Achmad Rieza Fadhil Amnur1 Muh. Ikhsan Anhar2 Rahmat Faizal3 Ismawardi Salama SB4 Ahmad
Muhdi Assidiq5 Raihan6 Nurfadillah Hasta7 Nur Arviani Sulfa8 Ismi Aulia9 Putri Amalia10 Nur Khafifah11
A. Nur Andrani12 Andi Ismi Nurul Fadilla13
Abstrak
Indonesia merupakan negara maritim atau kepulauan terbesar didunia. Sejak zaman bahari,
pelayaran dan perdagangan antar pulau sudah berkembang dengan menggunakan berbagai
macam jenis perahu dan kapal tradisional. Pelabuhan Bira merupakan salah satu pelabuhan
terbesar di Bulukumba yang berfungsi sebagai pelabuhan penyeberangan penumpang dan
barang. Kondisi Pelabuhan Bira saat ini, tidak dilengkapi dengan fasilitas yang memadai
dikarenakan beberapa komponen fasilitas telah mengalami kerusakan, kurangnya tanaman hijau,
dan tidak terawatnya lingkungan laut pada area pinggir dermaga sehingga tidak mengoptimalkan
kenyamanan, keselamatan, dan keamanan lingkungan pelabuhan. Pelabuhan sebagai kawasan
wisata ini memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan dalam hal kegiatan bongkar muat barang
secara tradisional dan penggunaan Kapal Phinisi. Namun pelabuhan sebagai kawasan wisata ini
belum dikembangkan dengan baik terlihat dari kondisi eksisting kawasan wisata yang belum bisa
melayani para wisatawan dalam menunjang kegiatan wisata dan pemanfaatan peninggalan
sejarah lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu studi yang bertujuan untuk membantu
pengembangan potensi wisata yang dimiliki oleh Kawasan Wisata Pelabuhan Bira. Metode
penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif kualitatif dan analisis satuan
kemampuan lahan (SKL) dan analisis fungsi kawasan dengan penggalian informasi yang
dilakukan dari studi literatur, wawancara, penyebaran kuesioner dan observasi lapangan.
Kata Kunci : Pengembangan Pelabuhan, Waterpront City, Lingkungan, Pariwisata
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan sumber daya laut, potensi ini tentu
dapat dimanfaatkan bagi peningkatan dan percepatan pembangunan ekonomi
nasional. Pemanfaatan sumber daya laut secara optimal dan proporsional juga niscaya dapat
membantu masyarakat pesisir untuk lepas dari jeratan taraf hidup kemiskinan. Pengelolaan
pesisir telah diatur dalam UU 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 40 Tahun 2014 tentang Peran serta dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pengaturan ini memberi arah bagi
masyarakat pesisir dalam mengembangkan dan mengelola wilayah pesisir sesuai dengan kearifan
lokal masyarakat setempat. Pengembangan waterfront city adalah sebagai suatu proses
pengelolaan yang dapat menampung kegiatan ekonomi, sosial maupun fisik lingkungan pada
kawasan tepian air dimana bentuk pengembangan pembangunan wajah kota berorientasi ke arah
perairan (Wren, 1983).
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka
meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi
dengan cara pengurukan, pengeringan lahan atau drainase. Dari definisi tersebut, dapat ditarik
pengertian sederhana bahwa reklamasi memiliki tujuan utama menjadikan kawasan berair yang
rusak menjadi kawasan yang lebih bermanfaat. Reklamasi pantai dan laut menjadi “trending”
pada kawasan perkotaan yang terletak di wilayah pesisir yang kemudian dimanfaatkan untuk
keperluan ekonomi dan tujuan kawasan strategis. Biasanya digunakan sebagai lahan pemukiman,
pengembangan kawasan industri, properti (bisnis dan pertokoan), pelabuhan udara, dan jalur
transportasi laut
Penelitian membuktikan bahwa aktivitas pesisir sangat potensial dalam membangkitkan
sektor riil, hal ini terbukti saat terjadinya krisis ekonomi, kegiatan pada wilayah pesisir laut
justru mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Oleh sebab itu penting untuk
mengembangkan kawasan pesisir dan mengelola sumber daya pesisir yang terintegrasi
bersandarkan pada pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan keberlanjutan
kehidupan sosial (sustainable society).
Waterfront city merupakan pembangunan perkotaan yang berdekatan dengan sumber air
seperti pantai, danau, sungai dan terdapat unsur alam lainnya seperti matahari, langit, tanaman
hidup yang dianggap sebagai sumber daya yang unik dan tak tergantikan. Waterfront
city diyakini memiliki daya tarik wisata yang tinggi. Untuk penelitian kali ini kami menggunakan
waterfront city jenis Port Waterfront. Jenis waterfront ini merupakan lokasi yang digunakan
sebagai tempat reparasi kapal baik kapal pesiar maupun kapal penangkap ikan. Kawasan
waterfront ini juga difungsikan layaknya seperti pelabuhan. Sebagaimana kawasan pesisir
Pelabuhan Bira yang ada di Kabupaten Bulukumba yang akan kami kembangkan sebagai
waterfront city jenis Port Waterfront. Karena sesuai dengan kondisi eksisting sekarang
pelabahuan Bira digunakan sebagai pelabuhan ikan dan pelabuhan penyeberangan. Selain itu,
letaknya yang berada pada Laut Flores dan Teluk Bone menjadikan Kabupaten Bulukumba
sebagai lokasi yang strategis untuk jalur perdagangan antar pulau.
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas pada penelitian ini, maka adapun tujuan pada penelitian:
1. Mengemukakan Konsep Perencanaan Waterfront City Port Pada Kawasan Pelabuhan Bira
Kabupaten Bulukumba.
2. Menganalisis Fungsi Kawasan Dan Satuan Kemampuan Lahan Pada Kawasan Pelabuhan
Bira Kabupaten Bulukumba
3. Mengidentifikasi Konsep Perencanaan Kawasan Pelabuhan Bira Kabupaten Bulukumba
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Waterfront City
Waterfront dalam Bahasa Indonesia secara harfiah berarti daerah tepi laut, bagian suatu
wilayah yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan menurut Echols dalam Dwi Juwita
Tangkuman (2011). Kota (city) dan waterfront merupakan dua hal yang memiliki keterkaitan
karena dalam suatu kawasan atau kota memiliki potensi air baik sungai, danau, dan laut yang
secara geografis membentuk suatu batas antara perairan. Berdasarkan beberapa definisi diatas
maka dapat disimpulkan bahwa waterfront merupakan daerah atau kawasan yang berbatasan
langsung dengan daerah perairan yang terdapat suatu kawasan yang berbatasan langsung dengan
daerah perairan yang terdapat suatu aktivitas atau kegiatan pada area tepi atau yang berbatasan
dengan perairan tersebut. Kawasan waterfront merupakan suatau kawasan yang berbatasan
dengan tepian air seperti laut, danau, sungai dan sejenisnya. Pengembangan kawasan waterfront
adalah pengembangan kegiatan yang beriorentasi ke badan air (waterfront), yang bertujuan untuk
menampung aktivitas warga perkotaan dengan tetap melestarikan dan memberikan sumbangan
pada kualitas lingkungan yang lebih baik dengan cara penataan ruang dan bangunan di tepi air.
Prinsip perancangan waterfront city adalah dasar-dasar penataan kota atau kawasan yang
memasukan berbagai aspek pertimbangan dan komponen penataan untuk mencapai suatu
perancangan kota atau kawasan yang baik. Kawasan tepi air merupakan lahan atau area yang
terletak berbatasan dengan air seperti kota yang menghadap kelaut, sungai, danau atau
sejenisnya. Bila dihubungkan dengan pembangunan kota, kawasan tepi air adalah area yang
dibatasi oleh air dari komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai
manusia, yaitu kebutuhan akan ruang publik dan nilai alami (ruang aktivitas/fasilitas, dan ruang
kegiatan waterfront city).
C. Konsep Pengembangan
pelabuhan berwawasan lingkungan atau juga eco-port atau greenport, adalah istilah pelabuhan
yang dalam manajemen dan operasionalnya memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan
lingkungan bukan hanya profit/keuntungan secara bisnis semata. Di dalam suatu pelabuhan
berwawasan lingkungan (eco-port), semua pihak yang berkecimpung di dalamnya dan
berkepentingan dengan kegiatan kepelabuhanan didorong dan diajak untuk terlibat secara
sukarela (voluntary) untuk menciptakan pelabuhan yang ramah lingkungan. Konsep greenport
tidak saja berfokus utama pada peningkatan kinerja pada aspek lingkungan saja, namun juga
perlu diikuti secara bersama-sama kinerja yang baik pada aspek yang lainnya seperti aspek
finansial dan ekonomi, dan operasional pelabuhan. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan
konsep greenport yang menuju pada sustainable port development. Pelabuhan harus menjaga
keseimbangan aspek-aspek tersebut sehingga terwujud keberlanjutan kegiatan kepelabuhanan.
Sebagai ilustrasi, jika pelabuhan hanya berfokus pada kinerja finansial dan ekonomi, dan
mengabaikan aspek operasional serta aspek lingkungan maka pada saat tertentu daya dukung
lingkungan akan mencapai pada titik jenuh dan kinerja operasional pelabuhan juga akan
mencapai pada titik jenuh. Hal ini akan mengakibatkan keterpurukan pada aspek finansial
sehingga pengembangan pelabuhan terhenti dan tidak tercapai keberlanjutan. Oleh karena itu
dalam menentukan indikator yang berpengaruh pada greenport, perlu juga memasukan aspek
operasional dan finansial selain aspek lingkungan.
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di Pelabuhan Bira, Desa Bira, Kecamatan Bonto Bahari,
Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayah lokasi penelitian Pelabuhan
Bira Yaitu 100 Ha.
Rendah 3
Zona Rendah 0,1-0,2 3 Rendah (5-6) 3
Sangat Rendah 2
Sumber : Permen PU No 20 Tahun 2007
Tabel 14 Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Intensitas Huja Harian Rata-rata
Kelas Kisaran Curah Hujan (mm/tahun hujan) Klasifikasi Nilai Skor
1 1500 - 2000 Sangat Rendah 10
2 2000 - 2500 Rendah 20
3 2500 - 3000 Sedang 30
4 3000 - 3500 Tinggi 40
5 3500 - 4000 Sangat Tinggi 50
Sumber : SK Menteri Kehutanan No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981
Teknik yang digunakan adalah mengintegrasikan hasil pengolahan data penginderaan jauh
dengan analisis sistem informasi geografis menggunakan teknik overlay atau tumpang susun
beberapa parameter yaitu curah hujan, kemiringan lereng dan jenis tanah hasilnya akan berupa
peta arahan fungsi kawasan.
Setelah data hasil identefikasi kawasan telah di lakukan langkah selanjutnya yaitu dengan
menghitung dan menetukan di mana ruang yang merupakan kawasan di Lindungi dan wialayah
Budidaya dengan menggunakan rumus :
FK = KL + JT + CH
Keterangan :
FK = Skor Total Fungsi Kawasan
KL = Skor Kemiringan Lereng
JT = Skor Jenis tanah
CH = Skor Curah Hujan
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Bonto Bahari merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi
Selatan, Indonesia. Kecamatan Bonto Bahari berjarak sekitar 24 Km dari ibu kota Kabupaten
Bulukumba. Ibu kota kecamatan ini berada di Tanahberu. Wilayahnya terletak paling selatan
yang dikelilingi Laut Flores, termasuk dua pulaunya yaitu Pulau Liukang dan Pulau Sarontang.
Batas-batas wilayah Kecamatan Bonto Bahari yaitu :
Utara : Kecamatan Bontotiro
Timur : Laut Flores
Selatan : Laut Flores
Barat : Kecamatan Ujung Loe dan Laut Flores
Kecamatan Bonto Bahari merupakan wilayah pesisir Kabupaten Bulukumba. Berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bulukumba Tahun 2012-2032 menjelaskan
bahwa sebagaian wilayah Kecamatan Bonto Bahari diperuntukkan sebagai pelabuhan
penyeberangan. Peran strategis pelabuhan di Desa Bira merupakan salah satu potensi
berkembangnya wilayah tersebut.
Berdasarkan tabel diatas analisis jenis tanah aluvial di klasifikasikan tidak peka dengan
skor 15.
Tabel 18. Analisis Nilai Skor Curah Hujan di Kawasan Pelabuhan Bira
Kecamatan Bonto Bahari
Kisaran Curah Hujan
Klasifikasi Nilai Skor
(mm/tahun hujan)
1500 - 2000 Sangat Rendah 10
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
Berdasarkan tabel diatas analisis curah hujan 1500-2000 mm/tahun hujan di klasifikasikan
sangat rendah dengan skor 10.
