Anda di halaman 1dari 60

\ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN NY. N DENGAN HIPERTENSI DI RUANG FLAMBOYAN BAWAH


RSUD Dr. H. SOEWONDO KENDAL

Disusun Oleh:
1. Oktaviana Putri
2. Ririn Eka Saputri

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIDYA HUSADA

SEMARANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas dan angka
kematian. Menurut WHO, tekanan darah dianggap normal bila kurang dari 135/85 mmHg,
sedangkan dikatakan hipertensi apabila lebih dari 140/90 mmHg, dan diantara nilai tersebut
dikatakan normal tinggi (Adib, 2009).
Hipertensi adalah tingginya tekanan darah secara menetap dimana tekanan sistolik
diatas 140 mmHg dan tekanan diastolic diatas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi
ditetapkan sebagai tekanan sistolik diatas 160 mmHg dan tekanan diastolic diatas 90
mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Hipertensi menyebabkan resiko morbidilitasi (kesakitan) atau mortalitas (kematian), yang
meningkat sejalan dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik (Brunner dan
Suddarth, 2008).
Bahaya yang terkait dengan hipertensi antara lain stroke. Tekanan darah tinggi
mempercepat penyumbatan arteri yang mengarah pada serangan jantung atau stroke jika
arteri yang mengalirkan darah ke jantung atau ke otak tersumbat. Stroke juga dapat terjadi
sebagai akibat dari melemahnya dinding pembuluh darah di otak karena tekanan darah
tinggi (Sutanto, 2010).
Jika tekanan darah terus tinggi, maka akan menimbulkan komplikasi: 1) Pada otak
menyebabkan rusaknya pembuluh darah sehigga menyebabkan stroke, 2) pada jantung
menyebabkan jantung koroner dan gagal jantung, 3) pada ginjal menyebabkan penyakit
gagal ginjal. Dengan alasan bahwa Hipertensi merupakan penyakit yang gejalanya tidak
nyata dan harus diwaspadai serta perlu diobati sedini mungkin, maka mendorong penulis
untuk lebih mendalami ilmu penyakit dalam dengan harapan dapat memberikan banyak
manfaat dalam dunia kesehatan.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Kelompok mampu mengetahui konsep teori dan memberikan asuhan keperawatan dan
strategi pelaksanaan pada pasien dengan hipertensi pada Ny. N Di Ruang Flamboyan
Bawah
b. Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan pengertian hipertensi
2. Mampu menjelaskan klasifikasi hipertensi
3. Mampu menjelaskan etiologi hipertensi
4. Mampu menyebutkan manifestasi klinis hipertensi
5. Mampu menjelaskan patofisiologi hipertensi
6. Mampu menjelaskan penatalaksanaan hipertensi
7. Memaparkan askep pada pasien dengan hipertensi
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan curah
jantungdan/atau kenaikan pertahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002). Menurut
The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of The
Blood Pressure (2004) dikatakan hipertensi jikatekanan darah sistolik yang lebih
besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik yang
lebih besar atau sama dengan 90mmHg. Umumnya tekanan darah normal seseorang
120 mmHg/80 mmHg. Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan 2 atau lebih pemeriksaan
dan dirata-rata.

B. Etiologi Hipertensi
1. stres atau perasaan tertekan.
Stress merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana hubungan
antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis.
Peningkatan saraf simpatis dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak
menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah
menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat
dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang
tinggal di kota (Dunitz, 2001).
2. Kegemukan (Obesitas).
Perubahan struktur dan fungsi vaskuler berhubungan dengan patogenesis
hipertensi pada obesitas. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli
melaporkan terjadinya penurunan komplians arteri, penurunan distensibilitas dan
penurunan fungsi endotel pada penderita obes dibandingkan kontrol. Meskipun
data tersebut menjelaskan potensi hipertensi pada obesitas, tetapi mekanisme
terjadinya hipertensi pada obesitas masih belum jelas diketahui (Subardja, 2004).
3. Kebiasaan merokok.
Adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan
peningkatan tekana darah karena nikotin akan diserap pembulu darah kecil dalam
paru-paru dan diedarkan oleh pembulu darah hingga ke otak, otak akan bereaksi
terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembulu darah
dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih
tinggi.Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan oksigen
dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan tekana darah meningkat karena jantung
dipaksa memompa lebih cepat untuk memasukkan oksigen yang cukup kedalam
orga dan jaringan tubuh (Astawan, 2002).
4. Kurang berolahraga.
Aktivitas sangat mempengaruhiterjadinya hipertensi, dimana pada orang yang
kuat aktvitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih
tingi sehingga otot jantung harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi.Makin
keras dan sering otot jantung memompa maka makin besar tekanan yang
dibebankan pada arteri (Amir, 2002 ).
5. Kelainan kadar lemak dalam darah (Dislipidemia).
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama
adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida serta
penurunan kadar kolesterol HDL (Dunitz, 2001).
6. Konsumsi berlebihan garam, alkohol, dan makanan yang berlemak
tinggi.Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila
terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan
penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan.
Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke
ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume
plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi
peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya
berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Amir,2002).
C. Anatomi fisiologi sistem sirkulasi
1. Jantung
a. Anatomi Fisiologi jantung

Gambar 2.1 Anatomi Janung


(Sloane, 1994)
1) Dinding jantung
Dinding jantung tersusun dari tiga lapisan, yaitu :
a) Epikardium
Epikardium tersusun dari lapisan sel-sel mesothelial yang berada di atas
jaringan ikat.
b) Miokardium
Miokardium terdiri dari jaringan otot jantung yang berkontraksi untuk
memompa darah.
c) Endokardium
endokardium tersusun dari lapisan endothelial yang terletak di atas
jaringan ikat.
2) Ruang Jantung
Ruang jantung terdiri dari 4 bagian, yaitu :
a) Atrium kanan
Atrium kanan terletak dalam bagian superior kanan jantung, menerima
darah dari seluruh jaringan kecuali paru-paru yang dibawa oleh vena kava
superior, inferior, dan sinus koroner. Atrium kanan berfungsi sebagai
tempat penyimpanan darah dan penyalur darah dari vena-vena sirkulasi
sistemik yang mengalir ke ventrikel kanan.
b) Atrium kiri
Atrium kiri terletak di bagian superior kiri janrung, berukuran lebih kecil
dari atrium kanan, tetapi dindingnya lebih tebal. Atrium kiri menerima
darah teroksigenasi dari 4 vena pulmonalis yang berasal dari paru-paru.
Atrium kiri memiliki dinding yang tipis dan bertekanan rendah.
c) Ventrikel kanan
Ventrikel kananterletak di bagian inferior kanan pada apeks jantung.
Darah meninggalkan ventrikel kanan melalui trunkus pulmonar dan
mengalir melewati jalur yang pendek ke paru-paru. Ventrikel kanan
berbentuk bulan sabit yang unik guna menghasilkan kontraksi bertekanan
rendah yang cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteri pulmonalis.
d) Ventrikel kiri
Ventrikel kiri terletak di bagian inferior kiri pada apeks jantung. Tebal
dindingnya 3 kali tebal dinding ventrikel kanan. Darah meninggalkan
ventrikel kiri melalui aorta dan mengalir ke seluruh bagian tubuh kecuali
paru-paru. Ventrikel kiri memiliki otot-otot yang tebal dengan bentuk
yang menyerupai lingkaran sehingga mempermudah pembentukan
tekanan tinggi selama ventrikel berkontraksi.
Ventrikel kanan dan kiri berfungsi untuk mendorong darah ke luar
jantung menuju aorta dan arteri pulmonalis yang membawa darah
meninggalkan jantung.
e) Katup jantung
(1) Katup atrioventrikularis
Katup trikuspidalis dan Katup mitralis
(2) Katup semilunaris
Katup aorta dan Katup pulmonalis
Keempat katup jantung ini berfungsi untuk mempertahankan aliran darah
searah melalui bilik-bilik jantung.
2. Anatomi fisiologi pembuluh darah

Gambar 2.2 Anatomi pembuluh darah (Sherwood, 2003).


Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah keseluruh tubuh. Berikut
bagian-bagian darah pembuluh darah :

b. Arteri
Arteri terdiri dari beberapa bagian yaitu :
Arteri Kepala dan Leher, arteri vertebralis, arteri basilaris, arteri subklavia: terdiri
dari dekstra yaitu cabang dari arteri anonima dan sinitra cabang dari arkus aorta,
arteri Rongga perut terdiri dari : arteri seliaka, A. splinika, A. mesenterika
superior, A. renalis, A. spermatika dan Ovarika, A. mesenterika Inferior dan A.
marginalis dan arteri dinding Abdomen
c. Aorta
Merupakan pembuluh darah arteri terbesar keluar dari jantung bagian ventrikel
sinistra melalui aorta asendes membelok kebelakang melalui radiks pulmonalis
sinistra, turun sepanjang kolumna vertebralis menembus diafragma, turun ke
abdomen. Jalan arteri ini terdiri dari 3 bagian yaitu aorta asenden, arkus aorta dan
aorta desenden. Aorta asenden mempunyai cabang yaitu aorta torakalis dan aorta
abdominalis. Aorta adalah pembuluh arteri utama yang berfungsi menghubungkan
jantung dengan semua organ utama tubuh (otak, perut, ginjal, dll).
d. Vena
Pembuluh darah vena adalah kebalikan dari arteri yang membawa darah dari alat-
alat tubuh kembali ke jantung. Vena terbesar adalah vena pulmonalis. Pembuluh
darah vena yang terdapat dalam tubuh yaitu, Vena ke jantung meliputi : Vena cava
superior, inferior dan pulmonalis, vena yang bermuara pada vena cava superior
yaitu vena aurikularis posterior, vena retromadibularis, vena jugularis eksterna
posterior, vena supraskapularis, vena jugularis anterior, Vena kulit kepala : vena
troklearis dan vena supraorbitalis, vena temporalis superfisialis, aurikularis
posterior dan oksipitalis, Vena wajah: fasialis, profunda fasialis, transversa
fasialis, Vena pterigoideus : Vena maksilaris, fasialis, lingualis, oftalmika, Vena
tonsil dan palatum, vena punggung, vena yang bermuara pada vena cava interior,
anastomisis portal sistemik, Vena dinding pelvis, vena anggota gerak atas dan
vena anggota gerak bawah. Vena berfungsi membawa darah kembali ke atrium
jantung.
e. Kapiler
Pembuluh darah yang paling kecil sehingga disebut dengan pembuluh rambut.
Kapiler terdiri dari:
1. Kapiler arteri
2. Kapiler vena
Kapiler darah berfungsi sebagai medium untuk penyaluran makanan, mineral,
lemak, glukosa, dan asam amino ke jaringan. Juga merupakan medium untuk
mengangkat bahan buangan (Black, J. M. & Hawks, J. H. 2005).

D. Patofisiologi hipertensi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total Peripheral
Resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak
terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi (Corwin, 2001). Tubuh
memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang
disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah
dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks.
Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti refleks kardiovaskuler melalui
sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal
dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi
lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang
dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem
poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem
pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ (Corwin, 2001).
Patofisiologi hipertensi primer terjadi melalui mekanisme :
1. Curah jantung dan tahanan perifer
Peningkatan curah jantung terjadi melalui dua cara yaitu peningkatan volume
cairan atau preload dan rangsangan saraf yang mempengaruhi kontraktilitas
jantung. Curah jantung meningkat secara mendadak akibat adanya rangsang saraf
adrenergik. Barorefleks menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sehingga
tekanan darah kembali normal. Namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah
melalui barorefleks tidak adekuat sehingga terjadi vasokonstriksi perifer (Williams
et al, 1998). Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama terjadi apabila
terdapat peningkatan volume plasma berkepanjangan akibat gangguan penanganan
garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam berlebihan. Peningkatan pelepasan
renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah
penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma menyebabkan
peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup
dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan dengan peningkatan
tekanan sistolik (Murni, 2011). Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer
sangat berpengaruh terhadap normalitas tekanan darah. Tekanan darah ditentukan
oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan
konsentrasi sel otot halus berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium
intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus mengakibatkan penebalan
pembuluh darah arteriol yang dimediasi oleh angiotensin dan menjadi awal
meningkatnya tahanan perifer yang irreversible. (Gray et al, 2005).
Peningkatan resistensi perifer disebabkan oleh resistensi garam (hipertensi
tinggi renin) dan sensitif garam (hipertensi rendah renin). Penderita hipertensi
tinggi renin memiliki kadar renin tinggi akibat jumlah natrium dalam tubuh yang
menyebabkan pelepasan angiotensin II. Kelebihan angiotensin II menyebabkan
vasokonstriksi dan memacu hipertrofi dan proliferasi otot polos vaskular. Kadar
renin dan angiotensin II yang tinggi pada hipertensi berkorelasi dengan kerusakan
vaskular. Sedangkan pada pasien rendah renin, akan mengalami retensi natrium
dan air yang mensupresi sekresi renin. Hipertensi rendah renin akan diperburuk
dengan asupan tinggi garam (Chris at al, 2010) Jantung harus memompa secara
kuat dan menghasilkan tekanan lebih besar untuk mendorong darah melintasi
pembuluh darah yang menyempit pada peningkatan Total Periperial Resistence.
Keadaan ini disebut peningkatan afterload jantung yang berkaitan dengan
peningkatan tekanan diastolik. Peningkatan afterload yang berlangsung lama,
menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi. Terjadinya hipertrofi
mengakibatkan kebutuhan oksigen ventrikel semakin meningkat sehingga ventrikel
harus mampu memompa darah lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tesebut.
Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung mulai menegang melebihi panjang
normalnya yang akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume
sekuncup (Wibowo, 2011).
2). Sistem renin-angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler
dan sekresi renin. Sistem renin-angiotensin merupakan sistem endokrin penting
dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus
aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion, penurunan asupan
garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik Mekanisme terjadinya
hipertensi melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin
I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam
pengaturan tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
hati, kemudian oleh hormon renin yang diproduksi ginjal akan diubah menjadi
angiotensin I (dekapeptida tidak aktif). Angiotensin I diubah menjadi angiotensin
II (oktapeptida sangat aktif) oleh ACE yang terdapat di paru-paru. Angiotensin II
berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai
vasokonstriktor melalui dua jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan
tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang berperan penting pada ginjal untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler. Aldosteron mengurangi ekskresi NaCl dengan cara
reabsorpsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
akhirnya meningkatkan volume dan tekanan darah.
3). Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, di
mana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Sirkulasi sistem saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi
arteriol. Sistem saraf otonom memiliki peran penting dalam mempertahankan
tekanan darah. Hipertensi terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan
sistem renin-angiotensin bersama dengan faktor lain termasuk natrium, volume
sirkulasi, dan beberapa hormon.30 Hipertensi rendah renin atau hipertensi sensitif
garam, retensi natrium dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik
simpatis atau akibat defek pada transpor kalsium yang berpapasan dengan
natrium. Kelebihan natrium menyebabkan vasokonstriksi yang mengubah
pergerakan kalsium otot polos (Anggi, 2010).
4). Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah
Perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh darah perifer bertanggung
jawab terhadap perubahan tekanan darah terutama pada usia lanjut. Perubahan
struktur pembuluh darah meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat, dan penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah, yang mengakibatkan
penurunan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.23 Sel endotel
pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah
jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida
nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus
hipertensi primer (Anggi, 2010).

Bagan. 2.1 patofisiologi hipertensi (Williams & Wilkins; 1998).


E. Manifestsi klinis

Sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami


hipertensi bertahun-tahun, dan berupa :
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi
3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
F. Klasifikasi hipertensi :
b. Berdasarkan Nilai Tekanan Darahnya
Pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation
and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7) mengeluarkan batasan baru untuk
klasifikasi tekanan darah, <120/80 mmHg adalah batas optimal untuk risiko
penyakit kardiovaskular. Didalamnya ada kelas baru dalam klasifikasi tekanan
darah yaitu pre-hipertensi. Kelas baru pre-hipertensi tidak digolongkan sebagai
penyakit tapi hanya digunakan untuk mengindikasikan bahwa seseorang yang
masuk dalam kelas ini memiliki resiko tinggi untuk terkena hipertensi, penyakit
jantung koroner dan stroke dengan demikian baik dokter maupun penderita dapat
mengantisipasi kondisi ini lebih awal, hingga tidak berkembang menjadi kondisi
yang lebih parah.
Tabel 2.1KlasifikasitekanandarahmenurutWHO/ISH

KlasifikasiTekananDarah TekananDarah TekananDarah


Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)

Hipertensiberat ≥ 180 ≥ 110


Hipertensi sedang 160-179 100-109
Hipertensiringan 140-159 90-99

Hipertensiperbatasan 140-149 90-94

Hipertensisistolikperbatasan 140-149 <90

Hipertensisistolikterisolasi >140 <90

Normotensi <140 <90

Optimal <120 <80


Dikutipdari: Mansjoer,dkk,NefrologidanHipertensi.Jakarta: Media, 2001.
c. Berdasarkan Etiologinya
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :
1. Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau
idiopatik adalah hipertensi yang tidak diketahui etiologinya/penyebabnya.
Paling sedikit 90% dari semua penyakit hipertensi dinamakan hipertensi
primer.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat
suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini
sudah diketahui penyebabnya. Umumnya penyebab Hipertensi sekunder dapat
disembuhkan dengan pengobatan kuratif, sehingga penderita dapat terhindar
dari pengobatan seumur hidup yang sering kali tidak nyaman dan
membutuhkan biaya yang mahal.
3. Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi didefinisikan sebagai kondisi peningkatan tekanan darah
yang disertai kerusakan atau yang mengancam kerusakan terget organ dan
memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan atau keparahan
targetorgan. Hipertensi ini ditandai nilai tekanan darah yang tinggi yaitu ≥ 180
mmHg/120 mmHg dan ada atau tidaknya kerusakan target organ pada
hipertensi.
4. Hipertensi emergensi (darurat)
Ditandai dengan tekanan darah Diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan
berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi
akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau
kematian.
5. Hipertensi urgensi (mendesak)
Hipertensi mendesak ditandai dengan tekanan darah diastolik >120 mmHg
dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. Tekanan
darah harus diturunkan secara bertahap dalam 24 jam sampai batas yang aman
memerlukan terapi oral hipertensi. Penderita dengan hipertensi urgensi tidak
memerlukan rawat inap di rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan
diruangan yang tenang tidak terang dan tekanan darah diukur kembali dalam 30
menit.
G. Tes diagnostik
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:
Tes darah rutin yang terdiri dari :

a. Glukosa darah (sebaiknya puasa) : normal pada hipertensi essensial, pada kasus
hipertensi yang menyerang organ ginjal, hasil gula darah puasa meningkat diatas
150 mg/dl.
b. Kolesterol LDL dan HDL serum : meningkat diatas 45 mg/dl
c. Urinalisis : tidak mengalami gangguan terkecuali pada pasien dengan hiperensi
sekunder mengalami gangguan pada pola eliminasi urin.

d. Elektrokardiogram : Normal, pada kasus komplikasi yang menyerang organ


jantung, hasil EKG menunjukkan adanya pembesaran jantung. (Yogiantoro, 2006).

H. Penatalaksanaan medis
1. Penatalaksanaan farmakologis

 Terapi Tunggal
Penggunaan satu macam obat anti hipertensi untuk pengobatan hipertensi
dapat direkomendasikan bila nilai tekanan darah awal mendekati nilai tekanan
darah sasaran. Menurut JNC-7 nilai tekanan darah awal mendekati nilai
tekanan darah sasaran apabila selisihnya kurang dari 20 mmHg untuk tekanan
darah sistolik dan kurang darah sistolik dan kurang dari 10 mmHg untuk
tekanan darah diastolik. Hal ini meliputi penderita hipertensi tahap 1 dan
tekanan darah sasaran<140/90 mmHg.
c. Terapi Kombinasi
Bila menggunakan terapi obat kombinasi, biasanya dipilih obat – obat yang
dapat meningkatkan efektivitas masing – masing obat atau mengurangi
efek samping masing-masing obat. Memulai terapi dengan kombinasi dua obat
direkomendasikan untuk penderita hipertensi tahap 2 atau penderita hipertensi
yang nilai tekanan darah sasarannya jauh dari nilai tekanan darah awal (≥ 20
mmHg untuk tekanan darah sistolik dan ≥ 10 mmHg untuk tekanan darah
diastolik). Contohnya kombinasi obat hipertensi adalah : ACE inhibitor –
kalsium antagonis, ACE inhibitor – diuretik, ACE inhibitor – beta bloker, beta
bloker– diuretik, beta bloker – kalsium antagonis.
2. Penatalaksanaan non farmakologis ( diet)
Penatalaksanaan non farmakologis (diet) sering sebagai pelengkap penatalaksanaan
farmakologis, selain pemberian obat-obatan antihipertensi perlu terapi dietetik dan
merubah gaya hidup (Yogiantoro, 2006).
I. Komplikasi
Salah satu alasan mengapa kita perlu mengobati tekanan darah tinggi adalah untuk
mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi yang dapat timbul jika penyakit ini
tidak disembuhkan. Beberapa komplikasi hipertensi yang umum terjadi sebagai
berikut:
a. Stroke
Pada penderita hipertensi dapat mengakibatkan stroke yang merupakan stroke
iskemik, yang disebabkan karena trombosis intra-arterial atau embolisasi dari
jantung dan arteri besar. Sisanya 20% disebabkan oleh pendarahan (haemorrhage),
yang juga berhubungan dengan nilai tekanan darah yang sangat tinggi.
b. Penyakit jantung koroner
Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang positif dengan resiko terjadinya
penyakit jantung koroner (angina, infark miokard atau kematian mendadak),
meskipun kekuatan hubungan ini lebih rendah daripada hubungan antara nilai
tekanan darah dan stroke. Kekuatan yang lebih rendah ini menunjukan adanya
factor – factor resiko lain yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner.
c. Gagal jantung
Bukti dari suatu studi epidemiologik yang bersifat retrospektif menyatakan bahwa
penderita dengan riwayat hipertensi memiliki resiko enam kali lebih besar untuk
menderita gagal jantung dari pada penderita tanpa riwayat hipertensi. Data yang
ada menunjukan bahwa pengobatan hipertensi, meskipun tidak dapat secara pasti
mencegah terjadinya gagal jantung, namun dapat menunda terjadinya
gagal jantung selama beberapa decade.
d. Hipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon kompensasi terhadap peningkatan
afterload terhadap jantung yang disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi. Pada
akhirnya peningkatan massa otot melebihi suplai oksigen, dan hal ini bersamaan
dengan penurunan cadangan pembuluh darah koroner yang sering dijumpai pada
penderita hipertensi, dapat menyebabkan terjadinya iskemik miokard.
e. Penyakit vaskular
Penyakit vaskular meliputi abdominal aortic aneurysm dan penyakit vaskular
perifer. Kedua penyakit ini menunjukan adanya atherosklerosis yang diperbesar
oleh hipertensi. Hipertensi juga meningkatkan terjadinya lesi atherosklerosis pada
arteri carotid, dimana lesi atherosklerosis yang berat seringkali merupakan
penyebab terjadinya stroke.
f. Retinopati
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan vaskular pada mata yang disebut
retinopati hipersensitif. Perubahan tersebut meliputi bilateral retinalfalmshaped
haemorrhages, cotton woll spots, hard exudates dan papiloedema. Pada tekanan
yang sangat tinggi (diastolic >120 mmHg, kadang-kadang setinggi 180 mmHg
atau bahkan lebih) cairan mulai bocor dari arteriol – arteriol kedalam retina,
sehingga menyebabkan padangan kabur, dan bukti nyata pendarahan otak yang
sangat serius, gagal ginjal atau kebutaan permanent karena rusaknya retina.
g. Kerusakan ginjal
Dalam waktu beberapa tahun hipertensi parah dapat menyebabkan insufiensi
ginjal, kebanyakan sebagai akibat nekrosis febrinoid insufisiensi arteri – ginjal
kecil. Pada hipertensi yang tidak parah, kerusakan ginjal akibat arteriosklerosis
yang biasanya agak ringan dan berkembang lebih lambat. Perkembangan
kerusakan ginjal akibat hipertensi biasanya ditandai oleh proteinuria.

K. Konsep Asuhan Keperawatan


1. PengkajianKeperawatan hipertensi
a) Identitas
Nama, umur (lebih sering terjadi pada pasien umur 45 tahun keatas), jenis
kelamin (sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan), tanggal
masuk, agama, pendidikan, kultur, alamat, tanggal pengkajian, tanggal masuk
Rumah Sakit, nomor register medik, diagnosa medik, Dx medik.
b) Keluhan Utama
Pasien merasakan nyeri pada daerah kepala dan tengkuk, pada kasus hipertensi
berat pasien dapat merasakan nyeri pada tungkai serta dispnea.
c) Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya mengatakan sakit pada daerah kepala, pusing, mata
berkunang-kunang nafsu makan berkurang, pada sebagian kasus hipertensi
berat pasien merasakan dyspnea dan adanya penggunaan otot bantu
pernafasan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien biasanya memiliki kebiasaan sering mengkonsumsi makanan yang
banyak mengandung garam dan kolestrol, pasien memiliki riwayat obesitas
dengan kurangnya pola aktivitas sehari-hari, pada sebagian kasus hipertensi
sekunder pasien memiliki riwayat penyakit lain yang menyertai penyakit
hipertensi seperti penyakit ginjal dan DM serta penyakit jantung.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien dengan hipertensi, memiliki riwayat kesehatan keluarga
yang terkena hipertensi dan adanya penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan seseorang menderita hipertensi sekunder.
d) Riwayat Psikososial
Riwayat psikososial pasien terdiri dari :
Pada pasien dengan hipertensi ringan pasien hampir tidak mengalami gangguan
psikososial, berbeda pada pasien dengan hipertensi berat yang lebih
memberikan efek pada kondisi psikososial pasien yang berupa adanya
perubahan kepribadian pada pasien berupa pasien menjadi ansietas, depresi,
euphoria dan marah kronis. Dalam hal ini, hipertensi berat juga dapat
memberikan dampak kepada keluarga dimana secara langsung pasien tidak
dapat bekerja dan berakivitas mandiri serta pasien perlu mendapatkan
perawatan dirumah sakit yang dapat membebani keuangan keluarga.
e) Riwayat spiritual
Nilai keagamaan pada pasien dengan hipertensi ringan biasanya dalam keadaan
baik dikarenakan pada pasien ini seluruh sistem organ masih berfungsi dengan
baik, dalam beberapa kasus seperti hipertensi sekunder dan hipertensi berat,
kebanyakan pasien menjadi depresi dan mengalami gangguan spiritual.
f) ADL
1. Nutrisi
Makanan yang biasa dikonsumsi mencakup makanan tinggi natrium sperti
makanan awitan, tinggi lemak, tinggi kolestrol, mual, muntah, perubahan
berat badan (meningkatkan/menurun) riwayat pengguna diuretik.
2. Eliminasi
Biasanya pada pasien dengn hipertensi tidak mengalami gangguan pada pola
eliminasi kecuali hipertensi yang diderita sudah menyerang target organ
seperti ginjal dan akan mengakibatkan gangguan pada proses eliminasi urin.
3. Personal hygine
Pada pasien dengan hipertensi ringan tidak mengalami gangguan pada
proses personal hyginenya, dalam beberapa kasus pada pasien dengan
hipertensi berat dengn komplikasi mengakibatkan pasien mengalami
gangguan dalam pemenuhan personal hyginenya, contihnya pada pasien
dengan stoke yang menyerang organ otak mengaakibatkan pasien mengalami
kelumpuhan sehingga pasien tidak dapat melakukan pola aktivitas personal
hygine dengan mandiri.
4. Istirahat tidur
Aktivitas istirahat
pada hipertensi ringan, aktivitas pasien dalam keadaan baik, pada kasus
hipertensi berat terjadinya kelelahan fisik, letih, nafas pendek, gaya hidup
monoton dengan frekuensi jantung meningkat, perubahan trauma jantung
dan takipnea.
g. Review of system (Doengoes, 1999).
1. Pemeriksaan fisik umum
Pada pasien dengan hipertensi biasanya memiliki berat badan yang normal
atau melebihi indek masa tubuh, berat badan normal, tekanan darah
>140/100 mmhg, nadi >100 x/menit, frekuensi nafas 16-20 x/menit pada
hipertensi berat terjadi pernafasan takipnea, ortopnea, dyspnea nocturnal
paroksimal, suhu tubuh 36,2-37 C pada hipertensi berat suhu tubuh dapat
menurun dan mengakibatkan pasien hipotermi, Keadaan umum pasien
compos mentis pada kasus hipertensi berat dengan komplikasi dapat
mengakibatkan pasien mengalami gangguan kesadaran dan sampai pada
koma, contohnya stroke hemoragik
2. Sistem penglihatan
Pada pasien dengan hipertensi memiliki sistem pengelihatan yang baik,
pada kasus hipertensi berat pasien mengalami pengelihatan kabur dan dapat
terjadinya anemis pada konjungtiva.

3. Sistem pendengaran
Pada kasus hipertensi, pasien tidak mengalami gangguan pada fungsi
pendengaran dan fungsi keseimbangan.
4. Sistem wicara
Pasien dengan hipertensi ringan tidak mengalami gangguan pada sistem
wicara. Pada kasus hipertensi berat terjadinya gangguan pola/isi bicara dan
orientasi bicara.
5. Sistem pernafasan
Secara umu baik dengan frekuensi nafas 16-20x/menit dengan irama
teratur, pada kasus hipertensi tertentu seperti hipertensi berat pasien
mengalami gangguan sistem pernafasan seperti takipne, dyspnea dan
ortopnea, adanya distress pernafasan/ penggunaan otot otot pernafasan pada
hipertensi berat, frekuensi pernafasan > 20x/menit Dengan irama
pernafasan tidak teratur, kedalaman nafas cepat dan dangkal, adanya batuk
dan terdapat sputum pada batuk pasien sehingga mengakibatkan sumbatan
jalan nafas dan terdapat bunyi mengi.
6. Sistem kardiovaskuler
a. Sirkulasi perifer
Secara umum keadaan sirkulasi perifer pada pasien dengan hipertensi
ringan dalam keadaan normal dengan frekuensi nadi 60-100 x/menit,
irama teratur. Pada kasus hipertensi berat frekuensi nadi pasien dapat
mencapai > 100 x/menit, irama tidak teratur dan lemah, TD> 140/100
mmhg, terjadinya distensi vena jugularis dan pasien mengalami
hipotermi, Warna kulit pucat (sianosis). Udema terjadi dengan hipertensi
sekunder dari ginjal, pada hipertensi berat, kecepatan pengisihan kapiler
dapat menurun sehingga capilarirefil > 3 detik.
b. Sirkulasi jantung
Pada kasus hipertensi ringan, sirkulasi jantung dalam keadaan normal
dengan kecepatan denyut jantung apikal teratur dan terdapat bunyi
jantung tambahan (S3), adanya nyeri dada pada kasus hipertensi
sekunder dengan komplikasi kelainan jantung.
7. Sistem hematologi
Pasien mengalami gangguan hematologi pada hiperensi berat yang ditandai
dengan keadaan umum pucat, perdarahan yang mengakibatkan stroke
dikarenakan obstruksi dan pecahnya pembuluh darah.
8. Sistem syaraf pusat
Pada hipertensi ringan adanya rasa nyeri pada daerah kepala dan tengkuk,
kesadaran compos mentis, pada hipertensi berat kesadaran dapat dapat
menurun menjadi koma, refleks fisiologi meliputi refleks biceps fleksi dan
triceps ekstensi, serta refleks patologis negative.
9. Sistem pencernaan
Sistem pencernaan pada pasien hipertensi dalam keadaan baik, pada kasus
hipertensi berat dengan komplikasi menyerang organ pada abdomen
mengakibatkan pasien mengalami nyeri pada daerah abdomen.
10. Sistem Endokrin
Pada pasien dengan hipertensi tidak mengalami gangguan pada sistem
endokrin.
11. Sistem urogenital
Terjadinya perubahan pola kemih pada hipertensi sekunder yang
menyerang organ ginjal sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pola
berkemih yang sering terjadi pada malam hari.
12. Sistem integument
Turgor kulitburuk pada hipertensi berat dan adanya udema pada hipertensi
sekunder di daerah ekstremitas.
13. Sistem muskulo skeletal
Pada hipertensi ringan pasien tidak mengalami gangguan [ada sistem
musculoskeletal, tetapi pada hipertensi berat pasien mengalami Kesulitan
dalam bergerak dan kelemahan otot.
3. Diagnosa keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler,
iskemia miokard
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
d. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang
diderita klien
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit
(Nanda, NIC NOC, 2010).
3. Intervensi Keperwatan

RENCANA KEPERAWATAN

NO DIANGOSA KEPERAWATAN DAN


TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX KOLABORASI
1 Resiko tinggi terhadap penurunan curah NOC : NIC :
jantungberhubungan denganpeningkatan Cardiac Pump effectiveness Cardiac Care
afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas Circulation Status § - Evaluasi adanya nyeri dada (
ventrikuler, iskemia miokard Vital Sign Status intensitas,lokasi, durasi)
Kriteria Hasil: § - Catat adanya disritmia jantung
§ - Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan
§ - Catat adanya tanda dan gejala penurunan
darah, Nadi, respirasi) cardiac putput
§ - Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada
§ - Monitor status kardiovaskuler
kelelahan § - Monitor status pernafasan yang
§ - Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada menandakan gagal jantung
asites § - Monitor abdomen sebagai indicator
§ - Tidak ada penurunan kesadaran penurunan perfusi
§ - Monitor balance cairan
§ - Monitor adanya perubahan tekanan darah
§ - Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia
§ - Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
§ - Monitor toleransi aktivitas pasien
§ - Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu
dan ortopneu
§ - Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
§ - Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
§ - Catat adanya fluktuasi tekanan darah
§ - Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
§ - Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
§ - Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
§ - Monitor kualitas dari nadi
§ - Monitor adanya pulsus paradoksus
§ - Monitor adanya pulsus alterans
§ - Monitor jumlah dan irama jantung
§ - Monitor bunyi jantung
§ - Monitor frekuensi dan irama pernapasan
§ - Monitor suara paru
§ - Monitor pola pernapasan abnormal
§ - Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
§ - Monitor sianosis perifer
§ - Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
§ - Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign

2 Intoleransi aktivitasberhubungan NOC : NIC :


dengankelemahan, ketidakseimbangan
v Energy conservation Energy Management
suplai dan kebutuhan oksigen. v Self Care : ADLs § - Observasi adanya pembatasan klien dalam
Kriteria Hasil : melakukan aktivitas
§ - Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa
§ - Dorong anal untuk mengungkapkan
disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan perasaan terhadap keterbatasan
RR § - Kaji adanya factor yang menyebabkan
§ - Mampu melakukan aktivitas sehari hari kelelahan
(ADLs) secara mandiri § - Monitor nutrisi dan sumber energi
tangadekuat
§ - Monitor pasien akan adanya kelelahan
fisik dan emosi secara berlebihan
§ - Monitor respon kardivaskuler terhadap
aktivitas
§ - Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
§ - Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
Medik dalammerencanakan progran terapi
yang tepat.
§ - Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
§ - Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yangsesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan social
§ - Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
§ - Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
§ - Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
§ - Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
§ - Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
§ - Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
§ - Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
§ - Monitor respon fisik, emoi, social dan
spiritual

3 Nyeri akut berhubungan dengan NOC : NIC :


peningkatan tekanan vaskuler serebral v Pain Level, Pain Management
v Pain control, § - Lakukan pengkajian nyeri secara
v Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab dan faktor presipitasi
nyeri, mampu menggunakan tehnik
§ - Observasi reaksi nonverbal dari
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, ketidaknyamanan
mencari bantuan) § - Gunakan teknik komunikasi terapeutik
§ -- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan untuk mengetahui pengalaman nyeri
menggunakan manajemen nyeri pasien
§ -- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
§ - Kaji kultur yang mempengaruhi respon
frekuensi dan tanda nyeri) nyeri
§ -- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
§ - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
berkurang § - Evaluasi bersama pasien dan tim
§ -- Tanda vital dalam rentang normal kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
§ - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
§ - Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
§ - Kurangi faktor presipitasi nyeri
§ - Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
§ - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
§ - Ajarkan tentang teknik non farmakologi
§ - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
§ - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
§ - Tingkatkan istirahat
§ - Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
§ - Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic Administration
§ - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
§ - Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
§ - Cek riwayat alergi
§ - Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
§ - Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
§ - Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
§ - Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
§ - Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
§ - Berikan analgesik tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
§ - Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

4 Cemas berhubungan dengan krisis Setelah dilakukan tindakan keperawatan Anxiety Reduction
situasional sekunder adanya hipertensi yang selama 3 x 24 jam, cemas pasien§ - Gunakan pendekatan yang menenangkan
diderita klien berkurang dengan kriteria hasil: § - Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
v Anxiety Control pelaku pasien
v Coping § - Jelaskan semua prosedur dan apa yang
v Vital Sign Status dirasakan selama prosedur
- Menunjukan teknik untuk mengontrol§ - Temani pasien untuk memberikan
cemas è teknik nafas dalam keamanan dan mengurangi takut
-- Postur tubuh pasien rileks dan ekspresi§ - Berikan informasi faktual mengenai
wajah tidak tegang diagnosis, tindakan prognosis
-- Mengungkapkan cemas berkurang § - Dorong keluarga untuk menemani anak
§ TTV dbn § - Lakukan back / neck rub
TD = 110-130/ 70-80 mmHg § - Dengarkan dengan penuh perhatian
RR = 14 – 24 x/ menit § - Identifikasi tingkat kecemasan
N = 60 -100 x/ menit § - Bantu pasien mengenal situasi yang
S = 365 – 375 0C menimbulkan kecemasan
§ - Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
§ - Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
§ - Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan

5 Kurang pengetahuan berhubungan dengan NOC : NIC :


kurangnya informasi tentang proses
v Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
penyakit v Kowledge : health Behavior § - Berikan penilaian tentang tingkat
Kriteria Hasil : pengetahuan pasien tentang proses
§ - Pasien dan keluarga menyatakan penyakit yang spesifik
- pemahaman tentang penyakit, kondisi,
§ - Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
prognosis dan program pengobatan bagaimana hal ini berhubungan dengan
§ - Pasien dan keluarga mampu melaksanakan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
prosedur yang dijelaskan secara benar tepat.
§ - Pasien dan keluarga mampu menjelaskan
§ - Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim muncul pada penyakit, dengan cara yang
kesehatan lainnya. tepat
§ - Gambarkan proses penyakit, dengan cara
yang tepat
§ - Identifikasi kemungkinan penyebab,
dengna cara yang tepat
§ - Sediakan informasi pada pasien tentang
kondisi, dengan cara yang tepat
§ - Hindari harapan yang kosong
§ - Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat
§ - Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit
§ - Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
§ - Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
§ - Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
§ - Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
§ - Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat
BAB III
LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk RS :
Tanggal Pengkajian :
1. IDENTITAS
1. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur :
Jenis Kelamin :Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat :
Tanggal MRS :06-01- 2019
Diagnose Medis : Hipertensi
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Agama :
Alamat :
Hubungan dengan Klien :
2. STATUS KESEHATAN SAAT INI
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan pusing
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal pada tanggal 6 Januari 2019
melalui IGD dengan keluhan dada panas, badan terasa lemas dan perut mual,
setelah dilakukan pemeriksaan di dapatkan hasil TD : 180/100 mmHg, N : 88
x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,3. Klien mendapatkan terapi infus RL 10 tpm,
injeksi ranitidin 1x50mg per 12 jam, injeksi furosemid 1 x 20 mg, injeksi
ceftiraxon 1xgr. Kemudian klien di anjurkan untuk di rawat inap di ruang
Flammboyan Bawah untuk mendapatkan perawatan infus RL 10 tpm, injeksi
ranitidin 1x50mg per 12 jam, injeksi furosemid 1 x 20 mg, injeksi ceftiraxon 1xgr,
aspilet 1x80 mg, CPG 1X75 mg, captopin 2x25 mg.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien mengatakan sebelumnya pernah di rawat di rumah sakit RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal dengan penyakit yang sama . klien tidak memiliki alergi
makanan ataupun obat obatan
4. Riwayat Kesehatan keluarga
Klien mengatakan anggota keluarganya tidak pernah menderita penyakit yang
sama seperti yang di derita oleh klien pada saat ini.
5. Riwayat Alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi
6. Genogram

3. POLA KESEHATAN FUNGSIONAL


1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehataan
Sebelum Sakit
Klien mengatakan kesehatan adalah hal yang paling utama harus selalu di jaga.
Selama Sakit
Klien mengatakan bisa menerima kondisi penyakitnya saat ini. Klien percaya
dengan dilakukan perawatan di rumah sakit klien bisa sembuh kembali.
2. Pola Nutrisi
Sebelum Sakit
Klien makan 3x sehari dan sehari selalu habis dengan menu sayur, nasi, lauk pauk
tidak ada makanan pantangan dan tidak mempunyai alergi makanan serta tidak ada
mual muntah.
Selama Sakit
Klien makan 3x sehari hanya menghabiskan setengah porsi dengan menu sayur,
nasi, lauk pauk klien tidak boleh mengkonsumsi makanan tinggi garam, tidak
mempunyai alergi makanan dan selama sakit ada keluhan mual.
3. Pola Eliminasi
Sebelum Sakit
Klien BAB 1 hari sekali pada pagi hari dengan warna kuning konsistensi lembek,
tidak ada konstipasi
Klien BAK kurang lebih 6kali (1200 ml) dengan warna kuning jernih dan tidak ada
keluhan nyeri saat BAK.
Selama Sakit
Selama di rumah sakit klien mengatakan belum bisa BAB, tidak terpasang
kolostomi.
Klien mengatakan selama di rawat sering BAK kurang lebih 8x dengan warna
kuning jernih dan bau yang khas. Klien tidak terpasang kateter.
4. Pola Aktivitas
Sebelum Sakit
Klien mengatakan bisa melakukan aktivitas sendiri tanpa dibantu oleh
anggotakeluarganya.
Selama Sakit
Klien mengatakan lemas, harus dibantu oleh keluarga saat melakukan aktivitas
selama di rumah sakit
5. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit
Klien menatakan tidak menderita insomnia, tidur baik tidak mengalami gangguan
tidur pukul 22.00 sampai jam 05.00 untuk solat subuh. Tidur kurang lebih 7-8 jam
perhari
Selama sakit
Klien mengatakan sering terbanun saat tidur karena tiba-tiba nyeri dikepala muncul
pasien rata-rata tidur kurang lebih 6 jam perhari.
6. Pola Presepsi Gangguan Rasa Aman dan Nyaman
Sebelum sakit
Selama sakit
P : Peningkatan tekanan intrakranial
Q : Seperti ditusuk-tusuk
R : Di daerah kepala sampai ke leher
S : Skala 6
T : Hilang timbul
7. Konsep diri:
- Gambaran diri : Klien bersyukur dan dapat menerima kondisi fisiknya.
- Ideal diri : Klien merasa tidak puas dengan kondisinya.
- Peran diri : Klien tidak dapat mengerjakan kegiatan sebagai kepala rumah
tangga
- Identitas : Klien adalah seorang ibu yang memiliki cucu-cucu yang sangat
sayang padanya
8. Keadaan emosi : Klien tampak tenang dan keadaaan emosinya stabil. Klien
menjawab pertanyaan dengan baik dan mudah tersenyum.
9. Hubungan sosial:
- Orang yang berarti : istri dan anak
- Hubungan dengan keluarga : Hubungan klien dengan keluarga baik dan
harmonis
- Hubungan dengan orang lain: Hubungan klien dengan orang lain terjalin
dengan baik dan harmonis
- Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: Tidak ada.
10. Spiritual:
 Nilai dan keyakinan : Klien mempercayai nilai-nilai dan keyakinan agama
yang dianutnya.
 Kegiatan ibadah : Klien jarang beribadah karena kondisi yang saat ini tidak
memungkinkan mengikuti kegitan-kegiatan yang ada di masjid

