PARTUS MACET
A. DEFINISI
Partus macet adalah suatu keadaan dari suatu persalinan yang mengalami
kemacetan dan berlangsung lama sehingga timbul komplikasi ibu maupun janin
(anak).
Partus macet adalah persalinan dengan tidak ada penurunan kepala > 1 jam untuk
nulipara dan multipara. (Sarwono, 2008)
B. ETIOLOGI
Penyebab persalinan macet diantaranya adalah:
1. Kelainan letak janin
2. Kelainan jalan lahir
Jalan lahir dibagi atas bagian tulang yang terdiri atas tulang-tulang panggul
dengan sendi-sendinya dan bagian lunak terdiri atas otot-otot, jaringan-jaringan
dan ligamen-ligamen. Dengan demikian distosia akibat jalan lahir dapat dibagi
atas:
a. Distosia karena kelainan panggul
Kelainan panggul dapat disebabkan oleh; gangguan pertumbuhan,
penyakit tulang dan sendi (rachitis, neoplasma, fraktur, dll), penyakit
kolumna vertebralis (kyphosis, scoliosis,dll), kelainan ekstremitas inferior
(coxitis, fraktur, dll). Kelainan panggul dapat menyebabkan kesempitan
panggul. Kesempitan panggul dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu;
1. Kesempitan pintu atas panggul, pintu atas panggul dikatakan sempit
jika ukuran konjugata vera kurang dari 10 cm atau diameter transversa
kurang dari 12 cm.
2. Kesempitan panggul tengah, bila jumlah diameter interspinarum
ditambah diameter sagitalis posterior £13,5 cm (normalnya 10,5 +5 cm
=15,5 cm ).
3. Kesempitan pintu bawah panggul, diartikan jika distansia intertuberum
£ 8 cm dan diameter transversa + diameter sagitalis posterior < 15 cm
(N =11 cm+7,5 cm = 18,5 cm), hal ini dapat menyebabkan kemacetan
pada kelahiran janin ukuran biasa.
b. Distosia karena kelainan jalan lahir lunak
Persalinan kadang-kadang terganggu oleh karena kelainan jalan lahir
lunak (kelainan tractus genitalis). Kelainan tersebut terdapat di vulva,
vagina, cerviks uteri, dan uterus:
1. abnormalitas vulva ( atresia vulva, inflamasi vulva, tumor dekat vulva)
2. abnormalitas vagina (atresia vagina, seeptum longitudinalis vagina,
striktur anuler)
3. abnormalitas serviks (atresia dan stenosis serviks, Ca serviks)
4. Kelainan letak uterus (antefleksi, retrofleksi, mioma uteri, mioma
serviks)
5. Tumor ovarium
3. kelainan keluaran his dan meneran
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan hambatan
pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, jika tidak dapat diatasi
dapat megakibatkan kemacetan persalinan. His yang normal dimulai dari salah
satu sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh
korpus uteri dengan adanya dominasi kekutan pada fundus uteri, kemudian
mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh. Baik atau tidaknya his
dinilai dengan kemajuan persalinan, sifat dari his itu sendiri (frekuensinya,
lamanya, kuatnya dan relaksasinya) serta besarnya caput succedaneum.
C. MANIFESTASI KLINIS
a. Tanda – tanda kelelahan dan intake yang kurang
Dehidrasi, nadi cepat dan lemah
Metorismus
Febris
His yang hilang/ melemah
b. Tanda – tanda rahim pecah (rupture uteri)
Perdarahan melaluli orivisium eksternum
His yang hilang
Bagian janin yang mudah teraba
Robekan dapat meluas sampai cervix dan vagina
c. Tanda infeksi intra uteri
Keluar air ketuban berwarna keruh kehijauan dan berbau, kadang
bercampur dengan meconium
Suhu rectal > 37,50 c.
d. Tanda gawat janin
Air ketuban bercampur dengan mekonium
Denyut jantung janin irreguler
Gerak anak berkurang atau hiperaktif ( gerak konfulsif).
D. KOMPLIKASI
1. Ibu
a. Infeksi sampai sepsis
b. Asidosis dengan gangguan elektrolit
c. Dehidrasi, syock, kegagalan fungsi organ-organ
d. Robekan jalan lahir
e. Fistula buli-buli, vagina, rahim dan rectum
2. Janin
a. Gawat janin dalam rahim sampai meninggal
b. Lahir dalam asfiksia berat sehingga dapat menimbulkan cacat otak menetap
c. Trauma persalinan, fraktur clavicula, humerus, femur
E. PENATALAKSANAAN
a. Bila kemacetan tersebut terjadi saat janin sudah terlanjur keluar sebagian
badannya, biasanya akan digunakan manual aid. Pertolongan ini harus segera
dilakukan, karena jika terlambat, maka bisa mengakibatkan gawat janin atau
asfiksia, dan terganggunya saluran kencing.
b. Bila kemacetan terjadi pada saat pembukaan sudah lengkap tapi jalan lahir tidak
muat, maka rahim juga bisa pecah.
