Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TEKNOLOGI BIOPROSES

PERANAN TEKNOLOGI BIOPROSES

DI BIDANG PERTANIAN

“BIOPESTISIDA”

DISUSUN OLEH

1. Rizki Dianasari (021160003)


2. Carel Sukmana Adi (021160024)
3. Ammar Abdul W (021160027)

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2017-2018
PENDAHULUAN

I. Latar belakang masalah

Dalam produksi pertanian tidak terlepas dari yang namanya faktor produksi. Salah satu
faktor produksi adalah pengunaan pestisida untuk membasmi hama yang menyerang
tanaman budidaya petani karena dapat menimbulkan kerusakan serta kerugian pada tanaman
atau hasil olahannya.
Biopestisida adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari bahan hidup. Kandungan
bahan kimia dalam tanaman tersebut menunjukkan bioaktivitas pada serangga, seperti bahan
penolak (repellent), penghambat makan (antifeedant), penghambat perkembangan serangga
(insect growth regulator), dan penghambat peneluran (oviposition deterrent). Biopestisida
sekarang mulai banyak diminati oleh petani karena harga pestisida kimia sangat mahal. Pada
umumnya petani menggunakan pestisida kimia untuk menekan kerusakan tanaman tersebut,
karena dianggap lebih cepat memberikan efek hasil, mudah diaplikasikan serta mudah untuk
mendapatkannya.
Dalam perkembangannya, disadari bahwa penggunaan pestisida kimia dapat
menyebabkan kerusakan pada lingkungan. Selain itu penyemprotan pestisida kimia yang
tidak bijaksana menyebabkan kekebalan terhadap hama dan menimbulkan pencemaran
lingkungan dan memberikan efek negatif pada kesehatan manusia Hal tersebut mendorong
seseorang untuk meminimalkan penggunaan pestisida kimia, dengan cara memanfaatkan
agen pengendali hayati.
Penggunaan agen pengendali hayati dalam mengendalikan OPT semakin berkembang,
karena cara ini lebih unggul dibanding pengendalian berbasis pestisida kimia. Beberapa
keunggulan tersebut adalah aman bagi manusia, musuh alami dan lingkungan, dapat
mencegah ledakan hama sekunder, produk pertanian yang dihasilkan bebas dari residu
pestisida, terdapat disekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani
terhadap pestisida sintetis dan menghemat biaya produksi.

II. Rumusan masalah


1. Apa itu Biopestisida?
2. Apasaja jenis-jenis pestisida?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan Biopestisida?
III. Tujuan
1. Untuk pemenuhan tugas Mata Kuliah Teknologi Bioproses
2. Untuk mengethaui apa itu Biopestisida
3. Mengetahui bjenis-jenis biopestisida
4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Biopestisida

IV. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui berbagai informasi tentang Biopestisida
2. Mahasiswa dapat mengetahui tentang Pengisolasian Biopestisida
3. Mahasiswa dapat mengetahui tentang jenis-jenis Mikroorganisme yang berperan
dalam Biopestisida
4. Mahasiswa dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan Biopestisida
ISI

A. Apa Itu Biopestisida?


Pestisida Biologi adalah pestisida yang mengandung mikroorganisme seperti bakteri
patogen, virus dan jamur. Pestisida biologi yang saat ini banyak dipakai adalah jenis
insektisida biologi (mikroorganisme pengendali serangga) dan jenis fungisida biologi
(mikroorganisme pengendali jamur). Jenis-jenis lain seperti bakterisida, nematisida dan
herbisida biologi. Pestisida alami adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari
alam seperti tumbuhan. Pestisida alami merupakan pemecahan jangka pendek untuk
mengatasi masalah hama dengan cepat, pestisida nabati bersifat ramah lingkungan karena
bahan ini mudah terdegradasi di alam, sehingga aman bagi manusia maupun lingkungan.
Berdasarkan asalnya, biopestisida dapat dibedakan menjadi dua yakni pestisida
nabati dan pestisida hayati.
a) Pestisida nabati merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari tanaman baik dari daun,
buah, biji atau akar yang senyawa atau metabolit sekunder dan memiliki sifat racun
terhadap hama dan penyakit tertentu. Pestisida nabati pada umumnya digunakan untuk
mengendalikan hama (bersifat insektisidal) maupun penyakit (bersifat bakterisidal).
b) Pestisida hayati merupakan formulasi yang mengandung mikroba tertentu baik berupa
jamur, bakteri, maupun virus yang bersifat antagonis terhadap mikroba lainnya
(penyebab penyakit tanaman) atau menghasilkan senyawa tertentu yang bersifat racun
baik bagi serangga ( hama ) maupun nematoda (penyebab penyakit tanaman)

