Oleh :
Reagen Molaritas
Melalui proses ini mol solut tetap konstan dan hanya volumenya yang bertambah. Hal
ini menunjukkan masalah yang dihadapi dalam pekerjaan yang berkaitan dengan pengenceran
jika dikalikan molaritas larutan M dengan volume V didapatkan jumlah mol dari solute.
Menurut (Rosenberg, 1996) Jika larutan diencerkan, volumenya bertambah besar dan
konsentrasinya bertambah kecil, tetapi kuantitas total zat terlarut tidak berubah. Jadi dua buah
larutan yang konsentrasinya berbeda tetapi mengandung zat terlarut yang kuantitasnya sama,
mempunyai hubungan sebagai berikut:
V1 . M1 = V2 . M2
V1 = volume larutan awal yang dipakai
M2= Molaritas awal
V1= volume larutan standar yang akan dibuat
M2= molaritas akhir
Menurut (Brady, 1999) jika suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan
kadang-kadang sejumlah panas dilepaskan. Hal ini terutama dapat terjadi pada pengenceran
asam sulfat pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam sulfat pekat yang
harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya.
Contoh:
Menurut (Zulfikar, 2010) Untuk pengenceran, misalnya 50 mL larutan CuSO4 dengan
konsentrasi 2 M, diubah konsentrasinya menjadi 0.5 M. Dalam benak kita tentunya dengan
mudah kita katakan tambahkan pelarutnya, namun berapa banyak yang harus ditambahkan.
Perubahan konsentrasi dari 2 M menjadi 0.5 M, sama dengan pengenceran 4 kali, yang
berarti volume larutan menjadi 4 kali lebih besar dari 50 mL menjadi 200 mL. Berapakah
nilai V2? Secara sederhana kita dapat selesaikan secara matematis :
Menurut (Agustina, 2011) Labu ukur dipakai untuk membuat larutan standar dengan
volume tertentu misalnya 10, 25, 50 mL. Jangan digunakan beaker glass untuk membuat
larutan standar sebab labu ukur lebih presisi.
2. Molalitas (m)
Molalitas suatu larutan adalah jumlah mol zat dalam setiap 1000 gram pelarut.
Nilainya dapat ditentukan bila mol zat dan massa pelarut diketahui. Perhitungan yang
digunakan yaitu:
Jika massa zat terlarut dan massa zat pelarut dinyatakan dalam satuan gram (g), maka:
3. Normalitas (N)
Normalitas suatu larutan asam atau basa didefinisikan sebagai jumlah ekuivalen zat
terlarut per liter larutan. Perhitungan yang digunakan yaitu:
dengan:
( )
( )
Metode Titrasi
Titrasi adalah penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui
dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh yang akan dianalisis
(Sastrohamidjojo, 2001). Dalam pembuatan larutan harus dilakukan seteliti mungkin dan
menggunakan perhitungan yang tepat, sehingga hasil yang didapatkan sesuai dengan yang
diharapkan.
Untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya dari larutanyang dilakukan maka
dilakukan standarisasi. Standarisasi percobaan ini menggunakan metode titrasi asam basa
yaitu proses penambahan larutan standar dengan larutan asam (Sastrohamidjojo, 2001).
Seperti air tawar, air laut juga mempunyai kemampuan yang besar untuk melarutkan
bermacam-macam zat, baik yang berupa gas, cairan, maupun padatan. Bahkan dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan ikan dan organisme perairan ataudapat
mengakibatkan penurunan kualitas air (Sastrohamidjojo, 2001).
Selesainya suatu proses reaksi dapat dilihat dari perubahan warna, jika warna larutan
sudah berubah maka tercapailah suatu titrasi. Indikator merupakan asam dan basa kedua
dalam larutan yang dititrasi. Penyebab warna berubah adalah karena indikator lebih lemah
dari pada asam atau basa analit, sehingga indikator bereaksi terakhir dengan titrat (Suardhana,
1986).
Agar titrasi dapat berlangsung dengan baik, yang harus diperhatikan adalah :
a. Interaksi antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung secara stoikiometri,
artinya sesuai dengan ketetapan yang dicapai dengan peralatan yang lazim digunakan
dalam titrimetri. Reaksi harus sempurna sekurang-kurangnya 99,9 % pada titik
kesetaraan.
b. Laju reaksi harus cukup tinggi agar titrasi berlangsung dengan cepat.
Titrasi dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Berdasarkan reaksi;
a. Titrasi asam basa
b. Titrasi oksidasi reduksi
c. Titrasi pengendapan
d. Titrasi kompleksometri
2. Berdasarkan titran (larutan standar) yang dipakai;
a. Titrasi asidimetri
b. Campuran penetapan akhir;
c. Cara visual dengan indikator
d. Cara elektromagnetik
3. Berdasarkan kosentrasi;
a. Makro
b. Semimikro
c. Mikro
4. Berdasarkan teknik pelaksaan;
a. Tidak langsung
b. Titrasi plank
c. Titrasi tidak langsung (Keenan, 1999).
Keterangan:
n = jumlah seluruh ion zat elektrolit (baik yang + maupun -)
α = derajat ionisasi larutan elektrolit (untuk elektrolit kuat α = 1)
Semakin kecil konsentrasi larutan elektrolit, harga i semakin besar, yaitu semakin
mendekati jumlah ion yang dihasilkan oleh satu molekul senyawa elektrolitnya. Untuk
larutan encer, yaitu larutan yang konsentrasinya kurang dari 0,001 m, harga i dianggap
sama dengan jumlah ion.
Sifat –sifat koligatif larutan elektrolit terdiri-dari:
1). Tekanan Uap Larutan
Tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap pelarut murninya. Pada larutan
ideal, menurut hukum Raoult, tiap komponen dalam suatu larutan melakukan tekanan
yang sama dengan fraksi mol kali tekanan uap dari pelarut murni.
0
P =X .P
A A A
Dalam larutan yang mengandung zat terlarut yang tidak mudah menguap (tak-atsiri
atau nonvolatile), tekanan uap hanya disebabkan oleh pelarut, sehingga P dapat dianggap
A
Jika tekanan yang diberikan pada larutan lebih besar dari tekanan osmosis, maka
pelarut murni akan keluar dari larutan melewati membran semipermeabel. Peristiwa ini
disebut osmosis balik (reverse osmosis), misalnya pada proses pengolahan untuk memperoleh
air tawar dari air laut.
Macam- macam tekanan osmosis terdiri-dari:
(1) Larutan yang mempunyai tekanan osmosis lebih rendah dari yang lain disebut larutan
Hipotonis.
(2) Larutan yang mempunyai tekanan lebih tinggi dari yang lain disebut larutan Hipertonis.
(3) Larutan yang mempunyai tekanan osmosis sama disebut Isotonis.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa larutan
elektrolit di dalam pelarutnya mempunyai kemampuan untuk mengion. Hal ini
mengakibatkan larutan elektrolit mempunyai jumlah partikel yang lebih banyak daripada
larutan non elektrolit pada konsentrasi yang sama.
Penggunaan lain dari osmosis balik yaitu untuk memisahkan zat-zat beracun dalam air
limbah sebelum dilepas ke lingkungan bebas.
E. Prediksi Sifat Koligatif Larutan
1. Prediksi Sifat Koligatif Larutan Non elektrolit
a. Penurunan Tekanan Uap
Dalam suatu laerutan, partikel-partikel zat terlarut menghalangi gerak molekul pelarut
untuk berubah sari bentuk cair menjadi bentuk uap sehingga tekanan uap jenuh larutan
menjadi lebih rendah dari tekanan uap jenuh larutan murni.
Hukum Raoult :
Keterangan :
∆P : perbedaan tekanan uap larutan murni dengan tekanan uap zat pelarut
: tekanan uap zat pelarut murni
Contoh :
Hitunglah tekanan uap larutan 2 mol sukrosa dalam 50 mol air pada 300oC jika tekanan uap
air murni pada 300oC adalah 31,80 mmHg.
Jawab :
Yang ditanya dalam soal ini adalah tekanan uap air murni. Jadi, yang dicari adalah tekanan
uap pelarut murni atau Pp.
b. Kenaikan Titik Didih dan Penurunan Titik Beku
(1) Kenaikan Titik Didih (∆Tb)
Hukum sifat koligatif dapt diterapkan dalam meramalkan titik didih larutan yang zat
terlarutnya bukan elektrolit dan tidak mudah menguap.
Dengan :
Kb : tetapan kenaikan titik molal dari pelarut (oC/m)
∆Tb : kenaikan titik didih
Tb : titik didih larutan
: titik didih pelarut murni
Contoh :
Hitunglah titik didih larutan yang mengandung 18 gr glukosa C6H12O6. (Ar C = 12 gr/mol;
H = 1 gr/mol; O = 16 gr/mol) dalam 250 gr air. (Kb air adalah 0,52 oC/m)
Jawab :
(2) Penurunan Titik Beku (∆Tf)
Adanya zat terlarut dalam larutan akan mengakibatkan titik beku larutan lebih kecil
daripada titik beku pelarutnya. Penurunan titik beku, ∆Tf (f berasal dari kata freeze) yang
berbanding lurus dengan molaritas
Contoh :
Berapakan titik beku larutan yang terbuat dari 10 gr urea CO(NH2) dalam 100 gr air? ( Mr
urea = 60 gr/mol; Kf air = 1,86 oC/m)
Jawab :
c. Tekanan Osmotik
Dua larutan yang memiliki tekanan osmotik yang sama disebut larutan isotonik. Jika
salah satu larutan memiliki tekanan osmotik lebih tinggi dari larutan yang lainnya
disebut hipertonik. Adapun jika larutan memiliki tekanan osmotik lebih rendah dari larutan
yang lainnya, larutan tersebut dinamakan hipotonik. Persamaan Van’t Hoff digunakan untuk
menghitung tekanan osmotik :
Dengan :
p : tekanan osmotik (atm)
R : tetapan gas (0,082 L atm/mol K)
M : molaritas larutan
T : suhu (Kelvin)
Contoh :
1. Berapakah tekanan osmotik pada 25oC dari larutan sukrosa 0,001 M?
Jawab :
c. Tekanan Osmotik
Tekanan osmotik untuk larutan elektrolit diturunkan dengan mengalikan faktor
van’t Hoff.
Contoh :
Sebanyak 5,85 gram NaCl (Mr = 58,5 g/mol) dilarutkan dalam air sampai volume 500 mL.
Hitunglah tekanan osmotik larutan yang terbentuk jika diukur pada suhu 27 °C dan R = 0,082
L atm/mol K.
Jawab:
DAFTAR PUSTAKA
Brady, James. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta : Binarupa Aksara
Brady, James E. 1990. General Chemistry: Principles & Structure. 5th Edition New York:
John Wiley & Son
Ebbing, Morrison. 1992. Organic Chemistry. New York: Prentice Hall International, Inc,
Gilbert, Thomas N. et al. 2012. Chemistry: The Science in Context 3rd edition. New York:
W.W. Norton & Company, Inc.
Lee Ett fong. 1996. Science Chemistry. Singapore: EPB Publishers Pte. Ltd.
Petrucci, Ralph H. Et al. 2011. General Chemistry: Principles and Modern Aplications 10th
edition. Toronto : Pearson Canada Inc.
Sastrohamidojo, Hardjono, 2012. Kimia Dasar. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
Silberberg, Martin S. 2009. Chemistry: The Molecular Nature of Matter and Change 5th
edition. New York: McGraw Hill.
Sugiyarto, Kristian dan Retno.2010. Kimia Anorganik Logam. Medan : Universitas Negeri
Medan