765 PDF
765 PDF
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 1
dari sungai yang melintas dan mengakibatkan terjadinya banjir pada
musim penghujan.
Secara administrasi pemerintahan Kota Surabaya dikepalai
oleh Walikota yang juga membawahi koordinasi atas wilayah
administrasi kecamatan yang dikepalai oleh Camat. Jumlah
kecamatan yang ada di Kota Surabaya sebanyak 31 kecamatan
dan jumlah kelurahan sebanyak 160 kelurahan dan terbagi lagi
menjadi 1.405 Rukun Warga (RW) dan 9.271 Rukun Tetangga
(RT).
II - 2 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
b. Kawasan Pendorong Pertumbuhan Ekonomi
Kawasan-kawasan yang akan dikembangkan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi adalah:
• Kawasan Industri dan Pergudangan
Ditinjau dari aksesbilitas karena letaknya berdekatan
dengan pelabuhan Tanjung Perak dan Jalan Tol Sidoarjo -
Surabaya – Gresik, Kawasan industri dan pergudangan
Margomulyo merupakan kawasan strategis untuk
dioptimalisasi dan dikembangkan dengan orientasi pada
industry smart and clean dengan didukung oleh
infrastruktur yang memadai.
• Kawasan Segi Empat EmasTunjungan dan sekitarnya
Sebagai kawasan pusat perdagangan dan perkantoran,
kawasan Segi Empat Emas Tunjungan memerlukan
penanganan dan pengelolaan yang optimal untuk
mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi Kota
Surabaya.
• Kawasan Kaki Jembatan Wilayah Suramadu - Pantai
Kenjeran
Merupakan kawasan strategis ditinjau dari lokasinya yang
berada l di persimpangan kaki jembatan dan rencana jalan
lingkar luar timur. Disamping itu, kawasan ini memiliki
potensi sebagai kawasan perdagangan dan jasa skala
regional. Keberadaan Jembatan Suramadu memberikan
peningkatan potensi dan peran Kota Surabaya, sebagai
pusat kegiatan regional, tidak hanya dalam lingkup
Kawasan Gerbangkertosusila (Kabupaten Gresik,
Kabupaten Bangkalan, kabupaten dan Kota Mojokerto,
Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten
Lamongan), namun juga hingga kawasan kepulauan
madura secara keseluruhan (Kabupaten Bangkalan,
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 3
Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan
Kabupaten Sumenep).
• Kawasan Waterfront city yang terintegrasi dengan rencana
pengembangan Pelabuhan Teluk Lamong
Kawasan ini akan dikembangkan dengan konsep mixed
use antara hunian dan komersial yang didukung oleh
rancang kota yang baik yang terintegrasi dengan rencana
pengembangan Pelabuhan Teluk Lamong. Kedepannya
kawasan pelabuhan dan waterfront city dapat terintegrasi
dalam konteks sebuah kesatuan kawasan strategis
• Kawasan Terpadu Surabaya Barat
Kawasan ini akan dikembangkan menjadi kawasan
terpadu yang pusatnya akan dikembangkan di Stadion
Bung Tomo sebagai kawasan pusat olahraga berskala
nasional yang akan terintegrasi dengan pengembangan
kawasan perdagangan dan jasa di sekitarnya.
II - 4 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
arab dan kawasan cina yang tersebar di Kecamatan
Krembangan, Kecamatan Pabean Cantian, Kecamatan
Semampir dan Kecamatan Bubutan, sedangkan kawasan
bangunan dan lingkungan cagar budaya merupakan
kawasan bangunan dan lingkungan pada kawasan Darmo-
Diponegoro serta kawasan kampung lama Tunjungan di
Kecamatan Tegalsari. Seiring dengan waktu, pemanfaatan
bangunan yang tidak serasi dangan karakter awal
kawasan kota lama dan kampung lama membuat kawasan
ini terlihat kumuh dan cenderung ditinggalkan, sehingga
perlu penetapan sebagai kawasan cagar budaya yang
berkarakter untuk mengendalikan pembangunan di
kawasan ini.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 5
dalam menjaga keseimbangan ekosistem pesisir dan
sebagai barier alami dari proses abrasi dan intrusi air laut.
• Kawasan Sempadan Sungai
Kota Surabaya dilalui oleh sungai yang sangat
berpengaruh pada ketersediaan air baku dan sistem
utama drainase kota. Beberapa sungai tersebut adalah
Kali Surabaya, Kali Wonokromo, Kalimas dan Kali
Makmur. Semua aliran air permukaan dan air buangan
bermuara di sungai-sungai tersebut, sehingga akan
berpengaruh pada kualitas air baku. Mengingat populasi
penduduk Kota Surabaya semakin tinggi yang berdampak
pada semakin meningkatnya kebutuhan air bersih dan air
buangan, maka perlu adanya pengelolaan kawasan
daerah aliran sungai untuk mendukung fungsinya sebagai
kawasan lindung.
II - 6 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Posisi Surabaya dalam
konteks Nasional &
internasional
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 7
adalah penghasil sumberdaya alam yang sangat potensial
untuk kepentingan masyarakat beserta perangkat atau
instalasi pengolahannya atau kawasan khusus untuk
pengembangan teknologi untuk kepentingan strategis negara
dan kepentingan umum. kawasan strategis SDA dan Teknologi
Tinggi di Kota Surabaya adalah:
• Industri Pengembangan Perkapalan
Merupakan salah satu kawasan yang digunakan dalam
pengembangan teknologi perkapalan tingkat nasional.
Sebagai industri perkapalan nasional, kawasan industri ini
memiliki nilai strategis dan diperlukan upaya dalam
menjaga dan meningkatkan nilai atau potensi kawasan
tersebut.
• Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER).
Merupakan kawasan industri dan pergudangan yang telah
lama berdiri di Kota Surabaya. Mengingat Kota Surabaya
sebagai kota jasa dan perdagangan,maka kegiatan
industri dialihkan ke luar wilayah Kota Surabaya.
Sedangkan kawasan SIER, kegiatan industrinya diarahkan
menjadi industri dengan teknologi tinggi yang ramah
lingkungan.
• Kawasan Depo dan Pengolahan BBM .
Merupakan kawasan di sekitar Pelabuhan Tanjung Perak
yang memiliki fungsi sebagai penyimpanan bahan bakar
minyak. Pengelolaan BBM juga dilakukan pada lokasi
tersebut, sehingga nilai strategis dalam kaitanya dengan
sistem energi di Kota surabaya dan sekitarnya bergantung
pada kawasan ini.
• Kawasan TPA Benowo.
Merupakan kawasan yang digunakan untuk pemrosesan
akhir sampah di Kota Surabaya. Mengingat semakin
meningkatnya timbunan sampah di Kota Surabaya dan
II - 8 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
teknik open dumping yang tidak efektif dalam mengolah
sampah, maka untuk kedepannya pengolahan sampah
akan diarahkan dengan menggunakan teknologi
pengolahan sampah yang lebih modern dan dalam jangka
panjang akan dikembangkan dengan konsep: “Waste to
Energy”.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 9
bangunan, data kejadian kebakaran, kondisi bangunan dan proporsi
kegiatan terbangun dengan luas lahan. Berdasarkan pertimbangan
tersebut, maka kecamatan yang tergolong tingkat kerawanan
sangat tinggi adalah Kecamatan Simokerto, Kecamatan
Tambaksari, dan Kecamatan Sawahan. Kecamatan yang
tergolong tingkat kerawanan tinggi adalah Kecamatan Tegalsari,
Kecamatan Bubutan, Kecamatan Semampir, Kecamatan
Krembangan, Kecamatan Gubeng, Kecamatan Wonokromo,
Kecamatan Sukomanunggal. Sedangkan kecamatan lain yang
tidak tergolong tingkat kerawanan sangat tinggi maupun tinggi harus
tetap diwaspadai dan diperhatikan.
Kawasan rawan banjir di Kota Surabaya seperti dalam
gambar peta sebagai berikut :
Gambar 2.2
Peta Kawasan Rawan Bencana Banjir Di Kota Surabaya
II - 10 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Gambar 2.3
Peta Kawasan Rawan Genangan Di Kota Surabaya
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 11
Gambar 2.4
Peta Kawasan Rawan Bencana Kebakaran Di Kota Surabaya
II - 12 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
II.1.4. KONDISI DEMOGRAFIS
Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil, Kota Surabaya memiliki penduduk hingga akhir tahun 2010
sebanyak 2.929.528 orang dengan komposisi yang relative
seimbang antara laki-laki dengan perempuan yaitu terdiri dari 50,18
persen Laki-laki dan 49,82 persen perempuan. Dengan luas wilayah
yang seluas 33.048 Ha maka tingkat kepadatan Kota Surabaya
sebesar 8.864 jiwa / km2.
Jika dilihat berdasarkan struktur usianya, penduduk Kota
Surabaya lebih banyak berusia produktif yaitu 35 tahun sampai 54
tahun atau sebesar 32,98 persen dari total penduduk, selanjutnya
pada usia 15 tahun sampai 34 tahun atau sebesar 32,95 persen.
Sedangkan pada proporsi penduduk usia tua hanya 14,89 persen
dan sisanya proporsi penduduk usia muda atau anak-anak yaitu
usia kurang dari 14 tahun yaitu 19,19 persen.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 13
penduduk menjadi 0,5 persen. Dalam lima tahun terakhir,
berdasarkan hasil registrasi penduduk rata-rata tingkat
pertumbuhan penduduk Kota Surabaya meningkat 1,76 persen.
Meningkatnya pertumbuhan tersebut terutama sebagai akibat dari
tingkat kelahiran dan urbanisasi diiringi dengan meningkatnya usia
harapan hidup penduduk Kota Surabaya.
Komposisi penduduk Kota Surabaya dtinjau dari aspek
pendidikan (di atas umur 10 Tahun), persentase jumlah penduduk
yang manamatkan pendidikan minimal SLTP sebesar 35%,
sedangkan jumlah penduduk yang sudah mengenyam pendidikan
minimal SMU sederajat sebanyak 29 %. Dibanding kabupaten/kota
yang ada di Jawa Timur, Kota Surabaya memiliki profil pendidikan
penduduk yang relatif baik. Secara rinci profil pendidikan penduduk
Kota surabaya tahun 2009 adalah sebagai berikut :
Gambar 2.6
Profil Penduduk Kota Surabaya Berdasarkan Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan Tahun 2010
Tamat SD
SLTP
Sederajat
Sederajat
22%
13%
II - 14 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
mayoritas memeluk agama Islam. Pada tahun 2010, penduduk
Surabaya yang memeluk agama islam sebanyak 84,79 persen,
selanjutnya pemeluk agama Kristen sebanyak 9,82 persen,
kemudian pemeluk agama Katholik sebanyak 4,21% persen
sedangkan penduduk yang memeluk agama Hindu, Budha dan
lainnya, masing masing 0,33,1,76 dan 0,01 persen. Komposisi
penduduk Kota Surabaya berdasarkan agama yang dipeluk untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1
Profil Penduduk Kota Surabaya Berdasarkan Agama
Agama 2008 2009 2010
Islam 82.31% 84.86% 84.79%
Kristen 10.06% 9.99% 9.82%
Katholik 4.50% 4.21% 4.21%
Hindu 0.83% 0.34% 0.33%
Budha 2.29% 1.82% 1.76%
Lainnya 0.00% 0.01% 0.01%
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya,
diolah
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 15
Terminal Purabaya, Pelabuhan Tanjung Perak, Bandara
Internasional Juanda dan Stasiun Kereta Api Gubeng, yang
mempunyai peran cukup strategis dan diperhitungkan dalam
menentukan arah kebijakan pembangunan ekonomi Provinsi
Jawa Timur. Kekuatan ekonomi dan segala aktivitas ekonomi
yang ada, merupakan salah satu penggerak utama ekonomi
Jawa Timur. Hal ini tercermin dari output Surabaya yang
memberikan kontribusi paling besar dibanding kabupaten/ kota
lain di Jawa Timur yang mencapai 26,35% terhadap
perekonomian Jawa Timur (diukur dengan Pendapatan Domestik
Regional Bruto (PDRB) ADHB Surabaya 2010).
Letak Kota Surabaya yang cukup strategis untuk
perdagangan, ekspor dan impor relatif kondusif dapat
menghasilkan iklim perekonomian yang cukup stabil dan
bergairah. Hal ini tercermin dari tingkat pertumbuhan ekonomi
Surabaya yang relatif tinggi di tahun 2010 mencapai 7,09% dan
juga pertumbuhan positif pada sub sektor pengangkutan dan
komunikasi (9,41%) dan sub sektor perdagangan, hotel dan
restoran (8,47%).
Perkembangan ekonomi daerah berdasarkan PDRB
Kota Surabaya selama tahun 2006 sampai dengan tahun 2010
relatif cukup baik. Hal ini terlihat dari nilai PDRB berdasarkan
harga berlaku mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun
2006 sebesar Rp 125,36 trilyun meningkat menjadi Rp 162,83
trilyun tahun 2008 dan menjadi Rp 205,16 trilyun pada tahun
2010. Demikian juga dengan perkembangan nilai PDRB
berdasarkan harga konstan, dari tahun 2006 sebesar Rp 68,82
trilyun meningkat menjadi Rp 77,72 trilyun tahun 2008 dan
menjadi Rp 87,83 trilyun pada tahun 2010. Secara rinci PDRB
kota Surabaya tahun 2006 sampai dengan 2010, berdasarkan
harga berlaku dan konstan dapat dilihat pada Tabel 2.2
dan 2.3:
II - 16 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Tabel 2.2
Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB tahun 2006 s.d 2010
Atas Dasar Harga Berlaku Kota Surabaya (dalam Milyar Rupiah dan %)
SEKTOR 2006 % 2007 % 2008 % 2009 % 2010 %
SEKTOR PRIMER 154,25 0,13 153,82 0,11 162,61 0,10 176,2 0,10 189,63 0,10
I. PERTANIAN 145,01 0,12 145,48 0,10 153,00 0,09 165,89 0,09 178,30 0,09
PERTAMBANGAN
II. 9,24 0,01 8,35 0,01 9,61 0,01 10,31 0,01 11,32 0,01
& PENGGALIAN
SEKTOR SEKUNDER 44.024.48 35,11 49.487,24 34,61 55.703,03 34,23 60.188,42 33,71 67.048,51 32,68
INDUSTRI
III. 30.932,36 24,67 34.469,36 24,11 38.594,05 23,70 41.277,02 23,12 45.508,52 22,18
PENGOLAHAN
LISTRIK, GAS
IV. 3.401,38 2,71 4.687,04 3,28 5.795,78 3,56 6.662,81 3,73 7.453,10 3,63
DAN AIR
V. KONSTRUKSI 9.690,74 7,73 10.330,84 7,23 11.340,19 6,96 12.248,59 6,86 14.086,89 6,87
SEKTOR TERSIER 81.181,78 64,76 93.345,25 65,28 106.940,73 65,67 118.194,35 66,19 137.923,33 67,23
PERDAGANGAN,
VI. HOTEL DAN 51.834,98 41,35 60.156,31 42,07 69.721,73 42,82 76.354,51 42,76 88.851,24 43,31
RESTORAN
PENGANGKUTAN
VII. 12.137,90 9,68 13.619,06 9,52 15.015,84 9,22 17.099,70 9,58 20.230,54 9,86
& KOMUNIKASI
SEKTOR 2006 % 2007 % 2008 % 2009 % 2010 %
KEUAGAN,
VIII
PERSEWAAN & 7.214,88 5,76 8.382,02 5,86 9.630,01 5,91 10.879,17 6,09 12.388,90 6,04
.
JS. PERUS
IX. JASA-JASA 9.994,02 7,97 11.187,87 7,82 12.573,15 7,72 13.860,96 7,76 16.452,65 8,02
TOTAL PDRB 125.360,5
100 142.986,31 100 162.833,38 100 178.558,97 100 205.161,47 100
SURABAYA 1
Sumber: BPS Kota Surabaya
Tabel 2.3 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB tahun 2006 s.d 2010
Atas Dasar Harga Konstan Kota Surabaya (dalam Milyar Rupiah dan %)
SEKTOR 2006 % 2007 % 2008 % 2009 % 2010 %
SEKTOR PRIMER 97,68 0,14 89,23 0,12 82,9 0,11 84,44 0,11 85,53 0,10
I. PERTANIAN 90,9 0,13 83,22 0,11 76,80 0,10 78,24 0,10 79,17 0,09
PERTAMBANGAN
II. 6,78 0,01 6,01 0,01 6,1 0,01 6,2 0,01 6,35 0,01
& PENGGALIAN
SEKTOR SEKUNDER 23.086,62 33,55 24.260,71 33,16 25.176,36 32,39 26.034,28 31,74 27.195,58 30,96
INDUSTRI
III. 16.579,63 24,09 17.331,93 23,69 17.995,48 23,15 18.542,20 22,61 19.225,16 21,89
PENGOLAHAN
LISTRIK, GAS
IV. 1.391,38 2,02 1.763,95 2,41 1.836,59 2,36 1.962,34 2,39 2.080,13 2,37
DAN AIR
V. KONSTRUKSI 5.115,61 7,43 5.164,82 7,06 5.344,29 6,88 5.529,74 6,74 5.890,30 6,71
SEKTOR 2006 % 2007 % 2008 % 2009 % 2010 %
SEKTOR TERSIER 45.632,75 66,31 48.810,10 66,72 52.458,60 67,50 55.895,99 68,15 60.547,73 68,94
PERDAGANGAN,
VI. HOTEL DAN 27.579,09 40,08 29.647,74 40,52 32.308,31 41,57 34.135,78 41,62 37.025,58 42,16
RESTORAN
PENGANGKUTAN
VII. 7.534,56 10,95 7.959,69 10,88 8.346,24 10,74 9.215,35 11,24 10.082,26 11,48
& KOMUNIKASI
KEUAGAN,
VIII. PERSEWAAN & 4.462,07 6,48 4.801,35 6,56 5.037,07 6,48 5.368,47 6,55 5.745,70 6,54
JS. PERUS
IX. JASA-JASA 6.057,04 8,80 6.401,31 8,75 6.766,98 8,71 7.176,39 8,75 7.694,19 8,76
TOTAL PDRB SURABAYA 68.817,06 100 73.160,03 100 77.717,87 100 82.014,71 100 87.828,84 100
II - 20 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
industri pengolahan. Hal ini dikarenakan sektor industri yang ada
di kota Surabaya selama beberapa tahun terakhir
pertumbuhannya stagnan, sedangkan dua sektor yang lainnya
seperti sektor utilitas (listrik, gas dan air bersih) dan sektor
konstruksi perannya dalam tiga tahun terakhir terus mengalami
peningkatan secara signifikan. Hal ini dikarenakan pada
beberapa tahun terakhir pembangunan mall, pertokoan,
perkantoran dan ruko-ruko baru banyak bermunculan. Kenaikan
pada sektor konstruksi ini tentunya mempengaruhi permintaan
sektor utilitas, sehingga sektor listrik, gas dan air bersih ikut
mengalami peningkatan.
