Anda di halaman 1dari 8

I.

Hukum Konservasi Massa


Dalam Sains kita mengenal apa yang dimaksud dengan ‘hukum konservasi massa’, atau
sering juga disebut dengan ‘hukum kekekalan massa’. Hukum konservasi massa sendiri
menyatakan jika massa dari suatu sistem tertutup akan konstan meski terjadi berbagai macam
proses di dalam sistem tersebut. Massa sendiri dapat berubah wujud menjadi bentuk lain,
akan tetapi massa tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan. Lavoisier pernah melakukan
percobaan untuk menyelidiki apakah perubahan materi juga menimbulkan perubahan massa
atau tidak? Yaitu dengan percobaan pembakaran terhadap oksida logam yang membuahkan
teori flogiston. Menurut teori ini, bila kapur raksa (oksida logam) dibakar akan terbentuk
logam raksa dan suatu gas. Gas tersebut dinamakan udara tak berflogiston, yaitu sesuatu
yang dilepaskan dari materi yang terbakar. Artinya terjadi pengurangan massa. Untuk
mengungkapkan kebenaran teori flogiston, Lavoisier melakukan pembakaran timah dalam
dua keadaan, yaitu pada keadaan wadah terbuka dan pada keadaan wadah tertutup. Dari
percobaan tersebut ditemukan fakta, bila pembakaran dilakukan dalam wadah terbuka dapat
menambah berat zat yang dibakar, tetapi bila pembakaran dilakukan dalam wadah tertutup,
(artinya tidak ada materi lain selain yang dibakar) tidak menimbulkan perubahan massa.

Menurut Lavoisier, pembakaran dalam wadah terbuka, zat-zat yang terbakar menyerap
sesuatu dari udara yang mengakibatkan terjadinya penambahan massa. Sedangkan dalam
wadah tertutup, tidak ada materi yang diserap maupun dibebaskan, sehingga massa total zat
yang terbakar tidak berubah.

II. Hukum Newton


Hukum newton adalah tiga hukum fisika sebagai dasar mekanika klasik menggabarkan
hubungan antara gaya yang bekerja pada suatu benda bergerak. Ada tiga macam hukum
newton, diantaranya :
a. Hukum Newton I
Bunyi dari hukum newton I ini yaitu, “Jika resultan pada suatu benda sama
dengan nol, maka benda yang diam akan tetap diam dan benda yang bergerak akan
tetap bergerak dengan kecepatan tetap”.Hukum ini juga menyatakan, bahwasanya
benda yang diam akan cenderung untuk tetap diam dan benda yang bergerak akan
cenderung untuk tetap bergerak. Oleh karena itu, Hukum Newton I juga disebut
sebagai hukum kelembaman atau hukum inersia.
Sebagai contoh, yaitu ketika kita sedang mengendarai kendaraan bermotor
dan tiba-tiba kira rem mendadak, yang akan terjadi adalah badan kita akan
terdorong kedepan. Maka dari itulah kitra sering menyebut denga istilah
‘Kecenderungan benda untuk tetap maju’. Sebaliknya ketika kita sedang diatas
motor yang diam, lalu kita berikan akselerasi, maka yang akan terjadi adalah badan
kita akan terhentak ke belakang. Dan hal inilah yang kita sebut dengan
‘Kecenderungan benda untuk tetap diam’.

Massa merupakan besaran inersia suatu benda. Semakin besar massa suatu
benda, maka akan semakin besar gaya yang dibutuhkan untuk membuat benda
tersebut melakukan akselerasi atau percepatan. Selain itu, massa benda yang besar
akan lebih susah untuk digerakkan dari posisi diam dan susah dihentikan dari
kondisi bergerak.
b. Hukum Newton II
Bunyi dari hukum Newton II yaitu “Percepatan sebuah benda berbanding
lurus dengan gaya total yang bekerja padanya dan berbanding terbalik dengan
massanya. Arah percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja padanya”.
Hukum Newton II menyatakan bahwa suatu benda akan bertambah kelajuannya jika
diberikan gaya total yang arahnya sama dengan arah gerak benda. Akan tetapi, jika
arah gaya total yang diberikan pada benda tersebut berlawanan dengan arah gerak
benda maka gaya tersebut akan memperkecil laju benda atau bahkan
menghentikannya. Karena perubahan kelajuan atau kecepatan merupakan
percepatan. Maka dapat disimpulkan bahwa gaya total yang diberikan pada benda
dapat menyebabkan percepatan.

