BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia adalah masih tingginya laju pertumbuhan
penduduk dan kurang seimbangnya penyebaran dan struktur umur penduduk.
Keadaan penduduk yang demikian telah mempersulit usaha peningkatan dan
pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk
semakin besar usaha yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat tertentu
kesejahteraan rakyat (Handayani, 2010).
Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) 2010, dalam periode 10 tahun (2000–
2010), jumlah penduduk Indonesia meningkat sebanyak 32,5 juta jiwa, yaitu
dari sebanyak 205,8 juta jiwa (SP 2000) menjadi sebanyak 237,6 juta jiwa
(Hasil Sementara SP 2010, BPS). Rata - rata laju pertumbuhan penduduk (LPP)
Indonesia telah menurun dari sebesar 1,97 persen (1980-1990) menjadi sebesar
1,45 persen (1990–2000). Namun, pada periode 10 tahun terakhir, LPP
meningkat kembali menjadi sebesar 1,49 persen (BAPPENAS, 2012). Dengan
jumlah penduduk yang sangat tinggi tentunya akan mempersulit usaha
peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi
pertumbuhan penduduk semakin besar pula usaha yang harus dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu pemerintah terus berupaya
untuk menekan laju pertumbuhan dengan program Keluarga Berencana
(Saifuddin, 2008).
Program Keluarga Berencana Nasional mempunyai kontribusi penting
dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk. Kontribusi Program Keluarga
Berencana nasional tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan Program Making
Pregnancy Safer. Pencegahan dan kesakitan ibu merupakan alasan utama
diperlukannya pelayanan keluarga berencana (Saifuddin, 2010). Berdasarkan
data dari BKKBN (Badan Kependudukan dan keluarga Berencana Nasional)
tahun 2013 tercatat jumlah peserta KB (Keluarga Berencana) aktif
7.059.953 peserta, pengguna KB Suntik sebanyak 3.444.153
(48,78%) peserta, Pil sebanyak 1.859.733 (26,34%) peserta, Implant sebanyak
656.047 (9,29%) peserta, IUD (Intra Uterine Devices) sebanyak 348.134
(7,78%) peserta, Kondom sebanyak 423.457 (6,00%) peserta, MOW
1
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Teori Medis
1. Keluarga Berencana
a. Difinisi KB
Menurut Afandi, (2012) Keluarga berencana adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui:
1) Pendewasaan usia perkawinan (PUP)
2) Pengaturan kelahiran.
3) Pembinaan ketahanan keluarga.
4) Peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
2. Kontrasepsi
a. Pengertian Kontrasepsi
Menurut Proverawati (2010), kontrasepsi adalah upaya untuk
mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara,
dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah
satu variabel yang mempengaruhi fertilitas.
b. Syarat Kontrasepsi
Menurut Proverawati (2010), syarat kontrasepsi adalah :
1) Aman pemakaiannya dan dipercaya.
2) Tidak ada efek samping yang merugikan.
3) Tidak menganggu hubungan persetubuhan.
4) Tidak memerlukan bantuan medis atau control yang ketat selama
pemakaian.
5) Cara penggunaannya sederhana atau tidak rumit.
6) Harga murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat.
7) Dapat diterima oleh pasangan suami istri.
2. Kontrasepsi Implant
a. Pengertian
Implant adalah metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak
permanen dan dapat mencegah terjadinya kehamilan antara tiga hingga
lima tahun, inplant ini merupakan kontrasepsi hormonal berbentuk batang
kecil fleksibel, dipasang dibawah kulit pada lengan kiri bagian atas
(Affandi, 2012).
4
5
b. Jenis-jenis implant
Menurut Irianto Koes (2013), jenis implant ada 3 yaitu:
1) Nortplant
Nortplant terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan
panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg
levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun.
2) Implanon
Implanon terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira
40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3 ketodesogesrel
dan lama kerjanya 3 tahun.
3) Jadena dan indoplant
Jadena dan indoplant terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg
levonogestrel dengan lama kerja 3 tahun.
c. Cara Kerja Kontrasepsi Implant
Menurut Irianto Koes (2013), cara kerja dari alat kontrasepsi Implant
adalah sebagai berikut :
1) Menekan ovulasi yang akan mencegah lepasnya sel telur dari indung
telur
2) Mengentalkan lendir mulut rahim sehingga sperma tidak mudah masuk
kedalam rahim
3) Menipiskan endometrium, sehingga tidak siap untuk nidasi
d. Efektifitas kontrasepsi Implant
Menurut Irianto Koes (2013), efektivitas implant sangat tinggi berkisar
(0,2-1 kehamilan per 100 perempuan) dan implan ini sangat efektif hingga
3/5 tahun.
e. Indikasi Pemakaian Kontrasepsi Implant
Menurut Affandi B (2012) indikasi pemakaian implant :
1) Perempuan pada usia reproduksi.
2) Telah memiliki anak ataupun belum.
3) Menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektifitas tinggi dan
menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang.
4) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi.
5) Pascapersalinan dan tidak menyusui.