Untuk sektor tersier, maraknya pangsa pasar
perdagangan yang menimbulkan permintaan fasilitas
perdagangan baru seperti mall, pertokoan, perkantoran dan
ruko-ruko baru banyak bermunculan. Pada 2 tahun terakhir,
beberapa pusat perdagangan baru sudah mulai beroperasi,
sehingga berdampak pada peningkatan output sektor
perdagangan, hotel dan restoran yang pada akhirnya
meningkatnya peran sektor tersebut dalam struktur ekonomi
Surabaya. Peningkatan sektor perdagangan, hotel dan restoran
tentunya menimbulkan dampak berganda (multiplier effect) pada
lainnya yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang selama ini
sebagai pendukung pada sektor perdagangan.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 21
Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 tumbuh sebesar
7,09%, cukup tinggi dibandingkan tahun 2009 yang mencapai
5,53%. Untuk sektor primer terus mengalami penurunan. Hal
bisa dimaklumi mengingat Surabaya saat ini berkembang
sebagai kota metropolitan, sehingga karakteristik ekonomi yang
melingkupinya lebih cenderung mengarah pada sektor non
primer khususnya semakin berkembangnya sektor tersier.
Sedangkan sektor sekunder dan sektor tersier terus mengalami
pertumbuhan walaupun sektor sekunder pertumbuhannya relatif
lebih rendah dibanding sektor tersier namun sektor sekunder
masih mempunyai andil yang cukup besar dalam menyumbang
pertumbuhan ekonomi Surabaya, sebagaimana tertera pada
tabel berikut :
6. Perdagangan, Hotel
7,67 7,50 8,97 5,66 8,47
dan Restoran
7. Pengangkutan dan
7,23 5,64 4,86 10,41 9,41
Komunikasi
8. Keuangan, Persewaan
6,04 7,60 4,91 6,58 7,03
dan Jasa Perusahaan
II - 22 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
URAIAN 2006(%) 2007(%) 2008(%) 2009(%) 2010(%)
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 23
mencapai 8,47%. Tingginya pertumbuhan pada sektor
pengangkutan dan komunikasi dikarenakan tumbuh pesatnya
bisnis telekomunikasi akibat meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan penggunaan media komunikasi. Demikian
halnya dengan pertumbuhan yang cukup tinggi pada sub sektor
perdagangan salah satunya disebabkan oleh masuknya
investasi di unit usaha perdagangan.
d. Tingkat Inflasi
Salah satu indikator perekonomian makro adalah angka
inflasi di suatu daerah. Selama kurun waktu tahun 2006-2010
inflasi di Kota Surabaya rata-rata 6,49% per tahun. Tingkat inflasi
sebesar ini masih dalam kategori low inflation atau disebut juga
inflasi satu digit. Meskipun tergolong lemah, inflasi di Kota
Surabaya telah menyebabkan berbagai permasalahan ekonomi
bagi masyarakat terutama masyarakat miskin dalam
pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan transportasi.
Perkembangan inflasi di Surabaya pada tahun 2006 sebesar
6,71%, tahun 2007 mengalami sedikit penurunan sebesar
6,27%, tahun 2008 meningkat sebesar 8,73% kemudian tahun
2009 mengalami penurunan sebesar 3,39%, dan semakin
meningkat pada tahun 2010 sebesar 7,33%. Berikut tabel angka
inflasi Kota Surabaya tahun 2006 - 2010:
Rata-rata
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 inflasi
2006-2010
Inflasi 6,71% 6,27 % 8,73 % 3,39 % 7,33 %
6,49%
II - 24 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Kondisi yang sama juga ditunjukkan oleh angka inflasi
Provinsi dan Nasional, yang cenderung berfluktuasi per
tahunnya. Hal ini dikarenakan inflasi baik di tingkat nasional
maupun regional masih terpengaruh oleh kondisi perekonomian
global, yang akhir-akhir ini sedang mengalami krisis keuangan.
Selain itu, faktor perubahan iklim juga menjadi salah satu
penyebab mengapa tingkat inflasi yang ada relatif naik turun.
e. PDRB Perkapita
Peningkatan laju pertumbuhan PDRB diikuti dengan
kenaikan pendapatan per kapita. Selama periode tahun 2006-
2010, PDRB perkapita Kota Surabaya mengalami pertumbuhan
yang positif. PDRB perkapita atas dasar harga berlaku pada
tahun 2006 sebesar Rp 46.139.805,- meningkat pada tahun
2007 menjadi sebesar Rp 52.627.084 ,- dan pada tahun 2008
sebesar Rp 59.140.503,- kemudian meningkat lagi pada tahun
2009 menjadi sebesar Rp 64.516.504,-. Selanjutnya pada tahun
2010 nilai PDRB perkapita ADHB menjadi sebesar Rp
70.032.261,- atau meningkat 8,55 % dari tahun 2009. Gambar
2.7 menunjukkan perkembangan PDRB perkapita Kota
Surabaya dalam periode lima tahun terakhir.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 25
Gambar 2.7 Perkembangan PDRB Perkapita Atas Dasar Harga
Berlaku dan Konstan Kota Surabaya Tahun 2006-2010
II - 26 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Gambar 2.8
Perkembangan ICOR Kota Surabaya Tahun 2006-2010
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 27
70,71 pada tahun 2009, 70,97 pada tahun 2010 dan pada tahun
2011 mencapai 71,24. Fakta ini merupakan salah satu bentuk
keberhasilan pemerintah Kota Surabaya dalam membenahi faktor
kesehatan penduduk Kota Surabaya serta mencerminkan adanya
peningkatan kemampuan penduduk dalam upaya memperbaiki
kualitas hidupnya.
Paritas daya beli masyarakat Kota Surabaya dalam rentang
tahun 2006-2011 pun mengalami peningkatan walaupun relatif kecil
yaitu dari 1.810 ribu per kapita per tahun pada tahun 2006 menjadi
1.823,54 ribu kapita per tahun pada tahun 2011. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan daya beli masyarakat Kota
Surabaya semakin meningkat pula seiring dengan inflasi barang
dan jasa.
Gambar 2. 9
IPM dan Komponennya Kota Surabaya Tahun 2006-2011
II - 28 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Tabel 2.7
Komponen Pembentuk IPM Tahun 2006-2011
Angka Harapan
1. 69,80 70,16 70,40 70,71 70,97 71,24
Hidup (tahun)
Angka Melek
2. 94,40 95,72 95,77 96,05 96,45 96,69
Huruf (%)
Rata2 Lama
3. 10,34 10,49 10,49 10,52 10,57 10,59
Sekolah (tahun)
Paritas Daya Beli 1.810 1.812. 1.816 1.819 1.820 1.823
4.
(rupiah) .431 465 .965 .518 .816 .547
IPM 75,11 75,87 76,36 76,82 77,18 77,61
Sumber: BPS Kota Surabaya
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang berperan
dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Semakin baik
tingkat pendidikan akan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Semakin baik kualitas sumber daya manusia
menjadikan semakin baik pula kualitas hidup masyarakat.
Tingkat pendidikan masyarakat di Kota Surabaya setiap
tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2000 penduduk
dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi sebanyak 8,55
persen dan terus mengalami peningkatan sampai pada tahun
2007 bertambah menjadi 13,31 persen. Sedangkan penduduk
dengan pendidikan terakhir setara SLTA sebanyak 36,1 persen,
angka ini terus mengalami penurunan sejak tahun 2006, akan
tetapi jika dibandingkan 7 tahun yang lalu mengalami
peningkatan sebesar 2,48 persen.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 29
Tabel 2.8 Perkembangan Angka Melek Huruf
Kota Surabaya Tahun 2006-2011
Tabel 2.9
Angka Melek Huruf Menurut Kecamatan di Kota Surabaya
Tahun 2009-2010
II - 30 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Angka Melek Huruf
No. Kecamatan
2009 2010
8 Sukolilo 96.8 97.77
9 Mulyorejo 95.46 96.41
10 Gubeng 97.3 98.27
11 Wonokromo 96.35 98.12
12 Dukuh Pakis 97.28 98.25
13 Wiyung 96.81 97.78
14 Lakarsantri 91.88 92.8
15 Sambi Kerep 97.37 98.34
16 Tandes 96.46 97.42
17 Sukomanunggal 94.48 95.42
18 Sawahan 97.15 98.25
19 Tegalsari 99.93 100
20 Genteng 100.00 100
21 Tambaksari 98.74 99.73
22 Kenjeran 89.78 92.15
23 Bulak 89.29 90.18
24 Simokerto 92.75 93.68
25 Semampir 96.19 97.15
26 PabeanCantian 93.29 94.22
27 Bubutan 92.8 93.73
28 Krembangan 97.56 98.54
29 Asemrowo 96.26 97.22
30 Benowo 97.14 98.11
31 Pakal 96.78 98.15
Sumber BPS Kota Surabaya, Penyusunan IPM, IKM dan IPG
Kota Surabaya Tahun 2009 dan 2010
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 31
Berdasarkan Angka Melek Huruf menurut kecamatan
menunjukkan bahwa kecamatan-kecamatan yang memiliki
angka melek huruf tinggi di Kota Surabaya dari tahun 2009-
2010 antara lain kecamatan Gayungan, Tegalsari dan Genteng.
Sebaliknya kecamatan-kecamatan yang memiliki Angka Melek
Huruf yang rendah antara lain kecamatan Kenjeran dan Bulak.
Tabel 2.10
Rata-Rata Lama Sekolah Menurut Kecamatan di Kota
Surabaya Tahun 2009-2010
II - 32 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Rata-Rata Lama Sekolah
No Kecamatan
2009 2010
20 Genteng 12.2 12.12
21 Tambaksari 9.44 9.53
22 Kenjeran 8.19 9.25
23 Bulak 7.38 9.05
24 Simokerto 8.71 8.8
25 Semampir 8.97 9.06
26 Pabean Cantian 9.08 9.17
27 Bubutan 8.94 9.03
28 Krembangan 9.9 10
29 Asemrowo 8.98 9.07
30 Benowo 8.93 9.02
31 Pakal 9.07 9.16
Sumber BPS Kota Surabaya, Penyusunan IPM, IKM dan IPG Kota
Surabaya Tahun 2010
b. Kesehatan
Sebagaimana pendidikan, kesehatan merupakan salah
satu aspek yang berperan dalam meningkatkan kualitas hidup
masyarakat. Semakin tingginya kesadaran masyarakat akan
kesehatan lingkungan dan dirinya maka semakin baik tinggi
derajat kesehatan masyarakat. Semakin rendahnya Angka
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 33
Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI) dan Status Gizi
Buruk masyarakat maka semakin tinggi derajat kesehatan
masyarakat.
Dalam rentang tahun 2006 sampai 2010, AKB di Kota
Surabaya cenderung mengalami penurunan dari 25,05 kematian
bayi dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2006 menjadi
sekitar 7.84 kematian bayi dalam 1.000 kelahiran hidup pada
tahun 2010. Kematian bayi ini banyak disebabkan oleh Berat
Bayi Lahir Rendah (BBLR), Gangguan Fungsi Multi Organ,
Bronkopneomoni, Gizi Buruk, Asfiksia, Kelainan Kongenital,
Tetanus Neonatorum, Infeksi, Trauma Lahir. Menurunnya AKB
tersebut menunjukkan bahwa derajat kesehatan bayi semakin
meningkat.
Adapun perkembangan Angka Kematian Ibu (AKI)
selama tahun 2006 sampai 2009 yaitu pada tahun 2006 tercatat
sebesar 199 per 100.000 persalinan hidup, pada tahun 2007
menurun menjadi 99,28 per 100.000 persalinan hidup. Angka
tersebut juga dicapai pada tahun 2008, dan pada tahun 2010
mengalami penurunan yaitu menjadi 71.07 per 100.000 kelahiran
hidup. Perkembangan AKI tersebut relatif mengalami penurunan.
Hal ini menunjukkan bahwa derajat kesehatan terhadap ibu
hamil dan melahirkan semakin meningkat.
Peningkatan derajat kesehatan yang terlihat melalui
AKB dan AKI tersebut juga mengindikasikan semakin
meningkatnya pelayanan kesehatan yang dapat dibuktikan
dengan indikator persentase penangan persalinan. Persentase
penangan persalinan oleh tenaga medis tercatat sebanyak 79,04
persen pada tahun 2006, kemudian meningkat menjadi 81,11
persen pada tahun 2007, pada tahun 2008 juga meningkat
menjadi 89,10 persen dan pada tahun 2009 meningkat menjadi
95,6 persen. Dengan demikian perkembangan persentase
penanganan persalinan oleh tenaga medis terus meningkat
setiap tahunnya.
II - 34 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Pencapaian Angka Kematian Bayi (AKB), Angka
Kematian Ibu (AKI) dan persentase penanganan persalinan oleh
tenaga medis pada tahun 2009 tersebut, telah mencapai target
MDGs Indonesia, yaitu masing-masing ditargetkan 23 per 1000
kelahiran hidup, 102 per 100.000 persalinan hidup dan
meningkatnya persentase persalinan oleh tenaga medis.
Pada tahun 2006 terdapat 1.617 anak balita yang
memiliki status gizi buruk atau 2,09 persen dari keseluruhan
jumlah anak balita sebanyak 77.368 anak, pada tahun 2007
tercatat lebih banyak yaitu sebanyak 2.239 anak balita yang
memiliki status gizi buruk, namun presentasenya menurun
menjadi 1,96 persen dari keseluruhan jumlah anak balita
sebanyak 114.401 anak, pada tahun 2008 tercatat sebanyak
2.068 anak balita yang memiliki status gizi buruk atau 1,81
persen dari keseluruhan jumlah anak balita sebanyak 114.108
anak dan pada tahun 2009 tercatat 1.888 anak balita yang
memiliki status gizi buruk atau 1,39 persen dari keseluruhan
jumlah anak balita sebanyak 136.155 anak dan pada tahun 2010
menurun menjadi 0.95 persen. Dengan demikian, angka balita
dengan status gizi buruk cenderung menurun dan telah
mencapai target yang telah ditetapkan.
Masih adanya angka balita dengan status gizi buruk di
Kota Surabaya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
• Faktor Intern balita yaitu adanya penyakit bawaan (jantung
congenital) dan penyakit infeksi ( diare, pneumoni,TBC,
kecacingan dan lain-lain ) yang dapat berpengaruh pada
status gizi balita.
• Faktor Ekstern balita yaitu faktor ekonomi yang berpengaruh
langsung pada kemampuan dan tingkat daya beli masyarakat
yang pasti akan berpengaruh pada pola konsumsi pangan
dan faktor sosial yaitu tingkat pengetahuan ibu yang
berpengaruh pada perilaku ibu, yang pasti juga akan
mempengaruhi pola asuh dan pola konsumsi pangan.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 35
c. Seni budaya dan olah raga
Pembangunan seni budaya dan olahraga tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan dan sekaligus merupakan kebutuhan
manusia. Oleh karena itu, pembangunan seni, budaya dan
olahraga merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari
pembinaan dan pembangunan bangsa dalam rangka
peningkatan kualitas Sumber Daya Insani, terutama diarahkan
pada peningkatan kesehatan jasmani dan rohani, serta untuk
membentuk watak dan kepribadian yang memiliki disiplin dan
sportivitas yang tinggi. Di samping itu, pembangunan seni,
budaya dan olahraga juga dijadikan sebagai alat untuk
memperlihatkan eksistensi bangsa melalui pembinaan prestasi
yang setinggi - tingginya. Untuk melaksanakan pembangunan
seni, budaya dan olahraga, perlu dilakukan berbagai upaya
penggalangan dan penggalian terhadap potensi yang ada, baik
dalam bidang sistem pembinaan, lembaga/organisasi, maupun
adanya landasan hukum yang digunakan sebagai dasar
pembangunan seni, budaya dan keolahragaan.
Dasar pembangunan seni budaya tentu adalah minat
masyarakat kota Surabaya terhadap seni budaya itu sendiri,
terutama minat akan budaya lokal. Minat masyarakat kota
Surabaya akan budaya lokal menunjukkan perkembangan dari
waktu ke waktu. Jumlah kelompok kesenian yang telah
mendapat pembinaan dari Pemerintah Kota Surabaya juga
menunjukkan trend yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada
tahun 2010 jumlah kelompok kesenian yang telah dibina
mencapai 162 kelompok meningkat dari tahun sebelumnya
sebanyak 147 kelompok.
Bidang keolahragaan di Kota Surabaya secara
organisasi ditangani oleh KONI (Komite Olahraga Nasional
Indonesia) Kota Surabaya. Berdasarkan data dari KONI
Surabaya pada tahun 2009 terdapat 38 cabang olahraga yang
II - 36 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
dibina oleh KONI Surabaya. Diantara beberapa cabang olahraga
yang telah dibina tersebut seperti cabang olahraga panahan,
panjat tebing, dayung, karate, pencak silat telah mengukir
prestasi dalam event nasional maupun internasional dengan
menyumbangkan emas pada tahun 2006 sampai dengan tahun
2008.
Untuk menumbuhkan dan menciptakan budaya olahraga
yang sehat, diperlukan penyediaan sarana dan prasarana
olahraga yang memadai baik di lingkungan sekolah, pekerjaan
maupun pemukiman sehingga memungkinkan segenap lapisan
warga masyarakat melakukan olahraga dan berbagai aktivitas
jasmani. Sehingga sampai dengan tahun 2010, berdasarkan
data dari Dinas Pemuda dan Olah Raga telah tercatat sebanyak
69 lapangan olahraga seperti lapangan bola volley, bulutangkis,
sepak bola, bola basket, tenis lapangan futsal dan lain-lain yang
tersebar di beberapa kecamatan di kota Surabaya.
Tabel 2.11
Perkembangan Seni Budaya dan Olahraga
di Kota Surabaya Tahun 2006-2010
Capaian Pembangunan 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah Grup Kesenian 51 96 67 147 162
Jumlah Cabang olahraga yang 22 27 28 38 41
berprestasi
Jumlah Lapangan Olahraga 69 69 69 69 79
Jumlah Gedung Olahraga 2 2 2 2 3
Jumlah Organisasi/pemuda yang 4 16 30 164 212
berprestasi
Sumber data : Bappeko diolah
d. Ketenagakerjaan
Peningkatan kegiatan ekonomi di berbagai sektor akan
memberikan dampak positif baik langsung maupun tidak
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 37
langsung terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan.
Peningkatan kesempatan kerja yang diikuti dengan peningkatan
produktivitas diharapkan mampu menambah
penghasilan/pendapatan masyarakat yang pada gilirannya dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan semakin bertambahnya penduduk maka tidak
bisa dipungkiri bahwa jumlah penduduk usia kerja (tenaga kerja)
dari tahun ke tahun semakin meningkat. Perkembangan tenaga
kerja di Kota Surabaya selama lima tahun terakhir (Tahun 2005-
2009) terjadi pertumbuhan rata-rata sebesar 1,42 persen per
tahun. Penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja
(pekerja dan pencari kerja) mengalami penambahan setiap
tahunnya rata-rata 0,69 persen, sedangkan peningkatan
penduduk yang terserap dalam lapangan pekerjaan (pekerja)
rata-rata sebesar 89,77 persen per tahun dengan tingkat
pengangguran terbuka pada Tahun 2009 sebesar 8,63 persen.
Berdasarkan data BPS, tingkat pengangguran terbuka di
Surabaya masih relatif tinggi dibandingkan Propinsi Jawa Timur,
Pada tahun 2006 Tingkat Pengangguran terbuka sebesar
9,68%, tahun 2007 naik menjadi 11,59%, tahun 2008 naik
kembali menjadi 11,84%, sedangkan pada tahun 2009 kembali
turun menjadi 8,63%. Tingginya Tingkat Pengangguran Terbuka
pada tahun 2007 dan 2008 tersebut tidak lepas dari kondisi
makro ekonomi dimana pada tahun 2007 terjadi krisis global
yang menyebabkan turunnya tingkat penyerapan tenaga kerja di
Surabaya. Hal lain yang menyebabkan angka pengangguran
Kota Surabaya tinggi adalah semakin menyempitnya pasar kerja
formal yang ada dimana tidak lebih 30 persen lapangan kerja
yang di sediakan di sektor formal. Fenomena ini terjadi salah
satunya dipicu oleh melemahnya kinerja sektor riil dan daya
saing produk-produk domestik baik di tingkat internasional
maupun di pasar domestik khususnya melemahnya sektor
industri dan produksi manufaktur. Pelemahan ini bisa dilihat dari
II - 38 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
semakin mengecilnya proporsi sektor industri dalam
pembentukan PDRB Kota Surabaya serta tingkat
pertumbuhannya dari tahun ke tahun yang terus menurun.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 39
APS pada jenjang SD/MI dari tahun 2006-2010
mengalami peningkatan yang signifikan, pada tahun 2006 APS
SD/MI mencapai 107,74% tahun 2007 meningkat menjadi
92,92%, tahun 2008 meningkat tajam menjadi 99,31%, tahun
2009 dan 2010 masing-masing sebesar 92,93% dan 92,95%.
Dibandingkan dengan target yang diterapkan, capian APS SD/MI
dari tahun 2006-2010 masih di atas target. Sedangkan APS
SMP/MTs menunjukkan angka yang cenderung meningkat
setiap tahunnya, pada tahun 2006 sebesar 79,67%, pada tahun
2007 sebesar 78,58%, pada tahun 2008 sebesar 79,65%, pada
tahun 2009 sebesar 79,89% dan pada tahun 2010 sebesar
90,0% . Dibanding dengan target yang diterapkan, capian APS
SMA/SMK/MA dari tahun 2006-2010 masih diatas target yang
telah di tetapkan.
Tabel 2.12
Angka Partisipasi Sekolah Kota Surabaya Tahun 2006-2010
JENJANG
NO. 2006 2007 2008 2009 2010
PENDIDIKAN
1 SD/MI
1.1 Jumlah Murid usia 270,084 263,341 221,304 253,503 231,052
7 – 12 tahun
1.2 Jumlah penduduk 250,692 283,406 222,842 272,777 248,583
kelompok usia
7 – 12 tahun
1.3 APS SD/MI 92.82 92.92 99.31 92.93 92.95
2 SMP/MTs
2.1 Jumlah Murid usia 91,501 90,045 87,195 92,572 88,700
13 – 15 tahun
2.2 Jumlah penduduk 114,850 114,591 109,473 115,880 98,552
kelompok usia
13 – 15 tahun
2.3 APS SMP/MTs 79.67 78.58 79.65 79.89 90.00
Sumber: Dinas Pendidikan Kota Surabaya
II - 40 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Menurut Angka Partisipasi Sekolah tingkat kecamatan
menunjukkan bahwa kecamatan dengan APS yang tertinggi
untuk SD/MI adalah kecamatan Tambaksari dengan nilai 424,90
dan yang terendah adalah kecamatan Asemrowo dengan nilai
23,28 sedangkan untuk tingkat SMP/MTs Genteng menjadi
kecamatan dengan nilai tertinggi untuk APS tingkat SMP/MTs
dengan nilai 1.174,16 dan Tenggilis Mejoyo menjadi kecamatan
dengan nilai APS Terendah untuk tingkat SMP/MTs dengan nilai
19,24. Angka Partisipasi Sekolah menurut kecamatan di Kota
Surabaya Tahun 2010 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 2.13.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 41
Tabel 2.13
Angka Partisipasi Sekolah Menurut Kecamatan di Kota Surabaya Tahun 2010
SD/MI SMP/MTs
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 45
ataupun SMA/SMK/MA, seperti yang tersaji dalam Gambar 2.10.
Penyebab utama adanya anak putus sekolah disebabkan oleh
ketidakmampuan orang tua dalam membiayai sekolah anaknya,
tetapi dengan adanya program biaya operasional sekolah, biaya
pendidikan semakin menurun sehingga diharapkan lebih mudah
terjangkau oleh masyarakat. Berdasarkan masih adanya anak
putus sekolah yang disebabkan oleh faktor biaya maka salah
satu upaya yang telah dilakukan pemerintah Kota Surabaya
untuk mengatasinya adalah melalui penyediaan dana Bantuan
Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) kepada siswa jenjang
SD/MI sampai dengan jenjang SMA/SMK/MA.
II - 46 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
pemerintah Kota Surabaya melalui kegiatan Penyediaan Biaya
Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) Untuk Siswa Kurang
Mampu Tingkat SMA serta siswa SMKN.
Dengan adanya program BOPDA maka jumlah SD/MI
dan SMP/MTs Negeri yang telah membebaskan SPP dan uang
pangkal sebanyak 612 sekolah pada tahun 2006, 602 sekolah
pada tahun 2007, 589 sekolah pada tahun 2008 serta 554
sekolah pada tahun 2009. Terdapat beberapa sekolah negeri
yang mengalami merger maupun penambahan jumlah
kelembagaan pada tahun 2009 sehingga menjadi 554 sekolah
yang terdiri dari 491 Sekolah Dasar Negeri, 2 Madrasah
Ibtidaiyah Negeri, 45 SMP Negeri, 12 SMPN Terbuka, dan 4
Madrasah Tsanawiyah Negeri. Dapat disampaikan bahwa 554
sekolah Negeri penyelenggara pendidikan dasar tersebut telah
membebaskan SPP dan uang pangkal seluruhnya.
Keberadaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
merupakan relevansi pendidikan atas kebutuhan dunia kerja
yang membutuhkan lulusan jenjang pendidikan menengah yang
lebih terampil. Indikasi keberhasilan SMK dalam meningkatkan
kualitas dan relevansi pendidikan terhadap dunia kerja
diantaranya dapat dilihat dari persentase siswa kejuruan yang
diterima bekerja. Pada tahun 2006 siswa kejuruan yang diterima
bekerja mencapai 62% dari total siswa kejuruan yang lulus pada
tahun tersebut. Pada tahun 2007 meningkat menjdi 64,03%.
Pada tahun 2008 menunjukkan peningkatan kembali menjadi
66,07 persen. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan sebesar
2,04 point. Namun pada tahun 2009, siswa kejuruan yang
diterima bekerja sekitar 62% sehingga rata-rata pencapaian
keberhasilan dari target yang diharapkan mulai tahun 2006
sampai 2009 sekitar 97,83%. Berdasarkan indikasi-indikasi
tersebut, menunjukkan bahwa kualitas pendidikan kejuruan
semakin berbenah dan mampu menghasilkan lulusan yang siap
kerja.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 47
Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan juga
merupakan faktor penting dalam upaya pemerataan dan
perluasan pendidikan, baik dari ketersediaan sekolah, kelas
ataupun guru. Dengan demikian ketersediaan ruang kelas dan
guru pengajar masih kurang memadai sehingga masih
membutuhkan perhatian untuk memperlancar proses belajar
mengajar pada tingkat pendidikan dasar.
Tabel 2.14
Ketersediaan Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah
di Kota Surabaya Tahun 2006-2010
Jenjang
No 2006 2007 2008 2009 2010
Pendidikan
1 SD/MI
1.1 Jumlah Gedung 1.034 977 945 953 897
Sekolah
1.2 Jumlah 270.084 283.406 222.842 272.777 248.583
penduduk
kelompok usia
7-12 tahun
1.3 Rasio 1 : 261 1 : 290 1 : 236 1 : 286 1 : 277
2 SMP/MTs
2.1 Jumlah Gedung 360 396 369 303 310
Sekolah
2.2 Jumlah 114.850 114.591 109.473 115.880 98.552
penduduk
kelompok usia
13-15 tahun
2.3 Rasio 1 : 319 1 : 289 1 : 297 1 : 382 1 : 318
Sumber: Dinas Pendidikan Kota Surabaya
II - 48 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
tingkat SD/MI maupun tingkat SMP/MTs. Pada Tingkat SD/MI
misalnya, pada tahun 2006 rasio antara Jumlah penduduk
dibandingkan dengan jumlah gedung sekolah menunjukkan rasio
1:261 dimana rata-rata 1 SD/MI menampung 261 siswa jumlah
ini mengalami trend yang fluktuatif hingga pada tahun 2010
menunjukkan rasio 1:277 dimana rata-rata 1 SD/MI menampung
277 siswa. Sedangkan keadaan yang hampir sama juga
ditunjukkan untuk tingkat SMP/MTs, pada tahun 2006 rasio
antara Jumlah penduduk dibandingkan dengan jumlah gedung
sekolah menunjukkan nilai rasio 1:319 dimana rata-rata 1
SMP/MTs menampung 319 siswa dan pada tahun 2010 rasio
tersebut menjadi 1:319 dimana rata-rata 1 SMP/MTs
menampung 319 siswa.
Rasio antara Jumlah penduduk dibandingkan dengan
jumlah gedung sekolah menurut kecamatan di kota Surabaya
pada tahun 2010 menunjukkan bahwa untuk tingkat SD/MI,
kecamatan yang memiliki rasio terbesar adalah kecamatan
Tenggilis Mejoyo dengan nilai rasio sebesar 1:961 dimana rata-
rata 1 SD/MI di kecamatan Tenggilis Mejoyo menampung 961
siswa sebaliknya kecamatan yang memiliki rasio terkecil adalah
kecamatan Tambaksari dengan nilai rasio sebesar 1:70 dimana
rata-rata 1 SD/MI di kecamatan Tambaksari menampung 70
siswa. Pada tingkat SMP/MTs kecamatan Asemrowo memiliki
rasio tertinggi yaitu 1:1096 dimana 1 SMP/MTs di Asemrowo
rata-rata menampung 1096 siswa dan kecamatan Semampir
merupakan kecamatan dengan rasio terendah yaitu 1:35 dimana
1 SMP/MTs di Semampir rata-rata menampung 35 siswa. Rasio
antara Jumlah penduduk dibandingkan dengan jumlah gedung
sekolah menurut kecamatan di kota Surabaya pada tahun 2010
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 49
Tabel 2.15 Ketersediaan Sekolah Dan Penduduk Usia Sekolah
di Kota Surabaya Menurut Kecamatan
SD/MI SMP/MTs
Jumlah Jumlah
No. Kecamatan Jumlah penduduk Jumlah penduduk
Rasio Rasio
Gedung kelompok usia 7- Gedung kelompok usia
12 tahun 13-15 tahun
Jumlah Jumlah
No. Kecamatan Jumlah penduduk Jumlah penduduk
Rasio Rasio
Gedung kelompok usia 7- Gedung kelompok usia
12 tahun 13-15 tahun
Jumlah Jumlah
No. Kecamatan Jumlah penduduk Jumlah penduduk
Rasio Rasio
Gedung kelompok usia 7- Gedung kelompok usia
12 tahun 13-15 tahun
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 53
menunjukkan 1:12 dimana rata-rata 1 guru menangani 12 siswa
dan pada tahun 2010 rasio tersebut menurun menjadi 1: 14
dimana rata-rata 1 guru menangani 14 siswa.
Rasio antara jumlah murid dibandingkan dengan jumlah
guru menurut kecamatan di kota Surabaya pada tahun 2010
menunjukkan bahwa untuk tingkat SD/MI, kecamatan yang
memiliki rasio terbesar adalah kecamatan Gununganyar dengan
rasio 1 : 25 dimana rata-rata 1 guru SD/MI di Gununganyar
menangani 25 siswa sebaliknya kecamatan yang memiliki rasio
terkecil adalah kecamatan Mulyorejo dengan nilai rasio sebesar
1 : 14 dimana rata-rata 1 guru SD/MI di Mulyorejo menangani 14
siswa. Pada tingkat SMP/MTs kecamatan Asemrowo memiliki
rasio tertinggi yaitu 1 : 22 dimana 1 guru SMP/MTs di Asemrowo
rata-rata menangani 22 siswa dan kecamatan Simokerto
merupakan kecamatan dengan rasio terendah yaitu 1 : 8 dimana
1 guru SMP/MTs di Simokerto rata-rata menangani 8 siswa.
Rasio antara Jumlah murid dibandingkan dengan jumlah guru
sekolah menurut kecamatan di kota Surabaya pada tahun 2010
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
II - 54 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Tabel 2.17
Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar Menurut Kecamatan
SD/MI SMP/MTs
No. Kecamatan
Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio
II - 58 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
persen atau 1300 buku, Masjid Muhajirin 0.52 % atau 500 buku,
dan RS. Bhakti Dharma Husada 0.10 persen atau 100 buku.
Atas upaya-upaya yang telah dilakukan dalam
meningkatkan pelayanan perpustakaan dan minat baca
masyarakat, Pemerintah Kota Surabaya berhasil mendapatkan
penghargaan Unit Kerja/Kantor Pelayanan Masyarakat
Percontohan Jawa Timur Tahun 2010 oleh Gubernur Jawa Timur
pada tahun 2010.
b. Kesehatan
Arah pembangunan kesehatan di kota Surabaya selama
tahun 2006-2010 secara umum adalah untuk mewujudkan
kualitas pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat
kota serta meningkatkan pemahaman masyarakat tentang
lingkungan sehat dan perilaku sehat.
Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan
merupakan faktor penting dalam pelayanan kesehatan
masyarakat. Jumlah fasilitas kesehatan di Kota Surabaya dalam
rentang tahun 2005-2010 relatif menunjukkan adanya
peningkatan. Pada tahun 2005 tercatat terdapat 43 Rumah Sakit
meningkat menjadi 50 Rumah Sakit pada tahun 2010. Jika
dibandingkan dengan jumlah penduduknya maka rasio rumah
sakit dengan jumlah penduduk adalah sekitar 1:78.470. Menurut
standar pelayanan minimal, setiap rumah sakit dapat melayani
240.000 penduduk. Dengan demikian keberadaan rumah sakit di
Kota Surabaya dapat dikatakan sudah memadai.
Sebagai ujung tombak pelayanan masyarakat,
Puskesmas di Kota Surabaya tercatat sebanyak 53 unit pada
tahun 2010. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk maka
rasio antara Puskesmas dengan penduduk adalah 154.781,
sementara menurut standar pelayanan minimal kesehatan,
setiap puskesmas minimal melayani sekitar 30.000 penduduk.
Sehingga secara rasio masih terdapat kekurangan saranan
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 59
kesehatan dasar/ puskesmas di Kota Surabaya. Namun
demikian, untuk mengatasi kekurangan tersebut, setiap
Puskesmas di Kota Surabaya ini memiliki puskesmas pembantu
(Pustu) masing-masing sekitar 1-2 unit sehingga sampai dengan
tahun 2010 tercatat terdapat 69 Pustu. Ditambah lagi dengan
keberadaan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang tersebar
hampir di setiap Rukun Warga (RW) sehingga tercatat sebanyak
2,794 unit. Selain itu, untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat, terdapat 38 Puskesmas yang memberikan
pelayanan diluar jam kerja yaitu pada hari Senin sampai dengan
Sabtu, pukul 14.00 – 19.00 WIB serta puskesmas dengan
layanan spesialis sebanyak 25 unit. Ketersediaan dokter atau
tenaga medis merupakan salah satu faktor yang menentukan
dalam terciptanya keseimbangan dalam dunia kesehatan.
Jumlah dokter yang ada di Kota Surabaya dari tahun 2005-2010
terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 jumlah dokter
yang tercatat adalah sebanyak 2.398 dokter dan pada tahun
2010 sudah meningkat sebanyak 3.899 dokter. Jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk maka rasio antara
jumlah dokter dengan jumlah penduduk adalah 1:753 dimana 1
dokter menangani sekitar 753 penduduk kota Surabaya pada
tahun 2010. Selain itu terlihat peran yang semakin besar oleh
pihak swasta dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan
memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, hal ini
telihat dari semakin meningkatnya jumlah klinik kesehatan yang
dikelola oleh pihak swasta. Dengan demikian dapat dikatakan
jumlah fasilitas kesehatan di Kota Surabaya relatif sudah lebih
baik dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Namun demikian pemerintah Kota Surabaya harus
tetap mempertimbangkan pertumbuhan penduduk yang tentunya
secara otomakebutuhan fasilitas kesehatan akan bertambah.
Dari data di atas diperoleh gambaran bahwa cakupan
pelayanan kesehatan masyarakat semakin meluas melalui
II - 60 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
pengembangan sarana dan prasarana serta tenaga medis dan
paramedis disamping semakin meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya pemeliharaan kesehatan bagi
dirinya dan keluarganya. Namun demikian masih dialami kasus-
kasus penyakit menular yang terjadi di Kota Surabaya seperti
demam berdarah, infeksi saluran pernafasan bagian atas (ISPA),
diare, dan HIV/AIDS.
Atas berbagai upaya yang telah dilakukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan akses serta
mutu pelayanan kesehatan tersebut, Pemerintah Kota
mendapatkan sejumlah penghargaan antara lain yaitu
Pemenang Otonomi Award 2009 Special Category (Region in an
inovative brekthrough on health service) dari JPIP (the jawa pos
institute of pro-otonomi) kepada Kota Surabaya dan Manggala
Karya Bhakti Husada Arutala dari Menteri Kesehatan RI kepada
Pemerintah Kota Surabaya pada tahun 2009.
c. Pekerjaan Umum
c.1. Sarana Prasarana Jalan dan Jembatan
Sistem jaringan jalan di kota Surabaya membentuk
pola grade dengan pusat-pusat pertumbuhan primer dan
sekunder saat ini tersebar di koridor Utara dan Selatan serta
Timur dan Barat Kota. Panjang ruas jalan di kota Surabaya
pada tahun 2010 sepanjang 1.911,34 km yang terdiri atas
ruas jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kota. Terkait
kondisi jalan saat ini, dari total 11,021 ruas jalan di Surabaya
terdapat 9,632 ruas jalan masih layak, 1,374 ruas jalan yang
harus diperbaiki, dan 15 ruas masih dalam perbaikan.
Adapun masalah utama pada sistem jaringan jalan di
Surabaya adalah sebagai berikut :
• Kemacetan dan rendahnya tingkat aksesibilitas ke
beberapa wilayah di kota Surabaya. Masalah kemacetan
yang terjadi di koridor Utara-Selatan saat ini disebabkan
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 61
karena koridor tersebut secara alami telah terbentuk dan
akses koridor terhubung dengan sempurna sehingga
pusat pusat kegiatan primer dan sekunder lebih dahulu
tumbuh dengan pesat pada wilayah koridor ini dari pada
wilayah yang dihubungkan oleh koridor Timur-Barat.
Pada wilayah koridor Timur-Barat Surabaya saat ini
mulai tumbuh dengan pesat namun masih belum
didukung oleh akses yang sempurna untuk
menghubungkan kedua wilayah tersebut sehingga
apabila pergerakan menuju wilayah Timur atau wilayah
Barat harus melewati pusat kota dan pada akhirnya lalu
lintas akan menumpuk pada koridor Utara-Selatan Kota.
Isu lain yang menjadi pendorong terjadinya masalah
kemacetan adalah terdapatnya ruas jalan yang
berbentuk bottle neck sehingga menghambat arus lalu
lintas serta adanya persimpangan yang sebidang
dengan rel kereta.
• Volume kendaraan yang semakin meningkat
mengakibatkan kapasitas jalan menjadi semakin kecil
jika tidak diimbangi dengan peningkatan jaringan dan
kapasitas jalan. Tabel 2.18 dibawah mengindikasikan
bahwa sistem jaringan jalan Kota Surabaya secara
mayoritas sudah tidak sanggup lagi mengimbangi
pertumbuhan volume kendaraan. Hal ini juga terlihat dari
tingkat pelayanan jaringan jalan berdasarkan angka
rasio volume lalu lintas terhadap kapasitas ruas jalan
(V/C ratio) berkisar pada angka 0,7.
II - 62 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Tabel 2.18
Data V/C Ratio di Beberapa Ruas Jalan SurabayaTahun 2006 – 2009
2006 2007 2008 2009
No. Nama Ruas Jalan Volume Kapasitas DS Volume Kapasitas DS Volume Kapasitas DS Volume Kapasitas DS
(smp/jam) (smp/jam) (smp/jam) (smp/jam) (smp/jam) (smp/jam) (smp/jam) (smp/jam)
1 A. Yani (Polda) 8,757 9,742 0.90 8,757 9,742 0.90 8,757 9,742 0.90 8,757 9,742 0.90
2 A. Yani (Waru) 11,034 9,742 1.13 11,034 9,742 1.13 11,034 9,742 1.13 11,034 9,742 1.13
3 Bubutan 5,006 6,215 0.81 5,006 6,215 0.81 5,006 6,215 0.81 5,006 6,215 0.81
4 Darmahusada 3,706 5,078 0.73 3,706 5,078 0.73 3,706 5,078 0.73 3,706 5,078 0.73
5 Darmawangsa 2,966 6,105 0.49 2,966 6,105 0.49 2,966 6,105 0.49 2,966 6,105 0.49
6 Diponegoro 4,206 9,810 0.43 4,000 9,810 0.41 4,000 9,810 0.41 4,000 9,810 0.41
7 Dupak 4,265 9,810 0.43 4,265 9,810 0.43 4,265 9,810 0.43 4,265 9,810 0.43
8 Embong Malang 5,112 7,453 0.69 4,650 7,453 0.62 4,650 7,453 0.62 4,650 7,453 0.62
9 Gresik 2,343 3,603 0.65 2,343 3,603 0.65 2,343 3,603 0.57 2,343 4,103 0.57
10 Gubeng 5,627 6,539 0.86 5,120 6,539 0.78 5,120 6,539 0.78 5,120 6,539 0.78
11 Gunungsari 5,003 5,483 0.91 4,852 5,483 0.88 4,852 5,483 0.88 4,852 5,483 0.88
12 HR. Muhammad 4,902 9,384 0.52 4,902 9,384 0.52 4,902 9,384 0.50 4,902 9,884 0.50
13 Mastrip 1,516 2,770 0.55 1,516 2,770 0.55 1,516 2,770 0.55 1,516 2,770 0.55
14 Mayjen Sungkono 7,690 8,744 0.88 7,690 8,744 0.88 7,690 8,744 0.88 7,960 8,744 0.88
15 Menganti 1,674 2,371 0.71 1,674 2,371 0.71 1,674 2,371 0.71 1,674 2,371 0.71
16 Ngagel 2,891 5,792 0.50 2,891 5,792 0.50 2,891 5,792 0.50 2,891 5,792 0.50
17 Nginden 5,564 9,504 0.59 5,564 9,504 0.59 5,564 9,504 0.59 5,564 9,504 0.59
18 Oso Wilangun 1,610 3,293 0.49 1,610 3,293 0.49 1,610 3,293 0.49 1,610 3,293 0.49
19 Pahlawan 5,240 12,055 0.43 5,240 12,055 0.43 5,240 12,055 0.43 5,240 12,055 0.43
20 Panglima Sudirman 6,965 8,234 0.85 6,965 8,234 0.85 6,965 8,234 0.85 6,965 8,234 0.85
21 Prof. Dr. Moestopo 5,783 10,137 0.57 5,783 10,137 0.57 5,783 10,137 0.57 5,783 10,137 0.57
22 Rajawali 3,187 7,913 0.40 3,187 7,913 0.40 3,187 7,913 0.40 3,187 7,913 0.40
23 Raja Rungkut 3,566 5,504 0.65 3,586 5,504 0.65 3,586 5,504 0.65 3,586 5,504 0.65
24 Raya Wonokromo 9,724 9,181 1.06 9,724 9,181 1.06 9,724 9,181 1.06 9,724 9,181 1.06
25 Rungkut Industri 5,461 8,997 0.61 5,461 8,997 0.61 5,461 8,997 0.61 5,461 8,997 0.61
26 Rungkut Menanggal 2,383 2,386 1.00 2,383 2,386 1.00 2,383 2,386 1.00 2,383 2,386 1.00
27 Semarang 2,307 2,986 0.77 2,307 2,986 0.77 2,307 2,986 0.77 2,307 2,986 0.77
28 Tandes 3,025 3,127 0.97 3,025 3,127 0.97 3,025 3,127 0.97 3,025 3,127 0.97
29 Tunjungan 5,926 7,499 0.79 5,926 7,499 0.79 5,926 7,499 0.79 5,926 7,499 0.79
30 Urip Sumoharjo 10,421 10,002 1.04 10,421 10,002 1.04 10,421 10,002 1.04 10,421 10,002 1.04
31 Wiyung 2,435 2,589 0.94 2,435 2,589 0.94 2,435 2,589 0.94 2,435 2,589 0.94
32 Banyu Urip 1,360 2,350 0.58
33 Semolowaru 1,465 2,350 0.62
34 Menur 0 2,350 0.00
35 Frontage Road A.Yani 3,285 3,425 0.96
J UML A H 22.35 J UML A H 22.15 J UMLA H 22.05 JUMLA H 24.20
RATA - RATA 0.72 RATA - RATA 0.71 RATA - RATA 0.71 RATA - RATA 0.69
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 63
c.2. Pematusan Kota
Banjir dan genangan di jalan berakibat pada
gangguan terhadap mobilisasi penduduk karena
menyebabkan/meningkatkan kemacetan lalu lintas dan
beresiko terhadap penurunan kesehatan masyarakat apabila
permukiman terjangkit wabah penyakit akibat banjir. Upaya
yang telah dilakukan adalah pengembangan sistem drainase.
Secara administrasi Kota Surabaya memiliki luas area 33.048
ha, namun untuk rencana pengembangan sistem drainase
perlu ditambahkan sekitar 3.000 ha di bagian Barat
(Kabupaten Gresik) dan Selatan kota (Kabupaten Sidoarjo)
serta 500 ha tanah reklamasi di pantai Timur. Sistem drainase
Kota Surabaya dibagi dalam 5 (lima) wilayah rayon, yaitu
rayon Genteng, Gubeng, Jambangan, Wiyung dan Tandes
dengan total luas wilayah pematusan kurang lebih sebesar
36.396,46 ha, seperti yang ditampilkan pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.19
Luas Wilayah Pematusan Berdasarkan Rayon
Rayon Pematusan Luas Wilayah
Pematusan (ha)
Genteng 3.841
Gubeng 7.123
Jambangan 7.421
Wiyung 7.290,27
Tandes 10.721,19
Total 36.396,46
Sumber: Surabaya Drainage Master Plan 2018, Review
II - 64 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
fungsi sebagai saluran drainase seiring dengan pesatnya
pertumbuhan kawasan terbangun. Dalam peralihan fungsi
saluran irigasi menjadi saluran drainase diperlukan banyak
perbaikan dan penggalian pada elevasi yang lebih rendah
karena adanya prinsip konstruksi saluran irigasi yang berbeda
dengan prinsip konstruksi saluran drainase dimana saluran
irigasi umumnya menyempit di bagian hilir. Upaya-upaya
yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya adalah
mengubah irigasi menjadi drainase beberapa saluran antara
lain: Saluran Menur sepanjang 572 meter, Saluran
Semolowaru sepanjang 649 meter dan Saluran Gunungsari
(Banyuurip) sepanjang 2.878 meter yang dilakukan secara
bertahap pada tahun 2009 - 2010 mulai Jl. Girilaya sampai
dengan Jl. Simojawar. Upaya perubahan fungsi saluran irigasi
ini diharapkan dapat terus berlanjut agar dapat memperbaiki
kondisi drainase di Kota Surabaya. Untuk mengurangi
genangan yang terjadi pada musim hujan, dilakukan
pengerukan saluran secara rutin, rehabilitasi dan
pembangunan saluran serta peningkatan kapasitas pompa
banjir. Sampai dengan tahun 2010 Kota Surabaya memiliki 42
rumah pompa yang melayani areal seluas 32 sampai 1.500
ha (lihat tabel 2.20). Sementara untuk melindungi daerah
rendah di pesisir dari genangan air selama pasang tertinggi
dan mencegah terjadinya back water, maka dibangun tanggul
dan pintu-pintu laut pada saluran primer. Terkait dengan hal
tersebut, upaya penambahan pompa dan pintu laut di muara-
muara saluran masih sangat diperlukan.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 65
Tabel 2.20
Rumah Pompa Eksisting di Kota Surabaya Tahun 2010
No Lokasi No Lokasi No Lokasi
1 PA. Kalikepiting 15 PA. Flores 29 PA. Balong
PA. Bratang
2 PA. Dharmahusada 16 30 PA. Kalibokor
(Boezem)
PA. Mulyorejo
3 17 PA. Semolowaru I 31 PA. Pandugo
(Galaxy)
4 PA. Kalidami Screw 18 PA. Grahadi 32 PA. Kalirungkut
5 PA. Pesapen 19 PA. Kutisari 33 PA. Kebon agung
PA. Kalidami PA. Wonorejo
6 PA. Simolawang 20 34
Boezem I (boezem)
7 PA. Kenari 21 PA. Kenjeran 35 PA. Kedung Asem
PA. Jemur
8 PA. Dinoyo 22 PA. Gunungsari II 36
Andayani
PA. Mulyosari
9 PA. Darmokali 23 PA. Semolowaru II 37
Ring Road ITS
PA. Kalidami
10 PA. Tidar 24 PA. Kalisari 38
Boezem II
11 PA. Jagir/Kalimir 25 PA. Kalijudan 39 PA. Jeblokan
PA. Dupak
12 PA. Gunungsari I 26 40 PA. Tambakwedi
Bandarejo
PA. Boezem
13 PA. Keputran 27 PA. Asem Jaya 41
Morokrembangan
PA. Medokan
14 PA. Wonorejo I 28 PA. Greges 42
Semampir
II - 66 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
penampungan/boezem/waduk. Pembangunan boezem di hilir
dimaksudkan untuk menampung aliran dari catchment area
sebelum pada akhirnya dipompa ke laut. Saat ini Kota
Surabaya didukung oleh 5 boezem utama yaitu boezem
Morokrembangan, Kedurus, Kalidami, Bratang dan Wonorejo.
Dalam rangka penerapan sistem drainase
berwawasan lingkungan dan mewujudkan upaya konservasi
serta pelestarian air, maka perlu juga dilakukan
pembangunan waduk di daerah hulu. Tujuannya antara lain
untuk menahan air di daratan selama mungkin sehingga
dapat mengurangi laju aliran air permukaan ke hilir dan
menstabilkan permukaan air tanah pada musim kemarau.
Revitalisasi waduk-waduk BTKD di daerah Surabaya barat
dan pemanfaatan fasum fasos milik pengembang sangat
berpotensi untuk menambah resapan di hulu.
