Anda di halaman 1dari 4

Lembaran Kerja Mahasiswa

MATA KULIAH UU DAN ETIKA PROFESI

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


STIFAR RIAU
Dosen :

IDENTITAS MAHASISWA
Nama SULFA ANGGRAINI
No urut absen 1802033
Kelompok KASUS 14 ( C)
Pertemuan ke -
Hari/Tanggal SABTU / 20 APRIL 2019
Pokok Bahasan PER UU DAN ETIKA PROFESI
Subpokok PER UU DAN ETIKA TERKAIT PENGAWASAN OBAT DAN
Bahasan SARANAN KEFARMASIAN

A. KASUS / MASALAH :

PABRIK OBAT DAN OBAT BELUM TERDAFTAR DI BADAN POM

B. Keywords/Terminologi Farmasi
 Pabrik Obat / Industri Farmasi :
Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang
memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat
atau bahan obat. Industri farmasi, sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk
dapat menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy),
keamanan (safety) dan mutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan
kesehatan (Priyambodo, 2007).
Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi sebagaimana yang tercantum
dalam Permenkes RI No. 1799/Menkes/Per/IX/2010 adalah sebagai berikut:
1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas
Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
2. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
3. Memiliki paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-
masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan
mutu
4. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.

Dikecualikan dari persyaratan di atas poin 1 dan 2, bagi pemohon izin industri
farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia.

 BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan ), yang selanjutnya dalam


Keputusan ini disebut BPOM, adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah tertentu dari Presiden. BPOM
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Dalam melaksanakan
tugasnya, BPOM dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial. BPOM dipimpin oleh Kepala.
 OBAT KERAS
Obat keras (dulu disebut obat daftar G = Gevaarlijk = berbahaya), yaitu obat
berkhasiat keras yang untuk mendapatkannya harus dengan resep dokter, memakai
tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya.
 IZIN EDAR
Nomor Izin Edar (NIE) atau Nomor Registrasi Untuk memastikan obat telah
terdaftar di Badan POM sehingga obat dijamin aman, berkhasiat dan bermutu.
NIE obat terdiri dari 15 digit, contoh: DKL1234567891A1.

C. RUMUSAN KASUS

Penyebab ( akar 1. Peraturan per UU tentang perizinan pabrik belum diawasi


masalah ) secara maksimal.
2. Pengawasan oleh Balai BPOM belum maksimal.
3. Pabrik tersebut nakal / melanggar aturan.

Dampak 1. Adanya obat ilegal di pasaran


2. Adanya obat palsu di pasaran
3. Tidak tercapainya penggunaan obat yang a,an, efektif, dan
berkhasiat oleh konsumen.
4. Merugikan konsumen secara materi dan fisik.

Peraturan per UU yang dilanggar ( Jelaskan sampai ke pasal / ayatnya )

1. UU  No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 197


dan 106 ayat 1.
Pasal 197 : setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin
edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat 1
dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda
paling banyak satu miliar lima ratus juta rupiah.
 Perlindungan konsumen No 9 tahun 1999 pasal 1
dan 8.

2. Permenkes No. 26 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha


terintegrasi secara elektronik sektor kesehatan pasal 5 ayat
3.
Pasal 5 ayat 3 : Persyaratan untuk memperoleh izin usaha
industri farmasi dan isin usaha industri farmasi bahan obat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 1 huruf a dan
huruf b yaitu sertifikat produksi industri farmasi atau
sertifikat produksi industri bahan obat.
3. Peraturan BPOM No. 34 tahun 2018 tentang pedoman cara pembuatan obat
yang baik pasal 1 ayat 2.
Pasal 1 ayat 2 : Industri farmasi adalah badan usaha yang
memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan untuk melakukan kegiatan
pembuatan obat atau bahan obat.

D. PENYELESAIAN KASUS

1. Pelaksanaan unruk izin industri farmasi harus diawasi dengan ketat sehingga tidak ada
pabrik farmasi yang memproduksi obat tanpa adanya izin edar terlebih dahulu.
2. BPOM melakukan sosialisasi ke masyarakat dengan cara mengatur peredaran obat,
mengatur produksi obat dan mengatur produsen obat untuk menghasilkan obat yang
aman, efektif dan berkhasiat.
3. BPOM melakukan sidak-sidak ke PBF, RS dan apotik untuk memeriksa izin obat yang
beredar.
F. RESUME DAN KESIMPULAN

1. Pabrik obat tersebut tidak boleh melakukan produksi obat dan mendistribusikan obat
karena tidak memiliki izin edar dan dapat merugikan konsumen.
2. Pabrik obat tersebut dikenakan sanksi pidana sesuai UU No. 36 tahun 2009 pasal 197.
3. Pabrik obat tersebut harus ditutup.

Anda mungkin juga menyukai