Anda di halaman 1dari 6

SKRINING PENGLIHATAN DAN TEST PENDENGARAN

A. Pemeriksaan ketajaman penglihatan


Salah satu kelainan pada mata yang sering dialami pada usia produktif adalah
gangguan tajam penglihatan jauh. Tajam penglihatan adalah suatu fenomena
kompleks dan dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor. Faktor-faktor tersebut
adalah faktor optik misalnya keadaan mekanisme pembentukan bayangan pada mata,
faktor retina misalnya keadaan sel kerucut, dan faktor rangsangan termasuk
penerangan, terangnya ransang, kontras antara rangsang dan latar belakang, dan lama
waktu subyek terpajan rangsangan. Kelainan fungsi mata yang dapat dirasakan oleh
penderita adalah menurunnya tajam penglihatan, termasuk penglihatan warna,
gangguan lapang pandangan dan gangguan pergerakan mata (Schwartz, 2006). Bila
gangguan tajam penglihatan ini terjadi, maka akan berdampak pada menurunnya
kualitas hidup, gangguan kesehatan fisik dan peningkatan risiko kematian (Brown &
Barrett, 2011), selain itu memiliki dampak pula terhadap munculnya gejala depresi
dan perasaan cemas (Kempen, Ballemans, Ranchor, van Rens, & Zijlstra, 2012).
Dengan demikian skrining tajam penglihatan pada usia produktif sangat penting agar
tidak menimbulkan beban penyakit maupun ekonomi.
Untuk dapat mengetahui gangguan tajam penglihatan, diperlukan instrumen
untuk pemeriksaan (tajam penglihatan) mata seperti Snellen Chart,E Chart, Logmar
Chart, Kay Picture Test Chart, Sheridan Gardiner Test, namun yang paling umum
digunakan adalah Snellen Chart (Kay & Chaplin, 2011). Snellen Chart diciptakan oleh
seorang dokter spesialis mata berkebangsaan Belanda yang bernama Herman Snellen
pada tahun 1834. Sampai sekarang Snellen Chart merupakan instrumen yang paling
banyak digunakan untuk pemeriksaan tajam penglihatan jauh (Kay & Chaplin, 2011;
North Shore, 2017). Pemeriksaan dengan Snellen Chart, kita dapat memeriksa
kemampuan seseorang untuk melihat pada jarak jauh. Pemeriksaan ini menggunakan
tabel dinding yang memiliki beberapa baris huruf. Huruf-huruf pada baris atas adalah
yang paling besar, sedangkan huruf-huruf di baris bawah adalah yang paling kecil
(Kempen et al., 2012). Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak
6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat
atau tanpa akomodasi. Pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat
kemampuan mata membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak enam meter dari
kartu Snellen. Hasilnya dinyatakan dengan angka pecahan.. Istilah 6/6 adalah
pecahan untuk ukuran meter, sedangkan 20/20 adalah pecahan untuk kaki. Ukuran
melangkah untuk satu kaki diasumsikan sepanjang 30 cm. Jadi 20 kaki = 6 meter
(Watt, 2003).
Tabel .1 Konversi Nilai Visus

Meter Feet/Kaki
6/3 20/10

6/4.5 20/15

6/6 20/20

6/7.5 20/25

6/9 20/30

6/12 20/40

6/15 20/50

6/30 20/100

6/60 20/20

Sumber : How Visual Acuity Is Measured ; Watt, 2003.

Berikut ini adalah pemeriksaan penglihatan jauh dengan Snellen Chart


(Schwartz, 2006) :
1. Subyek berdiri atau duduk dengan jarak 6 meter (20 kaki) dari kartu Snellen
2. Pencahayaan harus cukup kuat
3. Periksa mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup, tetapi jangan sampai
menekan bola mata
4. Subyek diminta untuk menyebutkan huruf yang paling atas, kemudian
dilanjutkan ke bawah sampai subyek tidak dapat menyebutkannya lagi. Dan
ketika subyek tidak dapat menyebutkan huruf kurang dari 50% jumlahnya
pada baris tertentu, maka hasil penglihatan jauh yang didapat adalah pada
baris sebelumnya. Kemudian hasil yang didapat pada mata kanan dicatat
dalam lembar pemeriksaan, lalu pemeriksaan dilanjutkan pada mata kiri, mata
kanan ditutup. Lalu hasil yang didapat pada mata kiri dicatat pada lembar
pemeriksaan. Jika subyek yang diperiksa menggunakan kacamata, maka
pemeriksaan akan di lakukan kembali dengan menggunakan kacamata.
Hasil pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu Snellen dapat
diinterpretasikan serbagai berikut :
1. Bila tajam penglihatan 6/6 (20/20) berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6
meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.
2. Bila yang diperiksa hanya dapat melihat huruf pada baris yang menunjukkan
angka 30, pada jarak 6 meter berarti tajam penglihatannya 6/30 (20/100).
3. Bila tajam penglihatan 6/60 (20/200) berarti ia hanya dapat melihat pada jarak
6 meter yang oleh orang normal dapat dilihat pada jarak 60 meter.
4. Bila ia tidak dapat melihat huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan
uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pd jarak 60 meter.
5. Bila ia hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang di perlihatkan
pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatannya adalah 3/60.
Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat di nilai sampai 1/60,
yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
6. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat di nyatakan tajam penglihatannya
yang lebih buruk dari pada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau
lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila ia hanya dapat melihat lambaian
tangan pada jarak 1 meter, maka penilaian tajam penglihatannya adalah 1/300.
7. Orang normal dapat melihat sinar pada jarak tidak terhingga. Terkadang
seseorang yang diperiksa hanya dapat melihat sinar saja, tidak dapat melihat
lambaian tangan, ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/tidak terhingga.
8. Bila pasien sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 ( nol ) atau buta total.

B. Pemeriksaan ketajaman pendengaran

Deteksi dan penatalaksanaan gangguan pendengaran pada dewasa harus dilakukan


sedini mungkin. Berdasarkan American Speech-Language Hearing Association, dampak
gangguan pendengaran pada orang dewasa gangguan ini akan menurunkan kualitas hidup,
dimana penurunan pendengaran akan berdampak pada pekerjaan, proses belajar dan
kehidupan sehari-hari. Pemeriksaan tajam pendengaran terdapat tiga kategori yang dinilai
yaitu jenis gangguan pendengaran, derajat gangguan dan konfigurasi gangguan
pendengaran. Ketiga kategori ini akan menentukan pada penetapan solusi atau
penatalaksanaannya (Boies, 1997).
Jenis (tipe) gangguan pendengaran dapat menentukan penyebab gangguan
pendengaran, yang bermanfaat dalam penentuan tatalaksana yang paling tepat. Terdapat
tiga jenis yaitu konduktif, sensorineural dan campur. Gangguan pendengaran konduktif
disebabkan kelainan di telinga luar dan atau telinga tengah, sementara gangguan
sensorineural disebabkan oleh gangguan di telinga dalam dan atau saraf pendengaran.
Derajat gangguan pendengaran juga menentukan pilihan penatalaksanaan, berdasarkan
derajatnya gangguan pendengaran dibedakan menjadi gangguan ringan (26-40 dB), sedang
(41-55 dB), sedang-berat (56-70 dB), berat (71-90 dB) dan sangat berat (>90 dB). Sementara
itu konfigurasi gangguan pendengaran juga penting, konfigurasi maksudnya adalah pola
gangguan pendengaran berdasarkan frekuensi seperti pada pemeriksaan audiometri nada
murni (audiogram). Contohnya pada presbikusis, gangguan lebih berat pada frekuensi tinggi.
Disamping tiga hal di atas, pada deteksi gangguan pendengaran juga perlu diketahui apakah
gangguan yang terjadi bilateral atau unilateral, terjadi secara mendadak atau berangsur-
angsur, simetris pada kedua telinga atau asimetris dan apakah gangguan pendengaran yang
dialami berfluktuasi atau menetap. Data-data tersebut sangat penting dalam nenetapkan
solusi (penatalaksanaan) gangguan yang terjadi (ASHA, 2010; Boies, 1997).
Skrining tajam pendengaran menurut Rukmini (2005) adalah sebagai berikut (Rukmini,
2005) :
I. Tes bisik
A. Syarat:
 Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau
dilapisi ”soft board” / gorden) serta ada ajarak sepanjang 6 meter.
 Penderita (yang diperiksa) : mata ditutup atau dihalangi agar tidak
membaca gerak bibir,tTelinga yang diperiksa dihadapkan ke arah
pemeriksa, telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang
dibasahi gliserin) dan mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang
dibisikkan.
 Pemeriksa : Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru,
sesudah ekspirasi biasa, kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku
kata yang dikenal penderita, biasanya kata-kata benda yang ada di
sekeliling kita.
B. Teknik Pemeriksaan
 Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak
menyahut pemeriksa maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini dimulai
lagi. Bila masih belum menyahut pemeriksa maju 1 m, demikian
seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-
kata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10
kata disebut sebagai jarak pendengaran.
 Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai
ditemukan satu jarak pendengaran.
C. Hasil tes
Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara
kualitatif (jenis ketulian).
Tabel .2 Interpretasi Hasil Tes Bisik

KUANTITATIF KUALITATIF
FUNGSI SUARA
PENDENGARAN BISIK
Normal 6m TULI SENSORINEURAL
Dalam batas normal 5m Sukar mendengar huruf desis (frekuensi
Tuli ringan 4m tinggi), seperti huruf s – sy – c
Tuli sedang 3-2m
Tuli berat ≤ 1m
TULI KONDUKTIF
Sukar mendengar huruf lunak (frekuensi
Sumber: Diktat Otoskopi, dr. Boy Arfandi, FKUH

II. Tes Garpu Tala (TGT)


Terdapat 4 jenis tes garpu tala yang sering dilakukan:
1. Tes batas atas dan batas bawah
 Tujuan: Menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar
penderita melalui hantaran udara bila dibunyikan pada intensitas
normal.
 Cara: Semua garpu tala (128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz),
dapat dimulai dari frekuensi terendah berurutan sampai frekuensi
tertinggi atau sebaliknya, dibunyikan satu persatu, dengan cara
dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan
dengan lunak (dipetik dengan jari/kuku, didengarkan lebih dulu oleh
pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk mencapai intrensitas
bunyi yang terendah bagi orang normal / nilai ambang normal),
kemudian diperdengarkan pada penderita dengan meletakkan garpu
tala di dekat MAE pada jarak 1 – 2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki
pada garis yang menghubungkan MAE kanan dan kiri.
 Interpretasi:
a) Normal : mendengar garpu tala pada semua frekuensi
b) Tuli konduksi : batas bawah naik (frekuensi rendah tak
terdengar)
c) Tuli sensori neural : batas atas turun (frekuensi tinggi tak
terdengar)
2. Tes Rinne
 Tujuan: membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu
telinga penderita.
 Cara : bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan tangkainya
tegak lurus pada planum mastoid penderita (posterior dari MAE)
sampai penderita tak mendengar, kemudian cepat pindahkan ke depan
MAE penderita. Apabila penderita masih mendengar garpu tala di
depan MAE disebut Rinne positif, bila tidak mendengar disebut Rinne
negatif.
 Interpretasi:
a) Normal : Rinne positif
b) Tuli konduksi : Rinne negatif
c) Tuli sendori neural : Rinne positif
3. Tes Weber
 Tujuan: Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga
penderita.
 Cara: garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya
diletakkan tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula
pada vertex, dagu, atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada
garis horisontal. Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana
yg mendengar atau mendengar lebih keras. Bila mendengar pada satu
telinga disebut lateralisasi ke sisi tellinga tersebut. Bila kedua telinga
tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada lateralisasi.
 Interpretasi:
a) Normal : tidak ada lateralisasi
b) Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang sakit
c) Tuli sensori neural : mendengar lebih keras pada telinga yang
sehat.
4. Tes Scwabach
 Tujuan: membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita
dengan pemeriksa
 Cara: Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya
diletakkan tegak lurus pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah
tidak mendengar, secepatnya garpu tala dipindahkan ke mastoid
penderita. Bila penderita masih mendengar maka Schwabach
memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar, terdapat dua
kemungkinan yaitu Scwabach memendek atau normal. Untuk
membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada
penderita dulu baru ke pemeriksa. Garpu tala 512 Hz dibunyikan
kemudian diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita, bila penderita
sudah tidak mendengar maka secepatnya garpu tala dipindahkan pada
mastoid pemeriksa, bila pemeriksa tidak mendengar berarti sama-sama
normal, bila pemeriksa masih mendengar berarti Schwabach penderita
memendek.
 Interpretasi:
a) Normal : Schwabach normal
b) Tuli konduksi : Schwabach memanjang
c) Tuli sensori neural : Schwabach memendek

Anda mungkin juga menyukai