Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jamur atau fungi merupakan mikroorganisme yang bersifat eukariotik, sel-selnya


mempunyai dinding sel yang tersusun dari kitin. Jamur dapat bersifat menguntungkan
maupun merugikan. Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi pada penyakit terutama di
negara-negara tropis. Iklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi di Indonesia sangat
mendukung pertumbuhan jamur. Banyaknya infeksi jamur juga didukung oleh masih
banyaknya masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga masalah
kebersihan lingkungan, sanitasi dan pola hidup sehat kurang menjadi perhatian dalam
kehidupan seharihari masyarakat Indonesia (Rosdianti et al, 2019).

Jamur menghasilkan sisa hasil metabolisme yang dikeluarkan yang disebut dengan
ekskret. Dalam kondisi yang kurang mendukung, jamur juga menghasilkan senyawa racun
yang disebut dengan mikotoksin. Mikotoksin adalah metabolit sekunder produk dari kapang
berfilamen, dimana dalam beberapa situasi, dapat berkembang pada makanan yang berasal
dari tumbuhan maupun dari hewan. Fusarium sp, Aspergillus sp dan Penicillium sp.
merupakan jenis kapang yang paling umum menghasilkan racun mikotoksin dan sering
mencemari makanan manusia dan pakan hewan. Kapang tersebut tumbuh pada bahan pangan
atau pakan, baik sebelum dan selama panen atau saat penyimpanan yang tidak tepat (Binder,
2007; Zinedine & Manes, 2009). Kata mikotoksin berasal dari dua kata, mukes yang berarti
kapang (Yunani) dan toxicum yang mengacu pada racun (Latin). Mikotoksin tidak terlihat,
tidak berbau dan tidak dapat dideteksi oleh penciuman atau rasa, tetapi dapat mengurangi
kinerja produksi ternak secara signifikan (Binder, 2007).

Keberadaan mikotoksin telah meluas di semua tingkatan rantai makanan. Apabila


dilihat dari sudut keamanan pangan dan implikasinya bagi kesehatan manusia dan ekonomi,
maka sejauh ini mikotoksin merupakan kontaminan yang paling penting pada rantai makanan
(Van de Venter, 2000).

Jamur juga banyak menyerang tanaman yang bersifat merugikan bagi tanaman itu
sendiri. Jamur yang merugikan harus segera disingkirkan agar tidak merusak tanaman
inangnya dengan menggunakan pestisida. Pestisida yang lazim digunakan sebagai pembasmi
jamur yang menjadi parasit disebut dengan fungisida. Fungisida sendiri memiliki fungsi
memberantas penyakit yang disebabkan oleh fungi.

1.2 Tujuan Penulisan


a. Untuk menjelaskan tentang ekskret jamur
b. Untuk menjelaskan tentang mikotoksikosis
c. Untuk menjelaskan tentang pengendalian kapang parasit pada tanaman
d. Untuk menjelaskan tentang fungisida
1.3 Batasan Penulisan
a. Ekskret Jamur
b. Mikotoksikosis
c. Pengendalian Kapang Parasit pada Tanaman
d. Fungisida
DAFTAR PUSTAKA

Binder EM. 2007. Managing The Risk of Mycotoxins in Modern Feed Production. Anim
Feed Sci Technol. 133:149-166.

Binder EM, Tan LM, Chin LJ, Handl J, Richard J. 2007. Worldwide Occurrence of
Mycotoxins in Commodities, Feeds and Feed Ingredients. Anim Feed Sci Technol.
137:265-282.

Rosdianti,S., Dimara, L., dan Ayer, P.I.L. 2019. Uji Efektifitas Antijamur Ekstrak Bintang
Laut Linckia laevigata (Linnaeus, 1758) terhadap Pertumbuhan Jamur Trichophyton
sp. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Papua. Vol. 2, No. 2, Hal. 55-62.

Van de Venter T. 2000. Emerging food-borne diseases: A global responsibility. Food Nutr
Agric. 26:4-13.

Zinedine A, Mañes J. 2009. Occurrence and Legislation of Mycotoxins in Food and Feed
from Morocco. Food Control. 20:334-344.

Anda mungkin juga menyukai