BAHAN PANGAN
yang dibina oleh Ibu Hj. Nursasi Handayani., M. Si dan Yunita Rakhmawati, S. Gz., M. Kes
Oleh :
JURUSAN BIOLOGI
Januari 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk memenuhi kelangsungan hidupnya, manusia memerlukan kebutuhan
mutlak, yang disebut kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan manusia akan berbeda tentunya
pada tingkat peradabannya. Salah satu kebutuhan manusia yang utama yaitu bahan pangan.
Bahan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia (Suhardjo, 1996). Bahan pangan memiliki fungsi untuk membangun sel-
sel tubuhnya dan menjaganya agar tetap sehat dan berfungsi sebagaimana mestinya. Bahan
pangan
Bahan pangan di Indonesia banyak mengalami kerusakan sebelum dikonsumsi.
Kerusakan dapat terjadi disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya faktor mikrobiologis,
kimiawi, dan fisika. Kerusakan tersebut dapat diatasi dengan berbagai pencegahan diantaraya
pada proses pengolahan dan pengawetan bahan pangan. Proses pengolahan bahan pangan
yang benar akan meminimalisir terjadinya kerusakan pada bahan pangan. Makalah ini
disusun diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai bahan pangan.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
Kerusakan bahan pangan merupakan karakteristik fisik yang dimaksud meliputi sifat
organoleptik seperti warna, tekstur, aroma, dan bentuk. Sedangkan karakteristik kimiawi
meliputi komponen penyusunnya seperti kadar air, karbohidrat, protein, lemak, mineral,
vitamin, pigmen dan sebagainya. Kerusakan bahan pangan dapat menyebabkan kebusukan
(Himagizi, 2017).
Setiap bahan pangan yang dipanen, dikumpulkan, ditangkap atau disembelih, akan
mengalami kerusakan. Bahan pangan dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan mudah
atau tidaknya mengalami kerusakan, yakni:
Pada tabel 1.1 kita dapat mengetahui umur simpan beberapa bahan pangan (nabati maupun
hewani) pada suhu 21,110C.
G. Faktor-faktor penyebab kerusakan pangan
Mikroba penyebab pangan menjadi busuk dapat ditemukanm di mana saja. Tanah,
air, udara, di atas kulit atau bulu ternak, bahkan di dalam usus. Di dalam jaringan hidup
biasanya secara normal tidak ditemukan adanya mikroba. Misal susu sapi terdapat dalam
keadaan steril di dalam kelenjar susu, tetapi setelah diperak akan mengalami kontaminasi
dari udara, wadahnya atau dari si pemerah itu sendiri.
Bakteri
Khamir mempunyai ukuran panjang sel 20 mikron atau lebih. Sebagian besar
khamir berbentuk bulat atau lonjong (ellips). Kapang berukuran lebih besar dan lebih
kompleks. Kapang tumbuh seperti bulu atau rambut yang disebut mycelia, dan pada
ujungnya berbentuk seperti buah yang disebut konidia dan mengandung spora kapang.
Kapang mempunyai spora yang berwarna khas, misalnya berwarna hijau atau hitam
pada roti busuk, jingga pada oncom, atay putih dan hitam pada tempe. Perbedaan
warna ini disebabkan oleh perbedaan warna konidia atau sporanya.
Enzim yang ada pada bahan pangan dapat berasal dari mikroba atau memang
sudah ada pada bahan pangan tersebut secara normal. Aktivitas enzim dapat dicegah
atau dihentikan sama sekali oleh panas, perlakuan kimia, radiasi atau perlakuan lainnya.
Dipandang dari segi teknologi pangan, aktivitas enzim ada yang menguntungkan.
Sebagai contoh pada pembuatan sari buah, beberapa enzim misalnya pektinase
dikehendaki untuk menjernihkan sari buah seperti sari buah apel. Contoh lain adalah
penggunaan enzim papain (proteinase) untuk mengempukkan daging. Tetapi
pengempukan atau pematangan yang berlebihan dapat menyebabkan pembusukan.
3. Serangga, parasit, dan tikus
Serangga
Parasit
Parasit yang banyak ditemukan di dalam daging babi misalnya cacing pita
(Trichinella spiralis). Cacing pita tersebut masuk ke dalam tubuh babi melalui sisa-
sisa makanan yang mereka makan. Daging babi yang tidak dimasak dapat menjadi
sumber kontaminasi bagi manusia. Nematoda mungkin dapat dimatikan dengan cara
pembekuan.
Tikus
Pemanasan dan pendinginan yang tidak diawasi dengan teliti dapat menyebabkan
kerusakan bahan pangan. Menurut hasil penelitian, pada setiap kenaikan 100C dengan
kisaran suhu 10-380C kecepatan reaksi enzimatis maupun non-enximatis akan bertambah
dua kali lipat. Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan denaturasi.
5. Kadar air
6. Udara termasuk oksigen
7. Sinar
8. Waktu (lama) penyinaran (Koeswardhani, _)
Proses pengolahan bahan pangan adalah suatu kegiatan atau proses mengubah suatu
bahan mentah menjadi bahan jadi/hasil olahan/produk pangan, baik secara fisik maupun
kimiawi dengan menggunakan dana, tenaga kerja, peralatan serta bahan pembantu sehingga
dapat diperoleh suatu produk yang mempunyai nilai lebih tinggi dari sebelumnya (Buckle,
1985). Prinsip dasar pengolahan pangan diawali dengan penanganan terhadap bahan mentah,
khususnya proses pemisahan atau penyortiran yang umumnya meliputi tahap-tahap/operasi:
(1) pembersihan, yaitu pemisahan kontaminan dari bahan baku; (2) pemilihan (sortasi), yaitu
pemisahan atau pemilahan bahan baku berdasarkan perbedaan sifat fisiknya seperti ukuran,
bentuk dan warna, (3) pengkelasan mutu(grading), yaitu pemisahan atau pemilahan bahan
baku berdasarkan kualitasnya, dan (4) penyimpanan bahan baku (Achmadi, 1989).
Abubakar dkk. (2008) dalam Herendra (2009) menyatakan bahwa pasteurisasi adalah
proses sterilisasi bahan baku yang tidak tahan panas seperti susu. Pasteurisasi tidak
mematikan semua mikroorganisme tetapi hanya mematikan kuman yang patogen dan yang
tidak membentuk spora. Proses ini sering diikuti teknik lain seperti pendinginan atau
pemberian gula dengan konsentrasi tinggi.
Proses pasteurisasi dilakukan dengan memanaskan susu pada suhu 62oC selama 30
menit atau suhu 72oC selama 15 detik. Pasteurisasi tidak dapat mematikan bakteri non
patogen, terutama bakteri pembusuk. Susu pasteurisasi bukan merupakan susu awet.
Penyimpanan susu pasteurisasi dilanjutkan dengan metode pendinginan. Metode pendinginan
pada suhu maksimal 10oC memperpanjang daya simpan susu pasteurisasi. Mikroba
pembusuk tidak dapat tumbuh dan berkembang pada suhu 3-10oC (Setya, 2012).
Pasteurisasi adalah salah satu proses terpenting dalam penanganan susu. Proses
pasteurisasi perlu dilakukan dengan benar sehingga membuat susu memiliki umur simpan
yang lebih lama. Suhu dan waktu pasteurisasi adalah faktor penting yang harus diukur dalam
menentukan kualitas dan kondisi umur simpan susu segar. Metode pasteurisasi yang umum
digunakan adalah sebagai berikut (Setya, 2012):
1. Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short
Time/HTST), yaitu proses pemanasan susu selama 15–16 detik pada suhu 71,7–75oC
dengan alat Plate Heat Exchanger.
2. Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long
Time/LTLT) yaitu proses pemanasan susu pada suhu 61oC selama 30 menit.
Achmadi, Suminardan Niksolihin, Sofia (Penerjemah). 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan
Bahan Pangan. Cetakan Kedua. Bandung: ITB
Ahira, Anne. 2012. Pasteurisasi Susu Tahan Lama Tanpa Mengubah Rasa. (online:
http://www.anneahira.com/pasteurisasi-susu.htm) diakses tanggal 26 Januari 2020)
BPOM. 2004. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor : HK.00.05.5.1.4547 Tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Jakarta: BPOM RI.
Buckle K. 1985. Ilmu Pangan.T erjemahan Hari Purnomo danAdiono. Depok: Universitas
Indonesia
Departemen Pendidikan dan kebudayaan. 1999. Kamus Besar bahasa Indonesia (Edisi
Kedua). Jakarta: Balai Pustaka.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu
dan Gizi Pangan
Soedarmo, Poerwo dan Djaeni, Achmad. 1997. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat
Suhardjo. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.