6) Pasca keguguran.
7) Tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi.
6
sedangkan untuk penurunan rata rata pertahun 1,6-1,9 kg, Kaji ulang
diet klien apabila terjadi perubahan berat badan 2 kg atau lebih. Apabila
perubahan berat badan ini tidak dapat diterima, bantu klien mencari
metode lain (Irianto Koes ,2013).
4) Spotting
Spotting adalah keluarnya darah dari vagina diluar siklus haid yang
sedikit berupa bercak (Irianto Koes, 2013).
Menurut Irianto Koes (2013) penyebab spotting adalah ketidak
seimbangan hormon dan diperkirakan karena kerja enzim plasmin yang
terkonsentrasi dijaringan selaput lendir rahim. Enzim ini bersifat
fibrinolik (menghancurkan fibrin yang berguna untuk pembekuan
darah) dan beban kerja. Perdarahan bercak juga diduga terjadi
penurunan kadar estrogen prahaid. Perlu juga dipikirkan adanya polip
servik, erosi portio dan juga dapat di sebabkan oleh insufiensi korpus
luteum (perdarahan terjadi karena menurunya kadar estrogen),
sedangkan pada masa pascahaid disebabkan oleh defisiensi estrogen,
sehingga regenarasi endometrium terganggu.
Menurut Manuaba (2012), penanganannya yaitu:
a) Konseling.
b) Pemeriksaan fisik, ginekologik, dan laboratorium.
c) Pemberian progestin.
d) Pemberian estrogen.
e) Pemberian vitamin, ferrum, atau plasebo, dan.
f) Kuretase.
Penatalaksanaan kasus Spotting
a) Jika ringan atau tidak terlalumengganggu tidak perlu diberi obat
b) Jika cukup mengganggu, dapat diberikan pil KB dosis rendah 3XI
tablet per hari selama 7 hari
c) Cukup diberi: Tablet sulfas ferosus 3XI tablet (5-7 hari) sampai
keadaan membaik (Irianto Koes ,2013).
5) Jerawat
Bentuk Gejala (Keluhan)
Timbunya jerawat yang berlebihan diwajah, penyebab gejalanya
karena peningkatan kadar tomat.
Penanggulan dan pengobatan:
10
(4) Langkah 4
Tentukan tempat pemasangan yang optimal, 8cm (3inci) diatas lipat
siku dan reka posisi kapsul dibawah kulit (sub dermal).
(5) Langkah 5
Siapkan tempat peralatan dan bahan serta buka bungkus steril tanpa
menyentuh peralatan yang ada didalamnya. Untuk implan-2, kapsul
sudah berada didalam trokart.
(6) Langkah 6
Buka dengan hati-hati kemasan steril norplant dengan menarik
kedua lapisan pembungkusnya dan jatuhkan seluruh kapsul
kedalam mangkok steril. Untuk impaln 2 kapsul sudah berada
dalam trokart.
b) Tindakan sebelum pemasangan
(1) Langkah 1
Cuci tangan dengan sabun, keringkan dengan kain bersih.
(2) Langkah 2
Pakai sarung tangan steril atau DTT (ganti sarung tangan untuk
setiap klien guna mencegah kontamimasi silang.
(3) Langkah 3
Atur alat dan bahan-bahan sehingga mudah dicapai. Hitung kapsul
untuk memastikan jumlahnya sudah 6 atau 2
(4) Langkah 4
Persipkan tempat incisi dengan mengoleskan larutan antiseptik.
Hapus antiseptik yang berlebihan bila larutan ini mengaburkan
tanda yang sudah dibuat sebelumnya.
(5) Langkah 5
Fokuskan area pemasangan dengan menempatkan kain penutup
atau doek (kertas steril berlubang). Letakkan kain steril dibawah
lengan atas.
(6) Langkah 6
Setelah memastikan (dari anamnesa) tidak ada riwayat alergi
terhadap obat anastesi, isi alat suntuk dengan 3ml obat anastesi
(lidokain 1% tanpa epinefrin), dosis ini sudah cukup untuk
menghilangkan rasa sakit selama memasang 2 kapsul implan-2.
(7) Langkah 7
15
Lakukan anastesi lokal, intrakutan dan sub dermal hal ini akan
membuat kulit terangkat dari jaringan lunak dibawahnya dan
dorong jarum untuk menyuntikan anastesi pada kedua jalur kapsul
(masing-masing 1 ml membentuk huruf V).
c) Pemasangan kapsul
Sebelum membuat incisi, pastikan efek anastesi telah berlangsung dan
sensasi nyeri hilang.
(1) Langkah 1
Pegang scalpel dengan sudut 450, buat incisi dangkal hanya untuk
sekedar menembus kulit. Jangan membuat incisi yang panjang atau
dalam.
(2) Langkah 2
Trokart harus dipegang dengan ujung yang tajam menghadap
keatas.
(3) Langkah 3
Dengan trokart dimana posisi angka (implan-2) dan panah (implan
2) menghadap keatas masukan ujung trokart pada luka incisi dalam
posisi 450 (saat memasukan ujung trokart) kemudian turunkan
menjadi 300 saat memasuki lapisan sub dermal dan sejajar
permukaan kulit saat mendorong hingga tanda 1 (dekat pangkal
trokart).
(4) Langkah 4
Untuk menempatkan kapsul tepat dibawah kulit, angkat trokart
keatas, sehingga kulit terangkat. Masukan trokart perlahan-lahan
dan hati-hati kearah tanda dekat pangkal. Trokart harus selalu
terlihat mengangkat kulit selama pemasangan. Masuknya trokart
akan lancar bila berada tepat dibawah kulit.
(5) Langkah 5
Saat trokart masuk sampai tanda 1, cabut pendorong dari trokart
implan 2. untuk implan 2, justru pendorong dimasukan (posisi
panah disebelah atas) setelah tanda 1 tercapai dan diputar 1800
searah jarum jam hingga terbebas dari tahanan karena jung
pendorong memasuki alur kapsul yang ada dalam saluran trokart.
16
(6) Langkah 6
Masukan kapsul pertama dalam trokart. Gunakan pinset atau klem
untuk mengambil kapsul dan memasukan kedalam trokart. Untuk
mencegah kapsul jatuh pada waktu dimasukan kedalam trokart
letakan satu tangan dibawah kapsul untuk menangkap bila kapsul
tersebut jatuh. Langkah ini tidak dilakukan pada implan 2 karena
kapusul sudah ada dalam trokart. Dorong kapsul sampai seluruhnya
masuk dalam trokart dan masukan kembali pendorong.
(7) Langkah 7
Gunakan pendorong untuk mendorong kapsulkearah ujung trokart
sampai terasa ada tahanan (jika setengah bagian pendorong masuk
kedalam trokart). Untuk implam 2, setelah pendorong masuk jalur
kapsul maka dorong kapsul hingga terasa tahanan.
(8) Langkah 8
Tahan pendorong ditempatnya kemudia tarik trokart dengan
menggunakan ibu jari dan telunjuk mendekati pangkal pendorong
sampai tanda 2 muncul di luka incisi dan pangkalnya menyentuh
pegangangan pendorong. Untuk implan 2, pangkal trokart tidak
akan mencapai pangkal pendorong (tertahan ditengah) karena
terhalang oleh ujung pendorong yang belum memperoleh akses ke
kapsul kedua.
(9) Langkah 9
Saat pangkal trokart menyentuh peggangan pendorong tanda 2
harus terlihat ditepi luka incisi dan kapsul saat itu keluar dari trokart
tep[at berada dibawah kulit. Raba ujung kapsul dengan jari untuk
memastikan kapsul sudah keluar selurunya dari trokart.
(10) Langkah 10
Tanpa mengeluarkan seluruh trokart, putar ujung daroi trokrt
kearah lateral kanan dan kembalikan lagi keposisi semula untuk
memastikan kapsul pertama bebas. Selanjutnya geser trokart sekitar
300, mengikuti pola huruf V pada lengan (fiksasi kapsul pertama
dengan jari telunjuk) dan masukan kembali trokart mengikuti alur
kaki V sebelahnya sampai tanda 1. bila tanda 1 sudah tercapai
masukan kapsul berikutnya kedalam trokart dan lakukan seperti
langkah sebelumnya sampai seluruh kapsul terpasang. Untuk
17
B. Tinjauan Teori
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah kebidanan yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan, ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan
yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada pasien
(Varney,1997 dalam Sulistyawati, 2012).
Manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah Berikut merupakan
langkah-langkah manajemen kebidanan yang dijelaskan oleh Varney:
1. Langkah I (Tahap Pengumpulan Data)
Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua
data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap
yaitu:
a. Riwayat kesehatan.
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan.
c. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya.
d. Meninjau data laboraturium dan membandingkannya dengan hasil studi
(Saminem, 2010).
2. Langkah II (Interpretasi Data)
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis
atau masalah dan berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data-data
yang dikupulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan
sehingga ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik. Diagnosis
kebidanan yaitu diagnosis yang ditegakkan profesi (bidan) dalam lingkup
praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur (tata nama)
diagnosis kebidanan. Standar nomenklatur diagnosis kebidanan tersebut
adalah:
a. Diakui dan telah disyahkan oleh profesi
b. Berhubungan langsung dengan praktis kebidanan
c. Memiliki ciri khas kebidanan
d. Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan dapat
diselesaikan dengan pendekatann managemen kebidanan (Saminem,
2010).
3. Langkah III (Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial)
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah
21
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, I.D. 2012. Ilmu Kandungan Dan KB Untuk Kebidanan. Jakarta: . EGC.
Manuaba , I.D. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: . EGC.
Pratiwi IGD, Suprayitno E, Kristanti AN.2018. Gambaran Minat Ibu Dalam Memilih
KB Implan Di Desa Karang Nangka Kecamatan Rubaru Kabupaten Sumenep.
Jurnal Kesehatan.
Saifuddin, A.B. 2008. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Bina
Pustaka.
Saifuddin, A.B. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Bina
Pustaka.