Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuham Yang Maha Esa bahwa atas rahmat dan
karunia-Nya, buku panduan ini dapat diterbitkan. Pedoman ini merupakan buku Panduan Upaya
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Kab. Nunukan tahun 2016.

Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
buku pedoman ini dapat disusun. Kami menyadari pula bahwa masih banyak keterbatasan dan kendala
serta permasalahan yang perlu diantisipasi dalam upaya mengimplementasikan Panduan Upaya
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien ini di dalam memberikan pelayanan kepada pasien RSUD
Kab. Nunukan, oleh karena itu kami mengharapkan saran kebaikan, sumbangan pemikiran, masukan, dan
kritikan untuk lebih menyempurnakan panduan ini.

Akhir kata kami mengharapkan mudah mudahan panduan ini dapat bermanfaat dan
diimplementasikan dalam memberikan pelayanan kepada pasien RSUD Kab. Nunukan.

Nunukan, 20 Juli 2016

Penyusun
KATA SAMBUTAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAB. NUNUKAN

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan anugerah
yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga Buku Panduan Upaya Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien RSUD Kab. Nunukan ini selesai di susun.

Buku panduan ini merupakan panduan kerja dalam melakukan kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien. Buku ini juga dilengkapi dengan profil indicator RSUD Kab. Nunukan.

Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada tim penyusun atas bantuannya dan juga bantuan
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan buku panduan ini.

Nunukan, 20 Juli 2016

Direktur RSUD Kab. Nunukan


PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM KAB. NUNUKAN

NOMOR :

PANDUAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN

Disusun Oleh :

(Ns. Sri Kanti Handayani, S.Kep)

Disetujui Oleh :

(Ns. Sri Kanti Handayani, S.Kep)

Ditetapkan Oleh :
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAB. NUNUKAN

NOMOR :

TENTANG

PANDUAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT UMUM


DAERAH KAB. NUNUKAN

DIREKTUR RSUD KAB. NUNUKAN

Menimbang : a. bahwa dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien, maka diperlukan
adanya buku Panduan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Kab. Nunukan;

b. bahwa sesuai butir a dan b tersebut diatas perlu ditetapkan dengan Peraturan Direktur
RSUD Kab. Nunukan.

Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;

2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran;

3. peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang


Keselamatan Pasien Rumah Sakit;

4. keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.03/I/0060/2014, tentang Penetapan Kelas


RSUD Kab. Nunukan;

5. keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltara Nomor Tahun Tentang Izin
Operasional Tetap RSUD Kab. Nunukan.

6. keputusan Direktur RSUD Kab. Nunukan Nomor tentang Organisasi dan Tata Kerja
RSUD Kab. Nunukan.
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

Kesatu : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAB. NUNUKAN

Kedua : Panduan Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Kab. Nunukan
sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan
ini.

Ketiga : Panduan Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien RSUD Kab. Nunukan
sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua agar digunakan sebagai acuan dalam memberikan
pelayanan di RSUD Kab. Nunukan.

Keempat : Pada saat Peraturam Direktur ini mulai berlaku, maka Peraturan Direktur Nomor Tentang
Panduan Penungkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Kelima : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Nunukan

Pada tanggal 20 Juli 2016

Direktur RSUD Kab. Nunukan


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II LATAR BELAKANG

BAB III KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN

A. MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT


1. Pengertian Mutu Pelayanan Rumah Sakit
2. Definisi Mutu Pelayanan Rumah Sakit
3. Pihak yang berkepentingan dengan Mutu
4. Dimensi Mutu
5. Mutu terkait dengan input, proses output, dan outcome
B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit
2. Tujuan Upaya peningkatan Mutu Pelayanan
3. Indicator Mutu
4. Strategi
5. Pendekatan Pemecahan Masalah

BAB IV PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN

BAB V PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

BAB VI PENUTUP
PEDOMAN UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN NUNUKAN

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hisup sehat


bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal, sebagai salah satu unsure kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu
perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan
semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan social ekonomi masyarakat, maka system
nilai dan orientasi dalam masyarakat pun mlai berubah. Masyarakat mulai cenderung
menuntut pelayanan mum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu termasuk
pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu
pelayanan Rumah sakit maka fungsi pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Nunukan secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien
serta memberi kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.

Agar upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Nunukan dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan
Mutu Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan. Buku Panduan
tersebut merupakn konsep dan program peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Nunukan, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu
pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku pedoman ini diuraikan tentang prinsip upaya
peningkatan mutu, langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator
mutu.
BAB II

LATAR BELAKANG

SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN


RUMAH SAKIT

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal baru.


Pada tahun (1820-1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris menekannkan
aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang
terkenal sampai sekarang adalah “ hospital should do the patient no harm”, Rumah Sakit
jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.

Di Amerika Serikat, upaya penongkatan mutu pelayanan medic dimulai oleh ahli
bedah Dr. E.A. Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr. E.A Codman dan beberapa
ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya
terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang
tidak memenuhi syarat di dalam Rumah sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan
penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah
upaya pertama yang berusaha mengidentifikasi masalah klinis, dan kemudian mencari
jalan keluarnya.

Kelanjutan dari upaya ni pada tahun 1918 The America College Of Surgeons
(ACS) menyusu suatu Hospital Standarization Programme. Program standarisasi adalah
upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan peningkatan mutu pelayanan. Program
ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit
tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisai
ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi
perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum.

Pada tahun 1951 America College of Surgeon, America College of Physicians,


America Hosputal Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision on
Accreditation of Hospital (JCAH) suatu gabungan untuk menilai dan mengakreditasi
Rumah Sakit.

Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minmal dan
esensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun
memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai
dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi beberapa tahun sekali diadakan revisi.
Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah
Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”. Undang-
undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang ditentukan oleh
JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut
program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika
sangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal
dari pembayaran langsung oleh pasien.

Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang
dilaksanakan dengan baik.

Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan


susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil
beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima
kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan sehingga
sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan peningkatan
mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika.

Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi,


namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur
bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar
diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena
itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif
untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu
pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan kesehatan masing-masing.

Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya
meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang
metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol
suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk
mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa. Walaupun secara regional WHO
telah melakukan berbagai upaya, namun pada simposium peningkatan mutu pada bulan
Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan mutu di berbagai
negara Eropa Barat masih pada perkembangan awal. Di Asia, negara pertama yang sudah
mempunyai program peningkatan mutu dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional
adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan
Malaysia mengembangkan peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli
dari Negeri Belanda.Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang
telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu
penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa criteria untuk tiap kelas
Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-standar.
Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan,
ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping
standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka
meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.

Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai


indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit
pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan
Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi
penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan indikator kebersihan dan
ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta
Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992 telah dilengkapi
pula dengan instrumen mengukur kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah
Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI).
Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik
beratkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada
penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan
penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.

Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan


monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot
Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan
pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama.
Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian
perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai
mutu melalui penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu pelayanan.
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan upaya penggunaan obat secara
rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu
(TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit
lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya belum
ada yang dilaporkan. Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah
mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah
Sakit. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan
mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering menggunakan
pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle =
QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali
Mutu, walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan. Sejalan dengan hal di atas maka
Departemen Kesehatan telah mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah
Sakit pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa
kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya
sering ada perbedaan.

BAB III

KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN NUNUKAN

Agar upaya peningkatan mutu di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten


Nunukan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan
bahasa tentang konsep dasar upaya peningkatan mutu pelayanan.

A. MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN NUNUKAN

1. Pengertian Mutu

Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian yang
secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.

a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.

b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang


selalu dicurahkan pada pekerjaan.

c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.

2. Definisi Mutu Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan

Mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan adalah derajat
kesempurnaan pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya
yang tersedia di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan secara wajar, efisien
dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika,
hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan dan masyarakat konsumen.

3. Pihak Yang Berkepentingan Dengan Mutu

Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu :


a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen Rumah Sakit
d. Karyawan Rumah Sakit
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan kepentingannya
terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional.
4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya

5. Mutu Terkait Dengan Input, Proses, Output Dan Outcome


Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunakan 3 variabel,
yaitu :
a. Input, adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi,
informasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input
yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah dalam
perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
b. Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan interaksi
profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien/masyarakat). Proses ini
merupakan variabel penilaian mutu yang penting.
c. Output, ialah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit kerja/rumah sakit.
d. Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi
pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan adalah suatu institusi pelayanan
kesehatan yang kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena
pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan menyangkut berbagai fungsi
pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Nunukan mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus
memiliki sumber daya manusia yangprofesional baik di bidang teknis medis maupun
administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Nunukan harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua
tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan
diawali dengan penilaian akreditasi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan yang
mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan harus menetapkan standar input, proses, output, dan
outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan. Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Nunukan dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan
memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk
mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil
(output dan outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Nunukan tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output
yang baik pula. Indikator Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan yang disusun
dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Nunukan secara nyata.
B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN NUNUKAN
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya dan
kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan Rumah Sakit
Umum Daerah Nunukan, memecahkan masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya,
sehingga mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan akan menjadi lebih
baik. Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan upaya peningkatan mutu pelayanan
adalah kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada
pasien. Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan
akan sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan sehari-hari dari
setiap unsur di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan termasuk pimpinan, pelaksana
pelayanan langsung dan staf penunjang. Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang
melibatkan mutu asuhan atau pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan
efisien. Walaupun disadari bahwa mutumemerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih
baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya peningkatan mutu
pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Nunukan Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan
adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut
input, proses dan output secara objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu
dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang
terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Nunukan berdaya guna dan berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Nunukan
a. Tujuan Umum :
Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan secara efektif dan efisien agar tercapai derajat
kesehatan yang optimal.
b. Tujuan Khusus :
Tercapainya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Nunukan melalui diantaranya :
1) Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
2) Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
3) Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan pelayanan
kesehatan.
3. Indikator mutu
Indikator mutu Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan meliputi indikator
klinik, indikator yang berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada
efektifitas (effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan kelayakan
(appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Nunukan maka disusunlah strategi, sebagai berikut :
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu
pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan sehingga dapat menerapkan
langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Nunukan, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan, termasuk
di dalamnya menyusun program mutu Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan
dengan pendekatan PDCA cycle.
5. Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang
berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah identifikasi masalah.
Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses siklus (daur), karena
akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini.
Masalah akan timbul apabila, diantaranya :
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat penyimpangan.
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.

Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan
perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan perbaikan
perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan
didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah
sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.
BAB IV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk
mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan.
A. Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi.
Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator
yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
B. Kriteria adalah spesifikasi dari indikator.
C. Standar adalah :
1. Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenangdalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan
prinsip dasar,
sebagai berikut :
A. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan, diantaranya :
1. Keprofesian
2. Efisiensi
3. Keamanan pasien
4. Kepuasan pasien
5. Sarana dan lingkungan fisik

B. Indikator yang dipilih, sebagai berikut :


1. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses
2. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk
perorangan.
3. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain, baik di dalam
maupun luar negeri.
4. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor
5. Didasarkan pada data yang ada.

C. Kriteria yang digunakan


Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator,
sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.
D. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan, sebagai berikut :
1. Acuan dari berbagai sumber
2. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
3. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
BAB V
PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN

Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk
menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang
diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja
dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality os customer’s satisfaction)
yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di Rumah Sakit Umum Daerah Nunukan.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus pengendalian (control
cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Check-Action” (P-D-C-A) = Relaksasi (rencanakan –
laksanakan – periksa –aksi). Pola P-D-C-A ini dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena
pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam
perkembangannya, metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebuit “siklus Deming”. Hal ini
karena Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas
penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk
melakukan perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses
perbaikan kualitas (quality improvement) secara rerus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat
ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada
gambar 1.
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan
pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada
fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan
keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk
memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan
selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan berdasarkan
siklus P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement under P-D-C-A Cycle)
diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A hanya dapat
berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam
enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar
Pemecahan masalah dan peningkatan
Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 3 di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
A. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan.
Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi. Penetapan sasaran
didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi. Sasaran ditetapkan secara konkret dalam
bentuk angka, harus pula diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua
karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan
dan tujuan, semakin rinci informasi.

B. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan


Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa
disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus rasional, berlaku
untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena
itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar
kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua karyawan.
C. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat
dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk memahami
standar kerja dan program yang ditetapkan.
D. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar
kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu,
ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi
masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja yang
telah ditetapkan.
E. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Check
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau
tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti standar
kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada karyawan
adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan
dan manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja)
dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk
mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan
setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya.
F. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →AcƟon
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan
harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan.
Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan
konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.
Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif untuk
meningkatkankualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai
diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua
karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu
sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau
menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap
kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga
cara bertindak seseorang untuk mencapai sasaran tersebut. Partisipasi semua pihak dalam
pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua jenis kelompok karyawan yang secara
bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya.
Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah
pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan
akanmenghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat
pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses
dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan
manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari
kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
BAB V
PENUTUP

Kegiatan peningkatan mutu diharapkan berjalan secara berkesinambungan dan


berkelanjutan untuk menunjang pelayanan rumah sakit yang aman dan bermutu.
Buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan akan di review secara berkala,
paling lambat 3 tahun sekali

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan,

Dulman L,
NIP. 1974
Indikator Mutu
1. Indikator Mutu Area Klinis (IAK)
N
Indikator Judul Indikator
o
1 Asesmen pasien Kelengkapan pengisian asesmen awal pasien mencakup
identitas pasien ( nama dan tanggal lahir serta register),
pengkajian, diagnose dan tanda tangan petugas dalam
waktu selambat-lambatnya 24 jam setelah masuk RS

2 Pelayanan Laboratorium Waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium pemeriksaan


rutin rawat jalan maksimal 140 menit

3 Pelayanan Radiologi Waktu tunggu hasil pelayanan thorak fhoto untuk pasien
rawat jalan maksimal 1 jam

4 Prosedur Bedah Kelengkapan informed consent

5 Penggunaan Antibiotika & Obat Penulisan resep obat sesuai formularium oleh dokter
Lainnya

6 Kesalahan Medikasi (Medication Kesalahan penulisan resep dirawat inap


Error) dan Kejadian Nyaris Cedera
(KNC)
7 Penggunaan Anestesi dan Sedasi Kelengkapan pengkajian anestesi untuk pra-operasi elektif
dengan anestesi umum

8 Penggunaan Darah dan Produk Reaksi tranfusi darah yang dilaporkan


Darah

9 Ketersediaan, isi dan penggunaan Kelengkapan pengisian Rekam Medik 24 jam sejak selesai
rekam medik pelayanan rawat inap mencakup riwayat keluar masuk
dan resume

10 Pencegahan dan Pengendalian Angka kejadian decubitus akibat perawatan di Rumah


Infeksi Sakit

2. Indikator Area Manajerial


N
Indikator Judul Indikator
o
1 Pengadaan rutin alkes dan obat Kekosongan stok obat esensial
penting untuk memenuhi kebutuhan
pasien
2 Pelaporan kegiatan sesuai undang- Ketepatan waktu pengiriman laporan bulanan HIV/AIDS ke
undang dan peraturan kemenkes RI

3 Manajemen Risiko Insiden tertusuk jarum oleh perawat

4 Manajemen penggunaan sumber Pemanfaatan alat CT SCAN kepala dalam proses


daya penegakan diagnose pasien yang dilaksanakan di Instalasi
Radiologi

5 Harapan dan kepuasan pasien dan Tingkat kepuasan Pasien Rawat Inap
keluarga pasien

6 Harapan dan Kepuasan Staf Tingkat kepuasan pegawai

7 Pencegahan dan penengendalian Peralatan ukur medis yang terkalibrasi tepat waktu sesuai
peristiwa yang membahayakan dengan ketentuan kalibrasi BPFK
keselamatan pasien, keluarga pasien
dan staf

8 Demografi dan diagnosis klinis pasien Trend 10 besar diagnose dan data demografi yang
bersangkutan

9 Manajemen Keuangan Cash Ratio

3. Indikator Sasaran Keselamatan Pasien


N
Indikator Judul Indikator
o
1 Ketepatan identifikasi pasien Persentase pasien rawat inap baru yang memakai
gelang identitas sesuai standar
2 Peningkatan komunikasi yang efektif Kepatuhan penerapan komunikasi dengan metode

SBAR/TBAK pada saat pelaporan pasien dan


penerimaan pesan secara verbal melalui telepon
3 Peningkatan keamanan obat yang Kepatuhan pemberian label obat high alert oleh farmasi
perlu diwaspadai
4 Kepastian tepat lokasi, tepat Kepatuhan pelaksanaan prosedur Site
prosedur, tepat pasien operasi
Marking sebelum tindakan operasi
5 Pengurangan Infeksi terkait Persentase kepatuhan petugas kesehatan dalam melakukan
pelayanan kesehatan kebersihan tangan dengan metode enam langkah dan lima
momen
6 Pengurangan Risiko Jatuh Insiden pasien jatuh selama perawatan rawat inap di rumah
sakit
4. Indikator International Library
N
Indikator Judul Indikator
o
1 Acute Myocardial Infarction (AMI) Pasien dengan acute myocard infarction (AMI) diberikan obat
heparinisasi dalam 24 jam pasien masuk di Rumah Sakit
2 Nursing Sensitive Care (NSC) Pasien yang mendapatkan infeksi nasokomial decubitus grade
II
3 Stroke (STK) Pasien stroke yang telah diperiksa untuk mendapatkan
pelayanan rehabilitasi
4 Children’s Asthma Care (CAC) Pada pasien asma anak yang menerima kortikosteroid
selama perawatan di RS
NO CARA MELAKSANAKAN
KEGIATAN POKOK RINCIAN KEGIATAN SASARAN
KEGIATAN
1 Melakukan penilaian Menentukan minimal 5 Terdapat 5 Pertemuan dengan staf
kepatuhan penggunaan area prioritas dengan area prioritas medis untuk menentukan 5
PPK/CP/Protokol/Algoritma focus pengunaan PPK, CP, utk menilai area prioritas
pada kasus prioritas yang dan atau Protokol Klinis kepatuhan
sudah ditetapkan terhadap
standar
asuhan klinis
Melakukan pengumpulan Terdapat hasil Melakukan Audit dan analisa
data kepatuhan PPK,CP, audit dan serta rekomendasi
Protokol dan alogaritma rekomendasi
dan melakukan analisa utk perbaikan
perbaikan
Mengkomunikasikan hasil Terdapat Pertemuan dengan staf
analisa dan rekomendasi bukti medis
perbaikan utk komunikasi
meningkatkan kepatuhan
terhadap PPK
2 Melakukan pengukuran mutu Menentukan cara analisa Terdapat Melakukan analisa data
dan keselamatan pasien pada yang tepat dalam software yang dalam melakukan
semua unit melakukan pengukuran digunakan pengukuran mutu dan
mutu dan keselamatan keselamatan pasien pada
pasien setiap unit
3 Mengkomunikasikan hasil Menentukan cara Semua unit Melakukan pertemuan
evaluasi mutu dan mengomunikasikan hasil yang terkait dengan semua unit terkait
keselamatan pasien dari evaluasi mutu dan
keselamatan pasien
4 Melakukan perbandingan Menentukan cara Pokja dan Melakukan perbandingan
data dengan RS lain perbandingan data komite PMKP data dengan RS lain
dengan RS lain
5 Manajemen keselamatan Menentukan 6 sasaran Terdapat 6 Pertemuan dengan unit yang
pasien keselamatan pasien area sasaran ada di RS
keselamatan
pasien utk
menilai
kepatuhan
dari petugas
dan
pemeriksaan
berkala semua
fasilitas yang
berkaitan
dengan resiko
6 Manajemen resiko RS Menentukan 9 area Terdapat 9 Pertemuan dengan seluruh
manajemen resiko area unit manajemen yang
manajemen terkait
resiko untuk
menilai
seluruh
pelaksanaan
yang
dilakukan
7 Meningkatkan peran serta Menentukan peran serta Pasien dan Sosialisasi bersama HPK dan
pasien dan keluarga dalam keluarga dan pasien dalam keluarga SKP dalam memberikan
keselamatan pasien keselamatan pasien sosialisasi pasien dan
keluarga
8 Diklat PMKP Mengikuti diklat PMKP Pokja PMKP Mengikuti diklat PMKP yang
dan Komite diadakan oleh KARS
PMKP
9 Evaluasi kontrak terkait Menentukan waktu Unit terkait Melakukan pengumpulan
pelayanan klinis evaluasi kontrak data yang telah dilakukan
pelayanan klinis oleh masing-masing unit
10 Pengendalian dokumen Menentukan waktu dalam Unit terkait Melakukan pemeriksaan
pengendalian dokumen untuk setiap dokumen yang
diperlukan
KEGIATAN POKOK, RINCIAN KEGIATAN DAN CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN

Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

N 2017
KEGIATAN
O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Menentukan minimal 5 area prioritas dengan focus mg
penggunaan pedoman klinis, CP dan atau protocol 2
klinis
2 Melakukan pengumpulan data kepatuhan PPK, CP, Mg
protocol 3
Dan algoritma dan melakukan analisa untuk perbaikan
3 Mengkomunikasikan hasil analisa dan rekomendasi Mg
perbaikan utk meningkatkan kepatuhan terhadap PPK 1
4 Mereview dan menetapkan pengukuran mutu dan Mg
keselamatan pasien disetiap unit, dan dilengkapi 3
dengan profilnya
5 Memilih dan menetapkan pengukuran utama Mg
3
6 Melakukan pengukuran mutu dan keselamatan pasien Mg
1
7 Melakukan validasi
8 Melakukan analisa pencapaian pengukuran mutu dan Mg Mg Mg
keselamatan pasien serta rekomendasi tindak lanjut 1 1 1
9 Melaksanakan tindaklanjut hasil rekomendasi Mg Mg Mg
4 4 4
10 Memberikan laporan kegiatan pengukuran mutu dan Mg Mg Mg
keselamatan pasien kepada setiap kepala unit 1 1 1
11 Memberikan laporan kegiatan pengukuran mutu dan Mg
keselamatan pasien kepada seluruh staf 3
12 Mengidentifikasi RS yang sebanding untuk dilakukan Mg
perbandingan data 1
13 Melakukan perbandingan data Mg
4
14 Menetapkan insiden yang termasuk KTD, KNC, dan KTC Mg 3
15 Melakukan pengumpulan data insiden yang terjadi di Setiap hari
RSUD Kab. Nunukan
16 Melakukan analisis terhadap insiden yang terjadi insidental
17 Melakukan perbaikan hasil analisa insidental
18 Mengidentifikasi resiko RS Mg 3
19 Melakukan manajemen resiko Mg 1
20 Berkoordinasi dengan panitia PPI dan Panitia K3 utk Mg 3
melakukan manajemen resiko khusus yaitu ICRA dan
HVRA
21 Melakukan FMEA untuk proses resiko tinggi minimum 1 Mg
kali 1
22 Melakukan kampanye agar pasien dan keluarga lebih Mg 4
berperan aktif dalam keselamatan pasien
23 Melakukan orientasi mutu dan keselamatan pasien insidental
untuk karyawan baru
24 Melakukan pelatihan mutu dan keselamatan pasien Mg
untuk jajaran manajer (S/ Karu) 2
25 Melakukan pelatihan manajemen resiko Mg
2
26 Mengikuti pelatihan eksternal untuk peningkatan Mg
kompetensi panitia PMKP 3
27 Mendata kontrak pelayanan klinis Mg 1
28 Berkoordinasi dengan kepala unit terkait untuk Mg 3
memastikan dilakukan evaluasi terhdp pihak ke 3 yang
bekerjasama dengan RS
29 Memastikan formulir yang digunakan masih berlaku Mg 4
30 Memastikan regulasi yang digunakan masih berlaku Mg 4
31 Memperbaiki system pengendalian dokumen Mg
3

Anda mungkin juga menyukai