Sebagai contoh dari hukum Newton II, yaitu ketika kita menendang sebuah
bola yang berarti kita memberikan sebuah gaya pada bola tersebut, maka bola
tersebut akan bergerak dengan kecepatan tertentu. Hukum Newton II juga dapat
dituliskan dengan rumus, sebagai berikut :
∑F = m.a

Dengan,
∑F = gaya total yang bekerja pada benda (N)
m = massa benda (kg)
a = percepatan benda (m/s2)
c. Hukum Newton III
Bunyi dari hukum Newton III yaitu “Ketika suatu benda memberikan gaya
pada benda kedua, benda kedua tersebut memberikan gaya yang sama besar tetapi
berlawanan arah terhadap benda pertama”. Contoh penerapan dari gaya ini adalah
ketika kita mengendarai suatu mobil dengan kecepatan tinggi dan kita menabrak
sebuah tembok (artinya kita memberikan gaya kepada tembok), maka tembok
tersebut akan memberikan gaya kepada mobil yang kita kendarai. Semakin kencang
kita mengendarai mobil, maka semakin parah pula kerusakan suatu mobil, karena
tembok sendiri akan memberikan gaya yang semakin besar.

Hukum Newton III dapat dituliskan dengan rumus,


F1 = -F2
Faksi = -Freaksi

Dimana,
F1 = Gaya yang diberikan pada benda 2 (N)
F2 = Gaya yang diterima kembali pada benda 1 (N)

III. Thermodinamika, Persamaan Keadaan


Persamaan Keadaan dalam termodinamika adalah persamaan termodinamika yang
menggambarkan keadaan materi di bawah seperangkat kondisi fisika. Persamaan keadaan
sendiri menjelasakan hubungan matematik antara dua fungsi keadaan atau lebih yang
berhubungan dengan materi. Persamaan keadaan digunakan untuk menggambarkan sifat-
sifat fluida, padatan, campuran fluid dan bagian dalam bintang.
Adapun beberapa sistem berdasarkan keadaannya, diantaranya :
a. Keadaan seimbang mekanis : Sistem berada dalam keadaan seimbang mekanis,
apabila resultan semua gaya (luar maupun dalam) adalah nol
b. Keadaan seimbang kimiawi : Sistem berada dalam keadaan seimbang kimiawi,
apabila didalamnya tidak terjadi perpindahan zat dari bagian yang satu ke
bagian yang lain (difusi) dan tidak terjadi reaksi-reaksi kimiawi yang dapat
mengubah jumlah partikel semulanya ; tidak terjadi pelarutan atau kondensasi.
c. Keadaan seimbang termal : sistem berada dalam keadaan seimabng termal
dengna lingkungannya, apbiala koordinat-kooridnatnya tidak berubah,
meskipun system berkontak dengan ingkungannnya melalui dinding diatermik.
Besar/nilai koordinat sisterm tidak berubah dengan perubahan waktu.
d. Keadaan keseimbangan termodinamika : sistem berada dalam keadaan
seimbang termodinamika, apabila ketiga syarat keseimbangan diatas terpenuhi.
Dalam keadan demikian keadaan keadaan koordinat sistem maupun lingkungan
cenderung tidak berubah sepanjang massa

Suatu gas disebut gas ideal bila memenuhi hukum gas ideal, yaitu hukum
Boyle, Gay Lussac, dan Charles deng an persamaan P.V = n.R.T. Namun, pada
kenyataanya gas itu tidak benar-benar mengikuti hukum gas ideal tersebut. Hal ini
dikarenakan gas tersebut memiliki deviasi (penyimpangan) yang berbeda dengan
gas ideal. Gas ideal memiliki deviasi (penyimpangan) yang lebih besar terhadap
hasil eksperimen dibanding gas nyata dkarenakan beberapa perbedaan pada
persamaan yang digunakan sebagai berikut:
• Jenis gas
• Tekanan gas. Ketika jarak antar molekul menjadi semakin kecil, terjadi
interaksi antar molekul dimana tekanan gas ideal lebih besar dibanding tekanan gas
nyata (Pnyata < Pideal)
• Volume gas. Dalam gas ideal, volume gas diasumsikan sama dengan
volume wadah karena gas selalu menempati ruang. Namun dalam perhitungan gas
nyata, volume molekul gas tersebut juga turut diperhitungkan, yaitu: Vriil =
Vwadah – Vmolekul

Maka dari itu, perbedaan persamaan pada gas ideal dengan gas nyata
dinyatakan dalam faktor daya mampat atau faktor kompresibilitas (Z) yang mana
menghasilkan persamaan untuk gas nyata yaitu:

𝑃𝑉
𝑃𝑉 = 𝒁. 𝑛𝑅𝑇 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝒁 =
𝑛𝑅𝑇
Persamaan van der Waals didasarkan pada tiga perbedaan yang telah
disebutkan diatas dengan memodifikasi persamaan gas ideal yang sudah berlaku
secara umum. Pertama, van der Waals menambahkan koreksi pada P dengan
mengasumsikan bahwa jika terdapat interaksi antara molekul gas dalam suatu
wadah, maka tekanan riil akan berkurang dari tekanan ideal (Pi) sebesar nilai P’.

𝑃 = 𝑃𝑖 − 𝑃′ ↔ 𝑃 = 𝑃𝑖 + 𝑃′
Nilai P’ merupakan hasil kali tetapan besar daya tarik molekul pada suatu jenis
jenis gas (a) dan kuadrat jumlah mol gas yang berbanding terbalik terhadap volume
gas tersebut, yaitu:

𝑛2 𝑎
𝑃 = 2
𝑉

Kedua, van der Waals mengurangi volume total suatu gas dengan volume
molekul gas tersebut, yang mana volume molekul gas dapat diartikan sebagai
perkalian antara jumlah mol gas dengan tetapan volume molar gas tersebut yang
berbeda untuk masing-masing gas (V – nb).
Dalam persamaan gas ideal (PV = nRT), P (tekanan) yang tertera dalam
persamaan tersebut bermakna tekanan gas ideal (Pi), sedangkan V (volume)
merupakan volume gas tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan van
der Waals untuk gas nyata adalah:

(𝑃 + 𝑃′)(𝑉 − 𝑛𝑏) = 𝑛𝑅𝑇

Dengan mensubtitusikan nilai P’, maka persamaan total van der Waals akan
menjadi:
𝑛2 𝑎
(𝑃 + 2 ) (𝑉 − 𝑛𝑏) = 𝑛𝑅𝑇
𝑉

Nilai a dan b didapat dari eksperimen dan disebut juga dengan tetapan van
der Waals. Semakin kecil nilai a dan b menunjukkan bahwa kondisi gas semakin
mendekati kondisi gas ideal. Besarnya nilai tetapan ini juga berhubungan dengan
kemampuan gas tersebut untuk dicairkan. Pada persamaan van der Waals, nilai Z
(faktor kompresibilitas):

𝑛𝑅𝑇 𝑛2 𝑎
𝑃= − 2
(𝑉 − 𝑛𝑏) 𝑉
𝑃𝑉 𝑃𝑉 𝑛𝑅𝑇. 𝑉 𝑛2 𝑎. 𝑉
𝑍= ↔ = −
𝑛𝑅𝑇 𝑛𝑅𝑇 (𝑉 − 𝑛𝑏)𝑛𝑅𝑇 𝑉 2 𝑛𝑅𝑇
𝑉 𝑎𝑛
𝒁= −
(𝑉 − 𝑛𝑏) 𝑉𝑅𝑇

Untuk memperoleh hubungan antara P dan V dalam bentuk kurva pada


persamaan van der Waals terlebih dahulu persamaan ini diubah menjadi persamaan
derajat tiga (persamaan kubik) dengan menyamakan penyebut pada ruas kanan dan
kalikan dengan V2 (V - nb), kemudian kedua ruas dibagi dengan P, maka diperoleh:

𝑛𝑅𝑇 2 𝑛2 𝑎 𝑛3 𝑎𝑏
𝑉 3 − (𝑛𝑏 + )𝑉 + ( )𝑉 − ( )=0
𝑃 𝑃 𝑃

IV. Airfoil – NACA (National Advisory Committee for Aeronautics)


NACA airfoil adalah salah satu bentuk bodi aerodinamika sederhana yang berguna
untuk dapat memberikan gaya angkat tertentu terhadap suatu bodi lainnya dan dengan
bantuan penyelesaian matematis sangat memungkinkan untuk memprediksi berapa
besarnya gaya angkat yang dihasilkan oleh suatu bodi airfoil. Hingga sekitar Perang Dunia
II, airfoil yang banyak digunakan adalah hasil riset Gottingen. Selama periode ini banyak
pengajuan airfoil dilakukan diberbagai negara, namun hasil riset NACA lah yang paling
terkemuka. Pengujian yang dilakukan NACA lebih sistematik dengan membagi pengaruh
efek kelengkungan dan distribusi ketebalan atau thickness serta pengujiannya dilakukan
pada bilangan Reynold yang lebih tinggi dibanding yang lain. Hal ini sering dirangkum
oleh beberapa parameter seperti: ketebalan maksimum, maksimum bentuk melengkung,
posisi max ketebalan, posisi maks bentuk melengkung, dan hidung jari-jari.

Seperti terlihat pada gambar di atas suatu airfoil terdiri dari (Mulyadi, 2010):
 Permukaan atas (Upper Surface)
 Permukaan bawah (Lowerer Surface)
 Mean camber line adalah tempat kedudukan titik-titik antara permukaan atas dan bawah
airfoil yang diukur tegak lurus terhadap mean camber line itu sendiri.
 Leading edge adalah titik paling depan pada mean camber line, biasanya berbentuk
lingkaran dengan jari-jari mendekati 0,02 c.
 Trailing edge adalah titik paling belakang pada mean camber line
 Camber adalah jarak maksimum antara mean camber line dan garis chord yang diukur
tegak lurus terhadap garis chord.
 Ketebalan (thickness) adalah jarak antara permukaan atas dan permukaan bawah yang
diukur tegak lurus terhadap garis chord.

Macam-macam airfoil :
a. NACA Seri 4 Digit
Sekitar tahun 1932, NACA melakukan pengujian beberapa bentuk airfoil yang
dikenal dengan NACA seri 4 digitDistribusi kelengkungan dan ketebalan NACA seri
empat ini diberikan berdasarkan suatu persamaan. Distribusi ini tidak dipilih berdasarkan
teori, tetapi diformulasikan berdasarkan pendekatan bentuk sayap yang efektif yang
digunakan saat itu, seperti yang dikenal adalah airfoil Clark Y. Pada airfoil NACA seri
empat, digit pertama menyatakan persen maksimum camber terhadap chord. Digit kedua
menyatakan persepuluh posisi maksimum camber pada chord dari leading edge.
Sedangkan dua digit terakhir menyatakan persen ketebalan airfoil terhadap chord. Contoh
: airfoil NACA 2412 memiliki maksimum camber 0,02 terletak pada 0,4c dari leading edge
dan memiliki ketebalan maksimum 12% chord atau 0,12c. Airfoil yang tidak memiliki
kelengkungan, dengan camber line dan chord berhimpit disebut airfoil simetrik.
b. NACA Seri 5 Digit
Pengembangan airfoil NACA 5 digit dilakukan sekitar tahun 1935 dengan
menggunakan distribusi ketebalan yang sama dengan seri empat digit. Garis kelengkungan
rata-rata (mean camber line) seri ini berbeda dibanding seri empat digit. Perubahan ini
dilakukan dalam rangka menggeser maksimum camber kedepan sehingga dapat
meningkatkan CL maksimum. Jika dibandingkan ketebalan (thickness) dan camber, seri
ini memiliki nilai CL maksimum 0,1 hingga 0,2 lebih tinggi dibanding seri empat digit.
Sistem penomoran seri lima digit ini berbeda dengan seri empat digit. Pada seri ini, digit
pertama dikalikan 3/2 kemudian dibagi sepuluh memberikan nilai desain koefisien lift.
Setengah dari dua digit berikutnya merupakan persen posisi maksimum camber terhadap
chord. Dua digit terakhir merupakan persen ketebalan terhadap chord.
c. NACA Seri-1 (Seri 16)
Airfoil NACA seri 1 yang dikembangkan sekitar tahun 1939 merupakan seri
pertama yang dikembangkan berdasarkan perhitungan teoritis. Airfoil seri 1 yang paling
umum digunakan memiliki lokasi tekanan minimum di 0,6 chord, dan kemudian dikenal
sebagai airfoil seri-16. Camber line airfoil ini didesain untuk menghasilkan perbedaan
tekanan sepanjang chord yang seragam. Penamaan airfoil seri 1 ini menggunakan lima
angka. Misalnya NACA 16-212. Digit pertama menunjukkan seri 1. Digit kedua
menunjukkan persepuluh posisi tekanan minimum terhadap chord. Angka dibelakang
tanda hubung: angka pertama merupakan persepuluh desain CL dan dua angka terakhir
menunjukkan persen maksimum thickness terhadap chord. Jadi NACA 16-212 artinya
airfoil seri 1 dengan lokasi tekanan minimum di 0,6 chord dari leading edge, dengan desain
CL 0,2 dan thickness maksimum 0,12
d. NACA Seri 6
Airfoil NACA seri 6 didesain untuk mendapatkan kombinasi drag, kompresibilitas,
dan performa CL maksimum yang sesuai keinginan. Beberapa persyaratan ini saling
kontradiktif satu dan lainnya, sehingga tujuan utama desain airfoil ini adalah mendapatkan
drag sekecil mungkin. Geometri seri 6 ini diturunkan dengan menggunakan metode teoritik
yang telah dikembangkan dengan menggunakan matematika lanjut guna mendapatkan
bentuk geometri yang dapat menghasilkan distribusi tekanan sesuai keinginan. Tujuan
pendekatan desain ini adalah memperoleh kombinasi thickness dan camber yang dapat
memaksimalkan daerah alirah laminer. Dengan demikian maka drag pada daerah CL
rendah dapat dikurangi.
Aturan penamaan seri 6 cukup membingungkan dibanding seri lain, diantaranya
karena adanya banyak perbedaan variasi yang ada. Contoh yang 10 umum digunakan
misalnya NACA 641-212, a = 0,6. Angka 6 di digit pertama menunjukkan seri 6 dan
menyatakan family ini didesain untuk aliran laminer yang lebih besar dibanding seri 4 digit
maupun 5 digit. Angka 4 menunjukkan lokasi tekanan minimum dalam persepuluh
terhadap chord (0,4c). Subskrip 1 mengindikasikan bahwa range drag minimum dicapai
pada 0,1 diatas dan dibawah CL desain yaitu 2 dilihat angka 2 setelah tanda hubung. Dua
angka terakhir merupakan persen thickness terhadap chord, yaitu 12% atau 0,12.
Sedangkan a = 0,6 mengindikasikan persen chord airfoil dengan distribusi tekanannya
seragam, dalam contoh ini adalah 60% chord
e. NACA Seri 7
Seri 7 merupakan usaha lebih lanjut untuk memaksimalkan daerah aliran laminer
diatas suatu airfoil dengan perbedaan lokasi tekanan minimum dipermukaan atas dan
bawah. Contohnya adalah NACA 747A315. Angka 7 menunjukkan seri. Angka 4
menunjukkan lokasi tekanan minimum di permukaan atas dalam persepuluh (yaitu 0,4c)
dan angka 7 pada digit ketiga menunjukkan lokasi tekanan minimum di permukaan bawah
airfoil dalam persepuluh (0,7c). A, sebuah huruf pada digit keempat menunjukkan suatu
format distribusi ketebalan dan mean line yang standardisasinya dari NACA seri awal.
Angka 3 pada digit kelima menunjukkan CL desain dalam persepuluh (yaitu 0,3) dan dua
angka terakhir menunjukkan persen ketebalan maksimum terhadap chord, yaitu 15% atau
0,15
f. NACA Seri 8
Airfoil NACA seri 8 didesain untuk penerbangan dengan kecepatan supercritical.
Seperti halnya seri sebelumnya, seri ini didesain dengan tujuan memaksimalkan daerah
aliran laminer di permukaan atas permukaan bawah secara independen. Sistem
penamaannya sama dengan seri 7, hanya saja digit pertamanya adalah 8 yang menunjukkan
serinya. Contohnya adalah NACA 835A216 adalah airfoil NACA seri 8 dengan lokasi
tekanan minimum di permukaan atas ada pada 0,3c, lokasi tekanan minimum di permukaan
bawah ada pada 0,5c, memiliki CL desain 2 dan ketebalan atau thickness maksimum 0,16c

Anda mungkin juga menyukai