Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan yang
bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat
untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut
merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia baik masyarakat, swasta,
maupun pemerintah. Tujuan pembangunan Indonesia Sehat 2020 adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan secara optimal melalui terciptanya
masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya
yang hidup dengan perilaku sehat dan dalam lingkungan yang sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata di seluruh wilayah Indonesia. (Kementerian kesehata, 2016)
Penerapan perilaku hidup yang tidak sehat akan beresiko mengalami
penyakit infeksi. Penyakit infeksi saluran pencernaan adalah gastroenteritis
akut. Gastroenteritis akut adalah peradangan akut lapisan lambung dan usus yang
ditandai dengan anoreksia, rasa mual, nyeri abdomendan diare. Gastroenteritis
sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit ini masih sering
menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak
dalam waktu yang singkat. Virus yang dapat menyebabkan gastroenteritis akut
meliputi rotaviruses, adenoviruses, caliciviruses, astroviruses, norwalk virus
dan sekelompok noroviruses. Gastroenteritis akut juga disebabkan oleh bakteri
dengan gejala utama gastroenteritis akut yaitu seperti muntah-muntah, sakit
kepala, demam, dan kadang-kadang abdominal cramps (Powel, 2013).
Tingginya kejadian Gastroenteritis dipicu oleh pengelolaan air yang buruk
dan faktor perilaku hidup sehat masyarakat yang rendah. Berdasarkan hasil studi
basic human service pada tahun 2015, hampir semua rumah tangga (99,20%), di
Indonesia memasak air sendiri untuk minum. Namun akibat tidak dikelola

1
dengan baik, sekitar 47,5% air yang diminum tetap terkontaminasi bakteri E.
coli (Haryati, 2014)..
Penyakit Gastroenteritis sampai saat ini masih merupakan penyebab
kematian utama di dunia, terhitung 5-10 juta kematian/tahun. Besarnya
masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat
diare. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 4 milyar kasus
terjadi di dunia dan 2,2 juta ( 0,05%) diantaranya meninggal, dan sebagian
besar anak-anak dibawah umur 5 tahun. Penyebab utama dari kejadian
gastroeneritis adalah perilaku hygiene yang kurang. Meskipun diare
membunuh sekitar 4 juta orang/tahun di negara berkembang, ternyata diare
juga masih merupakan masalah utama di negara maju. Di Amerika, setiap
anak-anak mengalami 7-15 episode diare dengan rata-rata usia 5 tahun.
Sementara di Jepang setiap anak mengalami 5-10 episode diare dengan rata-
rata usia 5 tahun (Haryati, 2014).
Laporan riset kesehatan dasar (Riskesdas)tahun 2013 menyatakan peride
prevalensi nasional diare adalah 3,5% dengan rentang 4,2%-18,9%.data
nasional menyebutkan tiap setiap tahunnya di indonesia 100.000 balita
meninggal dunia karena diare.
Angka kejadian Gastroenteritis akut, disebagian besar wilayah Indonesia
hingga saat ini masih tinggi. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 2015 angka kematian akibat Gastroenteritis akut 23 per 100.000
penduduk dan pada balita 75 per 100.000 balita. Sebanyak 16 provinsi
melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) Gastroenteritis di wilayahnya. Jumlah
kasus Gastroenteritis akut yang dilaporkan sebanyak 10.980 (0,06%) dan 277
diantaranya menyebabkan kematian. Hal tersebut, utamanya disebabkan
rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak
sehat (Kemenkes, 2016).
Laporan dari Dinas Kesehatan Sumatera Barat pada tahun 2016
menyebutkan bahwa, kasus gastroenteristis akut sebanyak 36.000 penderita
dengan angka kejadian terbanyak ditemukan di . Berdasarkan laporan tahunan
kota Padang di Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan dijelaskan

2
bahwa kejadian gastroenteristis akut sebanyak 1.925 kasus, 1.550 (80,5%)
diantaranya usia anak-anak dan tahun 2017 meningkat menjadi 5.867 kasus,
5.423 (92,4%) diantaranya usia anak-anak dengan angka kematian mencapai
40 orang pada anak- anak dan 2 pada usia dewasa (Depkes Sumbar, 2017).
Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit
Umum Daerah Padang Pariaman, gastroenteristis akut merupakan salah satu
dari 10 penyakit terbanyak di ruang anak. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 1.1
10 Penyakit Terbanyak di Ruang Anak Rumah Sakit Umum
PadangPariaman Tahun 2018
No Penyakit Jumlah
1 Febris 408
2 Demam Berdarah Dengue 301
3 Gastritis 144
4 Dipersia 113
5 Gastroenteristis akut 47
6 Typoid 37
7 ISPA 33
8 Hematenitis 25
9 Anemia 24
10 Intoxinasi makanan 8
Sumber: (RSUD PadangPariaman , 2018)
Berdasarkan tabel di atas ditemukan bahwa penyakit gastroenteristis
akut (GEA) pada tahun 2018 jumlah penderita gastroenteristis akut (GEA)
yaitu sebanyak 47 kasus, angka ini mengalami peningkatan yang tajam jika
dibandingkan dengan tahun 2017, dimana terdapat 29 kasus. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini

3
Tabel 1.2
Jumlah Penderita Diare di Ruang Anak RSUDPadang Pariaman Tahun
2017-2018
Tahun
Bulan
2017 2018
Januari 4 3
Februari 3 6
Maret 2 8
April 4 7
Mei 1 4
Juni 0 2
Juli 1 0
Agustus 0 2
September 5 4
Oktober 3 6
Nopember 2 1
Desember 4 4
total 29 47
Sumber: (RSUD Padang, Pariaman, 2018)
Berdasarkan tabel 1.2 di atas dapat dilihat bahwa penyakit diare di
Ruang Anak RSUD Padang Pariaman mengalami peningkatan yang tajam
pada tahun 2018, yaitu mencapai 47 kasus dari 29 kasus pada tahun 2017.
Saat dilakukan wawancara dengan petugas pada tanggal 9 Januari 2019
di ruangan perawatan menyatakan bahwa gastroenteritis akut pada balita tahun
ini mengalami peningkatan, kondisi ini disebabkan karena perilaku hygiene
yang kurang sehat di lingkungan keluarga. Sedangkan dari hasil pengamatan
yang peneliti lakukan di ruang rawatan anak terhadap 3 orang pasien
gastroenteritis akut dimana 2 orang pasien terlihat lesu karena sudah 4 hari
dirawat di sini sedangkan 1 orang terlihat kondisi yang lebih baik dari hari saat
masuk dan wawancara dengan orang tua mereka menyatakan anak mereka
sering bermain di lingkungan yang tidak bersih dan kadang makan tidak cuci
tangan.

4
Berdasarkan keterangan di atas maka penulis tertarik untuk
mengambil kasus ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada “pasien dengan
Gastroenteritis Akut (GEA) di Ruang Anak RSUD Padang Pariaman tahun
2018”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah studi kasus ini
yaitu tentang Asuhan Keperawatan pada “pasien dengan Gastroenteritis Akut
(GEA) di RSUD Padang Pariaman tahun 2018

1.3 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui / menggali penerapan Asuhan Keperawatan pada
“pasien dengan Gastroenteritis Akut (GEA) di RSUD Padang Pariaman
tahun 2018
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
Gastroenteritis Akut (GEA) di Ruang Anak RSUD Padang Pariaman
tahun 2018
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
Gastroenteritis Akut (GEA) di Ruang Anak RSUD Padang Pariaman
tahun 2018
c. Mampu melakukan intervensi keperawatan pada pasien dengan
Gastroenteritis Akut (GEA) di Ruang Anak RSUD Padang Pariaman
tahun 2018
d. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien dengan
Gastroenteritis Akut (GEA) di Ruang Anak RSUD Padang Pariaman
tahun 2018
e. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah diberikan pada
pasien dengan Gastroenteritis Akut (GEA) di Ruang Anak RSUD
Padang Pariaman tahun 2018

5
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Meningkatkan wawasan pengetahuan serta sikap di dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien gastroenteritis untuk
mempercepat proses penyembuhan dan mencegah komplikasi lebih lanjut
2. Bagi keluarga
Untuk menambah pengetahuan keluarga tentang keadaan penyakit
yang diderita oleh klien yaitu dengan gastroenteristis akut sehingga dapat
melakukan penatalaksanaan baik individu maupun bantuan terhadap
penyakit yang diderita.
3. Bagi RSUD Padang Pariaman
Sebagai bahan masukan bagi RSUD Padang Pariaman khususnya di
ruang anak tentang gambaran asuhan keperawatan dengan klien yang
dirawat dengan gastroenteristis akut.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan informasi dan dapat digunakan untuk meningkatkan
mutu pendidikan dalam hal pengembangan tenaga kesehatan serta dapat
menjadikan karya tulis ilmiah ini sebagai bahan bacaan di perpustakaan.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Gastroenteritis akut


2.1.1 Pengertian
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan
cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi tiga
kali atau lebih buang air dengan bentuk tinja yang encer dan cair
(Suriadi,2014).
Gastroenteritis adalah peradangan akut lapisan lambung dan usus
yang di tandai denagn anoreksia, rasa mual, nyeri abdomen dan diare
(Edelwz, 2013).
Gastroenteritis adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak
normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume,
keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih
dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah (Aziz, 2016).
Gastroenteritis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya
muntah dan diare yang diakibatkan oleh infeksi, alergi, tidak toleran
terhadap makanan tertentu atau mencerna toksin, (Tucker, 2012)

7
2.1.2 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1
Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Menurut Syaifuddin, ( 2013 ), susunan pencernaan terdiri dari :
a. Mulut
Terdiri dari 2 bagian :
1) Bagian luar yang sempit / vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi,
bibir, dan pipi.
a) Bibir
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam
di tutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris
menutupi bibir. Levator anguli oris mengakat dan depresor
anguli oris menekan ujung mulut.
b) Pipi
Di lapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila,
otot yang terdapat pada pipi adalah otot buksinator.
c) Gigi

8
2) Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu rongga mulut yang di
batasi sisinya oleh tulang maksilaris palatum dan mandibularis di
sebelah belakang bersambung dengan faring.
a) Palatum
Terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum keras) yang
tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah tulang maksilaris
dan lebih kebelakang yang terdiri dari 2 palatum. Palatum mole
(palatum lunak) terletak dibelakang yang merupakan lipatan
menggantung yang dapat bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa
dan selaput lendir.
b) Lidah
Terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir,
kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke segala arah. Lidah
dibagi atas 3 bagian yaitu : Radiks Lingua = pangkal lidah,
Dorsum Lingua = punggung lidah dan Apek Lingua + ujung
lidah. Pada pangkal lidah yang kebelakang terdapat epligotis.
Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat putingputing
pengecapatau ujung saraf pengecap. Fenukun Lingua
merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian bawah
kira-kira ditengah-tengah, jika tidak digerakkan ke atas nampak
selaput lendir.
c) Kelenjar Ludah
Merupakan kelenjar yang mempunyai ductus bernama ductus
wartoni dan duktus stansoni. Kelenjar ludah ada 2 yaitu
kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar submaksilaris) yang
terdapat di bawah tulang rahang atas bagian tengah, kelenjar
ludah bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang terdapat di
sebelah depan di bawah lidah.
Di bawah kelenjar ludah bawah rahang dan kelenjar ludah
bawah lidah di sebut koronkula sublingualis serta hasil
sekresinya berupa kelenjar ludah (saliva). Di sekitar rongga

9
mulut terdapat 3 buah kelenjar ludah yaitu kelenjar parotis yang
letaknya dibawah depan dari telinga di antara prosesus mastoid
kiri dan kanan os mandibular, duktusnya duktus stensoni,
duktus ini keluar dari glandula parotis menuju ke rongga mulut
melalui pipi (muskulus buksinator). Kelenjar submaksilaris
terletak di bawah rongga mulut bagian belakang, duktusnya
duktus watoni bermuara di rongga mulut bermuara di dasar
rongga mulut. Kelenjar ludah di dasari oleh saraf-saraf tak
sadar.
d) Otot Lidah
Otot intrinsik lidah berasal dari rahang bawah (m mandibularis,
oshitoid dan prosesus steloid) menyebar kedalam lidah
membentuk anyaman bergabung dengan otot instrinsik yang
terdapat pada lidah. M genioglosus merupakan otot lidah yang
terkuat berasal dari permukaan tengah bagian dalam yang
menyebar sampai radiks lingua.

b. Faring (tekak)
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus), di dalam lengkung faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung
limfosit.
c. Esofagus
Panjang esofagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada dekat
dengan kolumna vertebralis, di belakang trakea dan jantung. Esofagus
melengkung ke depan, menembus diafragma dan menghubungkan
lambung. Jalan masuk esofagus ke dalam lambung adalah kardia.
d. Gaster ( Lambung )
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak
terutama didaerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus
uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak

10
dibawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah
kiri fudus uteri.
e. Intestinum minor ( usus halus ) Adalah bagian dari sistem pencernaan
makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum,
panjang + 6 meter. Lapisan usus halus terdiri dari :
1) lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar
(m.sirkuler)
2) otot memanjang ( m. Longitudinal ) dan lapisan serosa ( sebelah
luar ).
Pergerakan usus halus ada 2, yaitu
1) Kontraksi pencampur (segmentasi) Kontraksi ini dirangsang oleh
peregangan usus halus yaitu.desakan kimus
2) Kontraksi Pendorong
Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik.
Aktifitas peristaltik usus halus sebagian disebabkan oleh masuknya
kimus ke dalam duodenum, tetapi juga oleh yang dinamakan
gastroenterik yang ditimbulkan oleh peregangan lambung terutama
dihancurkan melalui pleksus mientertus dari lambung turun
sepanjang dinding usus halus
Perbatasan usus halus dan kolon terdapat katup ileosekalis yang
berfungsi mencegah aliran feses ke dalam usus halus. Derajat
kontraksi sfingter iliosekal terutama diatur oleh refleks yang
berasal dari sekum. Refleksi dari sekum ke sfingter iliosekal ini di
perantarai oleh pleksus mienterikus. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat diserap ke hati melalui
vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi usus)
dan air (yang membantu melarutkan pecahanpecahan makanan
yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim
yang mencerna protein, gula, dan lemak. Iritasi yang sangat kuat
pada mukosa usus,seperti terjadi pada beberapa infeksi dapat
menimbulkan apa yang dinamakan ”peristaltic rusrf” merupakan

11
peristaltik sangat kuat yang berjalan jauh pada usus halus dalam
beberapa menit. intesinum minor terdiri dari :
a) Duodenum ( usus 12 jari )
Panjang + 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiru.
Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir yang membuktikan di
sebut papila vateri. Pada papila veteri ini bermuara saluran
empedu ( duktus koledukus ) dan saluran pankreas ( duktus
pankreatikus ).
b) Yeyenum dan ileum
Mempunyai panjang sekitar + 6 meter. Dua perlima bagian atas
adalah yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum dengan
panjang ± 4 – 5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat
pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan
peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya
cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh
limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum yang
membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan
ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum
berhubungan dengan seikum dengan seikum dengan perataraan
lubang yang bernama orifisium ileoseikalis, orifisium ini di
perkuat dengan sfingter ileoseikalis dan pada bagian ini
terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukini. Mukosa
usus halus. Permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan
mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorbsi.
Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang dapat
memperbesar permukaan usus. Pada penampangan melintang
vili di lapisi oleh epiel dan kripta yang menghasilkan
bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang memegang
peranan aktif dalam pencernaan.

12
f. Intestinium Mayor ( Usus besar )
Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5 – 6 cm. Lapisan–lapisan usus besar
dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot
memanjang, dan jaringan ikat. Lapisan usus besar terdiri dari :
1) Seikum
Di bawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk
seperti cacing sehingga di sebut juga umbai cacing, panjang 6 cm.
2) Kolon asendens
Panjang 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah kanan
membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati
membengkak ke kiri, lengkungan ini di sebut Fleksura hepatika, di
lanjutkan sebagai kolon transversum.
3) Appendiks ( usus buntu ) Bagian dari usus besar yang muncul
seperti corong dari akhir seikum.
4) Kolon transversum Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon
asendens sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat
fleksura linealis.
5) Kolon desendens Panjang ± 25 cm, terletak di bawah abdomen
bagian kiri membunjur dari atas ke bawah dari fleksura linealis
sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
6) Kolon sigmoid Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak
miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf
S. Ujung bawahnya berhubung dengan rectum.
Fungsi kolon : Mengabsorsi air dan elektrolit serta kimus dan
menyimpan feses sampai dapat dikeluarkan. Pergerakan kolon ada
2 macam :
a) Pergerakan pencampur (Haustrasi) yaitu kontraksi gabungan
otot polos dan longitudinal namun bagian luar usus besar yang
tidak terangsang menonjol keluar menjadi seperti kantong.

13
b) Pergarakan pendorong ”Mass Movement”, yaitu kontraksi usus
besar yang mendorong feses ke arah anus.
g. Rektum dan Anus
Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan
os sakrum dan os koksigis. Anus adalah bagian dari saluran
pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar ( udara
luar ). Terletak di antara pelvis, dindingnya di perkuat oleh 3 sfingter :
a. Sfingter Ani Internus b. Sfingter Levator Ani c. Sfingter Ani
Eksternus Di sini di mulailah proses devekasi akibat adanya mass
movement. Mekanisme : 1). Kontraksi kolon desenden 2). Kontraksi
reflek rectum 3). Kontraksi reflek signoid 4). Relaksasi sfingter ani
2.1.3 Etiologi
Gastroenteritis bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya.
Biasanya ada yang menjadi pemicu terjadinya gastroenteritis. Secara
umum, berikut ini beberapa penyebab gastroenteritis menurut Rofiq
(2014), yaitu :
a. Infeksi oleh bakteri, virus atau parasit
b. Alergi terhadap makanan atau obat tertentu
c. Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti :
campak, infeksi telinga, infeksi tenggorokan, dan malaria.
d. Pemanis buatan, makanan yang tidak dicerna dan tidak diserap usus
akan menarik air dari dinding usus. Dilain pihak, pada keadaan ini
proses transit di usus menjadi sangat singkat sehingg air tidak sempat
diserap oleh usus besar. Hal inilah yang menyebabkan tinja berair pada
gastroenteritis. Selain rotavirus, gastroenteritis juga disebabkan akibat
kurang gizi, alergi, tidak tahan terhadap laktosa, dan sebagainya. Bayi
dan balita banyak yang memiliki intoleransi terhadap laktosa
dikarenakan tubuh tidak punya atau hanya sedikit memiliki enzim
laktosa yng berfungsi mencerna laktosa yang terkandung susu sapi.

14
e. Faktor Psikologis : Rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi
pada anak yang lebih cemas).
Menurut Suratmadja (2015), faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya gastroenteritis dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 2
Fakor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gastroenteritis

Keadaan Hygiene & Sosial Penderita Meninggal


Gizi Sanitasi Budaya Gastroente
ritis

Kuman/
Penyebab Masyarakat Carier
Penyakit
gastroenteritis

Keadaan Sosial Lain-lain


Penduduk EKonomi faktor

Sumber : Suratmaja, 2015

2.1.4 Patofisiologi
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak
dampak yang terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran
toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan
dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit
dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel
epitel, penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat
menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami
invasi sistemik.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus
(Rotavirus,Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin
(Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya),
parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme

15
patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin
atau sitotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus
pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral
dari satu penderita ke yang lainnya.
Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan
makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab
timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi
rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding
usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare.
Gangguan moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan
hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan
elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis
Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output
berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah (Iwansain, 2016).

2.1.5 Manifestasi Klinis


Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian
timbul gastroenteritis, tinja cair dan mungkin disertai lendir atau darah.
Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena
bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya menjadi lecet
karena seringnya defikasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat
makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat
diabsorbsi usus selama gastroenteritis. Gejala muntah dapat terjadi
sebelum atau sesudah gastroenteritis dan dapat di sebabkan oleh lambung
yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak, berat badan menurun,

16
turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput
lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Abdurrahman, 2014).
Gastroenteritis akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah,
demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut.
Akibat paling fatal dari gastroenteritis yang berlangsung lama tanpa
rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang
menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang berlanjut. Seseorang yang kekurangan cairan akan
merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi
tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.
Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. Karena
kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam
karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang
pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih
dalam (pernapasan kussmaul).
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat
dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120
x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai
gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena
kekurangan kalium pada gastroenteritis akut juga dapat timbul aritmia
jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal
menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera
diatasi akan timbul penyakit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu
keadaan gagal ginjal akut (Iwansain, 2016).

2.1.6 Pemeriksaan Labor dan Diagnostik


Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakan diagnosa
kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula.
Menurut Abdurrahman (2014), pemeriksaan laboratorium yang harus
dilakukan yaitu :

17
a. Pemeriksaan tinja
1) Makroskopis dan mikroskopis
2) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
3) Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan
menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan
pemeriksaan
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor
dalam serum (terutama pada penderita gastroenteritis yang disertai kejang).
e. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada
penderita gastroenteritis kronik.

2.1.7 Komplikasi
Menurut Nursalam (2016), akibat diare dan kehilangan cairan serta
elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi, seperti:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (gejala meteorismus, hipotoni otot lemah, dan bradikardi).
d. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim laktose.
e. Hipoglikemia.
f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare jika lama).

2.1.8 Penatalaksanaan
Dasar pengobatan gastroenteritis menurut (Abdurrahman, 2014) adalah:
a. Pemberian cairan
1) Cairan dehidrasi oral (oral dehydration salts)

18
Formula lengkap mengandung NaC, NaHCO3, KCl dan
glukosa. Kadar natrium 90 mEq/l untuk kolera dan gastroenteritis
akut pada anak di atas enam bulan dengan dehidrasi ringan dan
sedang atau tanpa dehidrasi (untuk pencegahan dehidrasi).
Formula sederhana (tidak lengkap) hanya mengandung NaCl
dan sukrosa atau karbohidrat lain, misalnya larutan gula garam,
larutan air tajin garam, larutan tepung beras garam dan sebagainya
untuk pengobatan pertama di rumah pada semua anak dengan
gastroenteritis akut baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada
dehidrasi ringan.
2) Cairan parenteral
DG aa (1 bagian larutan Darrow + 1 bagian glukosa 5%). RG g
(1 bagian Ringer laktat + 1 bagian glukosa 5%). RL (Ringer Laktat).
3 @ (1 bagian NaCl 0,9% = 1 bagian glukosa 55 + 1 bagian
Nalaktat 1/6 mol/1). DG 1 : 2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian
glukosa 5%). RLg 1 : 3 (1 bagian Ringer Laktat = 3 bagian glukosa
5-10%). Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3
1 ½ % atau 4 bagian glukosa 5-10% 1 bagian NaCl 0,9%).
b. Pengobatan diatetik
1) Untuk anak di bawah satu tahun dan anak di atas satu tahun dengan
berat badan kurang dari 7 kg. Susu (ASI dan atau susu formula yang
mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya
LLM, Almiron). Makanan setengah padat (bubur susu) atau
makanan sehat (nasi tim) bila anak tidak mau minum susu karena di
rumah sudah biasa diberi makanan padat. Susu khusus yaitu susu
yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak
bernatia sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang
ditemukan.
2) Untuk anak di atas satu tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg.
Makanan padat atau makanan cair/susu sesuai dengan kebiasaan makan di
rumah.

19
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan gastroenteritis ialah menggantikan cairan yang
hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa karbohidrat lain (gula, air tajin,
tepung beras dan sebagainya).
1) Obat anti sekresi
a) Asetasol
Dosis: 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg.
b) Klorpromazin
Dosis: 0,5 – 1 mg/KgBB/hari.
2) Obat anti spasmolitik
Pada umumnya obat anti spasmolitik seperti papaverine,
ekstrak beladona, opium, loperamid dan sebagainya tidak
diperlukan untuk mengatasi gastroenteritis akut.
3) Obat pengeras tinja
Obat pengeras tinja seperti kaolin, pectin, charcoal, tabonal dan
sebagainya tidak ada manfaatnya untuk mengatasi gastroenteritis.
4) Antibiotika
Pemberian obat Cotrimoxazole. Jenis Obat Generiknya adalah
: Trimethoprim / Trimetoprim, Sulfamethoxazole / Sulfametoksazol
(Cotrimoxazole / Kotrimoksazol).
Dosis dan aturan pakai
Bayi usia 6 minggu – 6 bulan : 120 mg, 2 kali sehari.
Anak usia 6 bulan – 6 tahun : 240 mg, 2 kali sehari.
Anak usia 6 – 12 tahun : 480 mg, 2 kali sehari.
Dewasa dan anak diatas 12 tahun : 960 mg, 2 kali sehari.

20
2.1.9 WOC

Pergesaran air dan


elektrolit dalam
rongga usus

Sumber: (Suriadi,2014)

21
2.2 Asuhan Keperawatan Teoritis
1) Pengkajian
1. Identitas Klien dan Keluarga
1) Identitas klien
Identitas klien : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk Rumah Sakit,
nomor Rekam Medik, diagnosa medis dan sumber biaya, penanggung
jawab.
2) Identitas Keluarga
Identitas klien : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, hubungan
dengan klien.
3) Jumlah saudara
4) Klien anak ke
5) Diagnosa medik
6) Alasan masuk rumah sakit
7) Dikirim oleh
8) Obat terakhir yang dipakai
9) Alergi
a. Makanan
b. Obat-obatan
2. Data Perawat Waktu Masuk
a. Cara masuk rumah sakit
b. Anamnesa diperoleh dari
c. Penampilan
d. Bahasa yang dipakai
3. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan keluarga
a. Penyakit
Apakah ada anggota keluarga yang menderita diare atau tetangga
yang berhubungan dengan distribusi penularan.

22
b. Lingkungan rumah dan komunitas
Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene yang
kurang mudah terkena kuman penyebab diare.
c. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
BAB yang tidak pada tempat (sembarang)/ di sungai dan cara
bermain anak yangkurang higienis dapat mempermudah masuknya
kuman lewat Fecal-oral.
2) Riwayat kesehatan sebelumnya
Biasanya pasien pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian
antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida
albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK,
OMA campak.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan
darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali,
waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Tumbuh Kembang
a. Riwayat kelahiran
Menyangkut cara lahir, usia kehamilan ibu saat lahir, tempat lahir,
tanggal lahir, berat badan lahir dan pertolongan persalinan dilakukan
oleh
b. Pertumbuhan fisik saat ini
1) Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5
kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
2) Kenaikan lingkar kepala : 12 cm ditahun pertama dan 2 cm
ditahun kedua dan seterusnya.
3) Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama
dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
4) Erupsi gigi : geraham pertama menyusul gigi taring.

23
c. Perkembangan fisik saat ini
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
1) Fase Oral (usia 0-1 tahun)
Pada tahap ini, sumber kenikmatan yang dirasakan oleh anak
berasal dari mulut. Anak memperoleh kepuasan tersebut dengan
cara menghisap, mengunyah makanan, atau meminum asi.
2) Fase Anal (1-3 tahun)
Dalam tahap ini sumber kenikmatan anak terletak pada anus.
Orangtua dapat menanamkan sikap disiplin pada anak
melalui toilet training.
3) Fase Falik (3-6 tahun)
Kepuasan terletak pada autoerotik atau daerah kemaluan.
Menurut Freud, pada fase ini anak cenderung mengidentifikasikan
diri dengan orangtua yang sama jenis dan mencintai orangtuanya
yang berbeda jenis kelamin. Peristiwa ini disebut oedipus complex,
yaitu anak laki-laki mencintai ibunya dan berusaha menghindari
ayahnya. Begitu juga sebaliknya, pada anak perempuan yang
disebut sebagai electra complex. Pada tahap ini saya merasa dekat
dengan kedua orangtua, termasuk ayah. Hal tersebut dapat terlihat
dari intensitas ayah mengajak bermain, misalnya bermain mobil-
mobilan.
4) Fase Latent (5-12 tahun)
Tahap ini anak dialihkan pada pengejaran intelektual dan
interaksi sosial.
5) Fase Genital
Pada fase ini, terjadi kematangan alat reproduksi seseorang.
Seseorang akan tertarik terhadap lawan jenisnya, serta ingin
membangun hubungan yang lebih intim bersama orang lain.

24
5. Imunisasi
Jenis BCG Hepatitis DPT Polio Campak DT Dan
Imunisasi lain-
lain
Terakhir
diberikan
Frekuensi
pemberian

6. Kebutuhan dasar
a. Makanan/Minuman
Sehat Makan : makan biasanya 3 x sehari
Minum : minum klien biasanya + 6 gelas
Sakit Makan : biasanya terjadi penurunan nafsu makan
Minum : biasanya klien sering merasa haus
b. Tidur
Sehat Siang : usia anak biasanya tidur + 2 jam sehari
Malam : usia anak biasanya tidur 10-11 jam sehari
Sakit Siang : biasanya klien mengalami sulit tidur
Malam : biasanya klien sulit tidur
c. Mandi
Sehat : biasanya klien mandi 2x sehari
Sakit :biasanya frekuensi mandi klien lebih sedikit
d. Eliminasi
Sehat : biasanya klien BAB 2-3 kali sehari,
konstipasi BAB padat, BAK juga normal
Sakit : pada saat sakit biasanya klien BAB lebih
Dari 4 x sehari dengan konsistensi encer
7. Data fokus
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh, penurunan
berat badan, kelemahan, kram abdomen, kerusakan integritas kulit.

25
8. Data Psikososial
Biasanya anak sangat menyukai mainannya, anak sangat
bergantung kepada kedua orang tuanya dan sangat histeris jika
dipisahkan dengan orang tuanya.
9. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Bagaimana tempat pembuangan kotoran, tempat pembuangan
sampah, pekarangan rumah, sumber air minum dan bagaimana
pengelolaan limbah rumah tangga.
10. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun , lingkar lengah
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar
b. Keadaan umum: klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun
c. Kepala: ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada
anak umur 1 tahun lebih
d. Mata ; cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan: mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltik meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolik (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler: nadi cepat > 120 x/menit dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang
h. Sistem integumen: warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 37,50 C, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memanjang > 2 dt, kemerahan pada daerah
perianal
i. Sistem perkemihan : urin produksi oligura sampai anuria (200-400
ml/24 jam) frekuensi berkurang dari sebelum sakit

26
j. Dampak hospitalisasi: semua anak sakit yang dirawat bisa
mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilanga waktu bermain,
terhadap tindakan invansive respon yang ditujunjukan adalah protes,
putus asa, dan kemudian menerima
11. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
a) Feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
b) Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
c) AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun )
d) Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

2) Diagnosa Keperawatan
a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif.
b) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorbsi makanan.
c) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri.
d) Kerusakan integritas kulit berhubugan dengan eksresi.
e) Cemas berhubungan dengan stress
3) Perencanaan /Intervensi Keperawatan
Perencanaan dalam proses keperawatan dimulai setelah data yang
dikumpulkan sudah dianalisa dan masalah-masalah atau diagnosa
keperawatan telah ditentukan. Secara sederhana perlu cara merumuskan
keputusan awal apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan,
dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut.
Perencanaan mencakup diagnosa keperawatan yang telah
diprioritaskan, tujuan, kriteria standart dan rasionalisasi tindakan.

27
NANDA NOC NIC

1 Kekurangan volume Keseimbangan cairan Manajemen cairan


cairan berhubungan Indicator Aktivitas
dengan kehilangan a. Fungsi eliminasi normal a. Monitor
volume cairan aktif. b. Keseimbangan intake dan keseimbangan cairan
Defenisi: keadaan output cairan b. Mencegah
individu yang c. TTV normal komplikasi akibat
mengalami penurunan Hidrasi kadar cairan yang
cairan intravaskuler, Indicator abnormal
interstisial, dan / atau a. Tidak ada tanda-tanda c. Monitor TTV
cairan intrasel. dehidrasi Terapi Intravena
Diagnosis ini merujuk b. Keseimbangan intake dan a. Periksa order untuk
ke dehidrasi yang ouput cairan terapi intravena
merupakan kehilangan c. TTV normal b. Jelaskan prosedur
cairan saja tanpa kepada pasien
perubahan dalam c. Pilih dan siapkan
natrium. intravena infusion
pump sesuai indikasi
d. Monitor TTV

2 Ketidakseimbangan Status nutrisi: asupan Monitoring cairan


nutrisi: kurang dari makanan dan cairan Aktivitas:
kebutuhan tubuh Indicator: a. Monitor intake dan
berhubungan dengan a. Mampu makan secara output cairan
ketidakmampuan normal (oral) b. Monitor berat badan
mengabsorbsi b. Mampu minum secara c. Kaji tentang riwayat
makanan. normal jumlah dan tipe
Defenisi: asupan nutrisi c. Tidak terjadi penurunan intake cairan dan
tidak mencukupi untuk badan yang berarti pola eliminasi
memenuhi kebutuhan d. TTV normal d. Monitor TTV
metabolic.

3 Nyeri akut Control nyeri Manajemen nyeri


berhubungan dengan Indicator: Aktivitas:

28
agen injuri. a. Mengenali factor a. Lakukan pengkajian
Defenisi: pengalaman penyebab nyeri secara
emosional dan sensori b. Adanya perubahan nyeri komperhensif
yang tidak Level nyeri termasuk lokasi,
menyenangkan yang Indicator: karakteristik, durasi,
muncul dari kerusakan a. Nyeri berkurang frekuensi, kualitas,
jaringan secara aktual b. Pola istirahat cukup dan factor presipitasi
dan potensial atau adekuat b. Tingkatkan istirahat
menunjukkan c. Ekspresi wajah saat nyeri c. Berikan analgetik
kerusakan. Serangan normal untuk mengurangi
mendadak atau perlahan nyeri
dari intensitas ringan Analgesic
sampai berat yang administarton
diantisipasi atau Aktivitas:
diprediksi, durasi nyeri a. Tentukan lokasi,
kurang dari 6 bulan. karakteristik,
kualitas, dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
b. Cek orderan tentang
jens obat, dosis, dan
frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Monitor TTV
sebelum dan sesudah
pemebrian analgesic

4 Kerusakan integritas Integritas jaringan: Monitoring elektrolit


kulit berhubugan membrane kulit dan Aktivitas:
dengan eksresi. mukosa a. Monitor
Defenisi: perubahan Indicator: keseimbangan asam
yang beresiko untuk a. Tidak ada lesi basa
kulit menjadi buruk. b. Tidak ada tanda dan b. Monitor kehilangan
gejala infeksi cairan/elektrolit
c. Sediakan diet yang

29
sesuia dengan
ketidakseimbangan
cairan
d. Monitor TTV
Manajemen elektrolit
Aktivitas:
a. Timbang BB tiap
hari
b. Pertahankan intake
yang akurat
c. Berikan terapi IV
d. Pantau TTV

5 Cemas berhubungan Control cemas Penurunan kecemasan


dengan stress Indicator: Aktivitas:
Defenisi: perasaan a. Tidak ada tanda a. Tenangkan klien

gelisah yang tak jelas kecemasan b. Berusaha memahami

dari ketidaknyamanan b. Melaporkan tidak adanya keadaan klien

atau kegiatan yang gangguan persepsi c. Sediakan aktivitas


untuk menurunkan
disertai respon autonom sensori
ketegangan
(sumber tidak spesifik c. Tidak ada manifestasi
d. Berikan pengobatan
atau tidak diketahui perilaku kecemasan
untuk menurunkan
oleh individu), perasaan d. TTV normal
cemas dengan cara
keperihatinan Koping
yang tepat
disebabkan dari e. Menunjukkan
e. Monitor TTV
antisipasi terhadap fleksibilitas peran
f. Peningkatan koping
bahaya. f. Melibatkan keluarga
Aktivitas:
dalam membuat a. Hargai pemahaman
keputusan pasien tentang proses
g. Peduli terhadap penyakit
kebutuhan keluarga b. Tentukan
kemampuan klien
untuk mengambil
keputusan.

30
4) Pelaksanaan/Implementasi Keperawatan
Menurut Rohmah dan Walid (2009), pelaksanaan adalah realisasi
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan
dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon pasien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan
dan menilai data yang baru.
Sementara tahap-tahap yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan
adalah :
(a) Tahap persiapan : reviuw rencana tindakan keperawatan, analisis
pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan, antisipasi komplikasi
yang akan timbul, mempersiapkan peralatan yang diperlukan (waktu,
tenaga, alat), mengidentifikasi aspek-aspek hukum dan etik,
memperhatikan hak-hak pasien, antara lain hakatas pelayanan
kesehatan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan, hakatas
informasi, hak untuk menentukan nasib sendiri, hakatas second
opinion.
(b) Tahap pelaksanaan : berfokus pada pasien, berorientasi pada tujuan
dan kriteria hasil, memperhatikan keamanan fisik dan psikologis
pasien, kompeten.
(c) Tahap sesudah pelaksanaan: menilai keberhasilan tindakan,
mendokumentasikan tindakan, yang meliputi aktivitas tindakan
perawat, hasil/repon pasien, tanggal/jam, nomor diagnosis
keperawatan, tanda tangan.
5) Evaluasi
a) Pengertian
Evaluasi adalah proses yang disengaja dan sistematik dimana
penilaian dibuat mengenai kualitas, nilai atau kelayakan dari sesuai
dengan membandingkan pada kriteria yang diidentifikasi atau standar
sebelumnya. Dalam proses keperawatan, evaluasi adalah suatu
aktifitas yang direncanakan, terus menerus, aktifitas yang disengaja
dimana setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien,

31
keluarga dan perawat serta tenaga profesional lainnya menentukan;
kemajuan pasien terhadap outcome yang dicapai dan keefektifan dari
rencana asuhan keperawatan (Nurjanah, 2012).
Menurut Rohmah dan Walid (2014), evaluasi adalah penilaian
dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang
diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan.
b) Macam evaluasi
Menurut Rohmah dan Walid (2014), macam-macam evaluasi
antara lain :
(1) Evaluasi proses (formatif) ; evaluasi yang dilakukan setiap selesai
tindakan, berorientasi pada etiologi, dilakukan secara terus-
menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
(2) Evaluasi hasil (sumatif) :evaluasi yang dilakukan setelah akhir
tindakan keperawatan secara paripurna, berorientasi pada masalah
keperawatan, menjelaskan keberhasilan / ketidak berhasilan,
rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan pasien sesuai
dengan kerangka waktu yang ditetapkan.
Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses
keperawatan tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap
tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk
menentukan kecukupan data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian
perilaku yang diobservasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal
keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada tahap
intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat
dicapai secara efektif (Nursalam 2016).
Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau
perkembangan klien, digunakan komponen SOAP/SOAPIE/
SOAPIER. Penggunaannya tergantung dari kondisi klien.
(1) S : Data Subjektif

32
Adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa
ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien
tentang status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan
lemah, ketakutan, kecemasan, frustrasi, mual, perasaan malu.
(2) O : Data Objektif
Yaitu data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh
menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama
pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan
darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran
(3) A : Analisis
Interpretasi dari data subyektif dan data obyektif. Merupakan
suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi,
atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi
akibat perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi
datanya dalam data subyektif dan obyektif.
(4) P : Planning
Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya. Tindakan yang
telah menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak memerlukan
tindakan ulang pada umumnya dihentikan. Tindakan yang perlu
dilanjutkan adalah tindakan yang masih kompeten untuk
menyelesaikan masalah klien dan membutuhkan waktu untuk
mencapai keberhasilannya. Tindakan yang perlu dimodifikasi
adalah tindakan yang dirasa dapat membantu menyelesaikan
masalah klien tetapi perlu ditingkatkan kualitasnya atau
mempunyai alternatif pilihan yang diduga dapat membantu
mempercepat proses penyembuhan. Sedangkan rencana tindakan
yang baru/sebelumnya tidak ada dapat ditentukan bila timbul

33
masalah baru atau rencana tindakan yang ada sudah tidak
kompeten lagi untuk menyelesaikan masalah yang ada.
(5) I : Implementasi
Adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan
instruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P
(perencanaan). Jangan lupa menuliskan tanggal dan jam
pelaksanaan.
(6) E : Evaluasi
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai
keluaran dari tindakan. Penilaian peoses menentukan apakah ada
kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri.
Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperwatan
tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap
proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk
menentukan kecukupan data yang telah dikumpulkan dan
kesesuaian perilaku yang observasi. Diagnosis juga perlu
dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi
juga diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan apakah
tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif.
(7) R : Reassesment
Adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan
setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan
perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan.

34
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus. Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah
keperawatan dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang
mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian studi kasus
ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan dengan
diagnosis Gastroenteritis Akut.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Ruang Anak Rumah Sakit Umum Daerah
Padang Pariaman. Penelitian dilakukan 1 Minggu Bulan Maret 2019.

3.3 Subjek Penelitian


Subjek penelitian yang digunakan adalah 1 pasien (1 kasus) dengan
masalah keperawatan yaitu Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Penyakit
Gastroenteritis Akut di Ruang Anak Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Daerah
Padang Pariaman tahun 2019.

3.4 Pengumpulan Data


1. Data primer
Yaitu data yang didapatkan langsung dari objek penelitian. Dalam
pengambilan data primer, teknik yang dipakai adalah
a. Wawancara
Yaitu sumber data yang didapatkan dari pasien, keluarga,
perawat dan lainnya seperti (hasil anamnesis berisi tentang identitas
pasien, keluhan utama, riwayat penyakit, dll).

35
b. Observasi
Observasi adalah suatu prosedur yang terencana yang antara lain
meliputi melihat, mendengar, mencatat sejumlah dan taraf aktifitas
tertentu atau sutuasi tertentu yang ada hubungan dengan masalah yang
diteliti
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang didapatkan dari luar objek penelitian. Data
sekunder dalam penelitian ini berbentuk dokumentasi dan juga literatur.
Studi dokumentasi merupakan semua bentuk sumber informasi yang
berhubungan dengan dokumen. Dalam studi ini dokumentasi dilakukan
dengan pengumpulan data yang diambil dari catata keperawatan dan
rekam medik. Studi kepustakaan adalah semua literatur atau bacaan yang
digunakan untuk mendukung dalam penyusunan studi kasus

3.5 Uji Keabsahan Data


Uji keabsahan data dilakukan untuk menguji kualitas data / informasi
yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan validitas
tinggi, uji keabsahan data meliputi : credility, transferability, deperidabiliti,
confirmability (Sugiyono, 2014).
Agar data dalam penelitian dapat dipertanggung jawabkan sebagai
penelitian ilmiah perlu dilakukan uji keabsahan data. Adapun uji keabsahan
data yang dapat dilaksanakan.
1. Credibility (uji kepercayaan)
a. Memperpanjang waktu pengamatan / tindakan
Perpanjangan pengamatan dapat meningkatkan kredibilitas
kepercayaan data. Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti
kembali kelapangan melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan
sumber data yang ditemui maupun sumber data yang lebih baru.
b. Meningkatkan kecermatan dalam penelitian
Meningkatkan kecermatan atau ketekunan secara berkelanjutan maka
kepastian data dan urutan kronologis peristiwa dapat dicatat atau

36
direkam dengan baik, sistematis, meningkatkan kecermatan merupakan
salah satu cara mengontrol, mengecek pekerjaan apakah data yang
telah dikumpulkan, dibuat dan disajikan sudah benar atau belum.
c. Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik yang mencari pertemuan pada satu titik
tengah informasi dari data yang terkumpul guna pengecekkan dan
pembanding terhadap dua data yang telah ada (Sugiyono, 2014).
Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik
pengumpulan data, dan waktu (Sugiyono, 2007).
2. Transferability (ketepatan)
Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian.
Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat
diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil
(Sugoyono, 2007)
Pertanyaan yang berkaitan dengan nilai transfer sampai saat ini
masih dapat diterapkan/dipakai dalam situasi lain. Bagi penulis nilai
transfer sangat bergantung pada sipemakai, sehingga ketika penelitian
dapat digunakan dalam konteks yang berbeda di situasi yang berbeda
validitas nilai transfer masih dapat dipertanggung jawabkan.
3. Dependability (dipercayai)
Reliabilitas atau penelitian yang dapat dipercayai, dengan kata lain
beberapa percobaan yang dilakukan selalu mendapatkan hasil yang sama.
Penelitian yang dependability atau reliabilitas adalah penelitian
apabila penelitian yang dilakukan oleh orang lain dengan proses penelitian
yang sama akan memperoleh hasil yang sama pula. Pengujian
dependability dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap
keseluruhan proses penelitian. Dengan cara aoditor yang independen atau
pembimbing yang independen mengaudit keseluruhan aktivitas yang di
lakukan oleh peneliti dalam melakukan penelitian, misalnya bisa dimulai
ketika bagaimana peneliti mulai menentukan masalah, terjun kelapangan,

37
memilih sumber data, melaksanakan analisis data, melakukan uji
keabsahan data, sampai pada pembuatan laporan hasil pengamatan.
4. Confirmability (disepakati)
Penelitian uji confirmability berarti menguji hasil penelitian yang
dikaitkan dengan proses yang telah dilakukan. Apabila hasil penelitian
merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian
tersebut telah memenuhi standar confirmability.

3.6 Analisa Data


Analisa data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu
pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data
dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan
dengan teori yang ada dan selanjutna dituangkan dalam opini pembahasan.
Teknik analisis yang digunakan dengan cara menerasikan jawaban-jawaban
dari penelitian yang diperoleh dari hasil interprestasi wawancara mendalam
yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Teknik analisis
digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang
menghasilkan data untuk selanjutnya diinterprestasikan oleh peneliti
dibandingkan dengan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan
rekomendasi dalam interbensi tersebut. Urutan dalam analisis adalah
1. Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari hasl WOD (wawancara, observasi, pemeriksaan
fisik dan dokumen). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan,
kemudian disalin dalam bentuk transkrip.
2. Mereduksi data dengan membuat koding dan ketegori
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan
dijadikan satu dalam bentuk transkrip. Data yang terkumpul kemudian
dibuat koding yang dibuat oleh peneliti dan mempunyai arti tertentu sesuai
dengan topik penelitian yang diterapkan. Data objektif dianalisis
berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan nilai
normal.

38
3. Penyajian data
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks
naratif, kerahasiaan dari responden dijamin dengan jalan mengaburkan
identitas dari responden
4. Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan
hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku
kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi

3.7 Etik Penelitian


Etika penelitian ini bertujuan untuk menjamin kerahasiaan identitas
responden, melindungi, dan menghormati hak responden dengan
digunakannya pernyataan persetujuan responden dalam mengikuti penelitian.
Penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan izin
institusi Poltekes Kemenkes Solok Padang untuk mendapatkan surat perizinan
penelitian. Kemudian peneliti menyerahkan surat izin tersebut kepada instansi
yang dituju untuk mendapatkan persetujuan melakukan penelitian di tempat
tersebut
1. Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden peneliti dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan
lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah
agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.
Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan.
Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien.
Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut
antara lain : partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang
dibutuhkannya, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang
akan diteliti, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi dan lain-
lain.

39
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Anonimity merupakan menghormati hak-hak yang dimiliki responden.
Peneliti memberikan lembar persetujuan dan penjelasan mengenai prosedur
pengambilan data. Lembar persetujuan adalah cara persetujuan antara peneliti
dan responden dengan cara memberikan lembar persetujuan sebelum
dilakukan penelitian. Peneliti menjelaskan secara singkat mengenai tujuan
penelitian, lalu memberikan lembar persetujuan kepada responden dan
responden yang bersedia menandatangani lembar persetujuan tersebut. Peneliti
memberikan jaminan perlindungan pada responden tentang kerugian atau
penyalahgunaan penelitian
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan merupakan etika penelitian dengan cara menjamin
kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi yang diberikan secara lisan
maupun tertulis pada lembar kuesioner. Data dan informasi yang ditampilkan
dalam laporan penelitian hanya berupa kode responden. Peneliti meminta
responden untuk tidak mencantumkan nama pada lembar kuesioner, namun
menggunakan kode yang telah disipakan peneliti. Masalah ini merupakan
masalah etika dengan memberikan jaminan kerahaisaan hasil penelitian, baik
informasi maupun masalah-masalah lainnya. Etika anonymity ini bertujuan
untuk menjaga privasi responden.

40
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, 2014. Konsep Dasar Keperawatan Dengan Pemetaan Konsep,


Salemba Medika, Jakarta.

Aziz, 2016. Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

Depkes Sumbar, 2017. Laporan Tahunan Kesehatan

Doenges (2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan


dokumentasi Pasien. EGC. Jakarta.

Edelwz, 2013. Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.

Haryati, 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sarwono WP (Editor), Balai
Penerbit UI

Iwansain, 2016. . Pembangunan Kesehatan. http://www.medicastore. com

Kementerian kesehata, 2016. Revisi Undang – Undang Kesehatan 2010 – 2014 ,


Jakarta.

Nurjanah, 2012. Buku Pegangan Praktik Klinik, Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gastroenteritis. Penebar Swadaya, Jakarta.

Nursalam, 2016. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik,


Salemba Medika, Jakarta.

Powel, 2013. AsuhanKeperawatan. EGC : Jakarta.

Rofiq (2014). Pendekatan Diagnostik. Penyakit pada Anak.


http://www.pdpress.co.id/?show

Rohmah dan Walid (2009). Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan
Praktik, Salemba Medika, Jakarta.

Rohmah dan Walid (2014), Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi II, Sagung
Seto, Jakarta.

RST Reksodiwiryo Padang, 2018. Laporan Rekam Medik

Soedarmono Soejitno, 2010. Konsep Dasar Keperawatan, Salemba Medika,


Jakarta.

Sugiyono, 2007. Konsep Dasar Metedologi Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta

41
Suratmadja (2015). Buku Pegangan Praktik Klinik, Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gastroenteritis. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suriadi,2014. Proses Keperawatan , EGC. Jakarta

Syaifuddin, ( 2013. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah, Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia, Jakarta.

Tucker, 2012. Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi II Salemba Medika,


Jakarta.

42
ASUHAN KEPERAWATAN PADA “PASIEN DENGAN GASTROENTERITIS
AKUT (GEA) DI RUANG ANAK RUMAH SAKIT REKSODIWIRYO
PADANG

Proposal Studi Kasus

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan


Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

43
OLEH:

OGI SAPUTRA
NIM : 17334021

DIPLOMA III KEPERAWATAN


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
TAHUN 2018

LEMBAR KONSULTASI

Nama : Ogi Saputra


NIM : 17334021
Judul : Asuhan Keperawatan pada “pasien dengan Gastroenteritis Akut
(GEA) di Ruang Anak Rumah Sakit Reksodiwiryo Padang
tahun 2018
Nama Pembimbing : Hasmita, SKM, M.Biomed

No Hari/tanggal Bagian yang direvisi Paraf pembimbing

44
45

Anda mungkin juga menyukai