Anda di halaman 1dari 73

TINJAUAN PUSTAKA

KELAINAN GINEKOLOGI

I. KELAINAN KONGENITAL PADA SISTEM REPRODUKSI DAN MASALAH


INTERSEKS

Kelainan-kelainan kongenital dapat di sebabkan oleh faktor lingkungan, seperti


keadaan endometrium yang mempenaruhi nutrisi mudigah, penyakit metabolik,
penyakit virus, akibat obat-obat teratogenik, dan lain-lain yang terdapat dalam massa
kehamilan. Sebagian besar dari kelainan ini tidak tampak sebelum menarche atau
sebelum perkawinan.

Di samping itu terdapat kelainan-kelainan yang berasal dari kelainan kromosom


khususnya kromosom seks dan gangguan hormonal.

1. VULVA
a. Himen Imperforatus
Hymen imperforatus ialah selaput dara yang tidak menunjukkan lubang
(hiatus himenalis) sama sekali, suatu kelainan yang ringan dan yang cukup
sering dijumpai. Kemungkinan besar kelainan ini tidak dikenal sebelum
menarche, sesudah itu menstruasi dialami tisap bulan, tetapi darah haid tidak
keluar. Darah itu terkumpul di dalam vagina dan menyebabkan hymen tampak
kebiru-biruan dan menonjol ke luar. Bila keadaan ini yang dinamakan
hematokolpos dibiarkan, maka uterus akan terisi juga dengan darah haid dan
akan membesar (hematometra); selanjutnya akan timbul pula pengisian tuba
kiri dan kanan (hematosalphinks) yang dapat diraba dari luar sebagai tumor
kistik di kanan dan kiri atas simfisis.
Diagnosis tidak sukar, dan pengobatannya ialah melakukan
himenektomi, dengan perlindungan antibiotika; darah tua kehitam-hitaman
keluar. Selama 2 3 hari darah tua kental tetap akan mengalir disertai dengan
pengecilan tumor-tumor tadi.

1
Gambar 1. Hymen imperforate.

b. Atresia kedua labium minus


Kelainan congenital ini disebabkan oleh membrane urogenitalis yang tidak
menghilang. Dibagian depan vulva di belakang klitoris ada lubang untuk
pengeluaran air kencing dan darah haid. Koitus walau sukar masih bisa
dilakukan dan bisa terjadi kehamilan.
c. Hipertrofi labium minus kanan atau kiri
Ini dapat terjadi pada satu atau kedua labium minus. Keadaan ini tidak
mengkhawatirkan, tetapi bila pasien merasa terganggu, maka bisa dilakukan
pengangkatan jaringan yang berlebihan.
d. Duplikasi vulva
Ini jarang sekali ditemukan. Bila ada, biasanya ditemukan pula kelainan-
kelainan lain yang lebih berat, sehingga bayi tidak dapat hidup.
e. Hipoplasi vulva
Ditemukan bersamaan dengan genitalia interna yang juga kurang berkembang
pada keadaan hipoestrogenisme, infantilisme, dan lain-lain. Biasanya cirri-ciri
seks sekunder juga tidak berkembang.
f. Kelainan perineum

2
Pada kloaka persistens karena septum urogenital tidak tumbuh, bayi tidak
mempunyai lubang anus, atau anus bermuara dalam sinus urogenitalis, dan
terdapat satu lubang dari mana keluar urin dan feses.
2. VAGINA
a. Septum Vagina
Septum atau sekat di vagina dapat ditemukan di bagian atas vagina.
Tidak jarang hal ini ditemukan dengan kelainan pada uterus, oleh karena ada
gangguan dalam fusi atau kanalisasi kedua duktus mulleri.
Pada umumnya kelainan ini tidak menimbulkan keluhan, dan baru
ditemukan saat pemeriksaan ginekologik. Darah haid juga keluar normal, tidak
mengganggu koitus. Pada persalinan, septum tersebut dapat robek spontan atau
perlu disayat dan diikat.

b. Aplasia Dan Atresia Vaginae


Pada aplasia vagina kedua duktus mulleri mengadakan fusi, akan tetapi
tidak berkembang dan tidak mengadakan kanalisasi, sehingga bila diraba hanya
ditemukan jaringan yang tebal saja. Atau hanya terdapat cekungan yang dangkal
atau agak dalam pada tempat introitus vagina.

3. UTERUS DAN TUBA FALLOPPII


a. Gangguan dalam mengadakan fusi

3
Gambar 2. Kelainan uterus.

4. KELAINAN YANG DISEBABKAN OLEH KROMOSOM ABNORMAL


a. Sindrom Turner
Sindrom turner merupakan suatu disgenesis yang tidak jarang ditemukan.
Pada sindrom turner ditemukan seorang berbentuk wanita yang pendek (<150
cm), dengan epifisis tulang panjang lama terbuka, amenora primer, pterigium
kolli, nevus di kulit cukup banyak, koarktasi aorta, dan kubiltus vagus. Ciri-ciri
kelamin sekunder tidak tumbuh, genitalia eksterna kurang tumbuh, kecerdasan
normal. Pemeriksaan endokrinologik mengungkapkan meningkatnya kadar
FSH, sedangkan kadar estrogen rendah sesuai dengan tidak adanya ovarium
yang berfungsi.
Kelainan genetic pada sindrom turner terletak pada adanya satu kromosom
X sehingga susunan kromosom ialah 44 otosom dan 1 kromosom X (45-XO).

4
Pada wanita itu kromatin seks (diperiksa dengan mengambil buccal smear)
negative.
Penatalaksanaan sindrom turner dengan memberikan estrogen, tetapi jangan
sebelum pertumbuhan tubuh terhenti, karena akang mempercepat menutupnya
garis epifisis, sehingga pertumbuhan tulang panjang terhenti. Pemberian
estrogen harus diberikan secara siklik agar terjadi withdrawal bleeding, yang
dapat memeberikan kesan terjadinya haid. Pemberian ini dapat pula
mempengaruhi pembesaran mamma, dan tubuhnya menyerupai wanita. Dengan
demikian secara mental pasien lebih puas dan tenang.

b. Sindrom Kleinefekter
Kleinefelter (1942) mengemukakan, bahwa sindrom ini ditemukan pada
penderita dengan fenotipe pria. Anak-anak dengan sindrom ini tumbuh sebagai
pria, akan tetapi pada masa pubertas tumbuh ginekomasti, badan berbentuk
eneukhoid dan rambut badan serta muka berkurang, Genitalia eksterna tumbuh
dengan baik, ereksi dan koitus umumnya bisa berjalan baik. Testis dalam
keadaan atrofi, terdapat azoospermi, pada biopsy testis ditemukan sel-sel Leydig
dan hialinisasi tubulus-tubulus seminiferus. Kelainan ini terjadi sebagai akibat
nondisjunction. Jika ginekomasti terasa mengganggu, bisa dilakukan tindakan
operasi.

5
Gambar 3. Turner syndrome dan kleinefelter sindrom.

c. Sindrom Down (21 trisomy)


Kelainan ini yang ditemukan 1 per 670 janin yang dilahirkan hidup ialah
akibat kromosom otosom yang abnormal . kelainan ini terjadi dengan makin
tuanya ibu. Di sini terjadi translokasi pada kromosom/21, biasanya dari
kromosom D.
Bayi dengan sindrom down atau mongolisme menunjukkan kecerdasan
yang rendah, seringkali mulitnya terbuka dengan lidah yang menonjol, oksiput
dan muka gepeng, hipotoni tubuh yang jelas, dan tidak adanya reflex Moro.

d. Sindrom Edwards (18 trisomi)


Sindrom ini tidak begitu sering seperti sindrom down dan cirri-cirinya ialah
pertumbuhan anak lambat, kepalanya memanjang dengan kelainan pada telinga,
sering ada kelainan jantung, dada dengan sternum pendek.

6
e. Sindrom Patau (13 trisomi)
Sindrom ini lebih jarang lagi. Gejalanya ialah berat badan lahir rendah pada
saat lahir, pertumbuhannya lambat, palatokisis dan labiokisis, mikrosefali,
polidaktili dan sebagainya. Sering ditemukan kelainan jantung.

Gambar 4. Patau syndrome.

5. KELAINAN DISEBABKAN OLEH PENGARUH HORMONAL


a. Maskulinisasi Pada Wanita dengan Kromosom dan Gonad Wanita
Sindrom adrenogenital congenital (congenital adrenal hyperplasia )
adalah bentuk interseks yang paling sering dijumpai. Kelainan ini disebabkan
oleh pengaruh virilisasi oleh androgen yang dibuat sebagai hasil gangguan dari
metabolism pada glandula adrenal. Karena gangguan itu androgen dibuat
berlebihan pada janin in utero. Kedua glandula adrenal membesar dan
menunjukkan pada pemeriksaan histologik hyperplasia dari zona retikularis,
sedangka zona glomerulosa kurang berkembang.
Dalam ovarium terdapat folikel normal, apabila penderita tidak
mendapat pengobatan, maka aktivitas folikel mundur, dan folikel-folikel
primordial menghilang.
Gangguan dalam metabolism glandula adrenal terletak pada biosintesis dari
kortisol, sehingga mekanisme umpan balik ke hipofisis tidak jalan. Hal ini
mengakibatkan peningkatan produksi ACTH dengan pembesaran zona

7
retikularis dan penambahan produksi androgen dan pregnannetriol; terdapat pula
peningkatan 17 ketosteroid dalam urin.
Gambaran klinik:
Pada waktu lahir dapat ditemukan lipatan labium mayus kanan dan kiri
menjadi satu, dan klitoris membesar. Di dalam lipatan yang menyerupai skrotum
tidak ditemukan kelenjar kelamin. Biasanya uretra bermuara pada pangkal
fallus. Sedangkan dibawahnya tampak ntroitus vaginae.
Uterus, tuba, dan ovarium tampak normal. Androgen tidak
mempengaruhi tumbuhnya alat genitalia interna janin wanita.
Anak dapat tumbuh dengan cepat, akan tetapi pada umur 10 tahun
apifisis-epifisisnya menutup, dengan akibat pertumbuhannya berhenti. Hasilnya
adalah seorang wanita yang pendek. Rambut pubis dan rambut ketiak keluar
lebih dini. Mamma tidak tumbuh dan haidnya tidak datang. Untuk meneggakkan
diagnosis perlu ditemukan :
1) Kadar 17 ketosteroid dalam urine yang meningkat,
2) Peningkatan kadar pregnanetriol di urin,
3) Gangguan dalam keseimbangan elektrolit, yang jelas turunnya natrium di
serum,
4) Kromatin seks positif di buccal smear, dan
5) Gambaran kromosom 44,XX

Penanganan:

Pemberian kortison akan menghentikan virilisasi. Hasil dari pengobatan


amat jelas dan mengesankan, sehingga penentuan diagnosis yang tepat dan dini
diperlukan. Pertumbuhan ke arah virilisasi dapat dihentikan dan anak dapat
tumbuh kearah wanita normal. Bila terlambat, boleh juga kortison kepada
penderita yang lebih tua. Umumnya haid timbul sesudah enam bulan
pengobatan.

Pemberian kortikosteroid akan mengganti kegagalan glandula adrenal


membuat hormone tersebut sendiri dalam bentuk yang asli pemberian
kortikosteroid buatan itu akan mengurangi produksi ACTH oleh hipofisis yang

8
berlebihan, dan perangsangan kelenjar adrenal akan ditekan; dengan sendirinya
produksi androgen akan turun sampai normal.

Bila produksi 17 ketosteroid tidak berkurang cepat dalam 3-7 hari, perlu
dipikirkan kemungkinan adanya tumor di korteks kelenjar adrenal, meskipun
jarang dijumpai.

Jika kortison diberikan seumur hidup dalam dosis maintenance, maka


anak itu akan tumbuh dan berkembang menjadi wanita biasa, ovulasi terjadi
normal, dan dapat terjadi kehamilan dan persalinan biasa.

Kelainan pada genitalia eksterna dapat diperbaiki dengan rekonstruksi


operasi yang akan dilakukan reseksi klitoris yang membesar, memperbaiki
hubungan uretra daan vagina sehingga vulva menjadi normal. Operasi sebaiknya
dilakukan saat anak berumur 2 tahun.

Maskulinisasi pada janin wanita juga bisa disebabkan pemberian


hormone androgen pada ibunya sendiri. Terutama pemberian saat hamil
trimester pertama.

b. Sindrom Feminisasi Testikular


Ini adalah suatu kelainan pada seorang dengan genotype pria dan
fenotipe wanita, dan dengan genitalia eksterna seperti pada wanita.
Dewasa ini diketahui penyebabnya adalah gangguan dalam metabolism
endrokin pada janin, dimana tidak ada kepekaan jaringan alat-alat genitalia
terhadap adrgen yang dihasilkan secara normal oleh testis janin. Meskipun tidak
ada kelainan kromosom, penderita mempunyai ciri-ciri khas seperti wanita, akan
tetapi tidak mempunyai genitalia interna wanita, dan terdapat testis, yang kurang
tumbu, dan ditemukan di rongga abdomen, di kanalis inguinalis, atau di labium
mayus. Testis tidak menunjukkan adanya spermatogenesis. Sebagian besar dari
penderita wajah wanita, tinggi yang normal, pertumbuhan mamma yang baik.
Rambut pubis dan ketiak kurang atau tidak ada (hairless woman), genitalia
eksterna wanita ada, akan tetapi vagina pendek dan menutup.
Duktus mulleri dan woffii sama sekali tidak berkembang, walaupun
mungkin masih ditemukan sisa-sisanya.

9
6. PENGELOLAAN INTERSEKS
Untuk pengelolaan interseks perlu di usahakan lebih dulu membuat diagnosis
yang tepat. Diagnosis ini diperlukan untuk memberikan dasar guna pengasuhan bayi
kea rah pria atau wanita, dan untuk terapi yang tepat.
Dalam mengambil keputusan pada anak kecil, ada tidaknya kromatin seksnya
tidak perlu diutamakan. Yang lebih penting adalah morfologi alat genitalia eksterna,
dan perkiraan ke arah mana kemampuan berfungsinya genitalia eksternanya itu.
Ketentuan dan perombakan kelamin itu seharusnya telah selesai pada anak
umur dua tahun, sebelum anak itu mengenal jenis kelaminnya. Bila anak lebih tua
dan kesadaran mengenai jenis kelaminnya telah ada, mengubah jenis tersebut kea rah
sebaliknya, akan menimbulkan gangguan jiwa anak itu.
Perombakan kelamin, pengobatan dengan hormone, dan pengarahan mental
harus direncanakan sebaik-baiknya, sehingga penderita itu dapat memenuhi
keperluan seks menurut perasaannya, baik fisik maupun psikologik.
Akhirnya, kiranya perlu dikemukakan bahwa kelainan-kelainan interseks
mempunyai dasar genetic dan hormonal, dan harus dibedakan dari kelainan-kelainan
psikologik yang juga dapat menimbulkan keragu-raguan tentang identitas seksnya.

10
II. GANGGUAN HAID SIKLUSNYA

Saat mulainya haid dinamakan menarche, dan saat berhentinya haid dinamakan
menopause. Gangguan haid dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi
dapat digolongkan dalam :
1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid :
a. Hipermenorea atau menoragia
b. hipomenorea
2. Kelainan siklus :
a. Polimenorea
b. Oligomenorea
c. amenorea
3. Perdarahan diluar haid :
metroragia
4. Gangguan lain yang ada hubungannya dengan haid :
a. Premenstrual tension ( ketegangan prahaid )
b. Mastodinia
c. Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi)
d. Dismenorea.

1. HIPERMENOREA (MENORAGIA)
Hipermeorea ialah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau
lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari). Sebab kelainan ini terletak pada kondisi
dalam uterus, misalnya adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih
luas dari biasa dan dengan kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium,
gangguan pelepasan endometrium pada waktu haid (irregular endometrial
shedding), dan sebagainya. Pada gangguan pelepasan endometrium biasanya
terdapat juga gangguan dalam pertumbuhan endometrium yang diikuti dengan
gangguan pelepasannya pada waktu haid.

11
Terapi pada hipermenorea pada mioma uteri tergantung dari penanganan
mioma uteri, sedang diagnosis dan terapi polip endometrium serta gangguan
pelepasan endometrium adalah kerokan.

2. HIPOMENOREA
Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih
kurang dari biasa. Sebab-sebabnya dapat terletak pada konsistensi penderita, pada
uteus misalnya sesudah miomektomi, pada gangguan endokrin, dan lain-lain.
Kecuali jika ditemukan sebab yang nyata, terapi terdiri atas menenangkan
penderita. Adanya hipomenorea tidak mengganggu fertilitas.

