Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Berdasarkan Permenkes no 73 tahun 2016 tentang


standar pelayanan farmasi di apotek meliputi standar
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi
klinik.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
• Perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pemusnahan, pengendalian, dan pencatatan dan pelaporan

Pelayanan farmasi klinik


• Pengkajian resep, dispensing, PIO, konseling, pelayanan kefarmaian
di rumah (Home pharmacy care), PTO, dan MESO
KASUS

1. Proses pencatatan obat masuk dan keluar menggunakan


kartu stok tidak dilakukan dengan baik.
2. Penjulan obat OWA secara bebas
KASUS I

Penyebab

Proses pencatatan kartu stok di apotek tidak dilakukan dapat


disebabkan oleh :
• Banyaknya pasien
• Banyaknya obat yang tersedia di apotek
Banyaknya pengeluaran dan pemasukan obat yang tidak
tercatat memperbesar kemungkinan terjadinya ketidakcocokan
jumlah obat yang ada di kartu stock atau di sistem komputer
dengan jumlah fisik obat yang tersedia. Sehingga kemungkinan
obat bisa hilang lebih besar.

Ketidakcocokan antara jumlah fisik obat dengan kartu stock


juga dapat mempengaruhi pengadaan yaitu kekosongan dan
menumpuknya obat tertentu.
SOLUSI

 Sebaiknya apoteker memberikan pelatihan kepada


asisten apoteker dan karyawan tentang pentingnya
dalam pencatatan kartu stock.
 Apoteker juga membagikan tugas setiap individu
diberi tanggung jawab untuk mengisi kartu stock
berdasarkan (contoh bentuk sediaan; tetes mata,
golongan obat ; obat keras, narkotik, obat generik)
 Dan sebaiknya juga melakukan stock opname
minimal setahun sekali.
 Meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung jawab
diri sendiri
KARTU STOK

Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2009 Tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bahwa Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan
cara manual atau elektronik . Kartu stok sekurang-kurangnya
memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan,
jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

 Peraturan BPOM No. 4 Tahun 2018 Tentang Pengawasan


Pengelolaan Obat, Bahan obat, Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian bahwa
Penyimpanan Obat dan Bahan Obat harus dilengkapi dengan
kartu stok, dapat berbentuk kartu stok manual maupun
elektronik .
Informasi dalam kartu stok sekurang-kurangnya memuat:
 Nama Obat/Bahan Obat, bentuk sediaan, dan kekuatan
Obat;
 Jumlah persediaan;
 Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
 Jumlah yang diterima;
 Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan
penyerahan/penggunaan;
 Jumlah yang diserahkan/digunakan;
 Nomor bets dan kedaluwarsa setiap penerimaan atau
penyerahan/penggunaan; dan
 Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
FUNGSI KARTU STOK

 Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat


(penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau
kadaluwarsa)
 Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan
mencatat data mutasi 1 (satu) jenis obat yang
berasal dari 1 (satu) sumber anggaran.
 Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1
(satu) kejadian mutasi obat.
 Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun
laporan, perencanaan pengadaan distribusi dan
sebagai pembanding terhadap keadaan fisik obat
dalam tempat penyimpanannya.
 Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan
dengan obat bersangkutan
 Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari
 Setiap terjadi mutasi obat ( penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak/ daluwarsa ) langsung
dicatat di dalam kartu stok
 Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada
setiap akhir bulan.
KEUNTUNGAN KARTU STOK

Informasi yang didapat :


 Mengetahui Jumlah obat yang tersedia (sisa stok)
 Mengetahui Jumlah obat yang diterima
 Mengetahui Jumlah obat yang keluar
 Mengetahui Jumlah obat yang
hilang/rusak/kadaluwarsa
 Mengetahui Jangka waktu kekosongan obat
MANFAAT KARTU STOK

 Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan


obat.
 Penyusunan laporan
 Perencanaan pengadaan dan distribusi
 Pengendalian persediaan
 Untuk pertanggung-jawaban bagi petugas
penyimpanan dan pen-distribusian
KASUS II

Penjualan obat wajib apotek (OWA) secara bebas dapat terjadi


karena kurangnya pengetahuan mengenai obat yang termasut
ke dalam obat wajib apotek (OWA) dan kurangnya pelatihan
mengenai obat wajib apotek (OWA)
Akibat penjualan obat wajib apotek secara bebas dapat
menyebabkan penyalahgunaan obat, terjadinya resistensi,
penggunaan obat yang tak sesuai indikasi
 keputusan Menteri Kesehatan No.919/MENKES/PER/X/1993,
Pasal 2 tentang obat tanpa resep yang terdiri dari obat
bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek (OWA)
yang dapat diberikan oleh apoteker kepada pasien di apotek
tanpa resep dokter
PMK NO 919/MENKES/PER/X/1993
TENTANG KRITERIA OBAT YANG DAPAT DISERAHKAN
TANPA RESEP

 Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita


hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65
tahun
 Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan
resiko pada kelanjutan penyakit.
 Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus
yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
 Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya
tinggi di Indonesia
 Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang
dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Anda mungkin juga menyukai