c. Saat pembukaan sudah lengkap, tapi kepala tak turun-turun, dinding rahim akan
semakin menipis, maka kepala bayi bisa keluar ke perut. Bayinya bisa meninggal
dan ibunya bisa perdarahan, yang bisa membawa ke kematian.
d. Sedangkan jika diagnosis menunjukkan penyebab distosia tersebut karena
gangguan his, maka akan dilakukan perbaikan pada hisnya. Caranya bisa dengan
diinfus, diberi obat, atau dipecahkan ketubannya. Dan bila hisnya terlalu
kuat/sering, maka diberi obat untuk mengurangi/mengatur hisnya kembali.
e. Pada kasus dengan dugaan CPD/cepalo palvik disproporsi (panggul sempit), maka
akan dilakukan partus percobaan. Dengan mulas yang bagus akan dinilai dalam 2
jam. Jika ada pembukaan yang bertambah, ada putaran posisi kepala janin (baik
berputar sendiri atau dengan bantuan), serta adanya penurunan kepala, maka
dinilai partus maju. Tapi kalau tidak ada perubahan ketiga hal tersebut, maka
partus percobaan itu dinilai gagal.
f. Biila kemacetan terjadi pada saat persalinan kala 2, misalnya sudah pembukaan
tapi tak kunjung lahir, entah itu karena bayinya sedikit miring atau mulasnya tak
ada, atau ibunya tak mau meneran, maka dokter akan segera memberi tindakan,
dengan menggunakan ekstraksi vakum atau forcep
1. PENGKAJIAN FOKUS .
a. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
1. Identitas atau biodata klien.
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit
nomor register, dan diagnosa keperawatan.
2. Keluhan utama.
3. Riwayat kesehatan.
a. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
b. Riwayat kesehatan sekarang .
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda
persalinan.
c. Riwayat kesehatan keluarga:
d. Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
4. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan,
penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme.
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
c. Pola aktifitas.
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
d. Pola eleminasi.
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering
/susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya
odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga
sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
e. Istirahat dan tidur.
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan.
f. Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
g. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
h. Pola sensori dan kognitif.
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien
nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya.
i. Pola persepsi dan konsep diri.
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan
konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri.
j. Pola reproduksi dan sosial.
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
5. Pemeriksaan fisik .
a. Kepala.
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
b. Leher.
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid,
karena adanya proses menerang yang salah.
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing.
d. Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung.
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung.
f. Dada.
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi
areola mamae dan papila mamae.
g. Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat
h. Genitalia.
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
i. Anus.
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture.
j. Ekstermitas.
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
k. Tanda-tanda vital.
l. Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN.
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
b. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi.
c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/luka kering bekas
operasi.
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.
f. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan.
3. INTERVENSI
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan nyeri klien berkurang/terkontrol
kriteria hasil :
1) Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang.
2) Skala nyeri 0-1 (dari 0 – 10).
3) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR
:18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit.
4) Wajah tidak tampak meringis.
5) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai
kemampuan.
Intervensi :
a) Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor
presipitasi.
b) Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah
meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara
efektif.
c) Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas,
tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial).
d) Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas
dalam,, sentuhan terapeutik, distraksi).
e) Kontrol faktor-faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan
suara).
f) Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.
b. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi.
Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi.
Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri.
Intervensi :
a) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.
b) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh
umum.
c) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
d) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan
/kondisi klien.
e) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.
c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit
dan proteksi jaringan membaik.
Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Intervensi :
a) Berikan perhatian dan perawatan pada kulit.
b) Lakukan latihan gerak secara pasif.
c) Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi.
d) Jaga kelembaban kulit.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/luka
bekas operasi (SC).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan klien tidak mengalami
kriteria hasil :
1) Tidak terjadi tanda-tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio
laesea).
2) Suhu dan nadi dalam batas normal (suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi
nadi = 60 -100x/menit).
3) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3/uL).
Intervensi :
a) Tinjau ulang kondisi dasar/faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat
waktu pecah ketuban.
b) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa).
c) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic.
d) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat/rembesan. Lepaskan
balutan sesuai indikasi.
e) Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum/sesudah
menyentuh luka.
f) Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah
WBC/sel darah putih.
g) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan
darah selama prosedur pembedahan.
h) Anjurkan intake nutrisi yang cukup.
i) Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi.
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 6 jam
diharapkan ansietas klien berkurang
kriteria hasil :
a) Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah.
b) Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
Intervensi :
a) Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem
pendukung.
b) Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati.
c) Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan
ansietas yang dirasakan.
d) Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping.
e) Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi.
f) Diskusikan pengalaman/harapan kelahiran anak pada masa lalu.
g) Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, M., et all. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Manuaba, Ida Bagus Gede. (2002). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all. (1996). Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Saifuddin, AB. (2002). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Santosa, Budi. (2007). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Sarwono Prawiroharjo. (2009). Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka