Anda di halaman 1dari 3

Nama : Riska Nur Nabilah

NIM : 1704517027
Kelas : D3 AK 1
Mata Kuliah : Pemeriksaan Akuntansi 1

Sejarah PT Eastman Christensen

PT Eastman Christensen (PTEC) adalah perusahaan Indonesia yang


mayoritas sahamnya dipegang oleh Baker Hughes Incorporated,
perusahaan pertambangan yang bermarkas di Texas, AS.

PT Eastman Christensen dibentuk pada 1986 setelah sebelumnya diakuisisi dan beberapa kali
berubah nama. Pendirinya adalah Frank Langton Christensen̶atlet asal Amerika kelahiran Juni 1,
1910. Awalnya perusahaan ini memproduksi mata bor berlian untuk industri pertambangan barat,
tetapi pendiri dengan cepat membayangkan pasar yang kuat dalam minyak bumi. Pada 1946, bit berlian
Christensen diperkenalkan ke bidang Rangley di Colorado. Bit-bit itu begitu sukses sehingga
perusahaan memutuskan untuk menjadikan pengeboran minyak sebagai pasar utamanya.
Perusahaannya, Christensen Diamond Products Company, menjadi produsen produk berlian industri
terbesar di dunia.

Pada tahun 1978, Christensen Diamond Products diakuisisi oleh Norton Co. dan nama
perusahaan diubah menjadi Norton Christensen pada 1983. Norton Christensen bergabung dengan
Eastman Whipstock, perusahaan pemboran terarah terbesar di dunia pada tahun 1986 untuk
membentuk Eastman Christensen. Baker International mengakuisisi Hughes Tool Company pada tahun
1987, bergabung menjadi Baker Hughes Incorporated. Baker Hughes kemudian membeli Eastman
Christensen 3 tahun kemudian.

Skandal PT Eastman Christensen Tahun 2001

Amerika Serikat mempunyai undang-undang yang disebut Foreign Corrupt Practises Act (FCPA)
yaitu undang-undang yang melarang praktek korupsi di ranah asing. Dalam UU ini, pemerintah AS
dimungkinkan melakukan aksi hokum terhadap warga asing yang diduga terlibat korupsi dengan pihak
AS, baik korporat ataupun perorangan.

Kasus ini bermula ketika PT Eastman Christensen (berdomisili di Jakarta Selatan) meminta
KPMG-Siddharta & Harsono untuk melakukan penyuapan kepada aparat pajak di Indonesia sebesar
75,000 USD. Menurut gugatan Securities & Exchange Commission (SEC) dan Departemen Kehakiman
AS, penyuapan yang dilakukan oleh KPMG-SSH atas mandat PTEC bertujuan agar pejabat kantor
pajak ‘memangkas’ jumlah kewajiban pajak PTEC dari 3.2 juta USD menjadi hanya 270,000 USD.
Harsono mensyaratkan instruksi penyuapan kepada KPMG-SSH berasal langsung dari Baker
Hughes bukan dari PTEC. Oleh karenanya, KPMG-SSH bersedia melakukan penyuapan tersebut.

Transaksi penyuapan oleh kantor KPMG-SSH dengan pejabat kantor pajak itupun sukses
terjadi, dan untuk menutupinya Harsono memerintahkan pegawainya agar mengeluarkan tagihan
(invoice) atas nama KPMG. Tagihan tersebut dibuat dengan total sebesar 143,000 USD; terdiri dari
75,000 USD sebagai uang suap dan 68,000 USD sebagai fee atas imbal jasa KPMG-SHH terhadap
PTEC.
Usai menerima tagihan itu, PTEC membayar KPMG-SSH sebesar 143,000 USD dan
memasukannya ke dalam buku perusahaan sebagai pembayaran atas jasa professional yang telah
diberikan KPMG-SSH. Upaya KPMG-SSH serta Harsono dalam penyuapan tersebut membuahkan
hasil seminggu kemudian yaitu 23 Maret 1999; PTEC menerima hasil perhitungan pajak yang besarnya
kurang lebih 270,000 USD dari pemerintah. Jumlah tersebut kira-kira 3 juta USD lebih kecil dari pada
yang sebenarnya. Alhasil, selisih jumlah pajak yang digelapkan adalah jumlah kerugian yang diderita
negara.
Kasus penyuapan pajak ini terkuak karena Penasihat Anti Suap Baker Hughes Inc. melaporkan
secara sukarela kasus ini serta memecat para eksekutifnya karena khawatir dengan perilaku anak
perusahaannya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan
Foreign Corrupt Practices Act. Yang berakibat Baker Hudges Inc. dan KPMG diseret ke pengadilan
distrik Texas. Namun karena Baker Hughes melaporkan kasus ini secara sukarela, maka kasus ini
diselesaikan di luar pengadilan.

Penyelesaian Kasus PT Eastman Christensen dan KPMG-SSH; Berakhir Damai

Atas terbuktinya KPMG-SSH pada September 2001 yang melakukan penyuapan terhadap
pejabat pajak di Indonesia atas perintah PTEC, maka Baker Hughes Inc. selaku induk PTEC
menyelesaikan kasus ini di luar pengadilan dengan membayar denda dan dengan demikian pihak-pihak
yang terkait tidak terungkap di pengadilan. Di Indonesia sendiri, berita mengenai tindak lanjut atas
penyuapan aparat pajak ini tidak diperoleh.

Lalu apa yang terjadi dengan KPMG Siddharta & Harsono?

Menurut apa yang dirilis SEC, penyelesaian KPMG-SSH dan Harsono berdampak pada
bebasnya kedua tergugat dari sanksi pidana maupun denda. Harsono mengatakan bahwa dirinya tidak
menghadiri secara langsung proses ‘perdamaian’ antara pengacaranya dengan pengadilan di AS. Ia
juga mengaku bahwa kabar tentang penyelesaian gugatan pemerintah AS terhadap dirinya itu baru ia
ketahui dari kantornya.
Akibat hukum dari perdamaian itu sendiri adalah bahwa para tergugat, baik KPMG-SSH dan
Harsono, dilarang untuk melakukan pelanggaran, memberikan bantuan dan advis yang berakibat
pelanggaran terhadap pasal-pasal anti penyuapan dalam FCPA. Sekaligus, keduanya juga dilarang
untuk melanggar pasal-pasal tentang pembukuan dan laporan internal perusahaan berdasarkan
Securities Exchange Act tahun 1934.

Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono juga melibatkan kantor akuntan publik yang
dinilai terlalu memihak kepada kliennya. Pada kasus ini, prinsip- prinsip yang dilanggar yaitu antara
lain:
1. Prinsip integritas. Akuntan yang telah berusaha menyuap untuk kepentingan klien seperti
pada kasus di atas dapat dikatakan tidak jujur dan tidak adil dalam melaksanakan tugasnya.
2. Prinsip Obyektifitas. Dalam hal ini KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono bersikap tidak
objektif, karena cenderung berat sebelah untuk membela kepentingan kliennya, PT Eastman
Christensen agar mendapatkan keringanan pembayaran pajak.
3. Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional. Dalam hal ini,
KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono tidak berlaku dengan hati-hati karena tidak
mempertimbangkan efek buruk yang terjadi atas tindakan yang dilakukannya, yaitu kerugian
yang harus ditanggung oleh negara demi keuntungan kliennya dan kelangsungan jasa
akuntannya agar digunakan terus oleh kliennya, PT Easman Christensen. Kemahiran
profesionalnya digunakan untuk perbuatan negatif, yaitu mengelabuhi, mengakali, dan
menyuap petugas pajak, sehingga hal tersebut jelas dinilai sangat tidak professional.
4. Prinsip Perilaku Profesional. Dalam hal ini, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono jelas-jelas
melanggar prinsip-prinsip profesional, karena :
a) Melakukan hal yang tidak seharusnya yaitu melakukan penyuapan demi mendapatkan
keringanan pembayaran pajak untuk kliennya.
b) Bersekongkol dengan pihak ketiga (petugas pajak) untuk kepentingan klien dan
organisasinya, yang berakibat pada kerugian negara dari sektor pajak.
c) Tindakan yang dilakukan KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono berkaitan dengan hal-hal
benturan kepentingan.

Sumber :
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3732/font-size1-colorff0000bskandal-penyuapan-
pajakbfontbr-kantor-akuntan-kpmg-indonesia-digugat-di-as
http://erlinapratiwi.blogspot.com/2017/04/studi-kasus-pelanggaran-etika-bisnis.html
https://www.kompasiana.com/emilbachtiar/54ff2b15a333115b4450fb58/konsultan-makelar-suap-
dan-kasus-menguap

Anda mungkin juga menyukai