(Rifqi wira priyangga)
A. PENDAHULUAN
dalam evaluasi obstruksi nasal. Rhinitis medikamentosa merupakan peradangan
kronik yang di sebabkan oleh penggunaan berlebihan seprotan dekongestan nasal.1
Pasien dengan kongesti nasal awalnya merasa pulih dengan menggunakan
obstruktif dari pada perbaikan jalan napas. 1
B. ANATOMI NASAL
Hidung termasuk bagian dari traktus respirasi superior sampai ke palatum
durum yang terdiri hidung luar dan cavum nasi, yang dibagi menjadi cavum kanan
dan kiri oleh septum nasi. Setiap cavum nasi terbagi menjadi area penghidu dan
area pernapasan. Fungsi dari hidung dan cavum nasi adalah2
1. Penghidu
2. Pernapasan
3. Filtrasi debu
4. Humidifikasi udara inspirasi
5. Penerimaan dan eliminasi secret dari mukosa hidung, sinus paranasal
dan ductus nasolakrimalis.
a. Hidung Luar
Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagianbagiannya dari atas ke
bawah : 3
1) pangkal hidung (bridge)
2) batang hidung (dorsum nasi)
1
3) puncak hidung (tip)
4) ala nasi
5) kolumnella dan
6) Lubang hidung (nares anterior).
Hidung luar terdiri atas bagian tulang dan bagian kartilago , bagian tulang
hidung terdiri atas:2
1. Tulang nasal
2. Processus frontalis os maxilaris
3. Bagian nasal dari tulang frontal dan tulang belakang hidung
4. Bagian tulang dari septum nasal
Bagian kartilago hidung terdiri atas lima kartilago utama: dua kartilago
lateral, dua kartilago alar dan sebuah kartilago septal.2
Gambar 1. Hidung luar. A. Permukaan anatomi hidung B. Tulang dan
kartilago nasal. Kartilago ditarik ke inferior
b. Cavum nasi
Rongga hidung atau cavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi cavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk cavum nasi bagian depan disebut nares
2
anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang
menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring.3
Batas cavum nasi antara lain:2
1. Dinding atap cavum nasi melengkung dan sempit, kecuali pada ujung
posteriornya.
2. Dasar cavum nasi lebih luas dari atap dan dibentuk oleh pallatum durum.
3. Dinding medial cavum nasi dibentuk oleh septum nasal, komponon utama
puncak hidung maksillaris dan os. Palatina.
4. Dinding lateral cavum nasi tidak merata karena konka nasal (superior,
gulungan. Kurva conchae inferomedially, masingmasing membentuk atap
dan dinding medial parsial untuk meatus, atau recess.
Gambar 2. Dinding lateral dan medial cavum nasi sisi kanan
superior, media dan inferior. Area di bawah setiap concha disebut meatus. Meatus
3
nasi superior terletak di bawah cocha nasalis superior. Di sini terdapat muara sinus
etmoidalis posterior dan sinus spenoidalis. Meatus nasi media terletak di bawah
concha nasalis media. Meatus ini mempunyai tonjolan bulat, disebut bulla
etmoidalis yang dibentuk oleh sinus etmoidales medii yang bermuara pada pinggir
atasnya. Sebuah celah melengkung, disebut hiatus semilunaris, terletak tepat di
bawah bulla. Ujung anterior hiatus yang menuju ke dalam sebuah saluran
frontalis. Sinus maxillaris bermuara ke dalam meatus nasi media melalui hiatus
semilunaris. Meatus nasi inferior terletak di bawah concha nasalis inferior dan
merupakan tempat muara dari ujung bawah ductus nasolacrimalis yang dilindungi
oleh sebuah lipatan membrana mukosa.4
Gambar 3. A. Dinding lateral caum nasi kanan B. Dinding lateral cavum nasi
kanan; concha nasalis superior, media dan inferior dibuang untuk memperlihatkan
muara dari sinus paranasalis dan ductus lacrimalis ke dalam meatus
4
c. Inervasi Cavum Nasi
Berikut yang termasuk Inervasi dari cavum nasi :3
1. Bagian depan dan ats rongga hidung mendapat pesarafan sensoris dari:
N.oftalmikus(N.V1) bercabang >N.nasosiliris kemudian menjadi >
N.etmoidalis anterior.
2. Bagian rongga hidung lainnya sebagian besar mandapat persarafan
sensoris dari:
N.maxillaris melalui ganglion sfenopalatina.
3. Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga
hidung . Ganglion ini menerima :
Serabut saraf sensoris dari N.maxilaris (N.V2).
Serabut parasimpatis dari N.petrousus superfisialis mayor.
Serabut simpatis dari N.petrousus profundus.
Ganglion ini terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior
konka media.
4. Fungsi penghidu berasal dari:
N.ofaktorius turun melalui > lamina kribrosa dari permukaan Bulbus
mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
d. Vaskularisasi Cavum Nasi 3
1. Bagian atas rongga hidung mendapat vaskularisasi dari :
a. karotis interna bercabang > a. oftalmika bercabang > a.etmoid anterior
dan posterior.
2. Bagian bawah rongga hidung mendapat vaskularisasi dari:
Cabang a.carotis externa > a. maksilaris interna bercabang > a. palatina
mayor dan a. sfenopalatina yang masuk > foramen sfenopalatina > memasuki
rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.
3. Bagian depan hidung mendapat vaskularisasi dari:
5
cabangcabang a. fasialis. Pada bagian septum terdapat anastomosis dari
palatina mayor yang disebut pleksus kisselbach (little’s area). Pleksus kisselbach
letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma sehingga sering menjadi
sumber epistaksis terutama pada anak.
bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Venavena
mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intracranial.
Gambar 4. Nervus dinding lateral hidung dan septum nasi
Gambar 4. Perdarahan dinding lateral hidung dan septum nasi
C. DEFINISI RHINITIS MEDIKAMENTOSA
6
Rhinitis medikamentosa menggambarkan rhinitis persisten yang
terjadi diikuti episode rhinitis virus akut dan ditandai oleh kongesti nasal yang
persisten, biasanya terisolasi dan terjadi semakin cepat setelah penggunaan nasal
ketergantungan pada nasal dekogestan topikal.5
D. EPIDEMIOLOGI6
Insiden rhinitis medikamentosa tidak pasti dan mungkin tidak dilaporkan
karena dijual bebasnya ketersediaan dekongestan internasal. Dalam sebuah survei
adalah 1%.
penarikan dekongestan intranasal yang mungkin termasuk sakit kepala, gangguan
neonatal dari phenyleperin topikal telah dilaporkan.
Rhinitis medikamentosa terjadi sama baik pada pria dan wanita serta
insiden puncak terjadi pada remaja dan dewasa usia pertengahan.
E. ETIOPATOGENESIS
a. Fisiologi Kongesti Hidung
7
Mukosa hidung terdiri dari dua komposisi pembuluh darah berupa
mengalir ke pembuluh kapasitansi, yang terdiri dari sinusoid vena. Sinusoid vena
yang kaya inervasi dengan saraf simpatis dan ketika dirangsang dengan
norepinefrin akan berikatan dengan reseptor α2 presinaps dan postsinaps reseptor
tersumbat berkurang. Saraf lain seperti parasimpatis, saraf sensorik C dan saraf
simpatik vasokonstriksi intrinsik. Stimulasi saraf NANC menyebabkan rhinorre,
bersin, dan hidung tersumbat.7
pembuluh darah. Sel mast, eosinofil, dan basofil menyebabkan hidung tersumbat
oleh pelepasan histamin, tryptase, kinins, prostaglandin, dan leukotrien. Eksudasi
plasma, yang berisi albumin, imunoglobulin, kinin, komplemen, faktor koagulasi,
dan sistem fibrinolitik, terjadi melalui fenestrasi pembuluh darah kapiler. Sel
sitokin, atau trifosfat nukleotida.7
8
b. Mekanisme Kerja Dekongestan Nasal
amphetamine, mescaline, phenylpropanolamine, pseudoephedrine, phenylephrine,
xylometazoline dan clonidine. 7
berikatan dengan reseptor α di postsinaps menyebabkan vasokonstriksi. Selain itu
juga sebagai agonis reseptor ß ringan yang menyebabkan rebound vasodilatasi
setelah efek reseptor α telah berkurang. Kelompok ini tidak berpengaruh pada
aliran darah.7
Golongan imidazoline terutama agonis α2, bekerja di postsinaps pada saraf
produksi norepinefrin endogen melalui mekanisme umpan balik negatif, sehingga
mengurangi aliran darah dan mengurangi hidung tersumbat.7
c. Patomekanisme Rhinitis Medikamentosa
Pemakaian topikal vasokonstriktor yang berulang dan dalam waktu lama
menyebabkan pasien lebih sering dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut. 9
Pada keadaan ini ditemukan kadar agonis alfa adrenergik yang tinggi di
mukosa hidung. Hal ini akan diikuti dengan penurunan sensivitas reseptor alfa
9
menghilang. Akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan mukosa hidung. Keadaan
ini disebut juga sebagai rebound congestion. 8
merekomendasikan menggunakan nasal dekongestan bebas BKC, meskipun tidak
glukokortikosteroid hidung yang mengandung BKC. 7
Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada pemakaian obat tetes
hidung dalam waktu lama ialah: 8
1) silia rusak
2) sel goblet berubah ukurannya
3) membran basal menebal
4) Pembuluh darah melebar
5) stroma tampak edema
6) hipersekresi kelenjar mucus dan perubahan pH sekret hidung
7) lapisan submucosa menebal
8) lapisan periostium menebal.
10
Gambar 5. Perubahan patologik pada membran mukosa hidung akibat penggunaan
obat yang tidak tepat
F. DIAGNOSIS RHINITIS MEDIKAMENTOSA
a. Anamnesis :
1. Gejala terbatas pada hidung dan terdiri dari hidung tersumbat kronis
sebagai gejala yang paling menonjol.
2. Gejala tidak berubah berdasarkan musim atau apakah pasien
menghabiskan waktu di dalam atau di luar ruangan.
3. Riwayat penggunaan semprotan dekongestan intranasal yang lebih sering
atau berkepanjangan
4. Riwayat klinis umum adalah pasien datang dengan hidung tersumbat
akibat pilek atau rhinitis yang menggunakan dekongestan intranasal over
dekongestan selama bermingguminggu, berbulanbulan, atau bertahun
penggunaan dekongestan.
11
5. Pasien dengan rhinitis medikamentosa sering mendengkur, mengalami
sleep apnea, atau kebanyakan bernapas melalui mulut mereka. Ini bisa
menyebabkan sakit tenggorokan dan mulut kering.6
b. Pemeriksaan Fisis :
Presentasi klasik adalah bahwa selaput lendir hidung tampak "beefyred",
kerapuhan jaringan dan mengeluarkan lendir mukoid yang berlebih. Serta dapat
pula ditemukan, mukosa yang tampak pucat. 6
G. DIAGNOSIS BANDING RHINITIS MEDIKAMENTOSA7.10
a. Rhinitis Alergi
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersinsitasi dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika ketika terjadi paparan ulangan dengan
alergen spesifik tersebut. Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact
on Asthma) tahun 2001, adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersinbersin,
rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantai oleh Ig E.
2. Rhinitis Non Alergi
Rhinitis yang disebabkan oleh obat (antihipertensi, aspirin, kontrasepsi oral, dll)
3. Rhinitis Vasomotor
12
Bentuk rhinitis hipertropik. Etiologi tidak diketahui, meskipun telah
diajukan factor psikosomatik. Dapat di kelirukan dengan rhinitis alergik.9
H. TATALAKSANA 8.10
a. Hentikan pemakaian obat tetes atau semprot vasokonstriktor hidung
b. Untuk mengatasi sumbatan berulang (rebound congestion), dapat
diberikan kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek dan dosis
diturunkan secara bertahap (tappering off) dengan menurunkan dosis
sebanyak 5 mg/hari.
c. Obat dekongestan oral (biasanya pseudoefedrin).
d. operatif bila tidak ada perbaikan selama 3 minggu : cauterisasi konka
inferior, conchotomi concha inferior.
I. KOMPLIKASI
13
Dengan penggunaan yang berkelanjutan, medicamentosa rhinitis dapat
menyebabkan sinusitis kronis, rinitis atropi, dan permanen hiperplasia turbinate.
Pasien mengembangkan ketergantungan psikologis dan sindrom pantang atas
penarikan obat, yang terdiri dari sakit kepala, gangguan tidur, gelisah, lekas
marah dan kecemasan. Hampir semua pasien pada akhirnya bisa menghentikan
penggunaan obat tetes hidung dengan penyembuhan sempurna. Pada pasien yang
tidak bisa menghentikan penggunaannya, menurut penelitian dapat terjadi
hiperplasia menetap yang memerlukan intervensi yang bervariasi dari
elektrokauter submukosa atau kryoterapi untuk mengurangkan destruksi turbinasi
melalui penggunaan laser dan reseksi bedah. Komplikasi lainnya yang dapat
terjadi adalah seperti perforasi septum, rinitis atropi dan infeksi sinus. 10
J. PENCEGAHAN
K. PROGNOSIS
14
sempurna. Bagi yang tetap menggunakan obat tersebut, fenomena kongesti
rebound ini akan tetap berlangsung selagi pasien tidak menghentikan pengobatan
tersebut.10
15