Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia adalah masih tingginya laju pertumbuhan
penduduk dan kurang seimbangnya penyebaran dan struktur umur penduduk.
Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan dan
pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk
semakin besar usaha yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat tertentu
kesejahteraan rakyat (Handayani, 2010).
Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) 2010, dalam periode 10 tahun (2000–
2010), jumlah penduduk Indonesia meningkat sebanyak 32,5 juta jiwa, yaitu
dari sebanyak 205,8 juta jiwa (SP 2000) menjadi sebanyak 237,6 juta jiwa
(Hasil Sementara SP 2010, BPS). Rata - rata laju pertumbuhan penduduk (LPP)
Indonesia telah menurun dari sebesar 1,97 persen (1980-1990) menjadi sebesar
1,45 persen (1990–2000). Namun, pada periode 10 tahun terakhir, LPP
meningkat kembali menjadi sebesar 1,49 persen (BAPPENAS, 2012). Dengan
jumlah penduduk yang sangat tinggi tentunya akan mempersulit usaha
peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi
pertumbuhan penduduk semakin besar pula usaha yang harus dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu pemerintah terus berupaya
untuk menekan laju pertumbuhan dengan program Keluarga Berencana
(Saifuddin, 2008).
Program Keluarga Berencana Nasional mempunyai kontribusi penting
dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk. Kontribusi Program Keluarga
Berencana nasional tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan Program Making
Pregnancy Safer. Pencegahan dan kesakitan ibu merupakan alasan utama
diperlukannya pelayanan keluarga berencana (Saifuddin, 2010). Berdasarkan
data dari BKKBN (Badan Kependudukan dan keluarga Berencana Nasional)
tahun 2013 tercatat jumlah peserta KB (Keluarga Berencana) aktif
7.059.953 peserta, pengguna KB Suntik sebanyak 3.444.153
(48,78%) peserta, Pil sebanyak 1.859.733 (26,34%) peserta, Implant sebanyak
656.047 (9,29%) peserta, IUD (Intra Uterine Devices) sebanyak 348.134
(7,78%) peserta, Kondom sebanyak 423.457 (6,00%) peserta, MOW

1
2

(Medis Operatife Wanita) 108.980 (1,54%) peserta, MOP (Medis


Operatife Pria) sebanyak 9.375 (0,26%) peserta (BKKBN, 2013). Dari hasil
yang diperoleh dari BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional) didapatkan hasil kontrasepsi implant menduduki urutan nomor 3.
Pada kasus implant efek samping yang sering terjadi berupa perdarahan tidak
teratur, perdarahan bercak dan amenorea (Kemenkes RI, 2011).
Implant biasanya juga disebut susuk keluarga berencana, karena
pemasanganya mirip pemasangan susuk. Terdiri dari 6 buah kapsul kecil- kecil
berisi hormon dengan ukuran panjang 2-4 cm dan dengan diameter 2,44 mm
(Koes Irianto, 2013). Efek samping KB Implant yang sering terjadi adalah
perubahan pola perdarahan haid, perdarahan bercak (spotting), efek samping
lainnya yaitu sakit kepala, perubahan berat badan, perubahan suasana hati,
depresi, mual, perubahan selera makan, payudara lembek, bertambahnya
rambut dibadan atau dimuka dan jerawat (Affandi, 2012).
Kontrasepsi Implant hampir 100% efektif mencegah kehamilan. Implanon
mempunyai keuntungan memiliki efektivitas tinggi karena tidak memiliki
angka kegagalan pada pengguna, tidak perlu mengingat minum pil atau
memasang diafragma. Permasalahan yang terjadi masih rendah akseptor yang
menggunakan KB implant. Hal ini dikarenakan KB implant menyebabkan
ketidakteraturan siklus menstruasi (Affandi, 2012).
Berdasarkan latar belakang yang penulis peroleh di Puskesmas Ngadirejo
maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Asuhan Kebidanan pada
Akseptor KB Implant di Puskesmas Ngadirejo”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan kebidanan pada Akseptor KB
Implant sesuai dengan standart pelayanan kebidanan dengan menggunakan
metode SOAP
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian Data Subyektif terhadap
Akseptor KB Implant
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah dari data obyektif
terhadap akseptor KB implant
c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa terhadap Akseptor KB
Implant
3

d. Mahasiswa dapat menengembangkan perencanaan dan


penatalaksanaan pada Akseptor KB Implant
C. Manfaat Penulisan
1. Penulis
Menerapkan secara langsug ilmu yang didapat selama kuliah
2. Institusi atau pendidikan
Mengetahui perkembangan aplikasi secara nyata dilapang dan menjadikan
sebagai referensi bahan pendidikan
3. Tenaga Ksehatan
Mengetahui perkembangan aplikasi secara nyata dilapangan yang sesui
dengan teori yang ada
4. Pasien
Untuk meningkatkan pengetahuan tentang masa kehamilan untuk mendapat
pelayanan yang bermutu dan berkualitas dan berkesinambungan
4

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Teori Medis
1. Keluarga Berencana
a. Difinisi KB
Menurut Afandi, (2012) Keluarga berencana adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui:
1) Pendewasaan usia perkawinan (PUP)
2) Pengaturan kelahiran.
3) Pembinaan ketahanan keluarga.
4) Peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
2. Kontrasepsi
a. Pengertian Kontrasepsi
Menurut Proverawati (2010), kontrasepsi adalah upaya untuk
mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara,
dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah
satu variabel yang mempengaruhi fertilitas.
b. Syarat Kontrasepsi
Menurut Proverawati (2010), syarat kontrasepsi adalah :
1) Aman pemakaiannya dan dipercaya.
2) Tidak ada efek samping yang merugikan.
3) Tidak menganggu hubungan persetubuhan.
4) Tidak memerlukan bantuan medis atau control yang ketat selama
pemakaian.
5) Cara penggunaannya sederhana atau tidak rumit.
6) Harga murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat.
7) Dapat diterima oleh pasangan suami istri.
2. Kontrasepsi Implant
a. Pengertian
Implant adalah metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak
permanen dan dapat mencegah terjadinya kehamilan antara tiga hingga
lima tahun, inplant ini merupakan kontrasepsi hormonal berbentuk batang
kecil fleksibel, dipasang dibawah kulit pada lengan kiri bagian atas
(Affandi, 2012).

