Disusun Oleh:
1. Oktaviana Putri
2. Ririn Eka Saputri
SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas dan angka
kematian. Menurut WHO, tekanan darah dianggap normal bila kurang dari 135/85 mmHg,
sedangkan dikatakan hipertensi apabila lebih dari 140/90 mmHg, dan diantara nilai tersebut
dikatakan normal tinggi (Adib, 2009).
Hipertensi adalah tingginya tekanan darah secara menetap dimana tekanan sistolik
diatas 140 mmHg dan tekanan diastolic diatas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi
ditetapkan sebagai tekanan sistolik diatas 160 mmHg dan tekanan diastolic diatas 90
mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Hipertensi menyebabkan resiko morbidilitasi (kesakitan) atau mortalitas (kematian), yang
meningkat sejalan dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik (Brunner dan
Suddarth, 2008).
Bahaya yang terkait dengan hipertensi antara lain stroke. Tekanan darah tinggi
mempercepat penyumbatan arteri yang mengarah pada serangan jantung atau stroke jika
arteri yang mengalirkan darah ke jantung atau ke otak tersumbat. Stroke juga dapat terjadi
sebagai akibat dari melemahnya dinding pembuluh darah di otak karena tekanan darah
tinggi (Sutanto, 2010).
Jika tekanan darah terus tinggi, maka akan menimbulkan komplikasi: 1) Pada otak
menyebabkan rusaknya pembuluh darah sehigga menyebabkan stroke, 2) pada jantung
menyebabkan jantung koroner dan gagal jantung, 3) pada ginjal menyebabkan penyakit
gagal ginjal. Dengan alasan bahwa Hipertensi merupakan penyakit yang gejalanya tidak
nyata dan harus diwaspadai serta perlu diobati sedini mungkin, maka mendorong penulis
untuk lebih mendalami ilmu penyakit dalam dengan harapan dapat memberikan banyak
manfaat dalam dunia kesehatan.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Kelompok mampu mengetahui konsep teori dan memberikan asuhan keperawatan dan
strategi pelaksanaan pada pasien dengan hipertensi pada Ny. N Di Ruang Flamboyan
Bawah
b. Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan pengertian hipertensi
2. Mampu menjelaskan klasifikasi hipertensi
3. Mampu menjelaskan etiologi hipertensi
4. Mampu menyebutkan manifestasi klinis hipertensi
5. Mampu menjelaskan patofisiologi hipertensi
6. Mampu menjelaskan penatalaksanaan hipertensi
7. Memaparkan askep pada pasien dengan hipertensi
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan curah
jantungdan/atau kenaikan pertahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002). Menurut
The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of The
Blood Pressure (2004) dikatakan hipertensi jikatekanan darah sistolik yang lebih
besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik yang
lebih besar atau sama dengan 90mmHg. Umumnya tekanan darah normal seseorang
120 mmHg/80 mmHg. Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan 2 atau lebih pemeriksaan
dan dirata-rata.
B. Etiologi Hipertensi
1. stres atau perasaan tertekan.
Stress merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana hubungan
antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis.
Peningkatan saraf simpatis dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak
menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah
menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat
dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang
tinggal di kota (Dunitz, 2001).
2. Kegemukan (Obesitas).
Perubahan struktur dan fungsi vaskuler berhubungan dengan patogenesis
hipertensi pada obesitas. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli
melaporkan terjadinya penurunan komplians arteri, penurunan distensibilitas dan
penurunan fungsi endotel pada penderita obes dibandingkan kontrol. Meskipun
data tersebut menjelaskan potensi hipertensi pada obesitas, tetapi mekanisme
terjadinya hipertensi pada obesitas masih belum jelas diketahui (Subardja, 2004).
3. Kebiasaan merokok.
Adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan
peningkatan tekana darah karena nikotin akan diserap pembulu darah kecil dalam
paru-paru dan diedarkan oleh pembulu darah hingga ke otak, otak akan bereaksi
terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembulu darah
dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih
tinggi.Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan oksigen
dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan tekana darah meningkat karena jantung
dipaksa memompa lebih cepat untuk memasukkan oksigen yang cukup kedalam
orga dan jaringan tubuh (Astawan, 2002).
4. Kurang berolahraga.
Aktivitas sangat mempengaruhiterjadinya hipertensi, dimana pada orang yang
kuat aktvitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih
tingi sehingga otot jantung harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi.Makin
keras dan sering otot jantung memompa maka makin besar tekanan yang
dibebankan pada arteri (Amir, 2002 ).
5. Kelainan kadar lemak dalam darah (Dislipidemia).
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama
adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida serta
penurunan kadar kolesterol HDL (Dunitz, 2001).
6. Konsumsi berlebihan garam, alkohol, dan makanan yang berlemak
tinggi.Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila
terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan
penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan.
Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke
ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume
plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi
peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya
berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Amir,2002).
C. Anatomi fisiologi sistem sirkulasi
1. Jantung
a. Anatomi Fisiologi jantung
b. Arteri
Arteri terdiri dari beberapa bagian yaitu :
Arteri Kepala dan Leher, arteri vertebralis, arteri basilaris, arteri subklavia: terdiri
dari dekstra yaitu cabang dari arteri anonima dan sinitra cabang dari arkus aorta,
arteri Rongga perut terdiri dari : arteri seliaka, A. splinika, A. mesenterika
superior, A. renalis, A. spermatika dan Ovarika, A. mesenterika Inferior dan A.
marginalis dan arteri dinding Abdomen
c. Aorta
Merupakan pembuluh darah arteri terbesar keluar dari jantung bagian ventrikel
sinistra melalui aorta asendes membelok kebelakang melalui radiks pulmonalis
sinistra, turun sepanjang kolumna vertebralis menembus diafragma, turun ke
abdomen. Jalan arteri ini terdiri dari 3 bagian yaitu aorta asenden, arkus aorta dan
aorta desenden. Aorta asenden mempunyai cabang yaitu aorta torakalis dan aorta
abdominalis. Aorta adalah pembuluh arteri utama yang berfungsi menghubungkan
jantung dengan semua organ utama tubuh (otak, perut, ginjal, dll).
d. Vena
Pembuluh darah vena adalah kebalikan dari arteri yang membawa darah dari alat-
alat tubuh kembali ke jantung. Vena terbesar adalah vena pulmonalis. Pembuluh
darah vena yang terdapat dalam tubuh yaitu, Vena ke jantung meliputi : Vena cava
superior, inferior dan pulmonalis, vena yang bermuara pada vena cava superior
yaitu vena aurikularis posterior, vena retromadibularis, vena jugularis eksterna
posterior, vena supraskapularis, vena jugularis anterior, Vena kulit kepala : vena
troklearis dan vena supraorbitalis, vena temporalis superfisialis, aurikularis
posterior dan oksipitalis, Vena wajah: fasialis, profunda fasialis, transversa
fasialis, Vena pterigoideus : Vena maksilaris, fasialis, lingualis, oftalmika, Vena
tonsil dan palatum, vena punggung, vena yang bermuara pada vena cava interior,
anastomisis portal sistemik, Vena dinding pelvis, vena anggota gerak atas dan
vena anggota gerak bawah. Vena berfungsi membawa darah kembali ke atrium
jantung.
e. Kapiler
Pembuluh darah yang paling kecil sehingga disebut dengan pembuluh rambut.
Kapiler terdiri dari:
1. Kapiler arteri
2. Kapiler vena
Kapiler darah berfungsi sebagai medium untuk penyaluran makanan, mineral,
lemak, glukosa, dan asam amino ke jaringan. Juga merupakan medium untuk
mengangkat bahan buangan (Black, J. M. & Hawks, J. H. 2005).
D. Patofisiologi hipertensi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total Peripheral
Resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak
terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi (Corwin, 2001). Tubuh
memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang
disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah
dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks.
Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti refleks kardiovaskuler melalui
sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal
dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi
lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang
dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem
poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem
pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ (Corwin, 2001).
Patofisiologi hipertensi primer terjadi melalui mekanisme :
1. Curah jantung dan tahanan perifer
Peningkatan curah jantung terjadi melalui dua cara yaitu peningkatan volume
cairan atau preload dan rangsangan saraf yang mempengaruhi kontraktilitas
jantung. Curah jantung meningkat secara mendadak akibat adanya rangsang saraf
adrenergik. Barorefleks menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sehingga
tekanan darah kembali normal. Namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah
melalui barorefleks tidak adekuat sehingga terjadi vasokonstriksi perifer (Williams
et al, 1998). Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama terjadi apabila
terdapat peningkatan volume plasma berkepanjangan akibat gangguan penanganan
garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam berlebihan. Peningkatan pelepasan
renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah
penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma menyebabkan
peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup
dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan dengan peningkatan
tekanan sistolik (Murni, 2011). Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer
sangat berpengaruh terhadap normalitas tekanan darah. Tekanan darah ditentukan
oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan
konsentrasi sel otot halus berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium
intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus mengakibatkan penebalan
pembuluh darah arteriol yang dimediasi oleh angiotensin dan menjadi awal
meningkatnya tahanan perifer yang irreversible. (Gray et al, 2005).
Peningkatan resistensi perifer disebabkan oleh resistensi garam (hipertensi
tinggi renin) dan sensitif garam (hipertensi rendah renin). Penderita hipertensi
tinggi renin memiliki kadar renin tinggi akibat jumlah natrium dalam tubuh yang
menyebabkan pelepasan angiotensin II. Kelebihan angiotensin II menyebabkan
vasokonstriksi dan memacu hipertrofi dan proliferasi otot polos vaskular. Kadar
renin dan angiotensin II yang tinggi pada hipertensi berkorelasi dengan kerusakan
vaskular. Sedangkan pada pasien rendah renin, akan mengalami retensi natrium
dan air yang mensupresi sekresi renin. Hipertensi rendah renin akan diperburuk
dengan asupan tinggi garam (Chris at al, 2010) Jantung harus memompa secara
kuat dan menghasilkan tekanan lebih besar untuk mendorong darah melintasi
pembuluh darah yang menyempit pada peningkatan Total Periperial Resistence.
Keadaan ini disebut peningkatan afterload jantung yang berkaitan dengan
peningkatan tekanan diastolik. Peningkatan afterload yang berlangsung lama,
menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi. Terjadinya hipertrofi
mengakibatkan kebutuhan oksigen ventrikel semakin meningkat sehingga ventrikel
harus mampu memompa darah lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tesebut.
Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung mulai menegang melebihi panjang
normalnya yang akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume
sekuncup (Wibowo, 2011).
2). Sistem renin-angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler
dan sekresi renin. Sistem renin-angiotensin merupakan sistem endokrin penting
dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus
aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion, penurunan asupan
garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik Mekanisme terjadinya
hipertensi melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin
I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam
pengaturan tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
hati, kemudian oleh hormon renin yang diproduksi ginjal akan diubah menjadi
angiotensin I (dekapeptida tidak aktif). Angiotensin I diubah menjadi angiotensin
II (oktapeptida sangat aktif) oleh ACE yang terdapat di paru-paru. Angiotensin II
berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai
vasokonstriktor melalui dua jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan
tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang berperan penting pada ginjal untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler. Aldosteron mengurangi ekskresi NaCl dengan cara
reabsorpsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
akhirnya meningkatkan volume dan tekanan darah.
3). Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, di
mana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Sirkulasi sistem saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi
arteriol. Sistem saraf otonom memiliki peran penting dalam mempertahankan
tekanan darah. Hipertensi terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan
sistem renin-angiotensin bersama dengan faktor lain termasuk natrium, volume
sirkulasi, dan beberapa hormon.30 Hipertensi rendah renin atau hipertensi sensitif
garam, retensi natrium dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik
simpatis atau akibat defek pada transpor kalsium yang berpapasan dengan
natrium. Kelebihan natrium menyebabkan vasokonstriksi yang mengubah
pergerakan kalsium otot polos (Anggi, 2010).
4). Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah
Perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh darah perifer bertanggung
jawab terhadap perubahan tekanan darah terutama pada usia lanjut. Perubahan
struktur pembuluh darah meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat, dan penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah, yang mengakibatkan
penurunan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.23 Sel endotel
pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah
jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida
nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus
hipertensi primer (Anggi, 2010).
a. Glukosa darah (sebaiknya puasa) : normal pada hipertensi essensial, pada kasus
hipertensi yang menyerang organ ginjal, hasil gula darah puasa meningkat diatas
150 mg/dl.
b. Kolesterol LDL dan HDL serum : meningkat diatas 45 mg/dl
c. Urinalisis : tidak mengalami gangguan terkecuali pada pasien dengan hiperensi
sekunder mengalami gangguan pada pola eliminasi urin.
H. Penatalaksanaan medis
1. Penatalaksanaan farmakologis
Terapi Tunggal
Penggunaan satu macam obat anti hipertensi untuk pengobatan hipertensi
dapat direkomendasikan bila nilai tekanan darah awal mendekati nilai tekanan
darah sasaran. Menurut JNC-7 nilai tekanan darah awal mendekati nilai
tekanan darah sasaran apabila selisihnya kurang dari 20 mmHg untuk tekanan
darah sistolik dan kurang darah sistolik dan kurang dari 10 mmHg untuk
tekanan darah diastolik. Hal ini meliputi penderita hipertensi tahap 1 dan
tekanan darah sasaran<140/90 mmHg.
c. Terapi Kombinasi
Bila menggunakan terapi obat kombinasi, biasanya dipilih obat – obat yang
dapat meningkatkan efektivitas masing – masing obat atau mengurangi
efek samping masing-masing obat. Memulai terapi dengan kombinasi dua obat
direkomendasikan untuk penderita hipertensi tahap 2 atau penderita hipertensi
yang nilai tekanan darah sasarannya jauh dari nilai tekanan darah awal (≥ 20
mmHg untuk tekanan darah sistolik dan ≥ 10 mmHg untuk tekanan darah
diastolik). Contohnya kombinasi obat hipertensi adalah : ACE inhibitor –
kalsium antagonis, ACE inhibitor – diuretik, ACE inhibitor – beta bloker, beta
bloker– diuretik, beta bloker – kalsium antagonis.
2. Penatalaksanaan non farmakologis ( diet)
Penatalaksanaan non farmakologis (diet) sering sebagai pelengkap penatalaksanaan
farmakologis, selain pemberian obat-obatan antihipertensi perlu terapi dietetik dan
merubah gaya hidup (Yogiantoro, 2006).
I. Komplikasi
Salah satu alasan mengapa kita perlu mengobati tekanan darah tinggi adalah untuk
mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi yang dapat timbul jika penyakit ini
tidak disembuhkan. Beberapa komplikasi hipertensi yang umum terjadi sebagai
berikut:
a. Stroke
Pada penderita hipertensi dapat mengakibatkan stroke yang merupakan stroke
iskemik, yang disebabkan karena trombosis intra-arterial atau embolisasi dari
jantung dan arteri besar. Sisanya 20% disebabkan oleh pendarahan (haemorrhage),
yang juga berhubungan dengan nilai tekanan darah yang sangat tinggi.
b. Penyakit jantung koroner
Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang positif dengan resiko terjadinya
penyakit jantung koroner (angina, infark miokard atau kematian mendadak),
meskipun kekuatan hubungan ini lebih rendah daripada hubungan antara nilai
tekanan darah dan stroke. Kekuatan yang lebih rendah ini menunjukan adanya
factor – factor resiko lain yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner.
c. Gagal jantung
Bukti dari suatu studi epidemiologik yang bersifat retrospektif menyatakan bahwa
penderita dengan riwayat hipertensi memiliki resiko enam kali lebih besar untuk
menderita gagal jantung dari pada penderita tanpa riwayat hipertensi. Data yang
ada menunjukan bahwa pengobatan hipertensi, meskipun tidak dapat secara pasti
mencegah terjadinya gagal jantung, namun dapat menunda terjadinya
gagal jantung selama beberapa decade.
d. Hipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon kompensasi terhadap peningkatan
afterload terhadap jantung yang disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi. Pada
akhirnya peningkatan massa otot melebihi suplai oksigen, dan hal ini bersamaan
dengan penurunan cadangan pembuluh darah koroner yang sering dijumpai pada
penderita hipertensi, dapat menyebabkan terjadinya iskemik miokard.
e. Penyakit vaskular
Penyakit vaskular meliputi abdominal aortic aneurysm dan penyakit vaskular
perifer. Kedua penyakit ini menunjukan adanya atherosklerosis yang diperbesar
oleh hipertensi. Hipertensi juga meningkatkan terjadinya lesi atherosklerosis pada
arteri carotid, dimana lesi atherosklerosis yang berat seringkali merupakan
penyebab terjadinya stroke.
f. Retinopati
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan vaskular pada mata yang disebut
retinopati hipersensitif. Perubahan tersebut meliputi bilateral retinalfalmshaped
haemorrhages, cotton woll spots, hard exudates dan papiloedema. Pada tekanan
yang sangat tinggi (diastolic >120 mmHg, kadang-kadang setinggi 180 mmHg
atau bahkan lebih) cairan mulai bocor dari arteriol – arteriol kedalam retina,
sehingga menyebabkan padangan kabur, dan bukti nyata pendarahan otak yang
sangat serius, gagal ginjal atau kebutaan permanent karena rusaknya retina.
g. Kerusakan ginjal
Dalam waktu beberapa tahun hipertensi parah dapat menyebabkan insufiensi
ginjal, kebanyakan sebagai akibat nekrosis febrinoid insufisiensi arteri – ginjal
kecil. Pada hipertensi yang tidak parah, kerusakan ginjal akibat arteriosklerosis
yang biasanya agak ringan dan berkembang lebih lambat. Perkembangan
kerusakan ginjal akibat hipertensi biasanya ditandai oleh proteinuria.
3. Sistem pendengaran
Pada kasus hipertensi, pasien tidak mengalami gangguan pada fungsi
pendengaran dan fungsi keseimbangan.
4. Sistem wicara
Pasien dengan hipertensi ringan tidak mengalami gangguan pada sistem
wicara. Pada kasus hipertensi berat terjadinya gangguan pola/isi bicara dan
orientasi bicara.
5. Sistem pernafasan
Secara umu baik dengan frekuensi nafas 16-20x/menit dengan irama
teratur, pada kasus hipertensi tertentu seperti hipertensi berat pasien
mengalami gangguan sistem pernafasan seperti takipne, dyspnea dan
ortopnea, adanya distress pernafasan/ penggunaan otot otot pernafasan pada
hipertensi berat, frekuensi pernafasan > 20x/menit Dengan irama
pernafasan tidak teratur, kedalaman nafas cepat dan dangkal, adanya batuk
dan terdapat sputum pada batuk pasien sehingga mengakibatkan sumbatan
jalan nafas dan terdapat bunyi mengi.
6. Sistem kardiovaskuler
a. Sirkulasi perifer
Secara umum keadaan sirkulasi perifer pada pasien dengan hipertensi
ringan dalam keadaan normal dengan frekuensi nadi 60-100 x/menit,
irama teratur. Pada kasus hipertensi berat frekuensi nadi pasien dapat
mencapai > 100 x/menit, irama tidak teratur dan lemah, TD> 140/100
mmhg, terjadinya distensi vena jugularis dan pasien mengalami
hipotermi, Warna kulit pucat (sianosis). Udema terjadi dengan hipertensi
sekunder dari ginjal, pada hipertensi berat, kecepatan pengisihan kapiler
dapat menurun sehingga capilarirefil > 3 detik.
b. Sirkulasi jantung
Pada kasus hipertensi ringan, sirkulasi jantung dalam keadaan normal
dengan kecepatan denyut jantung apikal teratur dan terdapat bunyi
jantung tambahan (S3), adanya nyeri dada pada kasus hipertensi
sekunder dengan komplikasi kelainan jantung.
7. Sistem hematologi
Pasien mengalami gangguan hematologi pada hiperensi berat yang ditandai
dengan keadaan umum pucat, perdarahan yang mengakibatkan stroke
dikarenakan obstruksi dan pecahnya pembuluh darah.
8. Sistem syaraf pusat
Pada hipertensi ringan adanya rasa nyeri pada daerah kepala dan tengkuk,
kesadaran compos mentis, pada hipertensi berat kesadaran dapat dapat
menurun menjadi koma, refleks fisiologi meliputi refleks biceps fleksi dan
triceps ekstensi, serta refleks patologis negative.
9. Sistem pencernaan
Sistem pencernaan pada pasien hipertensi dalam keadaan baik, pada kasus
hipertensi berat dengan komplikasi menyerang organ pada abdomen
mengakibatkan pasien mengalami nyeri pada daerah abdomen.
10. Sistem Endokrin
Pada pasien dengan hipertensi tidak mengalami gangguan pada sistem
endokrin.
11. Sistem urogenital
Terjadinya perubahan pola kemih pada hipertensi sekunder yang
menyerang organ ginjal sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pola
berkemih yang sering terjadi pada malam hari.
12. Sistem integument
Turgor kulitburuk pada hipertensi berat dan adanya udema pada hipertensi
sekunder di daerah ekstremitas.
13. Sistem muskulo skeletal
Pada hipertensi ringan pasien tidak mengalami gangguan [ada sistem
musculoskeletal, tetapi pada hipertensi berat pasien mengalami Kesulitan
dalam bergerak dan kelemahan otot.
3. Diagnosa keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler,
iskemia miokard
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
d. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang
diderita klien
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit
(Nanda, NIC NOC, 2010).
3. Intervensi Keperwatan
RENCANA KEPERAWATAN
4 Cemas berhubungan dengan krisis Setelah dilakukan tindakan keperawatan Anxiety Reduction
situasional sekunder adanya hipertensi yang selama 3 x 24 jam, cemas pasien§ - Gunakan pendekatan yang menenangkan
diderita klien berkurang dengan kriteria hasil: § - Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
v Anxiety Control pelaku pasien
v Coping § - Jelaskan semua prosedur dan apa yang
v Vital Sign Status dirasakan selama prosedur
- Menunjukan teknik untuk mengontrol§ - Temani pasien untuk memberikan
cemas è teknik nafas dalam keamanan dan mengurangi takut
-- Postur tubuh pasien rileks dan ekspresi§ - Berikan informasi faktual mengenai
wajah tidak tegang diagnosis, tindakan prognosis
-- Mengungkapkan cemas berkurang § - Dorong keluarga untuk menemani anak
§ TTV dbn § - Lakukan back / neck rub
TD = 110-130/ 70-80 mmHg § - Dengarkan dengan penuh perhatian
RR = 14 – 24 x/ menit § - Identifikasi tingkat kecemasan
N = 60 -100 x/ menit § - Bantu pasien mengenal situasi yang
S = 365 – 375 0C menimbulkan kecemasan
§ - Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
§ - Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
§ - Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan
Tanggal Masuk RS :
Tanggal Pengkajian :
1. IDENTITAS
1. Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur :
Jenis Kelamin :Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat :
Tanggal MRS :06-01- 2019
Diagnose Medis : Hipertensi
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Agama :
Alamat :
Hubungan dengan Klien :
2. STATUS KESEHATAN SAAT INI
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan pusing
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal pada tanggal 6 Januari 2019
melalui IGD dengan keluhan dada panas, badan terasa lemas dan perut mual,
setelah dilakukan pemeriksaan di dapatkan hasil TD : 180/100 mmHg, N : 88
x/menit, RR : 20x/menit, S : 36,3. Klien mendapatkan terapi infus RL 10 tpm,
injeksi ranitidin 1x50mg per 12 jam, injeksi furosemid 1 x 20 mg, injeksi
ceftiraxon 1xgr. Kemudian klien di anjurkan untuk di rawat inap di ruang
Flammboyan Bawah untuk mendapatkan perawatan infus RL 10 tpm, injeksi
ranitidin 1x50mg per 12 jam, injeksi furosemid 1 x 20 mg, injeksi ceftiraxon 1xgr,
aspilet 1x80 mg, CPG 1X75 mg, captopin 2x25 mg.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien mengatakan sebelumnya pernah di rawat di rumah sakit RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal dengan penyakit yang sama . klien tidak memiliki alergi
makanan ataupun obat obatan
4. Riwayat Kesehatan keluarga
Klien mengatakan anggota keluarganya tidak pernah menderita penyakit yang
sama seperti yang di derita oleh klien pada saat ini.
5. Riwayat Alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi
6. Genogram
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
No RM :
Nama Klien :
Ruang :
Tanggal :
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Metode
Rujukan
HEMATOLOGI
Darah rutin 11,3 gr/dl 13-18 Cynmet
Hemoglobin 9,9 10^3/ul 4-10 Elek Impedance
Lekosit 231 10^3/ul 150-500 Elek Impedance
Trombosit 41,2 % 39-54 Kalkulasi
Hematokrit 13 Detik 11,3-14,7 -
Waktu Protrombin 23,7 Detik 27,4-39,3 -
(PT)
Glukosa Sewaktu 110 Mg/dl 75-115 GHOD – PAP
D. ANALISA DATA
No Data Penunjang Etiologi Masalah
1. DS : Peningkatan tekanan Nyeriakut
Pasienmengatakanpusingdannyerip intra kranial
adadaerahkepaladengan
P : Peningkatan tekanan intrakranial
Q : Sepertiditusuk-tusuk
R : Didaerahkepala sampai ke leher
S : Skala 6
T : Hilang timbul
DO : Pasienterkadangmeringis
TTV : N : x/menit
TD : mmhg
RR : /menit
2. S: C cemas krisis situasional
DS: Pasienmengatakan sakitnya tidak sekunder adanya
sembuh-sembuh hipertensi yang
DO: pasien terlihat tegang diderita klien
3. Nadi : 94x/menit Kelemahan dalam Intoleransiaktifitas
DS : beraktiitas
Pasienmengatakanlemahsulituntukbangun
danberjalan
DO :
- Pasiendibantudalamberjalankekamar
mandiolehkeluarga
- Tonus otot pasien lemah
- Pola aktifitas pasien di rumah sakit
buruk.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakrania
2. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang
diderita klien
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
F. INTERVENSI KEPERAWATAN
Medication Management
12. Ikuti lima benar obat 12. Menghindari
kesalahan dalam
pemberian obat
13. Verifikasiresepatau 13. Memastikan tidak
obatsebelum memberikan terjadi kesalahan
obat dalam pemberian
obat
14. Informasi yang
14. Monitortanda-tanda tepat membantu
vitaldanlaboratoriumnilais dalam keefektifan
ebelum pemberianobat, intervensi
yang sesuai 15. Memenuhi
15. Bantupasien dalamminum kebutuhan dengan
obat mendukung
partisipasi dan
kemandirian pasien
15. Penguatan
positif yang adekuat
berpengaruh terhadap
pemberian motivasi
dalam beraktifitas
optimal
16. Motivasi dan
penguatan yang baik
berpengaruh terhadap
dorongan pasien
mengikuti terapi fisik
yang akan dilakukan
17. Respon fisik
yang pasif
menandakan keadaan
fisik pasien lemah dan
harus dilakukan
tindakan keperawatan
5. IMPLEMENTASI
Tgl/jam No DX Implementasi Respon TTD
1 1. Mengkaji nyeri pada DS :
pasien P : Peningkatan tekanan intrakranial
Q : Sepertiditusuk-tusuk
R : Didaerahkepala sampai ke leher
S : Skala 6
T : Hilang timbul
DO :
- Pasien tampak meringis kesakitan
- pasien terlihat mengeluh pusing
2. Memberikan teknik DS ; -
relaksasi nafas dalam DO ; Pasien tampak bersedia
dilkukan latiahan teknik relaksasi
nafas dala
4. Mengkaji TTV DS ; -
DO ;
TD : 150/90
Nadi :92 x/menit
Suhu : 36,5
RR : 16x/menit
6. EVALUASI
Tanggal Dx Evaluasi TTD
1. S : Pasien mengatakan masih merasakan nyer
P : Peningkatan tekanan intrakranial
Q : Sepertiditusuk-tusuk
R : Didaerahkepala sampai ke leher
S : Skala 5
T : Hilang timbul
O:
- Pasien tampak meringis kesakitan
- Pasien terlihat mengeluh pusing
A: Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Mengkaji nyeri pada pasien
Mengkaji TTV pasien
Mengajarkan teknik nafas dalam
Kalaborasi pemberian analgesic
Kesimpulan :
1. Hipertensi pada Ny.S disebabkan oleh faktor keturunan dari keluarganya.
2. Setelah melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan hipertensi, penulis
menjadi mengerti dan dapat memahami konsep teori dalam pemberian asuhan
keperawatan yang baik terhadap penyakit hipertensi yang dialami oleh pasien
tersebut.
3. Setelah melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan hipertensi
menjadikan penulis mampu untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang
tepat dan sesuai dengan pasien tersebut.
4. Setelah melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan hipertensi
menjadikan penulis mampu untuk menyusun rencana tindakan keperawatan yang
tepat terhadap pasien tersebut.
5. Setelah melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan hipertensi
menjadikan penulis mampu untuk memprioritaskan dalam memberikan tindakan
keperawatan yang tepat pada pasien tersebut.
6. Setelah melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan hipertensi
menjadikan penulis mampu untuk mengevaluasi keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang tepat terhadap pasien tersebut.