Anda di halaman 1dari 10

PEMERIKSAAN MATA

I. TUJUAN PERCOBAAN :

1. A
2. A
3. A
II. PRINSIP PERCOBAAN :
visus
Ketajaman penglihatan (visus) adalah ukuran, berapa jauh, dan detail suatu benda dapat
tertangkap oleh mata sehingga visus dapat disebut sebagai fisiologi mata yang paling penting.
Ketajaman penglihatan didasarkan pada prinsip tentang adanya daya pisah minimum yaitu jarak
yang paling kecil antara 2 garis yang masih mungkin dipisahkan dan dapat ditangkap sebagai 2
garis. Pemeriksaan visus dilakukan dengan menggunakan alat optotype dari Snellen.

Gambar Snellen sedemikian rupa sehingga tinggi huruf pada baris yang paling kecil
dibaca pada jarak 6 meter dengan sudut penglihatan 5 menit. Tiap garis pada huruf mengambil
sudut 1 menit lingkaran, dan garis-garis pada huruf dipisahkan dengan sudut 1 menit lingkaran.
Jadi pemisahan minimum pada orang normal setara denagn sudut penglihatan kira-kira 1 menit.
Nistagmusfisiologik adalah salah satu dari berbagai faktor yang menentukan ketajaman
penglihatan. Parameter penglihatan ini hendaknya jangan dikacaukan dengan ambang
penglihatan. Ambang penglihatan adalah jumlah minimum cahaya yang menimbulkan kesan
cahaya; tajam penglihatan adalah ukuran berapa jauh bentuk dan detail sesuatu benda dapat
ditangkap. Walaupun terdapat bukti bahwa pengukuran lain lebih tetap, tajam penglihatan
biasanya didefinisikan berdasakan pengertian ”minimum seperabik” (daya pisah minimum) yaitu
jarak yang paling kecil antara 2 garis yang masih memungkinkan dipisahkannya dan dapat di
”ditangkap” sebagai 2 garis.

Baris terkecil yang dapat dibedakan oleh seseorang menunjukkan ketajaman penglihatan
yang dimilikinya. Tajam penglihatan n ormal adalah 5/5. visus dihitung dengan mengguankan
rumus = d/D, dimana d adalah jarak antara alat dengan OP dan D adalah jarak tertentu sehingga
ia dapat membaca huruf dalam satu deret yang seharusnya dapat dibaca oleh orang normal.
Biasanya di atas tiap-tiap dert ditulis D = …..m. contoh bila seseorang dapat membaca huruf
dalam D = 10 m, dalam jarak d = 5 m, maka visus orang tersebut 5/10.

Buta warna

Kelainan penglihatan warna terdapat pada penduduk umum kira-kira 8% dari laki-laki dan 0,4%
dari perempuan. Beberapa kasus timbul sebagai komplikasi dari berbagai penyakit mata, tetapi
sebagian besar diturunkan. Deuteranormali adalah bentuk yang paling sering ditemukan, diikuti
oleh deuteranopia.

Penglihatan warna pada manusia diduga merupakan hasil kerja dari 3 jenis kerucut, dimana
masing-masing jenis mengandung zat peka cahaya yang berbeda dan mempunyai kepekaan
maksimum terhadap salah stu dari tiga warna dasar yaitu biru, hijau, dan merah. 3 jenis kerucut
yang ada masing-masing menyerap maksimum cahaya dari bagian biru, hijau, dan kuning
spektrum dimana sel kerucut dengan kepekaan maksimum untuk bagian kuning spektrum
ternyata juga cukup peka terhadap cahaya merah.

Buta wrna adalah kelemahan atau ketidakmampuan mengenal wrna tertentu. Istilah yang
menyatakan kelemahan mengenal warna diakhiri dengan kata anomali, sedangkan istilah yang
menyatakan ketidakmampuan mengenal warna diakhiri dengan kata anopia. Kata awalan prot –
menyatakan bahwa mata seseorang mengalami kelemahan atau ketidakmampuan untukmengenal
warna merah, sedangkan dueter untuk warna hijau dan istilah trit- untuk warna kuning.

Orang mempunyai sistem 3 sel kerucut tetapi salah satunya mungkin lemah, sehingga mengalami
protanomali, deuteranomali, dan tritanomali disebut trikromat. Dikromat adalah orang yang
mmepunyai sistem 2 sel kerucut dapat menderita protanopia dan tritanopia. Sedangkan orang
dengan monokromat hanya memiliki sistem 1 sel kerucut, sehingga henya daapt melihat warna
hitam dan putih serta bayangan kelabu.

Untuk mengetahui adanya buta warna diperlukan pemeriksaan buta warna. Salah satu
pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah dengan menggunakan buku pemeriksaan warna
oleh Ishihara-Stilling. Buku ini berisi gambar-gambar pseudoisokromatik yang memiliki bentuk-
bentuk yang terdiri dari bercak-bercak warna di atas dasar yang terdiri dari bercak-bercak yang
bentuknya mirip. Bentuk-bentuk tersebut sengaja dibuat dari warna-warna yang akan tampak
sama dengan dasarnya bagi orang yang buta warna. Interpretasi gambar-gambar pseudo-
isokromatik yang terdapat dalam buku pemeriksaan warna oleh Ishihara-Stilling adalh sebagai
berikut:

 Gambar No. 1 : Baik orang normal maupun buta warna dapat membaca angka 12

 Gambar No. 2 : Orang normal dapat membaca 3

Buta warna merah hijau membaca 5

Buta warna total tak dapat membacanya

 Gambar No. 3 : Orang normal membaca 15

Buta warna merah hijau membaca 17

Buta warna total tak dapat membacanya

 Gambar No. 4 : Orang normal membaca 74

Buta warna merah hijau membaca 21

Buta warna total tak dapat membacanya

 Gambar No. 5 : Orang normal membaca 45

Buta warna tak dapat membacanya

 Gambar No. 6 : Orang normal membaca 97

Buta warna tak dapat membacanya

 Gambar No. 7 : Orang normal membaca 16

Buta warna tak dapat membacanya

 Gambar No. 8 : Orang normal tak dapat membacanya

Buta warna merah hijau membaca 45

 Gambar No. 9 : Baik orang normal/ orang buta warna dapat mengikuti garis
antara 2 tanda X
 Gambar No 10 – 11 : Orang normal daapt mengikuti titik-titik hijau antara 2 tanda X
Buta warna total tak dapat mengikutinya

 Gambar No. 12 – 13 : Orang normal udah mengikuti baris antara 2 tanda X

Buta warna sukar mengikutinya

 Gambar No. 14 : Buta warna merah hijau mudah mengikutinya

Orang normal dan orang buta warna total sukar mengikutinya

 Gambar No. 15 – 16 : dalam mengikuti garis antara 2 tanda X, buta warna mengikutinya
melalui titik purple.

Buta warna hijau mengikutinya melalui titik merah.

III. DASAR TEORI

IV. ALAT DAN BAHAN

V. CARA KERJA

Pemeriksaan Visus

1. Alat optotype dari Snellen diletakkan paa jarak 6 meter (d = 6 m) dari tempat duduk OP.
Dengan menggunakan mata, dibaca huruf satu demi satu dalam tiap deret hingga
diketahui nilai D. Ditentukan nilai visusnya dan dicatat hasil pengamatan.
2. Alat optotype dari Snellen diletakkan pada jarak 6 meter (d = 6 m) dari tempat duduk OP.
Dengan menggunakan satu mata tertutup (mata ditutup dengan telapak tangan tetapi tidak
boleh ditekan). Dibaca huruf satu demi satu dalam tiap deret hingga diketahui nilai D.
Ditentukan nilai visusnya dan dicatat hasil pengamatan.
3. dilakukan modifikasi dengan letak ala optotype dari Snellen pada jarak 5 meter (d = 5 m)
dari tempat duduk OP. Dengan menggunakan dua mata, dibaca huruf satu demi satu
dalam tiap deret hingga diketahui nilai D. Ditentukan nilai visusnya dan dicatat hasil
pengamatan.
4. Alat ototype dari Snellen diletakkan pada jarak 5 meter (d = 5 m) dari tempat duduk OP.
Dengan menggunakan satu mata tertutup (mata ditutup dengan telapak tangan tetapi tidak
boleh ditekan). Dibaca huruf satu demi satu dalam tiap deret hingga diketahui nilai D.
Ditentukan nilai visusnya dan dicatat hasil pengamatan.
Pemeriksaan Buta Warna

1. Diletakakn gambar-gambar pseudo-idokromatik pada jarak kurang lebih 1 meter.


2. Diminta OP untuk melihatnya satu persatu. Cocokkan interpretasi OP terhadap gambar-
gambar tersebut dengan interpretasi gambar menurut Ishihara-Stilling.
3. Dicatat hasil pemeriksaanHasil Pengamatan:

VI. HASIL PERCOBAAN

NO NAMA OP REFLEKS PUPIL


REFLEKS CAHAYA REFLEKS KONSENSUAL REFLEKS AKIBAT
AKOMODASI
(KEDUA MATA)
CAHAYA TANPA SATU MATA SATU MATA JAUH DEKAT
CAHAYA DENGAN TANPA
CAHAYA CAHAYA
1 Ayu Mengecil Membesar Mengecil Membesar Mengecil Membesar
2 Aulia Mengecil Membesar Mengecil Membesar Mengecil Membesar
3 Diah Mengecil Membesar Mengecil Membesar Mengecil Membesar
4 Evy Mengecil Membesar Mengecil Membesar Mengecil Membesar
5 Puspita Mengecil Membesar Mengecil Membesar Mengecil Membesar
6 Tunjung Mengecil Membesar Mengecil Membesar Mengecil Membesar
Tabel Hasil Pengamatan Pemeriksaan Refleks Pupil

Keterangan = d/D : 3,3

Tabel Hasil Pengamatan Pemeriksaan Visus

NO NAMA OP KETAJAMAN PENGLIHATAN (VISUS)


d = 6 meter d = 5 meter
2 MATA 1 MATA 2 MATA 1 MATA
1 Ayu 20 (6/4,5) 40 25 (6/75) 25 (6/75)
2 Aulia 20 (6/6,06) 20 (6/6,06) 15 (6/4,5) 15 (6/4,5)
3 Diah 20 (6/6,06) 20 (6/6,06) 15 (6/4,5) 15 (6/4,5)
4 Evy 25 (6/75) 30 (6/9,09) 20 (6/6,06) 25 (6/75)
5 Puspita 15 (6/4,5) 15 (6/4,5) 15 (6/4,5) 15 (6/4,5)
6 Tunjung 20 (6/6,06) 25 (6/75) 25 (6/75) 25 (6/75)

Data Hasil Pengamatan Pemeriksaan Buta Warna


NO NAMA OP JENIS KELAMIN USIA INTERPRETASI GAMBAR
1 Ayu ♀ 19 th Normal
2 Aulia ♀ 20 th Normal
3 Diah ♀ 20 th Normal
4 Evy ♀ 20 th Normal
5 Puspita ♀ 20 th Normal
6 Tunjung ♀ 20 th Normal

VII. PEMBAHASAN

Ketajaman Visus

ketajaman penglihatan adalah suatu fenomena kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor tersebut adalah faktor optis misalnya keadaan mekanisme pembentuk
bayangan pada mata, faktor retina misalnya keadaan sel kerucut dan faktor rangsangan,
kontras antara rangsangan dan latar belakang, dan lama waktu subjek terpajan
rangsangan.

Berkas cahaya sejajar yang jatuh ke suatu lensa bikonveks akan mengalami pembiasaan
suatu titik (fokus prinsipal) di belakang warna fokus prinsipal terletak di sebuah garis
yang berjalan melintasi pusat lengkungan lensa, sumbu prinsipal. Jarak antara elnsa dan
fokus prinsipal disebut jarak fokus prinsipal. Berkas cahaya yang jatuh di elnsa dari suatu
benda dengan jarak lebih dekat dari 20ft akan mengalami sejajar. Berkas cahaya dari
suatu benda yang terletak lebih dekat dari 20 ft akan mengalami divergensi sehingga
jatuh ke fokus yang lebih ke belakang di sumbu prinsipal daripada fokus prinsipal.

Apabila otot siliaris berada dalam keadaan istirahat maka berkas cahaya paraleel yang
jatuh di mata yang secara optis normal akan difokuskan di retina. Selama relaksasi ini
dipertahankan, maka berkas cahaya dari benda yng kurang dari 6 m dari pengamat akan
berfokus di belakang retina dan akibatnya benda tersebut tampak kabur. Masalah yang
timbul membawa berkas divergen dari benda dekat ke suatu fokus di retina dapat di atasi
dengna meningkatkan jarak antara lensa dan retina atau dengan meningkatkan
kelengkungan (akomodasi).