4
5

b. Jenis-jenis implant
Menurut Irianto Koes (2013), jenis implant ada 3 yaitu:
1) Nortplant
Nortplant terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan
panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg
levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun.
2) Implanon
Implanon terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira
40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3 ketodesogesrel
dan lama kerjanya 3 tahun.
3) Jadena dan indoplant
Jadena dan indoplant terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg
levonogestrel dengan lama kerja 3 tahun.
c. Cara Kerja Kontrasepsi Implant
Menurut Irianto Koes (2013), cara kerja dari alat kontrasepsi Implant
adalah sebagai berikut :
1) Menekan ovulasi yang akan mencegah lepasnya sel telur dari indung
telur
2) Mengentalkan lendir mulut rahim sehingga sperma tidak mudah masuk
kedalam rahim
3) Menipiskan endometrium, sehingga tidak siap untuk nidasi
d. Efektifitas kontrasepsi Implant
Menurut Irianto Koes (2013), efektivitas implant sangat tinggi berkisar
(0,2-1 kehamilan per 100 perempuan) dan implan ini sangat efektif hingga
3/5 tahun.
e. Indikasi Pemakaian Kontrasepsi Implant
Menurut Affandi B (2012) indikasi pemakaian implant :
1) Perempuan pada usia reproduksi.
2) Telah memiliki anak ataupun belum.
3) Menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektifitas tinggi dan
menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang.
4) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi.
5) Pascapersalinan dan tidak menyusui.
6) Pasca keguguran.
7) Tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi.
6

8) Riwayat kehamilan ektopik.


9) Tekanan darah dibawah 180/110 mmHg, dengan masalah pembekuan
darah/ anemia bulan sabit.
10) Perempuan yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal
yang mengandung estrogen.
11) Perempuan yang sering lupa menggunakan pil.
12) Tidak menginginkan anak lagi tetapi menolak kontrasepsi
f. Kontra Indikasi Pemakaian Kontrasepsi Implant
Menurut Manuaba (2012) yang tidak diperkenankan menggunakan
kontrasepsi imlant adalah :
1) Hamil atau diduga hamil.
2) Perempuan dengan pendarahan pervaginam yang belum jelas
penyebabnya.
3) Memiliki benjolan atau kanker payudara
4) Perempuan yang tidak dapat menerima perubahan pola haid yang
terjadi.
5) Memiliki miom uterus dan kanker payudara.
6) Mengalami gangguan toleransi glukosa.
g. Keuntungan pemakaian kontrasepsi implant
Menurut Manuaba (2012), keuntungan pemakaian implant antara lain:
1) Control medis ringan.
2) Dapat dilayani didaerah perdesaan.
3) Penyulit medis tidak terlalu tinggi.
4) Biaya murah.
5) Melindungi terjadinya kanker endometrium
6) Mengurangi nyeri haid
7) Mengurangi atau memperbaiki anemia
8) Tidak memerlukan pemeriksaan dalam
9) Tidak mengganggu aktifitas senggama
10) Tidak menggangu kegiatan senggama
11) Daya guna tinggi ( kegagalan 0.2 – 1 kehamilan per 100 perempuan).
Kontrasepsi implant ini merupakan metode kontrasepsi yang
berkesinambungan dan juga aman dan sangat efektif. Efektivitas
penggunaan implant sangat mendekati efektivitas teoretis. Efektivitas
0,2 – 1 kehamilan per 100 perempuan.
7

12) Tingkat kesuburan cepat kembali setelah implan dicabut.


Kadar levonorgestrel yang bersirkulasi menjadi terlalu rendah untuk
dapat diukur dalam 48 jam setelah pengangkatan implan. Sebagian
besar wanita memperoleh kembali siklus ovulatorik normalnya dalam
bulan pertama setelah pengangkatan. Angka kehamilan pada tahun
pertama setelah pengangkatan sama dengan angka kehamilan pada
wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi dan berusaha
untuk hamil. Tidak ada efek pada jangka panjang kesuburan di masa
depan.Kembalinya kesuburan setelah pengangkatan implan terjadi
tanpa penundaan dan kehamilan berada dalam batas-batas normal.
Implan memungkinkan penentuan waktu kehamilan yang tepat karena
kembalinya ovulasi setelah pengangkatan implan demikian cepat.
13) Tidak mengganggu produksi ASI.
Implan merupakan metode yang paling baik untuk wanita menyusui.
Tidak ada efek terhadap kualitas dan kuantitas air susu ibu, dan bayi
tumbuh secara normal. Jika ibu yang baru menyusui tidak sempat
nantinya (dalam tiga bulan), implan dapat diisersikan segera
Postpartum.
14) Bebas dari pengaruh esterogen. Kontrasepsi implan mengandung
hormon progestin dosis rendah. Wanita dengan kontraindikasi hormon
estrogen, sangat tepat dalam penggunaan kontrasepsi implan. Klien
hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan.
h. Efek Samping
Menurut Irianto Koes (2010), Efek samping atau komplikasi pemakaian
implant antara lain:
1) Menimbulkan gangguan menstruasi, yaitu tidak mendapat menstruasi
dan terjadi perdarahan tidak teratur.
2) Berat badan bertambah.
3) Menimbulkan acne/jerawat
4) ketegangan payudara
5) Gangguan fungsi hati
6) Perubahan libido ( dorongan libido)
7) Pusing (sakit kepala)
8) Nyeri perut bagian bawah
9) Cloasma bercak hitam pada wajah
8