Selama 5 tahun terakhir telah dapat diturunkan area
genangan seluas 832,93 ha dari luas area genangan semula
3.016 ha pada tahun 2005 menjadi 2.183,07 ha pada tahun
2009. Waktu genangan 6 jam pada tahun 2005 dapat
diturunkan menjadi 0,98 jam pada tahun 2009. Begitu pula
dengan tinggi genangan, semula 40 cm pada tahun 2005
menjadi 20,36 cm pada tahun 2009. Capaian tersebut dapat
dilihat pada Gambar 2.11, Gambar 2.12 dan Gambar 2.13
dibawah ini.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 67
Gambar 2. 11 Luas Area Genangan Kota Surabaya (2005 – 2009)
3500
3016 2931
3000 2825,2
2411,7
2500
2183,07
Luas (ha)
2000
1500
1000
500
0
2005 2006 2007 2008 2009
5
Waktu (jam)
4 3,25
3
2,5
2 1,5
1 0,98
0
2005 2006 2007 2008 2009
45
40
40
35
30
Tinggi (cm)
27 25,58
25 21
20 20,36
15
10
5
0
2005 2006 2007 2008 2009
II - 68 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
d. Perumahan
Kawasan perumahan adalah kawasan yang
pemanfaatannya sebagai perumahan serta berfungsi sebagai
tempat tinggal yang dilengkapi dengan penyediaan sarana dan
prasarana lingkungan. Kawasan perumahan di Kota Surabaya
tersebar di seluruh wilayah Kota Surabaya dengan distribusi
kawasan perumahan terbesar di Kota Surabaya terdapat di
wilayah Surabaya Timur dengan persentase 12 persen dari
luas wilayah Kota Surabaya. Sedangkan untuk kawasan
Surabaya Barat distribusi perumahannya paling sedikit yaitu 2
persen. Secara keseluruhan luasan kawasan perumahan di
Surabaya sebesar 38,14 persen dari luas wilayah Kota
Surabaya.
Gambar 2.14
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 69
Jenis perumahan yang ada di Kota Surabaya
terklasifikasi dalam perumahan formal dan informal.
Perumahan formal yaitu jenis perumahan yang didirikan oleh
pengembang dan/atau pemerintah, seperti real estate di
wilayah Perumahan Galaxy, Pakuwon, Citraland, dan
perumahan militer. Dan sampai dengan tahun 2011, terdapat
128 pengembang real estate yang ada di Kota Surabaya
dengan luas total 4.983.61 Ha. Sedangkan perumahan
informal adalah perumahan yang dibangun dengan swadaya
masyarakat seperti rumah perkampungan, yang dimaksudkan
dengan kampung di sini adalah perumahan dan permukiman
legal di kota yang berkembang atas inisiatif dan kemampuan
masyarakat secara mandiri. Karakter yang tampak pada
penduduk di perkampungan adalah adanya homogenitas dan
nilai kebersamaan yang lebih kental karena telah lama tinggal
berkelompok pada satu wilayah.
Daya tarik Kota Surabaya telah mengakibatkan
tumbuhnya penduduk kota dalam jumlah besar yang
diakibatkan tingginya angka urbanisasi ke kota. Kondisi ini
menyebabkan dibutuhkannya keseimbangan antara
penambahan rumah tangga dengan penyediaan rumah.
Perkembangan harga lahan dan perkembangan biaya
mendirikan bangunan menyebabkan harga rumah di Kota
Surabaya semakin meningkat dan menyebabkan banyaknya
penduduk yang tidak mampu menjangkau harga rumah.
Munculnya rumah-rumah kumuh dan rumah-rumah
illegal memberikan indikasi adanya ketidakseimbangan antara
jumlah perumahan dengan jumlah penduduk. Jumlah
bangunan rumah (vertikal dan horisontal) yang ada di Kota
Surabaya saat ini adalah ± 678.058 unit rumah. Jumlah
penduduk sebesar 2.947.003 jiwa. Dengan asumsi rata-rata
anggota KK adalah 4 jiwa, maka seharusnya jumlah rumah
yang ada di kota Surabaya adalah 736.751 unit. Berdasarkan
II - 70 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
kondisi tersebut, maka selisih antara kebutuhan akan rumah
dengan jumlah rumah yang ada/ tersedia, menjadi nilai
kekurangan/backlog kuantitas rumah di Kota Surabaya saat
ini, yaitu sebesar 58.693 unit.
Tabel 2.21
Rusun di Kota Surabaya
Jum Luas Jum
Nama Tipe Jum
No Lokasi lah Lahan lah
Rusun (m2) lah Unit
Blok (m2) Lantai
1. Dupak Kel. Dupak 18 6 150 3.000 4
Bangun Kec.
Rejo Krembangan
2. Sombo Kel.Simolawan 18 10 618 25.000 4
g Kec.
Simokerto
3. Urip Kel. Embong 21 3 120 3.500 4
Sumo kaliasin
harjo Kec. Genteng
4. - Penjari 18 3 250 9.000 4
ngan Sari
I
- Penjari Kel. Penjari 21 6 288 9.000 4
ngan Sari ngan Sari
II Kec. Rungkut
- Penjaring 24 2 96 6.000 4
an Sari III
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 71
Jum Luas Jum
Nama Tipe Jum
No Lokasi lah Lahan lah
Rusun (m2) lah Unit
Blok (m2) Lantai
- Wonorejo KarangPilang 21 4 192 4
II
6. Waru Kel. Waru 21 10 480 29.845 4
Gunung Gunung Kec. 92 unit
Karang Pilang usaha
28 unit
fasum
7. Randu Kel. Sidotopo 21 6 288 6.800 5
Wetan Kec.
Kenjeran
II - 72 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Selain mengupayakan konsep pembangunan rumah
sederhana layak huni vertikal, Pemerintah Kota Surabaya juga
mengupayakan perbaikan sarana prasarana di lingkungan
permukiman kumuh melalui kegiatan Perbaikan Kampung
Terpadu (KIP Komprehensif) pada tahun 2002-2006,
Pembenahan Lingkungan Perkampungan (PLP) pada tahun
2006-2008, dan NUSSP (Neigborhood Upgrading and Shelter
Sector Program) pada tahun 2011.
Program perumahan dan permukiman yang telah
dilaksanakan untuk RPJMD Kota Surabaya tahun 2006-2010,
ditujukan bagi masyarakat miskin di perkotaan khususnya
yang terkait dengan ketidakterjangkauan finansial masyarakat
guna memperoleh perumahan yang layak serta kemampuan
meningkatkan sarana prasarana lingkungan permukimannya
sedangkan sasaran programnya adalah terciptanya
kelengkapan standar sanitasi maupun utilitas umum.
Pembangunan dibidang perumahan dan permukiman tidak
berarti hanya membangun perumahan atau permukiman baru,
akan tetapi juga menjaga kualitas sarana prasarana
permukiman itu menjadi lebih baik, lebih sehat dan tidak
kumuh. Pemerintah Kota Surabaya sangat menaruh perhatian
pada ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan
permukiman ini, utamanya kawasan kumuh karena pada
umumnya sarana prasarana yang tersedia kurang memadai
khususnya dalam hal penyediaan sanitasi sehingga berakibat
pada rendahnya kualitas kesehatan masyarakat.
Terkait dengan, ketersediaan sarana dan prasarana
dasar lingkungan permukiman di Kota Surabaya seperti listrik,
air bersih dan sanitasi yang layak, dapat di ketahui pada tahun
2009 jumlah pelanggan listrik rumah tangga di Kota Surabaya
telh mencapai 726,405 Rumah Tangga (RT) (Sumber :
Surabaya Dalam Angka 2010). Sedangkan layanan air bersih
bagi masyarakat Kota Surabaya, hampir sebagian besar
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 73
perumahan baik perumahan formal maupun perumahan
kampung di Kota Surabaya di layani sambungan air minum
oleh PDAM, dan setiap tahun jumlah pelanggan PDAM
kategori rumah tangga terus meningkat, dari tahun 2007
sebanyak 342.509 RT yang terlayani, tahun 2008 meningkat
menjadi 355.799 (RT) dan meningkat lagi menjadi 367.456
RT dan meningkat lagi menjadi 367.456 RT (Sumber : PDAM
Surya Sembada Online, 2011).
Untuk memenuhi kebutuhan prasarana sanitasi bagi
perumahan di Kota Surabaya saat ini belum terdapat jaringan
pembuangan limbah. Sebagian besar perumahan di Kota
Surabaya mengandalkan sistem sanitasi setempat (on-site)
terutama untuk pembuangan limbah manusia. Sistem sanitasi
tersebut meliputi tangki septik, sumur resapan, serta jamban.
Berdasarkan hasil pengambilan sampel jamban keluarga di
wilayah Kota Surabaya, dapat diketahui bahwa dari 693.986
KK yang telah memiliki jamban keluarga sebesar 86,64%
Sebagian besar perumahan telah memiliki fasilitas ini
pada masing-masing rumah tangga tetapi pada perumahan
kampung padat fasilitas tersebut bersifat komunal atau
digunakan untuk sekelompok keluarga. Penyediaan sistem
sanitasi pengolahan limbah domestik terpusat (off site system)
diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas lingkungan
hidup. Secara bertahap sistem sanitasi tersebut akan
ditingkatkan menjadi sistem komunal yang terintegrasi dengan
sistem sanitasi pengolahan limbah domestik perkotaan.
e. Perencanaan Pembangunan
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan
tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan dengan
memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Untuk
mencapai target-target tahunan yang telah ditetapkan di dalam
II - 74 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
RPJMD diperlukan instrumen kebijakan yang berisi satu atau
lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD.
Indikator yang digunakan sebagai tolok ukur
pencapaian kinerja peningkatan efektifitas perencanaan dan
pembangunan adalah prosentase Ketepatan Waktu
Penyusunan Dokumen Perencanaan. Yang dimaksud
Ketepatan Waktu Penyusunan Dokumen Perencanaan adalah
jumlah dokumen perencanaan yang tepat waktu dibanding
dengan jumlah dokumen perencanaan. Pada tahun 2010
jumlah kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD di lingkungan
Pemerintah Kota sebanyak 1.789 kegiatan. Dari seluruh
kegiatan tersebut, realisasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan
sesuai waktu dan target perencanaan sebanyak 1.770
kegiatan.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 75
f. Perhubungan
Sebagai urat nadi pembangunan, transportasi memiliki
fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang
pembangunan. Beberapa aturan mendasari program ini yaitu:
Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan; Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
KM 14 Tahun 2006 tentang manajemen dan rekayasa lalu
lintas: Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2007
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya.
Kondisi umum lalu lintas di kota Surabaya hampir
sama dengan kota–kota besar lainnya di Indonesia.
Pertumbuhan kendaraan bermotor terutama sepeda motor
sangat tinggi sehingga menimbulkan dampak kemacetan yang
sering terjadi di sebagian ruas jalan di kota Surabaya. Dari
data dinas Perhubungan Kota Surabaya tahun 2008 laju
pertumbuhan pengguna sepeda motor adalah 10-13 persen
per tahun. Selain kemacetan lalu lintas dampak lain yang
mengikuti adalah polusi udara. Isu kemacetan di kota
Surabaya bukan hanya disebabkan oleh tingginya laju
pertumbuhan kendaraan saja, namun beberapa hal lain yang
ikut berperan adalah rendahnya tingkat layanan angkutan
umum sehingga pengguna kendaraan pribadi enggan beralih
moda menggunakan angkutan umum, kurangnya integrasi
antar moda transportasi yang dikarenakan masih belum
optimalnya fasilitas alih moda serta simpul-simpul transportasi
yang ada, aksesibilitas wilayah yang belum optimal
dikarenakan jaringan jalan masih ada yang belum terbentuk
sempurna, belum adanya kebijakan pembatasan terhadap
kendaraan pribadi, masih terpusatnya pusat-pusat kegiatan
primer dan sekunder di kawasan-kawasan tertentu sehingga
menimbulkan tarikan yg besar, pemanfaatan jalan diluar
fungsinya serta belum signifikannya penambahahan kapasitas
jalan.
II - 76 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Gambar 2.17 Jumlah Kendaraan di kota Surabaya
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 77
angkutan umum dari sisi kuantitas mengalami penurunan
sebesar -1,17 persen untuk mikrolet dan -6,20 persen untuk
bis kota, dengan rasio ijin trayek sebesar nol, atau bisa
dikatakan dari tahun ke tahun tidak mengalami pertumbuhan.
Adapun jumlah arus penumpang angkutan umum di 2 terminal
tipe A yaitu Terminal Purabaya dan Terminal Tambak
Osowilangun meliputi penumpang datang dan berangkat pada
jalur AKAP (Antar Kota Antar Propinsi) dan AKDP (Antar Kota
Dalam Propinsi) dapat dilihat pada tabel berikut :
II - 78 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
dengan meningkatan layanan angkutan umum dengan
mengoperasionalkan angkutan massal perkotaan maupun
regional, memperbaiki sistem kelembagaan angkutan umum
serta mulai menerapkan sistem transportasi yang
berkelanjutan (sustainable transportation) dan kebijakan sisi
permintaan lalu lintas (traffic demand management) untuk
membatasi jumlah pengguna kendaraan pribadi yang ada di
kota Surabaya.
Dalam hal peningkatan keselamatan lalu lintas,
Pemerintah Kota Surabaya telah melakukan berbagai upaya
yaitu melalui pemeriksaan kelaikan kendaraan baik angkutan
umum maupun pribadi yang meliputi angkutan penumpang
dan barang di Pengujian Kendaraan Bermotor, yang dilakukan
secara berkala dengan jumlah kendaraan yang lulus uji
terdapat pada tabel berikut :
Tabel 2.24 Jumlah Kendaraan Lulus Uji KIR
2006 2007 2008 2009 2010
No. Lokasi Pengujian
Kendaraan
1 UPTD PKB Tandes 84.070 85.191 77.891 72.629 84.332
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 79
Tabel 2.25 Pemasangan Rambu
Total
Tahun
sampai
NO Jenis Rambu
Sampai dengan
2007 2008 2009 2010
dengan 2006 2010
1 Rambu Peringatan 772 133 15 84 99 1103
2 Rambu Larangan 2216 327 287 349 378 3557
g. Lingkungan Hidup
1. Pengendalian dan Pelestarian Kualitas Udara
Upaya pengendalian terhadap pencemaran
udara terus dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya
untuk menjamin keberlanjutan kualitas udara bersih
serta mengurangi timbulnya dampak negatif pencemaran
udara bagi kesehatan manusia, hewan, tanaman dan
materi. Dampak negatif tersebut antara lain semakin
menipisnya lapisan ozon, berkurangnya oksidasi
atmosfer serta pemanasan global. Berdasarkan evaluasi
hasil pemantauan kualitas udara ambien, PM10 dan
ozon telah menjadi parameter kritis di Kota Surabaya.
Hasil pemantauan kondisi kualitas udara di Kota
Surabaya berdasarkan data Indeks Standar Pencemar
Udara (ISPU) selama periode 2006-2010, menunjukkan
perkembangan sebagai berikut :
Dari data tabel 2.26 menunjukkan bahwa dalam
setiap tahun terjadi peningkatan jumlah hari udara baik
sebesar 0.18 persen, penurunan jumlah hari udara
sedang sebesar 0.82 persen dan peningkatan jumlah
II - 80 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
hari udara tidak sehat sebesar 0.65 persen.
Perkembangan kondisi kualitas udara diatas
menunjukkan kualitas udara yang layak hirup adalah 360
hari atau 98,63 persen dari 365 hari dalam setahun pada
tahun 2006, 360 hari atau 98,63 persen dari 365 hari
dalam setahun pada tahun 2007, 358 hari atau 97,81
persen dari 366 hari dalam setahun pada tahun 2008
dan 335 hari atau 91,78 persen dari 365 hari dalam
setahun pada tahun 2009, 336 hari atau 98.82 persen
dari 340 tiap hari dalam setahun pada tahun 2010.
Tabel 2.26
Persentase Hari Tiap Kategori ISPU
Th. 2006 Th. 2007 Th. 2008 Th. 2009 Th. 2010
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 81
2. Pengendalian dan Pelestarian Kualitas Air
Kualitas Air adalah istilah yang menggambarkan
kesesuaian atau kecocokan air dalam penggunaan
tertentu, misalnya: air minum, perikanan,
pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya.
Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan
pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang
biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji
kenampakan. Adapun perkembangan kualitas air sumur
di Kota Surabaya selama tahun 2006 - 2010 adalah
sebagai berikut :
• Pada Tahun 2009 yang memenuhi kualitas baku
mutu adalah sebesar 20,70 persen dari sampel air.
• Pada Tahun 2010 yang memenuhi kualitas baku
mutu adalah sebesar 20.90 persen dari sampel air.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 2.18
dimana setiap kualitas air di Kota Surabaya cenderung
mengalami peningkatan.
Gambar 2. 18
Perkembangan Kualitas Air di Kota Surabaya Tahun 2006-2010
II - 82 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
3. Pengelolaan sampah
Perkembangan lingkungan permukiman di
daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya laju
pertumbuhan penduduk perkotaan baik karena faktor
pertumbuhan penduduk kota itu sendiri maupun karena
faktor urbanisasi. Selain itu, akibat dari semakin
bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat serta
aktivitas lainnya maka bertambah pula sampah yang
dihasilkan. Limbah tersebut menjadi permasalahan
lingkungan karena kuantitas maupun tingkat bahayanya
dapat mengganggu kehidupan makhluk hidup lainnya.
Rata-rata per orang per hari menghasilkan sampah 0,7
kg, dan akan terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya kesejahteraan dan gaya hidup
masyarakat.
Pengelolaan sampah perkotaan meliputi 4
(empat) kegiatan utama yaitu pewadahan, pengumpulan,
pengangkutan dan pengolahan sementara di TPS,
sedangkan tempat pengangkutan dan pengolahan akhir
di TPA. Jumlah TPS di Surabaya dari tahun 2006
sampai 2009 terus mengalami peningkatan, dari yang
awalnya berjumlah 141 TPS pada tahun 2006 hingga
mencapai 168 pada tahun 2009. Berikut adalah data
volume sampah yang ditampung di TPS selama tahun
2005 sampai dengan tahun 2009.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 83
Gambar 2.19
Volume Sampah yang ditampung di TPS
Gambar 2.20
Volume Sampah yang ditampung di TPA Benowo
II - 84 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Volume tumpukan sampah di TPS per hari dari
tahun 2006 sampai dengan 2009 mengalami penurunan.
Bila pada tahun 2006, volume tumpukan sampah di TPS
mencapai 950 m3 per hari, maka pada tahun 2009 turun
hingga 205,5 m3 per hari. Sedangkan volume tumpukan
sampah yang ditampung di TPA per hari juga semakin
tahun semakin menurun. Pada tahun 2005 volume
sampah yang masuk di TPA adalah 1819 Ton/Hari terus
menurun tiap tahunnya hingga menjadi 1229,43 Ton/Hari
pada tahun 2009. Hal ini mengindikasikan bahwa
penanganan sampah secara mandiri di masyarakat
sudah mulai baik.
Kondisi dan letak lahan TPA Benowo yang dekat
dengan kegiatan tambak-tambak penduduk, juga kurang
memenuhi syarat dari segi lingkungan.Dari hal tersebut
maka ketersediaan TPA baru di Kota Surabaya ke depan
memerlukan pemikiran kembali agar keseluruhan kriteria
yang ditetapkan dapat tercapai dan tidak menimbulkan
permasalahan-permasalahan di masyarakat. Disamping
itu upaya pemrosesan sampah di TPA juga tetap
dilakukan sebagai upaya alternatif pemusnahan dan
pemanfaatan sampah.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 85
maupun sosial bagi warga kota maka keberadaan RTH
di perkotaan sangat diperlukan, Karena kebutuhan kota
terhadap RTH tersebut maka penyediaan RTH harus
dilakukan secara proporsional terhadap pembangunan
infrastruktur fisik kota. Rendahnya kualitas lingkungan
dan penyediaan ruang terbuka publik secara psikologis
dapat menyebabkan kondisi mental dan kualitas sosial
masyarakat perkotaan makin buruk dan tertekan.
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, proporsi RTH yang harus
dipenuhi minimal adalah sebesar 30 persen dari luas
kota dimana 20 persen luasan RTH berupa RTH publik
dan 10 persen berupa RTH privat. Selama periode
tahun 2002 - 2009, Pemerintah Kota Surabaya telah
melakukan penghijauan kota dalam bentuk penanaman
pohon secara mandiri dengan menggerakkan
masyarakat bersama sama dalam kegiatan green and
clean di permukiman penduduk, penetapan kawasan
lindung berhutan bakau, pembangunan taman-taman
kota dan hutan kota, mempertahankan dan
merevitalisasi RTH berupa lapangan, waduk dan makam
yang merupakan aset pemerintah Kota, merevitalisasi
fungsi jalur-jalur hijau kota seperti sempadan sungai,
sempadan rel KA, median-median jalan dan jalur hijau
pedestrian kota serta mempertahankan adanya buffer-
buffer sebagai sabuk hijau yang membatasi zona industri
dengan penggunaan lain di sekitarnya.
Luasan RTH publik Kota Surabaya yang telah
direkapitulasi mencapai 20,18 persen dari luas total kota
Surabaya atau sebesar 6,670.42 ha yang meliputi RTH
makam, RTH lapangan dan stadion, RTH
telaga/waduk/boezem, RTH dari penyerahan fasum dan
fasos, RTH kawasan lindung, RTH hutan kota, RTH
II - 86 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
taman dan jalur hijau. Secara rinci luasan RTH publik
dapat dilihat pada Tabel 2.27 berikut.
Tabel 2.27
Distribusi Ruang Terbuka Hijau Publik Tahun 2009
No. Jenis RTH PUBLIK Luas (Ha)
1. RTH makam 178,45
2. RTH lapangan dan stadion 220,68
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 87
Tabel 2.28
Pengurusan KK, KTP dan Akte Kelahiran
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
KK
KTP
Prosentase 85 85 86 86 86
Akte Kelahiran
II - 88 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
kecamatan sebanyak 50.039, sedangkan yang mengurus akte
kematian sebanyak 1.690 orang atau hanya 13.10 persen pada
tahun 2006, 1.942 orang atau hanya 13.40 persen pada tahun
2007, 1.776 orang atau hanya 12.20 persen pada tahun 2008,
2.792 orang atau hanya 31.52 persen pada tahun 2009 dan
4.634 orang atau hanya 38.13 persen pada tahun 2010
sehingga sampai dengan akhir 2010 yang mengurus akte
kematian sebanyak 12.834 orang atau hanya 25.65 persen. Hal
ini menunjukkan bahwa kesadaran warga Kota Surabaya
dalam mengurus akte kematian masih rendah, karena pada
umumnya yang mengurus akte kematian hanya masyarakat
tertentu yang memiliki kepentingan/tujuan tertentu misalnya
untuk kepentingan pengurusan warisan. Dalam meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap masalah tersebut, Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil telah melaksanakan
sosialisasi mengenai pelayanan kependudukan dari
Pencatatan Sipil kepada masyarakat melalui Camat dan Lurah.
Peningkatan pelayanan administrasi kependudukan
diukur berdasarkan kecepatan waktu pelayanan pengurusan
KTP, KK, akte kelahiran dan akte kematian Rata-rata tenggang
waktu penyelesaian pengurusan KTP telah mencapai 1 hari.
Sehingga kecepatan waktu yang dibutuhkan untuk mengurus
KTP mulai dari memasukkan surat pengantar di Kecamatan
hingga tercetaknya KTP sudah sesuai dengan target yang
diharapkan. Demikian halnya dengan pengurusan Kartu
Keluarga, Akte Kelahiran, dan Akte kematian, apabila semua
persyaratan sudah lengkap maka masing–masing telah mampu
mencapai target waktu yang telah ditetapkan, yaitu 5 (lima)
hari untuk pengurusan Kartu Keluarga serta 6 (enam) hari
untuk pengurusan Akte Kelahiran dan Akte Kematian.
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan
sebagaimana dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor
5 tahun 2011 menyatakan bahwa setiap penduduk berhak
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 89
mendapatkan pelayanan pendaftaran penduduk dan
pencatatan sipil. Urusan Kependudukan dan Catatan Sipil
diarahkan pada Peningkatan Pelayanan Kependudukan dan
Pencatatan Sipil sehingga dapat meningkatkan kualitas
layanan kependudukan bagi masyarakat secara mudah, cepat,
dekat dan dengan biaya yang terjangkau.
Upaya Pemerintah Kota Surabaya dalam memberikan
kemudahan layanan administrasi kependudukan selain layanan
yang dilakukan di 31 kecamatan dan 24 kelurahan adalah
layanan counter KTP di Mall, layanan mobil keliling dan
layanan di taman.
Pelayanan perpanjangan KTP dan akta kelahiran di
Mall pada bulan Juni sampai dengan Oktober tahun 2010 rata-
rata mencapai kurang lebih 2.998 pemohon. Sedangkan
pelayanan malam hari yang dilakukan pada 10 kecamatan
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.29
Pelayanan Perpanjangan KTP dan Akta Kelahiran
Pada Malam Hari di 10 Kecamatan
PELAYANAN JAM 15.30 S/D 20.00
NO KECAMATAN
KTP KK Lain2 Total
II - 90 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Selain upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah
Kota Surabaya, kesadaran masyarakat akan pentingnya
dokumen administrasi kependudukan juga merupakan faktor
yang mendukung. Berbeda dengan pengurusan dokumen
Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan Akte Kelahiran,
untuk pengurusan dokumen Akte Kematian bagi warga Kota
Surabaya masih perlu ditingkatkan. Hal ini dikarenakan
beberapa warga Kota Surabaya mengurus Akte Kematian di
saat warga masyarakat tersebut memiliki kepentingan/tujuan
tertentu, misalnya untuk pengurusan warisan.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 91
Terkait dengan tingkat partisipasi angkatan kerja
perempuan di Surabaya ada perbaikan di mana pada tahun
2009 tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan sebesar
2,51 , pada tahun 2010 meningkat menjadi 2,63. Ini
mengidikasikan semakin meningkatnya perempuan yang
beraktifitas bekerja.
j. Sosial
Penanggulangan Masalah Sosial bertujuan untuk dapat
meningkatkan kualitas hidup bagi penyandang masalah sosial
dengan sasaran meningkatnya pelayanan bagi Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Jumlah Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang tertangani
sebanyak 2.707 orang pada tahun 2006, 3.588 orang pada
tahun 2007, 5.333 orang pada tahun 2008 dan 10.203 orang
pada tahun 2009. Adapun penanganan PMKS pada tahun
2010 sebesar 15,699 orang atau 38.95 persen. Upaya yang
telah dilakukan Pemerintah Kota dalam penanganan PMKS
antara lain Peningkatan kualitas pelayanan, sarana dan
prasarana rehabilitasi sosial PMKS, Pembinaan dan pelatihan
ketrampilan bagi lanjut usia, Peningkatan kualitas SDM
keluarga miskin yang berprestasi, Pembinaan mental sosial
bagi PMKS, Pembinaan Tenaga Kerja Sosial Masyarakat serta
Bimbingan teknis penanganan PMKS dan Pendataan PMKS.
Banyaknya jumlah PMKS di Kota Surabaya
menunjukkan bahwa Kota Surabaya merupakan salah satu
daerah tujuan urbanisasi bagi PMKS, sehingga anggaran yang
dialokasikan Pemerintah Kota Surabaya untuk pelayanan
PMKS tidak akan optimal bilamana Pemerintah Propinsi dan
Kabupaten/Kota lain tidak melakukan upaya penanganan
sesuai dengan MoU antara Gubernur Jawa Timur dengan
Bupati/Walikota Se Jawa Timur Nomor: 120.1/037.012/2004
dan 462.1543.4/436.1.2/2004 tanggal 27 April 2004 tentang
II - 92 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Kerjasama Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS) khususnya anak jalanan, wanita tuna susila,
gelandangan, gelandangan psikotik dan pengemis bertempat di
Gedung Bank Jawa Timur Jl. Basuki Rachmad No. 98 - 104
Surabaya pukul 13.00 WIB disaksikan oleh Ketua DPRD
Kabupaten/ Kota Se Jawa Timur dan sejumlah pejabat di
Provinsi Jawa Timur dan ditindaklanjuti dengan Kesepakatan
Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan
Pemerintah Kota Surabaya tentang Kerjasama Pembangunan
Daerah dengan Nomor Surat 120.1/84/012/2009 dan
415.4/4167/436.2/2009 tanggal 1 September 2009.
Gambar 2. 21
Kondisi Eksisting Jumlah Koperasi Skor Baik di Surabaya
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 93
Kota Surabaya merupakan kota yang sangat kondusif
bagi pertumbuhan koperasi, salah satu bukti nyata adalah
keberadaan Koperasi Wanita (Kopwan) terbesar ada di
Surabaya yang anggotanya mencapai lebih dari 4000 orang.
Angka tersebut belum ditambah jumlah ratusan koperasi lain
yang saat ini eksis di Surabaya. Secara detail perkembangan
jumlah koperasi yang ada di Surabaya pada periode 2006 –
2008 tersaji dalam Gambar 2.21.
Pertumbuhan jumlah koperasi di Surabaya tak lepas
dari intervensi pemerintahan, baik Kementrian Koperasi dan
UKMK maupun Dinas Koperasi di tingkat Daerah. Bentuk
intervensi yang dilakukan diantaranya melalui:
penyelenggaraan diklat perkoperasian bagi pengurus;
pendampingan RAT; Bantuan modal bergulir; bantuan
pemasaran; dan pendampingan usaha.
Diharapkan pada tahun-tahun berikutnya, perhatian
pemerintah terhadap pembinaan koperasi tetap serius seperti
tahun-tahun lalu, karena terbukti bahwa tanpa intervensi
pemerintah koperasi dan UKM tidak akan mampu menjadi
besar. Sinergi antara pemerintah dan masyarakat inilah yang
dperlukan untuk memperkuat ekonomi rakyat.
II - 94 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Gambar 2.22
Jumlah UKM Berdasarkan Ijin di Surabaya
Tahun 2006-2009
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 95
kegiatan perekonomian dan pusat pemerintahan, sehingga
konsentrasi pedagang kaki lima di Surabaya Pusat tentu tak
terelakkan lagi. Berikut data jumlah PKL berdasarkan wilayah
administratifnya:
Tabel 2.30
Jumlah PKL Berdasarkan Wilayah Administratif
II - 96 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
kotor, belum lagi fasilitas umum yang mereka gunakan untuk
menggelar dagangannya, seperti trotoar, jalan, atau saluran.
PKL pun seolah-olah oleh sebagian masyarakat mengganggu
kenyamanan namun sebagian masyarakat beranggapan
keberadaan mereka juga menguntungkan untuk
mendapatkan makanan dan minuman yang murah dan cepat.
Guna mengatasi hal tersebut, maka Pemerintah Kota
Surabaya telah melakukan satu bentuk perencanaan
pengelolaan sentra PKL. Sentra-sentra tersebut akan
dibangun di beberapa titik yang menjadi titik konsentrasi PKL.
Sentra yang dibangun tentu saja telah memenuhi standar
kelayakan baik dari sisi kebersihan maupun keindahan dan
kenyamanan. Sentra tersebut diprioritaskan bagi PKL yang
ada disekitar lokasi sentra. Melalui manajemen pemgelolaan
sentra yang baik, diharapkan sentra-sentra PKL akan
berkembang menjadi potensi wisata tersendiri. Beberapa
sentra PKL yang telah terbentuk adalah Urip Sumoharjo,
Terminal Manukan, Bungkul, Rungkut Asri, Karah,
Dharmawangsa, Penjaringan, Sukomanunggal, Taman
Prestasi, Ketabang, Wiyung, Gayungan, Putroagung dan
Indrapura.
Pemerintah kota Surabaya juga telah memberikan
pembinaan pada PKL melalui pelatihan manajemen usaha,
sosialisasi tentang pentingnya kesehatan produk, masalah
perijinan, pemberian modal bergulir, pengelolaan limbah, dan
bantuan peralatan ringan.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 97
(PMA) menunjukkan angka 264 (2006), 286 (2007), 323
(2008), 364 (2009) dan 437 (2010). Sementara, perkembangan
PMDN pada 2006 sampai 2010 di Kota Surabaya menunjukkan
angka persetujuan 353 (2006), 359 (2007), dan 367 (2008) ,
375 (2009) dan 385 (2010). Selama 5 tahun terakhir tercatat
angka persetujuan PMA 173 dan PMDN 32. Berikut
rekapitulasi perkembangan PMDN dan PMA di Surabaya yang
tersaji pada tabel 2.31 dibawah ini.
Tabel 2.31
Akumulasi Perkembangan Angka Persetujuan Investasi
PMDN dan PMA di Kota Surabaya
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
PMA 264 286 323 364 437
PMDN 353 359 367 375 385
Sumber : Badan koordinasi pelayanan dan Penanaman Modal
Tabel 2.32
Nilai Investasi di Kota Surabaya Tahun 2005-2008
Nilai Investasi
Tahun
PMDN (Juta Rp) PMA (US$)
2005 366.456.835 157.611.742
2006 941.386.000 234.087.111
2007 275.075.540 397.436.992
2008 682.144.172 558.827.182
Total 2.265.062.547 1.347.963.027
Rata-Rata 566.265.637 336.990.757
Sumber, BPS, Jawa Timur dalam Angka, 2010
II - 98 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Rp. 298.301.583.900 dan $93.516.647 dan 10 PMDN dengan
nilai investasi Rp 1.796.505.846.000. Dan total penambahan
angka persetujuan PMA dan PMDN pada tahun 2010
sebanyak 83 perusahaan atau meningkat sebesar 11,23%
dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebesar 5%.
Sedangkan jika dilihat dari besaran nilai investasi yang
telah terjadi di Kota Surabaya selama tahun 2005-2008.
Investasi PMDN mengalami fluktuatif, sedangkan untuk PMA
cenderung meningkat setiap tahunnya. Mesipun demikian
secara nilai nominalnya, investasi PMDN masih lebih besar
dibandingkan dengan PMA. Ini berarti bahwa baik investor lokal
maupun investor asing masing percaya bahwa Surabaya masih
merupakan alternatif wilayah terbaik untuk melakukan
investasi dan pengembangan usaha. Secara lengkap besarnya
investasi tahun 2005-2008 dapat dilihat pada tabel 2.32.
