Anda di halaman 1dari 18

HERNIA INGUINALIS LATERALIS

LAPORAN PENDAHULUAN

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah pada
Program Studi Pendidikan Jarak Jauh DIII Keperawatan

Dosen :
Ns. Wiyadi, S. Kep, M.Sc
Tutor :
Hari Ahadi Cakhadi, S. ST

Disusun Oleh :
Waode Purnamasari
NIM PO72203152

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JARAK JAUH


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN KEPERAWATAN
NUNUKAN
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
HERNIA INGUINALIS LATERAL

A. Pengertian
Hernia adalah suatu protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada
hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari
lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut (Sjamsuhidayat, 2004). Hernia
adalah suatu protusi abnormal organ, jaringan, atau bagian organ melalui
struktur yang secara normal berisi bagian lemah (Black, 2006).
Hernia inguinalis lateral merupakan penonjolan yang keluar dari
rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral
dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam
kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus
inguinalis eksternus (Sjamsuhidayat, 2004). Hernia inguinalis lateral adalah
hernia yang melalui anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah
lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar ke
rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus (Mansjoer, 2002).

Hernia ditinjau dari letaknya dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu :


1. Hernia eksterna
Hernia yang menonjol namun tonjolan tersebut tampak dari luar
yaitu hernia inguinalis lateralis (indirek), hernia inguinalis
medialis (direk), hernia femoralis, hernia umbilikalis, hernia supra
umbilikalis, hernia sikatrikalis, dan lain – lain.
2. Hernia interna
Hernia yang tonjolannya tidak tampak dari luar, yaitu hernia
obturatorika, hernia diafragmatika, hernia foramen Winslowi dan
hernia ligamen treitz (Oswari, 2005).
B. Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena
sebab yang didapat. Pada bayi dan anak, hernia inguinalis lateralis
disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus
vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum.
Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena
meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen dan
berkurangnya kekuatan jaringan penunjang. Faktor yang dipandang
berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian
tekanan di dalam rongga perut, kelemahan otot dinding perut karena usia
(Sjamsuhidayat, 2004).
Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan intraabdominal adalah
kehamilan, obesitas, peningkatan berat badan, dan tumor. Selain itu, batuk
kronis, pekerjaan mengangkat benda berat, mengejan pada saat defekasi,
dan mengejan pada saat miksi, misalnya hipertrofi prostat dapat pula
meningkatkan tekanan intra abdomen yang bisa menyebabkan hernia
(Mansjoer, 2002).

C. Manifestasi klinik
Beberapa pasien mengatakan hernia adalah turun berok, burut, atau
klingsir, atau mengatakan adanya benjolan di selangkangan atau kemaluan.
Benjolan bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan jika
menangis sambil mengejan, atau mengangkat beban yang berat dan bila
posisi pasien berdiri dapat timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi
dapat ditemukan nyeri.
Keadaan umum pasien biasanya terlihat baik, saat benjolan tidak
nampak dan saat pasien disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam
keadaan berdiri. Bila ada hernia maka akan tampak benjolan. Bila memang
sudah tampak benjolan, harus diperiksa apakah benjolan tersebut dapat
dimasukkan kembali atau tidak. Pasien diminta berbaring bernapas dengan
mulut untuk mengurangi tekanan intra abdominal, lalu skrotum diangkat
perlahan-lahan. Diagnosa pasti hernia pada umumnya sudah dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti. Keadaan cincin hernia
juga perlu diperiksa. Melalui skrotum jari telunjuk dimasukkan ke atas
lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti fasikulus spermatikus sampai
ke annulus inguinalis internus. Pada keadaan normal jari tangan tidak
dapat masuk. Pasien diminta mengejan dan merasakan apakah ada massa
yang menyentuh jari tangan. Bila massa tersebut menyentuh ujung jari
maka itu dinamakan hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh
sisi jari maka diagnosisnya adalah hernia inguinalis medialis (Mansjoer,
2002).

D. Patofisiologi
Aktivitas mengangkat benda berat, batuk kronis, dan mengejan pada
saat defekasi dapat memacu meningkatnya tekanan intraabdominal yang
menyebabkan defek pada dinding otot ligament inguinal akan melemah
sehingga akan terjadi penonjolan isi perut pada daerah lateral pembuluh
epigastrika inferior fenikulus spermatikus. Hal ini yang menyebabkan
terjadinya hernia. Mengangkat berat juga menyebabkan peningkatan
tekanan, seperti pada batuk dan cedera traumatik karena tekanan tumpul.
Bila dua dari faktor ini ada disertai dengan kelemahan otot, maka individu
akan mengalami hernia. Bila isi kantung hernia dapat dipindahkan ke
rongga abdomen dengan manipulasi, hernia disebut redusibel (Doenges,
2000)
Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang
akhirnya dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi
hubungandengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan
penurunan peristaltik usus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada
keadaan strangulate akan timbul gejala ileus yaitu perut kembung, muntah
dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih berat dan
kontineu, daerah benjolan menjadi merah (Syamsuhidajat 2004).

E. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan medical
Hernia yang tidak terstrangulata atau inkarserata dapat secara
mekanis berkurang. Suatu penyokong dapat digunakan untuk
mempertahankan hernia berkurang. Penyokong ini adalah bantalan
yang diikatkan ditempatnya dengan sabuk. Bantalan ditempatkan di
atas hernia setelah hernia dikurangi dan dibiarkan ditempatnya
untuk mencegah hernia dari kekambuhan. Klien harus secara
cermat memperhatikan kulit di bawah penyokong untuk
memanifestasikan kerusakan (Ester, 2002).
2) Penatalaksanaan bedah
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia
inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis
ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari
herniotomy, hernioplastik, dan herniorafi. Pada herniotomy,
dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian
direposisi. Kantong hernia dijahit, ikat setinggi mungkin lalu
dipotong. Pada hernioplastik, dilakukan tindakan memperkecil
annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang
kanalis inguinalis ( Sjamsuhidayat, 2004).
Herniorafi dilakukan dengan menggunakan insisi kecil secara
langsung di atas area yang lemah. Usus ini kemudian dikembalikan
ke rongga perineal, kantung hernia dibuang dan otot ditutup dengan
kencang di atas area tersebut. Laparoscopic Extraperitoneal (LEP)
herniorafi merupakan tehknik terbaru yang angka keberhasilannya
lebih tinggi dengan meminimalisasi kekambuhan, nyeri, dan periode
recovery post operasi lebih pendek (Black, 2006).
F. Komplikasi
Akibat dari hernia dapat menimbulkan beberapa komplikasi antara lain :
1. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan isi kantung hernia
sehingga isi kantung hernia tidak dapat dikembalikan lagi,
keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis ireponibilis. Pada
keadaan ini belum gangguan penyaluran isi usus. Isi hernia yang
tersering menyebabkan keadaan ireponibilis, adalah omentum,
karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi
lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering
menyebabkan ireponibilis daripada usus halus.
2. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat banyaknya usus
yang masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi
usus di ikuti dengan gangguan vascular ( proses strangulasi ).
Keadaan ini di sebut hernia inguinalis strangulata ( Mansjoer, 2002).
G. Pengkajian Fokus
Pengkajian merupakan dasar utama dan yang penting didalam melakukan
asuhan keperawatan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit
ataupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
a. Pengkajian demografi sangat berekaitan dengan masalah
kesehatan klien dengan hernia inguinalis meliputi :
1. Umur
Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Untuk hernia
inguinalis lateralis, insiden tertinggi pada anak muda.
Insiden tinggi pula terjadi pada klien dengan usia 50 – 60
tahun dan berangsur-angsur menurun pada kelompok lansia
(Black, 2006).
2. Jenis kelamin
Laki-laki lebih banyak menderita hernia inguinalis lateral
daripada perempuan. Hal ini disebabkan pada laki - laki saat
perkembangan janin terjadi penurunan testis dari rongga
perut. Sehingga jika saluran testis ini tidak menutup dengan
sempurna, maka akan menjadi jalan lewatnya hernia
inguinalis (Oswari, 2005)
3. Pekerjaan
Pekerjaan mengangkat berat dalam jangka waktu yang lama
dapat melemahkan dinding perut (Oswari, 2005).
Aktivitas mengejan dan sering mengangkat beban berat,
duduk, mengemudi dalam waktu lama bisa memicu
timbulnya hernia.
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama klien post herniotomi adalah merasakan
nyeri daerah operasi diarea inguinal.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Latar belakang kehidupan klien sebelum masuk rumah sakit
yang menjadi faktor predisposisi seperti riwayat bekerja
mengangkat benda-benda berat, riwayat penyakit menular
dan atau penyakit keturunan, serta riwayat operasi
sebelumnya pada daerah abdomen atau operasi hernia yang
pernah dialami klien sebelumnya.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Dimulai sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama
keluhan terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan,
dimana keluhan timbul, keadaan apa yang memperberat dan
memperingan keluhan pada pasien hernia inguinalis.
c. Pemeriksaaan fisik
1. Keadaan umum
Keadaan klien dengan hernia biasanya mengalami
kelemahan, dan periksa status gizinya serta tingkat
kesadaran composmentis.
2. Tanda-tanda vital
Pada pemeriksaan ini dilakukan pemeriksaan vital sign.
Biasanya pada pasien dengan post herniotomy terjadi
penurunan tekanan darah, peningkatan suhu dan demam,
pernapasan cepat dan dangkal.
3. Inspeksi
Pada kondisi post operasi luka tertutup balutan steril untuk
mencegah masuknya mikroorganisme yang bisa
menyebabkan infeksi. Tanda infeksi perlu diperhatikan
seperti ada lesi/ kemerahan pada luka insisi.Pada hernia
inguinalis tampak adanya benjolan di lipat paha. Benjolan
tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan
bila menangis, mengejan, batuk, mengangkat benda berat
atau bila posisi pasien berdiri dapat timbul kembali (
Sjamsuhidayat, 2004).
4. Perubahan pola fungsi
1) Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, gagal jantung
kongestif (GJK), edema pulmonal, penyakit vaskular
perifer, atau stasis vaskular (peningkatan risiko
pembentukan trombus).
2) Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
3) Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis,
faktor-faktor stress multiple, misalnya finansial,
hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat
beristirahat, peningkatan ketegangan/ peka rangsang,
stimulasi simpatis.
4) Makanan / cairan
Gejala: insufisiensi pankreas/ diabetes mellitus
(DM), (predisposisi untuk /ketoasidosis), malnutrisi
(termasuk obesitas), membran mukosa yang kering
(pembatasan pemasukkan / periode puasa
hipoglikemia pra operasi).
5) Aktivitas atau istirahat
Tanda : mengangkat beban berat, duduk, mengemudi
dalam waktu lama, membutuhkan papan matras
untuk tidur, penurunan rentang gerak, tidak mampu
melakukan aktivitas seperti biasa, atrofi otot,
gangguan dalam berjalan.
6) Keamanan
Gejala : alergi terhadap obat, makanan, plester, dan
larutan ; Defisiensi imun (peningkaan risiko infeksi
sitemik dan penundaan penyembuhan), Riwayat
transfusi darah/ reaksi transfusi.
7) Neurosensori
Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan tangan
atau kaki, penurunan reflek tendon dalam, nyeri
tekan atau nyeri abdomen.
Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan ;
demam.
8) Kenyamanan
Gejala: nyeri seperti di tusuk-tusuk, fleksi pada kaki,
keterbatasan mobilisasi.
9) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala: penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotik,
antihipertensi, kardiotonik glikosid, antidisritmia,
bronkodilator, diuretik, dekongestan, analgesik,
antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan
juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan
rekreasional. Penggunaan alkohol (risiko akan
kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi
dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi
penarikan diri pasca operasi).
10) Pemeriksaan penunjang
a) Darah lengkap : peningkatan darah lengkap
adalah indikasi indikasi dari proses inflamasi,
penurunan darah lengkap dapat mengarah
pada proses-proses viral (membutuhkan
evaluasi karena sistem imun mungkin tidak
berfungsi).
b) Elektrolit : ketidakseimbangan akan
mengganggu fungsi organ, misalnya
penurunan kalium akan mempengaruhi
kontraktilitas otot jantung, mengarah kepada
penurunan curah jantung.
c) Urinalisis : Munculnya sel darah merah atau
bakteri yang mengindikasikan infeksi.
d) Gas Darah Arteri : mengevaluasi status
pernafasan terakhir.
e) Elektrokardiografi (EKG) : penemuan akan
sesuatu yang tidak normal membutuhkan
prioritas perhatian untuk memberikan anestesi
( Doenges, 2000).

H. Pathway Keperawatan
Batuk kronis, mengangkat benda berat, mengejan pada saat defekasi

Peningkatan tekanan intra abdomen

Defek pada dinding otot ligament inguinal melemah

Penonjolan isi perut di lateral pembuluh epigastrika inferior funikulus spermatikus

Hernia inguinalis

Hernioraphy/herniotomy

Perubahan status kesehatan

Insisi bedah

Spasme otot kurang terpapar informasi kesehatan

kerusakan jaringan

Takut gerak cemas

Nekrosis pelepasan mediator nyeri


(prostaglandin, histmin, bradikinin, dll)

Intoleransi aktifitas

Penumpukan jaringan mati diterima reseptor nyeri perifer

Respon inflamasi impuls ke SSP

Fagositosis oleh sel darah putih diterima otak

Abses persepsi nyeri

Status cairan tubuh nyeri

Resiko infeksi
I. Intervensi Dan Rasional
1. Gangguan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder
akibat perdarahan dan menurunnya intake. (Doenges, 2000)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
keseimbangan kebutuhan cairan dapat dipertahankan dengan kriteria hasil :
Keseimbangan cairan menjadi adekuat, ditunjukkan dengan tanda-tanda vital
stabil, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urin yang
sesuai.
Intervensi :
a. Ukur dan catat intake dan output dan tinjau ulang catatan intra
operasi.
Rasional:dokumentasi yang akurat akan membantu dalam
mengidentifikasi pengeluaran cairan atau kebutuhan penggantian.
b. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional:hipertensi, takhikardi, peningkatan pernafasan, mengidentifikasi
kekurangan cairan.
c. Catat munculnya mual dan muntah.
Rasional : mual selama 12-24 jam post operasi umumnya dihubungkan
dengan anestesi. Mual berlebihan lebih dari 3 hari mungkin
dihubungkan dengan pilihan narkotik pengontrol sakit atau terapi obat
lain.
d. Pantau suhu kulit
e. Beri cairan parentral, produksi darah atau plasma sesuai petunjuk.
f. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium Hb, Ht (Doenges, 2000).
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses inflamasi.
(Doenges, 2000)
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang setelah perawatan 2 x 24 jam dengan
kriteria hasil : Skala nyeri 0-1, Klien tampak rileks.
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri
Rasional : menentukan tingkat nyeri 1- 10, untuk menentukan
tindakan yang tepat.
b. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri.
c. Beri posisi tidur yang nyaman.
Rasional : untuk meningkatkan rasa nyaman.
d. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : identifikasi dini komplikasi nyeri.
e. Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.
Rasional : mengurangi nyeri (Doenges, 2000).
3. Resiko infeksi masuknya mikroorganisme berhubungan dengan adanya luka
operasi pada daerah inguinal (Doenges, 2000).
Tujuan : tidak terjadi infeksi setelah dilakukan perawatan 2 x 24 jam dengan
kriteria hasil : Luka operasi sembuh dengan baik, tanda-tanda vital dalam
batas normal
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : peningkatan nilai tanda-tanda vital merupakan indikator dini
proses infeksi.
b. Kaji daerah operasi terhadap pembengkakan dan pengeluaran pus.
Rasional : Merupakan tanda-tanda infeksi.
c. Menjaga kebersihan di sekitar luka operasi
Rasional : mencegah kontaminasi silang oleh penyebaran
organisme infeksius.
d. Mengganti balutan pada luka operasi
Rasional : menjaga agar luka tetap bersih
e. Kolaborasi untuk pemberian terapi antibiotik.
Rasional : membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan
nyeri.
Tujuan : setelah dilakuka tindakan keperawatan 2 x 24 jam pasien dapat
meningkatkan dan melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan tanpa rasa
nyeri.
Krteria hasil : dapat mengidentifikasi faktor – faktor yang menurunkan aktifitas,
dapat melakukan aktifitas secara mendiri.
Intervensi :
a. Mengkaji respon pasien terhadap aktifitas
Rasional : mengetahui perubahan keadaan yang berkenaan dengan
kelemahan, keletihan, dalam aktifitas.
b. Menganjurkan untuk istirahat yang cukup
Rasional : mempercepat pemulihan tenaga untuk beraktifitas
c. Bantu dalam pemenuhan aktifitas sehari – hari
Rasional : memberikan rasa tenang dan aman dan meminimalkan
terjadinya resiko injuri.
d. Tingkatkan aktifitas secara bertahap
Rasional : meningkatkan proses penyembuhan dan kemampuan
koping emosional (Wartonah, 2006)
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien mengenai penyakit dan
pentingnya perawatan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit klien mengerti
tentang penyakit dan pentingnya perawatan.
Kriteria Hasil : klien tenang / rileks, klien dapat menjelaskan secara sederhana
tentang penyakit yang dideritanya.
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan klien.
Rasional : mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang
diketahui klien.
b. Kaji latar belakang pendidikan klien.
Rasional : agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan
menggunakan kata-kata dan kalimat sederhana yang dapat dimengerti
klien.
c. Jelaskan tentang penyakit, diet dan perawatan dengan bahasa dan kata-
kata yang sederhana.
Rasional : klien dapat menerima informasi dengan mudah.
d. Diskusikan gejala yang muncul kembali yang harus dilaporkan pada
dokter.
Rasional : mengerti tindakan yang dilakukan bila tanda dan gejala muncul
kembali.
e. Jelaskan kebutuhan untuk aktivitas yang normal dengan merencanakan
waktu istirahat.
Rasional : mencegah kelelahan yang berlebihan pada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong, 1997.Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.EGC
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Black, Joyce M., Hawks JH, 2006, Medikal Surgical Nursing, (Edisi 8), Philadelpia: WB
Saunders Company
Mansjoer, Arif ( 2002 ). Kapita Selekta Kedokteran Edisi III. Media Aesculapius,
Jakarta.
Oswari. (2005). Bedah dan Perawatannya, Ed. Ke- 4, Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Wartonah, Tarwoto, ( 2006 ), Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses keperawatan, Edisi
3, Jakarta : Salemba Medika
Ester, Monica. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Pendekatan Sistem
Gastrointestinal. EGC: Jakarta.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-neilafajri-6275-2-babii.pdf,
diakses tanggal 7 Maret 2016 jam 20.00

Anda mungkin juga menyukai