3. POLIMENOREA
Polimenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dari biasa (kurang
dari 21 hari). Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid biasa. Hal
yang terakhir ini diberi nama polimenoragia atau epimenoragia.
Polimenorea dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang
mengakibatkan gangguan ovulasi, atau menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain
ialah kongesti ovarium karena peradangan, endometriosis dan sebagainya

4. OLIGOMENOREA
Oligomenorea adalah siklus haid yang lebih panjang dari 35 hari. Apabila
panjangnya siklus lebih dari 3 bulan, hal itu sudah mulai dinamakan amenorea.
Perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang.
Oligomenorea dan amenorea sering kali mempunyai dasar yang sama
perbedaannya terletak dalam tingkat. Pada kebanyakan kasus oligomenorea
kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik. Siklus haid biasanya
juga ovulator dengan masa proliferasi lebih panjang dari biasa.

5. AMENOREA
Amenorea adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan
berturut-turut. Amenorea dibagi menjadi amenorea primer dan amenorea sekunder.
Amenorea primer ialah bila wanita berumur 18 tahun ke atas tidak pernah dapat

12
haid, sedangkan amenorea sekunder ialah wanita yang pernah mendapat haid
kemudian tidak dapat haid lagi. Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-
sebab yang lebih berat da lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan
kongenital dan kelainan-kelainan genetic. Adanya amenorea sekunder biasanya
disebabkan gangguan gizi, gangguan metabolism, tumor-tumor, penyakit infeksi,
dan lain-lain.
Istilah kriptomenorea ialah keadaan dimana tidak tampak adanya haid
karena darah tidak keluar karena ada yang menghalangi seperti ginastresia
himenalis, penutupan kanalis servikalis, dan lain-lain.
Selain itu adapula amenorea fisiologik yaitu terdapat dalam masa sebelum
pubertas, masa kehamilan, masa laktasi, dan sesudah menopause.

Klasifikasi Amenorea patologik


1. Gangguan organik pusat
Sebab organic: tumor, radang, destruksi
2. Gangguan kejiwaan
a. Syok emosional
b. Psikosis
c. Anoreksia nervosa
d. pseudosiesis
3. Ganggua poros hipotalamus-hipofisis
a. Sindrom amenorea-galaktorea
b. Sindrom stein-Leventhal
c. Amenorea hipotalamik
4. Gangguan hipofisis
a. sindrom Sheehan dan penyakit Simmonds
b. tumor
5. Gangguan gonad
a. Kelainan congenital
b. Menopause premature
c. The insensitive ovary

13
d. Penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang, dan
sebagainya,
e. Tumor sel-granulosa, sel-teka, sel-hilus, adrenal
6. Gangguan glandula suprarenalis
a. Sindrom adrenogenital
b. Sindrom chusing
c. Penyakit addison
7. gangguan glandula tiroidea
hipotireoidi, hipertireoidi, kretinisme
8. Gangguan pancreas
Diabetes melitus
9. Gangguan uterus, vagina
a. Aplasia dan hioplasia uteri
b. Sindrom Asherman
c. Endometritis tuberkulosa
d. Histerektomi
e. Aplasia vaginae
10. Penyakit-penyakit umum
a. Penyakit umum
b. Gangguan gizi
c. Obesitas.

RENCANA PEMERIKSAAN

Anamnesis yang baik dan lengkap sangat penting. Pertama, harus


diketahui apakah amenorea itu perimer atau sekunder. Selanjutnya, perlu
diketahui apakah ada hubungan antara amenorea dan faktor-faktor ang dapat
menimbulkan gangguan emosional, apakah ada kemungkinan kehamilan,
apakah penderita menderita penyakit akut atau menahun, apakah ada gejala-
gejala metabolik dan lain-lain.

14
Sesudah anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan fisik. Apakah
penderita pendek atau tinggi, apakah berat badan sesuai dengan tingginya,
apakah ciri-ciri kelamin sekunder bertumbuh dengan baik atau tidak, apakah
ada tanda hirsutisme, semua ini penting untuk membuat diagnosis.

Pada pemeriksaaan ginekologik umumnya dapat diketahui adanya


berbagai jenis ginatrasi, adanya aplasia vagina, kadaan klitoris, aplasia uteri,
adanya tumor, ovarium, dan sebagainya.

Dengan anamnesis, pemeriksaan umum dan pemeriksaan ginekologik,


banyak kasus amenorea dapat diketahui sebabnya.

Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang jelas


mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
sebagai berikut:

1. Pemeriksaan foto roentgen thoraks terhadap tuberculosis pulmonum dan


dari sella torsika apakah ada perubahan pada sella tersebut.
2. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen sebagai
faktor yang mempengaruhi.
3. Tes toleransi glukosa untuk mengetahui adanya diabetes mellitus
4. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya lapangan
visus jika ada kemungkinan tumor hipofisis.
5. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk
mengetahun adanya endometritis tuberkulosa.
6. Pemeriksaan metabolism basal atau jika ada fasilitasnya, pemeriksaan T3,
dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.

Pemeriksaan-pemeriksaan yang memerlukan fasilitas khusus :

1. Laparoskopi : dengan laparoskopi dapat diketahui adanya kelainan genitalia


interna
2. Pemeriksaan kromatin seks
3. Pembuatan kariogram
4. Pemeriksaan kadar hormone.

15
PERDARAHAN BUKAN HAID

Yang dimaksud disini ialah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid.
Perdarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis perdarahan
ini menyatu, yang pertama dinamakan metroragi, yang kedua menometroragi.
Metroragi atau menometroragi dapat disebabkan oleh kelainan organic pada alat genital
atau oleh kelainan fungsional.

Sebab-sebab organik yang menyebabkan perdarahan dari uterus, tuba,dan ovarium :

1. Serviks uteri, seperti polypus servisis uteri, erosion uteri, ulkus pada porsio uteri,
karsinoma uteri
2. Korpus uteri, seperti polip endometrium, aborted imminens, aborus sedang
berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, karsinoma
korporis uteri, sarcoma uteri, mioma uteri
3. Tuba fallopii, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba, tumor tuba
4. Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.

Sebabsebab fungsional : perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan
sebab organic diatas dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional
dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini
lenih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan akhir fungsi ovarium.

Patologi

Pada tahun 1915 Schroder melakukan penelitian dan berkesimpulan bahwa metroragi
terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan
pembentukan korpus luteum. Akibatnya terjadilah hyperplasia endometrium karena
stimulasi estrogen yang berelbihan dan terus menerus.

Penanganan

Untuk perdarahan yang banyak penderita harus istirahat baring dan diberi transfusi
darah. Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari
uterus dan tidak ada abortus inkomplitus, perdarahan untuk sementara waktu dapat
diberikan steroid. Dapat diberikan:

16
a) Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan
perdarahan berhenti. Dapat diberikan secara intramuskulus dipropionas estradiol
2,5 mg atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. tetapi
setelah pemberian terapi dihentikan, perdarahan timbul lagi.
b) Progesterone : pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar perdarahan
fungsional bersifat anovulator, sehingga pemberian progesterone mengimbangi
pengaruh estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-
progesteron 125 mg, secara intramuskulus, atau dapat diberikan per oral sehari
norethindrone 15 mg atatu asetas medroksi-progestrone (provera) 10 mg, yang
dapat diulangi. Terapi ini berguna pada wanita dalam masa purbetas.

GANGGUAN LAIN DALAM HUBUNGAN DENGAN HAID

DISMENOREA

Dismenorea aatau nyeri haid mungkin merupakan suatu gejala yang paling sering
menyebabkan wanita-wanita muda pergi ke dokter untuk konsultasi dan pengobatan.
Gangguan ini bersifat subyektif, berat atau intensitasnya sukar dinilai. Sampai sekarang
pathogenesis dismenore belum jelas.

Dismenore dibagi atas:

1. Dismenorea primer (esensial, intrinsic, idiopatik), tidak terdapat hubungan


dengan kelainan ginekologik.
2. Dismenorea sekunder (ekstrinsik, yang diperoleh, acquired), disebabkan oleh
kelainan ginekologik (salpingitis kronika, endometriosis, adenomiosis uteri,
stenosis servisis uteri, dan lain-lain).
Terkadang dismenorea yang disangka primer, kadang-kadang setelah diteliti
lebih lanjut memperlihatkan kelainan organic, jadi termasuk dismenorea
sekunder.

Dismenorea Primer

17
Dismenorea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat
genital yang nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa waktu setelah menarche
biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid pada bulan-bulan
pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulatoar yang tidak disertai rasa nyeri.
Sifat rasa nyerinya adalah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut
bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa
nyeri dapat dijumpai rasa mual,muntah, sakit kepala, diarea, iritabilitas, dan sebagainya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dismenorea primer, antara lain:

a) Faktor kejiwaan : pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil,


apalagi jika mereka tidak mendapat penjelasan yang baik tentang proses
haid, mudah timbul dismenorea.
b) Faktor konstitusi : faktor ini, yang erat hubungannya dengan faktor di atas,
dapat juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor seperti
anemia, penyakit anemia, penyakit menahun, dan sebegainya dapat
mempengaruhi timbulnya dismenorea.
c) Faktor obstruksi kanalis servikalis : pada wanita dengan uterus dalam
hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis, tapi
sekarang faktor ini tidak dianggap, karena banyak wanita yang menderita
dismenorea tanpa stenosis serbikalis dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi.
Sebaliknya, terdapat banyak wanita tanpa keluhan dismenorea walaupun
terjadi stenosis kanalis servikalis dan uterus jiperantefleksi atau
hiperretrofleksi. Mioma submukosum bertangkai atau polip endometrium
dapat menyebabkan dismenorea karena otot-otot uterus berkontraksi keras
dalam mengeluarkan kelainan tersebut.
d) Faktor endokrin : pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi
pada dismenorea primer disebabkan oleh kontraksi uterus berlebihan. Faktor
endokrin mempunyai hubungan dengan soal tonus dan kontraktilias otot
usus. Novak dan Reynold meneliti uterus pada kelinci berkesimpulan bahwa
hormone estrogen merangsang kontraktilitas dan progesterone menghambat
atau encegahnya. Tetapi teori ini tidak dapat menerangkan fakta mengapa
tidak timbul rasa nyeri pada perdarahana disfungsional anovulatoar, yang

18
biasanya bersamaaan dengan kadar estrogen yang berlebihan tanpa adanya
progesterone.
e) Faktor alergi : teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi
antara dismenorea dengan urtikaria, migraine, atau asma bronkhiale. Smith
menduga bahwa sebab alergi ialah toksin haid.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa peningkatan kadar prostaglandin
memegang peranan penting dalam etiologi dismenorea primer. Menurut
Clitheroe dan Pickles. Mereka menyatakan bahwa kaeena endometrium
dalam fase dekresi memproduksi Prosteglandin F2 yang menyebabkan
kontraksi otot-otot polos. Jika jumlah prostaglandin dilepaskan secara
berlebihan ke dalam peredaran darah, maka selain dismenorea, dijumpai
pula efek umum seperti diarea, nausea, muntah flushing.

Penanganan

1. Penjelasan dan nasehat


2. Pemberian obat analgesik
3. Terapi hormonal
4. Terapi dengan obat nonsteroid antiprostagalandin

PREMENSTRUAL TENSION (tegangan prahaid)

Premenstrual tension merupakan keluhan-keluhan yang biasanya mulai satu


minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya haid, dan menghilang sesudah haid
datang, walaupun kadang-kadang berlangsung terus sampai haid berhenti. Gejala-gejala
yang tidak seberapa berat banyak dijumpai, terutama pada wanita-wanita antara 30-45
tahun. Keluhan-keluhan terdiri atas gangguan emosional berupa iritabilitas, gelisah,
insomnia, nyeri kepala, perut kembung, mual, pembesaran dan rasa nyeri pada mamma,
dan sebagainya, sedang pada kasus-kasus yang berat terdapat depresi, rasa ketakutan,
gangguan konsentrasi, dan peningkatan gejala-gejala fisik tersebut di atas.

Etiologi premenstrual tension tidak jelas, akan tetapi mungkin satu faktor yang
memegang peranan ialah ketidakseimbangan antara estrogen dan progesterone dengan
akibat retensi cairan dan natrium, penambahan berat badan, dan kadang-kadang edema.

19
Dalam hunbungan dengan kelainan. Faktor kejiwaan, masalah dalam keluarga, masalah
social dan lain-lain juga memegang peranan penting.

Penanganan

a) Untuk menurangi retensi natrium, maka selama 7-10 hari sebelum haid
pemakaian garam dibatasi dan minum sehari-hari agak dikurangi.
b) Diuretic (hidroklorotiazid 50 mg sehari ) untuk kurang lebih 5 hari dapat
bermanfaat,
c) Progesterone sintetik dalam dosis kecil dapat diberikan untuk mengimbangi
produksi estrogen selama 8- 10 hari sebelum haid.
d) Edukasi juga penting agar maslah-maslah yang berkaitan dengan seks dan
lingkungan hidup dapat mempunyai pengaruh jelek terhadap keluhannya, dan
mengatasi maslah-masalah tersebut dapat memperbaiki keadaan.

VICARIOUS MENSTRUATION

Vicarious menstruation adalah keadaan dimana terjadi perdarahan ekstragenital


dengan interval periodic yang sesuai dengan siklus haid. Tempat perdarahan yang
paling sering adalah mukosa hidung berupa epitaksis (30% dari seluruh kasus).
Peningkatan kadar estrogen dapat menyebabkan edema dan kongesti pada alat-alat lain
di luar alat-alat genital pada wanita yang peka.

Vicarious menstruation dapat juga terjadi pada berbagai organ, seperti


lambung, usus, paru-paru, mamma, kulit. Penanganan dapat dilakukan apabila pada
organ yang berdarah ada kelainan yang dapat diangkat atau diobati.

MITTELSCHMERZ DAN PERDARAHAN OVULASI

Mittelschmerz atau nyeri antara haid terjadi kira-kira sekitar pertengahan siklus haid,
pada saat ovulasi. Rasa nyeri ringan tetapi juga berat bisa terjadi. Lamanya mungkin
hanya beberapa jam, tetapi pada beberapa kasus sampai 2-3 hari. Rasa nyeri dapat
disertai atau tidak disertai dengan perdarahan, yang kadang-kadang sangat sedikit

20
berupa getah berwarna coklat, sedangkan pada kasus lain dapat merupakan perdarahan
seperti haid biasa. Penanganan umumnya terdiri atas penjelasan pada pasien.

MASTALGIA

Gejala mastalgia adalah rasa nyeri dan pembesaran mamma sebelum haid. Sebabnya
edema dan hiperemi karena peningkatan relative dari kadar estrogen. Pada pemeriksaan
harus diperhatikan adanya radang atau neoplasma. Terapi biasanya hanya pemberian
diuretic. Sedang pada mastalgia kadang-kadang perlu diberikan metiltestosteron 5 mg
sehari secara sublingual. Bromokriptine dalam dosis kecil dapat membantu
pengurangan penderitan.

21
III. RADANG DAN BEBERAPA PENYAKIT LAIN PADA ALAT-ALAT GENITAL
WANITA

Pada wanita terdapat hubungan dari dunia luar dengan rongga peritoneum melalui,
vagina, uterus dan tuba falloppii. Untuk mencegah terjadnya infeksi dari luar dan untuk
menjaga jangan sampai infeksi meluas, masing-masing alatt traktus genitalis memiliki
mekanisme pertahanan.

1. LEUKOREA
Lekorea (white discharge, fluor albus, keputihan) adalah cairan yang dikeluarkan
dari alat genital yang tidak berupa darah. Mungkin leukorea merupakan gejala yang
paling sering dijumpai pada penderita ginekologik.
Leukorea dibedakan atas leukorea fisiologik dan leukorea patologik. Leukorea
fisiologik terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mucus yang mengandung
epitel dan leukosist yang jarang. Sedang pada leukorea patologik terdapat banyak
leukosit.
Leukorea fisiologik ditemukan pada :
a) Bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari, karena pengaruh estrogen
dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin
b) Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen, leukorea
ini dapat hilang sendiri tetapi menimbulkan keresahan orang tua
c) Wanita dewasa apabila dirangsang sebelum dan pada waktu koitus, disebabkan
oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina.
d) Waktu disekitar ovulasi, dengan secret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri
menjadi lebih encer
e) Pengeluaran secret dari kelnjar-kelenjar di serviks uteri juga bertambah pada
wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan
ektropion porsionis uteri.

Penyebab paling penting dari leukorea patologik adalah infeksi. Di sini cairan
mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai hijau,
seringkali lebih kental dan berbau. Radang vulva, vagina serviks dan kavum uteri
dapat menyebabkan leukorea patologik. Selanjutnya leukorea terjadi juga pada

22
neoplasma jinak atau ganas, apabila tumor itu permukaannya memasuki lumen
saluran alat-alat genital.

2. VULVA
Vulva terdiri atas : mons veneris, labia mayora, labia minora, klitoris, vestibulum
dengan orifisium uretra eksternum, glandula bartholini, dan glandula
parauretralis.
A. Vulvitis
Pada radang vulva (vulvitis) vulva membengkak, merah dan agak nyeri, kadang-
kadang disertai gatal.umumnya vulvitis dibagi 3 golongan :
a) Yang bersifat local
b) Yang timbul bersama-sama atau sebagai akibat vaginitis
c) Yang merupakan permulaan atau manifestasi dai penyakit umum.

Yang termasuk vulvitis local adalah:

1) Infeksi pada kulit, termasuk rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
Infeksi ini timbul karena trauma luka atau sebab lain, dan dapt menimbulkan
folikulitis, hidradenitis, dan sebagainya
2) Infeksi pada orifisium uretra eksternum, glandula paraurethralis. Infeksi ini
biasanya disebabkan oleh gonore
3) Infeksi pada glandula bartholini (bartholinitis).

B. Bartholinitis

Bartholinitis seringkali timbul pada gonorea, atau bisa juga streptokokus,


atau basil koli. Pada bartholinitis akut kelenjar membesar, merah, nyeri dan
lebih panas daripada daerah sekitarnya. Isinya cepatnmenjadi nanah yang dapat
keluar melalui duktusnya, atau jika duktus tersumbat , menggumpal didalamnya
menjad abses. Penatalaksanaannya dengan mengeluarkan nanahnya melalui
sayatan. Bartholinitis dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya menjadi kista
bartholini.

C. Herpes Genitalis

23
Herpes genitalis disebabkan oleh tipe 2 herpes virus hominis. Herpes genitalis
umumnya dianggap sebagai akibat hubungan seksual dan terjadi dalam 3-7 hari
sesudah koitus. Gejala yang timbul akan tampak di tengah-tengah daerah radang
dan edema tampak sejumlah vesikel yang biasanya berlokasi pada labia minora,
bagian dalam labia mayora dan prepusium klotiridis. Tempat-tempat itu
dirasakan panas dan gatal, dank arena digaruk timbul infeksi sekunder. Kadang-
kadang tampak pula ulkus-ulkuskecil yang dangkal. Selain pada vulva
ditemukan juga pada vagina dan serviks uteri yang menyebabkan leukorea,
perdarahan dan disuria. Dengan pengobatan simptomatis biasanya penyakit
sembuh sendiri tetapi dapat timbul kembali, karena kemungkinan virus yang
bersifat laten.
D. Kondiloma Akuminata
Kondiloma akuminata berbentuk seperti kembang kol (cauliflower)
dengan ditengahnya jaringan ikat dan ditutup terutama di bagian atas oleh epitel
dengan hyperkeratosis. Penyakit ini dapat juga berbentuk kecil dan besar,
sendirian atau berkelompok. Lokasi kondiloma akuminata adalah bagian vulva,
perineum, periana, pada vagina dan serviks uteri.
Kondiloma akuminata disebabkan virus yang sama dengan virus
penyebab veruka vulgaris. Kondiloma akuminata yang kecil dapat diberi larutan
10% podofilin dalam gliserin atau dalam alkohol. Pada waktu pengobatan
daerah sekitarnya harus dilindungi dengan vaselin, setelah beberapa jam tempat
pengobatan harus dicuci dengan air dan sabun. Pada kondiloma yang luas,
terapinya terdiri atas pengangkatan dengn pembedahan atau kauterisasi. Untuk
mencegah timbulnya residif, harus dijaga kebersihan bekas kondiloma dan
leukorea harus dobati.
E. Vulvitis Diabetika
Pada vulvitis diabetika vulva merah dan sedikit membengkak. Keluhan
terutama rsa gatal, disertai rasa nyeri. Jaringan pada penderita diabetes
mengandung kadar glukosa yang lebih tinggi, dan glikosuria menyebabkan
peradangan. Oleh karena itu, vulvitis yang penyebabnya tidak jelas, perlu
dipikirkan adanya diabetes.
Terapinya dengan mengatasi diabetes mellitus dan pengobatan lokal.

24
3. VAGINA
Flora vagina terdiri atas banyak jenis kuman, antara lain basil
Dderlein, streptokokus, stafilokokus, difteroid, yang dalam keadaan normal
hidup dalam simbiosis antara mereka. Jika simbiosis ini terganggu, dan jika
kuman-kuman seperti streptokokus, stafilokokus, basil koli, dan lain-lain dapat
berkembang biak, timbulah vaginitis nonspesifik. Umumnya vaginitis
nonspesifik dapat disembuhkan dengn antibiotika. Selain itu terdapat vaginitis
karena trikomonas vaginalis, kandida albikans, dan hemofilus vaginalis. Pada
masa sebelum pubertas dan setelah menopause vagina lebih peka terhadap
infeksi.
Gejala yang penting pada vaginitis ialah leuokorea, terdiri dari cairan
yang kadang-kadang bercampur lendir, dan dapat mukopurulen. Gejala ini
sering dsertai rasa gatal dan terbakar. Vaginitis biasanya disertai vulvitis.
Permukaan vagina dan vulva pada vulvovaginitis menjai merah dan agak
membengkak, pada vagina dapat ditemukan pula bintik-bintik merah.

A. Trikomoniasis
Trikomonas dapat ditemukan dalam jumlah kecil dalam vagina tanpa gejala
apapun, tetapi beberapa hal terkait kondisi lingkungan, jumlah dapat
bertambah banyak dan menimbulkan radang. Infeksi ini bisa ditularkan
dengan berbagai cara namun yang tersering ialah hubungan seksual.
Gejala : leukorea yang encer sampai kental, berwarna kekuning-kuningan
dan agak bau. Penderita mengeluhkan fluor yang menyebabkan gatal dan
rasa terbakar. Terkadang disuria dan sering kencing pada pemeriksaan
apusan secret vagina dan dilihat di bawah mikroskop akan terlihat gerakan-
gerakannya, bentuknya lonjong dengan flagella-flagela yang panjang dan
membran yang bergerak bergelombang dengan ukuran sebesar 2 kali
leukosit.
Terapinya ialah pemberian metronidazole 500 mg setiap 12 jam selama 5
hari. Untuk mengurangi gejala dapat diberikan obat pervaginam seperti
supositoria flagyl, supositoria krem AVC, dan suposituria Tricofuron.
B. Kandidiasis

25
Kandidiasis disebabkan oleh infeksi kandida albikans, suatu jenis
jamur.jamur ini tumbuh baik dalam suasana asam (pH 5.0-6.5) yang
mengandung glikogen. Gejalanya timbul leukorea berwarna keputih-putihan
dan perasaan sangat gatal. Ditemukan radang pada vulva dan vagina.
Pemeriksaannya sama dengan trikomonas dengan tampak jamur ditengah-
tengah leukosit.
Terapinya dengan pemberian nystatin, kemudian tablet vaginal
mycostatin (10.000) unit) dimasukkan dalam vagina 1-2 tablet sehari selama
14 hari.

4. SERVIKS UTERI
Serviks uteri merupakan penghalang penting bagi masuknya kuman-kuman ke
dalam genitalia interna. Dalam hubungan ini pada seorang nullipara kanalis
servikalis bebas kuman, namu pada multipara batas ke atas dari daerah bebas
kuman adalah ostium uteri internum.
a) Servisitis akut
Servisitis akut ialah infeksi yang diawali di endoserviks dan ditemukan pada
gonore, dan pada infeksi podtpartum yang disebabkan streptokokus, dan
lain-lain. Disini serviks tampak merah dan bengkak dengan mengeluarkan
cairan mukopurulen. Gejala-gejala pada serviks biasanya tidak terlalu
nampak di antara gejala lain dari infeksi yang bersangkutan.
Pengobatannya dengan mengobati infeksi tersebut. Penyakit ini bisa sembuh
atau menjadi servisitis kronik.
b) Servisitis kronik
Penyakit ini sering dijumpai pada wanita yang pernah melahirkan. Luka-
luka kecil atau besar pada serviks karna partus atau abortus memudahkan
masunya kuman-kuman ke dalam endoserviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu
menyebabkan infeksi menahun. Beberapa gambaran patologis yang dapat
ditemukan.
1) Serviks terlihat normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan
infilrat leukosit dalam stroma endoserviks.servisitis ini tidak
menimbulkan gejala, kacuali pengeluaran secret yang aga putih-kuning.

26
2) Di sekitar porsio uteri tampak kemerah-merahan. Secret yang
dikeluarkan terdiri atas mucus bercampur nanah.
3) Sobekan serviks uteri lebih luas dan mukosa endoserviks lebih kelihatan
dari luar (ekstropion). Mukosa dalam keadaan demikian mudah kena
infeksi dari vagina. Karena radang menahun, serviks bisa jadi hipertrofis
dan mengeras, secret mukopurulen bertambah banyak.

Gambaran servisitis kronika seringkali sulit dibedakan dengan karsinoma


serviks uteri. Kepastian diagnosis dengan pemeriksaan apusan dan biopsi.

Terapi.

Pengobatan lokal dengan larutan nitras argenti dan sebagainya dapat


menyembuhkan servisitis kronika. Pengobatan yang baik ialah kauterisasi-
radial dengan termokauter, atau dengan krioterapi. Sesudah kauterisasi dan
krioterapi terjadi nekrosis, jaringan yang meradang terlepas dalam kira-kira
2 minggu dan diganti oleh jaringan sehat. Jika radang menahun mencapai
endoserviks jauh ke dalam kanalis servikalis, perlu dilakukan konisasi
dengan mengangkat sebagian besar mukosa endoserviks.jika sobekan dan
infeksi sangat luas, perlu dilakukan amputasi serviks. Tetapi amputasi
serviks mengakibatkan abortus jika terjadi kehamilan, sehingga pembedahan
ini dilakukan pada wanita yang tidak ingin hamil.

5. KORPUS UTERI
Uterus, tuba falloppii, ovarium, pembuluh-pembuluh darah dan limfe,
jaringan ikat di sekitarnya, dan peritoneum yang menutupi alat-alat tersebut di
atas merupakan kesatuan pungsional. Radang dapat menyebar dengan cepat dari
kavum uteri ke seluruh genitaliainerna. Radang endometrium dinamakan
endometritis, radang otot uterus disebut miometritis.
a. Endometritis Akut
Pada endometritis akut endometrium mengalami edema dan
hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan
infiltrasi leukosit berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan

27
interstisial. Penyebab trersering adalah infeksi gonore dan infeksi pada
abortus dan partus.
Infeksi gonorea dimulai dari servisitis akut dan radang menjalar ke
atas dan menyebbabkan servisitis akut.
Infeksi postabortum dan post partum sering terdapat oleh karena
luka-luka pada serviks uteri, luka pada dinding uterus bekas tempat placenta.
Selain itu alat-alat yang digunakan pada abortus dan partus yang tidak
disterilkan akan membawa kuman-kuman ke dalam uterus.
b. Endometritis Kronik
Gejala-gejala klinik endometritis kronik ialah leukorea dan menoragia.
Pengobatan tergantung dari penyebabnya.
Endometritis kronik ditemukan :
a) Pada tuberculosis
b) Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus
c) Jika terdapat korpus alienum di kavum uteri
d) Pada polip uterus dengan infeksi
e) Pada tumor ganas uterus
f) Pada salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvic.

Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat
peradangan dan organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah,
dan terbentuklah polip plasenta. Polip seterusnya akan terjadi infeksi kronis.

c. Piometra
Piometra ialah pengumpulan nanah di kavum uteri karena stenosis
kanalis servikalis oleh salah satu sebab, seperti karsinoma servisis uteri,
amputasi serviks, akibat radiasi, endometritis TB, dan penutupan ostium
uteri internum karena involusi uterus sesudah menopause. Piometra terdapat
lebih banyak pada wanita di sekitar dan sesudah menopause. Karena
kakurangan estrogen endometrium menipis, dan resistensi yang berkurang
terhadap kuman-kuman dari vagina, menyebabkan endometritis senilis
menahun. Endometrium menunjukkan infiltrasi dengan leukosit-leukosist
dan sel-sel plasma, epitel diganti oleh jaringan granulasi, dan nanah yang

28
berbau dikeluarkan. Jika terjadi penciutan kanalis servikalis, cairan bernanah
yang kadang mengandung darah terkumpul di kavum uteri. Kadang-kadang
sebagian isinya sikeluarkan sebagai cairan bernanah yang bercampur darah.
Diagnosis dapat dibuat dengan memasukkan sonde pada uterus maka
akan kaluar banyak cairan bernanah. Perlu juga diingat bahwa disamping
piometra itu ada kemungkinan karsinoma karpus uteri.

d. Metritis/miometritis
Metritis adalah radang miometrium. Metritis akut biasanya terdapat
pada abortus septic atau infeksi postpartum.penyakit ini biasnya merupakan
bagian dari infeksi yang lebih luas. Kerokan pada endometrium yang
meradang dapat menimbulkan metritis akut.
Pada metritis, miometrium menunjukkan reaksi radang berupa
pembengkakan dan infiltrasi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat
jalan limfe atau lewat tromboflebitis, dn kadang-kadang dapat terjadi abses.
6. ADNEKSA DAN JARINGAN DI SEKITARNYA
a. Salpingo-oofaritis atau adneksitis
Radang tuba falloppii dan radang ovarium biasanya terjadi bersamaan. Oleh
sebab itu dinamakan salpingo-oofaritis atau adneksitis untuk radang
tersebut. Radang itu kebanyakan akibat infeksi yang menjalar ke atas dari
uterus, walaupun infeksi ini juga bisa dari ekstravaginal lewat darah, atau
jaringan sekitarnya.
Di antara sebab tersering adalah karena infeksi gonorea dan infeksi
postabortum. Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh tuberculosis.
Selanjutnya bisa timbul radang adneksa sebagai akibat tindakan (kerokan,
laparotomi, pemasangan IUD, dan sebagainya) dan perluasan radang dari
alat yang letaknya tidak jauh seperti appendiks.
b. Peritonitis pelvika (pelvioperitonitis)
salpingo-oofaritis akut sering bersamaan dengan radang peritoneum pelvic.
Pada serosa tuba, ovarium, dan alat-alat di sekitarnya, seperti uterus,
fleksura sigmoidea, dan usus halus dijumpai eksudat serous atau fibrinous.

29
Gejala-gejala peradangan lebih nyata, yatu demam, leukositosis, nyeri
hebat, mual, defense musculaire. Jika ada abses di kavum douglasi, teraba
tumor dengan batas-batas yang tidak nyata di belakang uterus, dan yang
menonjol ke forniks vagina posterior.
Terapi peritonitis sama dengan teerapi salpingo-oofariti yaitu dengan
antibiotic spectrum luas dan pengobatan simptomatik. Jika perlu dilakukan
pembedahan.

30
IV. ENDOMETRIOSIS
1. DEFINISI

Endometriosis merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya


jaringan endometrial (glandula dan stroma) diluar dari rongga
endometrial.Jaringan endometrial dapat ditemukan dimanapun di tubuh manusia,
tapi daerah yang paling sering adalah ovarium dan peritoneum pelvis termasuk
bagian anterior dan posterior. Endometriosis di ovarium yang nampak seperti
jaringan kistik dikenal sebagai endometrioma. Tempat tempat lain yang dapat
menjadi tempat potensial endometriosis antara lain adalah uterus posterior, tuba
fallopi, ligamen uterosacral, colon, dan appendix. Walaupun jarang ditemukan,
endometriosis juga dapat terjadi di payudara, paru paru, dan otak.

2.1. EPIDEMIOLOGI
Perkiraan prevalensi endometriosis berkisar antara 10 dan 15%.Karena
konfirmasi bedah penting dalam diagnosa endometriosis maka prevalensi pasti
dari endometriosis belum diketahui.Endometriosis banyak ditemui pada wanita
usia reproduktif, dan menjadi salah satu alasan tersering hospitalisasi pada wanita
di kisaran usia ini. Kurang lebih 20% wanita yang menderita nyeri pelvis kronis
dan sekitar 30 sampai 40% wanita dengan infertilitas menderita endometriosis.
2. FAKTOR RESIKO

31
Nuliparitas, menarche dini, menoragia, dan anomali duktus mllerian
berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya endometriosis. Riwayat
keluarga juga berpengaruh untuk terjadinya endometriosis. Wanita yang memiliki
hubungan derajat pertama (ibu atau saudara perempuan) yang mengalami
endometriosis memiliki resiko 7% untuk menderita endometriosis dibandingkan
wanita yang tidak memiliki riwayat keluarga memiliki resiko 1% untuk menderita
endometriosis. Hubungan antara endometriosis dan penyakit inflamasi autoimun
seperti lupus, asma, hipotiroid, sindrom kelelahan kronis, fibromyalgia, dan alergi
juga sedang dilakukan penelitian.Dengan alasan yang kurang jelas, endometriosis
ditemukan lebih jarang terjadi pada wanita ras kulit hitam dan Asia.
3. PATOFISIOLOGI
Terdapat tiga teori tentang etiologi dari endometriosis. Teori Halban
menyebutkan bahwa jaringan endometrial ditransport melalui system limfatik ke
beberapa daerah di pelvis, dimana kemudian ia bertumbuh secara ektopik. Teori
Meyer mengatakan bahwa sel multipotensial di jaringan peritoneal melakukan
transformasi metaplastik menjadi jaringan endometrial fungsional.Lalu, teori
Sampson menyebutkan bahwa jaringan endometrial ditransport melalui tuba
fallopi selama menstruasi retrogard dan akhirnya terjadi implantasi di intra-
abdominal pelvic.Teori ini dibuktikan dengan ditemukan adanya darah haid
dalam rongga peritoneum pada waktu haid dengan laparoskopi, dan sel
endometrium yang ada dalam darah haid itu dapat dikultur dan dapat hidup
menempel serta bertumbuh kembang pada sel mesotel peritoneum.
Pengaruh genetik juga berperan pada endometriosis, resiko menjadi 7 kali
lebih besar bila ditemukan endometriosis pada ibu ataupun saudara kandung.
Patoimunologi juga dikatakan berperan pada endometriosis akibat reaksi
abnormal imunologi yang tidak berusaha membersihkan refluks haid dalam
rongga peritoneum, malah memfasilitasi terjadinya endometriosis.Apoptosis sel
sel endometrium ektopik menurun. Pada endometriosis ditemukan adanya
peningkatan jumlah makrofag dan monosit di dalam cairan peritoneum, yang
teraktivasi menghasilkan factor pertumbuhan dan sitokin yang merangsang
tumbuhnya endometrium ektopik.

32
Dijumpai adanya peningkatan aktifitas aromatase intrinsik pada sel
endometrium ektopik menghasilkan esterogen local berlebihan, sedangkan
respons sel endometrium ektopik pada progesterone menurun.
Peningkatan sekresi molekul neurogenic seperti nerve growth factor dan
reseptornya yang merangsang pertumbuhan syaraf sensoris pada endometrium.
Peningkatan interleukin-1 (IL-1) dapat meningkatan perkembangan
endometriosis dan merangsang pelepasan faktor angiogenik (VEGF), interleukin-
6, interleukin-8, dan merangsang pelepasan intercellular adhesion molecule-
1(ICAM-1) yang membantu sel endometrium refluks ke dalam rongga peritoneum
terlepas dari pengawasan imunologis. Interleukin-8 merangsang perlengketan sel
stroma endometrium ke protein matrix extracellular, meningkatkan aktifitas
matrix metalloproteinase yang membantu mplantasi dan pertumbuhan
endometrium ektopik.
4. GEJALA KLINIK
Gejala utama dari endometriosis adalah nyeri pelvis siklik yang dimulai 1-2
minggu sebelum menstruasi dengan puncak 1-2 hari sebelum onset menstruasi
atau paling lambat setelah itu. Wanita dengan endometriosis kronis dan remaja
dengan endometriosis biasanya tidak dapat mendemostrasikan bentuk sakitnya.
Gejala lain yang ditemukan pada wanita yang menderita endometriosis
adalah:
Dismenorea
Nyeri haid yang disebabkan oleh reaksi peradangan akibat sekresi sitokin
dalam rongga peritoneum, akibat perdarahan local pada sarang
endometriosis dan oleh adanya infiltrasi endometriosis ke dalam syaraf
pada rongga panggul.
Dyspareunia
Paling sering timbul terutama bila endometriosis sudah tumbuh di sekitar
Kavum Douglasi dan ligamentum sakrouterina dan terjadi perlengketan
sehingga uterus dalam posisi retrofleksi.
Diskezia
Keluhan sakit bila buang air besar bila endometriosis sudah tumbuh dalam
dinding rektosigmoid dan terjadi hematokezia pada saat siklus menstruasi.

33
Subfertilitas
Perlengketan pada ruang pelvis yang dakibatkan endometriosis
dapat mengganggu pelepasan oosit dari ovarium atau menghambat
perjalanan ovum untuk bertemu dengan sperma.
Endometriosis meningkatkan volume cairan peritoneal,
peningkatan konsentrasi makrofag yang teraktivasi, prostaglandin,
interleukin-1, tumor nekrosis factor dan protease. Cairan peritoneum
mengandung inhibitor penangkap ovum yang menghambat interaksi
normal fimbrial cumulus. Perubahan ini dapat memberikan efek buruk
bagi oosit, sperma, embrio, dan fungsi tuba. Kadar tinggi nitric oxidase
akan memperburuk motilitas sperma, implantasi dan fungsi tuba.
Antibody IgA dan IgG dan limfosit dapat meningkat di endometrium
perempuan yang terkena endometriosis.Abnormalitas ini dapat mengubah
reseptivitas endometrium dan implantasi embrio.Autoantibodi terhadap
antigen endometrium meningkat dalam serum, implant endometrium dan
cairan peritoneum dari penderita endometriosis.
Pada penderita endometriosis dapat terjadi gangguan hormonal
(hiperprolaktinimia) dan ovulasi, termasuk sindrom Luitinized Unruptured
Follicle (LUF), defek fase luteal, pertumbuhan folikel abnormal, dan
lonjakan LH dini.

5. DIAGNOSIS
Pemeriksaan Fisik
Temuan fisik yang berhubungan dengan endometriosis awal mungkin
halus atau tidak ada.Untuk memaksimalkan kemungkinan temuan fisik,
pemeriksaan fisik harus dilakukan selama menstruasi awal ketika implan
cenderung terbesar dan paling lembut. Ketika endometriosis memasuki
staging yang lebih lanjut, klinisi mungkin menemukan nodul di
uterosakral dan rasa lunak pada rektovaginal atau uterus retrofleksi.Nyeri
saat terjadi pergerakan rahim sering ditemukan.Kerika ovarium terlibat,
masa adneksa yang lembut dapat teraba dengan pemeriksaan bimanual
atau USG pelvis.

34
Ultrasonografi (USG)
USG hanya digunakan untuk mendiagnosis endometriosis (kista
endometriosis) > 1 cm, tidak dapat digunakan untuk melihat bintik
bintik endometriosis ataupun perlengketan.Dengan menggunakan USG
transvaginal kita dapat melihat gambaran karakteristik kista endometriosis
dengan bentuk kistik dan adanya interval eko di dalam kista.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI menawarkan pemeriksaan yang lebih superior dibandingkan dengan
USG. MRI dapat digunakan untuk melihat kista, massa ekstraperitoneal,
adanya invasi ke usus dan septum rektovagina.
Pemeriksaan serum CA 125
Serum CA 125 adalah penanda tumor yang sering digunakan pada kanker
ovarium. Pada endometriosis juga terjadi peningkatan kadar CA 125.
Namun, pemeriksaan ini mempunyai nilai sensitifitas yang rendah.Kadar
CA 125 juga meningkat pada keadaan infeksi radang panggul, mioma, dan
trimester awal kehamilan.CA 125 dapat digunakan sebagai monitor
prognostic pascaoperatif endometriosis, bila nilainya tinggi berarti

35
prognosis kekambuhannya tinggi. Bila didapati CA 125 >65 mIU/ml
praoperatif menunjukan derajat beratnya endometriosis.
Bedah Laparoskopi
Laparoskopi merupakan alat diagnostik gold standar untuk mendiagnosis
endometriosis. Lesi aktif yang baru berwarna merah terang, sedangkan lesi
aktif yang sudah lama berwarna merah kehitaman.Lesi nonaktif terlihat
berwarna putih dengan jaringan parut.Pada endometriosis yang tumbuh di
ovarium dapat terbentuk kista yang disebut endometrioma. Biasanya
isinya berwarna cokelat kehitaman sehingga juga diberi nama kista
cokelat. Sering ditemukan endometriosis pada laparoskopik diagnostic,
namun pasien tidak ada keluhan.

Pemeriksaan patologi anatomi


Pemeriksaan pasti dari lesi endometriosis adalah didapatkannya adanya
kelenjar dan stroma endometrium.

6. DIAGNOSA BANDING

Diagnosis banding untuk endometriosis termasuk proses kronis lainnya yang


mengakibatkan nyeri panggul berulang atau massa ovarium seperti penyakit radang
panggul, adenomiosis, irritable bowel syndrome, interstitial cystitis, pelvic ashesion,
kista ovarium fungsional, kehamilan ektopik, dan neoplasma ovarium.

36
7. TERAPI
Pilihan pengobatan untuk pasien dengan endometriosis tergantung pada luas dan
lokasi penyakit, tingkat keparahan gejala, dan keinginan pasien untuk masalah
kesuburan di masa depan. Pengobatan harus dimulaidengan pola pikir bahwa
endometriosis adalah penyakit kronis yang mungkin memerlukan pengelolaan jangka
panjang dan beragam intervensi.
Expectant Management
Dapat digunakan pada pasien dengan gejala minimal atau tanpa gejala.
Untuk pasien lain, pilihan kedua adalah bedah dan pengobatan medis yang
tersedia. Dalam kasus endometriosis parah atau kronis, pendekatan multidisiplin
menggabungkan manajemen medis dan bedah serta keterlibatan nyeri pusat dan
dukungan kejiwaan dapat memberikan perawatan yang paling komprehensif.

Pengobatan simptomatik
Pengobatan dengan memberikan antinyeri seperti parasetamol, 500 mg 3
kali sehari, Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs (NSAID) seperti ibuprofen
400 mg tiga kali sehari, asam mefenamat 500 mg tiga kali sehari. Tramadol,
parasetamol dengan codein, GABA inhibitor seperti gabapentin.
Kontrasepsi oral
Penanganan terhadap endometriosis dengan pemberian pil kontrasepsi
dosis rendah. Kombinasi monofasik (sekali sehari selama 6-12 bulan)
merupakan pilihan pertama yang sering dilakukan untuk menimbulkan kondisi
kehamilan palsu dengan timbulnya amenorea dan desidualisasi jaringan
endometrium.
Kombinasi pil kontrasepsi apapun dalam dosis rendah yang mengandung
30-35 ug etinilestradiol yang digunakan terus menerus bisa menjadi efektif
terhadap penanganan endometriosis.Tujuan pengobatan itu sendiri adalah
induksi amenorea, dengan pemberian lanjut selama 6-12 bulan.Membaiknya
gejala dismenorea dan nyeri panggul dirasakan 60-95% pasien.Tingkat kambuh
pada tahun pertama terjadi sekitar 17-18%.
Kontrasepsi oral merupakan pengobatan dengan biaya lebih rendah
dibandingkan dengan yang lainnya dan bias sangat membantu terhadap

37
penanganan endometriosis jangka pendek, dengan potensi keuntungan yang bida
dirasakan jangka panjang.
Progestin
Progestin memungkinkan efek antiendometriosis dengan menyebabkan
desidualisasi awal pada jaringan endometrium dan diikuti dengan
atrofi.Progestin dapat dianggap sebagai pilihan utama terhadap penanganan
endometriosis karena efektif mengurangi rasa sakit seperti danazol, lebih murah,
tetapi memiliki efek samping lebih ringan dibandingkan danazol.
Hasil pengobatan telah dievaluasi pada 3-6 bulan setelah
terapi.Medroxyprogesteron Acetate (MPA) adalah hasil yang paling sering
diteliti dan sangat efektif dalam meringankan rasa nyeri.Dimulai dengan dosis
30 mg per hari kemudian ditingkatkan sesuai dengan respons klinik dan pola
perdarahan.MPA 150 mg yang diberikan intramuskuler setiap 3 bulan, juga
efektif terhadap penanganan rasa nyeri pada endometriosis.
Pengobatan dengan suntikan progesterone.Pemberian suntikan
progesterone depot seperti suntikan KB dapat membantu mengurangi gejala
nyeri dan perdarahan. Efek samping progestin adalah peningkatan berat badan,
perdarahan lecut, dan nausea. Pilihan lain dengan menggunakan alat kontrasepsi
dalam rahim (AKDR) yang mengandung progesterone, levonorgestrel dengan
efek timbulnya amenorea dapat digunakan untuk pengobatan endometriosis.
Strategi pengobatan lain meliputi didrogestion (20-30 mg perhari baik itu
terus menerus maupun pada hari ke 5-25) dan lynesterol 10 mg per hari. Efek
samping progestin meliputi nausea, bertambahnya berat badan, depresi, nyeri
payudara dan perdarahan lecut.
Danazol
Danazol adalah suatu turunan 17 alpha ethinyltestosteron yang
menyebabkan level androgen dalam jumlah tinggi dan level esterogen dalam
jumlah yang rendah sehingga menekan berkembangnya endometriosis dan
timbul amenorea yang diproduksi untuk mencegah implant baru pada uterus
sampai ke rongga peritoneal.
Cara praktis menggunakan danazol adalah memulai perawatan dengan
400-800 mg per hari, dapat dimulai dengan pemberian 200 mg dua kali sehari

38
selama enam bulan. Dosis dapat ditingkatkan bila perlu untuk mencapai
amenorea dan menghilangkan gejala gejala.Tingkat kambuh endometriosis
berkisar antara 5-20% per tahun sampai ke tingkay kumulatif yaitu 40% setelah
5 tahun.
Efek samping paling umum adalah peningkatan berat badan, akne,
hirsutisme, vagina atrofi, kelelahan, pengecilan payudara, gangguan emosi,
peningkatan kadar LDL kolesterol, dan kolesterol total.
Gestrinon
Gestrinon adalah 19 nortesteron termasuk androgenik, antiprogestagenik,
dan anti gonadotropik. Gestrinon bekerja sentral dan perifer untuk meningkatkan
kadar testosterone dan mengurangi kadar Sex Hormone Binding Globuline
(SHBG, menurunkan nilai serum estradiol ke tingkat folikulat awal
(antiesterogenik), mengurangi kadar Luitinezing hormone (LH), dan mengurangi
lonjakan LH. Amenorea sendiri terjadi pada 50-100% wanita.Gestrinon
diberikan dengan dosis 2.5-10 mg, dua sampai tiga kali seminggu, selama enam
bulan. Efek sampingnya sama dengan danazol tetapi lebih jarang.
Gonadotropin Releasing Hormone Agonist (GnRHa)
GnRHa menyebabkan sekresi terus menerus FSH dan LH sehingga
hipofisa mengalami desentisisasi dengan menurunnya sekresi FSH dan LH
mencapai keadaan hipogonadotropik hipogonadisme, dimana ovarium tidak
aktif sehingga tidak terjadi siklus haid.GnRHa dapat diberukan intramuskuler,
subkutan dan intranasal.Biasanya dalam bentuk depot satu bulan ataupun depot
tiga bulan. Efek samping antara lain rasa semburan panas, vagina kering, sakit
kepala, keleahan, pengurangan libido, depresi atau penurunan densitas tulang.
Berbagai jenis GnRHa antara lain leuprolide, busereline, dan gosereline. Untuk
mengurangi efek samping dapat disertai denga terapi add back dengan esterogen
dan progesterone alamiah. GnRHa diberikan selama 6-12 bulan.
Aromatase Inhibitor
Fungsinya menghambat perubahan C19 androgen menjadi C18
esterogen. Terapi ini belum disetujui untuk pengobatan endometriosis karena
dapat menyebabkan bone loss, rasa semburan panas (hot flashes), nausea dan
vomiting, dan penggunannya harus dikombinasikan dengan OCPs dan GnRHa

39
untuk mencegah perkembangan kista folikular.Aromatase P450 banyak
ditemukan pada perempuan dengan gangguan organ reproduksi seperti
endometriosis, adenomiosis dan mioma uteri.
Penanganan pembedahan pada endometriosis
Pembedahan pada endometriosis adalah untuk menangani efek endometriosis itu
sendiri yaitu nyeri panggul, subfertilitas, dan kista.Pembedahan bertujuan
menghilangkan bintik bintik dan kista endometriosis, serta menahan laju
kekambuhan.
o Penanganan pembedahan konservatif
Pembedahan ini bertujan untuk mengangkat semua sarang
endometriosis dan melepaskan perlengketan sera memperbaiki kembali
struktur anatomi reproduksi.Arang endometriosis dibersihkan dengan eksisi,
ablasi kauter, ataupun laser.Sementara itu kista endometriosis <3cm di
drainase dan di kauter dinding kista, kista > 3 cm dilakukan kistektomi
dengan meninggalkan jaringan ovarium yang sehat.Penanganan
pembedahan dapat dilakukan dengan laparotomy maupun
laparoskopi.Penanganan dengan laparoskopi menawarkan keuntungan lama
rawatan yang pendek, nyeri pasca operatif minimal, lebih sedikit
perlengketan, visulaisasi operatif yang lebih baik terhadap bintik bintik
endometriosis. Penanganan konservatif ini menjadi pilihan pada perempuan
perempuan yang masih muda, menginginkan keturunan, memerlukan
hormone reproduksi, mengingat endometriosis ini merupakan suatu
penyakit yang lambat progresif, tidak cenderung ganas, dan akan regesi saat
menopause.
o Penanganan pembedahan radikal
Dilakukan dengan histerektomi dan bilateral salfingo-oovorektomi.
Ditujukan pada perempuan yang mengalami penanganan medis maupun
bedah konservatif gagal dan tidak membutuhkan fungsi reproduksi.Setelah
pembedahan radikal diberikan terapi substitusi hormone.
o Penanganan pembedahan simptomatis
Dilakukan untuk menghilangkan nyeri dengan presacral
neurectomy atau LUNA (Laser Uterosacral Nerve Ablation).

40
8. PROGNOSIS
Konseling yang tepat pada pasien dengan endometriosis butuh memperhatikan
beberapa aspek dari gangguan. Yang paling penting adalah operasi pementasan awal
penyakit untuk memperoleh informasi yang memadai yang menjadi dasar keputusan
masa depan tentang terapi. Kebanyakan pasien dapat diberitahu bahwa mereka akan
dapat memperoleh bantuan yang signifikan dari nyeri panggul dan perawatan yang akan
membantu mereka dalam mencapai kehamilan.
Kekhawatiran jangka panjang saat ini adalah bahwa semua terapi saat ini
menawarkan bantuan tapi tidak menyembuhkan. Bahkan setelah operasi definitif,
endometriosis bisa kambuh, namun resikonya sangat rendah (sekitar 3%). Risiko
kekambuhan tidak meningkat secara signifikan oleh terapi penggantian esterogen.
Setelah pembedahan konservatif dilaporkan kekambuhan bervariasi sekitar 10% dalam
3 tahun dan 35% dalam 5 tahun. Penundaan kehamilan tidak mengurangi kekambuhan.
Kekambuhan setelah terapi medis juga bervariasi dan hampir sama atau lebih tinggi
dengan terapi pembedahan.
Meskipun banyak pasien yang khawatir akan progresivitas endometriosis,
namun menurut pengalaman pembedahan konservatif akan mengurangi kebutuhan
untuk histerektomi di kebanyakan kasus. Perjalanan endometriosis di setiap individu
akan sulit untuk di prediksi, namun endometriosis sangat jarang menjadi ganas.

41
V. TUMOR JINAK DAN GANAS ALAT GENITALIA WANITA

A. Pengertian
Tumor adalah benjolan atau suatu pertumbuhan bisa ganas bisa jinak. Tumor
adalah perkembangan tubuh akibat pertumbuhan sel-sel tubuh sendiri. Tumor adalah
bengkak akibat radang, cedera, neoplasma, edema (Ramli Ahmad, 2003 Kamus
kedokteran, Jakarta Djambatan).
Tumor jinak adalah pembengkakan tubuh akibat pertumbuhan sel-sel tubuh sendiri
yang memiliki pertumbuhan lambat dan tidak menyebar ke bagian tubuh lain.
Sedangkan Tumor ganas adalah pembengkakan tubuh akibat pertumbuhan sel-sel tubuh
sendiri yang memiliki pertumbuhan cepat, tidak terkendali dan menyebar kebagian
tubuh lain.
B. Penyebab Tumor
Dikarenakan adanya mutasi DNA yg terakumulasi merupakan faktor utama
penyebab tumor, sebenarnya sel manusia mempunyai mekanisme perbaikan DNA dan
mekanisme lainya yang menyebabkan DNA mengalami kerusakan dirinya dengan
apoptosis jika kerusakan sel sangat parah.
Apoptosis adalah proses aktif kematian sel di tandai dengan pembelahan DNA
pada kromosom sampai pada sel itu sendiri.
C. Pemicu Timbulnya Tumor

1. Ketergantungan rokok yg mengandung nikotin dan zat-zat adiktif lainya, zat


nikotin serta racun lain yang masuk ke dalam darah melalui asap rokok mampu
meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi cervical neoplasia atau tumbuhnya
sel-sel abnormal pada rahim. Cervical neoplasia adalah kondisi awal
berkembangnya kanker serviks di dalam tubuh seseorang
2. Gaya hidup yang tidak sehat
3. Alkoholic
4. Obesitas
5. Benzena dan zat kimia lainnya yg berada sekitar lingkungan , diserap oleh darah
sehingga meracuni seluruh jaringan tubuh
6. Akibat radiasi
7. Masalah genetis

42
D. Perbedaan Tumor Jinak Dan Tumor Ganas
Perbedaan tumor jinak dan ganas adalah :

1. Tumor jinak

a. Pertumbuhan lambat

b. Terbungkus dalam kantong

c. Tidak menyebar kebagian tubuh lain

2. Tumor ganas

a. Pertumbuhan sel cepat

b. Tidak terkendali

c. Menyebar ke bagian tubuh lain (metastase)

d. Tumor ganas = kanker

A. TUMOR JINAK PADA ALAT GENETALIA

a. Tumor Jinak Vulva

Tumor jinak di daerah vulva yang banyak dijumpai adalah kista kelenjar
bartholini dan fibrorma vulva.

1. Kista kelenjar Bartholini


Kista kelenjar bartholini merupakan bentuk radang menahun kelejar
bartholini. Abses kelenjar bartholni diserap isinya, sehingga tinggal kantung
yang mengandung cairan yang disebut kista bartholini. Pengobatan kista
bartholini adalaah dengan mengangkat seluruh kista dan
marsviaalisasi.operasi memerlukan keahlian sehingga perlu dilakukan
dirumah sakit.
2. Fibroma Vulva
Merupakan tumor jinak yang bersal dari jaringan ikat vulva, bertangkai dan
berlokalisasi seringkali di bibir besar. Diameternya dapat beberapa
sentimeter, sampai mempunyai berat beberapa kilogram. Pengobatan

43
fibroma vulva adalah dengan jalan memotong tangkainya serta menjahit
kembali sehingga tidak terjadi perdarahan.

b. Tumor Jinak Rahim


Tumor jinak rahim yang akan dibicarakan adalah mioma uteri, adenomiosis, dan
endometriosis.
1. Mioma uteri
Merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya,
sehingga dapat dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan
lunak karena otot rahimnya dominan. Kejadiaan mioma uteri sukar
ditetapkan karena tidak semua mioma uteri memberikan keluhan dan
memerlukan tindaka operasi. Sebagian penderita mioma uteri tidak
memberikan keluhan apapun dan ditemukan secara kebetulan saat
pemeriksaan, Sebagian besar mioma uteri ditemukan pada masa reproduksi,
karena adanya rangsangan estrogen. Dengan demikian mioma uteri tidak
dijumpai sebelum dating haid dan akan mengalami pengecilan setelah mati
haid.
Bila pada masa menopause tumor yang berasal dari mioma uteri
masih tetap besar atau bertambah besar, kemungkinan degenerasi ganas
menjadi sarskoma uteri. Bila dijumpai pembesaran abdomen sebelum
menarche, hal itu pasti bukan mioma uteri tetapi kista ovarium dan
kemungkinan besar menjadi ganas.
Gejala klinik uteri :
a) Perdarahan tidak normal
o Hipermenora perdarahan banyak saat menstruasi,
o Meluasnya permukaan endometrium dalam proses menstruasi
o Gangguan kontraksi otot rahim.
b) Penekanan rahim yang membesar
Penekanan rahim karena pembesaran mio uteri dapat terjadi :
o Terasa berat di abdomen bagian bawah
o Sukar miksi atau defekasi
o Terasa nyeri karena tertekannya urat saraf

44
c) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan
Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling
mempengaruhi :
o Kehamilan dapat mengalami keguguran
o Persalinan prematuritas
o Gangguan saat proses persalinan
o Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan inferlitas
o Kala ketiga terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan
2. Adenomiosis uteri

Endometriosis adalah implantasi jaringan endometrium di luar kavum uteri.


Pembagian endometriosis :
a. Endometriosis eksterna adalah implantasi jaringan endometrium di luar
kavum uterus.
b. Endometriosis interna adalah implamantasi jaringan endometrium di
dalam otot rahim.
Gejala Klinis adenomiosis
o Menoragia : perdarahan banyak saat menstruasi
o Dismenorea sekunder : rasa sakit saat menstruasi
o Dispareunia : rasa sakit saat hubungan seksual.
3. Endomiotriosis
Gejala klinis Endomiotriosis, terjadi karena pengaruh hormonal estrogen dan
progesterone sehingga terjadi siklus menstruasi. Rasa nyeri terjadi karena
vaskularisasi yang meningkat dan deskuamasi struma dan sel jaringan
endometrium.
Gejala klinis endometriosis dalam bentuk :
o Dismenorea : nyeri abdomen sesuai dengan waktu menstruasi, terdapat
rasa kemeng terutama saat menstruasi.
o Dispareunia : nyeri saat berhubungan seksual
o Nyeri saat defekasi :pada endometriosis dinding restosigmoid
o Perubahan menstruasi dalam bentuk polimenorea atau hipermenorea

45
o Infertilitas : gangguan saluran tuba fallopii sehingga tidak berfungsi
sebagai saluran ovum spermatozoa dan tempat konsepsi : dan gangguan
mobilitas tuba saat malkukan penangkapan ovum karena perlekatan.
c. Tumor jinak Ovarium
Ovarium mempunyai kemungkinan untuk berkembang menjadi tumor jinak
maupun tumor ganas, pembagian tumor ovarium secara praktis adalah sebagai
berikut :
1. Tumor jinak kistik
o kistoma ovarii simpleks
o kistoma ovarii serosum
o kistoma ovarii musinosum
o kistoma dermoid
2. Tumor jinak padat
o fibroma ovarii
o tumor Brener
o tumor sisa adrenal
1) Gambaran klinik tumor Ovarium
Pertumbuhan tumor ovarium dapat memberikan gejala karena besarnya, terdapat
perubahan hormonal atau penyulit yang terjadi. Tumor jinak ovarium yang
diameternya kecil sering ditemukan secara kebetulan dan tidak memberikan
gejala klinik yang berarti.
2) Gejala akibat tumor ovarium dapat dijabarkan sebagai berikut :
Gejala akibat pertumbuhan
o Menimbulkan rasa berat di abdomen bagian bawah
o Mengganggu miksi atau defekasi
o Tekanan tumor dapat menimbulkan obstipasi atau edema pada tungkai
bawah.
Gejala akibat perubahan hormonal
Ovarium merupakan sumber hormone utama wanita, sehingga bila menjadi
tumor menimbulkan gangguan terhadap patrun mentruasi. Tumor sel
granulose dapat menimbulkan hipermenorea, sedang tumor arhenoblastoma
menimbulkan amenorea.

46
Gejala klinik akibat komplikasi yang terjadi pada tumor
a. Perdarahan intra-tumor
Perdarahan, menimbulkan gejala klinik nyeri abdomen mendadak dan
memerlukan tindakan yang cepat.
b. Perputaran tangkai
Tumor bertangkai sering terjadi perputaran tungkai, secara perlahan
sehingga banyak menimbulkan rasa nyeri abdomen. Perputaran tangkai
mendadak menimbulkan nyeri abdomen mendadak dan segera
memerlukan tindakan medis
c. Terjadi infeksi pada tumor
Karena suatu hal terjadi infeksi kista ovarium sehingga meninmbulkan
gejala infeksi, yaitu badan panas, nyeri pada abdomen, mengganggu
aktivitas sehari-hari
d. Robekan dinding kista
Pada torsi tangkai kista ada kemungkinan terjadi robekan sehingga isi
kista tumpah ke dalam ruangan abdomen
e. Degenerasi ganas kista ovarium
Keganasan kista ovarium :
Kista pada usia sebelum menarche dan kista pada usia diatas 45 tahun.

3. Sindrom meigs

Sindroma yang ditemukan oleh meigs menyebutkan terdapat fibroma ovarii,


asites, dan hidrotoraks. Dengan tindakan operasi fibroma ovarii, maka sindrom
akan menghilang dengan sendirinya.
Diagnosis Kista ovarium
Pembesaran pada abdomen bagian bawah merupakan salah satu keluhan yang
mendorong wanita untuk melakukan pemerikasaan. Tumor ovarium dapat
dibedakan saat melakukan pemeriksaan dalam. Menghadapi tumor jinak
ovarium perlu dilakukan pemeriksaan tentang konsistensi, besar permukaanya
dan sebagaianya.
Di samping itu perlu dilakukan diagnosis banding
1) Kehamilan.

47
o terlambat bulan
o gejala hamil muda
o terasa gerakan janin atau balotemen
o hasil pemeriksaan laboratorium mandukung kehamilan
2) Subserosa mioma uteri bertangkai
o Sulit dibedakan dengan tumor padat ovarium
o Dengan alat canggih ultrasonografi, diagnosis banding antara kista
ovarium, kehamilan atau subserosa mioma uteri dapat dibedakn dengan
jelas.

B. TUMOR GANAS PADA ALAT GENETALIA


a . Penyakit Trofoblas
Penyakit trofoblas merupakan sekelompok penyakit yang berasal dari
jaringan trofoblas karena penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan pada
kehamilan. Bagaimana terjadinya penyakit trofoblas belum diketahui dengan pasti.
Pembagian penyakit trofoblas yang digunakan di Indonesia.
1. Penyakit trofoblas jinak
o Mola hidatidosa
o Mola hidatidosa parsial
2. Penyakit trofoblas ganas
o Korio karsinoma vilosum
o Korio karsinoma non vilosum
o Korio karsinoma klinis

Kejadian penyakit trofoblas: Acosta Sison menggambarkan bahwa


penyebab terjadinya penyakit trofoblas bersumber dari kekurangan protein,
dengan kejadian meningkat pada Negara berkembang termasuk Indonesia.
Kejadian mola hidatidosa di Indonesia bekisar antara 1 : 50 sampai 1 : 145
persalinan. Sedangkan korio karsinoma antara 1 : 300 sampai 1: 1.035
kehamilan. Perlu diperhatikan bahwa kejadian penyakit trofoblas makin
meningkat pada keadaan social ekonomi rendah, paritas makin tinggi, umur
hamil di bawah 20 th atau di atas 35 th. Dengan demikian upaya untuk
menurunkan kejadian penyakit trofoblas tidak dapat hanya memberikan

48
pengobatan klinis, tetapi harus diikuti dengan perbaikan social ekonomi
masyarakat, serta menerima program KB.
1) Mola hidatidosa
Mola hidatidosa merupakan penyimpangan pertumbuhan dan
perkembangan kehamilan yang tidak di sertai janin dan seluruh vili korealis
mengalami perubahan hidropik. Karena mengalami perubahan hidropik
disertai pengeluaran hormone gonadotropin, mola hidatidosa dapat
menimbulkan gejala klinis bervariasi. Di samping itu infiltrasi sel trofoblas
dapat merusak pembuluh darah yang menimbulkan perdarahan,
menyebabkan kedatangan untuk memeriksakan diri.
Gejala klinis mola hidatidosa
o mual
o nek
o muntah
o pusing
Hanya kadang-kadang berlangsung lebih hebat.
Diagnosis mola hidatidosa
Kedatangan penderita dengan perdarahan banyak, keadaan umum buruk,
dan disertai pengeluaran gelembung mola ( hamil anggur ) maka diagnosis
mola hidatidosa dengan mudah di tegakkan. Kecurigaan mola hidatidosa
dapat didasarkan atas gejala klinis, yaitu dengan pemeriksaan terdapat
keterlambatan dating bulan, terjadi perdarahan, rahim lebih besar dari umur
kehamila, disertai dengan gejala hamil yang berlebihan.
Dugaan penyakit mola hidatidosa dapat dipastikan dengan melakukan
pemeriksaan kadar hormone korionik gonadotropin dalam darah maupun
dalam urin. Peningkatan kadarnya sekitar hari ke 100 sangat besar
kemungkina mola hidatidosa.
Dengan menggunakan alat canggih ultrasonografi, atau foto abdomen, mola
hidatidosa pada kehamilan yang masih kecil sudah dapat ditegakkan.