Perkembangan investasi sebagaimana digambarkan
diatas, setidaknya harus tetap menjadi perhatian bagi semua
pihak dalam hal kelengkapan infrastruktur yang memadai,
kesiapan SDM yang berkualitas, pemberian layanan perijinan
yang prima serta jaminan stabilitas keamanan yang mantap
serta peraturan daerah berikut aturan pendukungnya termasuk
dalam pengimplementasiannya, sudah tidak dapat ditawar –
tawar lagi dalam mendorong pertumbuhan investasi di Kota
Surabaya.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 99
sebanyak 61.714 obyek dan sampai dengan akhir tahun 2010
terdapat pelanggaran Perda sebanyak 68.647 obyek. Dari
seluruh obyek tersebut, pada tahun 2006 pelanggaran Perda
yang berhasil ditindaklanjuti adalah sebanyak 43.574 obyek.
Pada tahun 2007 pelanggaran Perda yang berhasil
ditindaklanjuti adalah sebanyak 44.652 obyek, pada tahun
2008 pelanggaran Perda yang berhasil ditindaklanjuti adalah
sebanyak 54.440 penindakan, pada tahun 2009 pelanggaran
Perda yang berhasil ditindaklanjuti adalah sebanyak 62.685
penindakan dan pada tahun 2010 pelanggaran Perda yang
berhasil ditindaklanjuti adalah sebanyak 63.114 obyek.
n. Pemerintahan Umum
1. Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Kinerja
Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas
Kinerja dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja dan
akuntabilitas dari instansi pemerintah kota serta
mendorong terwujudnya praktik kepemerintahan yang baik
dan bersih. Hal tersebut dapat dilihat dari pelanggaran
disiplin aparatur Pemerintah Kota Surabaya, dimana
selama tahun 2006- 2010 pelanggaran hukum dan disiplin
aparatur terus menurun mulai dari 382 pelanggaran
hukum dan disiplin aparatur menurun sampai 108
pelanggaran hukum dan disiplin aparatur. Penurunan
pelanggaran hukum dan disiplin aparatur Pemerintah Kota
Surabaya tersebut menunjukkan semakin efektifnya
pelaksanaan peningkatan pengawasan dan akuntabilitas
kinerja pemerintah Kota Surabaya.
II - 100 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Gambar 2. 23
Jumlah Sanksi Pelanggaran Hukum Dan Disiplin Aparatur
Pemkot Surabaya
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 101
lembaga legislatif dan Pemerintah Kota dapat
menyelesaikan 24 raperda dari 27 raperda yang diproses.
3 raperda yang belum dapat disahkan menjadi peraturan
daerah yaitu Raperda tentang Pajak Daerah, Raperda
tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan,
Raperda tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu
Tanda Penduduk. Beberapa Raperda yang masuk belum
seluruhnya dapat disahkan menjadi peraturan daerah
disebabkan semakin komplek dan cepatnya
perkembangan permasalahan yang ada di masyarakat.
Upaya untuk menyelesaikan hambatan tersebut antara
lain adalah mengefektifkan koordinasi, komunikasi dan
sinkronisasi dalam menyikapi permasalahan yang ada di
masyarakat dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah
Propinsi dan Instansi terkait.
Tabel 2.33
Rekapitulasi Pemrosesan Raperda Menjadi Perda
Thn Sisa Se Se
Jum Sele Si Sel Si Sele Si Si Si
berja Thn le le
lah sai sa esai sa sai sa sa sa
lan Lalu sai sai
2006 10 12 22 17 5 3
2007 10 5 15 7 8
2008 8 8 16 12 4
2009 15 4 19 14 5
2010 22 5 27 24 3
II - 102 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Rata-rata penyelenggaraan publik hearing sampai dengan
akhir tahun 2010 sebanyak 3 kali.
Persentase keluhan masyarakat yang
ditindaklanjuti menggambarkan tingkat responsifitas
lembaga legislatif dalam menanggapi dan
mengakomodasi keinginan/keluhan masyarakat. Jumlah
keluhan masyarakat yang diterima sebanyak 185 keluhan
pada tahun 2006, 320 keluhan pada tahun 2007, 207
keluhan pada tahun 2008 dan 135 keluhan pada tahun
2009 dan 152 keluhan pada tahun 2010, sehingga sampai
dengan akhir tahun 2010 jumlah keluhan masyarakat yang
diterima menjadi sebanyak 999 keluhan. Dari jumlah
tersebut, pada tahun 2006 telah ditindaklanjuti sebanyak
125 keluhan, 252 keluhan pada tahun 2007, 164 keluhan
pada tahun 2008 dan 68 keluhan pada tahun 2009, 125
keluhan pada tahun 2010.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 103
9001:2000 tahun 2003 atas pelayanan-pelayanan: Ijin
Mendirikan Bangunan, Surat Ijin Usaha Perdagangan,
Tanda Daftar Perdagangan, dan Uji Kir Kendaraan yang
berlaku 3 tahun dan telah diperpanjang masa
berlakunya.
Jumlah Kecamatan yang menerapkan
pelayanan perijinan. Pelayanan IMB telah
didesentralisasikan ke beberapa kecamatan. Hal ini
dimaksudkan agar mendekatkan pelayanan kepada
masyarakat dan mempercepat pelayanan akibat tidak
terkonsentrasinya proses perijinan. Adapun perijinan
yang diterapkan di Kecamatan adalah Surat Keterangan
Rencana Kota (SKRK) dan atau IMB untuk bangunan
tempat tinggal satu lantai dengan luas tanah ≤ 200 m2,
mulai pemberkasan sampai dengan penerbitan IMB.
Sampai dengan akhir tahun 2009 semua kecamatan
Kota Surabaya yaitu 31 kecamatan telah menerapkan
pelayanan perijinan. Atas upaya-upaya yang telah
dilakukan dalam bidang perijinan, maka Pemerintah Kota
Surabaya berhasil mendapatkan penghargaan JPIP
Otonomi Award Regional in Leading Breakthrouht on
Publik Service di berikan oleh The Jawa Pos Institue of
Pro-Otonomi (JPIP) pada tahun 2009.
II - 104 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
terhadap Aparatur adalah Diklat Teknis, Diklat Struktural,
dan Diklat Fungsional.
Pegawai yang mengikuti Diklat sebanyak 1.939
pegawai pada tahun 2006, 1.564 pegawai pada tahun
2007, 2.333 pegawai pada tahun 2008, 5.219 pegawai
pada tahun 2009,dan 2.971 pegawai pada tahun 2010.
Sehingga pada akhir tahun 2010, jumlah pegawai yang
mengikuti diklat menjadi sebanyak 14.026 pegawai.
Diklat tersebut terbagi menjadi Diklat teknis yang diikuti
oleh 12.411 pegawai serta Diklat struktural yang diikuti
oleh 1.503 pegawai serta diklat fungsional bagi PNS 112
pegawai. Peserta diklat yang telah melaksanakan tugas
sesuai dengan diklat yang diikuti sebanyak 1.939
pegawai (80%) pada tahun 2006, 1.380 pegawai
(88,24%) pada tahun 2007, 1.947 pegawai (83,45%)
pada tahun 2008 dan 4.869 pegawai (93,29%) pada
tahun 2009, dan 2719 pegawai tahun 2010
(91,52%).Sehingga sampai dengan akhir tahun 2010
peserta diklat yang telah melaksanakan tugas sesuai
dengan diklat yang diikuti menjadi sebanyak 12.854
(91,64%). Apabila dibandingkan dengan target yang
sudah ditetapkan maka capaiannya adalah 100% pada
tahun 2006, 110,30% pada tahun 2007, 104,31% pada
tahun 2008, 116,61% pada tahun 2009 dan 114,40%
pada tahun 2010.
Upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
kinerja adalah memberi kesempatan kepada aparatur
yang memiliki kualitas dan kompetensi tertentu untuk
mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Struktural dan
Teknis, melaksanakan penyusunan formasi secara
cermat terhadap kebutuhan personil organisasi
berdasarkan kualifikasi, kualitas maupun kuantitasnya,
melaksanakan pembinaan pegawai, melaksanakan
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 105
pelayanan administrasi kepegawaian yang prima,
melaksanakan upaya-upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan pegawai, serta melaksanakan mutasi
pegawai, promosi dan rotasi.
5. Kearsipan
Urusan kearsipan dilakukan melalui Program
penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan dengan
sasaran meningkatnya tertib administrasi pemerintahan.
Capaian sasaran program ini diukur melalui indikator
Persentase SKPD/unit kerja yang melaksanakan tertib
administrasi.
Menurut UU No. 43 Tahun 2009 menyatakan
bahwa Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa
dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
di buat dan diterima oleh lembaga Negara, Pemerintah
Daerah, Lembaga Pendidikan, perusahaan, organisasi
politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan
dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Perbaikan Sistem Administrasi Kearsipan
bertujuan untuk menyelamatkan, melestarikan dan
memperbaiki sistem administrasi kearsipan dengan
meningkatkan kapasitas penyimpanan arsip daerah.
Kegiatan yang dilaksanakan Pemerintah Kota dalam
upaya melestarikan kearsipan adalah penataan dan
pendataan sistem kearsipan daerah, Pengadaan sarana
prasarana sistem penyimpanan, pengolahan,
pemeliharaan dan penyelamatan sistem kearsipan
daerah serta pembinaan sistem kearsipan.
Dari seluruh SKPD yang ada, pada tahun 2006
sebanyak 31 SKPD telah melaksanakan tertib
II - 106 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
administrasi, 9 SKPD pada tahun 2007,10 SKPD pada
tahun 2008, 18 SKPD pada tahun 2009 dan 3 SKPD
pada tahun 2010 sehingga sampai dengan akhir tahun
2010 SKPD yang telah melaksanakan tertib administrasi
sebanyak 71 SKPD. Maka terjadi peningkatan jumlah
SKPD yang telah melaksanakan tertib administrasi
sebanyak 44,29% pada tahun 2006, 57,14% pada tahun
2007, 71,42% pada tahun 2008, 95,77% pada tahun
2009 dan 100% pada tahun 2010.
Atas upaya-upaya yang telah dilakukan dalam
meningkatkan kualitas kearsipan, Pemerintah Kota
Surabaya berhasil mendapatkan penghargaan
penyelenggaraan dan pembinaan sistem kearsipan
sehingga terwujud peningkatan mutu penyelenggaraan
kearsipan pemerintah daerah Kota Surabaya dari Arsip
Nasional Republik Indonesia (ANRI) pada tahun 2008.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 107
Tabel 2.34
Ekspor Impor Non Migas Kota Surabaya Tahun 2005-2009
TAHUN 2005 2006 2007 2008 2009
NILAI (US$) 7.044.400.900 8.944.983.885 11.476.675.627 11.403.436.885 10.595.003.087
TINGKAT 46,08 26,98 28,3 -0,64 -7,09
PERUBAHAN
(persen)
EKSPOR
Volume (Kg) 5.794.278.265 6.981.942.708 7.815.033.190 7.152.617.178 7.094.070.094
TINGKAT 11,54 20,5 11,93 -8,48 -0,82
PERUBAHAN
(persen)
NILAI (US$) 5.490.991.377 5.583.966.005 7.606.630.962 11.261.739.913 8.806.632.932
TINGKAT 17,61 1,69 36,22 48,05 -21,80
PERUBAHAN
(persen)
IMPOR
Volume (Kg) 11.574.632.864 11.018.958.649 12.933.365.479 14.451.552.160 12.508.082.078
TINGKAT 25,18 -4,8 17,37 11,74 -13,45
PERUBAHAN
(persen)
Sumber : Bank Indonesia, Surabaya
Perdagangan luar negeri, realisasi nilai ekspor-impor
Kota Surabaya masih pada kondisi yang fluktuatif selama
periode 2005-2008. Dilihat dari sisi nilai maupun volume
ekspor belum menunjukkan kondisi yang optimal dan
cenderung menurun pada dua tahun terakhir. Nilai ekspor
Surabaya pada tahun 2005 mencapai US$ 7,044 millyar atau
mengalami kenaikan cukup tinggi sebesar 48,08%
dibandingkan tahun 2004. Tahun 2006 nilai ekspor
mengalami kenaikan sebesar 26,96% dibandingkan tahun
2005. Tahun 2007 meningkat lebih tinggi dibandingkan
kenaikan pada tahun 2006 yaitu sebesar 28,30%. Tetapi
tahun 2008 tingkat kenaikan ekspor justru turun drastis
dibandingkan tahun 2007 yaitu sebesar -0,64% dan lebih
rendah lagi sebesar -7,09% pada tahun 2009.
Selama lima tahun terakhir rata-rata nilai ekspor
Surabaya sebesar US$ 9,892 milyar dengan volume ekspor
sebesar 6.967.588.287 kg. Turunnya nilai maupun volume
ekspor dimungkinkan karena krisis ekonomi global yang
melanda dunia pada tahun 2008 sampai dengan awal tahun
2009.
Sedangkan pada posisi impor Kota Surabaya, justru
nilai maupun impor meningkat dari tahun 2006-2008 dan
turun pada tahun 2009. Secara rata-rata selama lima tahun
terakhir nilai impor Kota Surabaya sebesar US$ 7.749 milyar
dengan volume impor sebesar 12.495.377.380,95 kg.
Demikian halnya nilai ekspor selama tahun 2005-2007
meningkat, namun tahun 2008 dan 2009 cenderung
menurun, namun tetap terjadi ekspor netto sebesar US$
1,803 milyar walaupun dari sisi volume justru minus sebesar
12,712 milyar kg.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 109
b. Pariwisata
Surabaya merupakan kota muliti etnis yang kaya
akan budaya, beragam etnis telah bermigrasi ke Surabaya.
Oleh karena itu sebagai kota yang telah cukup lama berdiri
dengan ragam sejarah dan budaya, tentunya terdapat banyak
potensi pariwisata di Kota Surabaya yang dapat dinikmati
oleh wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.
Tempat - tempat yang sangat berpotensi yang dapat dijadikan
sebagai tempat wisata, mulai dari obyek–obyek wisata
bersejarah, sampai dengan pada obyek–obyek wisata yang
sebenarnya memiliki potensi kuat untuk dikunjungi sebagai
tempat wisata. Selain itu munculnya berbagai macam mall
dan fasilitas hiburan belanja yang beragam, dapat menambah
daya tarik terbesar bagi Surabaya untuk berubah menjadi
kota tujuan wisata dan hal ini seiring dengan perkembangan
surabaya sebagai kota perdagangan dan jasa.
Tabel 2.35
Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara
ke Kota Surabaya Tahun 2006 – 2010
TAHUN
NO. Wisatawan
2006 2007 2008 2009 2010
1. Wisatawan 1.988.423 2.194.867 7.017.011 7.230.202 7.544.997
Domestik
II - 110 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
c. Pertanian
Peran sektor pertanian dalam struktur ekonomi kota
surabaya relatif kecil dan cenderung menurun, yaitu sebesar
0.13 persen pada Tahun 2006 dan cenderung menurun pada
tahun berikutnya, yaitu 0.11 persen pada Tahun 2007 dan
0.10 persen pada Tahun 2008.
Ditinjau dari kontribusi terhadap Ruang Terbuka Hijau
(RTH), lahan pertanian merupakan sektor terbesar kedua
yang memberikan sumbangan terhadap Ruang Terbuka Hijau
(RTH) setelah lahan kosong, serta memiliki nilai tertinggi
dalam hal tingkat produktivitas dibandingkan dengan kategori
dalam RTH lainnya. Dengan demikian, selain untuk
kepentingan estetika dan perbaikan kualitas lingkungan,
pengembangan RTH di masa mendatang dapat diarahkan
untuk peningkatan produktivitas dalam rangka peningkatan
kontribusinya pada sektor ekonomi daerah.
Salah satu langkah meningkatkan ketahanan pangan
lokal, pemerintah daerah mengembangkan pertanian
perkotaan (urban farming). Untuk beberapa tahun ke depan,
program ini belum bisa diharapkan dalam meningkatkan
sumbangan sektor pertanian terhadap ekonomi daerah
karena membutuhkan waktu pengembangan dan
pemantapan program. Namun, target jangka pendek program
ini adalah untuk menekan social cost untuk kalangan
masyarakat miskin sehingga diharapkan mampu
meningkatkan kesejahteraan mereka.
Adapun sub sektor pertanian yang dikembangkan
dalam urusan pilihan pertanian adalah pertanian tanaman
pangan dan peternakan.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 111
c.1. Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan
Produksi terbesar hasil pertanian Kota Surabaya
adalah Tanaman pangan yaitu padi sedangkan produksi
lainnya adalah jagung, kacang-kacangan, ubi kayu, sayur-
mayur dan buah-buahan. Untuk Kota Surabaya, kawasan
pertanian umumnya tersebar di daerah pinggiran yaitu
Kecamatan Jambangan, Wiyung, Gunung Anyar, Benowo,
Sukolilo, Lakarsantri, Karangpilang, Sambikerep dan Pakal
serta sebagian kecil di Kecamatan Wonocolo,
Mulyorejo,Kenjeran, Tandes, Rungkut dan Sukomanunggal.
II - 112 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
seperti Gayungan, Tandes, Pakal, Mulyorejo, Jambangan,
Karangpilang, Sambikerep, Lakarsantri, Benowo,
Gununganyar dan Kenjeran.