B. Apasaja jenis-jenis Biopestisida?


1) Insektisida
Berasal dari mikroba yang digunakan sebagai insektisida. Mikroorganisme yang
menyebabkan penyakit pada serangga tidak dapat menimbulkan gangguan terhadap
hewan-hewan lainnya maupun tumbuhan. Jenis mikroba yang akan digunakan sebagai
insektisida harus mempunyai sifat yang spesifik artinya harus menyerang serangga yang
menjadi sasaran dan tidak pada jenis-jenis lainnya. Mikroba patogen yang telah sukses
dan berpotensi sebagai insektisida biologi salah satunya adalah Bacillus thuringiensis.
Jenis insektisida biologi yang lainnya adalah yang berasal dari protozoa, Nosema
locustae, yang telah dikembangkan untuk membasmi belalang dan jangkrik. Cacing
yang pertama kali sebagai insektisida ialah Neoplectana carpocapsae. Insektisida ini
digunakan untuk membunuh semua bentuk rayap.
a) Bacillus thuringiensis sebagai bakteri patogen serangga.
Bakteri Bacillus thuringiensis merupakan salah satu jenis bakteri yang sering
digunakan sebagai insektisida mikroba untuk mengontrol serangga hama seperti
Lepidoptera, Diptera, dan Coleoptera. Bacillus thuringiensis mampu menghasilkan
suatu protein yang bersifat toksik bagi serangga, terutama seranggga dari ordo
Lepidoptera. Protein ini bersifat mudah larut dan aktif menjadi toksik, terutama
setelah masuk ke dalam saluran pencemaan serangga.

Berbagai macam B. thuringiensis diantaranya:

─ Bacillus thuringiensis varietas tenebrionis menyerang kumbang kentang


colorado dan larva kumbang daun.
─ Bacillus thuringiensis varietas kurstaki menyerang berbagai jenis ulat tanaman
pertanian.
─ Bacillus thuringiensis varietas israelensis menyerang nyamuk dan lalat hitam.
─ Bacillus thuringiensis varietas aizawai menyerang larva ngengat dan berbagai
ulat, terutama ulat ngengat diamondback.

Mekanisme patogenitas Bacillus thurngiensis :


Kristal protein yang termakan oleh serangga akan larut dalam lingkungan basa
pada usus serangga. Pada serangga target, protein tersebut akan teraktifkan oleh
enzim pencerna protein serangga. Protein yang teraktifkan akan menempel pada
protein receptor yang berada pada permukaan sel epitel usus. Penempelan tersebut
mengakibatkan terbentuknya pori atau lubang pada sel sehingga sel mengalami lisis.
Pada akhirnya serangga akan mengalami gangguan pencernaan dan mati.

Bacillus thuringiensis
b) Beauveria bassiana sebagai jamur patogen serangga.
Beberapa contoh serangga yang dapat dikendalian oleh Beauveria bassiana
antara lain berbagai jenis wereng, walang, walang sangit, ulat, lembing dan sundep
beluk (penggerek batang).
Beauveria bassiana secara alami terdapat didalam tanah sebagai jamur saprofit.
Pertumbuhan jamur di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, seperti
kandungan bahan organik, suhu, kelembapan, kebiasaan makan serangga, adanya
pestisida sintetis, dan waktu aplikasi. Secara umum, suhu di atas 30 C, kelembapan
tanah yang berkurang dan adanya antifungal atau pestisida dapat menghambat
pertumbuhannya.
Beauveria bassiana termasuk dalam golongan pathogen serangga ordo
Monililes, famili Moniliaceae. Jamur Beauveria bassiana menyerang banyak jenis
serangga, di antaranya kumbang, ngengat, ulat, kepik dan belalang. Jamur ini
umumnya ditemukan pada serangga yang hidup di dalam tanah, tetapi juga mampu
menyerang serangga pada tanaman atau pohon.