10) Infeksi pada luka inisi


11) Perubahan perasaan (depresi)
12) Gangguan pertumbuhan rambut
i. Efek samping dan penanggulangan pemakaian kontrasepsi implant
Menurut Irianto Koes (2013) efek samping dan penanggulangan KB
Implant antara lain:
1) Amenorea
a) Pastikan hamil atau tidak, dan bila tidak hamil, tidak memerlukan
penanganan khusus, cukup konseling saja.
b) Bila klien tetap saja tidak dapat menerima, angkat implan dan
anjurkan menggunakan kontrasepi lain.
c) Bila terjadi kehamilan dan klien ingin melanjutkan kehamilan,
cabut implan dan jelaskan, bahwa progestin tidak berbahaya bagi
janin. Bila diduga terjadi kehamilan ektopik, klien dirujuk. Tidak
ada gunanya memberikan obat hormon untuk memancing
timbulnya perdarahan (Irianto Koes ,2013).
2) Ekspulsi
Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah kapsul yang lain masih
di tempat, dan apakah terdapat tanda-tanda infeksi daerah insersi. Bila
tidak ada infeksi dan kapsul lain masih berada pada tempatnya, pasang
kapsul baru 1 buah pada tempat insersi yang berbeda. Bila ada infeksi
cabut seluruh kapsul yang ada dan pasang kapsul baru pada lengan yang
lain, atau anjurkan klien menggunakan metode kontrasepsi lain (Irianto
Koes ,2013).
Bila terdapat infeksi tanpa nanah, bersihkan dengan sabun dan air,
atau antiseptik. Berikan antibiotik yang sesuai untuk 7 hari. Implan
jangan dilepas dan klien diminta kembali satu minggu. Apabila tidak
membaik, cabut implan dan pasang yang baru pada sisi lengan yang lain
atau cari metode kontrasepsi yang lain. Apabila ditemukan abses,
bersihkan dengan antiseptik, insisi dan alirkan pus keluar, cabut implant,
lakukan perawatan luka, dan berikan antibiotik oral 7 hari(Irianto Koes
,2013).
3) Berat badan naik atau perubahan berat badan
Informasikan kepada klien bahwa perubahan berat badan 1 –2 kg adalah
normal. Menurut penelitian Depo-Provera kenaikan petahun 2,3-2,9 kg,
9

sedangkan untuk penurunan rata rata pertahun 1,6-1,9 kg, Kaji ulang
diet klien apabila terjadi perubahan berat badan 2 kg atau lebih. Apabila
perubahan berat badan ini tidak dapat diterima, bantu klien mencari
metode lain (Irianto Koes ,2013).
4) Spotting
Spotting adalah keluarnya darah dari vagina diluar siklus haid yang
sedikit berupa bercak (Irianto Koes, 2013).
Menurut Irianto Koes (2013) penyebab spotting adalah ketidak
seimbangan hormon dan diperkirakan karena kerja enzim plasmin yang
terkonsentrasi dijaringan selaput lendir rahim. Enzim ini bersifat
fibrinolik (menghancurkan fibrin yang berguna untuk pembekuan
darah) dan beban kerja. Perdarahan bercak juga diduga terjadi
penurunan kadar estrogen prahaid. Perlu juga dipikirkan adanya polip
servik, erosi portio dan juga dapat di sebabkan oleh insufiensi korpus
luteum (perdarahan terjadi karena menurunya kadar estrogen),
sedangkan pada masa pascahaid disebabkan oleh defisiensi estrogen,
sehingga regenarasi endometrium terganggu.
Menurut Manuaba (2012), penanganannya yaitu:
a) Konseling.
b) Pemeriksaan fisik, ginekologik, dan laboratorium.
c) Pemberian progestin.
d) Pemberian estrogen.
e) Pemberian vitamin, ferrum, atau plasebo, dan.
f) Kuretase.
Penatalaksanaan kasus Spotting
a) Jika ringan atau tidak terlalumengganggu tidak perlu diberi obat
b) Jika cukup mengganggu, dapat diberikan pil KB dosis rendah 3XI
tablet per hari selama 7 hari
c) Cukup diberi: Tablet sulfas ferosus 3XI tablet (5-7 hari) sampai
keadaan membaik (Irianto Koes ,2013).
5) Jerawat
Bentuk Gejala (Keluhan)
Timbunya jerawat yang berlebihan diwajah, penyebab gejalanya
karena peningkatan kadar tomat.
Penanggulan dan pengobatan:
10

a) Anjurkan untuk mengurangi makanan yang berlemak (kacang,


susu, kuning telur).
b) Menjaga kebersihan wajah dengan membersihkan 2 kali sehari
dengan membersihkan muka
c) Menghindari pemakaian kosmetik wajah yang berlebihan
d) Jika jerawat menetap dan bertambah banyak sehingga tidak dapat
ditolirin, cabut semua kapsul dan ganti kontrasepsi
e) Jika ada infeksi diberikan tetrasilium 3-4 x 1 kapsul 250 mg selama
satu minggu (Irianto Koes ,2013).
6) Rasa Nyeri pada Payudara
Bentuk Gejala
Rasa kenceng dan tegang disertai payudara
Penanggulangan dan Pengobatan
a) Jelaskan bahwa gejala ini bersifat sementara, dan gunakan BH
yang sesuai untuk bisa menopang payudara
b) Periksa adanya benjolan, keluarkan cairan seperti susu, dan
pastikan tidak ada tanda infeksi
c) Jika kesakitan berikan paracetamol 3x1 tablet 3-4 hari, antalgin
3x1 tablet 500 mg perhari selama 3-4 hari, asam mefenamat 3x250-
500 mg perhari selama 3-4 hari.
d) Jika gejala menetap dan tidak dapat ditolirin, cabut implan dan
ganti kontrasepsi non-hormonal (Irianto Koes ,2013).
7) Perubahan Libido
Bentuk Gejala : Terjadinya peningkatan libido atau penurunan libido
(Irianto Koes ,2013).
8) Pusing (Sakit Kepala atau Migren)
Sakit kepala yang hebat disertai mual muntah.
Penanggulangan dan Pengobatan
a) Beri motifasi agar tetap memakai implant
b) Pastikan tekanan darah normal
c) Berikan obat simtomatis bila perlu
d) Jika pemberian obat tidak menolong lakukan pencabutan implan
dan ganti cara hormonal (Irianto Koes ,2013).

9) Nyeri Perut Bagian Bawah


11

Rasa nyeri bagian bawah dan nteri panggul yang menusuk,


dikarenakan ketidakseimbangan hormon estrogen-progesteron
didalam darah dibandingkan pada keadaan sebelum pemasangan
implan.
Penanggulangan dan Pengobatan
a) Rasa sakit ini bersifat sementara
b) Biasanya tubuh akan menyesuaikan diri setelah 2-3 bulan dan rasa
sakit akan hilang dengan sendirinya
c) Periksalah tanda vital dan pastikan semuanya normal
d) Rujuk segera bila ditemukan perut bawah tegang dan nadi
meningkat
e) Bila gejala menetap dan atau bertambah berat cabut implan (Irianto
Koes ,2013).
10) Cloasma (Bercak Bercak di Wajah)
Hiperpigmentasi berwarna coklat, bentuk tidak teratur, biasanya
timbul di pipi dan dahi sebelah atas (Irianto Koes ,2013).
Penanggulangan dan Pengobatan:
a) Menghindari terpapar sinar matahari terlalu lama
b) Bercak bercak bersifat sementara
c) Jika tidak berlebih motivasi agar tetap memakai implant
d) Jika menetap dan berlebihan cabut implant (Irianto Koes ,2013).
j. Informasi yang Perlu disampaikan
1) Efek kontrasepsi timbul dalam beberapa jam setelah insersi dan
berlangsung sampai 5 tahun bagi norplant dan 3 tahun bagi implanon
dan akan berakhir sesaat setelah pengangkatan.
2) Sering ditemukan efek samping berupa gangguan pola haid utamanya
pada norplant, terutama 6 – 12 hari pada bulan pertama, beberapa
perempuan mungkin haidnya berhenti sama sekali. Perubahan pola
haid tersebut tidak membahayakan klien. Efek samping lain berupa
sakit kepala, penambahan berat badan, nyeri payudara. Efek samping
ini tidak berbahaya dan akan hilang dengan sendirinya.
3) Norplant dicabut setelah 5 tahun dan implanon dicabut setelah 3 tahun
tetapi dapat dicabut lebih awal bila dikehandaki. Tapi bila norplant
dicabut sebelum 5 norplant dan implanon dicabut sebelum 3 tahun,
12

maka kemungkinanan hamil lebih besar dan meningkatkan kehamilan


ektopik.
4) Implan tidak melindungi klien dari penyakit menular seksual,
termasuk HIV AIDS. Bila pasangan memiliki resiko, perlu
mengguanakan kondom jika melakukan senggama.
5) Berikan kartu kepada klien yang ditulis nama, tanggal insersi, tempat
insersi dan nama klinik (Affandi, 2012).
k. Waktu Insersi Implan
a) Yang terbaik pada siklus haid hari kedua sampai hari ke tujuh atau
jangan melewati 5 – 7 hari setelah haid mulai. Tidak diperlukan
kontrasepsi tambahan.
b) Setiap saat (diluar siklus haid) asal dapat dipastikan ibu tidak hamil.
Bila impan diinsersikan setelah hari ketujuh siklus haid, klien jangan
melakukan senggama atau menggunakan metode kontrasepsi lain
selama tujuh hari saja.
c) Pasca persalinan antara 6 minggu sampai 6 bulan, menyusui, insersi
dapat dilakukan setiap saat. Pasien ditanya bila menyusui penuh, tidak
dibutuhkan penggunaan kontrasepsi lain.
d) Bila setelah 6 minggu persalinan terjadi haid kembali insersi dapat
dilakukan setiap saat tetapi ibu jangan melakukan senggama selama
tujuh hari atau menggunakan kontrasepsi lain juga selama tujuh hari.
e) Bila ibu menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin menggantinya
dengan implan, asal saja kontrasepsi terdahulu digunakan dengan
benar dan ibu dapat tidak hamil, makan insersi dapat dilakukan setiap
saat.
f) Pasca keguguran dapat segera diinsersikan (Affandi, 2012).
l. Instruksi kepada Klien
a) Daerah insersi harus tetap kering dan bersih selama 48 jam pertama
pasca insersi tujuannya untuk mencegah infeksi pada lukan insersi.
b) Perlu disampaikan bahwa kemungkinan ada rasa nyeri,
pembengkakan, atau lebab didaerah insersi. Keadaan ini tidak
berbahaya dan tidak perlu dikhawatirkan.
c) Pekerjaan rutin harian tetap dilakukan, tetapi hindari benturan,
gesekan atau penekanan pada aderah insersi.
13

d) Selama 48 jam balutan penekan jangan dibuka dan plester


dipertahankan sampai luka sembuh (biasanya 5 hari)
e) Setelah luka sembuh daerah insersi dapat disentuh dan dicuci dalam
tekanan yang wajar.
f) Segera ke klinik atau hubungi dokter bila ada masalah seperti ada
tanda-tanda infeksi seperti demam, peradangan atau rasa sakit yang
menetap selama beberapa hari, perdarahan pervaginam yang banyak,
amenorea disertai nyeri pada perut bagian bawah, rasa nyeri pada
lengan, luka bekas incissi mengeluarkan darah atau nanah, ekspulsi
batang implan, sakit kepala hebat atau penglihatan menjadi kabur,
nyeri dada hebat,diduga hamil.
Sebelum menggunakan implan harus digali informasi dari klien dan
dari berbagai sumber untuk mendapatkan data mengenai riwayat
kesehatan, aspek sosial budaya dan agama yang dapat mempengaruhi
respon klien, serta dilakukan pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan untuk
memastikan apakah klien boleh atau tidak boleh mengguanakan implan
(Irianto Koes, 2013).
m. Langkah Pemasangan Implant
Sebelum memulai tindakan periksa kembali untuk memastiakan
apakah klien sedang minumo obat yang dapat menurunkan efektifitas
implan, sudah pernah mendapat anastesi lokal sebelumnya dan alergi
terhadap obat anastesi lokal atau jenis obat lainnya.
a) Persiapan
(1) Langkah 1
Pastikan klien telah mencuci dan membilas lengan atas hingga
bersih. Periksa kembali tidak ada sisa sabun karena dapat
menurunkan efektifitas antiseptik tertentu.
(2) Langkah 2
Lapisi tempat penyangga lengan atau meja samping dengan kain
bersih.
(3) Langkah 3
Persilahkan klien berbaring dan lengan atas yang telah disiapkan,
ditempatkan di meja penyangga, lengan atas membentuk sudut 300
terhadap bahu dan sendi siku 900 untuk memudahkan petugas
melakukan pemasangan.
14

(4) Langkah 4
Tentukan tempat pemasangan yang optimal, 8cm (3inci) diatas lipat
siku dan reka posisi kapsul dibawah kulit (sub dermal).
(5) Langkah 5
Siapkan tempat peralatan dan bahan serta buka bungkus steril tanpa
menyentuh peralatan yang ada didalamnya. Untuk implan-2, kapsul
sudah berada didalam trokart.
(6) Langkah 6
Buka dengan hati-hati kemasan steril norplant dengan menarik
kedua lapisan pembungkusnya dan jatuhkan seluruh kapsul
kedalam mangkok steril. Untuk impaln 2 kapsul sudah berada
dalam trokart.
b) Tindakan sebelum pemasangan
(1) Langkah 1
Cuci tangan dengan sabun, keringkan dengan kain bersih.
(2) Langkah 2
Pakai sarung tangan steril atau DTT (ganti sarung tangan untuk
setiap klien guna mencegah kontamimasi silang.
(3) Langkah 3
Atur alat dan bahan-bahan sehingga mudah dicapai. Hitung kapsul
untuk memastikan jumlahnya sudah 6 atau 2
(4) Langkah 4
Persipkan tempat incisi dengan mengoleskan larutan antiseptik.
Hapus antiseptik yang berlebihan bila larutan ini mengaburkan
tanda yang sudah dibuat sebelumnya.
(5) Langkah 5
Fokuskan area pemasangan dengan menempatkan kain penutup
atau doek (kertas steril berlubang). Letakkan kain steril dibawah
lengan atas.
(6) Langkah 6
Setelah memastikan (dari anamnesa) tidak ada riwayat alergi
terhadap obat anastesi, isi alat suntuk dengan 3ml obat anastesi
(lidokain 1% tanpa epinefrin), dosis ini sudah cukup untuk
menghilangkan rasa sakit selama memasang 2 kapsul implan-2.
(7) Langkah 7
15

Lakukan anastesi lokal, intrakutan dan sub dermal hal ini akan
membuat kulit terangkat dari jaringan lunak dibawahnya dan
dorong jarum untuk menyuntikan anastesi pada kedua jalur kapsul
(masing-masing 1 ml membentuk huruf V).
c) Pemasangan kapsul
Sebelum membuat incisi, pastikan efek anastesi telah berlangsung dan
sensasi nyeri hilang.
(1) Langkah 1
Pegang scalpel dengan sudut 450, buat incisi dangkal hanya untuk
sekedar menembus kulit. Jangan membuat incisi yang panjang atau
dalam.
(2) Langkah 2
Trokart harus dipegang dengan ujung yang tajam menghadap
keatas.
(3) Langkah 3
Dengan trokart dimana posisi angka (implan-2) dan panah (implan
2) menghadap keatas masukan ujung trokart pada luka incisi dalam
posisi 450 (saat memasukan ujung trokart) kemudian turunkan
menjadi 300 saat memasuki lapisan sub dermal dan sejajar
permukaan kulit saat mendorong hingga tanda 1 (dekat pangkal
trokart).
(4) Langkah 4
Untuk menempatkan kapsul tepat dibawah kulit, angkat trokart
keatas, sehingga kulit terangkat. Masukan trokart perlahan-lahan
dan hati-hati kearah tanda dekat pangkal. Trokart harus selalu
terlihat mengangkat kulit selama pemasangan. Masuknya trokart
akan lancar bila berada tepat dibawah kulit.
(5) Langkah 5
Saat trokart masuk sampai tanda 1, cabut pendorong dari trokart
implan 2. untuk implan 2, justru pendorong dimasukan (posisi
panah disebelah atas) setelah tanda 1 tercapai dan diputar 1800
searah jarum jam hingga terbebas dari tahanan karena jung
pendorong memasuki alur kapsul yang ada dalam saluran trokart.
16

(6) Langkah 6
Masukan kapsul pertama dalam trokart. Gunakan pinset atau klem
untuk mengambil kapsul dan memasukan kedalam trokart. Untuk
mencegah kapsul jatuh pada waktu dimasukan kedalam trokart
letakan satu tangan dibawah kapsul untuk menangkap bila kapsul
tersebut jatuh. Langkah ini tidak dilakukan pada implan 2 karena
kapusul sudah ada dalam trokart. Dorong kapsul sampai seluruhnya
masuk dalam trokart dan masukan kembali pendorong.
(7) Langkah 7
Gunakan pendorong untuk mendorong kapsulkearah ujung trokart
sampai terasa ada tahanan (jika setengah bagian pendorong masuk
kedalam trokart). Untuk implam 2, setelah pendorong masuk jalur
kapsul maka dorong kapsul hingga terasa tahanan.
(8) Langkah 8
Tahan pendorong ditempatnya kemudia tarik trokart dengan
menggunakan ibu jari dan telunjuk mendekati pangkal pendorong
sampai tanda 2 muncul di luka incisi dan pangkalnya menyentuh
pegangangan pendorong. Untuk implan 2, pangkal trokart tidak
akan mencapai pangkal pendorong (tertahan ditengah) karena
terhalang oleh ujung pendorong yang belum memperoleh akses ke
kapsul kedua.
(9) Langkah 9
Saat pangkal trokart menyentuh peggangan pendorong tanda 2
harus terlihat ditepi luka incisi dan kapsul saat itu keluar dari trokart
tep[at berada dibawah kulit. Raba ujung kapsul dengan jari untuk
memastikan kapsul sudah keluar selurunya dari trokart.
(10) Langkah 10
Tanpa mengeluarkan seluruh trokart, putar ujung daroi trokrt
kearah lateral kanan dan kembalikan lagi keposisi semula untuk
memastikan kapsul pertama bebas. Selanjutnya geser trokart sekitar
300, mengikuti pola huruf V pada lengan (fiksasi kapsul pertama
dengan jari telunjuk) dan masukan kembali trokart mengikuti alur
kaki V sebelahnya sampai tanda 1. bila tanda 1 sudah tercapai
masukan kapsul berikutnya kedalam trokart dan lakukan seperti
langkah sebelumnya sampai seluruh kapsul terpasang. Untuk
17

implan 2 kapsul kedua ditempatkan setelah trokart didorong


kembali mengikuti kaki V sebelahnya hingga tanda 1 kemudian
pendorong diputar 180 0 berlawanan dengan arah jarum jam
sehingga ujungnya mencapai pangkal kapsul kedua dan trokart
ditarik kembali kearah pangkal pendorong.
(11) Langkah 11
Pada pemasangan kapsul berikutnya untuk mengurangi resiko
infeksi atau ekspulsi pastikan bahwa ujung kapsul yang terdekat
kurang lebih 5mm dari tepi luka incisi. Juga pastikan jarak antara
ujung setiap kapsul yang terdekat dengan tepi luka incisi (dasar
huruf V) tidak lebih lebar dari satu kapsul.
(12) Langkah 12
Saat memasang kedua kapsul satu demi satu, jangan mencabut
trokart dari luka incisi untuk mengurangi trauma jaringan,
minimalisaso infeksi dan mempersingkat waktu pemasangan.
(13) Langkah 13
Sebelum mencabut trokart raba kapsul untuk memastikan kedu
kapsul telah terpasang.
(14) Langkah 14
Pastikan ujung dari kedua kapsul harus cukup jauh dari luka incisi
(sekitar 5mm). Bila sebuah kapsul keluar atau terlalu dekat dengan
luka incisi, harus dicabut dengan hati-hati dan dipasang kembali
ditempat yang tepat.
(15) Langkah 15
Setelah kedua kapsul terpasang dan posisi setiap kapsul sudah
dipastikan tepat, keluarakan trokart pelan-pelan. Tekan tempat
incisi, dengan jari menggunakan kasa selama 1 menit untuk
mengehentikan perdarahan. Bersihkan tempat pemasangan dengan
kasa antiseptik.
d) Tindakan setelah pemasangan kapsul
1) Menutup luka incisi
(a) Temukan tepi kedua incisi dan gunakan band aid atau plester
dengan kasa steril untuk menutup luka incisi. Luka incisi tidak
perlu dijahit karena dapat menimbulkan jaringan parut.
18

(b) Periksa adanya perdarahan. Tutup daerah pmasangan dengan


pembalut untuk haemostatis dan mengurangi memar
(perdarahan subkutan)
2) Pembuangan darah dan dekontaminasi
(a) Sebelum melepas sarung tangan masukan alat-alat kewadah
yang berisi klorin 0.5% untuk dekontaminasi. Dekontaminasi
juga jarum dan alat suntik, pendorong dan trokart.
(b) Kain penutup (bila digunakan) harus dicuci sebelum dipakai
lagi. Taruh didalam kontainer yang kering dan tertutup
kemudia bawa kke tempat cucian
(c) Dengan masih memakai sarung tangan, buang bahan-bahan
terkontaminasi (kasa, kapas dll) dalam kontainer yang anti
bocor dan diberi tanda, atau dalam kantong plastik.
(d) Bila menggunakan sarung tangan sekali pakai, celupkan
sebentar tangan yang masih menggunakan sarung tangan
kedalam larutan klorin, kemudian lepaskan sarung tangan
secara terbalik dan masukan ke tempat sampah.
(e) Bila menggunakan sarung tangan pakai ulang, celupkan
sebentar tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam
larutan klorin, lepaskan secara terbalik dan masukan kedalam
larutan klorin 0.5% (rendam selama 10 menit)
(f) Cuci tangan segera dengan sabun dan air (Afandi, 2012).
n. Penelitian Mengenai Implant
Berdasarkan penelitian Isfandari, dkk (2016) menyatakan bahwa
perempuan pengguna kontrasepsi hormonal memiliki resiko hipertensi lebih
tinggi dibandingkan perempuan yang menngunakan kontrasepsi non
hormonal. Penggunaan kontrasepsi hormonal memiliki kontribusi terhadap
kejadian hipertensi dini perempuan usia pre menapouse.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh lestari (2012) menunjukan
bahwa terdapat hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi hormonal
dengan kejadian hipertensi dikelurahan ngaliyan semarang.
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi IGD,
Suprayitno E, Kristanti AN (2018) mengenai “Gambaran Minat Ibu Dalam
Memilih KB Implan Di Desa Karang Nangka Kecamatan Rubaru Kabupaten
Sumenep”, menunjukan hasil bahwa minat ibu dalam memilih KB implant
19

termasuk kategori minat rendah. Faktor yang paling mempengaruhi dalam


rendahnya minat ibu yaitu kebutuhan dari dalam yang merupakan kebutuhan
berhubungan dengan jasmani dan kejiwaan. Selain itu minat ibu yang rendah
juga dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai kontrasepsi.
Yusnilasari dan Ariani DUS (2018) menambahkan bahwa dalam
penelitiannya yang berjudul “Hubungan Pengetahuan Akseptor KB terhadap
Pemakaian Kontrasepsi Implan di Kota Palembang tahun 2017’
menambahkan bahwa semakin tinggi pengetahuan seseorang maka semakin
banyak informasi tentang alat kontrasepsi yang diperoleh sehingga akan lebih
memahami tentang kontrasepsi terutama mengenai keuntungan dan kerugian
kontrasepsi yang dipilih khususnya implant.
Korelasi ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Lasut VM, Palandeng H, dan Bidjuni H (2014) diperkuat mengenai Pengaruh
Pendidikan Kesehatan terhadap Pengetahuan PUS tentang Alat Kontrasepsi
Implan di Wilayah Kerja Puskesmas Nuangan Bolaang Mongondow Timur
menyatakan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan
pasangan usia subur tentang alat kontrasepsi implant. Pendidikan kesehatan
ini merupakan kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan
pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu,
dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada
hubungan dengan kesehatan (Fitriani, 2011). Dalam penelitian tersebut juga
dikemukakan hasil bahwa beberapa faktor penyebab rendahnya akseptor KB
implant dikarenakan kurangnya pengetahuan responden tentang kontrasepsi
tersebut, selain itu juga kurangnya informasi dari tenaga kesehatan. Pada saat
memberikan pelayanan KB mereka hanya diberikan informasi lisan sehingga
informasi yang didapatkan kurang efektif. Sehingga diperlukannya pemberian
informasi yang disertai penggunaan media bantu seperti leaflet untuk
memudah pemberian informasi pada pasangan usia subur dan dapat
meningkatkan pengetahuan mereka tentang kontrasepsi implant.
20

B. Tinjauan Teori
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah kebidanan yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan, ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan
yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada pasien
(Varney,1997 dalam Sulistyawati, 2012).
Manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah Berikut merupakan
langkah-langkah manajemen kebidanan yang dijelaskan oleh Varney:
1. Langkah I (Tahap Pengumpulan Data)
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua
data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap
yaitu:
a. Riwayat kesehatan.
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan.
c. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya.
d. Meninjau data laboraturium dan membandingkannya dengan hasil studi
(Saminem, 2010).
2. Langkah II (Interpretasi Data)
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis
atau masalah dan berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data-data
yang dikupulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan
sehingga ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik. Diagnosis
kebidanan yaitu diagnosis yang ditegakkan profesi (bidan) dalam lingkup
praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur (tata nama)
diagnosis kebidanan. Standar nomenklatur diagnosis kebidanan tersebut
adalah:
a. Diakui dan telah disyahkan oleh profesi
b. Berhubungan langsung dengan praktis kebidanan
c. Memiliki ciri khas kebidanan
d. Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan dapat
diselesaikan dengan pendekatann managemen kebidanan (Saminem,
2010).
3. Langkah III (Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial)
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah
21

diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi. Jika memungkinkan,


dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi klien, bidan diharapkan
dapat bersiap jika diagnosis atau masalah potensial benar-benar terjadi
(Saminem, 2010).
4. Langkah IV (Menetapkan Konsultasi dan Kolaborasi)
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter
segera melakukan konsultasi atau melakukan penanganan bersama dengan
anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah
keempat mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan
kebidanan. Dalam melakukan tindakan, bidan harus bisa memprioritaskan
masalah/ kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan
tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosis/ masalah
potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan
tindakan kedaruratan atau segera untuk menyelamatkan ibu dan bayi.
Tindakan segera bisa dilakukan secara mandiri, kolaborasi, atau bersifat
rujukan terjadi (Saminem, 2010).
5. Langkah V (Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh)
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh dan ditentukan
oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosis yang telah diidentifikasi
atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat
dilengkapi. Setiap rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak,
yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan secara efektif karena
klien juga akan melaksanakan rencana tersebut. Oleh karena itu, tugas
bidan dalam langkah ini adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan
hasil pembahasan klien yang kemudian membuat kesepakatan sebelum
melaksanakannya terjadi (Saminem, 2010).
6. Langkah VI (Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman)
Pada langkah keenam ini, rencana asuhan menyeluruh yang telah
diuraikan pada langkah 5 dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh
klien atau anggota tim kesehatan lain. Walaupun bidan tidak melakukannya
sendiri, bidan tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan
pelaksanaannya. Ketika bidan berkolaborasi dengan dokter untuk
menangani klien yang mengalami komplikasi, bidan tetap bertanggung
22

jawab dalam penatalaksanaan asuhan klien sesuai rencana asuhan bersama


yang menyeluruh. Penatalaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu
dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien. Bidan sebaiknya
mengkaji ulang apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakan
(Saminem, 2010).
7. Langkah VII (Evaluasi)
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang
sudah diberikan, meliputi apakah pemenuhan kebutuhan telah terpenuhi
sesuai diagnosis dan masalah. Rencana dianggap efektif jika memang
benar efektif pelaksanaannya. Ada kemungkinan sebagian rencana tersebut
efektif sedangkan sebagian belum efektif. Proses penatalaksanaan asuhan
ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan sehingga perlu
mengulangi kembali setiap asuhan yang tidak efektif serta melakukan
penyesuaian rencana (Saminem, 2010).
Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan
dengan metode SOAP. Dalam metode SOAP, S adalah data Subyektif, O
adalah data Obyektif, A adalah Analysis/ Assasement dan P adalah
Planning. Merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan
singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan proses pemikiran
penatalaksanaan manajemen kebidanan. Untuk penjelasan tentang SOAP
dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Data subyektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang
pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang
dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan
berhubungan langsung dengan diagnosis.
b. Data obyektif merupakan pendokumentasian hasil observasi yang
jujur, hasil pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium /
pemeriksaan diagnostik lain. Catatan medik dan informasi dari
keluarga atau oranglain dapat dimasukkan dalam data obyektif ini
sebagai data penunjang.
c. Analysis/ Assessment, merupakan pendokumentasian hasil analisis dan
interpretasi (kesimpulan) dari data subyektif dan obyektif. Analisis
yang tepat dan akurat mengikuti perkembangan data pasien akan
menjamin cepat diketahuinya perubahan pada pasien, dapat terus
diikuti dan diambil keputusan/ tindakan yang tepat.
23

d. Planning/ Perencanaan, adalah membuat rencana asuhan saat ini dan


yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis
dan interpretasi data. Meskipun secara istilah, P adalah Planning/
Perencanaan saja, namun P dalam SOAP ini juga mengandung
implementasi dan evaluasi (Varney, 2008).
24
25

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, B. 2012. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Bina


Pustaka.
BKKBN. (2012). Program Keluarga Berencana Nasional. Jakarta:BKKBN

Debi Novita dan Siti Patimah.2018.Gambaran Pengetahuan Wus Tentang Kb Implant


Di Klinik Ela Azmi Tahun 2018. Jurnal Kebidanan

Handayani S. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka


Rihana.

Irianto, Koes. 2013. Pelayanan Keluarga Berencana. Bandung: Alfabeta.

Isfandari, dkk.2016.menyatakan bahwa perempuan pengguna kontrasepsi hormonal


memiliki resiko hipertensi.Jurnal Kesehatan

Lasut VM, Palandeng H, dan Bidjuni H.2014. Pengaruh Pendidikan Kesehatan


terhadap Pengetahuan PUS tentang Alat Kontrasepsi Implan di Wilayah Kerja
Puskesmas Nuangan Bolaang Mongondow Timur. Jurnal Kesehatan

Lestari.2012.Terdapat Hubungan Antara Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal


Dengan Kejadian Hipertensi Dikelurahan Ngaliyan Semarang. Jurnal Kesehatan

Manuaba, I.D. 2012. Ilmu Kandungan Dan KB Untuk Kebidanan. Jakarta: . EGC.
Manuaba , I.D. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: . EGC.

Pratiwi IGD, Suprayitno E, Kristanti AN.2018. Gambaran Minat Ibu Dalam Memilih
KB Implan Di Desa Karang Nangka Kecamatan Rubaru Kabupaten Sumenep.
Jurnal Kesehatan.

Proverawati, A. 2010. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Saifuddin, A.B. 2008. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Bina
Pustaka.

Saifuddin, A.B. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Bina
Pustaka.

Saminem. 2010. Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan Normal. Jakarta : EGC


26

Yusnilasari dan Ariani DUS.2018.Hubungan Pengetahuan Akseptor KB terhadap


Pemakaian Kontrasepsi Implan di Kota Palembang tahun 2017.Junral
Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai