INDONESIA, Negara kepulauan (Archipeladic State). Luasnya 5,8 juta km2 yang
mencakup daratan dan laut. Panjang garis pantainya lebih 81.000 km’. Kajian
tentang laut Indonesia telah banyak digambarkan pelbagai literatur dan
kajian ilmiah, baik ditilik dari aspek geopolitik, geostrategic, ataupun
geoekonomi. Wilayah darat dan laut yang luas itu ditunjukkan pada gambar 1,
peta Kartografi Geomarphological Map of Indonesia (Verslappen, 2014).
Menurut Sudirman (2013) wilayah perairan laut Indonesia terdiri 3 (tiga)
bahagian : 1) Wilayah perairan kepulauan seluas 2,8 juta km2; 2) Perairan
teritorial seluas 0,3 juta km2; & 3) Perairan Zona Ekonomi Esklusif (ZEE) seluas 2,7
juta km2. Dengan luasan berskala superior tersebut, maka secara obyektif
geografis Indonesia dimata pakar kebumian menyebutnya sebagai Negara
Kepulauan, Negara Bahari, atau Negara Maritim, Sebutan masyhur ini sudah
terpatri sejak era Kerajaan, jauh sebelum Portugis datang. Portugis dikalahkan
oleh perusahaan dagang VOC. Aset VOC akhirnya juga diambil alih
pemerintah kolonial Belanda yang datang di Nusantara. Negeri indah bentang
alamnya, kaya dengan sumber daya alam, gemah ripah loh jinawi. Itu pula
sebabya tegas dinyatakan dalam teori pembangunan ekonomi Maritim
Indonesia (Ade Prasetia, 2016), dan juga diulang-ulang kembali oleh Muammil
& Senuk (2015) dalam riset Ekonomi Pembangunan Daerah, yang maknanya
lebih kurang bahwa sebuah negeri kelak berhasil maju pembangunannya bila
bertopang pada kondisi obyektif negeri yang bersangkutan. Senada hal ini
Alkadri (1999) menyitirnya pada Tiga Pilar Pengembangan Wilayah, yaitu :
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan teknologi.
Dalam relasi inilah, otomatis gagasan pembangunan maritim Inonesia yakni
pembangunan transportasi laut serta asosiasinya harus dipandang dan
diterjemahkan dalam persepektif yang lebih luas, baik dari segi ekologi, sosial,
budaya politik, hukum, Hankam, maupun ekonomi.
Budaya yang kaya dari laut, tentu saja sejalan dengan gambaran diatas;
masyarakat pesisir di Nusantara memiliki keanekaragaman budaya yang tidak
terkira; sebahagian berasal dari laut. Setidaknya terdapat suku eksklusif laut di
Nusantara; suku Bajau atau Bajo atau ‘Sama’ yang tersebar di pelbagai
wilayah Nusantara. Titisan suku Bajo, juga sisa-sisa peradaban komunitasnya kini
masih ditemukan di Donggala. Napak tilas cerita suku Bajo Donggala di masa
lalu, terabadikan dengan nama sebuah jalan, yakni : Jalan Labuan Bajo. Akses
jalan satu-satunya ini menuju ke lokasi menara suar dan pantai pariwisata
Tanjung Karang Donggala salah satu rekreasi wisata pantai ex kelolaan
Belanda; dan akses menuju pelabuhan ikan Donggala. Dimasa lalu sekira tahun
60 -70 an, leluhur suku Bajo Donggala yang umumnya bekerja sebagai mandor
dan buruh angkut di pelabuhan Donggala, disamping sebagai nelayan.
Kedua : Pelabuhan
Pe
Kelima : R u j u k a n