DI BIDANG PERTANIAN
“BIOPESTISIDA”
DISUSUN OLEH
Dalam produksi pertanian tidak terlepas dari yang namanya faktor produksi. Salah satu
faktor produksi adalah pengunaan pestisida untuk membasmi hama yang menyerang
tanaman budidaya petani karena dapat menimbulkan kerusakan serta kerugian pada tanaman
atau hasil olahannya.
Biopestisida adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari bahan hidup. Kandungan
bahan kimia dalam tanaman tersebut menunjukkan bioaktivitas pada serangga, seperti bahan
penolak (repellent), penghambat makan (antifeedant), penghambat perkembangan serangga
(insect growth regulator), dan penghambat peneluran (oviposition deterrent). Biopestisida
sekarang mulai banyak diminati oleh petani karena harga pestisida kimia sangat mahal. Pada
umumnya petani menggunakan pestisida kimia untuk menekan kerusakan tanaman tersebut,
karena dianggap lebih cepat memberikan efek hasil, mudah diaplikasikan serta mudah untuk
mendapatkannya.
Dalam perkembangannya, disadari bahwa penggunaan pestisida kimia dapat
menyebabkan kerusakan pada lingkungan. Selain itu penyemprotan pestisida kimia yang
tidak bijaksana menyebabkan kekebalan terhadap hama dan menimbulkan pencemaran
lingkungan dan memberikan efek negatif pada kesehatan manusia Hal tersebut mendorong
seseorang untuk meminimalkan penggunaan pestisida kimia, dengan cara memanfaatkan
agen pengendali hayati.
Penggunaan agen pengendali hayati dalam mengendalikan OPT semakin berkembang,
karena cara ini lebih unggul dibanding pengendalian berbasis pestisida kimia. Beberapa
keunggulan tersebut adalah aman bagi manusia, musuh alami dan lingkungan, dapat
mencegah ledakan hama sekunder, produk pertanian yang dihasilkan bebas dari residu
pestisida, terdapat disekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani
terhadap pestisida sintetis dan menghemat biaya produksi.
IV. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui berbagai informasi tentang Biopestisida
2. Mahasiswa dapat mengetahui tentang Pengisolasian Biopestisida
3. Mahasiswa dapat mengetahui tentang jenis-jenis Mikroorganisme yang berperan
dalam Biopestisida
4. Mahasiswa dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan Biopestisida
ISI
Bacillus thuringiensis
b) Beauveria bassiana sebagai jamur patogen serangga.
Beberapa contoh serangga yang dapat dikendalian oleh Beauveria bassiana
antara lain berbagai jenis wereng, walang, walang sangit, ulat, lembing dan sundep
beluk (penggerek batang).
Beauveria bassiana secara alami terdapat didalam tanah sebagai jamur saprofit.
Pertumbuhan jamur di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, seperti
kandungan bahan organik, suhu, kelembapan, kebiasaan makan serangga, adanya
pestisida sintetis, dan waktu aplikasi. Secara umum, suhu di atas 30 C, kelembapan
tanah yang berkurang dan adanya antifungal atau pestisida dapat menghambat
pertumbuhannya.
Beauveria bassiana termasuk dalam golongan pathogen serangga ordo
Monililes, famili Moniliaceae. Jamur Beauveria bassiana menyerang banyak jenis
serangga, di antaranya kumbang, ngengat, ulat, kepik dan belalang. Jamur ini
umumnya ditemukan pada serangga yang hidup di dalam tanah, tetapi juga mampu
menyerang serangga pada tanaman atau pohon.
3) Herbisida
Herbisida adalah pengendalian gulma dengan menggunakan penyakit yang
ditimbulkan oleh bakteri, jamur dan virus. Bioherbisida yang pertama kali digunakan
ialah DeVine yang berasal dari Phytophthora palmivora yang digunakan untuk
mengendalikan Morrenia odorata, gulma pada tanaman jeruk. Bioherbisida yang kedua
dengan menggunakan Colletotrichum gloeosporioides yang diperdagangkan dengan
nama Collego dan digunakan pada tanaman padi dan kedelai di Amerika (Sastroutomo,
1992).
Phytophthora palmivora
Mikroorganisme yang dipakai dalah herbisida biologi :
a. Jamur.
Bioherbisida yang pertama kali digunakan ialah DeVine, yang dikembangkan oleh
Abbot Laboratories, USA, merupakan jenis mycoherbisida pertama. Organisme jamurnya
adalah Phytophthora palmivora merupakan parasit fakultatif yang menyebabkan kematian
akar dari tanaman inangnya yaitu Morrenia odorata, gulma pada tanaman jeruk. P.
palmivora mempunyai sporangium jorong, dan dapat membentuk klamidospora.
Jamur ini dapat bertahan di dalam tanah secara safrofit sehingga dapat berperan lebih lama.
Bioherbisida yang kedua dengan menggunakan jamur Colletotrichum
gloeosporioides yang diperdagangkan dengan nama Collego dan digunakan pada
tanaman padi dan kedelai di Amerika.
b. Rhizobacteria
Bakteri yang mendatangkan dampak negatif bagi pertumbuhan tanaman, tetapi tidak
memparasit tanaman dianggap sebagai exopatogen dan diberi istilah Deletirous
Rhizobacteria (DRB) . Cara kerja dari DRB terutama melalui toksin yang dihasilkannya yang
diserap oleh perakaran gulma. Tidak perlu memusnahkan gulma, tetapi secara nyata mampu
menekan pertumbuhan awal dari gulma dan membiarkan tanaman budidaya untuk secara efektif
bersaing dengan gulma yang telah dilemahkan tersebut. DRB paling efektif ketika gulma
tumbuh pada saat faktor-faktor lingkungan kondusif bagi pertumbuhan bakteri.
c. Bakteri patogen tanaman
Bakteri patogen tanaman ( Phytopathogenic bacteria ) telah menunjukkan potensinya
yang besar sebagai agen pengendali hayati karena dapat diaplikasikan secara langsung ke
daun gulma. Bakteri bioherbisida mirip dengan cendawan mycoherbisida.
Contohnya :
Bakteri Pseudomonas syringae pv. tagetis (Pst) yang menyebabkan klorosis pada
beberapa spesies gulma seperti Ambrosia artemisiifolia (common ragweed), Helianthus
tuberosus (Jerusalem artichoke), Cirsium avense (Canada thistle), dan Tagetes
erecta L. (marigold). PSt menyebabkan penurunan vigor gulma, penghambatan
pembungaan, dan mortalitas tanaman.
C. Apa saja kelebihan dan kekurangan Biopestisida ?
Kelebihannya :
─ Murah dan mudah dibuat sendiri oleh petani
─ Relatif aman terhadap lingkungan
─ Tidak menyebabkan keracunan pada tanaman
─ Sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama
─ Kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain
─ Menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia.
Kekurangan
─ Daya kerjanya relatif lambat
─ Tidak membunuh jasad sasaran secara langsung
─ Tidak tahan terhadap sinar matahari
─ Kurang praktis
─ Tidak tahan disimpan
─ Kadang-kadang harus disemprotkan berulang-ulang.
PENUTUP
I. Simpulan
Biopestisida merupakan salah satu cara alami untuk membasmi serangga pengganggu
tanaman tanpa menimbulkan efek samping terhadap lingkungan. Penggunaan Biopestisida
pada bidang pertanian ini bertujuan untuk memperoleh varietas unggul suatu tanaman,
meningkatkan hasil panen dan kualitas produk.
II. Saran
Sebaiknya Biopestisida untuk Bidang Pertanian di tingkatkan kembali dengan baik di
Indonesia, sehingga dapat mengurangi berbagai gangguan serangga penggangu tanaman
yang nantinya dapat menghasilkan produksi tanaman yang baik dan dapat di ekspor. Selain
itu, diharapkan para Ilmuwan dapat memperkecil kelemahan Biopestisida yang ada sehingga
hanya akan memberikan manfaat yang begitu banyak terhadap pertanian di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Pertanyaan :
1. Biopestisida memiliki kekurangan, yaitu harus dilakukan secara berulang-ulang. Dalam
jangka waktu berapa pengulangan dilakukan?
(oleh Ivan Abdillah Kamaruzzaman, 021160015)
2. Bagaimana proses perbanyakan Bacillus thuringiensis?
(oleh Puri Nurul Chasanah, 021160039)
3. Bagaimana cara menguraikan biopestisida?
(oleh Yoan, 021160008)
Jawaban :
1. Biopestisida memiliki kekurangan harus dilakukan secara berulang-ulang karena beberapa
jenis biopestisida (contoh : Bacillus thuringiensis) ketika terkena matahari akan jatuh ke
tanah. Hal ini tentunya akan sedikit mengurangi daya toksik untuk mematikan serangga pada
tanaman. Kurun waktu pengulangan kira-kira 1 minggu.
2. Perbanyakan bakteri Bacillus thuringiensis dalam media cair dapat dilakukan dengan cara
yang mudah dan sederhana. Karena yang diperlukan sebagai bioinsektisida adalah protein
kristalnya, maka diperlukan media yang dapat memicu terbentuknya kristal tersebut. Media
yang mengandung tryptose (media untuk mikrobia) telah diuji cukup efektif untuk memicu
sporulasi B. thuringiensis. Dalam 2–5 hari B. thuringiensis akan bersporulasi dalam media ini
dengan pengocokan pada suhu 30°C. Perbanyakan B. thuringiensis ini dapat pula dilakukan
dalam skala yang lebih besar dengan fermentor.
3. Cara menguraikan biopestisida dengan cara mengkombinasi antara proses adsorpsi atau
desorpsi dengan menggunakan karbofuran dalam bentuk cair, pelindian atau difusi,
penguapan dan degradasi dalam waktu yang beraneka ragam.