1, (2014) 1-7
Abstract - This research aims to analyze dikarenakan aktivitas lain yang mempunyai
the impact of Service Quality (reliability, tekanan, tingkat stres, dan kebosanan yang tinggi.
responsiveness, assurance, empathy, and tangible) Kebanyakan orang membutuhkan tempat hiburan
on customer satisfaction from The Premiere yang nyaman, dan dapat menghibur didukung
Surabaya (The Premiere Grand City, The Premiere dengan fasilitas yang memadai sehingga orang
Lenmarc, and The Premiere Ciputra World) by dapat melupakan sejenak beban pikirannya. Selain
considering the factor of customer loyalty. This itu juga tempat hiburan dapat digunakan sebagai
study will be conducted by distributing momen untuk menghabiskan waktu bersama
questionnaires to 120 respondents or 120 The keluarga, teman, pasangan, dan rekan bisnis.
Premiere consumers. Analysis techniques that will Aneka tempat hiburan pun terus bermunculan
be used are quantitative analysis with path analysis setiap tahunnya, mulai dari tempat hiburan seperti
method and partial least square. The result shows taman bermain, kebun binatang, bioskop dan lain –
there is significant correlation between service lain. Tetapi sarana hiburan yang masih menjadi
quality to customer satisfaction in The Premiere, pilihan utama sebagian besar orang ialah bioskop.
significant correlation between service quality to Dimana bioskop biasanya terletak di dalam sebuah
customer loyalty, and there is not significant mall dan sebagian besar konsumen yang menonton
correlation between customer satisfaction to di bioskop biasanya juga menghabiskan waktu
customer loyalty in The Premiere. untuk berkeliling di dalam mall, baik untuk sekedar
Keywords – Cinema The Premiere melihat – lihat, mencari barang kebutuhan, makan,
Surabaya, service quality, customer satisfaction, atau pun bersosialisasi (konsumen yang bergaya
customer loyalty, reliability, responsiveness, hidup leisure). (Vica 2012, p.1)
assurance, empathy, and tangible. Industri ritel bioskop di Indonesia, masih terus
berkembang. Faktanya terdapat 264 unit bioskop
I. PENDAHULUAN pada periode 2002, kemudian pada periode 2007
Dewasa ini pertumbuhan ekonomi di sebuah tercatat sudah 483 unit bioskop di seluruh
tempat dapat tercermin dari banyaknya usaha ritel Indonesia. Namun itupun hanya berkembang di
baru yang dibuka. Seperti di Indonesia, kota besar saja. Artinya, bioskop yang ada baru
pertumbuhan ekonomi di Indonesia tergolong hanya sekedar memenuhi kebutuhan pasar film
cukup tinggi. Sektor ritel dan pusat perbelanjaan Indonesia di lapisan menengah ke atas, yang
menunjukkan perkembangan signifikan dari tahun diperkirakan hanya sekitar 25% dari jumlah
ke tahun. Pada periode 2012, nilai penjualan ritel penonton di Indonesia.
mencapai Rp 138 triliun atau tumbuh sebesar 15% Peluang ini yang kemudian dilihat oleh
dari penjualan periode 2011 yang hanya sebesar Rp Cineplex 21 Group, sebuah jaringan besar bioskop
120 triliun. di Indonesia. Jaringannya sudah ada di kota – kota
Tingginya angka pertumbuhan pasar ritel besar Indonesia, seperti di Surabaya. Cineplex 21
Indonesia, yang membuat Indonesia banyak Group melihat kota Surabaya, yang merupakan kota
diminati baik oleh peritel asing, maupun peritel terbesar di Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu
lokal. Mengingat potensi yang dimiliki oleh potential market. Dengan banyaknya mall yang
Indonesia dengan jumlah penduduk 257 juta jiwa, dimiliki kota Surabaya seperti Galaxy Mall, Plaza
yang 65% adalah anak muda usia produktif Tunjungan, Grand City Mall, East Coast, Lenmarc,
membuat para peritel pun tidak akan kesusahan Ciputra World, Royal Plaza, Surabaya Town
dalam mencari target market dan sumber daya Square, dan City of Tomorrow. Semua mall ini
manusia yang berkualitas. Pertumbuhan sektor ritel memiliki sarana bioskop.
