Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FERTILITAS DAN STERILITAS

“Faktor Hereditas yang Menyebabkan Infertilitas Dan Sterilitas”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

ANGGOTA :

1 ENGGAR APRILIA PRATIWI


2 ELVIAN
3 NOVA ITASARI
4 WAHYU MULIANTO
5 ZAID AL GIFARI
6 ZUNI LISCHAYANTI

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajiran

Faktor penyebab kemajiran

1.2. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan


kepada pembaca tentang penyebab terjadinya kemajiran pada ternak yang
dihubungkan dengan faktor hereditas.

1.3. Manfaat Penulisan

Pembaca dapat mengetahui cara pencehgahan terjadinya kemajiran


yang disebabkan oleh faktor hereditas.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kemajiran

2.2. Faktor Penyebab Kemajiran


Faktor genetik (keturunan) yaitu suatu sifat kebapaan yang berasal dari bapak atau
ibu yang menurun kepada anaknya. Bila manifestasinya pada alat kelamin,
mempunyai peranan dalam menimbulkan kemajiran pada ternak. Faktor ini
apabila muncul pada alat kelamin akan tampak dalam bentuk kelainan anatomi,
kelainan anatomi alat kelamin yang bersifat menurun umumnya disebabkan oleh
kelainan pada kromosom kelamin atau adanya kelainan satu gen yang resesif pada
autosomnya. Ada beberapa faktor yang dapat memperberat terjadinya kelainan
genetik pada alat kelamin, seperti bangsa ternak, lokasi geografis dari peternakan,
musim, jenis kelamin, umur induk, dan beberapa macam zat bersifat racun yang
masuk tubuh melalui pakan. Faktor genetik yang menimbulkan kemajiran
mencapai 0,2-3,0% dari seluruh kasus kemajiran yang dilaporkan. Kelainan
genetik. Kelainan anatomi pada alat kelamin yang disebabkan oleh faktor genetik
dan bersifat menurun, dapat terjadi baik pada hewan jantan maupun betina.
Kelainan anatomi dapat terjadi pada ovarium dan saluran alat kelamin betina
seperti tuba fallopi, uterus, serviks, vagina, dan vulva pada hewan betina. Pada
hewan jantan dapat terjadi pada testis, epididimis, vas deferens, kelenjar asesoris,
dan penis.

Abnormalitas Sistem Reproduksi yang Diwariskan Kelainan alat kelamin jantan


bersifat menurun/diwariskan antara lain:

1. Kriptorchid Testes gagal turun ke canalis inguinalis pada skrotum sehingga


testis tetap berada di rongga abdomen. Kegagalan penurunan biasanya terjadi
hanya satu testis disebut monolateral atau monorchid dapat pula disebut
kriptorchid unilateral, sedangkan apabila terjadi pada kedua tests disebut dengan
kriptorchid bilateral (menyebabkan steril). Biasa terjadi pada mamalia, lebih
sering terjadi pada kuda, kambing, dan babi dari pada kerbau, pada sapi juga
jarang terjadi. Penyebabnya karena adanya penyempitan saluran inguinal.
Kelainan ini bersifat herediter atau menurun. Pada kuda dan sapi, kelainan
anatomi ini merupakan kelainan genetik yang dibawa oleh gen dominan pada
yang jantan. Hewan jantan penderita kriptorchid bilateral sepenuhnya steril karena
kedua testis berada dalam rongga perut sehingga tidak dapat melakukan
spermatogenesis. Kriptorchid unilateral, spermatogenesis masih dapat terjadi pada
testes yang berada di skrotum. Namun sebaiknya pejantan monorchid tidak
digunakan sebagai pemacek sebab sifat genetik yang jelek dapat diturunkan pada
anaknya.

2. Hipoplasia testis Satu atau kedua testes lebih kecil jika dibandingkan dengan
testis normal. Banyak ditemukan di dataran tinggi Swedia. Hipoplasia sering
terjadi unilateral, umumnya terjadi pada testis kiri. Testis yang mengalami
hipoplasia mengecil, tinggal separuh atau sepertiga bagian dari testis normal dan
bebas bergerak di dalam rongga skrotum. Dengan pemeriksaan histologi nampak
adanya perlekatan kromosom pada intinya sehingga mengganggu pembelahan sel
germinatif dan adanya inti ganda yang bentuknya gepeng pada spermatosit yang
ada pada tubulus seminiferus.

3. Aplasia testis [ilustrasi: 1] Kedua testes tidak ada dalam skrotum.


Penyebabnya belum diketahui secara pasti, diduga ada hubungannya dengan
faktor genetik. Di dalam rongga skrotum terdapat sisa jaringan berbentuk gepeng.
Kasusnya jarang terjadi pada semua golongan ternak. Hewan penderita akan
sepenuhnya majir.

4. Poliorchid Dalam skrotum terdapat lebih dari dua testes, baik yang bentuknya
normal maupun tidak normal. Bila salah satu testes normal ternak dapat
bereproduksi. Kasusnya sangat jarang dijumpai.

5. Kelainan Perkembangan Saluran Wolfii (duktus Mesoneprikus) Saluran


Wolfii atau duktus Mesoneprikus bertanggung jawab terhadap perkembangan
saluran reproduksi hewan jantan (epididimis, vas deferens, ampula, dan kelenjar
vesikula seminalis), sehingga kelainan pada perkembangan ini akan
mengakibatkan kelainan pada perkembangan saluran reproduksinya. Contohnya:
epididimis lebih kecil dari normal (aplasia segmentalis epididimis), kelenjar
vesikula mengecil (aplasia/hipoplasia vesikula seminalis), aplasia/hipoplasia
kelenjar bulbourethralis atau prostata.

6. Abnormalitas alat kelamin luar Dapat terjadi karena bawaan lahir


(kongenital) maupun perolehan (acquired). Kongenital: penis pendek
(berkaitan erat dengan kelainan muskulus retraktor penis); hipospadias (urethra
terbuka pada bagian bawah penis atau di daerah perineum); deviasi penis (penis
seperti spiral atau berbentuk seperti pembuka botol).

7. Hermaprodit Secara anatomis mempunyai 2 alat kelamin. Hermaprodit murni:


memiliki testis dan ovarium (ovotestis); Hermaprodit semu (pseudohermaprodit):
memiliki salah satu gonad, testis atau ovarium, tetapi dalam saluran kelaminnya
masih merupakan kedua jenis kelamin.

Kelainan alat kelamin betina bersifat menurun/diwariskan antara lain:

1. Aplasia ovarium Suatu kelainan yaitu tidak terdapat pertumbuhan sejak lahir
sampai dewasa dari satu atau kedua ovarium, sehingga ovarium tidak dapat
ditemukan sama sekali. Hewan yang menderita sepenuhnya akan majir. Aplasia
ovarium ini biasa berhubungan dengan kelainan pada saluran alat kelamin.

2. Hipoplasia ovarium Salah satu atau kedua ovarium tidak berkembang


sempurna sehingga ukurannya lebih kecil dari ukuran normal. Hipoplasia pada
bangsa sapi perah disebabkan oleh satu gen yang resesif. Hipoplasia ada dua
yaitu: hipoplasia berat atau totalis yang terjadi pada kedua ovarium (bilateral) atau
satu ovarium (unilateral); hipoplasia ringan (parsialis).

3. Nodula pada tuba fallopi Penyumbatan pada tuba fallopi oleh nodula
menyebabkan saluran menjadi buntu, sehingga mencegah pertemuan antara ovum
yang diovulasikan dengan spermatozoa ketika terjadi proses perkawinan.
Kelainan pada tuba fallopi ni bersifat genetik sehingga tidak dapat diobati. Hewan
penderita tetap terlihat birahi karena ovariumnya normal hanya saja saluran tuba
fallopi buntu sehingga tidak dapat terjadi pembuahan.

4. Aplasia segmentalis duktus Mulleri Kelainan ini terjadi pada uterus, sebagai
akibat tidak sempurnanya persatuan kedua saluran Muller pada periode embrional.
Akibatnya terjadi kelainan pada bentuk uterus. Kelainan ini disebabkan oleh gen
yang resesif yang semula diduga bertautan dengan warna putih (sex lingkage)
sehingga sering disebut white heifer disease karena banyak dijumpai pada sapi
dara yang berwarna putih dari bangsa shorthorn. Tetapi kelainan ini biasanya
dijumpai pada sapi-sapi yang tidak berwarna putih seperti Frisian Holstein, Jersey,
dan Guerensey.

5. Uterus unikornus Suatu kelainan apabila hanya satu kornu yang berukuran
normal sedangkan kornu yang lain kecil hanya seperti pita tidak berongga. Kornu
yang mengecil dapat terjadi pada yang sebelah kanan atau sebelah kiri. Kasus
kelainan ini bersifat menurun dan jarang terjadi.

6. Uterus didelpis Suatu kelainan tidak mempunyai korpus uteri, menyebabkan


kornu uteri berhubungan langsung dengan serviks yang mempunyai saluran
ganda. Kelainan ini disebabkan karena kedua saluran Mullerian gagal bersatu
secara normal pada masa embrional. Kelainan ini adalah sama dengan kelainan
serviks, dimana ada dua saluran pada batang serviks yang bermuara pada vagina.
Kasus kelainan ini sangat jarang terjadi.

7. Saluran serviks yang ganda Kelainan adanya dua lubang serviks yang
menghadap vagina. Penyebabnya pada masa embrional kedua saluran Mullerian
tidak bersatu secara normal, sehingga ada pita yang membagi korpus uteri dan
saluran serviks menjadi dua saluran terpisah. Pita pemisah serviks mempunyai
lebar 1-5 cm dan tebal 1-2,5 cm.

8. Kista vagina Kelainan pada saluran Wolff hewan betina pada masa embrional.
Secara normal saluran Wolff akan menghilang setelah fetus dilahirkan dan sisa-
sisanya dapat dikenali di bawah mukosa lantai vagina sebagai saluran Wolff. Pada
kasus ini terjadi kelainan pertumbuhan saluran tersebut di bawah mukosa pada
lantai vagina terdapat serangkaian kista sepanjang saluran Wolff tersebut. Ukuran
kista sangat bervariasi, kecil, sedang, sampai besar yang berdiameter cm, dan
berisi cairan atau lendir sampai lebih 1 liter. Jumlah kista biasanya satu atau juga
beberapa. Kista dapat mengganggu pada waktu proses perkawinan alam, yaitu
menghalangi penetrasi penis di dalam vagina, dapat juga mengganggu jalannya
spermatozoa di dalam menuju tuba fallopi tempat pembuahan. Kista dapat
dihilangkan dengan operasi yaitu pemotongan tangkai kista.

9. Selaput dara yang menetap (hymen persisten) Kelainan ini berupa pembatas
antara vulva dengan vagina (selaput dara) yang bersifat menetap. Pada keadaan
yang normal selaput dara hanya merupakan penebalan mukosa pada bagian
posterior vagina. Namun karena tebalnya maka sulit untuk dilalui. Penebalan
selaput dara ini disebut juga imperforate hymen. Kasus ini ada hubungannya
dengan kegagalan bersatunya duktus Mulleri pada masa embrional.
Penanggulangan kasus ini dengan dilakukan penyobekan selaput dara dengan
operasi kecil yaitu penyayatan pada selaput dara dan bekas sayatan diobati.

10. Atresia vulva Suatu keadaan pada vulvaa yang terjadi pertumbuhan tidak
sempurna dalam bentuk adanya perlekatan kedua labia vulva (labia mayora dan
labia minora) di bagian ventralnya. Kelainan ini bersifat menurun, kasusnya
jarang sekali terjadi. Apabila didapati kasus seperti ini sebaiknya ternak tidak
perlu dikawinkan.

11. Freemartin Keadaan yang diakibatkan oleh pedet betina yang dilahirkan
kembar bersama pedet jantan. Sapi freemartin sepenuhnya majir. Kembar betina
ini pada sapi lebih dari 90% yang betina bersifat freemartin. Hanya 5-10% dari
kembar berbeda jenis ini, tidak freemartin. Gejala yang timbul dari sapi freemartin
adalah alat kelamin tidak tumbuh normal. Vulva kecil dan rambut yang tumbuh di
bawah vulva sangat lebat, klitoris berkembang menjadi lebih bes ar, vagina kecil
dan ujungnya buntu, serviks tidak tumbuh normal, uterus seperti pita, tuba fallopi
tidak teraba, dan ovarium hanya merupakan penebalan jaringan. Pada sapi jantan
freemartin, mempunyai kesuburan yang normal namun setelah dewasa
kesuburannya menurun dan menjadi majir setelah beberapa tahun. Penyimpangan
Kromosom Penyimpangan kromosom terjadi karena perubahan tatanan materi
genetik, hal ini karena adanya mutasi gen dan mutasi kromosom. Akibat
terjadinya perubahan tatanan dari materi genetik disebut sebagai mutasi. Bentuk
asli dari individu disebut dengan wild-type dan apabila mengalami perubahan
maka akan terjadi 2 kemungkinan yaitu, mutasi ke depan (forward mutation) dan
mutasi ke belakang (backward mutation atau reverse mutation). Gen yang
mengalami mutasi disebut dengan gen mutan. Mutasi merupakan perubahan yang
mendadak dan acak, terjadi setiap saat baik pada sel somatik maupun sel
germinativum. Namun mutasi pada sel somatik tidak diturunkan kepada anaknya,
sedangkan mutasi pada sel germinativum diturunkan kepada anak keturunannya.
Susunan gen dalam suatu kromosom dapat mengalami perubahan sebagai akibat
adanya perubahan atau mutasi dari kromosomnya. Perubahan jumlah ataupun
struktur kromosom disebut mutasi kromosom atau aberasi kromosom.

Perubahan dari susunan gen ini dapat diakibatkan karena:

1. Adanya perubahan dalam hal struktur kromosom [ilustrasi: 2]. Mutasi


kromosom karena perubahan struktur kromosomnya dibagi menjadi: delesi,
duplikasi, inversi dan translokasi. Delesi. Adalah hilangnya sebagian dari
kromosom, karena kromosom tersebut patah. Kemungkinan penyebabnya
adalah karena pengurangan sebagian dari materi kromosom atau karena
terbentuknya lingkaran dari salah satu kromosom. A B C. D E F -> A C.D E F
Atau A B C D -> A B D Delesi dibedakan menjadi 2, yaitu delesi terminal dan
delesi interstisial. Delesi terminal terjadi apabila ujung dari kromosom patah
dan hilang, sedangkan delesi interstisial terjadi pada bagian dalam kromosom.
A B C D E F. G H -> C D E F. G H -> delesi terminal A B C D E F. G H -> A
B E F. G H -> delesi interstisial Duplikasi. Adalah suatu peristiwa yang
mengakibatkan kromosom, segmen kromosom ataupun gen terkopi lebih
banyak daripada biasanya secara normal. Hal ini terjadi karena sebagian dari
kromosom patah dan salah satu patahannya melekat pada salah satu anggota
pasangannya yang lain yang homolog sehingga seolah-olah terjadi
penggandaan dari sebagian kromosom tadi. Ada pula kemungkinan pula
patahan kromosom melekat pada kromosom yang tidak homolog atau bahkan
berdiri sendiri dengan sentromernya. Duplikasi terjadi apabila ada penambahan
gen baru pada untaian kromosom menyebabkan timbulnya potensi baru untuk
menentukan bentuk fenotipnya. A B C D.E F -> A B B C.D E F Inversi.
Adalah perubahan yang terjadi apabila sebagian kromosom membalik sehingga
menyebabkan urutan secara normal dari sebagian gen berubah. A B C D E F ->
A E D C B F Apabila sentromer tidak mengalami inversi maka akan menjadi
bentukan yang disebut sebagai parasentris, tetapi apabila inversi meliputi
sentromernya maka akan terjadi bentukan yang disebut perisentris. A B C D. E
F -> A D C B. E F -> inversi parasentris A B C D. E F -> A B E. D C F ->
inversi perisentris Translokasi. Adalah kejadian yang mengakibatkan patahnya
sebagian kromosom, kemudian salah satu patahannya menempel pada
kromosom yang bukan homolognya. A B C. D E F A B C. D J K -> G H I. J K
G H. I E F Translokasi Robertson, dua kromosom yang terbentuk akrosentris
melekat satu sama lain pada ujung-ujungnya sehingga membentuk satu
kromosom yang metasentrik. Penambahan segmen kromosom A B C D E F G
H I -> A B C D E F G H I J K J K L M N O P Q R Pengurangan segmen
kromosom A B C D E F G H I -> L M N O P Q R J K L M N O P Q R 2.
Adanya perubahan dalam hal jumlah kromosom Perubahan karena jumlah
kromosomnya dibagi menjadi: a) Euploidi Yaitu perbanyakan kromosom
secara sempurna yang merupakan kelipatan dari jumlah kromosom haploid
yang semestinya. Dengan demikian akan terbentuk diploid (2n), triploid (3n),
tetraploid (4n) dan sebagainya. Poliploidi mungkin merupakan akibat fertilisasi
dari satu ovum dengan spermatozoa yang jumlahnya lebih dari satu (poliandri)
atau dari ovum yang jumlahnya lebih dari satu dengan satu spermatozoa.
Poliploid pada hewan menyebabkan mati (lethal). b) Aneuploidi Yaitu
penyimpangan dari jumlah (lebih banyak ataupun lebih sedikit) kromosom
haploid yang semestinya. Dalam hal ini jumlah kromosom dapat bertambah
atau berkurang satu atau lebih, misalnya dalam hal monosomi (2n - 1),
nullisomi (2n - 2), trisomi (2n + 1), tetrasomi (2n + 2), pentasomi (2n + 3) dan
sebagainya. Aneuploid merupakan akibat dari kegagalan sepasang kromatid
berpisah pada anafase dari mitosis ataupun meiosis. Hal ini yang disebut juga
dengan nondisjunction (gagal berpisah). Hewan yang memiliki dua atau lebih
populasi selnya yaitu mosaic atau juga chimera. Mosaic atau mixoploidy
biasanya karena perubahan jumlah dan merupakan proses gagal berpisah pada
pembelahan mitosis. Chimera merupakan hasil dari transfer plasenta atau
penggantian sel antara kembar disigot terutama pada sapi.

Anda mungkin juga menyukai