Tabel 2.36
Populasi Ternak dan Unggas Menurut Jenisnya
di Kota SurabayaTahun 2005-2009
Populasi (ekor)
Jenis Ternak
2005 2006 2007 2008 2009
Sapi 222 409 448 112 340
Sapi Perah 780 696 759 751 799
Kerbau 32 42 20 0 32
Kuda 24 28 16 0 0
Kambing 2,845 5,383 6,041 3,216 6,605
Domba 400 950 652 587 487
Itik 1,076 7,666 7,361 4,548 3,678
Ayam 17,034 83,720 84,260 45,178 27,989
Sumber : Dinas Pertanian Kota Surabaya, 2009
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 113
Tabel 2.37
Realisasi Jumlah Produk Peternakan yang Diawasi Tahun
2007-2010
JENIS DAGING Thn 2007 Thn 2008 Thn 2009 Thn 2010
(Ton) (Ton) (Ton) (Ton)
Sapi / Kerbau 16.572,19 15.095,80 13.527,30 14.991,80
II - 114 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Tabel 2.38
Produksi Ikan Laut Menurut Daerah Asal Tahun 2006 – 2009
2006 2007 2008 2009
Kecamatan
Σ persen Σ persen Σ Persen Σ persen
Gn. Anyar 270,51 2,86 19,62 0,23 269,55 3,16 283,03 3,04
Rungkut 405,76 4,29 416,33 4,99 247,82 2,90 260,22 2,80
Mulyorejo 434,14 4,59 550,28 6,45 458,64 5,37 481,58 5,17
Bulak 4.653,50 49,20 4.767,35 55,88 1.893,82 22,19 1.988,56 21,37
Asemrowo 1.823,57 19,28 534,07 6,26 2.470,98 28,96 2.594,59 27,88
Benowo 787,88 8,33 856,55 10,04 391,65 4,59 411,24 4,42
Krembangan 461,57 4,88 493,12 5,78 239,63 2,81 251,62 2,70
Kenjeran 621,40 6,57 894,09 10,48 2.561,17 30,01 2.689,39 28,90
Sukolilo - - - - 330,34 3,87 346,87 3,73
Jumlah 9.458,33 8.531,41 8.863,60 9.307,01
Sumber : Dinas Pertanian Kota Surabaya
Daerah Bulak sebagai daerah terbesar hasil produksi
lautnya, memiliki jumlah nelayan yang paling banyak pula
yaitu 647 orang, diikuti oleh kecamatan Asemrowo sebanyak
527 orang, dan Kenjeran 228 orang. Sebagian besar nelayan
menamatkan pendidikan hanya pada tingkat Sekolah Dasar.
Dengan jumlah produksi sebanyak 4 kali panen
selama setahun, pada tahun 2006 dengan luas areal
budidaya tambak 2.127,35 Ha produktivitas hasil perikanan
budidaya udang mencapai 773 kg/ha dan di tahun 2007
dengan areal 1.125,35 Ha mencapai 795,30 kg/Ha. Pada luas
areal budidaya yang sama yaitu sebesar 1.036,08 Ha, di
tahun 2008 produktivitas budidaya udang mencapai 814,72
kg/Ha, tahun 2009 mencapai 877,75 kg/Ha, serta pada tahun
2010 mencapai 864 kg/Ha.
II - 116 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
bergairah, seolah kota tIdak merasa krisis global yang terjadi tahun
akhir 2009, bahkan tidak sedikit mall-mall baru untuk menjawab
ramainya perdagangan di kota pahlawan ini. Budaya belanja
(shopping) dan budaya hidup praktis sangat menyuburkan sektor
perdagangan. Ini juga menunjukkan daya beli masyarakat relatif
stabil.
Ekonomi Surabaya berkembang ke arah ekonomi yang
digerakkan oleh sektor perdagangan dan jasa, sebagaimana
terjadi pada kota-kota lain di dunia. Potensi besar Kota Surabaya
tersebut dapat terlihat dari semakin dominannya kontribusi sektor
perdagangan dan jasa dalam PDRB. Peningkatan sektor
perdagangan dan jasa tentunya menimbulkan dampak multiplier
effect pada lainnya seperti sektor pengangkutan dan komunikasi
serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang
selama ini sebagai supporting pada sektor perdagangan dan jasa.
Daya saing ekonomi kota Surabaya dilihat dari daya beli
masyarakat nya, relatif paling tinggi di bandingkan kota atau
kabupaten yang ada di Jawa Timur, hal ini dapat di lihat dari data
SUSENAS yang di terbitkan oleh BPS, pada tahun 2009,
persentase penduduk surabaya yang berpengeluaran di atas Rp
500.000,- per bulan perkapita sebanyak 46,36 persen, sedangkan
dibanding seluruh penduduk Jawa Timur, hanya sebanyak
16,74% penduduk saja yang berpengeluaran di atas Rp 500.000,-
per bulan perkapita. Demikian juga dari sisi angka pengeluaran
konsumsi rumah tangga per kapita, rata-rata pengeluran penduduk
Surabayasebesar Rp 640.224,- perkapita per bulan. dengan
komposisi 55,96 % untuk konsumsi non makanan dan 44,04 %
untuk konsumsi makanan. Artinya dengan komposisi tersebut
menunjukkan kemampuan daya beli masyarakat kota
Surabayarelatif cukup tinggi tercemin sebagian besar pengeluaran
rumah tangga penduduk Surabayadi gunakan untuk memenuhi
kebutuhan non pangan.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 117
II.4.2 FOKUS FASILITAS WILAYAH / INFRASTRUKTUR
Pembangunan Infrastruktur akan meningkatkan mobilitas
manusia dan barang antar daerah dan antar kabupaten/kota, yang
meliputi fasilitas transportasi (jalan, jembatan, pelabuhan), fasilitas
kelistrikan, fasilitas komunikasi, fasilitas pendidikan dan fasilitas air
bersih. Tersedianya infrastruktur yang memadai merupakan nilai
tambah bagi perwujudan pembangunan suatu kota.
a. Aksesbilitas Daerah
Surabaya selain sebagai sebuah kota pemerintahan
yang berdiri sendiri sebagai kota juga sebagai ibukota propinsi,
sehingga dengan posisi seperti ini Surabaya sangat diuntungkan
dengan adanya infrastruktur penunjang ekonomi seperti seperti
Terminal Purabaya, Pelabuhan Tanjung Perak, Bandara
Internasional Juanda dan Stasiun Kereta Api Gubeng, yang
mempunyai peran cukup strategis dan diperhitungkan dalam
menentukan arah kebijakan pembangunan ekonomi Propinsi
Jawa Timur dan juga alur distribusi perdagangan wilayah
Indonesia khususnya Indonesia Timur. Beberapa aspek daya
saing dalam bidang aksebilitas daerah kota surabaya adalah
sebagai berikut :
Tabel 2.39
Volume Bongkar/muat Antar Pulau dan Luar Negeri di Pelabuhan
Tanjung Perak
Bongkar muat Barang Bongkar muat Peti Kemas
Tahun
Jumlah peti
Bongkar Muat Tonase
kemas
2004 15.038.957 10.182.759 1.089.660 16.165.856
2005 6.948.637 6.874.140 1.042.175 13.642.506
2006 16.852.207 14.397.846 1.238.350 18.117.318
2007 18.502.143 14.648.097 1.363.480 20.255.331
2008 21.399.074 16.076.786 1.441.235 22.093.689
Sumber : BPS Kota Surabaya “ Surabaya Dalam Angka 2010”
II - 118 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Tabel 2.40
Arus lalu lintas penumpang domestik dan Internasional
Pelabuhan Udara Juanda
Penumpang Bagasi Banyaknya Cargo
Tahun
Tiba Berangkat Tiba Berangkat Bongkar Muat
b. Penataan wilayah
Sebagaimana renacana Tata Ruang wilayah kota
surabaya, Kota surabaya sebagai kota jasa dan perdagangan
maka penataan kawasan perdagangan dan jasa dalam penataan
dan pemanfaatan ruang wilayah Kota Surabaya dikembangkan
dalam skala pelayanan sebagai berikut :
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 119
• Unit pengembangan dan lingkungan tersebar pada setiap
pusat Unit Pengembangan dan pusat lingkungan perumahan.
II - 120 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Kawasan perkantoran dilakukan dengan
mempertahankan fungsi perkantoran yang telah ada. Selain itu
dilakukan pula pemusatan layanan perkantoran
pemerintah/pemerintah provinsi/pemerintah daerah secara
berhirarki pada kawasan pelayanan publik dan pengembangan
perkantoran swasta pada pusat-pusat pelayanan kota.
Sementara Kawasan Industri yang merupakan salah
satu potensi ekonomi Kota Surabaya selain perdagangan dan
jasa, dikembangkan sebagai kawasan industri yang ramah
lingkungan. Dikembangkan buffer zone yaitu zona pembatas
atau penyangga kawasan yang berfungsi sebagai pembatas
aktivitas industri, dapat berupa jalur hijau, danau pada kawasan
industri besar dan menengah untuk upaya konservasi
lingkungan. Peran industri kecil dan industri rumah tanggapun
ditingkatkan sebagai sentra industri yang berbasis komunitas.
Pariwisata Kota Surabaya terintegrasi dengan berbagai
kawasan fungsional kota lainnya sehingga obyek wisata yang
dikembangkan adalah obyek wisata tematik terintegrasi sebagai
satu sistem kepariwisataan baik di dalam kota maupun sekitar
wilayah kota. Sebagai kota perdagangan dan jasa maka
disediakan area khusus untuk pameran produk wisata dan
pembangunan serta gelar event wisata. Obyek wisata potensial
yang juga akan dikembangkan adalah ODTW yang berbasis
bahari.
Kawasan ruang terbuka non hijau dikembangkan
sebagai satu kesatuan sistem yang menghubungkan sistem
jaringan dalam kawasan maupun antar kawasan budidaya dan
mengembangkan estetika dan kenyamanan pada setiap
kawasan ruang terbuka non hijau.
Pemerintah Kota telah melakukan penghijauan kota
dalam bentuk penanaman pohon secara mandiri dengan
menggerakkan masyarakat bersama sama dalam kegiatan
green and clean di permukiman penduduk, penetapan kawasan
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 121
lindung berhutan bakau, pembangunan hutan kota,
mempertahankan dan merevitalisasi RTH berupa lapangan,
waduk dan makam yang merupakan aset pemerintah Kota,
merevitalisasi fungsi jalur-jalur hijau kota seperti sempadan
sungai, sempadan rel KA, median-median jalan dan jalur hijau
pedestrian kota serta mempertahankan adanya buffer-buffer
sebagai sabuk hijau yang membatasi zona industri dengan
penggunaan lain di sekitarnya. Luasan RTH yang telah
direkapitulasi mencapai 20,18 persen dari luas total kota
Surabaya yang meliputi RTH makam, RTH lapangan dan
stadion, RTH telaga/waduk/boezem, RTH dari penyerahan
fasum dan fasos, RTH kawasan lindung, RTH hutan kota, RTH
taman dan jalur hijau.
Penyediaan kawasan ruang evakuasi bencana dilakukan
dengan menggunakan ruang terbuka hijau dan non hijau yang
ada pada setiap lingkungan dan Kecamatan untuk menampung
korban bencana; serta menggunakan ruang-ruang dan
bangunan lainnya yang dapat berubah menjadi tempat
pengungsian sementara.
Kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor
informal terintegrasi antara ruang untuk kegiatan sektor informal
dan sektor formal dalam satu kesatuan sistem. Diupayakan pula
untuk mendukung penyediaan kebutuhan sarana dan prasarana
pendukung bagi kegiatan sektor informal.
Sedangkan kawasan peruntukan lainnya dimaksudkan
untuk mengembangkan kawasan pendidikan tinggi dan
mendistribusikan secara merata fasilitas pendidikan yang
berhierarki mengembangkan fasilitas peribadatan untuk tiap Unit
Pengembangan dan pemukiman baru,mengembangkan fasilitas
kesehatan yang berhierarki serta peningkatan pelayanan fasilitas
kesehatan yang bertaraf internasional,membatasi perkembangan
secara fisik pada sekitar kawasan militer dan depo Bahan Bakar
II - 122 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Minyak dan mengembangkan kawasan pelabuhan yang
terintegrasi dengan kawasan sekitarnya.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 123
Tabel 2.41
Pelanggan Air Bersih PDAM di Kota Surabaya Tahun 2009
7 Pelabuhan 4 383.994
Tabel 2.42
Kapasitas Produksi PDAM
II - 124 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Kapasitas (liter/detik) pada tahun
NO Instalasi
2008 2009 2010
5 Karangpilang I 1.450 1.450 1.450
6 Karangpilang II 2.500 2.500 2.500
7 Karangpilang III - - 2.000
Total 8.830 8.830 10.830
Sumber data : PDAM Surya Sembada Kota Surabaya
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 125
resmi dari pemerintah. Kapasitas Listris terpasang untuk kota
surabaya berdasarkan data dari PT PLN Distribusi Jawa Timur
tahun 2007 sebesar 2.817.915 KVA, meningkat menjadi
2.929.962 KVA pada tahun 2008 dan pada tahun 2009
meningkat lagi menjadi 3.016.678 KVA. Konsumsi daya
terpasang listrik rata-rata ada pada kelompok/golongan indutri,
namun pada tahun 2009 lebih banyak pada kelompok/golongan
rumah tangga.
Tabel 2.43
Daya terpasang listrik menurut kelompok pelanggan PLN
Distribusi Jawa Timur untuk Kota Surabaya
II - 126 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
Tabel 2.44
Banyaknya Pelanggan PLN Menurut Jenis Pelanggan
di Kota Surabaya
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 127
keamanan dan ketertiban masyarakat dengan melibatkan
partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan
lingkungannya.
II - 128 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
kasus pencurian setiap tahun meningkat. Pada tahun 2005
kasus pencurian mencapai 1965 kasus, dan pada tahun 2009
meningkat hampir 2 kali menjadi 3462 kasus. Jumlah kasus
penipuan pada tahun 2005 mencapai 1322 kasus. Pada tahun
2006 sedikit meningkat menjadi 1417 kasus. Tahun 2007
berkurang menjadi 1384 kasus. Sedangkan tahun 2008 dan
2009 kembali meningkat menjadi 1662 dan 1554 kasus. Kasus
penipuan yang bermoduskan uang dari tahun 2005-2007
berfluktuatif pada 12 dan 16 kasus, menurun drastic pada tahun
2008 menjadi 6 kasus tetapi juga meningkat lagi menjadi 16
kasus pada tahun 2009.
Tabel 2.46
Jumlah Demo Kota Surabaya tahun 2007 - 2010
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 129
b.Pelayanan Perijinan
Kemudahan Prosedur dan tata cara memperoleh
perijinan atau pengurusan ijin untuk berinvestasi merupakan
salah satu faktor pendukung minat investor untuk berinvestasi di
surabaya. Kecepatan birokrasi dalam melayani permohonan
perijinan Sampai dengan tahun 2009, rata-rata penyelesaian
perijinan untuk beberapa jenis ijin/surat yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Kota Surabaya adalah < 7 hari .
Beberapa pelayanan perijinan bahkan sudah
mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000 tahun 2003 atas
pelayanan-pelayanan: Ijin Mendirikan Bangunan, Surat Ijin
Usaha Perdagangan, Tanda Daftar Perdagangan, dan Uji Kir
Kendaraan yang berlaku 3 tahun dan telah diperpanjang masa
berlakunya.
Pelayanan perijinan ini akan terus disempunakan dan
diperbaiki oleh Pemerintah Kota Surabaya, sehingga terjamin
kepastian prosedur, waktu dan keamanan perijinan serta pada
akhirnya akan memberi kenyamanan dan kemudahan investor
untuk berinvestasi di Surabaya.
II - 130 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5
dengan kualitas tenaga kerja yang tersedia untuk mengisi
kesempatan kerja. Peningkatan kualitas SDM yang merupakan
hal penting, disebabkan adanya kesenjangan antara kualitas
tenaga kerja dengan yang dibutuhkan oleh dunia usaha/industri.
Seperti tampak pada data rasio kelulusan S1/S2/S3 Kota
Surabaya masih cukup rendah. Kesenjangan ini akan
menimbulkan dua akibat yaitu terjadinya pengangguran yang
terus meningkat dan rendahnya produktifitas.
R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5 II - 131
ditambah dengan jumlah penduduk usia 65 tahun ke atas
dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun.
Semakin tingginya rasio ketergantungan menunjukkan semakin
tingginya beban yang harus ditanggung penduduk produktif
untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak
produktif, demikian pula sebaliknya. Dari data rasio
ketergantungan yang ada menunjukkan bahwa struktur umur
penduduk dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu (1) kelompok
umur muda, dibawah 15 tahun; (2) kelompok umur produktif,
usia 15-64 tahun; dan (3) kelompok umur tua, usia 64 tahun
keatas. Dari tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat
ketergantungan Kota Surabaya mengalami penurunan, hal ini
tercermin dari jumlah penduduk usia tidak produktif sebesar
782.805 di tahun 2009 dibandingkan dengan jumlah penduduk
usia produktif sebesar 2.155.420 sehingga rasio ketergantungan
sebesar 0.363 sedangkan untuk tahun 2010, rasio
ketergantungan Kota Surabaya sebesar 0.347 yaitu dari jumlah
penduduk usia tidak produktif sebesar 754.983 dibandingkan
dengan jumlah penduduk usia produktif yang mencapai
2.174.545. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang yang
berusia kerja mempunyai tanggungan sebanyak 34 orang yang
belum produktif dan dianggap tidak produktif lagi.
II - 132 R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5