KESELAMATAN KERJA)
Oleh :
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan Makalah LK3 (Lingkungan dan
Kesehatan Keselamatan Kerja)
Makalah ini berisikan tentang pengertian LK3 menurut beberapa ahli, dasar hukum
.LK3, penyebab terjadinya kecelakaan, sumber-sumber bahaya di tempat kerja, alat
pelindung diri, kimia api dan dinamika api, cara penanggulangan kebakaran serta alat-alat
pemadam kebakaran.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan
makalah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan
bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah yang
telah ia buat.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak orang khususnya
pembaca dan semoga Allah SWT. senantiasa meridhai segala urusan kami. Aamin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………... ………………………………... i
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… v
DAFTAR TABEL………………………………………………………………. vi
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 LK3………………………………………………………………………….. 3
2.2.1 Undang-Undang………………………………………………………. 4
ii
2.4.3 Teori Swiss Cheese…………………………………………………….. 9
2.9 Kebakaran…………………………………………………………………… 22
iii
2.11.1Media Pemadam Jenis Padat………………………………………… 31
2.11.2 Media Pemadam Jenis Cair………………………………………… 32
2.11.3 Media Pemadam Jenis Gas………………………………………….. 33
2.11.4 Media Pemadam Jenis Cairan Mudah Terbakar……………………. 33
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………….. 48
3.2 Saran………………………………………………………………………… 48
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 49
iv
DAFTAR GAMBAR
2.1 Teori Domino……………………………………………………………….. 8
v
DAFTAR TABEL
2.1 Klasifikasi Luka Bakar……………………………………………………… 24
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
4. Dapat mengetahui APD serta macam-macamnya
5. Dapat mengetahui makna kimia api dan dinamika api
6. Dapat mencegah dan menanggulangi kebakaran serta mengetahui arti dari
kebakaran
7. Dapat mengetahui macam-macam alat pemadam kebakaran
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 LK3
2.1.2 Tujuan K3
3
Berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja
2.1.3 Sasaran K3
2.2.1 Undang-Undang
4
2. Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana.
3. Adanya bahaya kerja di tempat itu.
b) Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
c) Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
5
l) Permenaker RI No 2 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm
Kebakaran Otomatis.
m) Permenaker RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes.
n) Permenaker RI No 4 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan
Produksi.
o) Permenaker RI No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan
Angkut.
p) Permenaker RI No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan
Ahli Keselamatan Kerja.
1. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus
memperkerjakan 100 orang
atau lebih.
2. Tempat kerja dimana pengusaha memperkerjakan kurang dari
100 orang
tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang memiliki
resiko besar
akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan pencemaran
radio
aktif .
q) Permenaker RI No 1 Tahun 1988 tentang Kualifikasi dan Syarat-
syarat Operator Pesawat Uap.
r) Permenaker RI No 1 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-
syarat Operator Keran Angkat.
s) Permenaker RI No 2 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi-
instalasi Penyalur Petir.
t) Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan,
Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
u) Permenaker RI No 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
v) Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Setiap perusahaan yang memperkerjakan 100 tenaga kerja atau
lebih dan atau
yang mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh
karakteristik proses
atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja
seperti
peledakan, kebakaran, pencemaran lingkungan dan penyakit
akibat kerja (PAK).
w) Permenaker RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan
Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat
Lebih Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
6
x) Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan
dan Pemeriksaan Kecelakaan.
y) Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan,
Pemberhentian dan tata Kerja Dokter Penasehat.
z) Permenaker RI No 3 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan
Orang dan Barang.
7
b. Keletihan
c. Gangguan psikologis
Teori ini diperkenalkan oleh H.W. Heinrich pada tahun 1931. Menurut
Heinrich, 88% kecelakaan disebabkan oleh perbuatan/tindakan tidak aman
dari manusia (unsafe act), sedangkan sisanya disebabkan oleh hal -hal yang tidak
berkaitan dengan kesalahan manusia, yaitu 10 % disebabkan kondisi yang
tidak aman (unsafe condition) dan 2% disebabkan takdir Tuhan.
8
Kecelakaan adalah sebagai suatu hasil dari serangkaian kejadian yang
berurutan. Kecelakaan tidak terjadi dengan sendirinya.
Kunci kejadian masih tetap sama seperti yang dikatakan oleh Heinrich,
yaitu adanya tindakan dan kondisi tidak aman. Bird dan Loftus tidak lagi
melihat kesalahan terjadi pada manusia/pekerja semata, melainkan lebih
menyoroti pada bagaimana manajemen lebih mengambil peran dalam
proses dapat dilukiskan sebagai “lubang” dalam setiap lapisan sistem yang
9
Latent Cause. Direct Cause sangat dekat hubungannya dengan kejadian
penyebab langsung tersebut. Tetapi ada hal lain yang lebih penting yang
perlu di identifikasi yakni “Latent Cause”. Latent cause adalah suatu kondisi
Teori Tiga Faktor Utama (Three Main Factor Theory) Dari beberapa teori
tentang faktor penyebab kecelakaan yang ada, salah satunya yang sering digunakan
adalah teori tiga faktor utama (Three Main Factor Theory). Menurut teori ini
disebutkan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.
Ketiga faktor tersebut dapat diuraikan menjadi :
a. Faktor Manusia
1. Umur
10
Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik,
mental, kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Umur pekerja juga diatur
oleh Undang-Undang Perburuhan yaitu Undang-Undang tanggal 6 Januari 1951 No.1
Pasal 1 (Malayu S. P. Hasibuan, 2003:48). Karyawan muda umumnya mempunyai
fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi cepat bosan, kurang bertanggung
jawab, cenderung absensi, dan turnover-nya rendah (Malayu S. P. Hasibuan,
2003:54). Umum mengetahui bahwa beberapa kapasitas fisik, seperti penglihatan,
pendengaran dan kecepatan reaksi, menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih.
2. Jenis Kelamin
Jenis pekerjaan antara pria dan wanita sangatlah berbeda. Pembagian kerja
secara sosial antara pria dan wanita menyebabkan perbedaan terjadinya paparan yang
diterima orang, sehingga penyakit yang dialami berbeda pula. Kasus wanita lebih
banyak daripada pria (Juli Soemirat, 2000:57).
3. Masa kerja
Masa kerja adalah sesuatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja
disuatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif.
Memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja
personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya, akan
memberi pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul
kebiasaan pada tenaga kerja.
4. Tingkat Pendidikan
5. Perilaku
11
Pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk
memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku
dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan metode yang lebih mengutamakan
praktek daripada teori, dalam hal ini yang dimaksud adalah pelatihan keselamatan dan
kesehatan kerja. Timbulnya kecelakaan bekerja biasanya sebagai akibat atas kelalaian
tenaga kerja atau perusahaan.
7. Peraturan K3
b. Faktor Lingkungan
1. Kebisingan
2. Suhu Udara
Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan
mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24°C- 27°C. Suhu dingin
mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi otot.
3. Penerangan
Faktor penerangan yang berperan pada kecelakaan antara lain kilauan cahaya
langsung pantulan benda mengkilap dan bayang-bayang gelap (ILO, 1989:101).
Selain itu pencahayaan yang kurang memadai atau menyilaukan akan melelahkan
mata. Kelelahan mata akan menimbulkan rasa kantuk dan hal ini berbahaya bila
karyawan mengoperasikan mesin-mesin berbahaya sehingga dapat menyebabkan
kecelakaan (Depnaker RI, 1996:45).
4. Lantai licin
Lantai dalam tempat kerja harus terbuat dari bahan yang keras, tahan air dan bahan
kimia yang merusak (Bennet NB. Silalahi, 1995:228). Karena lantai licin akibat
12
tumpahan air, tahan minyak atau oli berpotensi besar terhadap terjadinya kecelakaan,
seperti terpeleset.
c. Faktor Peralatan
1. Kondisi mesin
2. Letak mesin
Terdapat hubungan yang timbal balik antara manusia dan mesin. Fungsi manusia
dalam hubungan manusia mesin dalam rangkaian produksi adalah sebagai pengendali
jalannya mesin tersebut. Mesin dan alat diatur sehingga cukup aman dan efisien untuk
melakukan pekerjaan dan mudah (AM. Sugeng Budiono, 2003:65).
Pemahaman atas segala bentuk sumber bahaya yang timbul dari pekerjaan yang
dilakukan, terasa masih cukup awam sebagian besar pekerja di Indonesia.
Padahal, pemahaman terdapat potensi bahaya, akan membantu mencegah
terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakibat kerja. Dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja dalam pasal 9 penjelasan
mengenai kondisi dan bahaya yang dapat di timbul ditempat kera menjadi
kewajiban dari pengurus atau pemimpin dari tempat kerja yang bersangkutan.
Sedangkan dalam pasal 12 tenaga kerja memiliki hak untuk menyatakan keberatan
atas suatu pekerjaan bila mana syarat-syarat keselamata dan kesehatan kerja.
Ketidak pahaman tenaga kerja akan potensi bahaya yang mereka hadapi dalam
bekerja dapat mempertinggi peluang terjadi kecelakaan kerja dan penyakibat
kerja. Hal ini terjadi, sebagai akibat dari ketidak pedulian pimpinan perusahaan
maupun tenaga kerja terhadap potensi bahaya yang akan terjadi dan peraturan
perundangan yang harus mereka pahami. Meskpun orientasi dalam bekerja
seharusnya mengacu pada slogan Safety First, dalam praktek sebagian besar dunia
usaha atau industri masih berfokus pada Production First.
13
Berikut Sumber-Sumber Bahaya menurut Husni
1. Faktor fisik, yang dapat berupa; suara yang terlalu bising, suhu yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah, penerangan yang kurang memadai, radiasi,
getaran mekanis, tekanan udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, bau-bauan
di tempat kerja, kelembaban udara
3. Faktor biologis, yang dapat berupa; bakteri virus, jamur, cacing dan
serangga, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain yang hidup/ timbul dalam lingkungan
kerja
4. Faktor faal, yang dapat berupa; sikap badan yang tidak baik pada waktu
kerja, peralatan yang tidak sesuai atau tidak cocok dengan tenaga kerja, gerak
yang senantiasa berdiri atau duduk, proses, sikap dan cara kerja yang monoton,
beban kerja yang melampaui batas kemampuan
Alat Pelindung Diri ( APD ) adalah seperangkat alat yang digunakan oleh
tenaga kerja untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan
adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja. APD dipakai sebagai upaya terakhir
dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan
administratif tidak dapat dilakukan dengan baik. APD juga merupakan
kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan untuk menjaga
keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya.
Perlengkapan pelindung diri termasuk semua pakaian dan aksesories
pekerjaan lain yang dirancang untuk menciptakan sebuah penghalang terhadap
bahaya tempat kerja. Penggunaan APD harus tetap di kontrol oleh pihak yang
bersangkutan, khususnya di sebuah tempat kerja.
Menurut Suma’mur (1992), alat pelindung diri adalah suatu alat yang
dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan
kecelakaan kerja. Alat pelindung diri merupakan salah satu cara untuk mencegah
14
kecelakaan dan secara teknis APD tidaklah sempurna untuk mencegah kecelakaan
yang terjadi.
Adapun tujuan dari penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), antara lain:
1. Melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan
administrative tidak dapat dilakukan dengan baik.
2. Meningkatkan efektifitas dan produktivitas kerja.
3. Menciptakan lingkungan kerja yang aman.
Sedangkan manfaat dari penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), antara lain :
1. Untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan
adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja.
2. Mengurangi resiko penyakit akibat kecelakaan.
Menurut Suma’ur (1992) persyaratan yang harus dipenuhi alat pelindung diri :
a. Nyaman dipakai
b. Tidak mengganggu kerja
c. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya
Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu
sendiri dan orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh
pemerintah melalui Departement Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia. Hal ini tertulis di Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No. Per.08/Men/VII/2010 tentang pelindung diri. Adapun bentuk dari alat tersebut
adalah :
· Safety Helmet
Safety helmet berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa
mengenai kepala secara langsung.
15
Gambar 2.4 Safety Helmet
· Sabuk Keselamatan (safety belt)
Sepatu karet (sepatu boot) berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di
tempat yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk
melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dan
sebagainya.
· Sarung Tangan
Sarung tangan berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di
tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk
sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
16
Gambar 2.6 Sarung Tangan
17
Kaca mata pengaman (safety glasses) berfungsi sebagai pelindung mata
ketika bekerja (misalnya mengelas).
· Masker (Respirator)
18
Gambar 2.11 Face Shield
Jas hujan (rain coat) berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja
(misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat).
19
1. Kacamata safety dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang
menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya oleh
manajemen lini.
2. Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan kacamata safety yang
kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak
dibenarkan untuk dipergunakan.
3. Penyimpanan masker harus terjamin sehingga terhindar dari debu,
kondisi yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin), kelembaban atau
kemungkinan tercemar bahan-bahan kimia berbahaya.
4. Setiap manajemen lini harus memiliki catatan jumlah karyawan yang
memiliki kacamata safety dan telah mengikuti training.
Sepatu Safety (Safety Shoes)
1. Sepatu safety dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang
menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya oleh
manajemen lini.
2. Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan sepatu safety yang
kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak
dibenarkan untuk dipergunakan.
3. Setiap manajemen lini harus memiliki catatan jumlah karyawan yang
memiliki sepatu safety dan telah mengikuti training.
Masker/ Perlindungan Pernafasan (Mask/ Respiratory Protection)
1. Pelindung pernafasan dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang
menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya.
2. Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat pelindung
pernafasan yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut
ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan.
3. Kondisi dan kebersihan alat pelindung pernafasan menjadi tanggung
jawab karyawan yang bersangkutan,
4. Kontrol terhadap kebersihan alat tersebut akan selalu dilakukan oleh
managemen lini.
Sarung tangan
1. Sarung tangan dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang
menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya oleh
manajemen lini.
2. Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan sarung tangan yang
kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak
dibenarkan untuk dipergunakan.
Penyimpanan sarung tangan harus terjamin sehingga terhindar dari debu, kondisi
yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin), kelembaban atau kemungkinan
tercemar bahan-bahan kimia berbahaya
20
Api terjadi karena adanya reaksi kimia yang cepat antara bahan bakar dengan
oksigen. Apabila reaksi tersebut terkendali, tidak merugikan maka sering
dikatakan sebagai api yang bermanfaat untuk suatu kehidupan. Tetapi sebaliknya
apabila tidak terkendali dan merugikan (sifatnya merusak, maka dikatakan sebagai
kebakaran. Reaksi pembakaran yang sederhana dapat ditulis :
CH4 + O2 CO + H2O + H2
Berdasarkan teori segitiga api tersebut, maka apabila ketiga unsur di atas bertemu
akan terjadi api. Namun, apabila salah satu unsur tersebuttidak ada atau tidak
berada pada keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan terjadi. Prinsip
segitiga api ini dipakai sebagai dasar untuk mencegah kebakaran (mencegah agar
api tidak terjadi) dan penanggulangan api yakni memadamkan api yang tak dapat
dicegah (Karla, 2007; Suma’mur, 1989).
21
2.8.2 Teori Bidang Empat Api (Tetrahedron of Fire)
2.9 Kebakaran
Kebakaran adalah suatu peristiwa dimana suatu material terbakar oleh api
ataureaksi pembakaran yang tidak terkendali dan menimbulkan kerugian
materi atau nyawa manusia atau kebakaran juga dapat diartikan api yang
tidak terkendali atautidak dikehendaki serta merugikan. Jadi dapat disimpulkan
juga bahwa suat u reaksi berantai yang menghasilkan energi panas yang cukup
untuk disebarkan kepada bahan bakar lainnya yang menjadi ikut terbakar.
22
Disini api tidak dilihat dari besar atau kecilnya api tersebut, jika memang
apiitu kecil akan tetapi tidak terkendali serta merugikan maka itu juga dapat
digolongkan kebakaran. Dan semantara itu jika api tersebut besar namun itu
dikehendaki dan dapat dikendalikan maka ini tidak dapat digolongkan dalam
kebakaran (Farha, 2010). Pada proses penyalaan, api mengalami empat
tahapan, mulai dari tahap permulaan hingga menjadi besar, berikut
penjelasannya:
Pada tahap ini tidak terlihat adanya asap, lidah api, atau panas, tetapi terbentuk
partikel pembakaran dalam jumlah yang signifikan selama periode tertentu.
3. Flame Stage
Tercapai titik nyala, dan mulai terbentuk lidah api. Jumlah asap mulai
berkurang, sedangkan panas meningkat.
4. Heat Stage
Pada tahap ini terbentuk panas, lidah api, asap, dan gas beracun dalam jumlah
besar. Transisi dari flame stage ke heat stage biasanya sangat cepat, seolah-olah
menjadi satu dalam fase sendiri.
Kebakaran biasanya dimulai dari api yang kecil, kemudian membesar dan
1 Konveksi
Yaitu penjalaran api melalui benda padat, misalnya merambat melalui besi,
beton, kayu, atau dinding. Jika terjadi kebakaran di suatu ruangan, maka panas
dapat merambat melalui dinding sehingga ruangan di sebelah akan mengalami
pemanasan yang menyebabkan api dapat merambat dengan mudah.
2 Konduksi
23
Api juga dapat menjalar melalui fluida, misalnya air, udara, atau bahan cair
lainnya. Suatu ruangan yang terbakar dapat menyebarkan panas melalui
hembusan angin yang terbawa udara panas ke daerah sekitarnya.
3 Radiasi
Penjalaran panas lainnya melalui proses radiasi yaitu pancaran cahaya atau
gelombang elektro-magnetik yang dikeluarkan oleh nyala api. Dalam proses
radiasi ini, terjadi proses perpindahan panas (heat transfer) dari sumber panas ke
objek penerimanya. Faktor inilah yang sering menjadi penyebab penjalaran api
dari suatu bangunan ke bangunan lain di sebelahnya.
Karena terjebak dalam api yang sedang berkobar. Panas yang tinggi akan
mengakibatkan luka bakar. Luka bakar merupakan jenis luka, kerusakan jaringan,
atau kehilangan jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin
yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya, dan radiasi. Berikut
dijelaskan klasifikasi luka bakar menurut Wikipedia.
Tabel 2.1
24
mm
Berikut tabel yang menjelaskan tentang efek terbakar pada manusia ditentukan
oleh derajat panas yang diterima.
Tabel 2.2
Efek Kebakaran
Keterangan:
25
Suhu 65°C : Suhu dapat ditolerir (tergantung aktivitas)
Produksi asap bergantung pada dua hal yaitu ukuran api dan tinggi plafon
ruangan. Semakin kecil ketinggian ruang di atas api menyebabkan tumpukan
lapisan asap yang semakin cepat menebal, semakin terbuka ruang di atas api, asap
akan semakin berkurang.
Jenis asap yang dihasilkan berbeda pada setiap kebakaran, begitu pula dengan
gas-gas beracun yang dihasilkan akibat kebakaran, tergantung dari bahan
atau material yang terbakar.
Tabel 2.3
Gas racun yang berbahaya dan paling sering dihasilkan akibat kebakaran
adalah gas Karbon Monoksida (CO). Efek dari menghirup gas karbon
monoksida dapat digambarkan sebagai berikut.
26
Tabel 2.4
Efek gas CO
27
2.9.4.1 Faktor manusia
bahaya kebakaran. Dalam hal ini, orang yang bersangkutan sama sekali
belum mengerti atau hanya sedikit mengetahui tentang cara-cara
penanggulangan bahaya kebakaran, misalnya :
28
b. Melalui proses kimia, yaitu terjadi sewaktu pengangkutan bahan-bahan
kimia berbahaya, penyimpanan dan penanganan (handling) tanpa
memperhatikan petunjuk-petunjuk yang ada.
Berdasarkan faktor alam terbagi menjadi dua yaitu petir dan gunung
meletus:
a. Petir adalah salah satu penyebab adanya kebakaran dan peledakan akibat
dari faktor alam.
1 Kebakaran kelas A
Kebakaran kelas Aadalah kebakaran bahan biasa atau padat kecuali logam
yang mudah terbakar seperti kertas, kayu, pakaian, karet, plastik dan lain-
lain. Jika terjadi kebakaran kelas A maka dapat digunakan metode
pemadaman dengan cara pendinginan dengan air. Pemadaman dengan air atau
busa kelas A.
2 Kebakaran kelas B
Kebakaran kelas B adalah kebakaran bahan cairan dan gas yang mudah
terbakar seperti minyak, bensin, solar, gas LPG, LNG dan lain-lain. Jika terjadi
kebakaran kelas B maka metode pemadaman yang dapat digunakan adalah:
29
c. Penurunan temperature.
3 Kebakaran kelas C
4 Kebakaran kelas D
30
Untuk proses pembakaran, suatu bahan bakar membutuhkan oksigen
yang cukup misalnya kayu akan mulai menyala pada permukaan bila kadar
oksigen ,acetylene memerlukan oksigen dibawah 5%, sedangkan gas dan uap
hidrokarbon biasanya tidak akan terbakar bila kadar oksigen di bawah 15%.
Sesuai dengan teori segitiga api, kebakaran dapat dihentikan dengan
menghilangkan atau mengurangi suplai oksigen, dengan membatasi atau
mengurangi oksigen dalam proses pembakaran api dapat padam, teknik ini
dikenal dengan smothering.
Api secara alamiah akan mati dengan sendirinya jika bahan yang
dapat terbakar sudah habis. Atas dasar ini, api dapat dikurangi dengan
menghilangkan jumlah bahan yang terbakar. Teknik ini disebut starvation, teknik
starvation juga dapat dilakukan misalnya dengan menyemprotkan bahan yang
terbakar dengan busa sehingga suplai bahan bakar untuk kelangsungan
pembakaran terhenti atau berkurang sehingga api akan mati. Api juga dapat
dipadamkan dengan menjauhkan bahan yang terbakar ke tempat yang aman
(Ramli, 2010).
Dengan tidak terjadinya reaksi atom ini, maka nyala api akan padam.
31
Fungsi utamanya adalah membatasi kebakaran, namun untuk kebakaran kecil
dapat dipergunakan untuk menutupi permukaan bahan bakar yang terbakar
sehingga memisahkan udara dari proses nyala yang terjadi, dengan demikian
nyalanya akan padam.
2. Tepung Kimia
Tepung kimia kering atau dry powder untuk memadamkan kebakaran logam.
1. Air
Dalam pemadaman kebakaran, air adalah media pemadam yang paling banyak
dipergunakan, hal ini dikarenakan air mempunyai beberapa keuntungan
antara lain mudah didapat dalam jumlah banyak, mudah disimpan, dialirkan,
dan mempunyai daya mengembang yang besar dan daya untuk penguapan yang
tinggi.Air mempunyai daya penyerap panas yang cukup tinggi, dalam hal ini
berfungsi sebagai pendingin. Panas yang dapat diserap air dari 15oC sampai
menjadi uap 100°C adalah 622 kcal/kg. Air yang terkena panas berubah
menjadi uap dan uap tersebutlah yang menyelimuti bahan bakar yang
terbakar. Dalam penyelimutan ini cukup efektif, karena dari 1 liter air akan
berubah menjadi uap sebanyak 1670 liter uap air.
2. Busa
32
a. Berdasarkan kelas kebakaran, maka busa dibagi menjadi beberapa bagian,
antara lain:
kebakaran yang berasal dari cairan pelarut seperti alkohol, eter, dll.
Busa kimia, busa ini terjadi karena adanya proses kimia, yaitu
pencampuran bahan-bahan kimia.
Busa mekanik, busa ini terjadi karena proses mekanis yaitu berupa
campuran dari bahan pembuat busa dengan air sehingga membentuk larutan
busa.
Media pemadam jenis gas akan memadamkan api dengan cara pendinginan
(cooling) dan penyelimutan (dilusi). Berbagai gas dapat dipergunakan untuk
pemadam api, namun gas CO2 dan N2 yang paling banyak dipergunakan. Gas
N2lebih banyak dipergunakan sebagai tenaga dorong kimia pada alat pemadam
api ringan (APAR) ataupun dilarutkan (sebagai pendorong) dalam halon. Gas
CO2 sangat efektif sebagai bahan pemadam api karena dapat memisahkan kadar
oksigen di udara. Keunggulan gas CO2 adalah bersih, murah, mudah didapat,
tidak beracun. Sedangkan kerugiannya adalah wadahnya yang berat, tidak
efektif untuk area terbuka, kurang cocok untuk kebakaran kelas A, dan pada
konsentrasi tinggi berbahaya bagi pernapasan.
33
2.12 Usaha-Usaha Penanggulangan Umum Bahaya Kebakaran
1. Mengadakan penyuluhan-penyuluhan
b. Pelaksanaan evakuasi
34
d. Usaha-usaha pencarian
Sistem alarm kebakaran (fire alarm system) pada suatu tempat atau
bangunan digunakan untuk pemberitaan kepada pekerja/ penghuni dimana suatu
bahaya bermula. Sistem alarmini dilengkapi dengan tanda atau alarm yang bisa
dilihat atau didengar. Penempatan alarm kebakaran ini biasanya pada
koridor/gang-gang dan jalan dalam bangunan atau suatu instalasi. Sistem alarm
kebakaran dapat dihubungkan secara manual ataupun otomatis pada alat-alat
35
seperti sprinkler system, detektor panas, detektor asap, dan lain-lain (Soehatman
Ramli, 2005).
Menurut Perda DKI No. 3 Tahun 1992, instalasi alarm kebakaran harus
selalu dalam kondisibaik dan siap pakai. Sistem alarm kebakaran harus dipasang
pada semua bangunan kecuali bangunan kelas 1a, yaitu bangunan hunian tunggal.
Sistem alarm otomatis harus dilengkapi dengan sistem peringatan keadaan darurat
dan sistem komunikasi internal (Kepmen PU No. 10/KPTS/2000)
36
2.13.2.2 Detektor Asap
Batasan nyala akan memberikan tanggapan terhadap energi radiasi di dalam atau
di luar batas penghitungan manusia. Detektor ini peka terhadap nyala bara api,
arang atau nyala api kebakaran. Penggunaan detektor nyala adalah pada daerah
yang sangat mudah meledak atau terbakar (Soehatman Ramli, 2005). Detektor
nyala ini terdiri dari beberapa jenis, antara lain:
2. Detektor infra merah (infrared detector), yaitu detektor nyala api yang
disiapkan untuk melindungi bendabenda terbakar yang memancarkan cahaya
kemerahmerahan.
APAR ialah alat yang ringan serta mudah digunakan oleh satu orang
untuk memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran. Berikut ini beberapa
media yangpemadam api yang umum dipakai sebagai APAR :
37
a. Tepung kimia kering
a. Tabung berisi serbuk kimia dan sebuah tabung kecil (cartridge) yang berisi gas
bertekanan CO2 atau N2 sebagai pendorong serbuk kimia.
b. Air
APAR jenis ini membutuhkan gas CO2 atau N2 yang bertekanan yang berfungsi
untuk menekan air keluar.
c. Busa (foam)
APAR jenis ini juga membutuhkan gas CO2 atau N2 yang bertekanan untuk
menekan busa keluar.
Tabung gas biasanya dilengkapi dengan indikator tekanan pada bagian luarnya.
Khususuntuk tabung yang berisi gas CO2, corong semprotnya berbentuk melebar,
berfungsi untuk merubah CO2 yang keluar menjadi bentuk kabut bila
disemprotkan.
38
d. Berfungsinya APAR dengan baik
e. Tidak terkunci
2.13.4 Hidran
Menurut NFPA 14, instalasi hidran kebakaran adalah suatu sistem pemadam
kebakaran yang mengunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan
39
melalui pipa-pipa dan selang kebakaran. Sistem ini terdiri dari sistem persediaan
air, pompa perpipaan, kopling outlet dan inlet, selang, dan nozzle. Ada
beberapa klasifikasi hidran yaitu:
1. Hidran gedung, adalah hidran yang terletak di dalam bangunan atau gedung
gedung tersebut.
2. Hidran halaman, adalah hidran yang terletak di luar bangunan atau gedung
gedung tersebut.
Sistem sprinkler basah bekerja secara otomatis terhubung dengan sistem pipa
yang berisiair. Peralatan yang digunakan pada sistem sprinkler jenis terdiri dari
sumber air, bak penampungan, kepala sprinkler, tangki tekanan dan pipa air
40
dimana dalam keadaan keadaan normal, seluruh jalur pipa penuh dengan air.
Sistem ini paling terkenal dan paling sedikit
menimbulkan masalah.
Komponen sistem pra aksi memiliki alat deteksi dan kutub kendali tertutup,
instalasi perpipaan kosong berisi udara biasa (tidak bertekanan) dan seluruh
kepala sprinkler tertutup. Valve untuk persediaan air dibuka oleh suatu sistem
operasi detektor otomatis yang dengan segera mengalirkan air dalam pipa.
Penggerak sistem deteksi membuka katup yang membuat air dapat mengalir ke
sistem pipa sprinkler dan air akan dikeluarkan melalui beberapa sprinkler yang
terbuka. Kepekaan alat deteksi pada sistem pra aksi ini diaturberbeda dan akan
lebih peka, maka dari itu disebut sistem pra aksi karena ada aksi pendahuluan
sebelum kepala sprinkler pecah.
41
di dalam sistem tersebut. Menurut SNI 03-3989-2000, dikenal dua macam system
sprinkler yaitu sprinkler berdasarkan arah pancaran dan berdasarkan kepekaan
terhadap suhu. Berikut klasifikasi kepala sprinkler:
a. pancaran ke atas,
a. Warna segel
42
kebakaran yang telah disediakan harus selalu dalam keadaan siap untuk digunakan
atau siap bekerja setiap saat (Bahan Training Keselamatan Kerja dan
Penanggulangan Kebakaran, 1987). Pemerikasaan dan pemeliharaan dilakukan
untuk menjaga suatu peralatan tetap dalam kondisi siap untuk operasi.
Pemeriksaan dapat berupa inspeksi visual ataupun teknis. Inspeksi visual
dilakukan untuk melihat kondisi fisik dan kelengkapannya dan dilaksanakan
secara berkala sesuai kebutuhan. Sedangkan inspeksi teknis dilakukan untuk
mengetahui kualitas dan kehandalan serta dilaksanakan minimum satu kali
setahun atau sesuai peraturan yang berlaku.
43
2.14.1 Rute Penyelamatan Diri
Dari hasil percobaan dalam keadaan normal jumlah rata-rata orang keluar dengan
satu baris tunggal tiap menit sebanyak 60 orang.Dalam perencanaan
diperhitungkan 40 orang/menit.Lebar unit exit yang diperlukan untuk dapat
dilalui tiap satu baris tunggal ditetapkan minimal 21 inchi.
44
b. Koridor, terowongan, tangga darurat harus merupakan daerah aman
sementara dari bahaya api, asap, dan gas.
45
bahan berbahaya atau mudah terbakar/meledak yang disimpan dalam gedung
tersebut.
1. Membunyikan alarm.
4. Memadamkan api.
Latihan kebakaran merupakan suatu hal yang sangat penting, untuk itu setiap
anggota unit regu penanggulangan kebakaran dalam suatu tim tanggap darurat
harus melaksanakan atau mengikuti latihan secara kontinyu dan efektif, baik
latihan yang bersifat teori maupun yang bersifat praktik. Tujuan dari latihan
kebakaran adalah menciptakan kesiapsiagaan anggota tim di dalam menghadapi
kebakaran agar mampu bekerja untuk menanggulangi kebakaran secara efektif
dan efisien. Latihan yang bersifat praktik harus diberikan dengan tujuan untuk
mengetahui kemampuan atau kecakapan anggota dalam melaksanakan tugas yang
46
diharapkan (Raden Hanyokro Kusumo Pragola Pati, 2008; Kepmen PU
No.11/KPTS/2000).
47
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Keselamatan Kerja merupakan aspek paling penting pada pekerjaan.
2. Penggunaan alat pelindung diri dapat melindungi seluruh atau sebagian
tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja,
dan mengurangi resiko penyakit akibat kecelakaan.
3. Pemadaman kebakaran dilakukan sesuai dengan jenis kebakaran yang
terjadi
4. Alat pemadam harus selalu diperiksa secara berkala
3.2 Saran
48
Daftar Pustaka
Anwar Prabu Mangkunegara, (2002), Manajemen Sumber Daya Manusia, PT.
Centre Tahun 2011 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
Per.08/Men/VII/2010 tentang pelindung diri.
Hasibuan,Malayu S.P, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, Bumi
Aksksara, Jakarta
Heinrich, H.W. 1931. Industrial Accident Prevention. Mc Graw Hill Book company:
New York.
Mathis, dan Jackson, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi pertama,
Cetakan Pertama, Yogyakarta : Salemba Empat Pressindo
National Fire Protection Association (NFPA) 10, Standard for Portable Fire
Extinguishers. USA, 1998.
National Fire Protection Association (NFPA) 72, National Fire Alarm Code. USA,
2002.
49
Ramli, Soehatman, “Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire Manajement)”,
Dian Rakyat, Jakarta, 2010
Silalahi, Bennet & Silalahi, Rumondang. (1985). Seri Manajemen No. 112 :
Siswoyo. Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran Aktif dan Sarana Penyelamatan Jiwa
Di Gedung Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 2007,[Skripsi]. Program Sarjana
Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, 2007.
Soemirat, Juli. 2000. Kesehatan Lingkungan. Bandung: Gadjah Mada University Press.
Suma’mur, 1992. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung
Suma’mur. 1989. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT. Toko Gunung
Agung. Jakarta
http://www.safetyshoe.com/tag/faktor-penyebab-kecelakaan-kerja-k3/
http://hiperkes.wordpress.com/2008/04/04/alat -pelindung-diri/
http://www.depnakertrans.go.id/news.html,707,naker
http://lindariski.blogspot.com/2010/04/makalah -apd.html
http://m.gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/pekerjaan-yanglayak/jaminan-sosial
http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2110400-pengertian-filter/
http://wishnuap.blogspot.com/2011/07/intisari-permenaker-no08-thn-2010-ttg.html
http://hiperkes.wordpress.com/2008/04/04/alat -pelindung-diri/
50