Untuk pemeriksaan visus secara klinis dapat menggunakan huruf optotype dari Snellen
yang dilihat dari suatu jarak 6 m. Snellen diguankan untuk pemeriksaan visus sebab huruf
optotype yang ada dirancang sesuai uji ketajaman penglihatan yang kemungkinan 2 garis
terlihat terpisah dan tetap terlihat segaris, sedangkan huruf-huruf di garis terkecil yang
dapat dibaca orang normal pada jarak 6 meter memberi sudut penglihatan 5 menit dan
garis CII huruf dipisahkan oleh sudut sebesar 1 menit. Dengan demikian jarak pisah
minimal pada orang normal sesuai dengan sudut penglihatan sebesar sekitar 1 menit.

OP yang diperiksa membaca huruf CII terkecil yang masih dapat dibedakan danhasilnya
dinyatakan sebagai pecahan. Ketajaman penglihatan normal adalah 20/20 atau pada jarak
sekitar 6 m. Pada mata normal, bayangan benda yang berjarak lebih dari 6 m akan jatuh
tepat pada retina dan mata dalam keadaan relaks atau tanpa akomodasi. Sehingga bila
mata berada dalam keadaan seperti ini dikatakan mata tersebut dalam keadaan normal.
Berdasarkan teori ini, keempat mata OP Aulia, Diah, Ayu dan Tunjung memiliki visus
yang normal, sedangkan pada OP Puspita yang memiliki ketajaman penglihatan 15
dinyatakan lebih baik dari normal dan bukan rabun dekat. Sedangkan untuk OP Evy
dinyatakan memiliki ketajaman penglihatan visus yang kurang. Karena memiliki
ketajaman visus di aatas 20/20 atau dengan kata lain pembentukan bayangan pada retina
OP Evy dalam pemfokusan cahaya sedikit mengalami gangguan. Gangguan yang dialami
OP Evy terjadi pada proses konvergensi bola mata. Jika pada mata normal, memempuan
memfokuskan kedua bola mata pada dua objek yang berbeda dapat dilakukan secara
bersamaan padaastu benda, maka pada OP Evy kemampuan memfokuskan kedua bola
mata tidak dapat dilakuakn dengan baik, karena tidak mampu mngearahkan cahaya dari
suatu benda agar jatuh pada titik sesuai pada retina kedua amta.

Pada praktikum ketajaman penglihatan visus, perlakuan kedua dilakukan dengan


merubah jarak OP dengan huruf Snellen. Pad manusia normal , perubahan jarak tersebut
akan memberi dampak memperjelas penglihatannya sebab cahaya jauh difokuskan di
retina tanpa akomodasi, sementara kekuatan lensa ditingkatkan untuk akomodasi untuk
memawa sumber dekat ke fokus yang menyebabkan benda menjadi terlihat lebih jelas,
pada mata OP yang normal semakin dekat jarak OP dengan huruf Snellen akan membuat
matanya mampu melihat lebih jelas lagi seperti apda OP Puspita (6/4,5), Diah (6/6,06),
dan Aulia (6/6,06). Sedangkan pada OP Ayu, Evy dan Tunjung diperoleh data 6/12,12
dan 6/7,5. berdasarkan hasil tersebut didapat bahwa OP Tunjung dan Ayu justru
mengalami hal dimana saat jarak OP dan jarak huruf Snellen di perdekat kedua OP
tersebut justru mengalami pengurangan ketajaman penglihatan. Hal ini mungkin
disebabkan oleh bola mata OP yang terlelu pendek atau lensa mata yang terlalu lemah.
Benda jauh terfokus di retina hanya dengan akomodasi, sementara benda-benda dekat
difokuskan di belakang retina. Walaupun mata mengadakan akomodasi, sehingga tampak
kabur, dengan demikikan OP tersebut dapat dikategorikan memiliki rabun jauh, hiperopik
(dengan demikian, individu hiperopik memiliki penglihatan jauh yang lebih baik daripada
penglihatan dekat). Suatu kejadian yang dapat diatasi dengan lensa konveks

1. B. Pemeriksaan Buta Warna

Pemeriksaan Buta warna bergantung pada Rasio Stimulus tiga jenis kerucut, sedangkan
penglihatan bergantung pada stimulus fotoreseptor. Pada praktikum ini untuk mengetahui
seseorang OP mengalami buta warna atau tidak digunakan Buku Ishihara dengan gambar
Cll Poli Kromatik sejenis, yang terdiri dari titi cll berwarna dan berbentuk serupa.
Gambar dibuat dengan warna sedemikian rupa sehingga seseorang yang buta warna akan
melihat warna dengan gambar tersebut. Sama dengan warna latarnya. Dari praktikum ini
diperoleh data bahwa semua OP (ke 6 OP) tidak mengalami buta warna, artinya stimulis
ke 3 jenis sel krucut pada matanya berfungsi dengan baik, atau dapat disimpulkan bahwa
ke 6 OP memiliki jenis se cll kerucul yang sama dan menggunakan jalur-jalur safaf yang
sama untuk membandingkan keluaran mereka (efek warna yang dapat diterima).
Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu
cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan panjang gemlombang yang tidak
diserap dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah
yang memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru
menyerap panjang gelambang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan
memantulkan panjang gelombang biru yang lebih pendek, yang dapat diserap oleh
fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut.

Setiap jenis kerucut diaktifkan paling efektif oleh panjang gelombang cahaya tertentu
dalam rentang yang dinyatakan oleh namanya-biru, merah, atau hijau. Namun demikian,
sel-sel kerucut juga berespons terhadap panjang gelombang lain dalam derajat yang
berbeda-beda. Persepsi kita mengenai berbagai warna dunia bergantung pada berbagai
rasio simulasi ketiga jenis sel kerucut sebagai respons terhadap berbagai panjang
gelombang. Suatu panjang gelombang yang tampak sebagai biru tidak merangsang sel
kerucut merah atau hijau sama sekali tetapi merangsang sel kerucut biru secara maksimal
(persentasi stimulasi maksimum untuk mreah, hijau, dan biru masing-masing adalah
0:0:100). Sensasi warna kuning, sebaliknya, berasal dari rasio stimulasi 83:83:0, dengan
sel kerucut merah dan hijau masing-masing dirangsang sebesar 83% dari maksimum,
sedangkan sel kerucut biru tidak dirangsang sama sekali. Rasio untuk hijau adalah
31:67:36, dan seterusnya, dengan berbagai kombinasi yang menghasilkan sensasi
berbagai warna. Putih adalah campuran semua panjang gelombang cahaya, sedangkan
hitam tidak ada cahaya.

Jumlah tiap-tiap jenis sel kerucut yang dirangsang dikode dan disalurkan ke jalur-jalur
yang terpisah ke otak. Baru-baru ini ditemukan adanya pusat penglihatan warna tersendiri
di korteks penglihatan primer. Pusat ini mengkombinasikan dan mengolah masukan-
masukan tersebut untuk menghasilkan persepsi warna, dengan mempertimbangkan benda
dibandingkan dengan latar belakangnya. Dengan demikian, konsep warna tergantung
dlam benak yang melihat.

Sel kerucut terutama ditemukan dibagian tengah retina (dari muka). Dari titik ini kea rah
luar, konsentrasi sel krucut menurun dan konsentrasi sel batang meningkat, dank arena
pebedaan penyerapan berbagai panjanng. Gelombang cahaya, sel kerucut menghasilkan
penglihatan warna, sementara sel batang hanya menghasilkan penglihatan rona abu-abu.
VIII. KESIMPULAN

o Pada pemeriksaan ketajaman visus, didapat bahwa ketajaman visus yang terbaik
adalah pada OP puspita karena dapat membaca seluruh huruf Snellen dengan baik
dan benar pada jarak 6 meter.
o Pada pemeriksaan buta warna semua hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa
semua OP memiliki interpretasi gambar yang normal. Sehingga seluruh OP
dinyatakan tidak memiliki cacat buta warna.

IX. DAFTAR PUSTAKA

– D. J, Refirman dan Trimurtiati. 2005. Bahan Ajar Anatomi Fisiologi Manusia.


FMIPA UNJ: Jakarta

– C. Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT


Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

– Murtiati, Tri dkk. 2007. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia.


FMIPA UNJ: Jakarta

– Ganong, William F. 2001. Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta

– Lauralee, Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC:


Jakarta

Anda mungkin juga menyukai