OLEH :
10542041412
PEMBIMBING:
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya
dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang
harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik
pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari
merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil.
Pada tonsillitis kronis, ukuran tonsil dapat membesar sedemikian sehingga disebut
kronis hipertrofi yang telah menyebabkan sumbatan jalan napas harus segera
eksisi guillotine, diatermi monopolar dan bipolar, skapel harmonik, diseksi dengan
elektrocauter.
2
Pemilihan jenis anestesi untuk tonsilektomi ditentukan berdasarkan usia
pasien, kondisi kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta keterampilan
masih dilakukan di bawah anestesi umum, teknik anestesi lokal tidak digunakan
gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. Sekitar 1:15.000 pasien yang
anestesi setelah operasi. Komplikasi ini terkait dengan keadaan status kesehatan
pasca operasi, mual, muntah, kematian pada saat induksi pada pasien dengan
hipovolemia, hipersensitif terhadap obat anestesi serta hipotensi dan henti jantung
3
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. NF
Usia : 20 tahun
Berat Badan : 45 kg
Agama : Islam
No. RM : 61 90 63
B. ANAMNESIS
4
trauma (-) Riwayat keluarga (-) Riwayat
d. Riwayat penyekit keluarga : asma (-), alergi dan riwayat penyakit yang
C. PEMERIKSAAN FISIK
GCS : E4V5M6 = 15
Nadi : 76 x/menit
Suhu : 36,6 °C
Pernafasan : 22 x/menit
Status Generalis
a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit
b. Kepala : Tampak tidak ada jejas, tidak ada bekas trauma, distribusi merata
d. Hidung : mukosa pucat, Deviasi (-/-), hidung tersumbat (+/+), nyeri pada
5
e. Pemeriksaan Leher
f. Pemeriksaan Thorax
1) Jantung
c) Perkusi :
2) Paru
f. Pemeriksaan Abdomen
6
a) Inspeksi : Perut datar, simetris, tidak terdapat jejas dan massa
c) Perkusi : Timpani
d) Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan. Hepar dan lien tidak
teraba.
g. Pemeriksaan Ekstremitas :
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi
MCV 85 80,0-99,0 fl
7
CT - 1-3 menit
BT - 1-6 menit
Gol. Darah -
Seroimmunologi
E. KESAN ANESTESI
F. PENATALAKSANAAN
G. KESIMPULAN
ACC ASA I
H. LAPORAN ANESTESI
Rhinosinusitis
8
Rhinosinusitis
3. Penatalaksanaan Preoperasi
4. Penatalaksanaan Anestesi
Surgery)
f. Premedikasi : Midazolam 5 mg
Fentanyl 50 mcg
k. Respirasi : Terkontrol
l. Posisi : Supine.
Tanggal 23 Mei 2018 jam 08.30 WITA, Nn.NF, 20 tahun tiba di ruang operasi
sign dengan hasil TD 120/80 mmHg, Nadi 72x/menit, dan SpO2 99%. Pukul 08.35
WITA diberikan premedikasi dengan injeksi midazolam 5 mg, lalu fentanyl 50 mcg
9
secara intravena. Setelah diberikan premedikasi dilakukan induksi dengan injeksi
propofol 100 mg intavena yang dilanjutkan dengan pemberian obat pelumpuh otot
dengan sungkup muka yang telah terpasang pada mesin anestesi yang mengalirkan
oksigen dari mesin ke jalan napas pasien sambil melakukan bagging selama kurang
lebih 3-5 menit untuk menekan pengembangan paru dan juga menunggu kerja dari
tube. Setelah pasien terinduksi dengan tanda reflek bulu mata menghilang dan tidak
setelah fasikulasi hilang dan leher pasien sudah tidak kaku dilakukan pemasangan
dilakukan ETT dikunci dengan menggembungkan balon ETT dengan udara dalam
spoit hingga suara desis napas hilang, kemudian connector ETT dihubungkan
dengan mesin anestesi untuk mendapatkan O2. Setelah itu dilakukan auskultasi
paru kanan dan kiri untuk mengetahui apakah ETT sudah terpasang dengan benar.
vol 2%. Bila anestesinya terlalu dalam maka sevofluran diturunkan begitu pula
keadaan pasien. Ventilasi dilakukan dengan bagging dengan laju napas 20 x/ menit
10
ekstubasi. Sebelum ETT dilepas dilakukan pembersihan jalan napas dari lendir
balon ETT dikempeskan kemudian baru dilepaskan. Setelah ekstubasi pasien tetap
kesadaran, dan vital sign hingga stabil. Pulse oximetry dimonitor hingga pasien
sadar penuh sampai pemulihan anestesi maksimal. Setelah berada di recovery room
dilakukan penilaian aldrete score, hingga nilai > 8, maka pasien dapat dipindahkan
11
BAB III
PEMBAHASAN
Dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik
akan dibahas masalah yang timbul, baik dari segi medis, bedah maupun anestesi.
radang dapat dilihat dari suhu maupun angka leukosit. Pada pasien ini suhu tubuh
masih dalam batas normal dan angka leukosit sedikit meningkat yang menunjukkan
teknik anestesi yang aman untuk operasi yang lama, juga perlu dipersiapkan darah
untuk mengatasi perdarahan. Pada pasien ini teknik deviasi septum yang digunakan
adalah septoplasti dimana perdahan durante operasi dan post operasi lebih sedikit
Pada penderita ini telah dilakukan persiapan yang cukup, antara lain :
12
b. Pemeriksaan laboratorium darah
pemasangan infuse untuk terapi cairan sejak pasien masuk RS.Pada pasien
ini diberikan cairan Ringer Laktat 20 tetes per menit, terhitung sejak pasien
mulai puasa hingga masuk ke ruang operasi. Puasa paling tidak 6 jam untuk
dihindarkan. Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus
a. Pra Anestesi
Pada kasus ini diberikan cairan berupa Ringer Laktat karena mengalami
Cairan ini sudah terpenuhi karena walaupun pasien puasa tapi tetap
b. Premedikasi
c. membuat amnesia
d. memberikan analgesia
13
e. mencegah muntah
f. memperlancar induksi
/ KgBB / IV. Pada pemberian intravena, mula kerja 30 detik dan mencapai
puncak dalam waktu 5 menit, kemudian menurun dengan cepat dalam waktu
c. Intra Anestesi
2. Induksi
14
Digunakan Propofol 100 mg IV. (dosis induksi 2-3 mg / kgBB)
karena memiliki efek induksi yang cepat (dicapai dalam waktu 30 detik)
dengan distribusi dan eliminasi yang cepat. Pemulihannya lebih cepat dan
3. Intubasi
ditingkatkan, jalan napas terjaga bebas, dosis obat anestesi dapat dikontrol
4. Ekstubasi
15
dipasang guedel dan pasien tetap diberikan O2 selama kurang lebih 5-10
menit. Tindakan ekstubasi ini sudah sesuai seperti yang disebutkan dalam
dapat dilakukan pada stadium anestesi yang dalam dan pernapasan sudah
spontan.
Ekstubasi juga dapat dilakukan bila pasien sudah sadar, dimana jalan
adekuat (RR <25, tidak ada otot bantu napas tambahan, tidak sesak, volume
tidal >5 mL/kg BB, ventilasi semenit <10 L/menit), tanda vital stabil, tidak
ada aritmia.
terkait medis, bedah dan anestesi dengan tujuan dapat memberikan terapi
dan frekuensi respirasi, frekuensi denyut dan irama jantung, tekanan darah
16
sering dilakukan setiap 15 menit untuk jam pertama dan selanjutnya setiap
keempat ekstremitas 1
ekstremitas
ekstremitas
serta batuk
dispneu
apneu
+20%
17
Berbeda lebih dari 50%
terhadap rangsang
Sianosis 0
18
BAB IV
KESIMPULAN
kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.
Pada kasus ini, pasien perempuan 20 tahun pasien ASA I, dengan diagnosis
Rhinosinusitis kronis dilakukan teknik anestesi GETA dengan ETT no. 7.0 respirasi
seluruh tubuh secara sentral dan juga memblock nervus vagus (saraf simpatis).
Dalam kasus ini, selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang
berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang
pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara
19
DAFTAR PUSTAKA
1. http://erepo.unud.ac.id/9756/3/ed376b3dfbe77e92015d64004a52d470.pdf di
Malik pada Tahun 2011. Departemen THT Fakultas Kedokteran USU. 2013.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=51345&val=4098. Di
20