4. PEMERIKSAAN FISIK (Head To Toe)


1. Keadaan umum
Kesadaran : Compos mentis, klien tampak lemah.
2. Tanda-tanda vital
Suhu tubuh : RR :
Tekanan darah : mmHg N :
3. Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala dan rambut : Bentuk kepala bulat dan simetris kulit kepala bersih,
rambut klien berwarna hitam kulit kepala bersih
b. Mata : Mata klien simetris, berkedip secara reflex, pupil bulat, isokor, tidak
ada ikterik ataupun kongjungtiva tidak anemis, saat diberi rangsangan cahaya
merespon mengecil.
c. Hidung : Simetris, tidak ada sekret, bersih pernafasan tidak menggunakan
cuping hidung, tidak terdapat alat bantu pernafasan
d. Telinga :Simetris, terdapat sedikit serumen, pendengaran baik.
e. Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak terdapat tanda-tanda sianosis, gigi ada
lubang, tidak ada pendarahan.
f. Leher/Thyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, denyut nadi karotis
teraba. Pemeriksaan integumen : akral hangat, turgor kulit baik crt < 2 detik.
g. Genetalia : Tidak terdapat pemasangan kateter
h. Ekstremitas : Kekuatan otot ekstremitas kanan atas baik mampu melawan
gravitasi dan melawan tahanan maksimal dan ektremitas bawah kanan klien
mampu melawan gaya gravitasi, ekstremitas atas kiri terdapat pemasangan
infus dan ektremitas bawah kiri klien baik mampu melawan gravitasi dan
melawan tahanan maksimal.
5 4
5 5
i. Pemeriksaan Fisik Dada
Inpeksi : Kedua dada simetris, tidak menggunakan otot bantu
pernapasan, saat inspirasi dan ekspirasi naik turunya dada sama.
Palpasi : Vokal vermitus kanan kiri sama saat bilang 777, tidak terdapat
nyeri tekan, tidak ada oedem.
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
j. Pemeriksaan Fisik Jantung
Inspeksi : Tidak terlihatictus cordis, tidak ada luka lebam
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ics 4 dan ics 5
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan bunyi jantung II lup, dup
k. Pemeriksaan Fisik Abdomen : Rata, tidak ada pembesaran atau acites, tidak
ada benjolan atau massa.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
No RM :
Nama Klien :
Ruang :
Tanggal :
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Metode
Rujukan
HEMATOLOGI
Darah rutin 11,3 gr/dl 13-18 Cynmet
Hemoglobin 9,9 10^3/ul 4-10 Elek Impedance
Lekosit 231 10^3/ul 150-500 Elek Impedance
Trombosit 41,2 % 39-54 Kalkulasi
Hematokrit 13 Detik 11,3-14,7 -
Waktu Protrombin 23,7 Detik 27,4-39,3 -
(PT)
Glukosa Sewaktu 110 Mg/dl 75-115 GHOD – PAP

D. ANALISA DATA
No Data Penunjang Etiologi Masalah
1. DS : Peningkatan tekanan Nyeriakut
Pasienmengatakanpusingdannyerip intra kranial
adadaerahkepaladengan
P : Peningkatan tekanan intrakranial
Q : Sepertiditusuk-tusuk
R : Didaerahkepala sampai ke leher
S : Skala 6
T : Hilang timbul
DO : Pasienterkadangmeringis
TTV : N : x/menit
TD : mmhg
RR : /menit
2. S: C cemas krisis situasional
DS: Pasienmengatakan sakitnya tidak sekunder adanya
sembuh-sembuh hipertensi yang
DO: pasien terlihat tegang diderita klien
3. Nadi : 94x/menit Kelemahan dalam Intoleransiaktifitas
DS : beraktiitas
Pasienmengatakanlemahsulituntukbangun
danberjalan
DO :
- Pasiendibantudalamberjalankekamar
mandiolehkeluarga
- Tonus otot pasien lemah
- Pola aktifitas pasien di rumah sakit
buruk.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakrania
2. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang
diderita klien
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

F. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC Rasional


1 Nyeri akut Indikator Manajemen Nyeri :
berhubunga Pengendalian 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui
n dengan Nyeri: secara komprehensif perkembangan nyeri
peninkatan 1: Tidak pernah termasuk lokasi, dan tanda-tanda
tekanan 2: Jarang karakteristik, durasi, nyeri sehingga dapat
intrakranial 3:Kadang-kadang frekuensi, kualitas dan menentukan
4: Sering faktor presipitasi intervensi
5: Selalu selanjutnya
Outcomes: 2. Observasi reaksi nonverbal 2. Mengetahui respon
1. Mengenali dari ketidaknyamanan pasien terhadap nyeri
awitan nyeri 3. Gunakan teknik 3. Menumbuhkan sikap
2. Menggunakan komunikasi terapeutik saling percaya
tindakan untuk mengetahui
pencegahan pengalaman nyeri pasien
3. Melaporkan 4. Bantu pasien dan keluarga 4. Dukungan yang
nyeri dapat untuk mencari dan cukup dapat
dikendalikan menemukan dukungan menurunkan reaksi
nyeri pasien
Indikator 5. Kontrol lingkungan yang 5. Menurukan rasa
Tingkat Nyeri: dapat mempengaruhi nyeri nyeri pasien
1: Sangat berat seperti suhu ruangan,
2: Berat pencahayaan dan
3: Sedang kebisingan
4: Ringan 6. Kurangi faktor presipitasi 6. Dapat menurukan
5: Tidak ada nyeri tingkat nyeri pasien

Outcomes: 7. Kaji tipe dan sumber nyeri 7. Mengetahui


1. Ekspresi untuk menentukan perkembangan nyeri
nyeri pada intervensi dan menentukan
wajah intervensi
2. Gelisah atau selanjutnya
ketegangan 8. Ajarkan tentang teknik non 8. Menurunkan
otot farmakologi ketegangan otot,
3. Durasi sendi dan
episode nyeri melancarkan
4. Merintih dan peredaran darah
menangis sehingga dapat
5. Gelisah mengurangi nyeri
9. Berikan analgetik untuk 9. Analgetik berfungsi
mengurangi nyeri sebagai depresan
system syaraf pusat
sehingga mengurangi
atau menghilangkan
nyeri
10. Tingkatkan istirahat 10. Istirahat yang cukup
dapat mengurangi
rasa nyeri
11. Berikan informasi tentang 11. Pasien tidak merasa
nyeri seperti penyebab cemas dan takut
nyeri, berapa lama nyeri sebab-sebab nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur

Medication Management
12. Ikuti lima benar obat 12. Menghindari
kesalahan dalam
pemberian obat
13. Verifikasiresepatau 13. Memastikan tidak
obatsebelum memberikan terjadi kesalahan
obat dalam pemberian
obat
14. Informasi yang
14. Monitortanda-tanda tepat membantu
vitaldanlaboratoriumnilais dalam keefektifan
ebelum pemberianobat, intervensi
yang sesuai 15. Memenuhi
15. Bantupasien dalamminum kebutuhan dengan
obat mendukung
partisipasi dan
kemandirian pasien

Penatalaksanaan Analgesik 16. Sebagai acuan


16. Tentukan lokasi, dalam pemberian
karakteristik, kualitas, dan dosis obat yang
derajat nyeri sebelum tepat
pemberian obat 17. Menghindari
17. Cek instruksi dokter kesalahan dalam
tentang jenis obat, dosis, pemberian obat
dan frekuensi 18. Menghindari
18. Cek riwayat alergi adanya kemerahan,
gatal-gatal dan efek
lain dari konsumsi
obat yang salah
19. Mengurangi nyeri
19. Tentukan pilihan analgesik yang dirasakan
tergantung tipe dan sehingga dapat
beratnya nyeri menentukan
intervensi
selanjutnya
20. Mengetahui
20. Monitor vital sign sebelum perubahan status
dan sesudah pemberian kesehatan setelah
analgesik pertama kali pemberian obat
21. Memberikan
21. Evaluasi efektivitas informasi untuk
analgesik, tanda dan gejala membantu dalam
(efek samping) menentukan pilihan/
keefektifan
intervensi
2 Cemas Setelah dilakukan Anxiety Reduction Cemas berhubungan
berhubunga tindakan § - Gunakan pendekatan yang dengan krisis
n dengan keperawatan menenangkan situasional sekunder
krisis selama 3 x 24§ - Nyatakan dengan jelas adanya hipertensi yang
situasional jam, cemas harapan terhadap pelaku diderita klien
sekunder pasien pasien
adanya berkurang dengan§ - Jelaskan semua prosedur dan
hipertensi kriteria hasil: apa yang dirasakan selama
yang v Anxiety Control prosedur
diderita v Coping § - Temani pasien untuk
klien v Vital Sign Status memberikan keamanan dan
- Menunjukan mengurangi takut
teknik untuk§ - Berikan informasi faktual
mengontrol mengenai diagnosis, tindakan
cemas è teknik prognosis
nafas dalam § - Dorong keluarga untuk
-- Postur tubuh menemani anak
pasien rileks dan§ - Lakukan back / neck rub
ekspresi wajah§ - Dengarkan dengan penuh
tidak tegang perhatian
-- Mengungkapkan§ - Identifikasi tingkat
cemas berkurang kecemasan
§ TTV dbn § - Bantu pasien mengenal
TD = 110-130/ situasi yang menimbulkan
70-80 mmHg kecemasan
RR = 14 – 24 x/§ - Dorong pasien untuk
menit mengungkapkan perasaan,
N = 60 -100 x/ ketakutan, persepsi
menit § - Instruksikan pasien
S = 365 – 375 0C menggunakan teknik relaksasi
§ - Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan
3 Intoleransi NOC : NIC :
aktivitas Self Care : ADLs 1. Observasi adanya 1.Kesulitan dalam
Berhubunga 1: pembatasan klien dalam bergerak berdampak
n dengan : tergantung,tidak melakukan aktivitas pada tonus otot pasien
Kelemahan bisa berpartisipasi 2. Kaji adanya faktor yang
fisik 2: memerlukan menyebabkan kelelahan 2.Faktor eksternal dan
bantuan dan internal berpengaruh
penjagaan 3. Monitor nutrisi dan sumber terhadap faktor
3:memerlukan energi yang adekuat kelelahan pada pasien
bantuan 4:sedikit
mandiri dengan 3.Nutrisi yang adekuat
penjagaan membantu dalam
5: mandiri 4. Monitor pasien akan adanya memberikan suplay
kelelahan fisik dan emosi energy tambahan pada
secara berlebihan pasien dalam
Outcomes: beraktivitas
1.Berpartisipasi 4.Faktor emosi dapat
dalam aktivitas 5. Monitor respon menyebabkan
fisik tanpa kardivaskuler terhadap terkurasnya energy
disertai aktivitas (takikardi, yang berlebih
peningkatan disritmia, sesak nafas, terutama dari sisi
tekanan darah, diaporesis, pucat, psikologis pasien
nadi dan RR perubahan hemodinamik)
2.Mampu 6. Monitor pola tidur dan 5.Aktivitas yang
melakukan lamanya tidur/istirahat ditandai dengan
aktivitas sehari pasien respon patologis dari
hari (ADLs) kardiovaskuler
secara mandiri menandakan adanya
3.Keseimbangan 7. Kolaborasikan dengan kelemahan fisik yang
aktivitas dan Tenaga Rehabilitasi Medik patologik
istirahat dalam merencanakan
progran terapi yang tepat. 6.Tingkat tirah baring
8. Bantu klien untuk yang tinggi
mengidentifikasi aktivitas berpengaruh terhadap
yang mampu dilakukan energy yang dimiliki
pasien untuk
9. Bantu untuk memilih beraktivitas
aktivitas konsisten yang 7.Program terapi yang
sesuai dengan kemampuan adekuat memberikan
fisik, psikologi dan sosial. dampak tercapainya
10. Bantu untuk rehabilitasi medis
mengidentifikasi dan yang baik
mendapatkan sumber yang 8.Aktivitas yang ringan
diperlukan untuk aktivitas dan dapat dilakukan
yang diinginkan pasien merupakan
11. Bantu untuk mendpatkan terapi awal untuk
alat bantuan aktivitas latihan fisik pasien
seperti kursi roda, kruk 9.Terapi aktivitas fisik
yang baik
12.Bantu untuk memberikan dampak
mengidentifikasi aktivitas yang baik terhadap
yang disukai latihan fisik pada
pasien

13. Bantu klien untuk 10. Indentifikasi


membuat jadwal latihan dini memberikan
diwaktu luang informasi yang tepat
terhadap tindakan
14. Bantu pasien/keluarga keperawatan yang
untuk mengidentifikasi akan datang
kekurangan dalam 11. Alat bantu
beraktivitas mempermudah untuk
membantu pasien
15. Sediakan penguatan dalam melatih
positif bagi yang aktif aktivitas fisik
beraktivitas
12. Aktivitas yang
disukai pasien
16. Bantu pasien untuk memudahkan pasien
mengembangkan motivasi diri dalam melakukan
dan penguatan aktivitas fisik
13. Jadwal latihan
yang teratur
17. Monitor respon fisik, mempermudah latihan
emosi, sosial dan spiritual yang efektif pada
pasien

14. Identifikasi dini


terhadap kelemahan
fisik pada pasien
membantu
menemukan terapi
yang tepat pada
pasien

15. Penguatan
positif yang adekuat
berpengaruh terhadap
pemberian motivasi
dalam beraktifitas
optimal
16. Motivasi dan
penguatan yang baik
berpengaruh terhadap
dorongan pasien
mengikuti terapi fisik
yang akan dilakukan
17. Respon fisik
yang pasif
menandakan keadaan
fisik pasien lemah dan
harus dilakukan
tindakan keperawatan

5. IMPLEMENTASI
Tgl/jam No DX Implementasi Respon TTD
1 1. Mengkaji nyeri pada DS :
pasien P : Peningkatan tekanan intrakranial
Q : Sepertiditusuk-tusuk
R : Didaerahkepala sampai ke leher
S : Skala 6
T : Hilang timbul
DO :
- Pasien tampak meringis kesakitan
- pasien terlihat mengeluh pusing

2. Mengkaji TTV pasien DS : Pasien bersedia dilakukan


pemeriksaan TTV
DO :
TD : 150/90
Nadi :92 x/menit
Suhu : 36,5
RR : 16x/menit
DS ; Pasien mengatakan bersedia
3. Kalaborasi pemberian diberikan obat melalui infus
analgesic DO ; pasien tampak bersedia di beri
obat melalui infus
DS ; Pasien mengatakan bersedia di
4. Mengajarkan kompres kompres
hangat DO : Pasien tampak bersedia di
kompres
2 1. Mengkaji tingkat DS ;
kecemasan Pasienmengatakan sakitnya tidak
sembuh-sembuh
DO:
pasien terlihat tegang

2. Memberikan teknik DS ; -
relaksasi nafas dalam DO ; Pasien tampak bersedia
dilkukan latiahan teknik relaksasi
nafas dala

3. Memberikan pendidikan DS ; Pasien mengatakan belum


kesehatan pada klien dan mengerti tentang penyakitnaya
keluarga tentang hipertensi DO ; Pasien dan keluarga tampak
mengerti tentang penyakitnya yang
di derita.

4. Mengkaji TTV DS ; -
DO ;
TD : 150/90
Nadi :92 x/menit
Suhu : 36,5
RR : 16x/menit

3 1. Mengkaji respon pasien DS ; Pasien mengatakan lemah sulit


terhadap aktivitas untuk bangun dan berjalan
DO : Pasien dibantu dalam berjalan
kekamar mandi oleh keluarga

2. Memonitor nutrisi dan DS ; -


sumber energi yang DO ; Pasien terlihat sedang makan
adekuat dengan dibantu oleh keluarga
3. Melakukan instruksi tirah DS; Pasien mengatakan lemas untuk
baring pada pasien bergerak
DO ; Pasien tampak lemah
4. Memberikan dorongan DS; Pasien mengatakan lemas untuk
pada pasien untuk beraktivitas
melakukan aktivitas DO ; Semua kebutuhan pasien
dibantu oleh keluarga
Tgl/jam No DX Implementasi Respon TTD
1 1. Mengkaji nyeri pada DS ; Pasien mengatakan masih
pasien merasakan nyeri
P : Peningkatan tekanan intrakranial
Q : Sepertiditusuk-tusuk
R : Di daerah kepala
S : Skala 4
T : Hilang timbul
DO ; Pasien tampak meringis
kesakitan

2. Mengkaji TTV pasien DS; -


DO;
TD : 150/100 mmHg
N : 82x/menit
S : 36,7
RR : 24 x/menit

3. Mengajarkan tehnik nafas DS ; Pasien mengatakan mau


dalam diajarkan teknik nafas dalam
DO ; Pasien mengkuti yang
diajarkan
4. Kalaborasi pemberian DS ; Pasien mengataka bersedia
analgesic diberikan injeksi
DO ; Pasien diberikan injeksi
melalui IV
2 1. Memberkan penjelasan DS ; Pasien mengatakan bersedia
pada pasien tentang diet diberikan penjelasan mengenai diet
yang sesuai dengan makanannya
hipertensi DO ; Pasien tampak kooperatif
3 1. Mengkaji respon pasien DS ; Pasien mengatakan malas
terhadap aktivitas beraktivitas
DO ; Semua aktivitas pasien dibantu
oleh keluarga

2. Melakukan instruksi tirah DS ; Pasien mengatakan mau


baring pada pasien melakukan tirah baring secara
perlahan
DO; Pasien melakukan miring kanan
dan kekiri sesuai anjuran

3. Memberikan dorongan DS ; Pasien mengatakan akan


pada pasien untuk berusaha melakukan aktivitas secara
melakukan aktivitas mandiri
DO ; Pasien kooperatif
Tgl/jam No DX Implementasi Respon TTD
1 1. Mengkaji nyeri pada DS; Pasien mengatakan nyeri sudah
pasien berkurang
P : Peningkatan tekanan intrakranial
Q : Sepertiditusuk-tusuk
R : Di daerah kepala
S : Skala 3
T : Hilang timbul
DO ; Pasien tampak rileks

2. Mengkaji TTV pasien DS; -


DO;
TD : 150/90mmHg
N : 80x/menit
S : 36,5
RR : 24x/menit

3. Mengajarkan tehnik nafas DS; Pasien mengatakan selalu


dalam melakukan teknik nafas dalam ketika
nyeri muncul
DO ; Pasien tampak
mendemonstrasikan teknik nafas
dalam

4. Kalaborasi pemberian DS ; Pasien mengatakan bersedia


analgesic diberikan injeksi
DO ; -
3 1. Mengkaji respon pasien DS; Pasien mengatakan sudah mulai
terhadap aktivitas beraktivitas secara mandiri
DO ; Pasien tampak makan tanpa
bantuan keluarga
2. Memberikan dorongan DS ; Pasien mengatakan sudah bisa
pada pasien untuk berjalan sendiri
melakukan aktivitas DO ; Pasien tampak ke toilet dengan
berjalan

6. EVALUASI
Tanggal Dx Evaluasi TTD
1. S : Pasien mengatakan masih merasakan nyer
P : Peningkatan tekanan intrakranial
Q : Sepertiditusuk-tusuk
R : Didaerahkepala sampai ke leher
S : Skala 5
T : Hilang timbul
O:
- Pasien tampak meringis kesakitan
- Pasien terlihat mengeluh pusing
A: Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Mengkaji nyeri pada pasien
Mengkaji TTV pasien
Mengajarkan teknik nafas dalam
Kalaborasi pemberian analgesic

2 S : Pasien mengatakan cemas berkurang


O : Pasien tampak rileks setelah diberikan
penjelasan
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Mengkaji cemas
Memberikan pendidikan kesehatan
mengenai penyakitnya

3 S : Pasien mengatakan masih lemas dan segala


aktivitasnya dibantu oleh keluarga
O : Semua aktivitas pasien dibantuoleh keluarga
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan ntervensi
Mengkaji respon pasien terhadap
aktivitas
Melakukan instruksi tirah baring pada
pasien
Memberikan dorongan pada pasien
untuk melakukan aktivitas

1 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang


P : Peningkatan tekanan intrakranial
Q : Seperti ditusuk-tusuk
R : Didaerah kepala
S : Skala 4
T : Hilang timbul
O : Pasien tampak menahan nyeri
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Mengkaji nyeri pada pasien
Mengkaji TTV pasien
Mengajarkan teknik nafas dalam
Kalaborasi pemberian analgesic
2 S : Pasien mengatakan sudah tidak cemas lagi
dan sudah mengerti mengenai penyakitnya
O : Pasien mengerti mengenai penyakitnya]
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
3 S : Pasien mengatakan akan melakukan miring
kanan dan kiri
O : Pasien tampak melakukan miring kanan kiri
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan ntervensi
Mengkaji respon pasien terhadap
aktivitas
Memberikan dorongan pada pasien
untuk melakukan aktivitas

1 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang


P : Peningkatan tekanan intrakranial
Q : Seperti ditusuk-tusuk
R : Didaerah kepala
S : Skala 3
T : Hilang timbul
O : Pasien tampak rileks
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Mengkaji nyeri pada pasien
Mengkaji TTV pasien
Mengajarkan teknik nafas dalam
Kalaborasi pemberian analgesic
3 S : Pasien mengatakan sudah bisa beraktivitas
secara mandri
O : Aktivitas pasien dilakukan secara mandiri
A : Masalah teratasi
P : Hentikan ntervensi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and


Treatment of The Blood Pressure (2014) dikatakan hipertensi jika tekanan darah
sistolik yang lebih besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan
darah diastolik yang lebih besar atau sama dengan 90 mmHg. Umumnya tekanan
darah normal seseorang 120 mmHg/80 mmHg. Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan
2 atau lebih pemeriksaan dan dirata-rata.
Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan yang ada ditnjauan kasus
pada Ny. S dengan masalah utama hipertensi. Setelah melakukan pengkajian pada
Ny.S, berikut ini adalah diagnosa keperawatanyang paling utama dalam asuhan
keperawatan pada Ny.S dengan hipertensi yang sesuai dengan konsep dasar yang aka
dibahas oleh penulis.
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakrania
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Individu yang merasakan nyeri merasa tertekan
dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri.
Penulis merumuskan diagnosa ini karena Ny.S dengan hipertensi merasakan
nyeri dengan skala 6, nyeri terasa dari kepala hingga leher dan pasien tampak
gelisah saat menahan nyeri. Masalah nyeri akut dapat ditidaklanjuti dengan
berbagai tindakan antara lain lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intenstas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus dan gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri (
NIC, 2015)
Nyeri dapat ditangani dengan menggunakan manajemen nyeri antara lain :
Lakukan pengkajian nyeri, observasi reaksi on verbal dari ketidaknyamanan,
gunakan teknik komunikasi terapeutik, ajarkan teknik non farmakologis (kompres
hangat, relaksasi nafas dalam}, kolaborasi dengan pemberian analgesik.
Managemen nyeri yang dilakukan pada Ny.S adalah melakukan pengkajian
nyeri, mengajarkan terapi kompres hangat, mengajarkan teknik nafas dalam
Pasien mengatakan lebih nyaman dan nyeri berkurang, pasien lebih rileks ketika
menceritakan keluhan. Setelah dilakukan implementasi tersebut didapatkan hasil
evaluasi hari pertama masih merasakan nyeri pada skala 5. Di evaluasi yang
kedua pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang yaitu pada skala 4. Pada
evaluasi hari ke tiga nyeri sudah jarang dirasakan dan skala nyeri 3.
2. Cemas
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Intoleransi aktivitas adalah keadaan dimana individu ketidakcukupan energi
fisiologi atau psikologis untuk menahan atau memenuhi kebutuhan, keinginan
aktivitas sehari-hari (Carpenito, 2011).
Keletihan atau kelemahan dan nyeri kepala merupakan manifestasi klinik dari
hipertensi, biasanya diakibatkan oleh curah jantung yang rendah sehingga
mengakibatkan vasokonstriksi dan penurunan perfusi jaringan perifer.
Data yang ditemukan yaitu Ny.S terbaring lemas, Ny.S mengatakan nyeri
kepala, terpasang infus RL 20 tpm di ekstremitas atas tangan kiri, kebutuhan
sehari-hari dibantu oleh keluarga, dari data tersebut penulis dapat menganalisa
bahwa intoleransi aktivitas pada Ny.S diakibatkan oleh rasa nyeri kepala ketika
bangun dari tempat tidur, seluruh anggota badan terasa dan ingin jatuh saat
berdiri. Etiologi dari ke dua diagnosa sama yaitu nyeri, yang menyebabkan
intoleransi aktivitas pada Ny.S terganggu itu akibat dari adanya rasa nyeri kepala,
maka yang harus segera di tangani terlebih dahulu adalah nyeri, karenakalau nyeri
sudah teratasi, maka intoleransi aktivitas pada Ny.S tidak terganggu. Untuk
mengatasi masalah tersebut pasien bisa meminimalkan aktivitas vasokontriksi
yang dapat meningkatkan nyeri kepala agar tidak terjadi injuri dan libatkan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan :
1. Hipertensi pada Ny.S disebabkan oleh faktor keturunan dari keluarganya.
2. Setelah melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan hipertensi, penulis
menjadi mengerti dan dapat memahami konsep teori dalam pemberian asuhan
keperawatan yang baik terhadap penyakit hipertensi yang dialami oleh pasien
tersebut.
3. Setelah melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan hipertensi
menjadikan penulis mampu untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang
tepat dan sesuai dengan pasien tersebut.
4. Setelah melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan hipertensi
menjadikan penulis mampu untuk menyusun rencana tindakan keperawatan yang
tepat terhadap pasien tersebut.
5. Setelah melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan hipertensi
menjadikan penulis mampu untuk memprioritaskan dalam memberikan tindakan
keperawatan yang tepat pada pasien tersebut.
6. Setelah melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan hipertensi
menjadikan penulis mampu untuk mengevaluasi keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang tepat terhadap pasien tersebut.

Anda mungkin juga menyukai