Anda di halaman 1dari 38

KONSEP PERENCANAAN WATERFRONT CITY PORT

KAWASAN PELABUHAN BIRA KECAMATAN BONTO BAHARI KABUPATEN BULUKUMBA

Achmad Rieza Fadhil Amnur1 Muh. Ikhsan Anhar2 Rahmat Faizal3 Ismawardi Salama SB4 Ahmad
Muhdi Assidiq5 Raihan6 Nurfadillah Hasta7 Nur Arviani Sulfa8 Ismi Aulia9 Putri Amalia10 Nur Khafifah11
A. Nur Andrani12 Andi Ismi Nurul Fadilla13

Abstrak

Indonesia merupakan negara maritim atau kepulauan terbesar didunia. Sejak zaman bahari,
pelayaran dan perdagangan antar pulau sudah berkembang dengan menggunakan berbagai
macam jenis perahu dan kapal tradisional. Pelabuhan Bira merupakan salah satu pelabuhan
terbesar di Bulukumba yang berfungsi sebagai pelabuhan penyeberangan penumpang dan
barang. Kondisi Pelabuhan Bira saat ini, tidak dilengkapi dengan fasilitas yang memadai
dikarenakan beberapa komponen fasilitas telah mengalami kerusakan, kurangnya tanaman hijau,
dan tidak terawatnya lingkungan laut pada area pinggir dermaga sehingga tidak mengoptimalkan
kenyamanan, keselamatan, dan keamanan lingkungan pelabuhan. Pelabuhan sebagai kawasan
wisata ini memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan dalam hal kegiatan bongkar muat barang
secara tradisional dan penggunaan Kapal Phinisi. Namun pelabuhan sebagai kawasan wisata ini
belum dikembangkan dengan baik terlihat dari kondisi eksisting kawasan wisata yang belum bisa
melayani para wisatawan dalam menunjang kegiatan wisata dan pemanfaatan peninggalan
sejarah lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu studi yang bertujuan untuk membantu
pengembangan potensi wisata yang dimiliki oleh Kawasan Wisata Pelabuhan Bira. Metode
penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif kualitatif dan analisis satuan
kemampuan lahan (SKL) dan analisis fungsi kawasan dengan penggalian informasi yang
dilakukan dari studi literatur, wawancara, penyebaran kuesioner dan observasi lapangan.
Kata Kunci : Pengembangan Pelabuhan, Waterpront City, Lingkungan, Pariwisata
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan sumber daya laut, potensi ini tentu
dapat dimanfaatkan bagi peningkatan dan percepatan pembangunan ekonomi
nasional. Pemanfaatan sumber daya laut secara optimal dan proporsional juga niscaya dapat
membantu masyarakat pesisir untuk lepas dari jeratan taraf hidup kemiskinan. Pengelolaan
pesisir telah diatur dalam UU 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peran serta dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pengaturan ini memberi arah bagi
masyarakat pesisir dalam mengembangkan dan mengelola wilayah pesisir sesuai dengan kearifan
lokal masyarakat setempat. Pengembangan waterfront city adalah sebagai suatu proses
pengelolaan yang dapat menampung kegiatan ekonomi, sosial maupun fisik lingkungan pada
kawasan tepian air dimana bentuk pengembangan pembangunan wajah kota berorientasi ke arah
perairan (Wren, 1983).
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka
meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi
dengan cara pengurukan, pengeringan lahan atau drainase. Dari definisi tersebut, dapat ditarik
pengertian sederhana bahwa reklamasi memiliki tujuan utama menjadikan kawasan berair yang
rusak menjadi kawasan yang lebih bermanfaat. Reklamasi pantai dan laut menjadi “trending”
pada kawasan perkotaan yang terletak di wilayah pesisir yang kemudian dimanfaatkan untuk
keperluan ekonomi dan tujuan kawasan strategis. Biasanya digunakan sebagai lahan pemukiman,
pengembangan kawasan industri, properti (bisnis dan pertokoan), pelabuhan udara, dan jalur
transportasi laut
Penelitian membuktikan bahwa aktivitas pesisir sangat potensial dalam membangkitkan
sektor riil, hal ini terbukti saat terjadinya krisis ekonomi, kegiatan pada wilayah pesisir laut
justru mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Oleh sebab itu penting untuk
mengembangkan kawasan pesisir dan mengelola sumber daya pesisir yang terintegrasi
bersandarkan pada pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan keberlanjutan
kehidupan sosial (sustainable society).
Waterfront city merupakan pembangunan perkotaan yang berdekatan dengan sumber air
seperti pantai, danau, sungai dan terdapat unsur alam lainnya seperti matahari, langit, tanaman
hidup yang dianggap sebagai sumber daya yang unik dan tak tergantikan. Waterfront
city diyakini memiliki daya tarik wisata yang tinggi. Untuk penelitian kali ini kami menggunakan
waterfront city jenis Port Waterfront. Jenis waterfront ini merupakan lokasi yang digunakan
sebagai tempat reparasi kapal baik kapal pesiar maupun kapal penangkap ikan. Kawasan
waterfront ini juga difungsikan layaknya seperti pelabuhan. Sebagaimana kawasan pesisir
Pelabuhan Bira yang ada di Kabupaten Bulukumba yang akan kami kembangkan sebagai
waterfront city jenis Port Waterfront. Karena sesuai dengan kondisi eksisting sekarang
pelabahuan Bira digunakan sebagai pelabuhan ikan dan pelabuhan penyeberangan. Selain itu,
letaknya yang berada pada Laut Flores dan Teluk Bone menjadikan Kabupaten Bulukumba
sebagai lokasi yang strategis untuk jalur perdagangan antar pulau.

B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas pada penelitian ini, maka adapun tujuan pada penelitian:
1. Mengemukakan Konsep Perencanaan Waterfront City Port Pada Kawasan Pelabuhan Bira
Kabupaten Bulukumba.
2. Menganalisis Fungsi Kawasan Dan Satuan Kemampuan Lahan Pada Kawasan Pelabuhan
Bira Kabupaten Bulukumba
3. Mengidentifikasi Konsep Perencanaan Kawasan Pelabuhan Bira Kabupaten Bulukumba
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Waterfront City
Waterfront dalam Bahasa Indonesia secara harfiah berarti daerah tepi laut, bagian suatu
wilayah yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan menurut Echols dalam Dwi Juwita
Tangkuman (2011). Kota (city) dan waterfront merupakan dua hal yang memiliki keterkaitan
karena dalam suatu kawasan atau kota memiliki potensi air baik sungai, danau, dan laut yang
secara geografis membentuk suatu batas antara perairan. Berdasarkan beberapa definisi diatas
maka dapat disimpulkan bahwa waterfront merupakan daerah atau kawasan yang berbatasan
langsung dengan daerah perairan yang terdapat suatu kawasan yang berbatasan langsung dengan
daerah perairan yang terdapat suatu aktivitas atau kegiatan pada area tepi atau yang berbatasan
dengan perairan tersebut. Kawasan waterfront merupakan suatau kawasan yang berbatasan
dengan tepian air seperti laut, danau, sungai dan sejenisnya. Pengembangan kawasan waterfront
adalah pengembangan kegiatan yang beriorentasi ke badan air (waterfront), yang bertujuan untuk
menampung aktivitas warga perkotaan dengan tetap melestarikan dan memberikan sumbangan
pada kualitas lingkungan yang lebih baik dengan cara penataan ruang dan bangunan di tepi air.
Prinsip perancangan waterfront city adalah dasar-dasar penataan kota atau kawasan yang
memasukan berbagai aspek pertimbangan dan komponen penataan untuk mencapai suatu
perancangan kota atau kawasan yang baik. Kawasan tepi air merupakan lahan atau area yang
terletak berbatasan dengan air seperti kota yang menghadap kelaut, sungai, danau atau
sejenisnya. Bila dihubungkan dengan pembangunan kota, kawasan tepi air adalah area yang
dibatasi oleh air dari komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai
manusia, yaitu kebutuhan akan ruang publik dan nilai alami (ruang aktivitas/fasilitas, dan ruang
kegiatan waterfront city).

B. Waterfront City Port


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 1996 Tentang Kepelabuhan
menjalaskan bahwa, Pelabuhan (Port) adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan
disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang
dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan
kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda
transportasi.
Peraturan Direktrur Jenderal Perhubungan Darat N0. : SK.2681/AP.005/DRJD/2006
tentang pengoperasian pelabuhan penyebrangan direktur jenderal perhubungan darat, fasilitas
pokok daratan pada pelabuhan meliputi :
1. Terminal penumpang.
2. Penimbang kendaraan bermuatan.
3. Jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way).
4. Perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa.
5. Fasilitas penyimpanan bahan bakar ( bunker).
6. Instalasi air, listrik dan telekomunikasi.
7. Akses jalan.
8. Fasilitas pemadam kebakaran.
9. Tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik kapal.
Kawasan waterfront city port yang menampilkan sisi kelautan. Aktivitas yang diwadahi
umumnya berhubungan dengan perikanan, penangkapan, penyimpanan dan pengolahan.
Aktivitas pembuatan kapal dan terminal angkutan air merupakan ciri utama waterfront city
jenis port.

C. Konsep Pengembangan
pelabuhan berwawasan lingkungan atau juga eco-port atau greenport, adalah istilah pelabuhan
yang dalam manajemen dan operasionalnya memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan
lingkungan bukan hanya profit/keuntungan secara bisnis semata. Di dalam suatu pelabuhan
berwawasan lingkungan (eco-port), semua pihak yang berkecimpung di dalamnya dan
berkepentingan dengan kegiatan kepelabuhanan didorong dan diajak untuk terlibat secara
sukarela (voluntary) untuk menciptakan pelabuhan yang ramah lingkungan. Konsep greenport
tidak saja berfokus utama pada peningkatan kinerja pada aspek lingkungan saja, namun juga
perlu diikuti secara bersama-sama kinerja yang baik pada aspek yang lainnya seperti aspek
finansial dan ekonomi, dan operasional pelabuhan. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan
konsep greenport yang menuju pada sustainable port development. Pelabuhan harus menjaga
keseimbangan aspek-aspek tersebut sehingga terwujud keberlanjutan kegiatan kepelabuhanan.
Sebagai ilustrasi, jika pelabuhan hanya berfokus pada kinerja finansial dan ekonomi, dan
mengabaikan aspek operasional serta aspek lingkungan maka pada saat tertentu daya dukung
lingkungan akan mencapai pada titik jenuh dan kinerja operasional pelabuhan juga akan
mencapai pada titik jenuh. Hal ini akan mengakibatkan keterpurukan pada aspek finansial
sehingga pengembangan pelabuhan terhenti dan tidak tercapai keberlanjutan. Oleh karena itu
dalam menentukan indikator yang berpengaruh pada greenport, perlu juga memasukan aspek
operasional dan finansial selain aspek lingkungan.

D. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL)


Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) merupakan metode analisis untuk mengetahui
nilai kemampuan lahan suatu wilayah. Berdasarkan Peraturan Mentri Penataan Ruang No 20.
Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi Serta Sosial
Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, dijelaskan bahwa Satuan Kemampuan Lahan
(SKL) terdiri dari beberapa SKL diantaranya :
1. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi
2. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan
3. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng
4. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi
5. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air
6. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Drainase
7. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi
8. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan Limbah
9. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Bencana Alam

E. Analisis Kesesuaian Lahan Berdasarkan Fungsi Kawasan


Analisis fungsi kawasan menggunakan 3 parameter yaitu kelerengan, jenis tanah dan curah
hujan. Analisis fungsi kawasan mencakup kawasan lindung, kawasan penyangga, kawasan
budidaya tahunan dan kawasan budidaya semusim. Analisis ini dilakukan dengan cara
memberikan skoring terhadap tiga parameter selanjutnya dilakukan overlay fungsi kawasan
dengan kondisi eksisting lokasi dan overlay fungsi kawasan dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di Pelabuhan Bira, Desa Bira, Kecamatan Bonto Bahari,
Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayah lokasi penelitian Pelabuhan
Bira Yaitu 100 Ha.

B. Jenis dan Sumber Data


Ada dua jenis data yang digunakan dalam studi ini, yakni berupa data kualitatif dan data
kuantitatif serta 2 sumber data berupa data primer dan sekunder.
1. Jenis Data
a) Data kualitatif adalah data dalam studi yang menjelaskan suatu fenomena
berdasarkan kualitas suatu objek atau fenomena. Data kualitatif mampu menggambarkan
objek studi secara detail dengan uraian yang tidak dapat dijelaskan secara numerik.
b) Data kuantitatif adalah jenis data dalam studi yang dapat diukur, dihitung, serta
dapat didekskripsikan dengan menggunakan angka. Biasanya data kuantitatif
diperoleh ketika melakukan studi yang bersifat statistik.
2. Sumber data
a) Data Primer
Menurut Sugiyono (2015) Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
subjek penelitian, dalam hal ini peneliti memperoleh data atau infromasi langsung dengan
menggunakan instrument-instrumen yang telah ditetapkan. Data primer dianggap lebih
akurat, karena data ini disajikan secara terperinci (Indriantoro dan Supomo dalam
Purhantara, 2010). Dalam penelitian ini data primer meliputi:
1) Pengambilan langsung di lapangan/observasi lapangan adalah kegiatan
mengumpulkan data dengan melihat kondisi langsung di lapangan atau lokasi
penelitian strategi pengembangan kawasan pesisir berdasarkan konsep waterfront city
untuk mengenali karakteristik dan kondisi eksisting di lokasi studi yang disesuaikan
dengan kebutuhan penelitian.
2) Dokumentasi, dokumentasi adalah sebuah cara yang dilakukan untuk menyediakan
dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan sumber-
sumber informasi khususnya dari karangan/tulisan, buku atau tulisan pribadi dan
gambar atau foto.
b) Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk tujuan selain
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber
data sekunder adalah jurnal, artikel, literatur, serta situs di internet yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan (Sugiyono, 2009). Adapun data sekunder yang digunakan
dalam penelitian ini:
1) Data kondisi fisik wilayah studi yang mencakup data geografis, kondisi
topografi, geomorfologi, geologi, jenis tanah, hidrologi, klimatologi, tutupan lahan
dan pengunaan lahan.
2) Kebijakan terkait pengembangan waterfront city, seperti Undang-Undang
pengembangan kawasan pesisir, dan RTRW kabupaten Bulukumba.

C. Metode Analisis Data


Metode analisis data yang digunkan dalam penelitian ini adalah analisis satuan kemampuan
lahan (SKL) dan analisis kesesuaian lahan berdasarkan arahan fungsi kawasan. Dibawah ini
penjelasan mengenai analisis tersebut.
1. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL)
Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) merupakan metode analisis untuk mengetahui
nilai kemampuan lahan yang kemudian menghasilkan Peta Kemampuan Lahan. Berdasarkan
Peraturan Mentri Penataan Ruang No 20. Tahun 2007 tentang Pedoman Analisis Aspek Fisik &
Lingkungan, Ekonomi Serta Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, dijelaskan
bahwa Satuan Kemampuan Lahan (SKL) terdiri dari beberapa SKL diantaranya :
Klasifikasi kemampuan lahan (Land Capability Classification) adalah penilaian lahan
(komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa
kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam
penggunaannya secara lestari. Kemampuan lahan dipandang sebagai kapasitas lahan itu sendiri
untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum. Adapun tabel klasifikasi kemampuan lahan
dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 1 Klasifikasi Satuan Kemampuan Lahan
Kelas Kemampuan
Total Nilai Klasifikasi Pengembangan
Lahan
Kemampuan Pengembangan Sangat
32-58 Kelas A
Rendah.
59-83 Kelas B Kemampuan Pengembangan Rendah.
84-109 Kelas C Kemampuan Pengembangan Sedang.
110-134 Kelas D Kemampuan Pengembangan Tinggi.
135-160 Kelas E Kemampuan Pengembangan Sangat Tinggi.
Sumber : Permen PU No 20 Tahun 2007

a) Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi


Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi Tujuan analisis SKL Morfologi
adalah memilah bentuk bentang alam/morfologi pada wilayah dan/atau kawasan perencanaan
yang mampu untuk dikembangkan sesuai dengan fungsinya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 2 Pembobotan SKL Morfologi
Kemiringan SKL
No Nilai Morfologi Nilai Nilai
Lereng (%) Morfologi
1 0-2 5 Daratan 5 Tinggi (9-10) 5
2 2-5 4 Landai 4 Cukup (7-8 ) 4
3 5-15 3 Perbukitan sedang 3 Sedang (5-6) 3
4 15-40 2 Pegunungan Perbukitan terjal 2 Kurang (3-4) 2
5 >40 1 Perbukitan sangat terjal 1 Rendah (1-2) 1
Sumber : Permen PU No 20 Tahun 2007

b) Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan


Tujuan analisis SKL Kemudahan Dikerjakan adalah untuk mengetahui tingkat kemudahan
lahan di wilayah atau kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses pembangunan/
pengembangan kawasan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3 SKL Kemudahan Dikerjakan
Kemiringan SKL kemudahan
Ketinggian Nilai Nilai Jenis Tanah Nilai Nilai
(%) di Kerjakan
0-2 5 Alluvial 5 11-15 Tinggi 5
≤500 5
2-5 4 Latosol 4 10-7 Sedang 4
500-1500 4 5-15 3 Brown Forest 3 6-3 Kurang 3
Kemiringan SKL kemudahan
Ketinggian Nilai Nilai Jenis Tanah Nilai Nilai
(%) di Kerjakan
15-40 2
Pedsol Merah
1500-2500 3 >40 1 2 0-3 Rendah 2
Kuning
Sumber : Permen PU No 20 Tahun 2007

c) Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng


Tujuan analisis SKL Kestabilan Lereng adalah untuk mengetahui tingkat kemantapan
lereng di wilayah pengembangan dalam menerima beban. . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 4 SKL kestabilan Lereng
SKL
Kemiringan
Ketinggian Nilai Nilai Morfologi Nilai Kestabilan Nilai
(%)
Lereng
Tinggi
0-2 5 Daratan 5 5
(14-15)
500 5
Cukup
2-5 4 Landai 4 4
( 12-13)
Sedang
5-15 3 Perbukitan sedang 3
(9-11)
500-1500 4 3
Pegunungan Kurang
15-40 2 2
Perbukitan terjal (6-8)
Perbukitan sangat Rendah
1500-2500 3 >40 1 2 1
terjal (4-5)
Sumber : Permen PU No 20 Tahun 2007

d) Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi


Tujuan analisis SKL Kestabilan Pondasi adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan
lahan untuk mendukung bangunan berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-jenis
pondasi yang sesuai untuk masing-masing tingkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 5 SKL Kestabilan Pondasi
SKL
Kemiringan Jenis
Ketinggian Nilai Nilai Morfologi Nilai Nilai Kestabilan Nilai
(%) Tanah
Pondasi
Tinggi
0-2 5 Daratan 5 Alluvial 5 5
(18-20)
500 5
Cukup
2-5 4 Landai 4 Latosol 4 4
( 15-17)
Perbukitan Sedang
500-1500 4 5-15 3 3 Mediteran 3 3
sedang (11-14)
SKL
Kemiringan Jenis
Ketinggian Nilai Nilai Morfologi Nilai Nilai Kestabilan Nilai
(%) Tanah
Pondasi
Pegunungan
Kurang
15-40 2 Perbukitan Pedosal 2
(8-10)
terjal Merah 2
Perbukitan Kuning Rendah
1500-2500 3 >40 1 2 1
sangat terjal (5-7)
Sumber : Permen PU No 20 Tahun 2007

e) Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air


Tujuan analisis SKL Ketersediaan Air adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan air dan
kemampuan penyediaan air pada masing- masing tingkatan, guna pengembangan kawasan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 6 SKL Ketersediaan Air
SKL
Curah Guna
DAS Nilai Nilai Nilai ketersediaan Nilai
Hujan Lahan
Air
4000-4500 Tinggi
5 5
mm (11-12)
Baik merata 5 Terbangun 2
3500-4000 Cukup
4 4
mm (9-10)
Baik tidak 3000-3500 Sedang
4 3 3
merata mm Non (7-8)
1
Setempat 2500-3000 Terbangun Kurang
3 2 2
terbatas mm (5-6)
Sumber : Permen PU No 20 Tahun 2007

f) Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Drainase


Tujuan analisis SKL untuk Drainase adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan
dalam mengalirkan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat lokal
maupun meluas dapat dihindari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7 SKL Drainase
Kemiringan Curah SKL
Ketinggian Nilai Nilai Nilai Nilai
(%) Hujan Drainase
2500-3000 Tinggi
0-2 5 2 3
mm (12-14)
500 5
3000-3500
2-5 4 3
mm Cukup
2
3500-4000 (6-11)
5-15 3 4
500-1500 4 mm
15-40 2 4000-4500 5 Kurang 1
Kemiringan Curah SKL
Ketinggian Nilai Nilai Nilai Nilai
(%) Hujan Drainase
1500-2500 3 >40 1 mm (3-5)
Sumber : Permen PU No 20 Tahun 2007

g) Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi


Tujuan analisis SKL Terhadap Erosi adalah untuk mengetahui daerah-daerah yang
mengalami keterkikisan tanah, sehingga dapat diketahui tingkat ketahanan lahan terhadap erosi
serta antispasi dampaknya pada daerah yang lebih hilir. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 8 SKLTerhadap Erosi
Curah Jenis Kemiringan SKL
Nilai Nilai Morfologi Nilai Nilai Nilai
Hujan Tanah (%) Erosi
Pedsol Perbukitan
Tinggi
2500-3000 1 Merah 2 sangat 1 0-2 5 5
(7-10)
Kuning terjal
Mediteran, Cukup
3 2-5 4 4
Brown Perbukitan (11-15)
3000-3500 2 2
Terjal Kurang
Litosol 4 5-15 3 3
(16-20)
Perbukitan 15-40 2 Rendah
3500-4000 3 Alluvial 5 3 2
Sedang >40 1 (21-24)
Sumber : Permen PU No 20 Tahun 2007

h) Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan Limbah


Tujuan analisis SKL Pembuangan Limbah adalah untuk mengetahui mengetahui daerah-
daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan pengeolahan limbah,
baik limbah padat maupun cair. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 9 SKL Pembuangan Limbah
SKL
Kemiringan Curah Guna
Ketinggian Nilai Nilai Nilai Nilai Pembuangan Nilai
(%) Hujan Lahan Limbah
2500-3000 Tinggi
0-2% 5 2 5
mm Non (4-6)
<500 5 1
3000-3500 Terbangun Cukup
2-5% 4 3 4
mm (7-8)
3500-4000 Sedang
500-1500 4 5-15% 3 4 3
mm (9-10)
Terbangun 2
4000-4500 Kurang
1500-2500 3 15-40% 2 5 2
mm (11-12)
SKL
Kemiringan Curah Guna
Ketinggian Nilai Nilai Nilai Nilai Pembuangan Nilai
(%) Hujan Lahan
Limbah
Rendah
>40% 1 1
(13-14)
Sumber : Permen PU No 20 Tahun 2007

i) Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Bencana Alam


Tujuan analisis SKL terhadap Bencana Alam adalah untuk mengetahui tingkat
kemampuan lahan dalam menerima bencana alam khususnya dari sisi geologi, untuk
menghindari/mengurangi kerugian dari korban akibat bencana tersebut. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 10 SKL Terhadap Bencana Alam
Gerakan Tanah Nilai Rawan Gempa Nilai SKL Bencana Alam Nilai
Tinggi 5 Zona Tinggi >0,4 g 5 Tinggi (10-9) 5

Menengah 4 Zona Sedang 0,3-0,4 g 4 Sedang (8-7) 4

Rendah 3
Zona Rendah 0,1-0,2 3 Rendah (5-6) 3
Sangat Rendah 2
Sumber : Permen PU No 20 Tahun 2007

Tabel 11 Bobot Penilaian Satuan Kemampuan Lahan


No Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Bobot
1 SKL Morfologi 5
2 SKL Kemudahan Dikerjakan 1
3 SKL Kestabilan Lereng 5
4 SKL Kestabilan Pondasi 3
5 SKL Ketersediaan Air 5
6 SKL Drainase 5
7 SKL Terhadap Erosi 3
8 SKL Pembuangan Limbah 0
9 SKL Bencana Alam 5
Sumber : Permen PU No 20 Tahun 2007
2. Analisis Kesesuaian Lahan Berdasarkan Arahan Fungsi Kawasan
Kesesuan lahan pada hakekatnya merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang
lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus,1985). Analisis kesesuaian lahan ini memerlukan
3 data yaitu: klasifikasi dan skor faktor kelerengan lapangan, klasifikasi dan nilai skor faktor
jenis tanah dan kalsifikasi dan nilai skor faktor intensitas curah hujan harian rata - rata. Berikut
tabulasi setiap kalsifikasi dan nilai skor :
Tabel 12 Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Kelerengan Lapangan
Kelas Kemiringan (%) Klasifikasi Nilai Skor
1 0-8 Datar 20
2 8-15 Landai 40
3 15 - 25 Agak Curam 60
4 25 - 45 Curam 80
5 ≥ 45 Sangat Curam 100
Sumber : SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981

Tabel 13 Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Jenis tanah


Kelas Kelompok Jenis Tanah Klasifikasi Nilai Skor
Aluvial, Glei, Planosol, Hidromorf
1 Tidak Peka 15
Kelabu, Literite Air Tanah
2 Latosol Agak Peka 30
3 Brown Forest Soil, Non Classic Kurang Peka 45
4 Andosol, Lateritic Gromusol, Podsolik Peka 60
5 Regosol, Litosol Organosol, Renzine Sangat Peka 75
Sumber : SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981

Tabel 14 Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Intensitas Huja Harian Rata-rata
Kelas Kisaran Curah Hujan (mm/tahun hujan) Klasifikasi Nilai Skor
1 1500 - 2000 Sangat Rendah 10
2 2000 - 2500 Rendah 20
3 2500 - 3000 Sedang 30
4 3000 - 3500 Tinggi 40
5 3500 - 4000 Sangat Tinggi 50
Sumber : SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981

Teknik yang digunakan adalah mengintegrasikan hasil pengolahan data penginderaan jauh
dengan analisis sistem informasi geografis menggunakan teknik overlay atau tumpang susun
beberapa parameter yaitu curah hujan, kemiringan lereng dan jenis tanah hasilnya akan berupa
peta arahan fungsi kawasan.
Setelah data hasil identefikasi kawasan telah di lakukan langkah selanjutnya yaitu dengan
menghitung dan menetukan di mana ruang yang merupakan kawasan di Lindungi dan wialayah
Budidaya dengan menggunakan rumus :
FK = KL + JT + CH
Keterangan :
FK = Skor Total Fungsi Kawasan
KL = Skor Kemiringan Lereng
JT = Skor Jenis tanah
CH = Skor Curah Hujan
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum
Bonto Bahari merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi
Selatan, Indonesia. Kecamatan Bonto Bahari berjarak sekitar 24 Km dari ibu kota Kabupaten
Bulukumba. Ibu kota kecamatan ini berada di Tanahberu. Wilayahnya terletak paling selatan
yang dikelilingi Laut Flores, termasuk dua pulaunya yaitu Pulau Liukang dan Pulau Sarontang.
Batas-batas wilayah Kecamatan Bonto Bahari yaitu :
Utara : Kecamatan Bontotiro
Timur : Laut Flores
Selatan : Laut Flores
Barat : Kecamatan Ujung Loe dan Laut Flores
Kecamatan Bonto Bahari merupakan wilayah pesisir Kabupaten Bulukumba. Berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bulukumba Tahun 2012-2032 menjelaskan
bahwa sebagaian wilayah Kecamatan Bonto Bahari diperuntukkan sebagai pelabuhan
penyeberangan. Peran strategis pelabuhan di Desa Bira merupakan salah satu potensi
berkembangnya wilayah tersebut.

Gambar 1. Peta Orientasi Kawasan Pelabuhan Bira


B. Aspek Fisik Dasar
1. Topografi
Secara umum, topografi Kawasan Pelabuhan Bira sebagai perencanaan Waterfront City
Port Kabupaten Bulukumba termasuk kawasan pantai yang tergolong ketinggian rendah yang
berada pada 25-100 mdpl.
2. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng di kawasan penelitian umumnya didominasi oleh kemiringan antara 0 –
2 % sehingga pembangunan dalam kawasan ini sangat mudah berkembang karena di dukung
oleh kondisi lokasi yang tingkat kemiringan yang datar.
3. Geomorfologi
Secara umum kondisi geomorfologi kawasan Pelabuhan Bira sebagai perencanaan
Waterfront City Port Kabupaten Bulukumba adalah daratan atau pantai berpasir (Sand Beaches).
4. Jenis Tanah
Jenis tanah di kawasan Pelabuhan Bira sebagai perencanaan Waterfront City Port
Kabupaten Bulukumba didominasi oleh Aluvial.
5. Geologi
Keadaan geologi merupakan gambaran struktur tanah pembentuk suatu daerah. Adapun
penyebaran geologinya terdiri atas Sediment Rock.
6. Hidrologi
Secara Hidrologi, kawasan Pelabuhan Bira sebagai perencanaan Waterfront City Port
Kabupaten Bulukumba dialiri oleh Daerah Aliran Sungai (DAS)
7. Klimatologi
Keadaan iklim kawasan Pelabuhan Bira sebagai perencanaan Waterfront City Port
Kabupaten Bulukumba pada umumnya sama dengan iklim Kabupaten Bulukumba termasuk
keadaan iklim lembab atau agak basah. Hal ini dapat dilihat curah hujan rata-rata 1500-2500
mm/tahun.
8. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan eksisting Pelabuhan Bira sebagai kawasan perencanaan Waterfront City
Port Kabupaten Bulukumba yaitu berupa permukiman, perkantoran, perdagangan dan jasa,
peribadatan, dan jalan.
C. Potensi Dan Permasalahan
Pelabuhan Bira sebagai pelabuhan penumpang adalah pelabuhan yang dibangun untuk
memberikan fasilitas bagi kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan orang yang bepergian,
pada pelabuhan penumpang dilengkapi dengan stasiun penumpang yang mencakup fasilitas-
fasilitas seperti kantor imigrasi, keamanan, direksi pelabuhan, maskapai pelayaran, dan
sebagainya. Pelabuhan tersebut tentunya memberikan peranan yang besar terhadap kelancaran
lalu lintas perdagangan antar pulau. Hal ini terasa semakin ramai dan meningkat dari tahun ke
tahun khususnya di bidang bongkar muat barang atau komoditi berupa hasil-hasil pertanian,
perkebunan dan hasil hutan serta kebutuhan pokok lainnya. Dilihat dari lalu lintas barang dan
orang yang terjadi pada pelabuhan ini, maka wilayah hinterland pun ikut berkembang meliputi
berbagai wilayah disekitarnya yaitu Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bantaeng,
Kabupuaten Jeneponto, Kabupaten Takalar, Kabuapten Gowa, dan Kota Makassar. Hal ini
dibuktikan juga dengan meningkatnya prasarana yang ada di Desa Bira seperti jaringan jalan,
listrik, drainase dan telekomunikasi. Oleh karena itu keberadaan Pelabuhan Bira ini membawa
efek pengganda bagi tumbuhnya sektor lainnya, seperti sektor perdagangan dan jasa turut
mengalami peningkatan. Begitu pula dengan kebutuhan akan perumahan dan fasilitas sosial
lainnya sejalan dengan pertambahan penduduk akibat migrasi pekerja sektor lainnya. Aktivitas
Pelabuhan Bira yang terlihat dalam kurun waktu 5 tahun (2012 – 2016) menunjukkan bahwa
tingginya volume aktivitas pelabuhan berdampak langsung terhadap sosial ekonomi masyarakat
sekitar.
Kondisi Pelabuhan Bira saat ini, tidak dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. Fasilitas
yang ada saat ini yaitu gerbang, pos jaga, parkir, atm center, dermaga, Kantor Unit Pelaksana
Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) Cabang Bira, loket tiket, ruang tunggu dan
masjid namun beberapa fasilitas memiliki kondisi yang kurang memadai dan rusak. Masih
minimnya fasilitas penunjang yang ada di Pelabuhan Bira, sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan, serta dapat mengancam keselamatan dan keamanan pengguna pelabuhan.
Penumpang terkadang mengalami kesulitan dalam alur dan sirkulasi pada pelabuhan saat ini.
Ruang istirahat atau ruang tunggu dan jalur pejalan kaki yang tidak memadai membuat pengguna
merasa tidak nyaman. Kurangnya tanaman hijau pada kawasan pelabuhan dan tidak terawatnya
lingkungan laut pada area pinggir dermaga, menyebabkan sirkulasi udara terganggu dikarenakan
pertukaran oksigen dengan CO₂ pada area pelabuhan sangat tidak sehat. Hal ini juga mampu
menurunkan daya tarik dan kenyamanan pengunjung itu sendiri dikarenakan kondisi lingkungan
yang tidak terjaga dan tidak tertata dengan baik.

D. Dasar Pertimbangan Lokasi


Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 21 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bulukumba Tahun 2012 – 2032 menyatakan bahwa
Pelabuhan Bira sebagai Pelabuhan Pengumpan/Penyebrangan dengan pengembangan sebagai
pelabuhan regional yang alur pelayaran dalam negeri, antar provinsi dan kabupaten dengan
kapasitas 5000 DWT. Pelabuhan Bira merupakan pelabuhan pengembangan yang
mempertimbangkan aspek ekonomi sebagai fokus utama, serta pertimbangan lain berupa aspek
sosial dan ekologis. Hinterland pada kawasan Pelabuhan Bira merupakan kawasan pariwisata
baik alam maupun budaya. Adanya Pelabuhan Bira merupakan faktor pendorong kemajuan
ekonomi kabupaten dengan nilai jual pariwisata yang mudah dijangkau. Sehingga peningkatan
jaringan transportasi dalam negeri mampu memasarkan produk yang ada disekitar pelabuhan dan
kedekatannya dengan jalan utama (Kolektor Primer) kabupaten dan provinsi. Aspek sosial
budaya dalam mempengaruhi keberadaan Pelabuhan Bira. Masyarakat lokal pada umumnya
masyarakat yang berpenghasilan atau mencari nafkah. Pada sektor kelautan dan kemaritiman
tanpa menghilangkan ciri khas masyarakat lokal. Pertimbangan lain dalam penentuan lokasi
Pelabuhan Bira adalah aspek ekologis yaitu aspek lingkungan berupa sedimentasi, gelombang
dan ketahanan tanah.

E. Analisis Kesesuaian Lahan Berdasarkan Arahan Fungsi Kawasan


Kesesuaian lahan kawasan Pelabuhan Bira sebagai perencanaan Waterfront City Port
Kabupaten Bulukumba ditujukan untuk mengintegrasikan hasil pengelolaan data penginderaan
jauh dengan analisis sistem informasi geografi menggunakan teknik overlay atau tumpang susun
beberapa parameter yaitu jenis tanah, curah hujan dan kemiringan lereng yang akan
menghasilkan fungsi kawasan kawasan perencanaan Waterfront City Port Kabupaten
Bulukumba.
Tabel 16. Analisis Nilai Skor Kemiringan Lereng di Kawasan Pelabuhan Bira
Kecamatan Bonto Bahari
Kemiringan (%) Klasifikasi Nilai Skor
0–2 Datar 20
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Berdasarkan tabel diatas analisis kemiringan lereng 0 - 2% di klasifikasikan sebagai daerah


yang datar dengan skor 20.
Tabel 17. Analisis Nilai Skor Jenis Tanah di Kawasan Pelabuhan Bira
Kecamatan Bonto Bahari
Jenis Tanah Klasifikasi Nilai Skor
Aluvial Tidak Peka 15
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Berdasarkan tabel diatas analisis jenis tanah aluvial di klasifikasikan tidak peka dengan
skor 15.
Tabel 18. Analisis Nilai Skor Curah Hujan di Kawasan Pelabuhan Bira
Kecamatan Bonto Bahari
Kisaran Curah Hujan
Klasifikasi Nilai Skor
(mm/tahun hujan)
1500 - 2000 Sangat Rendah 10
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Berdasarkan tabel diatas analisis curah hujan 1500-2000 mm/tahun hujan di klasifikasikan
sangat rendah dengan skor 10.
Tabel 19. Analisis Fungsi Kawasan di Kawasan Pelabuhan Bira
Kecamatan Bonto Bahari
Curah Skor Skor Skor
Jenis Kemiringan Total Fungsi
Hujan Jenis kemiringan Curah
Tanah Lereng (%) Skor Kawasan
(mm/tahun) Tanah Lereng Hujan
Kawasan
Tanaman
Aluvial
0-2 1500-2000 15 20 10 45 Semusim
dan
Permukiman
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Berdasarkan tabel diatas analisis fungsi kawasan dengan kemiringan lereng 0 - 2% dengan
skor 20, jenis tanah aluvial dengan skor 15 dan curah hujan 1500-2000 mm/tahun hujan dengan
skor 10 maka keseluruhan total skor yaitu 45 dengan fungsi kawasan sebagai kawasan tanaman
semusim dan permukiman. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta analisis fungsi kawasan
berikut.
Gambar 2. Peta Analisis Fungsi Kawasan
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

F. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL)


1. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Morfologi
Tabel 20. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Morfologi
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
Kemiringan (%) Nilai Morfologi Nilai SKL Morfologi Nilai
0–2 5 Dataran 5 Tinggi (10) 5
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Morfologi untuk kemiringan
0-2% dengan nilai 5 dan morfologi daratan dengan nilai 5 jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan
Morfologi yaitu tinggi dengan total skor 10 dan nilai 5. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
peta berikut.
Gambar 3. Peta Satuan Kemampuan Lahan Morfologi
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
2. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan Dikerjakan
Tabel 21. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan Dikerjakan
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
SKL
Kemiringan
Ketinggian Nilai Nilai Jenis Tanah Nilai Kemudahan Nilai
(%)
Dikerjakan
25-100 5 0-2 5 Aluvial 5 Tinggi (15) 5
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan Dikerjakan untuk
ketinggian 25-100 dengan nilai 5, kemiringan 0-2% dengan nilai 5 dan jenis tanah aluvial
dengan nilai 5 jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan Dikerjakan yaitu tinggi dengan
total skor 15 dan nilai 5. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta berikut.
Gambar 4. Peta Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan Dikerjakan
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
3. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng
Tabel 22. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
Kemiringan SKL Kestabilan
Ketinggian Nilai Nilai Morfologi Nilai Nilai
(%) Lereng
25-100 5 0-2 5 Dataran 5 Tinggi (15) 5
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng untuk
ketinggian 25-100 dengan nilai 5, kemiringan 0-2% dengan nilai 5 dan morfologi daratan
dengan nilai 5 jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng yaitu tinggi dengan total
skor 15 dan nilai 5. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta berikut.
Gambar 5. Peta Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
4. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi
Tabel 23. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
SKL
Kemiringan Jenis
Ketinggian Nilai Nilai Morfologi Nilai Nilai Kestabilan Nilai
(%) Tanah
Pondasi
25-100 5 0-2 5 Dataran 5 Aluvial 5 Tinggi (20) 5
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi untuk
ketinggian 25-100 dengan nilai 5, kemiringan 0-2% dengan nilai 5, morfologi daratan dengan
nilai 5 dan jenis tanah aluvial dengan nilai 5 jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan
Pondasi yaitu tinggi dengan total skor 20 dan nilai 5. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta
berikut.
Tinggi

Gambar 6. Peta Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi


Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
5. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air
Tabel 24. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
SKL
Curah Guna
DAS Nilai Nilai Nilai Ketersediaan Nilai
Hujan Lahan
Air
Wilayah Akifer 1500-2500
3 2 Terbangun 2 Sedang (7) 3
Produktif Sedang mm
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air untuk daerah
aliran sungai (DAS) wilayah akifer produktif sedang dengan nilai 3 curah hujan 1500-2500 mm
dengan nilai 2, guna lahan terbangun dengan nilai 2 jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan
Ketersediaan Air yaitu sedang dengan total skor 7 dan nilai 3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada peta berikut.
Gambar 7. Peta Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
6. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Drainase
Tabel 25. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Drainase
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
Kemiringan SKL
Ketinggian Nilai Nilai Curah Hujan Nilai Nilai
(%) Drainase
25-100 5 0–2 5 1500-2500 mm 2 Tinggi (12) 3
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Drainase untuk ketinggian 25-
100 dengan nilai 5, kemiringan 0-2% dengan nilai 5 dan curah hujan dengan nilai 2 jadi untuk
Satuan Kemampuan Lahan Drainase yaitu tinggi dengan total skor 12 dan nilai 3. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada peta berikut.
Gambar 8. Peta Satuan Kemampuan Lahan Drainase
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
7. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Erosi
Tabel 26. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Erosi
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
Jenis Kemiringan SKL
Curah Hujan Nilai Nilai Morfologi Nilai Nilai Nilai
Tanah (%) Erosi
Cukup
Aluvial 5
1500-2500 mm 2 Dataran 0 0-2 5 (12) 4
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Erosi untuk curah hujan 1500-
2500 mm dengan nilai 2, jenis tanah aluvial dengan nilai 5, morfologi daratan dengan nilai 0 dan
kemiringan 0-2% dengan nilai 5 jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan Erosi yaitu cukup dengan
total skor 12 dan nilai 4. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta berikut.
Gambar 9. Peta Satuan Kemampuan Lahan Erosi
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
8. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Limbah
Tabel 27. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Limbah
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
SKL
Kemiringan Guna
Ketinggian Nilai Nilai Curah Hujan Nilai Nilai Pembuangan Nilai
(%) Lahan
Limbah
Non
25-100 5 0-2 5 1500-2500 mm 2 1 Rendah (13) 1
Terbangun
25-100 5 0-2 5 1500-2500 mm 2 Terbangun 2 Rendah (14) 1
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Limbah untuk
ketinggian 25-100 dengan nilai 5, kemiringan 0-2% dengan nilai 5, curah hujan 1500-2500 mm
dengan nilai 2 dan guna lahan terbagi 2 yaitu non terbangun dengan nilai 1 sedangkan terbangun
dengan nilai 2 jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Limbah yaitu rendah dengan
total skor 13 dan 14 dan nilai 1. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta berikut.
Gambar 10. Peta Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Limbah
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
9. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Bencana Alam
Tabel 28. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Bencana Alam
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
Gerakan Tanah Nilai Rawan Gempa Nilai SKL Bencana Alam Nilai
Sangat Rendah 2 Zona Sedang 0,3-0,4 g 4 Rendah (6) 3
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Bencana Alam untuk gerakan
tanah sangat rendah dengan nilai 2 dan rawan gempa dalam zona sedang 0,3-0,4 g dengan nilai 4
jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan Bencana Alam yaitu rendah dengan total skor 6 dan nilai
3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta berikut.
Gambar 11. Peta Satuan Kemampuan Lahan Bencana Alam
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Tabel 29. Klasifikasi Satuan Kemampuan Lahan di Kawasan Pelabuhan Bira


Kecamatan Bonto Bahari
Satuan Kemampuan Lahan Nilai
Morfologi 25
Kemudahan Dikerjakan 5
Kestabilan Lereng 25
Kestabilan Pondasi 15
Kebutuhan Air 15
Drainase 15
Erosi 12
Pembuangan Limbah 0
Bencana Alam 30
Total 142
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
Tabel 30. Klasifikasi Satuan Kemampuan Lahan di Kawasan Pelabuhan Bira
Kecamatan Bonto Bahari
Total Nilai Kelas Kemampuan Klasifikasi Pengembangan
142 Kelas e Kemampuan pengembangan sangat tinggi
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa total nilai dari analisis satuan kemampuan
lahan yaitu 142 dan kelas kemampuan lahan kelas e dengan kemampuan pengembangan sangat
tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta berikut.

Gambar 12. Peta Satuan Kemampuan Lahan Kawasan Pelabuhan


Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

G. Konsep Penanganan dan Pengembangan Lokasi


Teknologi ramah lingkungan diterapkan dalam pengurangan emisi gas CO₂, pengelolaan
limbah dalam kegiatan pelabuhan, pemeliharaan infrastruktur, dan penghijauan area di sekitar
pelabuhan. Proses perbaikan mutu lingkungan hidup pelabuhan harus terus menerus dilakukan
sehingga terbentuk proses perbaikan yang tanpa henti (never ending process). Apabila terjadi
kelestarian fungsi lingkungan pelabuhan, maka akan terjadi hubungan yang serasi, selaras, dan
seimbang antara manusia dan lingkungan di area pelabuhan, serta akan mendukung
pembangunan berkelanjutan (Siahaan, 2012). Pengelolaan pelabuhan yang melakukan
pemeliharaan integritas ekologi atau pemeliharaan lingkungan merupakan inti dari konsep ini
(Supriyanto, 2013).
Berikut site plan dari Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari Kabupaten
Bulukumba.

Gambar 13. Site Plan Kawasan Pelabuhan Bira


Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
Berdasarkan gambar site plan di atas dapat dilihat rencana Kawasan Pelabuhan Bira,
terdapat sarana dan prasarana yang mendukung pelabuhan seperti jalan, perdagangan dan jasa,
perkantoran, peribadatan, ruang terbuka, terminal, SPBU, dermaga, pos pelayanan, gudang,
permukiman dan pariwisata.
Kawasan Wisata Pelabuhan Bira memiliki tingkat aksesibilitas yang mudah dijangkau,
dapat dilihat dari lokasinya yang dekat dengan jalan poros Bira, tingkat aksesibilitas ini
dikatakan mudah baik itu dijangkau menggunakan transportasi umum maupun transportasi
pribadi. Pada kondisi eksisting di Kawasan Pelabuhan Bira saat ini masih mempertahankan
ketiga daya tarik wisata pelabuhan yaitu wisata Pantai Panrang Luhu yang berada tepat di
samping pelabuhan dan kegiatan bongkar muat barang dan Kapal Phinisi sehingga masih
menarik wisatawan untuk datang ke lokasi studi. Namun daya tarik tersebut hanya akan menarik
sebagian kecil dari wisatawan jika belum dikembangkan atau dikemas semaksimal mungkin.
Karena daya tarik yang ada masih berlangsung secara alami dengan melibatkan kegiatan
pelabuhan secara langsung sehingga belum ada pemusatan konsentrasi terhadap kegiatan wisata
yang memang diperuntukan bagi para pengunjung. Padahal dengan daya tarik yang dimiliki
tersebut dapat menjadi strategi untuk bersaing dengan kawasan wisata sekitar.
Kawasan Pelabuhan Bira pada kondisi eksisting telah menyediakan beberapa fasilitas
seperti fasilitas peribadatan, ATM, rumah makan, minimarket dan tempat parkir tetapi hal
tersebut masih dianggap belum optimal dalam memenuhi kebutuhan wisatawan. Hal tersebut
karena sistem pelayanan dan perawatan masih memprihatinkan.
Pembentukan konsep dalam pengembangan kawasan wisata dapat dilihat dari kebutuhan
apa saja yang diperlukan dengan membandingkan dari kondisi eksisting yang ada dan
merencanakan kebutuhan-kebutuhan wisata. Konsep pengembangan dari studi ini adalah “Wisata
Pelabuhan Berwawasan Lingkungan” adapun sarana dan prasarana yang mendukung pelabuhan
seperti jalan, perdagangan dan jasa, perkantoran, peribadatan, ruang terbuka, terminal, SPBU,
dermaga, pos pelayanan, gudang, permukiman dan pariwisata. Dengan adanya konsep “Wisata
Pelabuhan Berwawasan Lingkungan” lingkungan dengan masyarakat ataupun pengujung akan
mendapatkan fasilitas yang seimbang yang di dukung oleh sarana dan prasarana pelabuhan.
Berdasarkan jenis aktivitas yang akan diwadahi pada perancangan Pelabuhan Bira ini
memiliki dua fungsi, antara lain: fungsi utama pada pelabuhan sebagai wadah memfasilitasi
kegiatan labuh kapal, naik turun penumpang, wisata pengunjung dan sebagainya. Fungsi
penunjang dalam aktivitas atau kegiatan untuk memfasilitasi fungsi utama. Untuk mengatasi
masalah-masalah lingkungan yang ada pada kawasan Pelabuhan Bira maka diperlukan
pengembangan dan perbaikan dalam hal ini memperbaiki tatanan kondisi pelabuhan menjadi
lebih baik. Pada pengembangan tersebut didukung dengan konsep pada wisata dan lingkungan.
Gambar 14. Desain Kawasan Wisata Pelabuhan Bira Berwawasan Lingkungan
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Gambar 15. Desain Kawasan Wisata Pelabuhan Bira Berwawasan Lingkungan


Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
Gambar 16. Desain Kawasan Wisata Pelabuhan Bira Berwawasan Lingkungan
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Gambar 17. Desain Kawasan Wisata Pelabuhan Bira Berwawasan Lingkungan


Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
Gambar 18. Desain Kawasan Wisata Pelabuhan Bira Berwawasan Lingkungan
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022

Gambar 19. Desain Kawasan Wisata Pelabuhan Bira Berwawasan Lingkungan


Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pembentukan konsep dalam pengembangan kawasan wisata dapat dilihat dari kebutuhan
apa saja yang diperlukan dengan membandingkan dari kondisi eksisting yang ada dan
merencanakan kebutuhan-kebutuhan wisata. Konsep pengembangan dari studi ini adalah
“Wisata Pelabuhan Berwawasan Lingkungan” adapun sarana dan prasarana yang
mendukung pelabuhan seperti jalan, perdagangan dan jasa, perkantoran, peribadatan,
ruang terbuka, terminal, SPBU, dermaga, pos pelayanan, gudang, permukiman dan
pariwisata.
2. Analisis satuan kemampuan lahan memilki total nilai yaitu 142 dan kelas kemampuan
lahan kelas e dengan kemampuan pengembangan sangat tinggi dan analisis fungsi
kawasan memilki total skor yaitu 45 dengan fungsi kawasan sebagai kawasan tanaman
semusim dan permukiman, setelah mempertimbangkan dua analisis tersebut maka
Pelabuhan Bira memerlukan peningkatan perencanaan pembangunan untuk
meminimalisir permasalah-permasalahan di wilayah Pelabuhan Bira.
3. Dengan adanya konsep “Wisata Pelabuhan Berwawasan Lingkungan” lingkungan dengan
masyarakat ataupun pengujung akan mendapatkan fasilitas yang seimbang yang di
dukung oleh sarana dan prasarana pelabuhan. Berdasarkan jenis aktivitas yang akan
diwadahi pada perancangan Pelabuhan Bira ini memiliki dua fungsi, antara lain: fungsi
utama pada pelabuhan sebagai wadah memfasilitasi kegiatan labuh kapal, naik turun
penumpang, wisata pengunjung dan sebagainya. Fungsi penunjang dalam aktivitas atau
kegiatan untuk memfasilitasi fungsi utama.

B. Saran
Penulis sangat membutuhkan saran dan kritik yang sifatnya membangun guna untuk
memperbaiki penulisan selanjutnya. Saran dari pembaca terkait perancangan konsep Wisata
Pelabuhan Bira Berwawasan Lingkungan sangat kami butuhkan sebagai media pembelajaran di
penulisan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 22 /Prt/M/2007. Pedoman


Teknis Analisis Aspek Fisik Dan Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya Dalam
Penyusunan Rencana Tata Ruang.
Ahmad,Nurdin, dkk. 2016. Strategi Pengembangan Pelabuhan Berwawasan Lingkungan
(Greenport) Studi Kasus: Pelabuhan Cigading-Indonesia Development Strategy Of
Greenport Case Study: Cigading Port-Indonesia Warta Penelitian Perhubungan. Institut
Pertanian Bogor. Volume 28, Nomor 1, Halaman 9-26
Amri, Muhammad Amirul. 2018terminal Penumpang Pelabuhan Bira Di Kabupaten Bulukumba.
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Insani,Zahrotunissa. 2015. Konsep Pengembangan Kawasan Wisata Pelabuhan Sunda Kelapa
Sebagai Pusat Museum Maritim Indonesia. Jurnal Planesa. Universitas Esa Unggul.
Volume 6 Nomor 2 halaman 78-88.
Mulyahadi. 2014. Optimalisasi Pelayanan Penyeberangan Lintas Bira-Pamatata Di Provinsi
Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Volume 16, Nomor 2, halaman
61-70.
Rifaldi, dkk. 2022. Perancangan Ecoport Bira di Kabupaten Bulukumba. Journal of
Muhammadiyah's Application Technology. 1(1):1–13.
Wirawan, Rivaldo Restu, dkk. 2019. Daya Dukung Lingkungan Berbasis Kemampuan Lahan Di
Kota Palu. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Sam Ratulangi. Vol 6. No.
1. Hal 137-148.

Anda mungkin juga menyukai