorentz; kawasan perkotaan
Agimuga terletak pada zona inti yang
khusus, dalam artian dapat dimanfaatkan
sebagai kawasan budidaya namun dengan
intensitas yang terukur.
2. Penataan kawasan Rencana Penataan kawasan perkantoran di Sub
BWP B, memberikan pengaruh dan dapat

Hal : IV - 38
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Komponen Kebijakan, Rencana


Telaah Pengaruh KRP pada Lingkungan Hidup
No dan/atau Program (KRP) RDTR
dan Pembangunan Berkelanjutan
Kawasan Perkotaan Agimuga
perkantoran di Sub BWP B; berakibat pada :
1. Terjadi alih fungsi lahan; pengembangan
zona perkantoran dapat mempengaruhi
pertubuhan aktifitas lain disekitarnya yang
bisa menyebabkan alih fungsi lahan
pertanian dan perkebunan;
2. Penurunan produktifitas pertanian dan
perkebunan;
3. Mengancam kebudayaan dan kearifan lokal;
3. Rencana pembangunan dan Rencana pembangunan dan peningkatan
peningkatan kualitas kualitas Lingkungan Perkotaan Kawasan
Lingkungan Perkotaan Agimuga (Kasiba-Lisiba) di Seluruh Sub BWP,
Kawasan Agimuga (Kasiba- memberikan pengaruh dan dapat berakibat
Lisiba) di Seluruh Sub BWP; pada :
1. Terjadi alih fungsi lahan; penataan
bangunan dan lingkungan berdampak pada
aktifitas perkotaan yang dapat menyebabkan
ekspansi penggunaan lahan secara besar-
besaran.
2. Mengancam kebudayaan dan kearifan lokal;
aktifitas perkotaan diperkirakan dapat
mengancam kearifan lokal dengan
munculnya ciri kekotaan.
3. Penurunan produktifitas pertanian dan
perkebunan;
4. Ancaman terhadap penurunan
keanekaragaman hayati pada Taman
Nasional Lorentz; kawasan perkotaan
Agimuga terletak pada zona inti yang
khusus, dalam artian dapat dimanfaatkan
sebagai kawasan budidaya namun dengan
intensitas yang terukur.
5. Penurunan produktifitas pertanian dan
perkebunan
4. Pembangunan Pasar di Sub Rencana Pembangunan Pasar di Sub BWP C,
BWP C; memberikan pengaruh dan dapat berakibat
pada :
1. Penurunan kualitas SDA; jika tidak ditengani
secara menyeluruh dapat mengakibatkan
gangguan lingkungan;
2. Terjadi alih fungsi lahan;
3. Ancaman terhadap penurunan

Hal : IV - 39
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Komponen Kebijakan, Rencana


Telaah Pengaruh KRP pada Lingkungan Hidup
No dan/atau Program (KRP) RDTR
dan Pembangunan Berkelanjutan
Kawasan Perkotaan Agimuga
keanekaragaman hayati; ancaman terhadap
keberadaan Taman Nasional Lorentz.
5. Pembangunan Fasilitas Rencana Pembangunan Fasilitas Pendidikan
Pendidikan Taman Kanak- Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar di Sub
Kanak dan Sekolah Dasar di BWP B dan C, memberikan pengaruh dan dapat
Sub BWP B dan C; berakibat pada :
1. Terjadi alih fungsi lahan;
2. Degradasi lingkungan perkotaan.
6. Pembangunan Fasilitas Rencana Pembangunan Fasilitas Kesehatan
Kesehatan (Rumah Bersalin) (Rumah Bersalin) di Sub BWP B, memberikan
di Sub BWP B; pengaruh dan dapat berakibat pada :
1. Terjadi alih fungsi lahan
2. Degradasi lingkungan perkotaan.
7. Pembangunan Fasilitas Sosial Rencana Pembangunan Fasilitas Sosial Budaya
Budaya (Gedung Serbaguna) (Gedung Serbaguna) Di Sub BWP B,
Di Sub BWP B; memberikan pengaruh dan dapat berakibat
pada :
1. Terjadi alih fungsi lahan
2. Degradasi lingkungan perkotaan.
8. Pengembangan Fasilitas dan Rencana Pengembangan Fasilitas dan
Bangunan Dermaga di Sub Bangunan Dermaga di Sub BWP A, memberikan
BWP A; pengaruh dan dapat berakibat pada :
1. Terjadi alih fungsi lahan
2. Degradasi lingkungan perkotaan.
3. Ancaman terhadap kelangsungan
sumberdaya air.
4. Pencemaran terhadap air yang bersumber
dari sampah penduduk.
9. Pembangunan ruas jalan Rencana Pembangunan ruas jalan lokal di
lokal di seluruh bagian seluruh bagian wilayah perencanaan (BWP
wilayah perencanaan (BWP Kawasan Agimuga), memberikan pengaruh dan
Kawasan Agimuga); dapat berakibat pada :
1. Terjadi alih fungsi lahan; mengorbankan
lahan produktif pertanian dan kehutanan;
2. Dapat merangsang perembesan kawasan
permukiman penduduk diluar kawasan
perkotaan Agimuga.
3. Mengurangi kawasan hijau.
10. Pembangunan jalan Rencana Pembangunan jalan lingkungan di
lingkungan di seluruh bagian seluruh bagian wilayah perencanaan (BWP
wilayah perencanaan (BWP Kawasan Agimuga), memberikan pengaruh dan

Hal : IV - 40
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Komponen Kebijakan, Rencana


Telaah Pengaruh KRP pada Lingkungan Hidup
No dan/atau Program (KRP) RDTR
dan Pembangunan Berkelanjutan
Kawasan Perkotaan Agimuga
Kawasan Agimuga); dapat berakibat pada :
1. Terjadi alih fungsi lahan; mengorbankan
lahan produktif pertanian dan kehutanan;
2. Dapat merangsang perembesan kawasan
permukiman penduduk diluar kawasan
perkotaan Agimuga.
3. Mengurangi kawasan hijau.
11. Pengembangan Dermaga di Rencana Pengembangan Dermaga di Sub BWP
Sub BWP A; A, memberikan pengaruh dan dapat berakibat
pada :
1. Terjadi alih fungsi lahan; diperkirakan dapat
mengancam keberadaan sempadan dan
terjadi gangguan sungai;
2. Ancaman terhadap penurunan
keanekaragaman hayati; ancaman terhadap
keberadaan Taman Nasional Lorentz.
12. Studi penyusunan DED Studi penyusunan DED drainase BWP Kawasan
drainase BWP Kawasan Agimuga di seluruh bagian wilayah perencanaan
Agimuga di seluruh bagian (BWP Kawasan Agimuga), memberikan
wilayah perencanaan (BWP pengaruh dan dapat berakibat pada :
Kawasan Agimuga); 1. Penurunan kualitas lingkungan
2. Penurunan kualitas sumberdaya air sungai
akibat sungai dijadikan sebagai drainase
primer jika tidak dilakukan pemisahan
pembuangan drainase dari limbang rumah
tangga.
13. Pembangunan sistem Rencana Pembangunan sistem drainase
drainase kawasan di seluruh kawasan di seluruh bagian wilayah perencanaan
bagian wilayah perencanaan (BWP Kawasan Agimuga), memberikan
(BWP Kawasan Agimuga); pengaruh dan dapat berakibat pada :
1. Penurunan kualitas lingkungan
2. Penurunan kualitas sumberdaya air sungai
akibat sungai dijadikan sebagai drainase
primer jika tidak dilakukan pemisahan
pembuangan drainase dari limbang rumah
tangga.
14. Perencanaan pembangunan Rencana pembangunan IPAL di seluruh bagian
IPAL di seluruh bagian wilayah perencanaan (BWP Kawasan Agimuga),
wilayah perencanaan (BWP memberikan pengaruh dan dapat berakibat
Kawasan Agimuga); pada :
1. Terjadi alih fungsi lahan;
2. Berpotensi pencemaran udara dan air

Hal : IV - 41
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)
RDTR & PERATURAN ZONASI BWP BETELEME

Komponen Kebijakan, Rencana


Telaah Pengaruh KRP pada Lingkungan Hidup
No dan/atau Program (KRP) RDTR
dan Pembangunan Berkelanjutan
Kawasan Perkotaan Agimuga
disekitar bangunan.
15. Pembangunan pengelolaan Rencana Pembangunan pengelolaan limbah
limbah terpusat; terpusat, memberikan pengaruh dan dapat
berakibat pada :
1. Terjadi alih fungsi lahan
2. Berpotensi pencemaran udara dan air
disekitar bangunan.
16. Rencana pembangunan Rencana Rencana pembangunan pengelolaan
pengelolaan limbah limbah setempat, memberikan pengaruh dan
setempat; dan dapat berakibat pada :
1. Berpotensi pencemaran air;
2. Berpotensi pencemaran udara dan air
disekitar bangunan.
17. Perencanaan pembangunan Rencana Perencanaan pembangunan IPAL,
IPAL. memberikan pengaruh dan dapat berakibat
pada :
1. Terjadi alih fungsi lahan
2. Berpotensi terhadap pencemaran
lingkungan;
3. Berpotensi pencemaran udara dan air
disekitar bangunan.
Sumber : Hasil Analisis, tahun 2016

Hal : IV - 42

Anda mungkin juga menyukai