49
Pengobatan mola hidatidosa
Yang lebih di utamakan adalah menegakkan diagnosis mola hidatidosa
sebelum gelembung mola dikeluarkan, sehingga perdarahan yang timbul
pada waktu mengeluarkan mola dapat dikendalikan.
c. Keganasan Pada Vulva
Pembangunan berhasil meningkatkan kesehatan, sehingga dapat mencapai usia
lanjut dengan kemungkinan untuk mendapat keganasan semakin besar, terutama
bagi golongan social ekonomi rendah. Daereah vulva yang sering terkena
karsinoma adalah bibir besar dan klitoris. Pada kasus sudah lanjut terdapat
metastase tumor ganas berbentuk ulkus dengan pinggir agak padat, tumbuh
eksofisik seperti bunga kol dan kerusakan jaringan nekrosis dan berbau.
d. Keganasan Pada Vagina
Keganasan vagina mempunyai gejala klinik yang bervariasi , yaitu tanpa gejala
hanya ditemukan secara kebetulan : mengeluarkan cairan encer, dapat bercampur
darah, terjadi perdarahan setelah hubungan seksual dan keganasan stadium lanjut
berbau khas jaringan nekrosis. Keganasan vagina bisa dalam bentuk perlukan
dengan tepi padat dan menonjol, ulkus mudah berdarah, bentuk bunga kol dan
tampak cairan yang bercampur darah.
e. Keganasan serviks uteri
Keganasan mulut rahim merupakan keganasan wanita yang paling banyak.
Perkembangan kegenasan mulut rahim berjalan sangat lambat, tetapi ironisnya,
sebagian besar kedatangan penderita sudah dalam stadium lanjut, sehingga
pengobatnnya tidak memuaskan. Umur keganasan mulut rahim antara umur 30
sampai 60 bahkan cenderung makin muda. Beberapa factor predisposisi keganasan
mulut rahim :
1. Kawin pada usia muda, banyak dijumpai di daerah pedesaan.
2. Multipartner, kawn usia muda cenderung bercerai dam selanjutnya kawin
kembali
3. Infeksi mulut rahim : virus herspes tipe 2, perlukaan mulut rahim menahun,
infeksi trikomonas
4. Keadaan social ekonomi yang rendah, memudahkan terjadinya infeksi.

50
Stadium berdasarkan FIGO :

1. Stadium I. Kanker leher rahim hanya terdapat pada daerah leher rahim (serviks)
a. Stadium IA. Kanker invasive didiagnosis melalui mikroskopik (menggunakan
mikroskop),dengan penyebaran sel tumor mencapai lapisan stroma tidak lebih
dari kedalaman 5 mm dan lebar 7mm,
o Stadium IA1. Invasi lapisan stroma sedalam 3 mm atau kurang dengan lebar
7 mm atau kurang,
o Stadim IA2. Invasi stroma antara 3- 5 mm dalamnya dan dengan lebar 7
mm atau kurang
b. Stadium IB. tumor yang terlihat hanya terdapat pada leher rahim atau dengan
pemeriksaan mikroskop lebih dalam dari 5 mm dengan lebar 7 mm.
o Stadium IB1. Tumor yang terlihat sepanjang 4 cm atau kurang
o Stadium IB2. Tumor yang terlihat lebih panjang dari 4 cm
2. Stadium II. Kanker meluas keluar dari leher rahim namun tidak mencapai dinding
panggul.Penyebaran melibatkan vagina 2/3 bagian atas.
a. Stadium IIA. Kanker tidak melibatkan jaringan penyambung (parametrium)
sekitar rahim,namun melibatkan 2/3 bagian atas vagina.
b. Stadium IIB. Kanker melibatkan parametrium namun tidak melibatkan dinding
samping panggul.
3. Stadium III. Kanker meluas sampai ke dinding samping panggul dan melibatkan
1/3 vagina bagian bawah. Stadium III mencakup kanker yang menghambat proses
berkemih sehingga menyebabkan timbunan air seni di ginjal dan berakibat
gangguan ginjal.
a. Stadium IIIA. Kanker melibatkan 1/3 bagian bawah vagina namun tidak
meluas sampai dinding panggul.
b. Stadium IIIB. Kanker meluas sampai dinding samping vagina yang
menyebabkan gangguan berkemih sehingga berakibat gangguan ginjal.
4. Stadium IV. Tumor menyebar sampai ke kandung kemih atau rectum, atau meluas
melampaui panggul
a. Stadium IVA. Kanker menyebar ke kandung kemih atau rectum.
b. Stadium IVB. Kanker menyebar ke organ yang jauh.

51
f. Keganasan Korpus Uteri
Keganasan korpus uteri pada usia lanjut, setelah melewati menopause.
Kejadiaanya makin meninggkat sejalan dengan banyaknya wanita yang mencapai
usia lanjut.
Tumor ganas korpus uterus dianggap primer jika berasal dari endometrium
atau miometrium. Jika terdapat proses di endometrium dan endoserviks dan tidak
dapat dipastikan dari mana asalnya maka tumor ganas tersebut dianggap sebagai
tumor ganas serviks uterus bila hasil histologi menunjukkan jenis epidermoid.
Dianggap sebagai tumor ganas endometrium bila histologi berjenis
adenokarsinoma atau adenokantoma. Frekuensi tumor ganas endometrium akhir-
akhir ini meningkat karena usia wanita meningkat, disamping faktor-faktor lain
yang memberi predisposisi hingga mempuyai resiko tinggi, seperti ; penderita DM,
hipertensi essensial / menahun,wanita dengan tumor ovarium yang memproduksi
ekstrogen (tumor sel granula ).
1) Penyebaran
Penyebaran Adenokarsinoma endometrium biasanya lambat, kecuali pada
G3 tumor dengan diferensiasi sel-sel yang tidak baik cenderung menyebar
kepermukaan cavum uterus dan endoserviks. Jika telah sampai ke endoserviks,
penyebaran selanjutnya seperti pada karsinoma serviks uterus. Jika miometrium
telah ditembus, penyebaran selanjutnya akan cepat dan umumnya melalui
pembuluh getah bening sel tumor akan sampai kepada kelenjar regional, terutama
kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam/ hipogastrika lewat kelenjar ligamentum
rotundum akan sampai dikelenjar limfa inguinal dan femoral. Penyebaran retrograd
dapat ditemukan dibagian distal vagina. Penyebaran hematogen berjarak jauh tidak
umum miometrium merupakan barier solid yang dapat menahan kelanjutan proses
untuk waktu yang cukup lama.
2) Gambaran Klinik dan diagnosis
Pada awal dari penyakit pemeriksaan ginekologik tidak menghasilkan apa-
apa (negatif ). Penyakit biasanya tersembunyi dan membahayakan. Dalam banyak
kejadian gejalanya dikaitkan dengan menopause berupa getah vagina kemerahan
atau sesudah menopause (peri menopausal) . rasa sakit dan perasaan rahim
berkontraksi sering dikeluhkan. Dengan berlanjutnya proses , berbagai keluhan

52
tekanan akibat membesarnya korpus uterus dapat ditemukan. Pembesaran dan
fiksasi uterus akibat infiltrasi sel ganas ke dalam parametrium baru terjadi pada
tingkat lnjut. Setiap wanita dalam masa menopause yang mengalami pendarahan
abnormal dari rahim, harus dicurigai akan adanya karisnoma endometrium. Cara
yang dibenarkan adalah mendapatkan bukti histologi ada atau tidakadanya
keganasan dengan mengerjakan kuretase seluruh rongga rahim. Hasil lerokan
seluruhnya dikirim ke laboratorium patologi anatomi.
3) Penanganan
Untuk penanganan kanker endometrium dalam garis besar adalah sebagai
barikut : TAH ( total Abbominal Hysterectomy) + BSO (bilateral salpingo
Oopborectomy). Tindakan ini merupakan pilihan utama untuk kasus tingkat klinis
T-1. Kombonasi pembedahan dengan radioterapi sebelum/sesudah pembedahan
dilakukan pada tingkat klinik T1,T2,dan kasus T3yang dinilai masih operabel.
Penyinaran sebelum operasi akan mengurangi resiko terjadinya rekurest lokal dan
metastasis. Jenis penyinaran, apakah akan diberi aplikasi radium intrakaviter atau
penyinaran luar dengana cobalt-60, ditentukan oleh ginekolog dan radioterapis
berdasarkan tingkat klinik penyakitnya, hasil pemeriksaan histologik dan besarnya
uterus. Operasi dilakukan 2-6 minggu sesudah penyinaran yang diberikan. Jika
yang dipilih aplikasi radium intrakaviter dan ternyata pada pemeriksaan histologik
spesimen operasi sel tumor telah mengadakan infiltrasi melebihi 1/3 tebal
miometrium maka penyinaran eksternal harus ditambahkan. Pada tingkat klinis T3
yang dinilai in-operabel, hanya dilakukan penyinaran dan pngobatan hormonal
dengan pemberian preparat progestatif dosis tinggi, sedangkan pada T4 untuk
tujuan palitatif hanya diberiakan terapi hormonal denagn progrestatif dosis tinggi.
Untuk ini dapat dipakai Medroxy progesterom Accetat (MPA)/provera tablet 2-4
tablet @ 100 mg/hari. Sekarang banmyak digunakan Megesterol acetat (Megace)
denagn dosis 160-320 mg(4-8) tablet @ 40 mg/hari. Juga Tamozxifen dapat
digunakan dengan dosis 1-2 film coated tablets (filcotabs) tiap pagi dan sore.
Pengobatab hormonal dapat menahan penyebaran sel ganas yang jauh sampai 1-4
tahun dalam kontrol lanjutan (follow up kontrol ).
Oleh sebab itu pemberian pengobatan hormonal dengan progestatif dosis
tinggi, harus diteruskan selama pengobatan masih memberi respon. Sebelum

53
pembedahan (TAH+BSO ) pada tingkat klinis apapun, bila sitologikncairan
peritoneal positif mengandung sel ganas, megace harus diberikan 160 mg/hari (4 dd
tab I @ 40 mg ) selama minimal 1 tahun. Ada korelasi positif antara respon
pengobata dengan +/-nya reseptor progesteron ,pada yang reseptor progesteron nya
positif, respon pengobatan dapat mencapai 77%.

54
VI. INFERTILITAS
1. DEFINISI
Infertilitas adalah kegagalan dari pasangan suami-istri untuk mengalami
kehamilan setelah melakukan hubungan seksual, tanpa kontrasepsi, selama satu
tahun (Sarwono,497).
Ketidaksuburan (infertil) adalah suatu kondisi dimana pasangan suami istri
belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual
sebanyak 2 3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa
menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun (Djuwantono,2008, hal: 1).
Secara medis infertile dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Infertile primer
Berarti pasangan suami istri belum mampu dan belum pernah memiliki anak
setelah satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2 3 kali perminggu tanpa
menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
b. Infertile sekunder
Berarti pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak sebelumnya tetapi
saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah satu tahun berhubungan
seksual sebanyak 2 3 kali perminggu tanpa menggunakan alat atau metode
kontrasepsi jenis apapun.

2. ETIOLOGI
Sebanyak 60% 70% pasangan yang telah menikah akan memiliki anak
pada tahun pertama pernikahan mereka. Sebanyak 20% akan memiliki anak pada
tahun ke-2 dari usia pernikahannya. Sebanyak 10% - 20% sisanya akan memiliki
anak pada tahun ke-3 atau lebih atau tidak pernah memiliki anak.
Walaupun pasangan suami istri dianggap infertile bukan tidak mungkin
kondisi infertile sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri. Hal
tersebut dapat dipahami karena proses pembuahan merupakan kerjasama antara
suami dan istri. Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua factor yang harus
dipenuhi adalah:

55
a. Suami memiliki system dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu
menghasilkan dan menyalurkan sel kelamin pria (spermatozoa) kedalam organ
reproduksi istri.
b. Istri memiliki system dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu
menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau ovarium).
Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil
penelitian membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40% dari angka kejadian
infertil, istri 40-55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%. Hal ini dapat menghapus
anggapan bahwa infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanita/istri.
Berbagai gangguan yang memicu terjadinya infertilitas antara lain :

a. Pada wanita
Gangguan organ reproduksi
1) Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina akan membunuh
sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi
sperma ke vagina.
2) Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang
mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di
serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas
operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup
serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim.
3) Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang
mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang
menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus
dan akhirnya terjadi abortus berulang.
4) Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba
falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat
bertemu.
Gangguan ovulasi
Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan
hormonal seperti adanya hambatan pada sekresi hormone FSH dan LH
yang memiliki pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapat
terjadi karena adanya tumor cranial, stress, dan pengguna obat-obatan

56
yang menyebabkan terjadinya disfungsi hiotalamus dan hipofise. Bila
terjadi gangguan sekresi kedua hormone ini. Maka folikel mengalami
hambatan untuk matang dan berakhir pada gangguan ovulasi.
Kegagalan implantasi
Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami
kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah
terjadi pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung
baik. Akibatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah abortus.
Endometriosis
Faktor immunologis
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka
tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi
ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
Lingkungan
Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia,
dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh
termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.

b. Pria
Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria
yaitu:
o Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas
o Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi retrograde, hipospadia
o Abnormalitas ereksi
o Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi
kimiawi
o Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga
terjadi penyempitan pada obstruksi pada saluran genital
o Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti kanker.

57
3. PEMERIKSAAN PASANGAN INFERTILITAS
Syarat- Syarat Pemeriksaan Infertilitas

Setiap pasangan infertil harus diperlakukan sebagai satu kesatuan. Itu berarti,
kalau istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka pasangan itu tidak
diperiksa.
Adapun syarat- syarat pemeriksaan pasangan infertil adalah sebagai berikut:
Istri berumur antara 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah berusaha untuk
mendapatkan anak selama 12 bulan. Pemeriksaan dapat dilakukan lebih dini
apabila :
o Pernah mengalami keguguran berulang.
o Diketahui mengidap kelainan endokrin.
o Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut.
o Pernah mengalami bedah ginekologi.
Istri berumur antara 31- 35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan pertama
pasangan itu datang ke dokter.
c) Istri pasangan infertil yang berumur antara 36-40 tahun hanya dilakukan pemeriksaan
infertilitas kalau belum mempunyai anak dari perkawinan ini.
d) Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang salah satu anggota
pasangannya mengidap penyakit yang dapat membahayakan kesehatan istri atau
anaknya.
Pemeriksaan Masalah Masalah Infertilitas
1. Pemeriksaan mikroskopik
Bagi orang yang berpengalaman, memeriksa setetes air mani dibawah
mikroskop sudah memungkinkannya menaksir konsentrasi, jenis gerakan dan
morfologi spermatozoa dengan ketepatan yang tidak jauh berbeda dari kenyataan.
Sel- sel radang menunjukkan adanya peradangan. Kadang-kadang tampak pula
trikomonas vaginalis atau candida albicans. Air mani yang dibiarkan lama akan
membentuk kristal spermin fosfat.
Kadang-kadang tampak pula pulau pulau aglutinasi spermatozoa, berkisar
antara jarang sampai banyak. Terdapat 3 jenis aglutinasi: kepala dengan kepala,
kepala dengan ekor, ekor dengan ekor. Spermatozoa dibagian luar aglutinasi itu