Mekanisme Infeksi Beauveria bassiana :


Cara cendawan Beauvaria bassiana menginfeksi tubuh serangga dimulai dengan
kontak inang, masuk ke dalam tubuh inang, reproduksi di dalam satu atau lebih
jaringan inang, kemudian kontak dan menginfeksi inang baru. Beauveria bassiana
masuk ke tubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan
lubang lainnya. Inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang akan
berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk
menembus kulit tubuh. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi
dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Pada proses selanjutnya, jamur akan
bereproduksi di dalam tubuh inang. Jamur akan berkembang dalam tubuh inang dan
menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Miselia jamur menembus
ke luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia. Dalam
hitungan hari, serangga akan mati. Serangga yang terserang jamur Beauveria
bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan jamur menutupi tubuh
inang dengan warna putih.

Mekanisme infeksi Beauveria bassiana


2) Fungisida
Biofungisida menyediakan alternatif yang dipakai untuk mengendalikan penyakit
jamur. Beberapa biofungisida yang telah digunakan adalah sporaTrichoderma sp.
digunakan untuk mengendalikan penyakit akar putih pada tanaman karet dan layu
fusarium pada cabai.Merek dagangnya ialah Saco P dan Biotri P (Novizan, 2002).
─ Spora Trichoderma sp. digunakan untuk mengendalikan penyakit akar putih pada
tanaman karet dan layu fusarium pada cabai.
─ Gliocladium spesies G. roseum dan G. virens. untuk mengendalikan busuk akar
pada cabai akibat serangan jamur Sclerotium Rolfsii.
─ Bacillus subtilis yang merupakan bakteri saprofit mampu mengendalikan serangan
jamur Fusarium sp. pada tanaman tomat.

Trichoroderma Gliocladium Bacillus subtilis


Di bawah ini beberapa jenis jamur berguna yang telah berhasil diformulasi secara
komersial:
a. Ampelomyces quisqualis Ces (Deuteromycetes)
Jamur hiperparasit ini digunakan untuk mengendalikan semua jenis jamur
penyebab penyakit embun tepung (powdery mildew) dari familia Erysiphaceae,
meskipun pada tanaman yang berbeda penyebab embun tepungnya juga berbeda.
Spora A. quisqualis yang berkecambah akan memasuki hifa jamur embun
tepung sebagai parasit, dan akhirnya perkembangan embun tepung akan terhenti.
Untuk dapat berkecambah, spora A. quisqualis memerlukan kelembaban
minimal 60%, dan proses masuknya kedalam hifa patogen memakan waktu 2 – 4
jam. Diaplikasikan dengan cara disemprotkan. Karena perkecambahan spora A.
quisqualis memerlukan kelembaban cukup tinggi, dianjurkan untuk melakukan
penyemprotan pada pagi hari sewaktu embun masih ada, atau pada sore hari.
Pengendalian akan berhasil baik bila tingkat serangan dibawah 3%. Juga
diaplikasikan secara protektif sebelum ada serangan penyakit.
b. Candida oleophila Montrocher (Ascomycota)
Jamur Candida oleophila merupakan kapang yang terdapat luas di alam. Dan
diaplikasikan sebagai fungisida dengan cara semprotan atau pencelupan buah-
buahan yang akan disimpan, untuk menghindari penyakit-penyakit pasca panen,
pada apel, jeruk dan lain-lain.
c. Candida saitoana Nakase & Suzuki
digunakan untuk melindungi buah-buahan sesudah panen agar tidak diserang
jamur patogen.
d. Clonostachys rosea f. catenulate (Gilman & Abott) Schroer
Jamur ini dahulu dinamai Gliocladium catenulatum, diaplikasikan secara
preventif untuk mengendalikan jamur patogen seperti Pythium spp., Rhizoctonia
spp.,dan Phytophthora dengan aplikasi di tanah, maupun jamur-jamur Botrytis spp.,
Didymella spp., dan Helminthosporium spp., dengan cara penyemprotan baik di
daun maupun hasil panen.
e. Coniothyrium minitans Campbell
Digunakan untuk mengendalikan jamur patogen dari genus Sclerotinia,
terutama Sclerotinia sclerotiorum dan S. minor. Yang dikendalikan oleh C.
minitans adalah struktur fase istirahat (sklerotia) dari organisme target yang berada
di tanah. C. minitans adalah jamur yang lambat sekali berkembangnya, dan sangat
tergantung pada efek mikoparasitnya pada sklerotia jamur sasaran. Produk
mengandung C. minitans diaplikasikan dengan cara dibenamkan kedalam tanah 2
atau 3 bulan sebelum tanam, atau 2 – 3 bulan sebelum infeksi penyakit diperkirakan
datang.
f. Cryphonectria parasitica (Murril) Barr (Ascomycota)
Jamur yang dulu dinamakan Diaporthe parasitica, Valsonectria parasitica,
atau Endothia parasitica ini diketahui sebagai penyebab penyakit chesnut blight
pada tanaman chesnut.
g. Cryptococcus albidus (Saito) Skinner
Jamur ini digunakan sebagai fungisida untuk mengendalikan penyakit busuk
oleh jamur Penicillium dan Botrytis spp. pada penyimpanan buah-buahan (apel,
pir). Diaplikasikan dengan cara menyemprot buah, atau merendamnya dengan
produk yang mengandung C. albidus segera sesudah panen. Sesudah disemprot atau
direndam, buah-buah tersubut harus dibiarkan kering sebelum disimpan.
h. Phlebiopsis gigantea (Fr) Massee
Jamur ini pernah dikenal dengan nama lamanya Phlebia gigantea atau
Peniophora gigantean, sebagai fungisida biologi untuk mengendalikan penyakit
busuk akar yang disebabkan oleh Heterobasidion annosum (syn. Fomes annosum).

3) Herbisida
Herbisida adalah pengendalian gulma dengan menggunakan penyakit yang
ditimbulkan oleh bakteri, jamur dan virus. Bioherbisida yang pertama kali digunakan
ialah DeVine yang berasal dari Phytophthora palmivora yang digunakan untuk
mengendalikan Morrenia odorata, gulma pada tanaman jeruk. Bioherbisida yang kedua
dengan menggunakan Colletotrichum gloeosporioides yang diperdagangkan dengan
nama Collego dan digunakan pada tanaman padi dan kedelai di Amerika (Sastroutomo,
1992).

Phytophthora palmivora
Mikroorganisme yang dipakai dalah herbisida biologi :
a. Jamur.
Bioherbisida yang pertama kali digunakan ialah DeVine, yang dikembangkan oleh
Abbot Laboratories, USA, merupakan jenis mycoherbisida pertama. Organisme jamurnya
adalah Phytophthora palmivora merupakan parasit fakultatif yang menyebabkan kematian
akar dari tanaman inangnya yaitu Morrenia odorata, gulma pada tanaman jeruk. P.
palmivora mempunyai sporangium jorong, dan dapat membentuk klamidospora.
Jamur ini dapat bertahan di dalam tanah secara safrofit sehingga dapat berperan lebih lama.
Bioherbisida yang kedua dengan menggunakan jamur Colletotrichum
gloeosporioides yang diperdagangkan dengan nama Collego dan digunakan pada
tanaman padi dan kedelai di Amerika.
b. Rhizobacteria
Bakteri yang mendatangkan dampak negatif bagi pertumbuhan tanaman, tetapi tidak
memparasit tanaman dianggap sebagai exopatogen dan diberi istilah Deletirous
Rhizobacteria (DRB) . Cara kerja dari DRB terutama melalui toksin yang dihasilkannya yang
diserap oleh perakaran gulma. Tidak perlu memusnahkan gulma, tetapi secara nyata mampu
menekan pertumbuhan awal dari gulma dan membiarkan tanaman budidaya untuk secara efektif
bersaing dengan gulma yang telah dilemahkan tersebut. DRB paling efektif ketika gulma
tumbuh pada saat faktor-faktor lingkungan kondusif bagi pertumbuhan bakteri.
c. Bakteri patogen tanaman
Bakteri patogen tanaman ( Phytopathogenic bacteria ) telah menunjukkan potensinya
yang besar sebagai agen pengendali hayati karena dapat diaplikasikan secara langsung ke
daun gulma. Bakteri bioherbisida mirip dengan cendawan mycoherbisida.
Contohnya :
Bakteri Pseudomonas syringae pv. tagetis (Pst) yang menyebabkan klorosis pada
beberapa spesies gulma seperti Ambrosia artemisiifolia (common ragweed), Helianthus
tuberosus (Jerusalem artichoke), Cirsium avense (Canada thistle), dan Tagetes
erecta L. (marigold). PSt menyebabkan penurunan vigor gulma, penghambatan
pembungaan, dan mortalitas tanaman.
C. Apa saja kelebihan dan kekurangan Biopestisida ?
Kelebihannya :
─ Murah dan mudah dibuat sendiri oleh petani
─ Relatif aman terhadap lingkungan
─ Tidak menyebabkan keracunan pada tanaman
─ Sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama
─ Kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain
─ Menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia.

Kekurangan
─ Daya kerjanya relatif lambat
─ Tidak membunuh jasad sasaran secara langsung
─ Tidak tahan terhadap sinar matahari
─ Kurang praktis
─ Tidak tahan disimpan
─ Kadang-kadang harus disemprotkan berulang-ulang.
PENUTUP

I. Simpulan
Biopestisida merupakan salah satu cara alami untuk membasmi serangga pengganggu
tanaman tanpa menimbulkan efek samping terhadap lingkungan. Penggunaan Biopestisida
pada bidang pertanian ini bertujuan untuk memperoleh varietas unggul suatu tanaman,
meningkatkan hasil panen dan kualitas produk.

II. Saran
Sebaiknya Biopestisida untuk Bidang Pertanian di tingkatkan kembali dengan baik di
Indonesia, sehingga dapat mengurangi berbagai gangguan serangga penggangu tanaman
yang nantinya dapat menghasilkan produksi tanaman yang baik dan dapat di ekspor. Selain
itu, diharapkan para Ilmuwan dapat memperkecil kelemahan Biopestisida yang ada sehingga
hanya akan memberikan manfaat yang begitu banyak terhadap pertanian di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Diambil dari : https://id.scribd.com/doc/284921700/Makalah-Bioteknologi-Pertanian-Fixxxx

(diakses tanggal 11 Desember 2017)

Diambil dari : https://baharudin26.wordpress.com/2010/07/16/teknologi-bioproses/

(diakses tanggal 11 Desember 2017)

Diambil dari : http://budidayahidroponik.blogspot.co.id/2014/03/kelebihan-dan-kekurangan-bio-


pestisida.html

(diakses tanggal 11 Desember 2017)

Diambil dari : https://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/12/30/penggunaan-bacillus-thuringiensis-


sebagai-biopestisida/

(diakses tanggal 11 Desember 2017)


LAMPIRAN

Pertanyaan :
1. Biopestisida memiliki kekurangan, yaitu harus dilakukan secara berulang-ulang. Dalam
jangka waktu berapa pengulangan dilakukan?
(oleh Ivan Abdillah Kamaruzzaman, 021160015)
2. Bagaimana proses perbanyakan Bacillus thuringiensis?
(oleh Puri Nurul Chasanah, 021160039)
3. Bagaimana cara menguraikan biopestisida?
(oleh Yoan, 021160008)

Jawaban :
1. Biopestisida memiliki kekurangan harus dilakukan secara berulang-ulang karena beberapa
jenis biopestisida (contoh : Bacillus thuringiensis) ketika terkena matahari akan jatuh ke
tanah. Hal ini tentunya akan sedikit mengurangi daya toksik untuk mematikan serangga pada
tanaman. Kurun waktu pengulangan kira-kira 1 minggu.
2. Perbanyakan bakteri Bacillus thuringiensis dalam media cair dapat dilakukan dengan cara
yang mudah dan sederhana. Karena yang diperlukan sebagai bioinsektisida adalah protein
kristalnya, maka diperlukan media yang dapat memicu terbentuknya kristal tersebut. Media
yang mengandung tryptose (media untuk mikrobia) telah diuji cukup efektif untuk memicu
sporulasi B. thuringiensis. Dalam 2–5 hari B. thuringiensis akan bersporulasi dalam media ini
dengan pengocokan pada suhu 30°C. Perbanyakan B. thuringiensis ini dapat pula dilakukan
dalam skala yang lebih besar dengan fermentor.
3. Cara menguraikan biopestisida dengan cara mengkombinasi antara proses adsorpsi atau
desorpsi dengan menggunakan karbofuran dalam bentuk cair, pelindian atau difusi,
penguapan dan degradasi dalam waktu yang beraneka ragam.

Anda mungkin juga menyukai