Anda di halaman 1dari 2

PEMBAHASAN

Proses pembuatan tempe diawali dengan perendaman kacang kedelai, perebusan,


pengeringan, pemberian ragi, dan pengemasan. Proses perendaman kacang kedelai bertujuan
untuk melunakkan kacang kedelai dan proses imbibisi. Proses perebusan bertujuan untuk
melunakkan kacang kedelai dan memudahkan dalam pengelupasan kulit ari serta bertujuan
untuk menonaktifkan tripsin inhibitor yang ada dalam biji kedelai. Pemberian ragi bertujuan
agar membantu proses fermentasi tempe dengan jamur membentuk hifa sehingga kacang
kedelai berubah menjadi tempe (Sarwono, 1982).

Pada proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan baku
yang dipakai, mkroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan (suhu, kelembapan).
Mikroorganisme yang digunakan antara lain Rhizopus olygosporus, Rhizopus oryzae,
Rhizopus stolonifer (Astawan dan Mita W, 1991). Menurut Samsudin dan Babu (2009),
Rhizopus oryzae akan membentuk benang-benang yang disebut sebagai benang hifa. Benang
hifa akan mengikat bji kedelai satu dengan yang lain, sehingga biji-biji kedelai tersebut akan
membentuk tempe.

Pelubangan media pembungkus dilakukan untuk mendorong pertumbuhan jamur


tempe dengan baik secara aerasi untuk mendapatkan cukup udara, sehingga tekstur yang
didapat berbeda-beda. Jamur Rhizopus oryzae mengalami mengalami poses fermentasi
sehingga menghasilkan energi, energi tersebut menyebabkan perubahan suhu pada masing-
masing tempe. Aerasi dengan jarak 1 cm memiliki suhu akhir yang lebih tinggi yaitu sebesar
43˚C daripada aerasi berjarak 2 cm dengan suhu akhir 42˚C dan aerasi berjarak 3 cm dengan
suhu akhir yaitu 39˚C. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sartika (2007) yang menyatakan
bahwa, semakin sempit jarak aerasi menyebabkan energi yang dihasilkan saat proses
fermentasi semakin banyak, sehingga suhu pun akan menjadi semakin tinggi.

Penilaian dari segi warna dipengaruhi oleh adanya hifa yang ada pada permukaan
tempe. Selain itu, warna putih kekuningan khas tempe merupakan hasil biosintesis β-carotene
dan Rhizopus oryzae yang menandakan proses fermentasi berjalan cukup baik. Menurut
Ferreira (2011), perbedaan tekstur pada tempe dipengaruhi oleh pengembangan biji yang
berbeda-beda pada setiap kedelai akibat penetrasi air ke dalam matriks biji dan pertumbuhan
kapang yang tidak sama Selain itu, tekstur tempe yang lunak diperoleh dari perombakan
matriks interseluler dalam jaringan biji kedelai oleh Rhizopus oryzae.
Pada tempe yang memiliki aerasi berjarak 3 cm memiliki berat akhir yang lebih tinggi
daripada aerasi jarak 1 cm dan 2 cm. Menurut Ferreira (2011), perbedaan berat akhir tempe
dipengaruhi oleh kadar air dalam kedelai. Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi
mempengaruhi pertumbuhan kapang.

DAFTAR RUJUKAN

Astawan M dan Mita W. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Jakarta:
Akademika Pressindo.
Babu D.P., R. Bhakyaraj, dan R. Vidhyalakshmi. 2009. A Low Cost Nutritious Food
“Tempeh” [review]. World Journal of Dairy and Food Science. Vol. 4: 22-27, 2009.
Ferreira, M. 2011. Changes in the Isoflavone Profile and in the Chemical Composition of
Tempeh During Processing and Refrigeration. Pesquisa Agropecuaria Brasiliera. Vol.
46: 1555-1561.

Sartika, N. D. 2007. Studi Pendahuluan Daya Antioksidan Ekstrak Methanol Tempe Segar
dan Tempe Busuk Kota Malang Trhadap Radikal Bebas DPPH. Skripsi. Universitas
Negeri Malang.
Sarwono B. 1982. Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai