Anda di halaman 1dari 16

BAB I

FONETIK

A. Pendahuluan
Istilah onseigaku 音声学 berasal dari kanji on 音 yang berarti bunyi (oto)
dan sei 声 yang berarti suara (koe). Jadi, onseigaku adalah ilmu yang mempelajari
bunyi dan suara yang ada dalam bahasa Jepang. Dalam bahasa Indonesia,
onseigaku disebut juga dengan fonologi.
Menurut Okumura Mitsuo (1988), fonologi adalah ilmu yang mempelajari
fungsi dan kondisi bunyi secara khusus di dalam tata bunyi bahasa yang
berdasarkan data-data yang diperoleh dari ilmu fonetik, yaitu ilmu yang
mempelajari bunyi bahasa secara fisik. Sedangkan, menurut Amanuma Yasushi,
Ootsubo Kazuo, dan Mizutani Osamu (1989), fonetik adalah ilmu yang
mempelajari dan memberi kejelasan tentang bunyi-bunyi bahasa secara objektif.
Menurut Amanuma, Ootsubo, dan Mizutani, fonetik dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu:
 Fonetik Artikulatoris, adalah fonetik yang mempelajari tentang cara-cara
pembentukan bunyi bahasa di dalam rongga mulut.
 Fonetik Akustik, adalah fonetik yang mempelajari tentang sifat-sifat bunyi
bahasa menurut ilmu fisika.
 Fonetik Auditoris, adalah fonetik yang mempelajari tentang aspek
penangkapan telinga atau cara bekerjanya alat pendengaran dalam
menangkap bunyi bahasa yang diujarkan.
Sedangkan, menurut Okumura, fonetik dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
 Fonetik Artikulatoris, adalah fonetik yang mempelajari tentang cara-cara
pembentukan bunyi bahasa di dalam rongga mulut.
 Fonetik Eksperimental, adalah fonetik yang mempelajari sifat-sifat bunyi
bahasa menurut ilmu fisika dengan menggunakan berbagai peralatan
ekperimen di laboratorium fonetik.
Dengan adanya jenis fonetik yang berbeda yang diungkapkan oleh ahli
fonetik di atas, maka Sheddy N. Tjandra (2004) dalam bukunya “Fonologi Jepang”
membedakan fonetik atas dua, yaitu:
 Fonetik Akustik, adalah fonetik yang mempelajari tentang sifat-sifat bunyi
bahasa menurut ilmu fisika.
 Fonetik Artikulatoris, adalah fonetik yang mempelajari tentang cara-cara
pembentukan bunyi bahasa di dalam rongga mulut.
Di dalam bukunya, Tjandra (2004:2) menjelaskan tentang fonetik dan fonemik
Jepang. Menurutnya, fonetik Jepang adalah fonetik yang memaparkan proses dan
hasil pembentukan tiap-tiap bunyi bahasa Jepang, sedangkan fonemik Jepang
adalah ilmu yang memaparkan fungsi, kedudukan, dan kondisi yang diperlukan dari
tiap-tiap bunyi bahasa Jepang di dalam tata bunyi secara keseluruhan.
B. Fonetik Akustik
Fonetik akustik adalah fonetik yang mempelajari tentang sifat-sifat bunyi
bahasa menurut ilmu fisika. Dalam ilmu fisika, bunyi bahasa yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia berupa suara. Suara ini berbentuk gelombang udara yang
getarannya dapat ditangkap oleh indera pendengaran (telinga). Telinga manusia
mampu menangkap suara yang berfrekuensi antara 20 Hz sampai dengan 20.000 Hz
(dibaca: Herz).
Herz adalah satuan tentang jumlah atau frekuensi gelombang suara.
Gelombang suara terbentuk karena adanya perbedaan tekanan udara yang bergeser
secara teratur. Satu herz adalah satu gelombang suara yang terjadi dalam tempo satu
detik sebagai akibat adanya pergeseran tekanan udara yang bergerak secara teratur,
terhitung mulai dari titik nol, lalu berangsur-angsur meninggi, sampai mencapai
puncak tertinggi dalam tempo 0,25 detik, kemudian menurun kembali sampai titik
nol (0,50 detik), dan selanjutnya menurun terus sampai mencapai titik terendah
(0,75 detik). Setelah itu, meninggi lagi sampai kembali mencapai titik nol (1 detik)
seperti yang tampak dalam gambar 1.

Gambar 1: satu Herz

Satu herz berarti juga satu getaran suara dalam tempo satu detik yang
berbentuk satu gelombang.
Pergeseran tekanan udara yang teratur selain menimbulkan getaran suara
yang menjadi frekuensi suara, juga membawa akibat terjadinya tinggi puncak
gelombang terhitung dari titik nol. Frekuensi suara semakin banyak akan
menyebabkan suara terdengar bernada tinggi, sebaliknya semakin sedikit akan
terdengar bernada rendah. Puncak gelombang suara jika mencapai titik semakin
tinggi akan terdengar suara yang semakin besar, sebaliknya jika titik yang dicapai
adalah rendah akan terdengar bernada kecil. Keadaan ini dapat dilihat pada gambar
2.

Gambar 2: Perbedaan suara A dan suara B

Suara A berfrekuensi satu herz dan suara B berfrekuensi dua herz. Puncak
tinggi gelombang suara A dua kali lipat dari suara B. akibatnya suara B terdengar
bernada lebih tinggi daripada suara A, tetapi suara A terdengar dua kali lipat lebih
besar daripada suara B. Ini hanya sebagai contoh saja karena perlu ditegaskan
bahwa telinga manusia hanya mampu menangkap suara yang berfrekuensi antara 20
Hz sampai dengan 20.000 Hz. Suara yang berfrekuensi lebih rendah daripada 20 Hz
dan lebih tinggi daripada 20.000 Hz tidak akan dapat didengar oleh telinga manusia.

C. Fonetik Artikulatoris
Untuk memahami produksi tiap-tiap bunyi bahasa, kita perlu mengenal
terlebih dahulu alat-alat ucap yang terlibat dalam proses pembentukan bunyi
bahasa.

1. Alat Ucap Penghasil Bunyi Bahasa


Alat ucap adalah organ tubuh yang berlokasi di dalam rongga mulut dan
sekitarnya, dan berfungsi selama proses pembentukan bunyi bahasa berlansung.
Adapun alat-alat ucap tersebut dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini.
xiv

Gambar 3: Alat-alat Ucap

Keterangan:
i. Lidah ii. Bibir
iii. Gigi iv. Alveolum (lengkung kaki gigi)
v. Palatum (langit-langit keras) vi. Velum (langit-langit lembut)
vii. Uvulum (anak lidah) viii. Rongga mulut
ix. Rongga hidung x. Pintu tenggorokan
xi. Rongga tenggorokan xii. Tenggorokan
xiii. Pita suara xiv. ....

2. Alat Ucap dan Hambatan


Pada proses produksi bunyi bahasa, alat ucap akan bekerja untuk
membentuk satu tahapan praucapan, yaitu tahapan sebelum pengucapan yang
segera disusul dengan pengucapan, yaitu pengeluaran bunyi bahasa.
Ada dua jenis tahapan praucapan, yaitu:
 Tahapan praucapan tanpa hambatan, adalah tahapan praucapan yang
diciptakan oleh alat ucap tanpa pembentukan suatu hambatan apapun di
dalam rongga mulut dan sekitarnya, sehingga arus udara dari tenggorokan
dapat mengalir keluar dengan bebas. Bunyi yang dihasilkan melalui tahapan
ini adalah VOKAL.
 Tahapan praucapan dengan hambatan, adalah tahapan praucapan yang
diciptakan oleh alat ucap itu sendiri di dalam rongga mulut dan sekitarnya,
sehingga arus udara yang mengalir dari paru-paru akan terhalang oleh
hambatan tersebut, setelah itu baru mengalir keluar. Bunyi yang dihasilkan
melalui tahapan ini adalah KONSONAN.
Ada dua jenis hambatan, yaitu:
 Hambatan penuh, adalah hambatan sempurna yang dibentuk oleh alat ucap
bagaikan pintu yang tertutup rapat, sehingga arus udara dari paru-paru sama
sekali tidak dapat mengalir keluar. Agar dapat mengalir keluar, arus udara
tersebut harus memiliki energi bertekanan cukup untuk memecahkan
hambatan itu. Bunyi yang dihasilkan melalui hambatan ini adalah konsonan
letup dan konsonan nasal.
 Hambatan sebagian, adalah hambatan tidak sempurna yang dibentuk oleh
alat ucap bagaikan pintu yang tertutup kurang rapat, sehingga arus udara
yang mengalir dari paru-paru menjadi saling berdesakan pada waktu
melewati celah hambatan yang tidak rapat itu. Bunyi yang dihasilkan
melalui hambatan ini adalah konsonan frikatif, konsonan afrikat, dan
konsonan likwida.
Hambatan penuh dan hambatan sebagian dibentuk oleh organ bibir, lidah,
atau pita suara. Hambatan-hambatan tersebut akan menghasilkan berbagai macam
konsonan, yaitu:
 Hambatan yang dibentuk oleh kedua bibir akan menghasilkan konsonan
bilabial.
 Hambatan yang dibentuk oleh bibir bawah dan gigi atas akan menghasilkan
konsonan labio-dental.
 Hambatan yang dibentuk oleh ujung lidah atau lidah depan bersama dengan
gigi atas akan menghasilkan konsonan dental.
 Hambatan yang dibentuk oleh ujung lidah atau lidah depan bersama dengan
alveolum akan menghasilkan konsonan alveolar.
 Hambatan yang dibentuk oleh lidah tengah dan palatum akan menghasilkan
konsonan palatal.
 Hambatan yang dibentuk oleh lidah belakang dan velum akan menghasilkan
konsonan velar.
 Hambatan yang dibentuk oleh lidah belakang dan uvulum akan
menghasilkan konsonan uvular.
 Hambatan yang dibentuk oleh ujung lidah dan lidah depan ditempelkan pada
alveolum akan menghasilkan konsonan likwida.
 Hambatan yang dibentuk oleh alveolum dengan titik tumpu rapat tetapi
tidak rapat pada kedua sisinya yang menyebabkan arus udara dari paru-paru
mengalir keluar melalui celah pada kedua sisi lidah akan menghasilkan
konsonan lateral.
 Hambatan yang dibentuk oleh ujung lidah yang menempel pada alveolum
dengan cara digetarkan berkali-kali akan menghasilkan konsonan tril
(konsonan bunyi getar).
 Hambatan yang dibentuk oleh ujung lidah yang menempel pada alveolum
dengan cara digetarkan hanya satu kali akan menghasilkan konsonan flap
(konsonan bunyi kepakan bagaikan sayap burung yang dikepakkan satu
kali).

3. Artikulator dan Titik Artikulasi


Artikulator adalah alat ucap yang bertumpu pada rahang bawah dan dapat
digerakkan. Alat ucap yang menjadi artikulator adalah semua bagian lidah, yaitu
ujung lidah, lidah depan, lidah tengah, dan lidah belakang, serta bibir bawah, gigi
bawah, dan uvulum.
Titik artikulasi adalah alat ucap yang bertumpu pada rahang atas, tidak
digerakkan, dan merupakan tempat bersandarnya artikulator untuk membentuk
hambatan yang menghasilkan bunyi bahasa. Alat ucap yang menjadi titik artikulasi
adalah bibir atas, gigi atas, alveolum, palatum, velum, dan pangkal uvulum.
Artikulator dan titik artikulasi bekerja sama dalam memproses pembentukan
hambatan yang menghasilkan bunyi bahasa. Bunyi-bunyi itu adalah konsonan
sebagai berikut:

NO. ARTIKULATOR TITIK ARTIKULASI KONSONAN


1. Bibir bawah Bibir atas Bilabial
2. Bibir bawah Gigi atas Labio-dental
3. Ujung lidah Gigi atas Dental
4. Ujung lidah/lidah depan Alveolum Alveolar
5. Lidah tengah Palatum Palatal
6. Lidah belakang Velum Velar
7. Lidah belakang Uvulum Uvular
8. Pita suara Pita suara Glotal

4. Variasi Artikulasi
Variasi artikulasi adalah cara pengucapan tertentu yang merupakan hasil
kerja alat-alat ucap secara bersama sehingga menghasilkan vokal dan konsonan.
A) Vokal
Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan melalui tahapan praucapan tanpa
hambatan dan merupakan suara yang dihasilkan pita suara, kemudian dibawa oleh
gelombang udara beresonansi di rongga mulut, dan keluar menjadi suara. Vokal
dihasilkan melalui tiga cara artikulasi, yaitu:
 Pengangkatan lidah beserta bagiannya yang relatif berfungsi dalam
pembentukan ruang resonansi dengan volume tertentu.
 Pembukaan mulut yakni besar kecilnya mulut, dengan cara mengangkat atau
menurunkan rahang bawah sehingga turut menentukan volume ruang
resonansi.
 Pengaturan mulut menjadi berbentuk bundar atau melebar, dan bentuk mulut
ini ikut menentukan warna suara vokal.
1) Jenis-Jenis Vokal
Tiga cara artikulasi vokal tersebut di atas akan menghasilkan jenis-jenis
vokal sebagai berikut:
a) Vokal depan dihasilkan dengan cara bagian lidah sebelah depan diangkat ke
atas mengarah langit-langit sehingga bagian lidah sebelah depan inilah yang
relatif berfungsi dalam menciptakan ruang resonansi di rongga mulut.
b) Vokal tengah dihasilkan dengan cara bagian sebelah tengah yang diangkat
ke atas mengarah langit-langit.
c) Vokal belakang dihasilkan dengan cara lidah bagian belakang diangkat ke
atas mengarah bagian belakang langit-langit dan pangkal uvulum.
d) Vokal tinggi dihasilkan dengan cara rahang bawah diangkat ke atas hampir
menempel pada langit-langit yang menempati posisi paling paling tinggi
sehingga menyebabkan volume ruang resonansi menjadi paling kecil.
e) Vokal rendah dihasilkan dengan cara rahang bawah ditarik ke bawah
menempati posisi paling rendah sehingga menyebabkan volume ruang
resonansi menjadi paling besar.
f) Vokal sedang dihasilkan dengan cara rahang bawah hanya diangkat sedikit
menempati posisi tidak tinggi juga tidak rendah, sehingga volume resonansi
menjadi sedang.
g) Vokal bundar dihasilkan dengan cara bibir digerakkan dalam bentuk bundar,
atau bibir dikerucutkan.
h) Vokal takbundar dihasilkan dengan cara bibir digerakkan dalam bentu
memipih, atau bibir ditarik ke kedua sisi.
2) Ciri Fonetis Vokal
Ciri fonetis adalah tanda-tanda pengucapan tertentu dalam proses
memproduksi bunyi. Vokal yang telah disebutkan di atas memiliki ciri-ciri fonetis
sebagai berikut:

NO. VOKAL CIRI FONETIS ACUAN CIRI FONETIS


1. Rendah Rendah Posisi rahang bawah paling rendah
2. Sedang Sedang Posisi rahang bawah sedang
3. Tinggi Tinggi Posisi rahang bawah paling tinggi
4. Depan Depan Lidah depan yang difungsikan
5. Tengah Tengah Lidah tengah yang difungsikan
6. Belakang Belakang Lidah belakang difungsikan
7. Bundar Bundar Bentuk mulut membundar
8. Takbundar Memipih Bentuk mulut memipih
3) Delapan Vokal Kardinal
Vokal cardinal diciptakan oleh seorang ahli fonetik Inggris bernama Daniel
Jones pada tahun 1956. Vokal cardinal terdiri dari delapan jenis vokal yang masing-
masing diberi tanda fonetis berikut ini:

NO. CIRI FONETIS VOKAL TANDA FONETIS


1. Tinggi – depan – takbundar [i]
2. Tinggisedang – depan – takbundar [e]
3. Rendahsedang – depan – takbundar [ε]
4. Rendah – depan – takbundar [a]
5. Rendah – belakang – takbundar [ɑ]
6. Rendahsedang – belakang – bundar [ɔ]
7. Tinggisedang – belakang – bundar [o]
8. Tinggi – belakang – bundar [u]

Posisi titik terbentuknya delapan vokal cardinal di dalam rongga mulut, jika
digambarkan secara dua dimensi akan menjadi segi empat tidak beraturan seperti
dikemukakan oleh Daniel Jones berdasarkan hasil pemotretan dengan sinar X pada
gambar 4 berikut ini.

Gambar 4: segi empat takberaturan tempat titik pembentukan delapan vokal


kardinal menurut Daniel Jones
4) Vokal Netral
Vokal netral merupakan vokal sedang – tengah – takbundar dengan tanda
fonetis [ə]. Vokal netral ditemukan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Misalnya dalam bahasa Indonesia:
‘enam’ [ənam] “angka enam”
‘kerja’ [kərʤa] “melakukan sesuatu”
‘sepi’ [səpi] “keadaan tidak ramai”
Posisi titik vokal netral dapat dilihat pada gambar 5 berikut ini.

Gambar 5 : posisi titik pembentukan vokal netral

5) Berbagai Vokal dan Proses Asimilasi


Proses asimilasi adalah perubahan warna suara bunyi tertentu yang
disebabkan terjadinya penyesuaian diri dari bunyi tersebut terhadap lingkungan
fonetisnya. Lingkungan fonetis adalah bunyi-bunyi yang ada di sekitar (di depan
dan/atau di belakang) bunyi yang bersangkutan. Vokal yang mengalami proses
asimilasi disebut vokal nasal, yaitu vokal yang bergema di rongga hidung. Vokal ini
banyak dijumpai dalam bahasa Perancis, namun dalam bahasa Indonesia pun juga
dapat dijumpai, misalnya:
Kata ‘dengan’ berucapan [dəŋãn]
Kata ‘mahal’ berucapan [mãhãl]
Pada kata ‘dengan’, vokal [a] berubah menjadi vokal nasal [ã] karena vokal [a]
mengalami proses asimilasi fonetis dengan konsonan nasal [ŋ] dan [n] yang berada
di depan dan di belakangnya. Begitu juga pada kata ‘mahal’, vokal [a] dari suku
kata /ma/ berubah menjadi vokal nasal [ã] karena vokal itu mengalami proses
asimilasi fonetis dengan konsonan nasal [m] yang ada di depannya, dan vokal [a]
dari suku kata /hal/ juga berubah menjadi vokal nasal karena menyesuaikan diri
dengan vokal nasal dari suku kata [mã] yang ada di depannya.
Pada dasarnya vokal merupakan bunyi bersuara yang berasal dari getaran
pita suara yang beresonansi di rongga mulut dengan volume tertentu. Namun,
kadang-kadang dijumpai juga vokal takbersuara. Vokal takbersuara adalah vokal
yang diciptakan tanpa penggetaran pita suara sehingga tidak bisa ditangkap oleh
telinga secara akustis. Vokal takbersuara ditemukan dalam bahasa Jepang dengan
cara sebagai berikut:
 Vokal takbersuara pada akhir kata secara arbitrer (mana suka), maksudnya
ada yang melakukan dan ada juga yang tidak. Misalnya, kata ‘desu’ banyak
diucapkan menjadi [desü]. Vokal akhir /u/ dari kata tersebut diucapkan
menjadi vokal takbersuara [ü], sehingga secara akustis ucapan kata itu
terdengar menjadi [des] saja.
 Vokal takbersuara akibat proses asimilasi fonetis, misalnya kata ‘susuki’
yang bermakna “alang-alang” sering diucapkan menjadi [süsüki]. Vokal /u/
pertama dari kata itu sering menjadi vokal takbersuara [ü] disebabkan di
depan dan di belakangnya adalah konsonan takbersuara /s/. Begitu juga
vokal /u/ kedua sering berubah menjadi takbersuara [ü] disebabkan di depan
dan di belakangnya adalah konsonan /s/ dan /k/ yang tak bersuara sehingga
ucapan [süsüki] yang takbersuara pada /u/ akan terdengar [s-s-ki].

B) Konsonan
Konsonan adalah bunyi bahasa yang dihasilkan melalui tahapan praucapan
dengan hambatan dan merupakan suara yang dihasilkan pita suara, kemudian
dibawa oleh gelombang udara beresonansi di rongga mulut, dan keluar menjadi
suara. Konsonan dihasilkan melalui tujuh cara artikulasi, yaitu: letupan; gesekan;
setengah letupan dan setengah gesekan; sengau; desis samping; getaran; dan
kepakan.
1) Jenis-Jenis Konsonan
Tujuh cara artikulasi konsonan tersebut di atas akan menghasilkan jenis-
jenis konsonan sebagai berikut:
a) Konsonan Letupan (Letup)
Konsonan Letup terdiri dari:

NO. ALAT UCAP CIRI FONETIS TANDA FONETIS


1. Bibir Letup bilabial takbersuara [p]
Letup bilabial bersuara [b]
2. Lengkung kaki gigi Letup alveolar takbersuara [t]
Letup alveolar bersuara [d]
3. Langit-langit lembut Letup velar takbersuara [k]
Letup velar bersuara [g]
4. Tenggorokan Letup glottal takbersuara [ʔ]
b) Konsonan Gesekan (Frikatif)
Konsonan frikatif terdiri dari:

NO. ALAT UCAP CIRI FONETIS TANDA FONETIS


1. Bibir Frikatif bilabial takbersuara [ɸ]
2. Gigi atas Frikatif labio-dental [f]
takbersuara
Frikatif labio-dental bersuara [v]
3. Lengkung kaki gigi Frikatif alveolar takbersuara [s]
Frikatif alveolar bersuara [z]
4. Langit-langit keras Frikatif palatal takbersuara [ʃ]
Frikatif palatal bersuara [ʒ]
5. Langit-langit lembut Frikatif velar takbersuara [ç]
6. Tenggorokan Frikatif glottal takbersuara [h]

c) Konsonan Setengah Letupan dan Setengah Gesekan (Afrikat)


Konsonan afrikat terdiri dari:

NO. ALAT UCAP CIRI FONETIS TANDA FONETIS


1. Lengkung kaki gigi Afrikat alveolar takbersuara [ʦ]
Afrikat alveolar bersuara [ʣ]
2. Langit-langit keras Afrikat palatal takbersuara [ʧ]
Afrikat palatal bersuara [ʤ]

d) Konsonan Sengau (Nasal)


Konsonan nasal terdiri dari:

NO. ALAT UCAP CIRI FONETIS TANDA FONETIS


1. Bibir Nasal bilabial bersuara [m]
2. Lengkung kaki gigi Nasal alveolar bersuara [n]
3. Langit-langit keras Nasal palatal bersuara [ɲ]
4. Langit-langit lembut Nasal velar bersuara [ŋ]
5. Anak lidah Nasal uvular bersuara [N]

e) Konsonan Likwida
Konsonan likwida adalah konsonan yang diciptakan dengan cara
mengangkat ujung lidah menempel pada alveolum dan arus udara dialirkan
pada titik hambatan itu.
Konsonan likwida terdiri dari 3 jenis, yaitu:

NO. KONSONAN CARA PENGUCAPAN TANDA FONETIS


1. Lateral Ujung lidah ditempelkan pada [l]
lengkung kaki gigi tanpa getaran
sama sekali, kemudian arus udara
yang mengalir dari paru-paru
berdesakan keluar dari kedua sisi
ujung lidah, sehingga menjadi bunyi
desis samping.
2. Tril Ujung lidah ditempelkan pada [r]
lengkung kaki gigi, kemudian
dihempaskan ke lengkung kaki gigi
dengan getaran berkali-kali, sehingga
menjadi bunyi getar di ujung lidah.
3. Flap Ujung lidah ditempelkan pada [ɼ]
lengkung kaki gigi, kemudian
dipukulkan ke lengkung kaki gigi
dengan satu kali getaran dan turun ke
posisi semula, sehingga
menimbulkan suara bagaikan
kepakan sayap burung.

2) Semi Vokal
Selain jenis-jenis konsonan di atas, ada jenis konsonan lain yang disebut
dengan semi vokal. Semi vokal adalah bunyi yang dihasilkan dengan variasi
artikulasi seperti konsonan tetapi tidak sempurna, sehingga memiliki warna
menyerupai vokal. Ada dua jenis semi vokal, yaitu:
a) Semi Vokal Palatal diberi tanda fonetis [y], dihasilkan dengan cara lidah
depan diangkat menuju palatum tetapi tidak sampai menempel sehingga
terbentuk celah sempit di palatum, kemudian ketika melewati celah sempit
itu, arus udara yang membawa suara bergelincir, sehingga menimbulkan
suara mirip vokal [i].
b) Semi Vokal Bilabial diberi tanda fonetis [w], dihasilkan dengan cara lidah
belakang diangkat menuju velum tetapi tidak sampai menempel sehingga
terbentuk celah sempit pada velum, kemudian pada saat bersamaan, kedua
bibir dikerucutkan sedikit sehingga lubang mulut mengecil dan membentuk
celah kecil yang berada di velum dengan lidah belakang dan di bibir;
kemudian ketika melewati kedua celah sempit itu, arus udara yang
membawa suara bergelincir, sehingga menimbulkan suara mirip vokal [u].

3) Tabel Konsonan

VA Letup Frikatif Afrikat Nasal Likwida Semi


No. PS TB B TB B TB B Lateral Tril Flap Vokal
TA
1. B p b ɸ m W
2. LD f v
3. D (t) (d) (s) (z) (n)
4. A t d s z ʦ ʣ n L r ɼ
5. P ʃ ʒ ʧ ʤ ɲ Y
6. V k g ŋ
7. U ç N
8. G ʔ h

Keterangan:
VA = Variasi Artikulasi
PS = Pita Suara (TB = Takbersuara; B = Bersuara)
TA = Titik Arikulasi
B = Bilabial
LD = Labio-Dental
D = Dental
A = Alveolar
P = Palatal
V = Velar
U = Uvular
G = Glotal

D. Pengucapan Unsur-Unsur Suprasegmental


Vokal dan konsonan yang telah diuraikan di atas diklasifikasikan sebagai
unsur-unsur segmental, yaitu unsur-unsur ucapan yang membentuk ruas-ruas
ucapan pada pengucapan kata. Selain itu, ada unsur-unsur tambahan yang berada di
luar vokal dan konsonan namun menempel pada suku kata diklarifikasikan sebagai
unsur-unsur suprasegmental. Yang termasuk dalam unsur-unsur suprasegmental
adalah:

1. Aksen
Aksen adalah penonjolan ucapan yang bersifat relatif dan terbentuk
berdasarkan kebiasaan sosial dari satu masyarakat bahasa dan dikenakan pada
pengucapan kata. Aksen ada dua jenis, yaitu:
a. Aksen Energi adalah aksen kuat-lemahnya tenaga yang dikenakan pada suku
kata atau kata-kata. Aksen energi banyak ditemukan dalam bahasa Inggris,
misalnya:
o Kata ‘desert’ diucapkan [dézərt] dengan penekanan tenaga pada vokal [é]
yang ada di suku kata pertama menjadi bermakna “gurun pasir”.
o Kata ‘desert’ diucapkan [dizə:rt] dengan penekanan kata pada vokal [ə]
yang ada di suku kata kedua menjadi bermakna “melakukan desersi”.
b. Aksen Nada adalah aksen tinggi-rendahnya nada yang dikenakan pada suku
kata atau kata-kata. Aksen nada banyak ditemukan dalam bahasa Cina
Mandarin, misalnya:
o Kata 馬’ma’ bernada 1 yaitu nada paling rendah bermakna “kuda”.
o Kata 麻’ma’ bernada 2 yaitu nada rendah bermakna “serat karung”.
o Kata  ‘ma’ bernada 3 yaitu nada standar bermakna “ibu”.
o Kata 罵‘ma’ bernada 4 yaitu nada tinggi bermakna “memaki”.

2. Jeda dan Pause


Jeda diberi tanda fonetis [ʔ], adalah konsonan letup glotal yang tidak
meletup keluar sehingga tertahan di tenggorokan. Jeda dapat dilihat dari tataran
fonologi, misalnya:
o Pada kata ‘jumat’ biasa diucapkan [ʤumʔat] yang dihadiri jeda di antara
suku kata /ʤum/ dan /at/, dengan suku kata /dзum/ diakhiri dengan
konsonan nasal [m]. Bila jeda itu tidak diucapkan, maka hasilnya akan
diucapkan menjadi [ʤumat] dengan suku kata /ʤu/ diakhiri dengan vokal
[u].
o Pada kata ‘saat’ biasa diucapkan [saʔat] yang dihadiri jeda di antara /sa/
dan /at/. Bila jeda itu tidak diucapkan, maka hasilnya akan diucapkan
menjadi [sa:t] dengan satu suku kata bervokal panjang [a:]
Pause diberi tanda fonetis [ʔʔ], adalah penghentian ucapan sebentar dalam
bahasa lisan, dan merupakan waktu interval tanpa ada penyampaian informasi dari
penutur kepada lawan bicara dalam pengujaran. Pause dapat dilihat pada tataran
sintaksis, misalnya pada kalimat ‘Guru saya Pak Ali’. Umumnya kalimat tersebut
diucapkan [gurusayaʔʔpakʔali] yang bermakna “Guru saya adalah pria yang
bernama Ali”. Namun, bila posisi kehadiran pause maupun jeda pada kalimat di
atas diubah, maka maknanya akan berbeda, seperti berikut ini:
o Pengucapan : [guruʔʔsayaʔʔpakʔali] atau [guruʔʔsayapakʔali] Makna :
“Pak guru, saya ini Pak Ali.”
o Pengucapan : [guruʔʔsayapakali] Makna : “Pak guru, saya bernama
Pakali.”

3. Intonasi
Intonasi adalah perubahan tinggi-rendahnya nada pada akhir kalimat yang
mengungkapkan sikap psikologis penutur. Intonasi ada dua jenis, yaitu:
a. Intonasi Menaik diberi tanda fonetis [↑], adalah perubahan nada dari yang
rendah menjadi yang tinggi pada akhir kalimat; umumnya menandakan
penutur bermaksud bertanya kepada lawan bicaranya.
b. Intonasi Menurun diberi tanda fonetis [↓], adalah perubahan nada dari yang
tinggi menjadi yang rendah pada akhir kalimat; umumnya menandakan
penutur bermaksud memberi penjelasan atau jawaban.
Selain intonasi di atas, ada intonasi lain, yaitu:
c. Intonasi Mendatar diberi tanda fonetis [→], adalah pemakaian nada yang
sama dengan nada sebelumnya pada akhir kalimat, sehingga tidak terjadi
perubahan nada pada pendengaran lawan bicara; umumnya menandakan
penutur menyampaikan informasi dalam keadaan yang belum lengkap
disebabkan ia masih berpikir atau malas menyampaikan seluruhnya.
d. Intonasi Turun-Naik diberi tanda fonetis [↓↑], adalah perubahan nada yang
mula-mula dari tinggi ke rendah kemudian naik lagi dari rendah ke tinggi
pada akhir kalimat, sehingga terdengar oleh lawan bicaranya sebagai nada
yang bergelombang tinggi-rendah-tinggi; umumnya menandakan penutur
ingin memastikan suatu dugaan yang ada di dalam benaknya, sehingga ia
berusaha menyampaikan dugaan itu sekaligus bertanya dengan harapan
memperoleh tanggapan dari lawan bicara apa yang diharapkannya.
e. Intonasi Turun-Datar diberi tanda fonetis [↓→], adalah perubahan nada yang
mula-mula dari tinggi ke rendah kemudian naik sedikit lalu mendatar pada
akhir kalimat; umumnya menandakan penutur ingin menyampaikan
bantahan terhadap suatu informasi yang pernah diperolehnya dari lawan
bicara.
Bila jenis-jenis intonasi di atas diterapkan pada kalimat ‘Di situ jual rokok’,
maka maknanya akan seperti berikut ini:
o [↑] bermakna “Apakah di situ jual rokok?”
o [↓] bermakna “Yang dijual di situ, rokok.”
o [→] bermakna “Setahu saya di situ menjual rokok dan barang-barang
lain.”
o [↓↑] bermakna “Saya ingin memastikan apakah benar di situ menjual
rokok?”
o [↓→] bermakna “Anda salah, ternyata di situ bukan menjual kue, tetapi
rokok.”

4. Prominen
Prominen adalah pengucapan yang dilakukan oleh penutur dalam bentuk
suara tinggi dan/atau keras dengan maksud secara sengaja menarik perhatian lawan
bicara agar lawan bicara dapat menangkap penyampaian isi pesan khusus yang
dilakukan oleh penutur. Kehadiran prominen dapat dilihat pada kalimat ‘Ini bukan
punyamu, punyaku.’ berikut ini:
o ‘Ini BUKAN punyamu, punyaku’ bermakna “Aku tegaskan kepadamu, ini
bukanlah kepunyaanmu!” sehingga yang ditegaskan pada kalimat ini
adalah maksud “penyangkalan” oleh penutur.
o ‘Ini bukan punyamu, punyaKU!’ bermakna “Aku tegaskan kepadamu,
barang ini milikku!” sehingga yang ditegaskan pada kalimat ini adalah
“kepemilikan” penutur.

5. Haku(拍)
Dalam bahasa Jepang haku bermakna “tepukan tangan”, dimana dalam
bahasa Inggris disebut beat yang bermakna “detak atau pukulan”. Haku adalah
satuan tempo pengucapan yang memiliki jangka waktu selama kira-kira 0,1 detik,
jadi 1 haku sama dengan 0,1 detik. Misalnya kata 好 き ‘ suki’ [süki] yang terdiri
suku kata /sü/ dan /ki/ berjumlah 2 haku kira-kira 0,2 detik.
Selain itu, dalam bahasa Jepang memiliki vokal panjang yang diberi tanda
fonetis [:] dan konsonan panjang yang diberi tanda fonetis [Q], dimana masing-
masing dihitung 1 haku. Misalnya kata 学 校 ‘ gakkou’ [gaQko:] yang terdiri dari
suku kata /ga/, /Q/, /ko/, dan /:/ berjumlah 4 haku kira-kira 0,4 detik.
Dari uraian di atas haku setara dengan suku kata, sehingga haku dapat
diterapkan dalam bahasa Indonesia. Misalnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

NO. KATA INDONESIA UCAPAN VERSI JEPANG JUMLAH HAKU


1. teh [te:] 2
2. ayah [aya:] 3
3. buah [bua:] 3
4. mudah [muda:] 3
5. sudah [süda:] 3
6. rumah [ruma:] 3
7. apakah [apaka:] 4
8. ditagih [ditagi:] 4
9. olahraga [ora:raga] 5
10. bolehlah [bore:ra:] 5

Anda mungkin juga menyukai