Indonesia berpusat di kota-kota besar, seperti Cineplex 21 Group membuat 3 brand bioskop
Jakarta, Bandung, Surabaya, dan lain-lain yaitu Cinema 21, Cinema XXI, dan The Premiere.
(Sudarmadi 2004, p.68). Dengan kelas, segmen dan target yang berbeda.
Aktivitas yang padat dan tuntutan kerja yang Perbedaan terbesarnya terletak pada sisi
tinggi, membuat kebutuhan masyarakat kota besar jasa/layanan yang diberikan. Karena untuk sebuah
akan tempat hiburan pun meningkat. Hal ini juga bioskop strategi service quality merupakan strategi
Jurnal Manajemen Pemasaran Petra Vol. 2, No. 1, (2014) 1-9
sebuah bioskop, bisa dilihat dari kemampuan d. Kurang perhatian terhadap merek pesaing,
karyawan bioskop yang cepat memberikan iklan serta kurang sensitif terhadap harga.
pelayanan kepada pengunjung/penonton dan cepat e. Menawarkan ide produk atau jasa pada
menangani keluhan mereka. pengecer.
f. Biaya yang dikeluarkan untuk melayani lebih
3. Assurance kecil dari pada biaya pelanggan baru.
Pengetahuan, sopan santun, dan kemampuan
karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kepercayaan. Dimensi ini mungkin akan sangat pelanggan menurut Tony Kent (2003), yaitu:
penting pada jasa layanan yang memerlukan tingkat 1. Produk yang terdiri dari kualitas, nilai dan
kepercayaan cukup tinggi. Contohnya seperti bank, metode pemasaran
asuransi, dan broker. Tentu saja dalam sebuah jasa 2. Bangunan yang terdiri dari lingkungan
bioskop, kepastian menjadi hal yang penting untuk yang diciptakan untuk pelanggan
dapat diberikan kepada para penontonnya seperti 3. Prosedur yang terdiri dari sistem yang
jaminan keamanan dan keselamatan selama dibutuhkan untuk melakukan bisnis
menonton di dalam bioskop. 4. Orang yang membuat terlaksananya 3
faktor diatas.
4. Emphaty Soelasih (2004) dalam Tony Wijaya (2005)
Kepedulian dan perhatian secara pribadi yang mengemukakan tentang harapan dan persepsi
diberikan kepada pelanggan. Inti dari dimensi sebagai berikut:
empati adalah menunjukkan kepada pelanggan 1. Nilai harapan = nilai persepsi maka
melalui layanan yang diberikan bahwa pelanggan konsumen puas
itu spesial, dan kebutuhan mereka dapat dimengerti 2. Nilai harapan < nilai persepsi maka
dan dipenuhi. Dalam menjaga hubungan baik, tentu konsumen sangat puas
saja layanan yang diberikan oleh para karyawan 3. Nilai harapan > nilai persepsi maka
harus dapat menunjukkan kepedulian mereka konsumen tidak puas
kepada penonton.
C. LOYALITAS KONSUMEN
5. Tangible Menurut Sheth et al. (1999), loyalitas
Berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan, pelanggan dapat didefinisikan sebagai komitmen
staff, dan bangunannya. Dimensi ini pelanggan terhadap suatu merek, toko / pemasok
menggambarkan wujud secara fisik dan layanan berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin
yang akan diterima oleh konsumen. Contohnya dalam pembelian ulang yang konsisten.
seperti keadaan studio bioskop, fasilitas bioskop, Menurut Dick dan Basu (1994)
desain bioskop, dan kerapian penampilan mendefinisikan loyalitas pelanggan sebagai
karyawan. kekuatan hubungan antara sikap relatif individu
terhadap suatu kesatuan (merek, jasa, toko, atau
B. CUSTOMER SATISFACTION pemasok) dan pembelian ulang.
Kepuasan pelanggan menurut Zeithaml, Bitner
dan Dwayne (2009, p.104) adalah penilaian Atribut Pembentuk Loyalitas
pelanggan atas produk ataupun jasa dalam hal Menurut (Griffin, 1995, p.31) ada 4 atribut
menilai apakah produk atau jasa tersebut telah dari loyalitas, yaitu:
memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. a. Makes regular repeat purchase, melakukan
Menurut Kotler dan Keller (2009), kepuasan pembelian secara berulang dalam periode
merupakan perasaan senang atau kecewa yang tertentu.
dihasilkan dari perbandingan performance produk b. Purchase across product and service line,
terhadap ekspektasi mereka. Jika performance tidak pelanggan yang loyal tidak hanya membeli
memenuhi ekspektasi, maka pelanggan menjadi satu macam produk saja melainkan membeli
tidak puas. Jika performance memenuhi ekspektasi, lini produk dan jasa lain pada badan usaha
maka pelanggan.menjadi puas. Jika performance yang sama.
melebihi ekspektasi, maka pelanggan merasa sangat
c. Refers other, merekomendasikan pengalaman
puas. Seorang pelanggan yang memiliki kepuasan mengenai produk dan jasa kepada rekan atau
yang sangat tinggi akan: (p.164) pelanggan yang lain agar tidak membeli
produk dan jasa dari badan usaha yang lain.
a. Bertahan lebih lama.
d. Demonstrates an immunity to the pull of the
b. Membeli lebih banyak ketika pengecer competition, menolak produk lain karena
memperkenalkan produk baru dan menganggap produk yang dipilihnya adalah
mengupgrade merek yang telah ada. yang terbaik.
c. Berbicara baik tentang pengecer dam
merchandise.
Jurnal Manajemen Pemasaran Petra Vol. 2, No. 1, (2014) 1-9
memiliki predictive relevance yang baik (Ghozali, menunjukkan loyalitas pelanggan bioskop The
2 Premiere Surabaya tidak terbentuk/dipengaruhi
2011). Nilai Q , adalah sebagai berikut:
dari kepuasan pelanggan yang dirasakan atau
2 2 2
Q = 1 – [(1 – R1 ) (1 – R2 )] yang diterima. Sebagian besar konsumen yang
= 1 – [(1 – 0,157) (1 – 0,114)] puas dengan pelayanan yang diberikan, belum
= 1 – [(0,747)] tentu memiliki loyalitas terhadap bioskop The
= 0,253 Premiere Surabaya, dapat dilihat dari nilai R-
Square customer loyalty yang bernilai 0,16
2
Q didapatkan sebesar 0,253 sehingga lebih atau kontribusi modelnya “lemah”, artinya ada
besar dari 0 (nol) dan menunjukkan bahwa model faktor-faktor lain yang mempengaruhi atau
memiliki predictive relevance. membentuk loyalitas pelanggan bioskop The
Premiere Surabaya selain service quality dan
b. Uji Model Struktural customer satisfaction.
Contohnya: produk/layanan The Premiere
tidak cukup unik sehingga produk/layanan
yang serupa bisa mereka dapatkan di bioskop
lainnya dengan harga yang lebih terjangkau.
2. Variabel service quality berpengaruh positif
terhadap customer satisfaction. Hal ini
menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan
bioskop The Premiere Surabaya sudah baik,
sehingga dari pelayanan yang diterima oleh
Gambar 2. Koefisien Jalur PLS pelanggan membentuk kepuasan pelanggan
terhadap bioskop.
Hasil nilai inner weight gambar 2 diatas 3. Variabel service quality berpengaruh signifikan
menunjukan bahwa kekuatan jalur (signifikan) terhadap customer loyalty. Hal ini
Service Quality mempengaruhi Kepuasan menunjukkan bahwa kualitas layanan yang
Pelanggan sebesar 0.338, Kepuasan Pelanggan diberikan bioskop The Premiere Surabaya
mempengaruhi Loyalitas Pelanggan sebesar 0.231 sudah stabil, sehingga terbentuklah loyalitas
dan Service Quality mempengaruhi Loyalitas pelanggan karena loyalitas terbentuk dari
Pelanggan sebesar 0.253. pengalaman-pengalaman baik yang diterima
secara terus-menerus. Dari loyalitas ini lah,
C. Uji Hipotesis pelanggan menjadi tertutup dengan merek lain,
Tabel 4 merekomendasikannya ke kerabat, dan akan
Total Effects (Mean, STDEV, T-Values) menonton kembali di bioskop The Premiere.
Penyebab lainnya juga ialah bioskop The
Standard
Original T Statistics Premiere merupakan satu-satunya merek
Sample (O)
Deviation
(|O/STERR|) bioskop dengan kelas middle-up di Surabaya,
(STDEV)
sehingga konsumen kelas high-end lebih
Kepuasan Pelanggan ->
0.23 0.14 1.69 banyak yang memilih untuk menonton di
Loyalitas Konsumen
Service Quality ->
bioskop The Premiere Surabaya dibandingkan
Kepuasan Pelanggan
0.34 0.14 2.48 untuk menonton di Cinema XXI maupun
Service Quality -> Cinema 21.
0.33 0.14 2.39
Loyalitas Konsumen
B. Saran
1. Bioskop The Premiere Surabaya diharapkan
Pengaruh antar variabel dikatakan bersifat
dapat mengembangkan dan meningkatkan nilai
signifikan jika nilai t-statistics bernilai lebih dari t =
keunikan produk/layanan yang dimiliki
1.96. Sehingga diketahui bahwa berdasarkan tabel
sehingga konsumen pun dapat merasa puas,
4, tidak terdapat pengaruh antara kepuasan
karena value yang konsumen dapatkan sudah
pelanggan terhadap loyalitas konsumen, dan
sesuai dengan apa yang konsumen keluarkan.
terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
Contohnya dari sisi tangible bioskop, dengan
service quality terhadap kepuasan pelanggan, serta
meningkatkan fasilitas studio seperti selimut,
service quality terhadap loyalitas konsumen.
sofa maupun meja, dan adanya bel di kursi
penonton untuk memanggil petugas jika ingin
V. KESIMPULAN DAN memesan makanan/minuman.
SARAN A. Kesimpulan
2. Bioskop The Premiere Surabaya diharapkan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan,
dapat terus bertumbuh dan berkembang, dengan
maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
terus mengacu pada variabel service quality,
1. Variabel customer satisfaction tidak customer satisfaction dan customer loyalty
berpengaruh terhadap customer loyalty. Hal ini
Jurnal Manajemen Pemasaran Petra Vol. 2, No. 1, (2014) 1-9
sehingga nantinya bioskop The Premiere [9] Kent, Tony. (2003). "2D23D: Management
Surabaya siap bersaing dengan kompetitor- and design perspectives on retail branding",
kompetitornya di pasar bioskop middle-up. International Journal of Retail & Distribution
3. Untuk meningkatkan service quality bioskop, Management, Vol. 31 Iss: 3, pp.131 – 142.
pihak The Premiere Surabaya perlu melakukan [10] Kotler, Philip and Keller, Kevin Lane. (2009).
evaluasi terhadap service quality yang sudah Marketing Management (13th ed). New
dilakukan. Dengan melihat hasil penelitian, Jersey: Upper Saddle River.
dimensi emphaty yang sangat mempengaruhi [11] Lewis, R.C. and Boom, B. H. (1983), "The
service quality di bioskop The Premiere Marketing Aspects of Service Quality", ( in:
Surabaya dengan koefisien jalur sebesar 0,9. Berry, L., Shostack, G., Upah, G. –Ed.,
Artinya ketika pihak The Premiere menerapkan Emerging Perspectives on Services
suatu strategi baru yang mengandung dimensi Marketing), American Marketing, Chicago,
emphaty, itu akan sangat berdampak terhadap IL, pp. 99-107.
persepsi pelanggan tentang service quality [12] Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., & Berry, L.
bioskop. Contoh strateginya: di bioskop The L. (1988). SERVQUAL: A multiple-item
Premiere belum terdapat child seat atau tempat scale for measuring consumer perceptions of
duduk untuk anak kecil. Apabila anak kecil service quality. Journal of Retailing, 64, 12-
tidak merasa nyaman dengan tempat duduknya, 40.
bisa jadi anak kecil tersebut akan mengganggu [13] Sarwono, Jonathan. (2007). Analisis Jalur
penonton lainnya dengan membuat keributan untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Penerbit
selama film ditayangkan ataupun orang tua dari ANDI : Yogyakarta.
anak kecil ini tidak mau menonton kembali di [14] Sheth, Jagdish N., Banwari Mittal, and Bruce
bioskop The Premiere karena merasa kurang Newman. (1999). Customer Behavior:
diperhatikan. Karyawan bioskop sudah harus Consumer Behavior and Beyond. New York:
siap menghadapi berbagai macam tipe Dryden.
konsumen dan situasi sehingga dapat merespon [15] Simamora, B. (2004). Riset pemasaran:
dengan benar. Falsafah, teori, dan aplikasi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
DAFTAR REFERENSI [16] Soelasih, Y. (2004). Analisis Kepuasan
Konsumen terhadap Kualitas Pelayanan Hotel
[1] Dick, A. and Basu, K. (1994). Customer X di Jakarta (Telaah bisnis, Vol. 4 No. 2
loyalty: towards an integrated framework. Desember 2003), Yogyakarta, Telaah Bisnis.
Journal of the Academy of Marketing Science [17] Sudarmadi. (2004). Kiat Agar Merek Kuat.
22 (2), 99-113. Swamajalah, retrieved Januari 13, 2014, from
[2] Gay, L.R. & Diehl, P.L. (1992). Research http://www.swa.co.id.
Methods for Business and Management. New [18] Tjiptono. (2002). Strategi Pemasaran. Andi,
York: Macmillan. Yogyakarta.
[3] Ghozali, Imam, 2010. Aplikasi Analisis [19] Wijaya, Tony. (2005). Pengaruh service
Multivariate Dengan Program SPSS, Edisi quality perseption dan satisfaction.
Keempat, Penerbit Universitas Diponegoro. [20] Wijaya, Vica Ardyan. (2012). Analisa
International, Inc, New Jersey. Pengaruh Retail Mix Terhadap Loyalitas
[4] Ghozali, Imam. (2002). Aplikasi Analisis Konsumen Bioskop Cinema XXI Ciputra
Multi Variat dengan Program SPSS. Badan World Surabaya. Juni.
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. [21] Zeithaml, Valarie A., Mary Jo Bitner &
[5] Ghozali, Imam. (2009). Aplikasi Analisis Dwayne D. Gremler. (2009). Services
Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi Marketing – Integrating Customer Focus
th
Keempat. Penerbit Universitas Diponegoro. Across The Firm 5 Edition. New York:
Semarang. McGraw Hill.
[6] Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program IBM SPSS19.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang.
[7] Griffin, Jill. (1995). Customer Loyalty, How
To Earn It, How To Keep It. New York :
Lexington Book.
[8] Jogiyanto, H.M dan Willy, A. 2009. Konsep
dan Aplikasi PLS (Partial Least Square)
Untuk Penelitian Empiris. BPFE Fakultas
Ekonomika dan Bisnis UGM. Yogyakarta.