FONETIK
A. Pendahuluan
Istilah onseigaku 音声学 berasal dari kanji on 音 yang berarti bunyi (oto)
dan sei 声 yang berarti suara (koe). Jadi, onseigaku adalah ilmu yang mempelajari
bunyi dan suara yang ada dalam bahasa Jepang. Dalam bahasa Indonesia,
onseigaku disebut juga dengan fonologi.
Menurut Okumura Mitsuo (1988), fonologi adalah ilmu yang mempelajari
fungsi dan kondisi bunyi secara khusus di dalam tata bunyi bahasa yang
berdasarkan data-data yang diperoleh dari ilmu fonetik, yaitu ilmu yang
mempelajari bunyi bahasa secara fisik. Sedangkan, menurut Amanuma Yasushi,
Ootsubo Kazuo, dan Mizutani Osamu (1989), fonetik adalah ilmu yang
mempelajari dan memberi kejelasan tentang bunyi-bunyi bahasa secara objektif.
Menurut Amanuma, Ootsubo, dan Mizutani, fonetik dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu:
Fonetik Artikulatoris, adalah fonetik yang mempelajari tentang cara-cara
pembentukan bunyi bahasa di dalam rongga mulut.
Fonetik Akustik, adalah fonetik yang mempelajari tentang sifat-sifat bunyi
bahasa menurut ilmu fisika.
Fonetik Auditoris, adalah fonetik yang mempelajari tentang aspek
penangkapan telinga atau cara bekerjanya alat pendengaran dalam
menangkap bunyi bahasa yang diujarkan.
Sedangkan, menurut Okumura, fonetik dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Fonetik Artikulatoris, adalah fonetik yang mempelajari tentang cara-cara
pembentukan bunyi bahasa di dalam rongga mulut.
Fonetik Eksperimental, adalah fonetik yang mempelajari sifat-sifat bunyi
bahasa menurut ilmu fisika dengan menggunakan berbagai peralatan
ekperimen di laboratorium fonetik.
Dengan adanya jenis fonetik yang berbeda yang diungkapkan oleh ahli
fonetik di atas, maka Sheddy N. Tjandra (2004) dalam bukunya “Fonologi Jepang”
membedakan fonetik atas dua, yaitu:
Fonetik Akustik, adalah fonetik yang mempelajari tentang sifat-sifat bunyi
bahasa menurut ilmu fisika.
Fonetik Artikulatoris, adalah fonetik yang mempelajari tentang cara-cara
pembentukan bunyi bahasa di dalam rongga mulut.
Di dalam bukunya, Tjandra (2004:2) menjelaskan tentang fonetik dan fonemik
Jepang. Menurutnya, fonetik Jepang adalah fonetik yang memaparkan proses dan
hasil pembentukan tiap-tiap bunyi bahasa Jepang, sedangkan fonemik Jepang
adalah ilmu yang memaparkan fungsi, kedudukan, dan kondisi yang diperlukan dari
tiap-tiap bunyi bahasa Jepang di dalam tata bunyi secara keseluruhan.
B. Fonetik Akustik
Fonetik akustik adalah fonetik yang mempelajari tentang sifat-sifat bunyi
bahasa menurut ilmu fisika. Dalam ilmu fisika, bunyi bahasa yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia berupa suara. Suara ini berbentuk gelombang udara yang
getarannya dapat ditangkap oleh indera pendengaran (telinga). Telinga manusia
mampu menangkap suara yang berfrekuensi antara 20 Hz sampai dengan 20.000 Hz
(dibaca: Herz).
Herz adalah satuan tentang jumlah atau frekuensi gelombang suara.
Gelombang suara terbentuk karena adanya perbedaan tekanan udara yang bergeser
secara teratur. Satu herz adalah satu gelombang suara yang terjadi dalam tempo satu
detik sebagai akibat adanya pergeseran tekanan udara yang bergerak secara teratur,
terhitung mulai dari titik nol, lalu berangsur-angsur meninggi, sampai mencapai
puncak tertinggi dalam tempo 0,25 detik, kemudian menurun kembali sampai titik
nol (0,50 detik), dan selanjutnya menurun terus sampai mencapai titik terendah
(0,75 detik). Setelah itu, meninggi lagi sampai kembali mencapai titik nol (1 detik)
seperti yang tampak dalam gambar 1.
Satu herz berarti juga satu getaran suara dalam tempo satu detik yang
berbentuk satu gelombang.
Pergeseran tekanan udara yang teratur selain menimbulkan getaran suara
yang menjadi frekuensi suara, juga membawa akibat terjadinya tinggi puncak
gelombang terhitung dari titik nol. Frekuensi suara semakin banyak akan
menyebabkan suara terdengar bernada tinggi, sebaliknya semakin sedikit akan
terdengar bernada rendah. Puncak gelombang suara jika mencapai titik semakin
tinggi akan terdengar suara yang semakin besar, sebaliknya jika titik yang dicapai
adalah rendah akan terdengar bernada kecil. Keadaan ini dapat dilihat pada gambar
2.
Suara A berfrekuensi satu herz dan suara B berfrekuensi dua herz. Puncak
tinggi gelombang suara A dua kali lipat dari suara B. akibatnya suara B terdengar
bernada lebih tinggi daripada suara A, tetapi suara A terdengar dua kali lipat lebih
besar daripada suara B. Ini hanya sebagai contoh saja karena perlu ditegaskan
bahwa telinga manusia hanya mampu menangkap suara yang berfrekuensi antara 20
Hz sampai dengan 20.000 Hz. Suara yang berfrekuensi lebih rendah daripada 20 Hz
dan lebih tinggi daripada 20.000 Hz tidak akan dapat didengar oleh telinga manusia.
C. Fonetik Artikulatoris
Untuk memahami produksi tiap-tiap bunyi bahasa, kita perlu mengenal
terlebih dahulu alat-alat ucap yang terlibat dalam proses pembentukan bunyi
bahasa.
Keterangan:
i. Lidah ii. Bibir
iii. Gigi iv. Alveolum (lengkung kaki gigi)
v. Palatum (langit-langit keras) vi. Velum (langit-langit lembut)
vii. Uvulum (anak lidah) viii. Rongga mulut
ix. Rongga hidung x. Pintu tenggorokan
xi. Rongga tenggorokan xii. Tenggorokan
xiii. Pita suara xiv. ....
4. Variasi Artikulasi
Variasi artikulasi adalah cara pengucapan tertentu yang merupakan hasil
kerja alat-alat ucap secara bersama sehingga menghasilkan vokal dan konsonan.
A) Vokal
Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan melalui tahapan praucapan tanpa
hambatan dan merupakan suara yang dihasilkan pita suara, kemudian dibawa oleh
gelombang udara beresonansi di rongga mulut, dan keluar menjadi suara. Vokal
dihasilkan melalui tiga cara artikulasi, yaitu:
Pengangkatan lidah beserta bagiannya yang relatif berfungsi dalam
pembentukan ruang resonansi dengan volume tertentu.
Pembukaan mulut yakni besar kecilnya mulut, dengan cara mengangkat atau
menurunkan rahang bawah sehingga turut menentukan volume ruang
resonansi.
Pengaturan mulut menjadi berbentuk bundar atau melebar, dan bentuk mulut
ini ikut menentukan warna suara vokal.
1) Jenis-Jenis Vokal
Tiga cara artikulasi vokal tersebut di atas akan menghasilkan jenis-jenis
vokal sebagai berikut:
a) Vokal depan dihasilkan dengan cara bagian lidah sebelah depan diangkat ke
atas mengarah langit-langit sehingga bagian lidah sebelah depan inilah yang
relatif berfungsi dalam menciptakan ruang resonansi di rongga mulut.
b) Vokal tengah dihasilkan dengan cara bagian sebelah tengah yang diangkat
ke atas mengarah langit-langit.
c) Vokal belakang dihasilkan dengan cara lidah bagian belakang diangkat ke
atas mengarah bagian belakang langit-langit dan pangkal uvulum.
d) Vokal tinggi dihasilkan dengan cara rahang bawah diangkat ke atas hampir
menempel pada langit-langit yang menempati posisi paling paling tinggi
sehingga menyebabkan volume ruang resonansi menjadi paling kecil.
e) Vokal rendah dihasilkan dengan cara rahang bawah ditarik ke bawah
menempati posisi paling rendah sehingga menyebabkan volume ruang
resonansi menjadi paling besar.
f) Vokal sedang dihasilkan dengan cara rahang bawah hanya diangkat sedikit
menempati posisi tidak tinggi juga tidak rendah, sehingga volume resonansi
menjadi sedang.
g) Vokal bundar dihasilkan dengan cara bibir digerakkan dalam bentuk bundar,
atau bibir dikerucutkan.
h) Vokal takbundar dihasilkan dengan cara bibir digerakkan dalam bentu
memipih, atau bibir ditarik ke kedua sisi.
2) Ciri Fonetis Vokal
Ciri fonetis adalah tanda-tanda pengucapan tertentu dalam proses
memproduksi bunyi. Vokal yang telah disebutkan di atas memiliki ciri-ciri fonetis
sebagai berikut:
Posisi titik terbentuknya delapan vokal cardinal di dalam rongga mulut, jika
digambarkan secara dua dimensi akan menjadi segi empat tidak beraturan seperti
dikemukakan oleh Daniel Jones berdasarkan hasil pemotretan dengan sinar X pada
gambar 4 berikut ini.
B) Konsonan
Konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan melalui tahapan praucapan
dengan hambatan dan merupakan suara yang dihasilkan pita suara, kemudian
dibawa oleh gelombang udara beresonansi di rongga mulut, dan keluar menjadi
suara. Konsonan dihasilkan melalui tujuh cara artikulasi, yaitu: letupan; gesekan;
setengah letupan dan setengah gesekan; sengau; desis samping; getaran; dan
kepakan.
1) Jenis-Jenis Konsonan
Tujuh cara artikulasi konsonan tersebut di atas akan menghasilkan jenis-
jenis konsonan sebagai berikut:
a) Konsonan Letupan (Letup)
Konsonan Letup terdiri dari:
e) Konsonan Likwida
Konsonan likwida adalah konsonan yang diciptakan dengan cara
mengangkat ujung lidah menempel pada alveolum dan arus udara dialirkan
pada titik hambatan itu.
Konsonan likwida terdiri dari 3 jenis, yaitu:
2) Semi Vokal
Selain jenis-jenis konsonan di atas, ada jenis konsonan lain yang disebut
dengan semi vokal. Semi vokal adalah bunyi yang dihasilkan dengan variasi
artikulasi seperti konsonan tetapi tidak sempurna, sehingga memiliki warna
menyerupai vokal. Ada dua jenis semi vokal, yaitu:
a) Semi Vokal Palatal diberi tanda fonetis [y], dihasilkan dengan cara lidah
depan diangkat menuju palatum tetapi tidak sampai menempel sehingga
terbentuk celah sempit di palatum, kemudian ketika melewati celah sempit
itu, arus udara yang membawa suara bergelincir, sehingga menimbulkan
suara mirip vokal [i].
b) Semi Vokal Bilabial diberi tanda fonetis [w], dihasilkan dengan cara lidah
belakang diangkat menuju velum tetapi tidak sampai menempel sehingga
terbentuk celah sempit pada velum, kemudian pada saat bersamaan, kedua
bibir dikerucutkan sedikit sehingga lubang mulut mengecil dan membentuk
celah kecil yang berada di velum dengan lidah belakang dan di bibir;
kemudian ketika melewati kedua celah sempit itu, arus udara yang
membawa suara bergelincir, sehingga menimbulkan suara mirip vokal [u].
3) Tabel Konsonan
Keterangan:
VA = Variasi Artikulasi
PS = Pita Suara (TB = Takbersuara; B = Bersuara)
TA = Titik Arikulasi
B = Bilabial
LD = Labio-Dental
D = Dental
A = Alveolar
P = Palatal
V = Velar
U = Uvular
G = Glotal
1. Aksen
Aksen adalah penonjolan ucapan yang bersifat relatif dan terbentuk
berdasarkan kebiasaan sosial dari satu masyarakat bahasa dan dikenakan pada
pengucapan kata. Aksen ada dua jenis, yaitu:
a. Aksen Energi adalah aksen kuat-lemahnya tenaga yang dikenakan pada suku
kata atau kata-kata. Aksen energi banyak ditemukan dalam bahasa Inggris,
misalnya:
o Kata ‘desert’ diucapkan [dézərt] dengan penekanan tenaga pada vokal [é]
yang ada di suku kata pertama menjadi bermakna “gurun pasir”.
o Kata ‘desert’ diucapkan [dizə:rt] dengan penekanan kata pada vokal [ə]
yang ada di suku kata kedua menjadi bermakna “melakukan desersi”.
b. Aksen Nada adalah aksen tinggi-rendahnya nada yang dikenakan pada suku
kata atau kata-kata. Aksen nada banyak ditemukan dalam bahasa Cina
Mandarin, misalnya:
o Kata 馬’ma’ bernada 1 yaitu nada paling rendah bermakna “kuda”.
o Kata 麻’ma’ bernada 2 yaitu nada rendah bermakna “serat karung”.
o Kata ‘ma’ bernada 3 yaitu nada standar bermakna “ibu”.
o Kata 罵‘ma’ bernada 4 yaitu nada tinggi bermakna “memaki”.
3. Intonasi
Intonasi adalah perubahan tinggi-rendahnya nada pada akhir kalimat yang
mengungkapkan sikap psikologis penutur. Intonasi ada dua jenis, yaitu:
a. Intonasi Menaik diberi tanda fonetis [↑], adalah perubahan nada dari yang
rendah menjadi yang tinggi pada akhir kalimat; umumnya menandakan
penutur bermaksud bertanya kepada lawan bicaranya.
b. Intonasi Menurun diberi tanda fonetis [↓], adalah perubahan nada dari yang
tinggi menjadi yang rendah pada akhir kalimat; umumnya menandakan
penutur bermaksud memberi penjelasan atau jawaban.
Selain intonasi di atas, ada intonasi lain, yaitu:
c. Intonasi Mendatar diberi tanda fonetis [→], adalah pemakaian nada yang
sama dengan nada sebelumnya pada akhir kalimat, sehingga tidak terjadi
perubahan nada pada pendengaran lawan bicara; umumnya menandakan
penutur menyampaikan informasi dalam keadaan yang belum lengkap
disebabkan ia masih berpikir atau malas menyampaikan seluruhnya.
d. Intonasi Turun-Naik diberi tanda fonetis [↓↑], adalah perubahan nada yang
mula-mula dari tinggi ke rendah kemudian naik lagi dari rendah ke tinggi
pada akhir kalimat, sehingga terdengar oleh lawan bicaranya sebagai nada
yang bergelombang tinggi-rendah-tinggi; umumnya menandakan penutur
ingin memastikan suatu dugaan yang ada di dalam benaknya, sehingga ia
berusaha menyampaikan dugaan itu sekaligus bertanya dengan harapan
memperoleh tanggapan dari lawan bicara apa yang diharapkannya.
e. Intonasi Turun-Datar diberi tanda fonetis [↓→], adalah perubahan nada yang
mula-mula dari tinggi ke rendah kemudian naik sedikit lalu mendatar pada
akhir kalimat; umumnya menandakan penutur ingin menyampaikan
bantahan terhadap suatu informasi yang pernah diperolehnya dari lawan
bicara.
Bila jenis-jenis intonasi di atas diterapkan pada kalimat ‘Di situ jual rokok’,
maka maknanya akan seperti berikut ini:
o [↑] bermakna “Apakah di situ jual rokok?”
o [↓] bermakna “Yang dijual di situ, rokok.”
o [→] bermakna “Setahu saya di situ menjual rokok dan barang-barang
lain.”
o [↓↑] bermakna “Saya ingin memastikan apakah benar di situ menjual
rokok?”
o [↓→] bermakna “Anda salah, ternyata di situ bukan menjual kue, tetapi
rokok.”
4. Prominen
Prominen adalah pengucapan yang dilakukan oleh penutur dalam bentuk
suara tinggi dan/atau keras dengan maksud secara sengaja menarik perhatian lawan
bicara agar lawan bicara dapat menangkap penyampaian isi pesan khusus yang
dilakukan oleh penutur. Kehadiran prominen dapat dilihat pada kalimat ‘Ini bukan
punyamu, punyaku.’ berikut ini:
o ‘Ini BUKAN punyamu, punyaku’ bermakna “Aku tegaskan kepadamu, ini
bukanlah kepunyaanmu!” sehingga yang ditegaskan pada kalimat ini
adalah maksud “penyangkalan” oleh penutur.
o ‘Ini bukan punyamu, punyaKU!’ bermakna “Aku tegaskan kepadamu,
barang ini milikku!” sehingga yang ditegaskan pada kalimat ini adalah
“kepemilikan” penutur.
5. Haku(拍)
Dalam bahasa Jepang haku bermakna “tepukan tangan”, dimana dalam
bahasa Inggris disebut beat yang bermakna “detak atau pukulan”. Haku adalah
satuan tempo pengucapan yang memiliki jangka waktu selama kira-kira 0,1 detik,
jadi 1 haku sama dengan 0,1 detik. Misalnya kata 好 き ‘ suki’ [süki] yang terdiri
suku kata /sü/ dan /ki/ berjumlah 2 haku kira-kira 0,2 detik.
Selain itu, dalam bahasa Jepang memiliki vokal panjang yang diberi tanda
fonetis [:] dan konsonan panjang yang diberi tanda fonetis [Q], dimana masing-
masing dihitung 1 haku. Misalnya kata 学 校 ‘ gakkou’ [gaQko:] yang terdiri dari
suku kata /ga/, /Q/, /ko/, dan /:/ berjumlah 4 haku kira-kira 0,4 detik.
Dari uraian di atas haku setara dengan suku kata, sehingga haku dapat
diterapkan dalam bahasa Indonesia. Misalnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: