Anda di halaman 1dari 14

Produksi Kemasan Makanan Ringan

ANALISIS PENGENDALIAN MUTU DENGAN METODE DMAIC SIX SIGMA DI PT


INDORAMA POLYPET INDONESIA

1. Abstrak
Untuk menghadapi revolusi industri 4.0, pemerintah Indonesia memilih lima sektor
industri prioritas terdiri dari sektor industri makanan dan minuman, industri kimia, industri
tekstil dan pakaian jadi, industri otomotif dan indusri elektronik untuk meningkatkan daya
saing dan produktivitas. Mutu menjadi salah satu hal yang penting untuk meningkatkan
daya saing. PT Indorama Polypet Indonesia (PT IPI) merupakan perusahaan yang bergerak
di industri kimia dan memproduksi bahan kimia berupa Polyethylene Terephthalate (PET).
Produk gagal di PT IPI tidak sesuai dengan karakteristik six sigma yaitu terdapat 3,4
produk cacat dari sejuta peluang produksi. Tujuan penelitian menganalisis pengendalian
mutu, faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kerusakan produk PET, usulan perbaikan
yang tepat untuk mengendalikan mutu produk tersebut menggunakan metode Define,
Measure, Analyze, Improve, dan Control (DMAIC) Six sigma. Setelah dilakukan analisis,
jenis kegagalan produk dari januari 2016 hingga April 2018 didominasi oleh jenis
kegagalan high color b* dengan jumlah kerusakan 1397 ton. Nilai Defect per Million
Opportunity (DPMO) yang didapatkan 838 dengan nilai sigma 4,64. Faktor-faktor yang
menjadi penyebab terjadinya kegagalan yaitu faktor material, mesin dan manusia.
2. Kata Kunci
DMAIC, kaizen 5W-1H , mutu, six sigma
3. Pendahuluan
 Latar Belakang
Sektor industri tengah memasuki era baru yaitu revolusi industri 4.0. Industri 4.0
adalah suatu kondisi industri mulai menyentuh dunia virtual, dimana mesin
terintegrasi jaringan internet. Hal ini membuat Indonesia harus siap menghadapi
perkembangan tersebut. Pemerintah indonesia menentukan lima sektor industri
prioritas menuju era revolusi industri 4.0. lima sektor industri yang menjadi
prioritas pemerintah indonesia dalam mengikuti perkembangan revolusi industri
4.0, yaitu industri makanan dan minuman, industri kimia, industri tekstil dan
pakaian jadi, industri otomotif dan industri elektronik. lima sektor industri tersebut
dipilih berdasarkan tingkat pertumbuhan industri manufaktur nasional tahun 2017.
Hal tersebut merupakan upaya meningkatkan daya saing dan produktivitas industri
manufaktur. Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam meningkatkan
daya saing adalah mutu suatu produk atau jasa. Mutu merupakan ukuran yang biasa
digunakan untuk menentukkan baik atau tidaknya suatu produk.
PT Indorama Polypet Indonesia (PT IPI) merupakan salah satu perusahaan industri
kimia yang berperan sebagai produsen produk Polyethylene Terephthalate (PET).
PET adalah senyawa kimia yang banyak digunakan untuk pembuatan botol plastik
dan serat poliester. PT IPI sebagai salah satu industri kimia turut berpartisipasi
dalam upaya pemerintah mengikuti perkembangan revolusi industri 4.0. dalam hal
ini, PT IPI diharuskan menghasilkan produk PET dengan mutu terbaik untuk
meningkatkan daya saing, serta mampu bertahan dan berkembang. Mutu sebuah
perusahaan dapat diukur dari jumlah produk gagal yang ditimbulkan. Data jumlah
produk gagal dan jumlah produksi PET dapat dilihat pada Gambar.

Berdasarkan pengertian six sigma (6σ) oleh brue (2002), yaitu hanya terdapat 3,4
cacat dari sejuta peluang produksi, produk gagal yang ditimbulkan PT IPI sangat
jauh dari karakteristik six sigma. Jumlah produk gagal pada Gambar 2 bulan Januari
hingga Desember 2016 adalah 603 ton dari jumlah produksi 197861 ton, Januari
hingga Desember 2017 698 ton dengan jumlah produksi 190664 ton dan Januari
hingga April 2018 226 ton dengan jumlah produksi 66873 ton. Hal tersebut
menunjukkan jumlah produk gagal yang ditimbulkan melebihi angka 3,4 sementara
jumlah produksi yang dilakukan belum mencapai sejuta produksi. Artinya,
pengendalian mutu di PT IPI belum dilakukan secara maksimal dan perlu dilakukan
analisis untuk mengetahui akar penyebab dan solusi pengendalian mutu untuk
mencapai six sigma. Hal inilah yang menjadi pertimbangan untuk melakukan
penelitian mengenai Analisis Pengendalian Mutu Dengan Metode Define, Measure,
Analyze, Improve dan Control (DMAIC) Six sigma di PT IPI.
 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Implementasi Pengendalian Mutu PT IPI saat ini?
2. Faktor-faktor apakah yang memengaruhi tingkat kerusakan pada produk PET
di perusahaan?
3. Bagaimana usulan perbaikan yang diberikan dalam mengendalikan mutu
produk PET?
 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis Implementasi Pengendalian Mutu PT IPI
2. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan pada produk PET di
PT IPI.
3. Menganalisis usulan perbaikan yang diberikan untuk mengendalikan mutu
produk PET.

4. Metodelogi
Konsep pemikiran penelitian ini diawali dengan analisis manajemen pengendalian mutu
pada lini produksi produk PET saat ini. Hal-hal yang dianalisis meliputi prosedur
penanganan mutu produk PET dari hulu ke hilir, serta produk PET yang dihasilkan dengan
mutu baik dan buruk. Metode yang digunakan dalam menganalisis hal tersebut adalah Six
sigma. Hasil penelitian akan menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kerusakan PET dengan mutu buruk, serta usulan perbaikannya. Hasil penelitian dapat
diajukkan sebagai pertimbangan bagi perusahaan untuk mengendalikan mutu dan
mengendalikan tingkat kerusakan produk PET.
5. Analisa DMAIC
o Define
Define merupakan langkah pertama dalam metode six sigma. Dalam tahap ini
produk cacat didefinisikan masalahnya, serta membuat diagram SIPOC. Langkah
pertama yang akan dilakukan adalah membuat check sheet jenis kecacatan yang
ditimbulkan. Check Sheet dapat dilihat pada Tabel.
Dijelaskan jumlah produksi produk PET pada bulan Januari 2016 hingga April
2018, jenis kecacatan produk, serta jumlah kecacatan produk yang ditimbulkan
pada periode tersebut.
Tabel 7 menunjukkan jenis kegagalan produk yang ditimbulkan pada produk PET
resin ada lima yaitu high color b* value 1.194 ton, low color b* value 40 ton, high
fluorescence value 203 ton, black chips 81 ton dan oversize chips 9 ton.
o Measure
Tahap kedua dalam six sigma adalah measure. Pada tahap ini akan didefinisikan
mengenai CTQ. CTQ adalah karakteristik kunci dari suatu produk yang merupakan
batas limit dari spesifikasi yang ditentukan. CTQ produk PET resin yang dapat
dilihat pada Tabel.
Pada tahap ini, analisis dibagi menjadi dua langkah, langkah pertama adalah
analisis jenis kegagalan tertinggi menggunakan diagram pareto dan langkah kedua
adalah analisis pengukuran tingkat sigma berdasarkan konversi nilai DPMO.
Diagram Pareto digunakan untuk menganalisis dengan mengurutkan jenis
kegagalan yang terdapat diperusahaan dengan jenis kegagalan produk tertinggi
disebelah kiri dan jenis kegagalan produk terendah disebelah kanan. Defect adalah
kegagalan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh pelanggan dan Defect Per
Opportunities (DPO) merupakan ukuran kegagalan yang dihitung dalam program
peningkatan mutu Six sigma, yang menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan
per satu kesempatan, dan dihitung dengan formula:
𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 1527
𝐷𝑃𝑂 = =
𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎 𝑋 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑇𝑄 455398 𝑥 4
= 0.000838
𝐷𝑃𝑀𝑂 = 𝐷𝑃𝑂 𝑥 1.000.000 = 838
Pengukuran nilai sigma dapat dilakukan dengan mengkonversi nilai DPMO ke
nilai sigma. Konversi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Konversi DPMO
yang digunakan untuk mengetahui pencapaian terhadap pengendalian kualitas
menggunakan rumus sebagai berikut:

𝜎 = 0.8406 + √29.37 − 2.221 𝑥 ln(𝐷𝑃𝑀𝑂) = 4.64


Perhitungan di atas menunjukkan nilai DPMO untuk produk PET resin 838 yang
berarti bahwa ada 838 ton produk gagal per sejuta kesempatan produksi yang
dilakukan perusahaan. Nilai sigma yang didapatkan berada di sigma 4 sebesar 4.64.
Berdasarkan standar internasional nilai sigma produk PET resin belum mencapai
standar yaitu sigma 6. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis untuk mencari akar
permasalahan penyebab terjadinya cacat produk diperusahaan.

o Analyze
Tahap analyze dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab dan akibat
produk cacat, serta perlu dikendalikan pada tahapan selanjutnya. Pada tahap ini,
alat bantu yang digunakan adalah diagram sebab-akibat (fishbone diagram). Setelah
mendapatkan data mengenai kegagalan produk tertinggi pada Diagram Pareto,
dilakukan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
kegagalan tersebut menggunakan diagram sebabakibat. Faktor-faktor tersebut
dapat ditimbulkan dari Machine, Man, Method, Material dan Environtmen.
Diagram sebab-akibat yang telah diketahui akibat dan faktor-faktor yang
menyebabkan kerusakan dilakukan analisis deskriptif untuk mencari akarakar
permasalahan dari masing-masing faktor pada diagram sebab-akibat.
1 Faktor Material
a. Salah satu material yang digunakan dalam proses produksi adalah PTA
yang berasal dari blow egg memiliki mutu yang rendah. Parameter untuk
mengukur mutu PTA diperusahaan adalah nilai warna b* pada material
PTA. Nilai warna b* yang terdapat pada material PTA tidak masuk ke
dalam spesifikasi perusahaan, namun perusahaan tetap memakai PTA
tersebut ke dalam proses produksi.
b. Terjadi kesalahan pada saat pengecekan mutu, sehingga material yang
outspecs digunakan dalam proses produksi. Material yang outspecs
berpengaruh besar terhadap mutu produk jadi PET resin.
2 Faktor Mesin
a. Mesin mengalami perubahan suhu sehingga berpengaruh pada mutu PET
yang sedang diolah didalam mesin yang seharusnya larutan PET berada
pada suhu 260ºC-280ºC. Suhu yang mengalami penurunan atau
peningkatan berpengaruh pada struktur dan tingkat kelekatan larutan PET
karena larutan tersebut merupakan larutan plastik yang dipanaskan.
b. Mesin mengalami perubahan suhu diakibatkan karena penurunan daya pada
mesin CP. Penururnan daya terjadi akibat adanya penurunan supply tenaga
listrik dari PLN ke perusahaan.
c. Elemen penyaring polimer mengalami kebocoran dan kotor mengakibatkan
error pada fungsi penyaring S1403A d Penyaring S1403A berfungsi untuk
menyaring dan mendeteksi jika ada produk NC. Penyaring S1403A tidak
mendekteksi adanya produk NC karena adanya unsur yang bocor, sehingga
produk NC lolos.
3 Faktor Manusia
a. Operator memsukkan material yang tidak sesuai spesifikasi untuk
digunakan dalam proses produksi, sehingga hal ini berdampak pada produk
jadi PET resin yang dihasilkan.
b. Terdapat beberapa operator yang kurang memahami SOP yang berlaku,
karena operator kurang terlatih dan kurang pengetahuan.
Faktor-faktor penyebab yang memengaruhi jenis kegagalan produk high color b*
value adalah material, yaitu adanya material yang tidak sesuai spesifikasi dengan
proses produksi, machine dengan adanya penurunan daya dari PLN dan tidak
berfungsinya penyaring S1403A, serta man dengan adanya operator yang tidak
mengikuti SOP berlaku.

o Improve
Improve merupakan langkah perbaikan dengan membuat rencana tindakan dalam
melakukan peningkatan mutu six sigma. Berdasarkan penyebab kecacatan yang
telah dianalisis, maka disusun usulan tindakan perbaikan yang seimbang dan
dilaksanakan secara terus-menerus. Langkah-langkah untuk melaksanakan
peningkatan mutu menggunakan implementasi kaizen yang berfokus pada 6 rumus
tindakan berikut:
o Control
Tahap Control merupakan tahap terakhir dalam langkah six sigma. Tahapan ini
digunakan untuk memastikan langkah perbaikan yang telah diusulkan tetap terjaga.
Hal itu dilakukan dengan cara melakukan pengawasan dalam setiap proses dan
hasil, serta tindakan korektif terorganisir. usulan perbaikan yang diusulkan peneliti
diperlukan adanya musyawarah terlebih dahulu dengan pihak perusahaan untuk
diterapkan di PT IPI, sehingga pengawasan seluruhnya diserahkan kepada pihak
perusahaan. Pengawasan yang perlu dilakukan adalah:
1) Pengawasan terhadap material yang akan digunakan dalam proses produksi dan
pengawasan terhadap mutu materialnya, agar produk yang dihasilkan sesuai
dengan spesifikasi yang ditentukan.
2) Pengawasan terhadap mesin, perbaikan dan perawatannya secara berkala untuk
mencegah terjadinya kerusakan pada mesin.
3) Pengawasan terhadap teknisi yang sedang melakukan pembersihan atau
perbaikan komponen mesin agar proses perbaikan berjalan sesuai instruksi.
4) Pengawasan terhadap operator yang sedang melakukan proses produksi, agar
tidak melakukan kesalahan atau mengulang kesalahan kembali.
5) Pengawasan terhadap operator yang kurang teliti, terlihat lelah untuk diberikan
kesempatan meregangkan otot setelah itu kembali bekerja.
6. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di PT IPI maka hasil penelitian yang dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1) Implementasi pengendalian mutu di PT IPI dilakukan melalui pengendalian mutu
bahan baku, pengendalian mutu proses dan pengendalian mutu produk jadi.
Pengendalian mutu bahan baku dilakukan dengan pemeriksaan terhadap setiap bahan
baku yang diletakkan di gudang bahan baku. Pemeriksaan bahan baku dilakukan
dengan mengambil sampel 500g-1000g dan dianalisa spesifikasinya oleh analis
laboratorium. Pengendalian mutu proses dilakukan dengan pengambilan contoh 500g-
1000g pada proses reaksi ester 1, ester 2, PP1 dan PP2 berupa lapisan pipih berwarna
putih yang didinginkan. Pengendalian mutu barang jadi terbagi menjadi tiga kategori,
yaitu prime, near prime dan utility. Pemeriksaan dilakukan terhadap seluruh PET resin
yang dihasilkan dengan parameter yang diukur adalah visual (black chips, yellow
chips, black spot, dan lain-lain), nilai bilangan warna L a b, chips/gram, panjang rantai
polimer serta crystallinity.
2) Tahap measure ditemui tingginya nilai warna b diluar spesifikasi perusahaan. Nilai
DPMO yang didapatkan 838, yang berarti terdapat 838 ton produk cacat setiap satu
juta kesempatan produksi. Nilai sigma yang didapatkan dari konversi nilai DPMO,
yaitu 4,64. Tahap analyze ditemui faktor-faktor yang memeengaruhi tingkat kerusakan
produk PET resin adalah:
a. Faktor material, yaitu mutu material PTA yang digunakan dari blow egg
memiliki bahan baku yang tidak sesuai spesifikasi PT IPI dan terjadi kesalahan
saat pemeriksaan mutu material sehingga material yang tidak sesuai digunakan
ke dalam proses produksi
b. Faktor mesin, yaitu adanya perubahan suhu pada mesin yang terjadi akibat
penurunan pasokan daya listrik dari PLN sehingga mempengaruhi struktur dan
tingkat kelekatan larutan PET, serta unsur penyaring S1403A yang bocor dan
kotor.
c. Faktor manusia, yaitu operator memasukkan material yang tidak sesuai
spesifikasi ke dalam proses produksi dan operator yang kurang memahami
SOP yang berlaku., karena kurang fokus dan terlatih.
3) Tahap improve dianalisis usulan perbaikan yang diberikan menggunakan alat kaizen
5W-1H. Usulan perbaikan yang diberikan meliputi:
a. Pemeriksaan material PTA secara teliti, mencampur material PTA yang
memiliki mutu rendah dengan PTA yang memiliki mutu baik dari pemasok
lain, dan material PTA dibeli dari pemasok lain dengan mutu yang baik
menurut spesifikasi perusahaan.
b. Pembagian penarikan daya listrik dari PLN dan power plant dari PT Indorama
Petrochemicals dan mengganti unsur penyaring yang bocor dengan yang baru,
serta melakukan preventive maintenance secara berkala.
c. Operator diberikan pendekatan dan pelatihan mengenai SOP yang berlaku
diperusahaan dan dilakukan pemantauan oleh operator senior, serta operator
diberikan waktu untuk refreshing dan meregangkan otot selama 5-10 menit.
4) Tahap control melalui pengawasan oleh manajemen perusahaan terhadap usulan-
usulan perbaikan yang akan diterapkan.

7. Referensi
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uac
t=8&ved=2ahUKEwit4_uUzYnhAhXBRo8KHZggDuUQFjABegQIAxAC&url=https%3
A%2F%2Frepository.ipb.ac.id%2Fjspui%2Fbitstream%2F123456789%2F94752%2F1%
2FH18nni.pdf&usg=AOvVaw0VbjZ0WyIZowite-Mubgn5

Anda mungkin juga menyukai