Refrat TB Paru
Refrat TB Paru
PENDAHULUAN
1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di
dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000
Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi
pada lebih dari 70% usia produktif (15-50 tahun) (WHO, 2010).
Strategi penanganan TB berdasarkan World Health Organization (WHO)
tahun 1990 dan International Union Against Tuberkulosa and Lung Diseases
course (DOTS) secara ekonomis paling efektif (cost-efective), strategi ini juga
selama 6-8 bulan dengan menggunakan paduan beberapa obat atau diberikan
dalam bentuk kombinasi dengan jumlah yang tepat dan teratur, supaya semua
Streptomisin (S) dan Etambutol (E). Efek samping OAT yang dapat timbul
antara lain tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan
1
2
sampai rasa terbakar di kaki, gatal dan kemerahan kulit, ikterus, tuli hingga
gangguan fungsi hati (hepatotoksik) dari yang ringan sampai berat berupa
nekrosis jaringan hati. Obat anti tuberkulosis yang sering hepatotoksik adalah
akibat pemakaian INH dan/ Rifampisin (Depkes RI, 2006; Arsyad, 1996;
Sudoyo, 2007).
Pembahasan lebih lanjut mengenai TB paru akan dibahas pada referat ini.
1.2 Tujuan
paru.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
lainnya. Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh
Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi kronis dan berakhir dengan
tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
(Daniel, 1999)
Gambar 2.1
Mycobacterium tuberculosis pada pewarnaan tahan asam
dengan pewarnaan tahan asam dan berwarna merah. Sebagian besar bakteri
ini terdiri atas asam lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinoman. Lipid
terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Bakteri Tahan
intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain bakteri ini adalah
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Kuman yang berada di dalam droplet dapat
bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,
ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %. Pada
daerah dengan ARTI sebesar 1% mempunyai arti bahwa pada tiap tahunnya
diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar orang yang
terinfeksi tidak akan menderita tuberkulosis, hanya sekitar 10% dari yang
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut kompleks primer. Waktu
kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler).
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun
akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari
radiologis.
tidaknya gejala pada pasien. Pada pasien TB paru gejala klinis utama adalah
batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala
tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa
nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam
(subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik
dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada TB paru lanjut
dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot
pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif (Bahar, 2007).
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi TB. Dalam beberapa hal pemeriksaan ini lebih
umumnya di daerah apex paru tetapi dapat juga mengenai lobus bawah atau
daerah hilus menyerupai tumor paru. Pada awal penyakit saat lesi masih
bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah
diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas
dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas
dengan penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun
paru. Pada TB yang sudah lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-
(Bahar, 2007)
Gambar 2.2
Tuberkulosis Yang Sudah Lanjut Pada Foto Rontgen Dada
a. Sputum
lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. 1).
sebagai penderita TB BTA positif. 2). Kalau hasil rontgen tidak mendukung
dahak SPS. 1). Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita
tuberkulosis BTA positif. 2). Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan
Tersangka
Penderita TB
(suspek TB)
Sewaktu (SPS)
10
Hasil Hasil
Mendukun Rontgen
g TB
Negatif
TB BTA Bukan
Negatif TBC,
Rontgen Penyakit
Positif Lain
Gambar 2.3
Alur Diagnosis TB paru
pada pasien TB paru menjadi : a). Pasien dengan sputum BTA positif adalah
11
sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif. b). Pasien dengan
sputum BTA negatif adalah pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara
mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif
(Bahar, 2007).
b. Darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang
masih di bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila
limfosit masih tinggi, LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil
c. Tes Tuberkulin
P.P.D (Purified Protein Derivative) secara intrakutan. Dasar tes tuberkulin ini
12
adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan,
akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat
(Bahar, 2007)
Gambar 2.4
Penyuntikan Tes Tuberkulin
sensitivity. Di sini peran antibodi humoral paling menonjol. b). Indurasi 6-9
golongan low grade sensitivity. Di sini peran kedua antibodi seimbang. d).
yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini adalah adanya positif palsu yakni
palsu pada pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis, anergi,
komplikasi. Komplikasi dini antara lain dapat timbul pleuritis, efusi pleura,
sebelumnya, yaitu :
a. Kasus baru
Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah mengkonsumsi OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kambuh (relaps)
Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah (form TB.
09).
Setelah lalai (pengobatan setelah default / drop out) adalah pasien yang
sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih,
e. Gagal
Gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan kelima (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau pada akhir pengobatan. Atau penderita dengan hasil BTA
f. Kasus kronis
Kasus kronis adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
RI, 2006).
kurang aktif). Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari kecepatan obat tersebut
sterilisasi yang baik, sedangkan INH dan Streptomisin menempati urutan lebih
2.9.2 Kemoterapi TB
sejak tahun 1950-an. Ada 6 macam obat esensial yang telah dipakai yaitu
Isoniazid (H), Para Amino Salisilik Asid (PAS), Streptomisin (S), Etambutol
(E), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z). Sejak tahun 1994 program
pencarian secara aktif kasus TB. Pengobatan ini memiliki 2 prinsip dasar :
basilnya peka terhadap obat tersebut dan salah satu daripadanya harus
dalam jumlah yang cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua
kuman dapat dibunuh. Pengobatan diberikan dalam 2 tahap, tahap intensif dan
tahap lanjutan. Pada tahap intensif penderita mendapat obat baru setiap hari
positif menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat
dalam tahap ini sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit tetapi dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap ini bertujuan untuk membunuh kuman
lapis pertama dan obat lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke
Jenis OAT lapis pertama dan sifatnya dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
dapat mencegah perkembangan resistensi obat, oleh karena itu WHO telah
18
definisi kasus tersebut, seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini (Bahar &
Amin, 2007) :
Sesuai tabel di atas, maka paduan OAT yang digunakan untuk program
Pengobatan fase inisial regimennya terdiri dari 2HRZE (S) setiap hari
selama 2 bulan obat H, R, Z, E atau S. Sputum BTA awal yang positif setelah
lanjutan 4HR atau 4 H3 R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA masih positif
Kategori II : 2HRZES/1HRZE/5H3R3E3
Apabila sputum BTA menjadi negatif fase lanjutan bisa segera dimulai.
Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4
obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-2 sputum BTA masih
positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum
untuk uji kepekaan, obat dilanjutkan memakai fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3
atau 5 HRE.
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2 H 3R3, yang dilanjutkan
sputumnya harus dikultur dan dilakukan uji kepekaan obat. Seumur hidup
Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai di Indonesia secara
harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien (Bahar &
Amin, 2007):
kombinasi dosis tetap 4 obat sebagai dosis yang efektif dalam terapi TB untuk
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket dengan tujuan memudahkan
kategori I dan II. Tablet OAT-KDT ini adalah kombinasi 2 atau 4 jenis obat
21
berat badan pasien, paduan ini dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien dalam 1
OAT masih dapat diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil, tapi bila efek
dan pengobatan dapat diteruskan dengan OAT yang lain (Bahar & Amin
2007).
Pirazinamid)
a. Sembuh: bila pasien tuberkulosis kategori I dan II yang BTA nya negatif
pengobatannya.
b. Pengobatan lengkap: pasien yang telah melakukan pengobatan sesuai
jadwal yaitu selama 6 bulan tanpa ada follow up laboratorium atau hanya
pengobatan.
c. Gagal: pasien tuberkulosis yang BTA-nya masih positif pada 2 bulan dan
akhir pengobatan.
Pasien putus berobat lebih dari 2 bulan sebelum bulan ke-5 dan BTA
dari pengobatan.
d. Putus berobat/defaulter: pasien TB yang tidak kembali berobat lebih dari
setelah tahap intensif dan pada awal terapi bagi pasien yang
Bila BTA positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan), maka pasien
(Bayupurnama, 2007).
BAB 3
KESIMPULAN
26
27
yaitu : Isoniazid (INH), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) dan
Etambutol (E)
10. Hasil pengobatan TB paru dbedakan menjadi: sembuh, pengobatan lengkap,
gagal, putus berobat, dan meninggal.
11. Evaluasi pengobatan dapat mengguanakn metode klinis, bakteriologis, dan
radiologis.
28
DAFTAR PUSTAKA