58
biasanya masih tampak bergerak, akan tetapi dipusatnya sudah tidak bergerak
lagi.
Air mani tanpa spermatozoa (azoospermia) atau sedikit sperma akan
segera tampak pada pemeriksaan mikroskop. Sumbatan duktus dapat disingkirkan
apabila tampak sel-sel muda yang bulat. Sebelum menyatakan tidak adanya sel-
sel muda, sebaiknya air mani disentrifugasikan dahulu 3000 putaran per menit
selama 5 menit, kemudian sedimennya diperiksa kemballi. Semua air mani yang
azospermia, harus diperiksa akan adanya fruktosa yang dihasilkan oleh vesikula
seminalis. Pada tidak tumbuhnya kedua vas deferens dan vesikula seminalis, air
maninya tidak mengandung fruktosa dan tidak dapat berkoagulasi setelah
ejakulasi. Demikian pula kalau kedua duktus ejakulatoriusnya tersumbat atau
pada ejakulasi retrogard.
2. Uji ketidakcocokan imunologik
Uji kontak air mani dengan lendir serviks (sperm cervical mucus contact
test- SCMC test) yang dikembangkan oleh kremer dan jager dapat
mempertunjukkan adanya antibody local pada pria atau wanita.
3. Uji pascasenggama
Walaupun uji Sims Huhner atau uji pascasenggama telah lama dikenal di
seluruh dunia, tetapi ternyata nilai kliniknya belum diterima secra seragam. Salah
satu penyebabnya adalah karena belum adanya standarisasi cara melakukannya.
Kebanyakan peneliti sepakat untuk melakukannya pada tengah siklus haid, yang
berarti 1 - 2 hari sebelum meningkatnya suhu basal badan yang diperkirakan.
Akan tetapi, belum ada kesepakatan berapa hari abstinensi harus dilakukan
sebelumnya, walaupun kebanyakan menganjurkan 2 hari. Demikian pula belum
terdapat kesepakatan kapan pemeriksaan itu dilakukan setelah senggama.
Menurut kepustakaan, ada yang melakukannya setelah 90 detik sampai setelah 8
hari. Sebagaimana telah diuraikan, spermatozoa sudah dapat sampai pada lendir
serviks segera setelah senggama, dan dapat hidup di dalamnya sampai 8 hari.
Menurut Denezis uji pascasenggama baru dapat dipercaya kalau dilakukan dalam
8 jam setelah senggama. Perloff melakukan penelitian pada golongan fertil dan
infertil, dan berkesimpulan tidak ada perbedaan hasil yang antara kedua golongan
itu kalau pemeriksaannya dilakukan lebih dari 2 jam setelah senggama. Jika

59
kesimpulan ini benar, maka uji pascasenggama dilakukan secepatnya setelah
senggama. Davajan menganjurkan 2 jam setelah senggama, walaupun penilaian
secepat itu tidak akan sempat menilai ketahanan hidup spermatozoa dalam lendir
serviks.
Berapa banyak spermatozoa harus tampak dalam 1 LPB, belum terdapat
kesepakatan pula. Jetre dan Glass menemukan peningkatan presentase kehamilan
yang secara statistik bermakna kalau terdapat lebih dari 20 spermatozoa/LPB; dan
tidak berbeda bermakna pada golongan dengan 1 5, 6 10 atau 11 20
spermatozoa/LPB.
Cara pemeriksaan : setelah abstinensi selama 2 hari, pasangan
dianjurkanmelakukan senggama 2 jam sebelum saat ditentukan untuk datang ke
dokter. Dengan spkulum vagina kering, serviks ditampilkan, kemudian lendir
serviks yang tampak dibersihkan dengan kapas kering pula. Jangan menggunakan
kapas basah oleh antiseptik karena dapat mematikan spermatozoa. Lendir serviks
diambil dengan isapan semprit tuberkulin, kemudian disemprotkan keluar pada
gelas objek, lalu ditutup dengan gelas penutup. Pemeriksaan mikroskopik
dilakukan dengan lapangan pandangan besar ( LPB ).
4. Uji In Vitro
a) Uji gelas objek
Miller dan Kurzok pada tahun 1932 memakai teknik yang sangat sederhana
untuk mengatur kemampuan spermatozoa masuk ke dalam lendir serviks.
Caranya dengan menempatkan setetes air mani dan setetes lendir serviks pada
gelas objek, kemudian kedua bahan itu disinggungkan satu sama lain dengan
meletakkan sebuah gelas penutup diatasnya. Spermatozoa akan tampak menyerbu
ke dalam lendir serviks, didahului oleh pembentukan phalanges air mani ke
dalam lendir serviks. Menurut Perloff dan Steinberger, pembentukan phalanges
itu bukan merupakan kegiatan spermatozoa, melainkan fenomena fisik kalau dua
cairan yang berbeda viskositas, tegangan permukaan dan reologinya
bersinggungan satu sama lain di bawah gelas penutup.
b) Uji kontak air mani dengan lendir serviks
Menurut Kremer dan Jager, pada ejakulat dengan autoimunisasi, gerakan
maju spermatozoa akan berubah menjadi terhenti atau gemetar di tempat kalau

60
bersinggungan dengan lendir serviks. Perangai gemetar ditempat ini terjadi pula
kalau air mani yang normal bersinggungan dengan lendir serviks dari wanita yang
serumnya mengandung antibodi terhadap spermatozoa.
Kremer dab Jager melakukan uji tersebut dengan dua cara :
Cara pertama. Setetes lendir serviks praovulasi dengan tanda tanda pengaruh
esterogen yang baik dan pH lebih dari 7 diletakkan pada sebuah gelas objek di
samping setetes air mani. Kedua tetesan itu dicampur dan diaduk dengan sebuah
gelas penutup, yang kemudian dipakai untuk menutup camuran itu. Setetes mani
yang sama diletakkan pada gelas objek itu juga, kemudian ditutup dengan gelas
penutup. Penilaian dilakukan dengan membandingkan motilitas
spermatozoabdari kedua sediaan itu. Sediaan itu keudian di simpan ke dalam
tatakan petri yang lembab, pada suhu kamar, selama 30 menit untuk kemudian
diamati lagi.
Cara kedua. Setetes besar lendir serviks diletakkan pada sebuah gelas obyek,
kemudian dilebarkan sampai diameternya 1 cm. Setetes air mani diletakkan di
tengah tengah lendir serviks itu, kemudian lendir serviks dan air mani di tutup
dengan sebuah gelas penutup, sambil ditekan sedikit supaya air maninya dapat
menyebar tipis diatas lendir serviks. Setetes air mani yang sama diletakkan pula
pada gelas objek itu, kemudian ditutup dengan sebuah gelas penutup. Penilaian
dilakukan seperti cara pertama.
jika ini sangat berguna untuk menyelidiki adanya faktor imunologi apabila
ternyata uji pascasenggama selalu negatif atau kurang baik, sedangkan kualitas air
mani dan lendir serviks normal. Perbandingan banyaknya spermatozoa yang
gemetar di tempat, yang maju pesar dan yang tidak bergerak mungkin
menentukan prognosis fertilisasi pasangan itu.
5. Biopsi Endometrium
Barang kali tidak ada satu alasan yang paling penting untuk melakukan
biopsi, kecuali untuk menilai perubahan khas yang terjadi pada alat yang dibiopsi
itu. Gambaran endometriun itu merupakan bayangan cermin dari pengaruh
hormon hormon ovarium. Akan tetapi, sebgaimana juga berlaku bagi setiap
prosedur kedokteran, keterangan yang ingin diperoleh harus seimbang dengan
resiko melakukan prosedur itu.

61
Kapan biopsi itu dilakukan dari keterangan yang ingin diperoleh. Apabila
ingin memperoleh keterangan tentang pengaruh esterogen atau yang lain yang
bukan hormonal, maka biopsi endometrium dilakukan pada hari ke-14. Apabila
yang ingin diketahui adalah peradangan menahun ( Tuberkulosis ), ovulasi atau
neoplasia maka biopsinya dilakukan setelah ovulasi. Pada umunnya , waktu yang
terbaik untuk melakukan biopsi adalah 5 6 hari setelah ovulasi yaitu sesaat
sebelum terjadinya implantasi blastosis pada permukaan endometrium. Biopsi
yang dilakukan sebelum hari ke-7 setelah ovulasi itu akan mengurangi
kemungkinan terganggunya kehamilan yang sedang terjadi. Biopsi yang
dilakukan dalam 12 jam stelah haid masih dapat menilai endometrium yang
bersekresi, malahan granuloma tuberkulosis akan tampak lebih jelas. Walaupun
biopsi ini maksudnya untuk menghindarkan kemungkinan terganggunya
kehamilan, akan tetapi perdarahan hari pertama itu mungkin bukan haid
melainkan perdarahan intervilus.
Tredway et al. Memperlihatkan adanya hubungan tepat antara perubahan
endometrium yang terjadi dengan penanggalan yang dihitung mulai ovulasi.
Pengetahuan ini sangat penting untuk mendiagnosis defek fase luteal. Moyer
sangat menganjurkan pemakaian penganggalan yang dimulai pada hari pertama
haid.
Defek fase luteal berarti korpus luteum tidak menghasilkan cukup
progresteron. Diagnosisnya ditegakkan dengan kurva suhu basal badan, sitologi
vagina hormonal, biopsi endometrium dan pemeriksaan progresteron plasma.
Kalau kurva suhu basal badan memperlihatkanpeningkatan suhu yang hanya
dapat dipertahankan kurang dari 10 hari, diagnosis defek fase luteal dapat
ditegakkan. Menurut Israel et al. , pemeriksaan progresteron plasma sekali pada
fase luteal yang bernilai 3 ng/ml lebih dianggap sebagai patokan terjadinya
ovulasi. Menurut Abraham et al., kalau 3 kali pemeriksaan progresteron pada 4
11 hari sebelum haid berjumlah 15 ng/ml lebih, hal itu haruslah dianggap sebagai
patokan telah terjadinya ovulasi dengan fungsi korpus luteum yang normal.
Siklus haid dengan defek fase luteal tidak selalu berulang. Menurut
Speroff et al., siklus haid dengan defek luteal yang berulang hanya terjadi pada

62
kurang dari 4 % pasangan infertil. Oleh karena itu, indikasi pengobatannya hanya
kalu defek fase luteal itu berulang.
6. Histerosalpingografi
Sejak Rubin dan Carey melakukan histerosalpingografi untuk pertama
kalinya, banyak pembaharuan telah terjadi dalam hal peralatan dan media kontras
yang dipakai. Prinsip pemeriksaannya sama dengan pertubasi, hanya peniupan gas
diganti dengan penyuntikan menia kontras yang akan melimpah ke dalam kavum
peritonei kalau tubanya paten, dan penilaiannya dilakukan secara radiografik.
Tidak jarang, wanita yang baru menjalani histerosalpingografi menjadi
hamil. Khasiat terapeutik ini kalau memang ada, dapat diterangkan karena
pemeriksaannya dapat membilas sumbatan sumbatan tuba yang ringan atau
menjadi kontras ( yodium ) yang berkhasiat bakteriostatik sehingga memperbaiki
kualitas lendir serviks.

7. Histeroskopi
Histeroskopi adalah peneropongan kavum uteri yang sebelumnya telah
digelembungkan dengan media dekstran 32%, glukosa 5%, garam fisiologik, atau
gas CO2. Dalam infertilitas, pemeriksaan histeroskopi dilakukan apabila terdapat :
a) Kelainan pada pemeriksaan histerosalpingografi.
b) Riwayat abortus habitualis.
c) Dugaan adanya mioma atau polip submukosa.
d) Perdarahan abnormal dari uterus.
e) Sebelum dilakukan bedah plastik tuba, untuk menempatkan kateter sebagai
splint pada bagian proksirnal tuba.
Histeroskopi tidak dilakukan kalau diduga terdapat infeksi akut rongga
panggul, kehamilan atau perdarahan banyak uterus.
Pemeriksaan histeroskopi yang dapat langsung melihat kavum uteri dapat
menghindarkan kesalahan diagnostik seperti yang dapat terjadi pada kuretase atau
biopsi endometrium yang membuta. Lagi pula, melalui histeroskopi dapat
dilakukan pembedahan ringan seperti melepaskan perlekatan, mengangkat polip
dan mioma submukosa.

63
8. Pemeriksaan Hormonal
Hasil pemeriksaan hormonal dengan RIA harus selalu dibandingkan dengan
nilai normal masing masing laboratorium.
Pemeriksaan FSH berturut turut untuk memeriksa kenaikan FSH tidak
selalu mudah, karena perbedaan kenaikannya tidak sangat nyata, kecuali pada
tengah tengah siklus haid ( walaupun masih kurang nyata dibandingkan dengan
puncak LH). Pada fungsi ovarium tidak aktif, nilai FSH yang rendah sampai
normal menunjukkan kelainan pada tingkat hipotalamus atau hipofisis. Sedangkan
nilai yang tinggi menunjukkan kelainan primernya pada ovarium.
Pemeriksaan LH setiap hari pada wanita yang berovulasi dapat sangat nyata
menun jukkan puncak LH, yang biasanya dipakai sebagai patokan saat ovulasi.
Akan tetapi, karena hipofisis mengeluarkan LH nya secara berkala, penentuan
saat ovulasi dengan pemeriksaan ini dapat keliru 1 hari. Kekeliruan ini dapat
dikurangi dengan melakukan pemeriksaan LH serum atau urin beberapa kali setiap
hari, yang tidak selalu mudah dilakukan. Penentuan saat ovulasi dengan
pemeriksaan LH ini baru dapat diyakinkan kalau pemeriksaan berikutnya
menghasilkan nilai yang lebih rendah dengan nyata. Pada fungsi ovarium yang
tidak aktif, nilai LH yang rendah atau tinggi, interpretasinya sama dengan untuk
FSH.
Pemeriksaan Estrogen serum atau urin dapat memberikan banyak informasi
tentang aktivitas ovarium dan penentuan saat ovulasi. Kalau pemeriksaan ini tidak
ditujukan untuk penentuan saat ovulasi yang tepat, pemeriksaannya cukup
seminggu sekali. Nilai esterogen urin yang tetap di bawah 10 mikrogram/24 jam
menunjukkan tidak adanya aktivitas ovarium. Nilai diatas 15 mikrogram/24 jam
menunjukkan adanya aktivitas folikular ovarium. Pemeriksaan perangai sekresi
esterogen dan pregnandiol dalam 4 minggu dapat mempertunjukkan adanya siklus
anovulasi dengan ekskresi estrogen terus menerus (20 50 mikrogram/24 jam )
atau dengan ekskresi esterogen yang berfluktuasi ( puncak 40 200
mikrogram/24jam ) atau dengan nilai prenandiol rendah ( kurang dari 1
mikrogram/24 jam ).
Pemeriksaan progresteron plasma atau pregnandiol urin berguna untuk
menunjukkan adanya ovulasi. Terjadinya ovulasi akan diikuti oleh peningkatan

64
progresteron, yang sudah dapat diukur mulai 2 hari sebelum ovulasi, akan tetapi
sangat nyata dalam 3 hari setelah ovulasi. Nilainya 20 40 kali lebih tinggi
daripada nilai pada fase folikular. Akan tetapi, ;puncak estrogen dan LH masih
dapat terjadi, sekalipun siklusnya anovulasi. Oleh sebab itu, pemeriksaan estrogen
dan LH yang ditujukan untuk mengetahui telah terjadinya ovulasi harus disertai
pemeriksaan progresteron plasma atau pregnandiol urin kira kira seminggu
setelah ovulasi diperkirakan terjadi. Pregresteron plasma di atas 10 nanogram/ml
atau pregnandiol urin di atas 2 mg/24 jam menunjukkan bahwa ovulasi telah
terjadi. Nilai seperti itu di pertahankan kira kira selama seminggu.
9. Laparoskopi Diagnostik
Laparoskopi diagnostik telah menjadi bagian integral terakhir pengolahan
infertilitas untuk memeriksa masalah peritoneum. Pada umumnya untuk
mendiagnosis kelainan yang sama, khususnya pada istri pasangan infertil yang
berumur 30 tahun lebih, atau yang telah mengalami infertilitas selama 3 tahun
lebih. Esposito menganjurkan agar laparoskopi diagnostik dilakukan 6 8 bulan
setelah pemeriksaan infertilitas dasar selesai dilakukan. Lebih terperinci lagi,
menurut Albano, indikasi untuk melakukan laparaskopi diagnostik adalah :
a) Apabila selama 1 tahun pengobatan belum juga terjadi kehamilan.
b) Kalau siklus haid tidak teratur, atau suhu basal badan monofasik.
c) Apabila isteri pasangan infertil berumur 28 tahun lebih, atau mengalami
infertilitas selama 3 tahun lebih.
d) Kalau terdapat riwayat laparotomi
e) Kalau pernah dilakukan histerosalpingografi dengan media kontras larut
minyak.
f) Kalau terdapat riwayat apendisitis.
g) Kalau pertubasi berkali kali abnormal.
h) Kalau disangka endometrium.
i) Kalau akan dilakukan inseminasi buatan.
Saat terbaik untuk melakukan laparoskopi diagnostik ialah segera setelah
ovulasi. Segera setelah ovulasi akan tampak korpus rubrum, sedangkan sebelum
ovulasi akan tampak folikel Graaf. Pada siklus haid 28 hari laparoskopi dilakukan
antara hari ke-14 dan 21. Pada kesempatan ini dapat pula diperiksa biopsi

65
endometrium, pregnandiol, 17-ketosteroid urin 24 jam dan fungsi tiroid. Pada
siklus haid yang tidak berovulasi ( amenore ), laparoskopi dapat dilakukan setiap
saat.
Cacat bawaan uterus biasanya didiagnosis dengan histerosalpingografi;
dilakukan laparaskopi kalau akan meyakinkan uterus septus dari uterus ganda, dan
untuk menilai kelayakan operasi metroplastik. Endometriosis dapat ditemukan pada
30% istri pasangan infertil dan kejadiannya akan lebih meningkat dengan
beretambahnya usia istri. Kelainan tuba seperti hidrosalping tuba fimosis,
perlekatan perituber, hanya dapat diyakini dengan laparoskopi diagnostik.
Kelayakan untuk melakukan operasi plastik tuba dilakukan dengan laparoskopi
diagnostik.
Kalau hasil laparoskopi sangat meragukan, dapat dilakuka pemeriksaan
histeroskopi. Hasil positif palsu dapat terjadi pada hidroturbasi, karena larutan
warna itu dapat lolos melalui suatu lubang pada dinding uterus sehingga dalam
kavum douglasi tampak penggumpalan larutan warna. Hasil negatif palsu dapat
terjadi karena kegagalan untuk dapat menggelembungkan uterus, yang berarti
kegagalan untuk meningkatkan tekanan, agar larutan warna dapat mengalir lewat
tuba.
Kalau pemeriksaan laparoskopi tidak dapat dilakukan karena banyak
perlekatan, maka satu satunya cara untuk memeriksa alat alat rongga panggul
ialah laparotomi.
10. Sitologi Vagina Hormonal
Sitologi vagina hormonal menyelidiki sel sel yang terlepas dari selaput
lendir vagina, sebagai pengaruh hormon hormon ovarium (estrogen dan
progesteron). Pemeriksaan ini sangat sederhana, mudah dan tidak menimbulkan
nyeri, sehingga dapat dilakukan secara berkala pada seluruh siklus haid.
Tujuan pemeriksaan sitologi vagina hormonal ialah :
a) Memeriksa pengaruh estrogen dengan mengenal perubahan sitologik yang khas
pada fase proliferasi.
b) Memeriksa adanya ovulasi dengan mengenal gambaran sistologik pada fase
luteal lanjut.

66
c) Menentukan saat ovulasi dengan mengenal gambaran sitologik ovulasi yang
khas.
d) Memeriksa kelainan fungsi ovarium pada siklus haid yang tidak berovulasi.
Sitologi vagina hormonal tidak mengenal indikasi kontra. Walaupun demikian,
pengenalan gambaran sitologi dapat dipersulit kalau terdapat perdarahan atau
peradangan traktus genitalis. Pemeriksaan sitologi vagina sebagai berikut :
a) Sebuah tablet nimorazol dimasukkan ke dalam vagina 2 hari sebelum setia kali
pemeriksaan, agar sediaan tidak dikotori oleh sel sel radang.
b) Pemeriksaan direncanakan pada hari ke-8, 12, 18, dan 24 dari siklus haid.
c) Pasien dilarang bersenggama, diperiksa dalam, atau membilas kedalam vagina,
dalam 24 jam sebelum pemeriksaan.
d) Dengan spukulum vagina yang bersih, fornises lateralis ditampilkan.
e) Lendir vagina dari fornises lateralis itu diusap dengan spatel kayu atau plastik
yang bersih, kemudian dioleskan pada sebuah gelas objek yang baru.
f) Difiksasi dengan alkohol 95%.
g) Diwarnai dengan pulasan harris-Shorr.
Pria
Penentu kelainan pada pria harus dilakukan segera, karena kira- kira 40% kasus
dapat ditemukan penyebabanya. Analisis faktor-faktor pada pria lebih murah
dan mudah.
Anamnesis dan pemeriksaan lengkap (fisik, seksual, sosial, dan psikologik),
pemeriksaan klinik genetalia untuk ukuran testis, varikokel, dan lain- lain.
Analisis semen termasuk volume semen (lebih dari 2 ml dengan lebih dari 20
jutaspermatozoa/ ml), motilitas ( lebih dari 40%, 4 jam setelah semen
dikeluarkan) dan morfologi (60% spermatozoa harus mempunyai morfologi
normal).
Wanita
Anamnesis dan pemeriksaan lengkap (fisik, seksual, sosial, dan psikologik),
pemeriksaan pelvis untuk kelainan traktus genitalis.
Tes untuk ovulasi (pengukuran temperatur basal tubuh dan lain- lain).
Insuflasi tuba, histerosalfingografi, laparoskopi (kira- kira 30% penyebab
infertilitas berkaitan dengan gangguan atau anomali tuba).

67
Pemeriksaan endokrin (kira- kira 20% infertilitas pada wanita disebabkan oleh
gangguan hormonal).
Pemeriksaan getah serviks, biopsi endometrium (kira- kira 10% infertilitas pada
wanita adalah akibat lingkungna serviks yang tidak menunjang).

4. Penanggulangan Beberapa Masalah Infertilitas


a) Air Mani yang Abnormal
Air mani disebut abnormal kalau pada tiga kali pemeriksaan berturut turut
hasilnya tetap abnormal. Nasihat terbaik bagi pasangan dengan air mani abnormal
adalah melakukan senggama berencana pada saat saat subur istri.
Adapun air mani abnormal yang masih dapat diperbaiki itu kalau disebabkan
oleh varikokel, sumbatan, infeksi, defisiensi gonadotropin atau hiperprolaktinemia.
o Verikokel
Motilitas spermatozoa yang kurang hampir selalu terdapat pada pria
dengan varikokel. Menurut McLeod, motilitas spermatozoa yang kurang itu
dapat ditemukan pada 90% pria dengan verikokel, sekalipun hormon gonad dan
varikokelektomi tidak berhubungan dengan besar kecilnya varikokel. Adanya
varikokel disertai motilitas spermatozoa yang kurang hampir selalu dianjurkan
untuk dioperasi. Kira kira dua pertiga pria dengan varikokel yang dioperasi
akan mengalami perbaikan dalam motilitas spermatozoanya.
o Sumbatan Vasdifferen
Pria yang tersumbat vasnya akan mempertunjukkan azoospermia, dengan
besar testikel dan kadar FSH yang normal. Dua tanda terakhir ini sangat
konsisten untuk spermatogenesis yang normal. Operasi vasoepididimostomi
belum memuaskan hasilnya. Walaupun 90% dari ejakulasinya mengandung
spermatozoa, akan tetapi angka kehamilannya berkisar 5 30%.
o Infeksi
Infeksi akut traktus genitalis dapat menyumbat vas atau merusak jaringan
testis, sehingga pria yang bersangkutan menjadi steril. Akan tetapi infeksi yang
menahun mungkin hanya menurunkan kualitas spermatozoa dan masih dapat
diperbaiki menjadi seperti semula dengan pengobatan. Air mani yang selalu
mengandung banyak lekosit, apalagi kalau disertai gejala disuria, nyeri pada

68
waktu ejakulasi, nyeri punggung bagian bawah, patut diduga karena infeksi
menahun traktus genitalis. Antibiotika yang terbaik adalah yang akan terkumpul
dalam traktus genetalis dengan jumlah besar, seperti eritromisisn, dimetil
klortetrasiklin, dan trimetoprimsulfametoksazol. Nitrofurantoin janganpakai
karena dapat menghambat spermatogenesis.
o Defisiensi Gonadotropin
Walaupun penyebab infertilitas ini jarang sekali terjadi, akan tetapi
sangat penting untuk diketahui ada tidaknya penyebab ini, karena
pengobatannya dengan gonadotropin dapat mengembalikan fertilitasnya. Pria
dengan defisiensi gonadotropin bawaan sering kali mengalami pubertas yang
lambat, yang biasanya pernah mendapat pengobatan dengan testosteron. Kalau
sudah diobati sebelumnya, tanda tanda seks sekundernya biasanya tampak
jelas. Kalu belum pernah mendapat pengobatan, air maninya biasanya
azoospermia dengan volum yang rendah, tubuhnya jangkung, testikelnya kecil
( kurang dari 4 ml ) mungkin juga terdapat ginekomastia. Pasien ini mungkin
juga mengidap kelainan bawaan lain seperti, anosmia sebagian atau seluruhnya.
Adanya hipogonadismus dengan anosmis mengacu kepada sindroma
hipogonadismus-hipogonadotrofik ( sindroma Kallman ).
Sebagian besar pasien ini memerlukan pengobatan dengan LH dan FSH.
Biasanya dimulai dengan LH dalam bentuk HCG selama 3 bulan dengan dosis
1000 dan 3000 UI, dua atau tiga kali seminggu. Pengobatan ini akan
merangsang pengembangan ciri ciri seks sekunder, dan menambah besar testis.
Libido seksualis, potensi dan volum ejakulat akan bertambah pula walaupun
ejakulatnya tidak mengandung spermatozoa. Pada permulaan pengobatan
dengan HCG, ada baiknya diperiksa kadar plasma testosteron 48 jam setelah
penyuntikan. Menurut Rosenberg, kalau testosteron plasmanya tetap subnormal,
besarnya atau frekuensi dosis obat itu harus ditambah.
Walaupun pada beberapa orang pengobatan dengan HCG saja dapat
berhasil baik, akan tetapi biasanya memerlukan pengobatan HCG dan FSH
untuk merangsang spermatogenesis. Preparat FSH biasa dipakai, yang juga
mengandung LH ialah yang bersal dari urin. Satu ampulnya mengandung 75 UI
FSH san 75 UI LH. Biasanya diperlukan 3 4 ampul setiap minggu, itu berarti

69
antara 225 300 UI FSH setiap minggu, yang diberikan dibagi bagi.
Keperluan akan HCG yang diberikan dalam bentuk LH bersama FSH, ternyata
sangat individual. Lama pengobatan bervariasi antara 4 bulan sampai 2 tahun,
untuk mendapatkan spermatozoa dan ejakulatnya, oleh karena itu
pengobatannya harus dimonitor dengan pemeriksaan air mani sebulan sekali.
Pengobatan standard tidak mungkin dibuat.
Dengan ditemukannya GnRH untuk pemakaian dalam klinik, pengobatan
sindroma Kallman memberikan harapan lebih banyak berhasil, akan tetapi
hormon ini masih sangat mahal harganya.
Hiperprolaktinemia
Hiperprolaktinemia pada pria dapat mengakibatkan impoten, testikel yang
mengecil dan kadang kadang galaktorea. Analisis air mani biasanya normal
atau sedikit berkurang. Akan tetapi, Segal, et al. Dan Saidi, et al., melaporkan
adanya hubungan hiperprolaktinemia dengan oligospermia yang kalau diobati
dengan dopamin agonis 2-bromo-alfaergo-kriptin dapat memperbaiki
spermatogenesisnya.
b) Uji pasca senggama yang abnormal
Disebabkan oleh saat pemeriksan yang tidak tepat, baik terlampau dini
maupun terlamapau lambat dalam siklus haid. Sekalipun ada wanita yang fertil,
terdapat kesempatan 2 hari saja untuk melakukan uji pascasenggama yang tepat,
yaitu sekitar tengah siklus haidnya. Oleh karena itu, apabila diperoleh hasil uji
pascasenggama yang abnormal, sebaiknya diulang beberapa kali lagi pada saat
yang tepat.
Penyebab uji pascasenggama yang abnormal:
Air mani yang abnormal seperti azoospermia, oligospermia,kelainan
morfologi spermatozoa yang tinggi atau leufaksi air mani yang lambat.
Hasil uji pascasenggama yang terus menerus abnormal harus menjadikan
perhatian.
Bila hasil uji penetrasi sperma in vitro baik : berarti kurangnya kontak antara
air mani dan lender serviks, seperti pada kelainan alat intravaginal yang
kurang baik.

70
Bila hasil uji penetrasi sperma in vitro abnormal, sedangkan terdapat
nonspermia dan sifat fisik kimia lendir serviks yang normal, mungkin seklai
disebsbkan oleh faktor imunologi.
c) Mioma uteri
Ada istri yang tidak dapat hamil dan satu-satunya kelainan yang dapat
ditemukan adalah Mioma Uteri. Mekanisme mioma uteri dapat menghambat
terjadinya kehamilan belum diketahui. Mungkin disebabkan oleh tekanan pada
tuba, distorsi atau elongsi kavum uteri, iritasi miometruim, atau torsi oleh
mioma yang bertangkai. Waktu yang diperlukan untuk menjadi hamil setelah
dilakukan miomektomi kira-kira 18 bulan.
d) Masalah tuba yang tersumbat
Istri dengan riwayat infekasi pelvic yang berulang dapat dicoba dengan
pemberian antibiotic dalam jangka panjang. Pemberian antibiotik secukupnya
selang 6-12 bulan dapat lebih memungkinkan terjadinya potensi tuba. Terapi
kimia pada tuberculosis pelvic yang sangat sedikit membawa hasil. Kalaupun
ada, akan dihadapkan kepada kehamilan di luar kandungan yang sangat tinggi.
Kemungkinan terjadinya kehamilan sangat tergantung kepada kerusakan yang
ditimbulkan pada endosalping.
Indikasi pembedahan tuba: tersumbatnya seluruh atau sebagian tuba
sebagaimana diperiksa dalam histerosalpingografi dan laparoskopi, tekukan tuba
yang patologik, sakulasi tuba, perlekatan peritubular dan periovarial khususnya
untuk membebaskan gerakan tuba dan ovarium.
Pembedahan tuba tidak dapat dilakukan kalau hasil analisis air mani
suaminya abnormal dan penyakit pada istri yang tidak memperbolehkan dia
hamil.
Tujuan pembedahan tuba: adalah untuk memperbaiki dan
mengembalikan anatomi tuba dan ovarium seperti semula, dengan sangat
memperhatikan kemungkinan gerakan otot dan silia tuba, sekresi tuba dan daya
tangkap ovum yang efektif.

71
e) Endometriosis
Adalah tumbuhnya kalenjar dan stroma endometrium yang masih berfungsi
diluar tempatnya yang biasa, yaitu rongga uterus. Laparoskopi diagnostic pada
isteri pasangan infertile, Cohen mendapatkan 23% mengidap penyakit itu.
Gejala dan tanda :
a. Wanita dengan endometriosis ringan, dapat menderita nyeri nyeri panggul
hebat, dan sebaliknya wanita dengan endometriosis hebat keluhannya dapat
ringan sekali, nyeri panggul dalam bentuk dysmenorhea sering sekali
dianggap sebagai gejala khas.
b. Dispareunia
Bila penyakit telah menjalar ke ligamentum sakrouterina dan kavem douglasi
c. Perdarahan abnormal dari uterus
Dara prahaid yang berwarna coklat dan infertilitas primer atau sekunder
d. Pada periksa dalam terdapat benjolan-benjolan kecil pada ligamentum
sakrouterina dan uterus retrofleksi atau adneksa yang sukar digerakkan
Terapi Endometriosis
Apabila pengobatan ditujukan untuk infertilitas karena endometriosis, harus ada
a. Menunggu sampai terjadi kehamilan sendiri
b. Pengobatan hormonal
c. Pembedahan konservatif

f) Induksi ovulasi dengan klomifen sitrat


Pengobatan induksi ovulasi pada istri pasangan infertile yang tidak
berovulasi berkisar antara klomifen sitrat, bromokriptin, dan gonadotropin dari
manusia. Banyak pasien dengan oligomenorea atau amenorea kurang dari 12
bulan, biasanya akan berovulasi sendiri selagi dalam pemeriksaan, mungkin sekali
akibat ketenangan yang diperolehnya setelah mereka memeriksakan diri. Dalam
hal ini ovulasi dapat dipercepat dengan pemberian placebo.
Klomifen Sitrat merupakan obat pilihan pertama untuk pasien dengan siklus
haid yang tidak berovulasi dan oligomenorhea, amenorrhea sekenuder yang kadar
FSH, LH, dan prolaktinnya normal.
Terdapat empat kemungkinan hasil pengobatan Klomifen :

72
a. Terjadinya ovulasi : pengobatan diulangi dengan dengan dosis yang sama
b. Hanya terjadi pematangan folikel, mungkin dengan ovulasi yang terjadi lambat
atau dengan defek korpus luteum : pengobatan diulangi dengan dosis yang
sama, kalau tetap dosis ditingkatkan
c. Terjadi pematangan folikel tanpa terjadinya ovulasi : pengobatan diulangi
dengan dosis yang sama ditambah suntikan HCG (3000-5000 ui) selama 5-7
hari setelah dosis klomifen terakhir dimakan
d. Tak ada reaksi sama sekali : dosis klomifen ditingkatkan setiap siklus, dimulai
dengan 100 mg perhari selama 5 hari dan berakhir dengan dosis maksimal 200
mg perhari selama lima hari.

73

Anda mungkin juga menyukai