Tabel 19. Analisis Fungsi Kawasan di Kawasan Pelabuhan Bira
Kecamatan Bonto Bahari
Curah Skor Skor Skor
Jenis Kemiringan Total Fungsi
Hujan Jenis kemiringan Curah
Tanah Lereng (%) Skor Kawasan
(mm/tahun) Tanah Lereng Hujan
Kawasan
Tanaman
Aluvial
0-2 1500-2000 15 20 10 45 Semusim
dan
Permukiman
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
Berdasarkan tabel diatas analisis fungsi kawasan dengan kemiringan lereng 0 - 2% dengan
skor 20, jenis tanah aluvial dengan skor 15 dan curah hujan 1500-2000 mm/tahun hujan dengan
skor 10 maka keseluruhan total skor yaitu 45 dengan fungsi kawasan sebagai kawasan tanaman
semusim dan permukiman. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta analisis fungsi kawasan
berikut.
Gambar 2. Peta Analisis Fungsi Kawasan
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Morfologi untuk kemiringan
0-2% dengan nilai 5 dan morfologi daratan dengan nilai 5 jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan
Morfologi yaitu tinggi dengan total skor 10 dan nilai 5. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
peta berikut.
Gambar 3. Peta Satuan Kemampuan Lahan Morfologi
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
2. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan Dikerjakan
Tabel 21. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan Dikerjakan
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
SKL
Kemiringan
Ketinggian Nilai Nilai Jenis Tanah Nilai Kemudahan Nilai
(%)
Dikerjakan
25-100 5 0-2 5 Aluvial 5 Tinggi (15) 5
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan Dikerjakan untuk
ketinggian 25-100 dengan nilai 5, kemiringan 0-2% dengan nilai 5 dan jenis tanah aluvial
dengan nilai 5 jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan Dikerjakan yaitu tinggi dengan
total skor 15 dan nilai 5. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta berikut.
Gambar 4. Peta Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan Dikerjakan
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
3. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng
Tabel 22. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
Kemiringan SKL Kestabilan
Ketinggian Nilai Nilai Morfologi Nilai Nilai
(%) Lereng
25-100 5 0-2 5 Dataran 5 Tinggi (15) 5
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng untuk
ketinggian 25-100 dengan nilai 5, kemiringan 0-2% dengan nilai 5 dan morfologi daratan
dengan nilai 5 jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng yaitu tinggi dengan total
skor 15 dan nilai 5. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta berikut.
Gambar 5. Peta Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
4. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi
Tabel 23. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
SKL
Kemiringan Jenis
Ketinggian Nilai Nilai Morfologi Nilai Nilai Kestabilan Nilai
(%) Tanah
Pondasi
25-100 5 0-2 5 Dataran 5 Aluvial 5 Tinggi (20) 5
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi untuk
ketinggian 25-100 dengan nilai 5, kemiringan 0-2% dengan nilai 5, morfologi daratan dengan
nilai 5 dan jenis tanah aluvial dengan nilai 5 jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan
Pondasi yaitu tinggi dengan total skor 20 dan nilai 5. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta
berikut.
Tinggi
Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air untuk daerah
aliran sungai (DAS) wilayah akifer produktif sedang dengan nilai 3 curah hujan 1500-2500 mm
dengan nilai 2, guna lahan terbangun dengan nilai 2 jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan
Ketersediaan Air yaitu sedang dengan total skor 7 dan nilai 3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada peta berikut.
Gambar 7. Peta Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
6. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Drainase
Tabel 25. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Drainase
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
Kemiringan SKL
Ketinggian Nilai Nilai Curah Hujan Nilai Nilai
(%) Drainase
25-100 5 0–2 5 1500-2500 mm 2 Tinggi (12) 3
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Drainase untuk ketinggian 25-
100 dengan nilai 5, kemiringan 0-2% dengan nilai 5 dan curah hujan dengan nilai 2 jadi untuk
Satuan Kemampuan Lahan Drainase yaitu tinggi dengan total skor 12 dan nilai 3. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada peta berikut.
Gambar 8. Peta Satuan Kemampuan Lahan Drainase
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
7. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Erosi
Tabel 26. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Erosi
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
Jenis Kemiringan SKL
Curah Hujan Nilai Nilai Morfologi Nilai Nilai Nilai
Tanah (%) Erosi
Cukup
Aluvial 5
1500-2500 mm 2 Dataran 0 0-2 5 (12) 4
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Erosi untuk curah hujan 1500-
2500 mm dengan nilai 2, jenis tanah aluvial dengan nilai 5, morfologi daratan dengan nilai 0 dan
kemiringan 0-2% dengan nilai 5 jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan Erosi yaitu cukup dengan
total skor 12 dan nilai 4. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta berikut.
Gambar 9. Peta Satuan Kemampuan Lahan Erosi
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
8. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Limbah
Tabel 27. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Limbah
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
SKL
Kemiringan Guna
Ketinggian Nilai Nilai Curah Hujan Nilai Nilai Pembuangan Nilai
(%) Lahan
Limbah
Non
25-100 5 0-2 5 1500-2500 mm 2 1 Rendah (13) 1
Terbangun
25-100 5 0-2 5 1500-2500 mm 2 Terbangun 2 Rendah (14) 1
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Limbah untuk
ketinggian 25-100 dengan nilai 5, kemiringan 0-2% dengan nilai 5, curah hujan 1500-2500 mm
dengan nilai 2 dan guna lahan terbagi 2 yaitu non terbangun dengan nilai 1 sedangkan terbangun
dengan nilai 2 jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Limbah yaitu rendah dengan
total skor 13 dan 14 dan nilai 1. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta berikut.
Gambar 10. Peta Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Limbah
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
9. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Bencana Alam
Tabel 28. Analisis Satuan Kemampuan Lahan Pembuangan Bencana Alam
di Kawasan Pelabuhan Bira Kecamatan Bonto Bahari
Gerakan Tanah Nilai Rawan Gempa Nilai SKL Bencana Alam Nilai
Sangat Rendah 2 Zona Sedang 0,3-0,4 g 4 Rendah (6) 3
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
Berdasarkan tabel diatas analisis Satuan Kemampuan Lahan Bencana Alam untuk gerakan
tanah sangat rendah dengan nilai 2 dan rawan gempa dalam zona sedang 0,3-0,4 g dengan nilai 4
jadi untuk Satuan Kemampuan Lahan Bencana Alam yaitu rendah dengan total skor 6 dan nilai
3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta berikut.
Gambar 11. Peta Satuan Kemampuan Lahan Bencana Alam
Sumber : Hasil Analisis Tim Tahun 2022
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa total nilai dari analisis satuan kemampuan
lahan yaitu 142 dan kelas kemampuan lahan kelas e dengan kemampuan pengembangan sangat
tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta berikut.
A. Kesimpulan
1. Pembentukan konsep dalam pengembangan kawasan wisata dapat dilihat dari kebutuhan
apa saja yang diperlukan dengan membandingkan dari kondisi eksisting yang ada dan
merencanakan kebutuhan-kebutuhan wisata. Konsep pengembangan dari studi ini adalah
“Wisata Pelabuhan Berwawasan Lingkungan” adapun sarana dan prasarana yang
mendukung pelabuhan seperti jalan, perdagangan dan jasa, perkantoran, peribadatan,
ruang terbuka, terminal, SPBU, dermaga, pos pelayanan, gudang, permukiman dan
pariwisata.
2. Analisis satuan kemampuan lahan memilki total nilai yaitu 142 dan kelas kemampuan
lahan kelas e dengan kemampuan pengembangan sangat tinggi dan analisis fungsi
kawasan memilki total skor yaitu 45 dengan fungsi kawasan sebagai kawasan tanaman
semusim dan permukiman, setelah mempertimbangkan dua analisis tersebut maka
Pelabuhan Bira memerlukan peningkatan perencanaan pembangunan untuk
meminimalisir permasalah-permasalahan di wilayah Pelabuhan Bira.
3. Dengan adanya konsep “Wisata Pelabuhan Berwawasan Lingkungan” lingkungan dengan
masyarakat ataupun pengujung akan mendapatkan fasilitas yang seimbang yang di
dukung oleh sarana dan prasarana pelabuhan. Berdasarkan jenis aktivitas yang akan
diwadahi pada perancangan Pelabuhan Bira ini memiliki dua fungsi, antara lain: fungsi
utama pada pelabuhan sebagai wadah memfasilitasi kegiatan labuh kapal, naik turun
penumpang, wisata pengunjung dan sebagainya. Fungsi penunjang dalam aktivitas atau
kegiatan untuk memfasilitasi fungsi utama.
B. Saran
Penulis sangat membutuhkan saran dan kritik yang sifatnya membangun guna untuk
memperbaiki penulisan selanjutnya. Saran dari pembaca terkait perancangan konsep Wisata
Pelabuhan Bira Berwawasan Lingkungan sangat kami butuhkan sebagai media pembelajaran di
penulisan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA