Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

2.1 LATAR BELAKANG

Secara etimologi kata fonologi berasal dari gabungan kata fin yang berarti
‘bunyi’, dan logi yang berarti ‘ilmu’. Sebagai sebuah ilmu, fonologi Lzim
diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas,
membicarakan, dan menganalisi bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-
alat ucap manusia. Untuk jelasnya ikut uraian berikut.

Bila kita mendengar suara orang berbicara entah berpidato atau bercakap-
cakap, maka akan kita dengar runtutan bunyi-bunyi bahasa yang terus-menerus,
kadang-kadang terdengar suara menaik dan menurun, kadang-kadang terdengar
hentian sejenak dan hentian agak lama, kadang-kadang terdengar pula suara
panjang dan suara biasa, dan sebagainya. Secara kesuluruhan materi ini akan
membahas secara keseluruhan fonologi.

2.2 RUMUSAN MASALAH

a. Apa yang dimaksud dengan Fonetik, Fonemik, dan Grafemik?


b. Fungsi masing-masing bagian dari Fonetik, Fonemik, dan Grafemik.

2.3 TUJUAN PENULISAN MAKALAH

a. Mengenal apa itu Fonetik, Fonemik, dan Grafemik.


b. Dapat mengerti dan memahami fungsi dan tujuan dari Fonetik, Fonemik,
dan Grafemik.
BAB II

PEMBAHASAN

2.4 FONETIK

JENIS-JENIS FONETIK

Fonetik adalah cabang kajian linguistik yang meneliti bunyi-bunyi bahasa


tanpa melihat apakah bunyi-bunyi itu dapat membedakan makna kata atau tidak.

Ada tiga macam fonetik, yaitu fonetik artikulator, fonetik akustik, dan
fonetik auditoris. Sewaktu bunyi itu berada dalam proses produksi dalam mulut
penutur, dia menjadi objek kajian fonetik artikulator atau fonetik organis. Sewaktu
bunyi bahasa itu berada atau sedang merambat diudara menuju telinga pendengar,
dia menjadi objek kajian fonetik akustik. Lalu, sewaktu bunyi bahasa itu sampai
atau berada di telinga pendengar, dia menjadi objek kajian fonetik auditoris.

1. Fonetik artikulator
Fonetik artikulator disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis
meneliti bagaimana bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat
ucap manusia. Meliputi masalah alat-alat ucap yang digunakan dalam
memproduksi bunyi bahasa itu dibuat; mengenai klasifikasi bunyi bahasa
yang dihasilkan serta apa kriteria yang digunakan; mengenai silabel; dan
juga mengenai unsur-unsur atau ciri-ciri suprasegmental, seperti tekanan,
jeda, durasi, dan nada.
2. Fonetik akustik
Fonetik akustik, yang bunyi objeknya adalah bunyi bahasa ketika
merambat di udara, antara lain membicarakan: gelombang bunyi beserta
frekuensi dan kecepatannya ketika merambat di udara, spektrum, tekanan,
dan intensitas bunyi. Juga mengenai skala desibel, resonasi, akustik
produksi bunyi, serta pengukuran akustik itu.
3. Fonetik auditori
Fonetik auditori meneliti bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu “diterima”
oleh telinga, sehingga bunyi-bunyi itu didengar dan dapa dipahami.
TRANSKRIPSI FONETIK

Yang dimaksud dengan transkripsi fonetik adalah penulisan bunyi-bunyi


bahasa secara akurat atau secara tepat dengan menggunakan huruf atau tulisan
fonetik. Huruf fonetik dibuat berdasarkan huruf (alfabet) Latin yang dimodifikasi,
atau diberi tanda-tanda diakritik. Mengapa ? karena alfabet latin hanya berjumlah
26 buah huruf, padahal bunyi-bunyi huruf sangat banyak ; melebihi huruf latin.
Misalnya, huruf vokal hanya ada lima buah , yaitu <a>, <i>, <u>, <e>, dan <o>,
padahal fonem vokal bahasa indonesia saja ada enam buah yaitu /a/; /i/; /e/; / ə /;
/u/; dan /o/.

Jadi, untuk fonem vokal keempat digunakan huruf <e> yang dimodifikasi
dibalik menjadi< ə >. Contoh lain, bunyi <o> pada kata <toko> dan <tokoh>tidak
sama ; maka untuk bunyi <o> pada kata <toko> digunakan huruf <o>; sedangkan
untuk bunyi <o> pada kata <tokoh>digunakan huruf < > yaitu huruf <o> yang
bagian awalnya dibuang. Bunyi <e> pada kata <sate>,<kera>, dan <monyet>
adalah tidak sama; maka untuk bunyi [e] pada kata <sate> diguankan huruf
fonetik <e>; untuk bunyi [e] pada kata <kera> digunakan huruf fonetik < ə >,
pada kata <monyet> digunakan huruf [ɛ]. Dengan demikian ketiga kata itu secara
fonetik ditulis menjadi [sate], [k ə ra], dan [moñ ɛ t].

Kita lihat, pada dasarnya dalam kajian fonetik, satu huruf hanya digunakan
untuk satu bunyi ; atau satu bunyi dilambangkan dengan satu huruf. Tidak ada
pengguna satu huruf untuk dua bunyi yang berbeda ; juga tidak ada pengguna dua
huruf yang berbeda untuk satu bunyi.

Dalam berbagai buku fonologi atau fonetik, dan berbagai kamus inggris
kita lihat berbagai macam tulisan fonetik. Setiap pakar memang dapat
membuatnya sendiri, untuk keperluan yang biasanya disesuaikan dengan keadaan
fonetik bahsa yang dikajinya.namun dalam kajian linguistik internasional dikenal
adanya abjad fonetik yaitu IPA. Yang mulai diperkenalkan pada tahun 1886 oleh
The International phonetic Assosiation; yang kemudian telah berkali-kali direvisi.
Revisi terakhir adalah pada tahun 1989.

Adanya usaha untuk membuat atau menyusun abjad fonetik oleh sejumlah
pakar antara lain, karena abjad IPA itu belum lengkap, belum dapat mencakup
untuk semua bunyi yang terdapat dalam berbahasa didunia ini, atau satu bahasa
tertentu. Namun, semuanya tetap bersandar pada alfabet Latin, yang dimodifikasi.

Berikut contoh tanda-tanda diakritik yang lazim digunakan.


ALAT UCAP

Sebenarnya alat-alat yang digunakan untuk menghasilkan bunyi-bunyi


bahasa ini mempunyai fungsi utama lain yang bersifat fisiologis. Misalnya, paru-
paru untuk bernapas, lidah untuk mengecap, dan gigi untuk mengunyah. Namun,
alat-alat itu secara linguistik digunakan untuk menghasilkan bunyi-bunyi bahasa
sewaktu berujar.

Untuk memahami bagaimana bunyi bahasa itu diproduksi, kita harus tahu
nama alat ucap itu yang diambil dari bahasa latin.

Nama alat-alat ucap atau alat-alat yang terlibat dalam memproduksi bunyi
bahasa adalah sebagai berikut (dimulai dari dalam)

• Paru-paru, yang merupakan tempat asal aliran udara


• Laring, yang disebut juga tenggorokan
• Pita suara (vocal chards)
• Paring, yang terdapat antara pita suara dengan perbatasan rongga hidung
• Anak tekak (uvula)
• Belakang lidah (dorsum)
• Tengah lidah (dorsum)
• Depan lidah (apex)
• Gigi, yang terdiri dari gigi atas dan bawah (dent)
• Bibir bawah (labium)
• Bibir atas (labium)
• Lengkung kaki gigi (alveolum
• Langit-langit keras (palatum)
• Langit-langit lembut (velum)
• Rongga hidung (nose cavity)
Kita perlu mengenal alat-alat ucap itu satu per satu untuk bisa memahami
bangaimana bunyi-bunyi bahasa itu bisa diproduksi. Untuk mengetahui
bangaimana alat-alat ucap atau alat bicara itu bekerja, simak penjelasan berikut
ini:

1. Paru-paru (Lung)

Paru-paru adalah sumber arus udara yang merupakan syarat mutlak untuk
terjadinya bunyi-bunyi bahasa. Namun, perlu duketahui juga bahwa bunyi-bunyi
bahasa dapat juga dihasilkan dengan arus udara yang datang dari luar mulut.
Kalau arus udara yang datang dari paru-paru disebut arus udara egresif, dan kalau
udara yang datang dari luar disebut arus udara ingresif.

2. Pangkal tenggorokan (laring), pita suara, glotis, dan epilotis

Pangkal tenggorokan dalah sebuah rongga pada ujung sauran pernafasan


yang diujungnya ada sepasang pita suara. Pita suara ini dapat terbuka lebar,
terbuka agak lebar, terbuka sedikit dan tertutup rapat, sesuai dengan arus udara
yang dihembuskan keluar. Celah di antar pita suara itu sebut glotis.pada glotis ini
awalnya terjadi bunyi bahasa dalam produksi bunyi bahasa itu.

Bila glotis dalam keadaan terbuka lebar, tidak ada bunyi bahasa yang
dihasilkan, selain desahan nafas. Bila glotis dalam keadaan terbuka agak lebar
akan terjadi bunyi tak bersuara. Bila glotis ndalam keadaan terbuka sedikit akan
terjadi bunyi suara. Lalu bila glotis dalam keadaan tertutup rapat akan terjadi
bunyi hamzah atau hambat global.proses pembunyian ini di bantu oleh epiglotis
(katup pangkal tenggorokan) yang bertugas membuka dan menutup jalan nafas ke
paru-paru dan jalan makanan dan minuman ke arah pencernaan.

3. Rongga keronkongan (faring)

Faring atau rongga kerongkongan adalah sebuah rongga yang terletak diantara
pangkal tenggorokan dngan rongga mulut dan rongga hidung. Faring berfungsi
sebgai tabung udara yang akan ikut bergetar bila pita suara bergetar. Bunyi bahasa
yang dihasilkan disebut bunyi faringal.

4. Langit-langit lunak (velum), anak tekak (uvula) dan pangkal lidah (dosum)

Velum atau langit-langit lunak dan bagian ujung yang disebut uvula dapat
naik turun untuk mengatur arus udara keluar masuk melalui rongga hidung atau
rongga mulut. Uvula akan merapat kedinding faring kalau arus udara keluar
melalui rongga mulut dan akan menjauh dari dinding faring kalau arus udara
keluar dari rongga hidung.
Bunyi yang dihasilkan udara keluar melalui rongga hidung disebut bunyi
nasal; dan kalau udara keluar dari rongga mulut disebut bunyi oral. Bunyi yang
dihasilkan dengan velum sebagai artikulator pasif dan dorsum sebagai arti kulator
aktif disebut bunyi dorsovelar, dari gabungan kata dor-sum dan velum.sedangkan
yang dihasilkan oleh uvula disebut bunyi uvular.

5. Langit-langit keras (palatum), ujung lidah (apeks), dan daun lidah


(laminum).

Dalam pembentukan bunyi-bunyi bahasa, langit-langit keras belaku sebagi


artikulator pasif (artikulator yang diam, tidak bergerak) dan yang menjadi
artikulator aktifnya adalah ujung lidah (apes) atau daun lidah (laminum). Bunyi
bahas ayang dihasilkan oleh palatum dan apeks disebut bunyi apikopalatal.
Sedangkan yang dihasilkan oleh palautm da laminum disebut bunyi lamonipolatal.

6. Ceruk gigi (alveolum), apeks, dan daun lidah (laminum)

Dalam pembentukan bunyi bahasa, alveolum sebagai artikulator Pasif; dan


apeks atau laminum sebagai artikulator aktifnya. Bunyi yang di hasilkan alveolum
dan apeks disebut bunyi apikoalveolar. Lalu, yang dihasilkan oleh alveolum d n
laminum disebut bunyi laminoalvelor.

7. Gigi (dentum), ujung lidah (apeks) dan bibir (labium)

Dalam produksi bunyi-bunyi bahasa, gigi atas perperan sebagai artikulator


pasif; yang menjadi artikulator aktifnya apeks atau bibir bawah. Bunyi yang
dihasilkan oleh gigi atas dan apeks disebut bunyi apikodental;dan yang dihasilkan
oleh gigi atas dan bibir bawah disebut bunyi labiodental. Dalam dalam hal ini ada
juga bunyi interdental, di mana apeks ebagai artikulator aktif berada diantara gigi
atas dan gigi bawah yang menjadi arti kulator pasifnya.

8. Bibi bawah dan bibir atas

Dalam pembentukan bunyi bahasa bibir atas bisa menjadi artikulator pasif dan
bibir bawah bisa menjadi artikulator aktif. Bunyi yang dihasilkan disebut bunyi
bilabial, seperti bunyi [b] dan [p].

Bibir bawah bisa juga menjadi artikulator aktif, dengan gigi atas menjadi
artikulator pasifnya. Lalu, bunyi yang dihasilkan disebut bunyi labiodental, dari
kata labium dan dentum.
9. Lidah (tongue)

Lidah terbagi atas empat bagian, yaitu ujung lidah (apeks), daun (laminum),
punggung atau pakal lidah(dorsum), dan akar lidah (root).lidah dengan bagian-
bagian dalam pembentukan bunyi bahasa sdelalu menjadi artikulator aktif, yakni
artikulator yang bergerak. Sedangkan artikulator fasifnya adalah alat-alat ucap
yang terdapat pada rahang atas.

Posisi lidah kedepan, ketengah, atau kebelakang, dan keatas atau kebawah
menentukan jenis vokal yang dihasilkan.

10. Mulut dan rongga mulut

Rongga mulut kedua belah bibir (atas dan bawah) berperan dalam
pembentukan bunyi vokal. Kalau bentuk mulut membundar maka akan dihasilkan
bunyi vokalbundar atau bulat; kalau bentuk mulut tidak bundaratau melebar akan
dihasilkan bunyi vokal tidak bundar.

Secara umum sebuah bunyi yang dihasilkan di rongga mulut disebut bunyi oral,
sebagai lawan bunyi nasalyang di hasilkan dari rongga hidung.

11. Rongga hidung

Bunyi bahasa yang dihasilkan melalui rongga hidung disebut bunyi nasal.
bunyi nasal ini di hasilkan dengan cara menutup rapat-rapat arus udara dirongga
mulut, dan menyalurkan keluar melaui rongga hidung.yang ada dalam bahasa
indonesia adalah bunyi nasal bilabial [m], bunyi nasal apikeolveaolar [ή] bunyi
nasal laminopolata [ñ] dan bunyi nasal dosovelar [ή]

PROSES PEMBUNYIAN

Alat ucap atau alat bicara dalam proses memproduksi bunyi bahasa dapat
dibagi atas tiga komponen yaitu:

Komponen Subglotal

Komponen subglotal merupakan komponen utama yang menjadi syarat


mutlak terjadinya suatu bunyi bahasa. Komponen tersebut terdiri atas paru-paru
(kiri dan kanan), saluran bronkial, dan saluran pernafasan (trakea). Selain ketiga
alat ucap tersebut, masih ada yang lain, yakni otot paru-paru dan rongga dada.

Komponen Laring
Komponan laring (tenggorok) merupakan kotak yang terbentuk dari tulang
rawan berbentuk lingkaran. Di dalamnya terdapat pita suara. Dalam laring
terdapat pita suara yang mengatur arus udara antara paru-paru, mulut, dan hidung.

Dalam rangka proses produksi bunyi, pada laring inilah awal terjadinya
bunyi bahasa tersebut.

Kompone n Supragotal

Komponen Supragotal adalah alat-alat ucap yang berada di dalam rongga


mulut dan rongga hidung baik yang menjadi artikulator aktif maupun yang
menjadi artikulator pasif.

BUNYI VOKAL
Mengalami Pengenduran, penguatan, dan perpaduan vokal
Pengenduran Vokal

kata bahasa pergaulan remaja terlihat dengan jelas dari ciri fonologisnya
yang m engubah bunyi vokal dan pengubahan ini menurut teori fonologi generatif
termasuk dalam pengenduran atau pelemahan bunyi vokal. Berikut adal ah kata-
kata yang m engalami p e r u b a h a n k e a r a h p e n g e n d u r a n pelemahan
vokal.

a) /sangat / [sanget -- banget]


b) /ingat / [inget]
c) / hangat / [anget]
d) /sempat/ [sempet]
e) /tetap/ [tetep]
f) /bosan / [bosen]
Data di atas menunjukkan bahwa ada perubahan bunyi vokal /a/ [+sil., -bul.,
+ren.] pada silaba kedua menjadi bunyi vokal /ə/ (pepet) [+sil., +bel. , -bul., -ren]
apabila diikuti oleh konsonan /t, p, n/. Proses ini adalah pengenduran vokal karena
ketegangan pengucapan berkurang ketika mengucapkan vokal pada kata- kata
yang baru. Kaidah fonologis pengenduran vokal berdasarkan data di atas sebagai
berikut.
+sil. -teg.

+ren. -bul. / [-sil ] #


+bel.

Kaidah di atas menyatakan bahwa

vokal /a/ ([+sil., +ren[) dikendurkan menjadi [ə] jika berada sebelum konsonan

([-sil]). Di samping kata-kata di

/capek/ [capε?] (Wah kalo gitu capek


deh!)

/sih/ [sIh] (Lo tau ga? sih )

/kali/ [kalI]. ( Mimpi kali …)

Perubahan dari /sangat/ menjadi [banget] dapat dikatakan sebagai proses


pengenduran konsonan karena ruas [s] ([-sil., +mal., -son]) yang menjadi
pengawal / sangat/ akan diubah menjadi [b] ([-sil., - mal.]). Pengenduran
konsonan terjadi karena berkurangnya ketegangan otot ketika mengucapkan [b].
Kemudian pada

Kata ini juga terjadi pengenduran vokal dari /a/ menjadi [ ə ]. Atas proses
pengenduran vokal juga terdapat pada:
Penguatan vokal
Kata /cocok/ menjadi [cuco?] mengalami penguatan atau ketegangan vokal
karena bunyi [u] diucapkan lebih tegang daripada bunyi [o]. Penguatan vokal
tersebut dapat dikaidahkan sebagai berikut;

+sil. +sil.

+bel. +bul / [-sil.] #


+bul +ting.

Kaidah tersebut menyatakan bahwa vokal /o/ ([+ sil., +bel., +bul.])
mengalami ketegangan vokal menjadi /u/ (+sil., +bul.,

+ting.]) sebelum konsonan ([-sil.]).


Ada fenomena lain yang ada dalam bahasa pergaulan remaja ini. Prosesnya
dapat dilihat dari beberapa segi yaitu memodifikasi bentuk dengan penambahan /-
ong/ pada akhir kata dan terjadi penguatan vokal pada akhir kata karena semua
vokal diubah menjadi /o/, [ +sil, +bul., +bel. +teg.] namun terjadi pengenduran
vokal pada silaba pertama karena semua bunyi vokal mengalami

pengenduran menjadi:

/ə/ ([+sil., +bel., -bul., -ren.]).


Proses tersebut dapat dilihat pada data

berikut ini.

a) laki-laki lekong

b) banci bencong
c) dandan dendong

e) janda jendong

f) homo hemong

Data di atas menunjukkan bahwa vokal pada suku kata (silaba) pertama
semua kata mengalami perubahan menjadi /e/ ([+sil., -bel.,+tinggi]) kemudian
terjadi pelesapan pada akhir kata dan penambahan segmen /-ong/ pada akhir setiap
kata. Dalam fonologi generatif gejala tersebut di atas disebut pengenduran vokal
artinya vokal /a/ dengan ciri ([+bel., +ren., +teg]) akan berubah menjadi vokal /e/
sebagai vokal depan, tengah, tegang dan tidak bulat. Begitu juga vokal /o/ sebagai
vokal belakang, tengah, bulat dan tegang akan berubah juga menjadi vokal /e/ dan
pelesapan pada vokal akhir /o/. Secara umum pembentukan kata tersebut adalah /
banci/ mengalami perubahan vokal

Menjadi [ benci] dan Mengalami


Pelesapan pada Vocal /i/, Terjadi
penambahan/- ong/ sehingga Menjadi

/ bencong/. Begitu juga dengan bentuk-bentuk yang lainnya yang mengalami


proses yang sama. Karena rumit dan kompleksnya proses pembentukan kata-kata
di atas, sulit untuk mengaidahkannya secara fonologi generatif. Ada beberapa
proses dalam pembentukan tersebut seperti penambahan, pengenduran, dan
penguatan vokal.
Proses Perpaduan Vokal

Proses ini hampir mirip dengan proses persandian karena berpadunya dua
vokal menjadi bunyi vokal yang baru.

Dalam bahasa pergaulan remaja ada beberapa kata yang mengandung proses
perpaduan vokal. Contoh data sebagai

berikut.

/sampai/

/santai/

/pakai/

/ramai/

Bunyi [ai] dalam bahasa Indonesia berubah menjadi bunyi [e] dalam
bahasa pergaulan remaja. Vokal ini secara fonetis direalisasikan sebagai vokal
depan, tengah, tegang, dan tidak bulat. Oleh karena gugus vokal telah
berkontraksi menjadi satu vokal, struktur silabel yang baru itu menjadi lebih
sederhana.

JENIS-JENIS BUNYI BAHASA

1. Bunyi Vokal, Konsonan, dan Semi Vokal

Bunyi-bunyi vokal, konsonan, dan semi vokal dibedakan berdasarkan


tempat dan cara artikulasinya. Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan
dengan cara, setelah arus udara ke luar dari glotis (celah pita suara), lalu arus
ujar hanya “diganggu” atau diubah oleh posisi lidah dan bentuk mulut.
Misalnya, bunyi [i], bunyi [a], dan bunyi [u]. Sedangkan bunyi konsonan
terjadi setelah arus ujar melewati pita suara diteruskan ke rongga mulut
dengan mendapat hambatan dari artikulator aktif dan artikulator pasif.
Sedangkan bunyi semi vokal adalah bunyi yang proses pembentukannya
mula-mula secara vokal lalu diakhiri secara konsonan.

2. Bunyi Oral dan Bunyi Nasal


Kedua bunyi ini dibedakan berdasarkan keluarnya arus ujar. Bila
arus ujar ke luar melalui rongga mulut maka disebut bunyi oral. Bila ke
luar melalui rongga hidung disebut bunyi nasal. Bunyi nasal yang ada
hanyalah bunyi [m] yang merupakan nasal bilabial, bunyi [n] yang
merupakan nasal laminoalveolar atau apikodental, bunyi [ñ] yang
merupakan nasal laminopalatal; dan bunyi [ŋ] yang merupakan nasal
dorsovelar.
3. Bunyi Bersuara dan Bunyi tak Bersuara
Kedua bunyi ini dibedakan berdasarkan ada tidaknya getaran pada pita
suara sewaktu bunyi itu diproduksi. Bila pita suara turut bergetar pada proses
pembunyian itu, maka disebut bunyi bersuara. Hal ini terjadi karena glotis pita
suara terbuka sedikit. Yang termasuk bunyi bersuara antara lain bunyi [b],
bunyi [d], dan bunyi [g]. Bila pita suara tidak bergetar disebut bunyi tak
bersuara. Dalam bahasa Indonesia hanya ada empat buah bunyi tak bersuara,
yaitu bunyi [s], bunyi [k], bunyi [p], dan bunyi [t].

4. Bunyi Keras dan Bunyi Lunak


Pembedaan kedua bunyi ini berdasarkan ada tidaknya ketegangan
kekuatan arus udara ketika bunyi ini diartikulasikan. Sebuah bunyi disebut
keras (fortis) apabila terjadi karena pernafasan yang kuat dan otot tegang.
Bunyi [t], [k], dan [s] adalah fortis. Sebaliknya sebuah bunyi disebut lunak
(lenis) apabila terjadi karena pernafasan lembut dan otot kendur. Bunyi seperti
[d], [g], dan [z] adalah lenis.
5. Bunyi Panjang dan Bunyi Pendek.
Pembedaan kedua bunyi ini didasarkan pada lama dan tidaknya bunyi itu
diartikulasikan. Baik bunyi vokal maupun bunyi konsonan dapat dibagi atas
bunyi panjang dan bunyi pendek. Kasus ini tidak ada dalam bahasa Indonesia,
tetapi ada dalam bahasa Latin dan bahasa Arab.
6. Bunyi Tunggal dan Bunyi Rangkap.
Pembedaan ini berdasarkan pada hadirnya sebuah bunyi yang tidak sama
sebagai satu kesatuan dalam sebuah silabel (suku kata). Bunyi vokal rangkap
disebut diftong dan bunyi tungga disebut monoftong. Bunyi rangkap konsonan
disebut klaster. Tempat artikulasi kedua konsonan dalam klaster berbeda.
7. Bunyi Nyaring dan Tak Nyaring
Pembedaan kedua bunyi ini berdasarkan derajat kenyaringan (sonoritas)
bunyi-bunyi itu yang ditentukan oleh besar kecilnya ruang resonansi pada
waktu bunyi itu diujarkan. Bunyi vokal pada umumnya mempunyai sonoritas
yang lebih tinggi daripada bunyi konsonan. Oleh karena itu, setiap bunyi
vokal menjadi puncak kenyaringan setiap silabel.
8. Bunyi Egresif dan Bunyi Ingresif.
Pembedaan kedua bunyi ini berdasarkan dari mana datangnya arus udara
dalam pembentukan bunyi itu. Kalau arus udara datang dari dalam (seperti
dari paru-paru), maka bunyi tersebut disebut bunyi egresif; bila datangnya dari
luar disebut bunyi ingresif.
9. Bunyi Segmental dan Bunyi Suprasegmental.
Pembedaan kedua bunyi ini didasarkan pada dapat tidaknya bunyi itu
disegmentasikan. Bunyi yang dapat disegmentasikan, seperti semua bunyi
vokal dan bunyi konsonan adalah bunyi segmental; sedangkan bunyi atau
unsur yang tidak dapat disegmentasikan, yang menyertai bunyi segmental itu,
seperti tekanan, nada, jeda, dan durasi (pemanjangan) disebut bunyi atau unsur
suprasegmental atau non segmental
10. Bunyi Utama dan Bunyi Sertaan.
Dalam pertuturan bunyi-bunyi bahasa itu tidak berdiri sendiri-sendiri,
melainkan saling pengaruh-mempengaruhi baik dari bunyi yang ada
sebelumnya maupun dari bunyi sesudahnya. Begitulah ketika sebuah bunyi
diartikulasikan, maka akibat dari pengaruh bunyi berikutnya terjadi pulalah
artikulasi lain yang disebut artikulasi sertaan atau ko-artikulasi atau artikulasi
sekunder. Maka, pembedaan adanya bunyi utama dan bunyi sertaan ini
didasarkan pada adanya proses artikulasi pertama, artikulasi utama, atau
artikulasi primer, dan adanya artikulasi sertaan.
Bunyi-bunyi sertaan disebut juga bunyi pengiring yang muncul, antara
lain, akibat adanya proses artikulasi sertaan yang disebut :
a. Labialisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara kedua
bibir dibulatkan dan disempitkan segera atau ketika bunyi utama
diucapkan, sehingga terdengar bunyi sertaan [ʷ] pada bunyi utama.
Misalnya, bunyi [t] pada kata < tujuan > terdengar sebagai bunyi [tʷ]
sehingga lafalnya [tʷujuan]. Jadi, bunyi [t] dikatakan dilabialisasikan.
b. Palatalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara tengah
lidah dinaikkan mendekati langit-langit keras (palatum) segera atau
ketika bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [ʸ].
Misalnya, bunyi [p] pada kata <piara> terdengar sebagai bunyi [pʸ]
sehingga ucapannya menjadi [pʸara]. Jadi, bunyi [p] telah
dipalatalisasi.
c. Valerisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara
mengangkat lidah ke arah langit-langit lunak (velum) segera atau
ketika bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi sertaan [ˣ].
Misalnya, bunyi [m] pada kata <makhluk> terdengar sebagai bunyi
[mˣ], sehingga ucapannya menjadi [mˣaxluk]
d. Retrofleksi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara ujung
lidah ditarik ke belakang segera atau ketika bunyi utama diucapkan
sehingga terdengar bunyi sertaan [ʳ]. Misalnya, bunyi [k] pada kata
<kertas> terdengar sebagai bunyi [kʳ], sehingga ucapannya menjadi
[kʳertas]. Jadi, bunyi [k] telah diretrofleksikan.
e. Glotalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara glotis
ditutup sesudah bunyi utama diucapkan sehingga terdengar bunyi
sertaan [ˀ]. Misalnya, bunyi [a] pada kata <akan> terdengar sebagai
bunyi [aˀ], sehingga ucapannya menjadi [aˀkan].
f. Aspirasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara arus udara
yang ke luar lewat rongga mulut terlalu keras sehingga terdengar bunyi
sertaan [ʰ]. Misalnya, bunyi [p] pada awal kata bahasa Inggris <peace>
terdengar sebagai bunyi [pʰ], sehinga ucapannya menjadi [pʰeis].
g. Nasalisasi, yaitu bunyi sertaan yang dihasilkan dengan cara
memberikan kesempatan arus udara melalui rongga hidung sebelum
atau sesaat bunyi utama diucapkan, sehingga terdengar bunyi sertaan [ ͫ
]. Hal ini biasa terjadi pada konsonan hambat bersuara, yaitu [b], [d],
dan [g].

BUNYI DIFTONG
Konsep diftong berkaian dengan dua buah vokal dan yang merupakan satu
bunyi dalam satu silabel. Namun, posisi lidah ketika mengucapkan bergeser
keatas atau ke bawah. Karena itu dikenal adanya tiga macam diftong, yaitu
diftong naik, diftong turun,dan diftong memusat. Yang ada dalam bahasa
indonesia tampaknya hanya diftong naik.
1 .Diftong naik, terjadi jika vokal yang kedua diucapkan dengan posisi lidah
menjadi lebih tinggi daripada yang pertama
Contoh:
[ai] → <gulai>
[au] → <pulau>
[oi] → <sekoi>
2.Diftong turun, yakni yang terjadi bila vokal kedua diucapkan dengan posisi
lidah lebih rendah daripada yang pertama.Dalam bahasa jawa ada diftog turun
contohnya :
[ua] pada kata <muarem> ‘sangat puas’
<uanteng> ‘sagat tenang’
[uo] pada kata <luoro> ‘sangat sakit’
<duowo> ‘sangat panjang’
[uԑ] pada kata <uelek > ‘sangat jelek’
<uenteng> ‘sangat ringan’
[uα] pada kata <uempuk> ‘sangat empuk’
<luemu> ‘sangat gemuk’
3.Diftong memusat,yaitu apabila kedua vokal diacu oleh sebuah atau lebih
voal yang lebih tinggi, dan juga diacu oleh sebuah atau lebih vokal yang lebih
rendah. Dalam bahasa inggris ada diftong [oα] seperti pada kata <more> dan
kata <floor> adalah [flo∂]; dan ucapan kata <there> adalah [dԑ∂].

BUNYI KONSONAN
Konsonan adalah bunyi bahasa yang diproduksi dengan cara, setelah arus ujar
keluar dari glotis, lalu mendapat hambatan pada alat-alat ucap tertentu didalam
rongga mulut atau rongga hidung.Bunyi konsonan dapat diklasifikasikan
berdasarkan tempat artikulasi,cara artikulasi , begetar tidaknya pita suara dan
strikur. Namun yang keempat strikur jarang diperhatikan.
1 . Tempat artikulasi, yaitu tempat terjadinya bunyi konsonan,atau tempat
bertemunya artikulator aktif dan artikulator pasif.tempat artikulasi disebut
juga titik artikulasi . sebagai contoh bunyi [p] terjadi pada kedua belah bibir
(bibir atas dan bibi bawah),sehingga tempar artikulasinya bilabial.
2 . Cara artikulasi, yaitu bagaimana tidakan atau perlakuan terhadap arus
udara yang baru keluar dari glotis dalam menghasilkan bunyi konsonan itu .
3 . Bergetar tidaknya pita suara, yaitu jika pita suara dalam proses pembunyian
itu turut bergetar atau tidak . Bila pita ssuara itu turut bergetar maka disebut
bunyi bersuara. Jika pita suara tidak turut bergetar, maka bunyi itu disebut
bunyi tak bersuara .
4 .Striktur, yaitu hubungan posisi antara artiikulator aktif dan artikulator pasif
. Umpamanya dalam memproduksi bunyi [p] hubungan artikulator aktif dan
artikulator paif, mula-mula rapat lalu secara tiba-tiba dilepa . dalam
memproduksi bunyi [w] artikulator aktif dan artikulator pasif hubungannya
renggang dan melebar .

NAMA-NAMA BUNYI KONSONAN


Dengan melihat tempat artikulasi, cara artikulasi, dan bergetar tidaknya pita
suara, dapatlah kita memberi nama-nama pada bunyi konsonan itu dapat
disebutkan sebagai berikut :
[b] bunyi bilabial, hambat, bersuara
[p] bunyi bilabial, hambat, tak bersuara
[m] bunyi bilabial, nasal
[w] bunyi bilabial,semi vokal
[v] bunyi labiodental, geseran, bersuara
[f] bunyi labiodental, geseran, tak bersuara
[d] apikoalveolar, hambat, bersuara
[g] dorsovelar, hamba, bersuara

[t] bunyi apikoalveolar, hambat , tak bersuara


[n] bunyi apikoalveolar , nasal
[l] bunyi apikoalveolar , sampingan
[r] bunyi apikoalveolar ,getar
[z] bunyi laminoalveolar, geser, bersuara
[n] bunyi laminopalatal, paduan bersuara
[c] bunyi laminopalatal, tak bersuara
[f] bunyi lminopalatal, gesekan besuara
[s] bunyi laminopalatal, gesekan , tak bersuara
[?] bunyi hambat, glotal

UNSUR SUPRASEGMENTAL
Arus ujar merupakan suau runtuhan bunyi yang sambungbersambung,terus-
menerus, diselang seling dengan jeda singkat atau agk singkat disertai dengan
keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi,panjang pendek bunyi,dan sebagainya.
Dalam arus ujar itu ada bunyi segmental yang tidak dapat disegmentasikan.
Unsur suprasegmental yang disebut juga ciri-ciri prosidi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1 . Tekanan
Tekanan atau stres menyangkut maslah keras lemahnya bunyi. Suatu bunyi
segmental yang diucapka dengan arus udara yang kuat sehingga menyebabkan
amplitudonya melebar, pasti dibarengi dengan tekanan keras.sebaliknya,sebuah
bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang tidak kuat, sehingga
amplitudonya menyempit pasti dibarengi dengan tekanan lunak. Dalam bahasa
indonesia tekanan tidak “berperan” pada tingkat fonemis melainkan pada tingkat
sintakis, karena dapat membedakan makna kalimat.
2 . Nada
Nada atau pitch berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu
bunyi segmental diucapkan dengan frekuensi getaran yang tinggi, tentu akan
disertai dengan nada yang tinggi.
a. Nada rendah,ditndai dengan angka 1
b. Nada sedang, ditandai dengan angka 2
c. Nada tinggi, ditandai dengan angka 3
Nada sangat tinggi,ditandai dengan angka 4
3 . Jeda atau Persendian
Jeda atau persendian berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujaran.
Disebut jeda kerena adanya hentian itu, disebut persendian karena ditempat
perhentian itulah terjadinya persambungan antara dua segmen ujaran.
Sendi dalam(internal juncture) menunjukan batas antara satu silabel dengan
silabel yang lain. Biasanya diberi tanda +. Contoh :
[am+bil]
[lak+s+na]
[ke+le+la+war]
Sendi luar (open juncture) menunjukan batas yang lebih besar dari silabel.
a . jeda antarkata dalam frase ditandai dengan miring tunggal (/)
b . jeda antarfrae dalam klausa,ditandai dengan garis miring ganda (//)
c . jeda antarkalimat dalam wacana/pragraf, ditandai dengan garis silang ganda (#)
tekanan dan jeda sangat penting dalam bahasa indonesia karena dapat mengubah
makna kalimat. Contoh :
# buku // sejarah / baru #
# buku/ sejarah // baru #
4 . Durasi
Durasi bekaitan dengan masalah panjang pendeknya atau lama singkatnya suatu
bunyi diucapkan. Dalam bahasa indonesia durasi ini tidak berifat fonemis, tidak
dapat membedakan makna kata; tetapi dalam beberapa bahasa lain seperti bahasa
arab , unsur durasi bersifat fonemis.

SILABEL ATAU SUKU KATA


Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus
ujaran. Satu silabel biasanya melibatkan satu bunyi vokal, atau satu vokal dan satu
konsonan atau lebih. Silabel sebagai satuan ritmis terkecil mempunyai puncak
kenyaringan (sonoritas) yang biasanya jatu pada sebuah bunyi vokal.
Urutan bunyi konsonan-vokal dalam silabel disebut fonotaktik. Bunyi konsonan
yang berada sebelum vokal disebut onset (O) dan konsonan yang hadir sesudah
vokal disebut koda,sedangkan vokalnya sendiri disebut nuklus.
1 . V, seperti [i] pada kata [i+ni]
2 . KV, sepert [la] pada kata [la+ut]
3 . VK, seperti[am] pada kata [am+bil]
4 . KVK, seperti[but] pada kata [se+but]
5 . KKV, seperti[kla] pada kata [kla+sik]
6 . KKVK, sepeti [trak] pada kata [trak+tor]
7 . KKVKK,seperti seperti [pleks] pada kata [kom+leks]
8 . VKK, seperti [eks] pada kata [ekspor]
2.5 FONEMIK
Fonemik adalah kajian atau analisa bunyi bahasa dengan memperhatikan
statusnya sebagai pembeda makna. Bunyi bahasa yang diucapkan oleh manusia
akan memiliki pembedaan makna pada setiap bunyi bahasanya.

FONEM DAN ALOFON


A).FONEM
Fonem merupakan abstraksi dari satu atau sejumlah fon, entah vokal maupun
konsonan. Bagaimana cara mengetahui jika sebuah bunyi adalah fonem dan bukan
fonem. Misalkan kita pasangkan kata paku dan baku kedua kata ini mirip
sekali,masing masing memiliki empat buah bunyi kata paku terdiri dari bunyi [p] ,
[a] , [k] , dan bunyi [u] sedangkan kata baku terdiri dari bunyi [b], [a], [k], dan
[u].yang membedakan adalah bunyi pertama [p] pada kata paku dan [b] pada kata
baku
B).ALOFON
Alofo adalah fonem yang tidk membedakan arti. Alofon ditulikan diantara kurung
siku [...] kalau [p] yang lepas kita tandai dengan [p], sedangkian [p] yang tidak
lepa kita tandai dengan [p’],maka dapat dikatan bahwa dalam bahasa
indonesia,fonem /p/ memiliki dua alofon, yakni [p] dan [p’].

GUGUS FONEM DAN DERET FONEM


Yang dimaksud dengan gugus fonem adalah dua buah fonem yang berbeda
tetapi berada dalam seuah silabel atau suku kata. Sedangkan yang dimaksud
dengan deret fonem adalah dua buah fonem yang berbeda, meskipun letaknya
berdampingan.
Gugus foal seperti terdapat pada kata kata
Pulau
Santai
Sekoi
Survei
Sedangkan deret vokal yang tercatat pada saat ini adalah :
aa seperti pada kata saat dan taat
au seperti pada kata laut dan daun
ao seperti pada kata kaos dan laos
ai seperti pada kata kain dan kait
ue seperti pada kata kue
catatan:
deret vokal pada ii, uun, dan oo hanya ada pada beberapa nama orang seperti iin,
uun, dan oo.
Gugus kosonan dsebut juga klaster yang ad dalam baha indonesia adalah:
br seperti pada kata brahma dan labrak
bl seperrti pada kata blangko dan semblih
by seperti pada kata obyektif
dr seperti pada kata drama dan drakula
dw seperti pada kata dwidama
gr seperti pada kata gram dan grafis
ks seperti pada kata ksatria dan eksponen
deret konsonan yang ada dalam bahasa indonesia antara lain adalah:
bd seperti pada kata sabda
bh seperti paa kata subhat
hb seperti paa kata tahbis
ht seperti pada kata tahta
km seperti pada kata sukma
ks seperti pada kata siksa,paksa
lb seperti pada kata kalbu
ld seperti pad kata kaldu ,kaldera
lk seperti pada kata talking,palka
mpr seperti pada kata kompran
nd seperti pada kata janda , tunda
pt seperti pada kata babtis, sabtu
sb seperti pada kata tasbih
tl seperti pada kata mutlak
xl seperti pada kata maxluk
PERUBAHAN BUNYI FONEM
1 . AKIBAT ADANYA KOARTIKULASI
Dalam peristiwa ii dikeal adanya proses-proses labialisasi, rerofleksi ,
palatalisasi, velarisasi, glotalisasi .
a. Labialisasi adalah proses pelabialan dan pembulatan bentuk bibir ketika
atikulasi primer berlangsung selai bunyi labial bunyi lain dapat
dilabialisasikan . misalnya bunyi [t] atau fonem /t/ adalah bunyi
apikoalveolar , tetapi pada kata <tujuan>, bunyi [t] itu akibat dari akan
diucapkannya bunyi [u] yang meruupakan vokal bundar.
b. Retrofeleksi adalah proses penarikan ujung lidah melengkung ke arah
palatum sewaktu artikulasi primer berlangsung sehingga terdengar bunyi
[r]. Selai bunyi apikal, bunyi lain dapat diretrofleksikan. Misalnya,bunyi
[k] adalah bunyi dorsopalatal,tetapi bunyi [k] pada kata <kertas>
dilafalkan sebagai bunyi [k’] karena bunyi[k] itu direrofleksikan dulu.
Jadi, kata <kertas> dilafalkan menjadi [k’etas]
c. Palatalisasi adalah proses pengangkatan daun lidah kearah langit-langit
keras (palatum) sewaktu artikulator primer berlangsung. Selain bunyi
palatal, bunyi lainnya dapat dipalatalisasikan
d. Velarisasi adalah proseses pengangkatan pangkal lidah (dorsum) kearah
langit langit lunak (velum) ketika artikulasi primer berlangsung.
Glotalisasi ialah proses penyertaan bunyi hambat pada glotis sewaktu
artikulasi berlangsung.
2.AKIBAT PROSES MORFOLOGI
A . Pelesapan fonem pelesapa fonem adala pristiwa hilangnya fonem akibat
proses morfologis.contoh

{ber} + {renang} → [berenang]


{sejarah} + {wan} → [sejarahwan]
{anak} + {nda} → [ananda]
5 . AKIBAT DARI PERKEMBANGAN SEJARAH
Perubahan bunyi akibat dari perkembangan sejarah ini tidak berkaitan
dengan fonologi, melainkan berkenaan dengan pemakaian sejumlah unsur
lesikal dalam masyarat an budaya .
A . Kontraksi (penyingkatan)
Adalah proses penghilangan sebuah buyi atau lebih pada unsur lesikal
.contoh :
Afersis adalah proses penghilangan satu fonem atau lebih pada awal kata.
Misalnya
Hutang → utang
Hembus → embus
Tetapi → tapi
Sinkop adalah poses penghilangan sebuah fonem atau lebih pada tengah kata
Misalnya
Baharu → baru
Sahaya → saya
Utpatti → upeti
Matesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata. Contoh:
Jalur → lajur
Royal → loyar
Kelikir → kerikil
Anaftikis adalah proses penambahan bunyi vokal di antara dua konsonan
dalam sebuah kata; atau penambahan sebuah konsoan pada sebua kata
tertentu.ada beberapa macam diantaranya protesis, epentesis , paragog.
Protesis,adalah proses penambahan bunyi pada awal kata. Misalnya
Mas → emas
Mpu → empu
Tik → ketik
Lang → elang
Epentesis , adalah proses penambahan buyi pada tengah kata. Misalnya
Kapak → kampak
Sajak → sanjak
Upama → umpama
Beteng → benteng
Peragog adalah proses penambanhan bunyi pada posisi akhir kalimat.
Misalnya
Hulubala → hulubalang
Ina → inang
Adi → adik
2.6 GRAFEMIK
Grafem adalah satuan unit terkecil sebagai pembeda dalam sebuah sistem
aksara. Contoh grafem antara lain adalah huruf alphabet, aksara tionghoa, angka,
tanda baca, serta symbol dari sistem penulisan lain. Satu grafem dapat dipetakan
tepat pada satu fonem, meskipun cukup banyak sistem ejaan yang memetakan
beberapa grafem untuk satu fonem <n> dan <g> untuk fonem /n/) atau sebaliknya,
satu grafem untuk beberapa fonem (misalnya grafem <e> untuk fonem /e/ dan
/e/).
Menurut pedoman EYD grafem-grafem untuk fonem-fonem bahasa Indonesia
adalah sebagai berikut.
Penjelasan:
1. Grafem <e> digunakan untuk melambangkan dua buah fonem, yaitu
fonem vocal /e/ dan /∂/.
2. Fonem diftong /aw/ dilambangkan dengan gabungan grafem <au> yang
dpat menduduki posisi awal dan akhir kata; Fonem diftong /ay/
dilambangkan dengan gabungan grafem <ai>, fonem diftong /oy/
dilambangkan dengan gabungan grafem <oi>, dan fonem diftong /ey/
dilambangkan dengan gabungan grafem <ei>. Ketiga diftong trakhir hanya
menduduki posisi akhir kata.
3. Grafem <p> selain digunakan untuk melambangkan fonem /p/, juga
dipakai untuk melambangkan fonem /b/ sebagai koda dari sebuah silabel.
4. Grafem <t> selain digunakan untuk melambangkan fonem /t/ juga
digunakan untuk melambangkan fonem /d/ sebagai koda dari sebuah
silabel.
5. Grafem <v> digunakan juga untuk melambangkan fonem /f/ karena
menyesuaikan dengan ejaan asli unsur leksikal yang diserap.
6. Grafem <k> selain untuk melambangkan fonem /g/ yang berposisi sebagai
koda dalam satu silabel.

d. Lambang Unsur Suprasegmental


Unsur supragmental yang berupa tekanan, nada, durasi, dan jeda karena tidak
bersifat fonemis tidak diberi lambang apa-apa; tetapi unsur notasi yang dapat
mengubah makna kalimat diberi lambing berupa tanda baca, yaitu:
(1) Untuk kalimat deklaratif diberi tanda baca titik (.)
(2) Untuk kalimat interogatif diberi tanda baca tanda Tanya (?)
(3) Untuk kalimat imperative diberi tanda baca tanda seru (!)
(4) Untuk kalimat interjektif diberi tanda baca tanda seru (!)
2.7 FONEM, ALOFON, DAN EJAAN
Dalam bab-bab terdahulu sudah kita bicarakan apa itu fonem dan apa itu
alofon. Pada dasarnya ejaan tidak lain dari konvensi grafis, yakni “perjanjian” di
antara para penutur suatu bahasa yang seharusnya diujarkan, diganti dengan
lambing-lambang grafis, yang disebut huruf, dan dilengkapi dengan tanda
bacanya. Seperti kita ketahui abjad Latin terdiri dari 26 buah huruf; padahal
fonem-fonem bahasa Indonesia berjumlah lebih dari 26 buah. Belum lagi dengan
alofon-alofonnya yang jumlahnya cukup banyak. Oleh karena itu, ada huruf yang
digunakan untuk melambangkan lebih dari satu fonem, da nada juga digunakan
gabungan dua huruf untuk melambangkan sebuah fonem.
Huruf vocal dalam abjad latin hanya ada 5 buah, padahal fonem vocal
bahasa Indonesia ada 6 buah. Maka ada sebuah huruf, yaitu huruf <e> yang
digunakan untuk melambangkan dua buah fonem, yaitu /e/ dan fonem /∂/.
BAB III
PENUTUP

1.1 .Simpulan

Anda mungkin juga menyukai