Anda di halaman 1dari 49

Pelaksanaan Pekerjaan Gedung Tinggi

(Contoh Kasus: Pelaksanaan Pekerjaan Apartemen Pakubuwono View-Jakarta)

A. Pendahuluan
Tahap pelaksanaan merupakan tahapan untuk mewujudkan setiap rencana yang
dibuat oleh pihak perencana. Pelaksanaan pekerjaan merupakan tahap yang sangat
penting dan membutuhkan pengaturan serta pengawasan pekerjaan yang baik
sehingga diperoleh hasil yang baik, tepat pada waktunya, dan sesuai dengan apa
yang sudah direncanakan sebelumnya.
Tahap pelaksanaan pekerjaan merupakan tahap yang menentukan berhasil tidaknya
suatu proyek, oleh karena itu perlu dipersiapkan segala sesuatu yang berhubungan
dengan teknis pekerjaan, rencana kerja, serta tenaga pelaksana khususnya tenaga
ahli yang profesional yang dapat mengatur pekerjaan dengan baik serta dapat
mengambil keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah yang ditemui di
lapangan.
Dalam pelaksanaan fisik suatu proyek bisa saja timbul masalah-masalah yang tidak
terduga dan tidak dapat diatasi oleh satu pihak saja. Untuk itulah diperlukan adanya
rapat koordinasi untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah bersama-sama.
Dalam rapat koordinasi dihadiri oleh :
 Konsultan proyek
 Koordinator dan para pelaksana
 Pihak pemilik (owner) jika diperlukan
 Pihak perencana / arsitek jika diperlukan
Hal-hal yang dibahas dan diselesaikan dalam rapat koordinasi meliputi :
 Kemajuan ( progress) pekerjaan di lapangan
 Masalah-masalah dan solusinya menyangkut pelaksanaan di lapangan
 Realisasi pelaksanaan pekerjaan yang telah dicapai dibandingkan dengan
time schedule yang telah direncanakan
 Masalah administrasi yang menyangkut kelengkapan dokumen kontrak
 Sasaran yang akan dicapai untuk jangka waktu ke depan

Dalam tahap pelaksanaan, semua pelaksanaan pekerjaan di lapangan mengikuti


rencana yang telah dibuat oleh pihak perencana. Antara lain gambar rencana dan
segala detailnya, jenis material, dan dokumen lainnya. Tahap selanjutnya kontraktor
mengerjakan shop drawing sebagai gambar pelaksanaan dengan ruang lingkup
serta detail yang lebih sempit kemudian untuk tahap akhir kontraktor membuat as
built drawing sebagai gambar akhir sesuai dengan yang ada di lapangan yang
digunakan sebagai laporan akhir .
Dalam bab ini, pelaksanaan pekerjaan yang akan penulis uraikan adalah tentang
pekerjaan yang dilaksanakan dan dialami penulis selama kerja praktek di proyek
pembangunan Apartemen The Pakubuwono View, pelaksanaan pekerjaan antara
lain :
 Pekerjaan dewatering
 Pekerjaan ground anchor
 Pekerjaan Mat Foundation
 Pekerjaan struktur beton Kolom, Balok, Plat dan Cor Wall pada Basement, lantai
dasar dan lantai 2.

B. Peralatan
Suatu proyek agar lancar dan memenuhi targer mutu dan waktu harus didukung
oleh peralatan yang memadai. Supaya dalam penyediaan alat bias berfungsi secara
optimal perlu adanya manajem peralatan yang tertib. Dalam manajemen ini
diperhatikan masalah pengolahan peralatan proyek terdiri dari penyewaan,
pembelian dan masalah perawatan alat. Hal ini untuk mengefektifkan keberadaan
alat dilapangan.
Peraalatan pada proyek The Pakubuwono View Jakarta diantaranya termasuk
kepemilikan oleh kontraktor tersendiri, tapi untuk alat – alat berat kebanyakan
dengan sewa karena biaya akan lebih murah. Perelatan pada peralatan pada proyek
akan diuraikan dibawah ini.

1. Alat – alat Berat

a. Backhoe
Backhoe merupakan suatu alat yang digunakan untuk pekerjaan tanah
khususnya galian. Backhoe termasuk dalam jenis kendaraan excavator , karena
badannya dapat berputar 360o. Keuntungan dari penggunaan Backhoe adalah dapat
melakukan pekerjaan penggalian dengan lebih cepat dan lebih efisien.
Kinrja Backhoe biasanya di kombinasikan dengan Dump Truck pada saat galian
tanah. Pada proyek ini digunakan Backhoe dengan tipe Crawel, yang mempunyai
tenaga 100 HP dengan mengguanakan bahan bakar solar.
Gambar 4.1 Backhoe
b. Conrete Pump Truk
Merupakan alat untuk memompa beton ready mix dari mixer truck ke lokasi
pengecoran. Penggunaan concrete pump truck ini untuk meningkatkan kecepatan
dan efisiensi waktu pengecoran. Alat ini digunakan untuk pengecoran balok dan plat
lantai.
Alat ini terdiri atas beberapa bagian, yaitu alat utama berupa mesin pompa yang
dilengkapi dengan tenaga penggerak berupa mesin diesel, sejumlah pipa
berdiameter 15 cm serta nenerapa alat tambahan berupa klem penyambung pipa-
pipa tersebut. Penggunaan mesin pompa kecil masih efisien untuk ketinggian 4-5
lantai, selebihnya menggunakan tower crane. Dan untuk pompa besar dapat
menjangkau lebih dari itu, dan biasa digunakan di lantai 15 ke atas agar efisiensi
biaya berkaitan dengan harga borongan sewanya.

Gambar 4.2 Concrete Pump Truck


c. Tower Crane
Tower rane diperlukan terutama sebagai pengangkut vetikal bahan-bahan untuk
pekerjaan struktur, seperti besi beton, bekisting, beton cor, pengangkutan
material/bekas, dan material lainnya. Penempatan tower crane harus direncanakan
bisa menjangkau seluruh areal proyek konstruksi bangunan yang akan dikerjakan
dengan manuver yang aman tanpa terhalang. Penggunaan tower crane tersebut
juga harus memperhitungkan beban maksimal yang mampu diangkatnya. Dalam
proyek ini digunakan 3 TC dengan beban maksimal yang dapat diangkut 2 ton.
Operator TC harus siap untuk mengakomodasi perintah pengangkutan dari mandor
atau pengawas di daerah jangkauannya.

Gambar 4.3.Tower Crane

d. Concrete Mixer Truck


Merupakan alat untuk memompa beton ready mix dari mixer truck ke lokasi
pengecoran. Penggunaan concrete pump truck ini untuk meningkatkan kecepatan
dan efisiensi waktu pengecoran. Alat ini digunakan untuk pengecoran balok dan plat
lantai.
Alat ini terdiri atas beberapa bagian, yaitu alat utama berupa mesin pompa yang
dilengkapi dengan tenaga penggerak berupa mesin diesel, sejumlah pipa
berdiameter 15 cm serta nenerapa alat tambahan berupa klem penyambung pipa-
pipa tersebut. Penggunaan mesin pompa kecil masih efisien untuk ketinggian 4-5
lantai, selebihnya menggunakan tower crane. Dan untuk pompa besar dapat
menjangkau lebih dari itu, dan biasa digunakan di lantai 15 ke atas agar efisiensi
biaya berkaitan dengan harga borongan sewanya.
Gambar 4.4. Concrete Mixer Truck

e. Dum Truck
Dum Truck merupakan suatu alat yang dipergunakan untuk memindahkan
atau membuang suatu material hasil galian dari lokasi proyek ke lokasi proyek yang
telah ditetapkan kemana material tersebut itu dibuang / dijual. Pada saat membawa
material hasil galian, bagian belakang dum truck ditutup dengan terpal dengan
tujuan agar material tidak terjatuh dijalan raya dan debunya tidak menggangu
pengguna jalan lain.

Gambar 4.5. Dum Truck

Dalam proyek ini kurang lebih dari 20 dum truck yang digunakan pada saat
pekerjaan galian dan mobilisasinya pada saat malam hari dengan tujuan agar
proses pemindahan / pengiriman material dapat lebih cepat dan lancar.
2. Alat – alat Survey

a. Theodolith
Theodolith merupakan alat bantu dalam proyek untuk menentukan as
bangunan dan titik-titik as kolom pada tiap-tiap lantai agar bangunan yang dibuat
tidak miring. Alat ini dipergunakan juga untuk menentukan elevasi tanah dan elevasi
tanah galian timbunan. Cara operasionalnya adalah dengan mengatur nuvo dan
unting-unting di bawah theodolith. Kemudian menetapkan salah satu titik sebagai
acuan. Setelah itu, menembak titik-titik yang lain dengan patokan titik awal yang
ditetapkan tadi.

Gambar 4.6 Theodolith


b. Waterpass
Waterpass adalah alat yang digunakan untuk menetukan elevasi / peil lantai,
balok, lain – lain yang membutuhkan elvasi. Alat ini sanagt berguna untuk mengecek
ketebalan lantai saat pengecoran, sehingga lantai yang dihasilkan dapat datar.
Selain itu, waterpass juga dapat digunakan untuk pengecekan bekisting pada kolom.

Gambar 4.7 waterpass


c. Sipatan ( Marker )
Sipatan merupakan alat yang digunakan untuk memberi tanda setelah
pengukuran untuk marking setelah dilakukan. Bahan untuk sipatan ini adalah tinta
yang seing disebut tinta Cina. Tinta ini dapat bertahan dalam waktu yang lamadan
tidak mudah hilang atau luntur.

Gambar 4.8 Hasil Sipatan

3. Alat – alat fabrikasi


a. Bar Bender
Bar bender Merupakan alat yang digunakan untuk membengkokkan tulangan
berdiameter besar, seperti pada pembengkokan tulangan sengkang, pembengkokan
pada sambungan/overlap tulangan kolom, juga pada tulangan balok, plat, dan
dinding geser. Bar bender dab bar cutter haruslah ada dalam suatu proyek besar
karena untuk memenuhi kebutuhan pembesian baik itu precast atau pasang di
tempat.

Gambar 4.9. Bar Bander


b. Bar Cutter
Baja tulangan dipesan dengan ukuran-ukuran panjang standart. Untuk keperluan
tulangan yang pendek, maka perlu dilakukan pemotongan terhadap tulangan yang
ada. Untuk itu diperlukan suatu alat pemotong tulangan, yaitu gunting tulangan yang
dioperasikan secara manual dengan menggunakan tenaga manusia.

Gambar 4.10. Bar Cutter

Bar cutter merupakan alat pemotong besi tulangan sesuai ukuran


yangdiinginkan. Menurut tenaga penggeraknya, bar cutter ada 2 jenis :
1) Bar Cutter manual
Bar Cutter manual adalah alat pemotong baja beton menggunakan penggerak
tenaga manusia dengan kapasitas maksimum diameter 16 mm.
2) Bar Cutter listrik
Keuntungan dari Bar Cutter listrik dibandingkan Bar Cutter manual adalah Bar
Cutter listrik dapat memotong besi tulangan dengan diameter besar dengan mutu
baja cukup tinggi disamping dapat mempersingkat waktu pengerjaan.
Kemampuannya memotong dapat dilakukan sekaligus seperti tulangan diameter 10
mm dapat dilakukan pemotongan 6 buah sekaligus, 4 buah tulangan diameter 16
mm, 2 buah tulangan diameter 19 mm, 1 buah tulangan diameter 25 mm

3. Alat – alat Pelaksanaan Pengecoran

a. Vibrator
Pada pengecoran beton dibutuhkan kepadatan yang utuh sehingga tidak
terdapat rongga dalam adukan beton, karena rongga tersebut dapat mengurangi
mutu dan kekuatan beton. Dalam pelaksanaan pengecoran dibutuhkan vibrator yang
fungsinya untuk memadatkan adukan beton pada saat setelah pengecoran.
Vibrator merupakan alat penggetar mekanik yang digunakan untuk menggetarkan
adukan beton yang belum mengeras agar menghilangkan rongga-rongga udara,
sehingga beton menjadi lebih padat. Cara operasionalnya dengan cara
memasukkan selang penggetar ke dalam adukan beton yang telah dituang ke dalam
bekisting.
Gambar 4.11.Vibrator
Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan alat ini adalah :
 Ujung belalai vibrator dimasukkan dalam adukan beton dengna posisi vertikal
 Ujung vibrator diusahakan untuk tidak mengenai tulangan baja.
 Penggetaran dilakukan sekitas 10-15 detik untuk datu posisi titik.
 Penggetaran dilakukan selapis demi selapis untuk mendapatkan pemadatan
yang diinginkan.
 Ujung vibrator dicabut perlahan-lahan secara perlahan-lahan dari adukan
sehingga bekasnya dapat meutup kembali.

b. Concrete Mixer
Concrete Mixer atau yang sering disebut molen berguna untuk mencampur
dan mengaduk material beton agar lebih homogen. Adanya sirip – sirip pada bagian
dalam drum, memungkinkan teraduknya material dari adukan beton secara merata
pada waktu berputar. Alat ini digunakan khusus untuk volume pekerjaan yang relatif
kecil dan non struktural seperti pembuatan lantai kerja, pmasangan batako,
plesteran dan lain – lain. Drum pengaduk mempunyai dua macam kecepatan gerak,
yaiti gerak untuk mengatur posisi drum dan gerak untuk mencampur adukan.

Gambar.4.12. Concrete Mixer


c. Trowel
Trowel adalah alat yang digunakan untuk menghaluskan permukaa beton
pada plat lantai yang menggunakan floor hardener pada lapisan permukaannya.
Permukaan beton yang telah ditaburi flour hardener diratakan dengan ruskam,
kemudian trowel digunakan untuk menghaluskan permukaan tersebut.

Gambar 4.13. Trowel.

C. Material
Didalam pelaksanaan suatu proyek, diperlukan adanya pengelolaan bahan
dan peralatan yang baik untuk menunjang kelancaran pekerjaan. Penyimpangan
terhadap bahan-bahan bangunan perlu mendapat perhatian khusus mengingat
adanya bahan-bahan bangunan yang sangat peka terhadap kondisi lingkungan,
seperti semen dan juga baja tulangan yang peka terhadap pengaruh air dan udara
sekitar. Pengaturan dan penyimpangan bahan-bahan dan peralatan dalam proyek
menjadi tanggung jawab bagian logistik dan gudang.
Mengingat rencana pekerjaan Proyek Pembangunan yang dibatasi oleh waktu,
diusahakan penempatan material yang tepat dan seefisien mungkin sehingga dapat
mempercepat dan mempermudah pekerjaan. Di samping itu, penempatan material
yang baik dan tertata rapi akan mendukung efektifitas kerja dan keselamatan kerja.
1. Pasir (Agregat Halus)
Pasir digunakan untuk pekerjaan non struktural seperti pekerjaan pembuatan lantai
kerja, plesteran, dan digunakan untuk campuran adukan beton yang dikerjakan di
lapangan. Agregat halus yang digunakan sebagai bahan pengisi pada proyek ini
harus memenuhi beberapa syarat berikut :
a. Butiran – butiran pasir kasar, tajam dan keras, harus bersifat kekal ( tidak
hancur karena pengaruh cuaca ).
b. Pasir terdiri dari butir – butir yang beraneka ragam.
c. Pasir tidak boleh mengandung zat organik terlalu banyak.
d. Pasir laut tidak boleh digunakan di dalam semua mutu beton, kecuali dengan
menggunakan petunjuk – petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan – bahan
yang diakui.
e. Mendapat persetujuan dari pengawas lapangan.

Gambar.4.14. Pasir (Agregat halus)

2. Agregat Kasar
Agregat kasar berupa butir – butir yang beraneka ragam besarnya dan
apabila diayak harus memenuhi kriteria sisa di atas ayakan 31,5 mm harus 0 %
berat, sisa di atas ayakan 4 mm harus berkisar antara 90 % sampai 98 % berat dan
selisih antara sisa – sisa kumulatif di atas dua ayakan yang berurutan adalah
maksimum 60 % dan minimum 10 % berat.

Adapun syarat – syarat dari agregat kasar adalah sebagai berikut :


 Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai hasil desintegrasi alami
dari batuan – batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan
batu.
 Agregat kasar harus terdiri dari butir – butir yang keras dan tidak berpori.
 Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 %.
 Agregat kasar tidak boleh mengandung mengandung zat – zat yang dapat
merusak beton.

3. Semen
Semen digunakan sebagai bahan pengikat dalam pekerjaan konstruksi, antara
lain digunakan untuk pasangan batu bata dan plesteran. Dalam proyek ini
digunakan Semen Gresik yang telah disetujui oleh pengawas. Hal – hal yang perlu
diperhatikan dalam penyimpanan persediaan semen :
a. Sebelum diangkut ke lapangan untuk digunakan, semen harus dijaga agar
tidak lembab.
b. Dalam pengangkutan semen harus terlindung dari hujan dan zak (kantong) asli
dari pabriknya dalam keadaan tertutup rapat.
c. Tinggi tumpukan maksimum tidak lebih dari 2 m atau maksimal 10 zak. Hal ini
untuk menghindari rusaknya semen yang berada pada tumpukan yang paling
bawah akibat beban yang berat dalam waktu yang cukup lama sebelum
digunakan sebagai bahan bangunan.
d. Karena penimbunan semen dalam waktu yang lama juga akan mempengaruhi
mutu semen, maka diperlukan adanya pengaturan penggunaan semen secara
teliti. Sehingga dalam hal ini semen lama harus dipergunakan terlebih dahulu.

4. Air
Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak,
asam, alkali, garam – garam, bahan – bahan organis atau bahan – bahan lain yang
merusak beton dan baja tulangan. Dalam hal ini sebaiknya dipakai air bersih yang
dapat diminum. Bilamana mungkin menggunakan air PDAM.

Gambar.4.15. bahan campuran beton

D. Kendali mutu
Pengendalian mutu dalam suatu proyek merupakan hal yang penting, sebab
akan menentukan kualitas dari hasil pelaksanaan apakah telah sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentukan. Tinjauan pengendalian dalam proyek yang harus
diperhatikan adalah: pengendalian mutu bahan dan peralatan, pengendalian tenaga
kerja, pengendalian waktu, teknis, biaya serta pengendalian kesehatan keselamatan
kerja (K3).
1. Pengendalian Mutu Bahan
Kualitas bahan dalam pekerjaan sangat menentukan untuk bisa mencapai ketentuan
dalam spesifikasi yang telah direncanakan, sehingga pengendalian mutu bahan
sangatlah penting akan keberhasilan pembangunan dalam suatu proyek.
Standard yang ditetapkan oleh PT Davy Sukamta selaku konsultan perencana untuk
standard mutu bahan dalam pembangunan Apartemen Pakubuwono View,
menggunakan dari American Concrete Institute (ACI), American Standard for
Testing and Material (ASTM), Standard Nasional Indonesia (SNI).
a. Agregat
Untuk agregat yang akan digunakan untuk bahan beton dari pihak plant akan
dilakukan uji lab apakah memenuhi syarat atau tidak dan dari pihak pelaksana akan
meminta hasil tes tersebut. Jika dilakukan secara kasat mata, untuk mengetahui
pasir tersebut bagus dengan cara menggenggam jika menggumpal berarti pasir
tersebut tidak bagus.

2. Semen Portland
Pada semen porland butiran-butiran tidak boleh mengumpal keras, untuk
penyimpanannya tidak boleh dalam keadaan lembab untuk lebih menjaga semen
tetap baik maka diberi bantalan kayu sebagai tempat dibawahnya.
3. Besi
Merupakan material yang sangat penting dalam beton bertulang, sehingga perlu
dijaga mutu dan kualitasnya. Dalam hal ini PT Bona Widjaja Gemilang bekerja sama
dengan PT Master Steel selaku subkont besi tulangan. Untuk mengetahui mutu besi
baik maka harus memenuhi syarat-syarat sebagi berikut :
a. Bebas dari kotoran-kotoran, lapisan minyak, karat, dan tidak retak atau
mengelupas.
b. Mempunyai penampang yang sama rata.
c. Ukuran disesuaikan dengan shop drawing.

Untuk tempat penyimpan sebaiknya diberi bantalan kayu dan tempat yang kering
unruk menghindari karat.

Gambar.4.16. Besi tulangan

4. Beton
Untuk pengujian mutu beton dilakukan dengan cara slump tes untuk pengujian
dilapangan dan uji kuat tekan jika hasil slump sesuai spesifikasi. Untuk
pengujian Crushing Test dilakukan oleh PT. PionirBeton Industri selaku subkont
untuk beton readymix sedangkan untuk pengujiannya sendiri dilakukan di Concrete
Laboratory-Pulo Gadung Plant.

a. Uji Slump
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar air beton yang berhubungan dengan
mutu beton. Dalam proyek pembangunan Apartemen Pakubuwono View untuk
pondasi. Pengujian dengan menggunakan kerucut Abrams, sebagai berikut :
1) Menyiapkan kerucut abrans dengan diameter atas 10 cm, bawah 20 cm dan
tinggi 30 cm yang diletakkan pada bidang datar namun tidak menyerap air.
2) Adukan beton yang akan diuji dimasukkan dalam tiga lapis sambil ditusuk 25 kali
dengan tongkat baja agar adukan menjadi padat.
3) Setelah kerucut dibuka, kemudian diukur pada 3 tempat kemudian diambil rata-
rata
4) Adukan beton yang tidak sesuai dengan nilai slump rencana akan direject.

b. Uji Kuat Tekan (Crushing Test)


Tes uji kuat tekan ini bertujuan untuk mengetahui kuat tekan beton
karakteristik (kuat tekan maksimum yang dapat diterima oleh beton sampai beton
mengalami kehancuran). Cara pengujiannya :
1) Menyiapkan silinder berdiameter 15 cm dengan tinggi 30 cm, yang telah diolesi
pelumas pada bagian dalam.
2) Kemudian adukan beton dimasukkan ke silinder dalam tiga lapis sambil ditusuk-
tusuk hingga 30 kali.
3) Cetakan yang telah diberi kode itu kemudian didiamkan 24 jam dan direndam
dalam air (curing) selama 7 hari. Setelah itu barulah diuji dengan crushing test.

Gambar 4.17. Sampel Siap Uji

2. Pengendalian Mutu Peralatan


Perawatan akan peralatan merupakan hal yang penting untuk kelancaran
pelaksanaan pekerjaan. Peran mekanik akan sangat berguna untuk mencegah
tertundanya pekerjaan akibat dari kerusakan peralatan. Akan tetapi jika kerusakan
sudah tidak dapat ditangani oleh para mekanik, maka peralatan tersebut akan
dikirim ke bengkel pusat.
Untuk menghindari penundaan waktu maka pelaksana harus mempunyai cadangan
yang dapat digunakan secara cepat seperti ketika pengecoran dilaksanakan,
concrete pump yang digunakan sebanyak 4 buah dengan ditambah 1 buah concrete
pump dalam keadaan stanby.

3. Pengendalian Tenaga Kerja


Tenaga kerja dalam suatu proyek merupakan hal yang mutlak. Penempatan
tenaga kerja yang sesuai dengan jumlah dan kemampuannya dapat menunjang
tercapainya efisiensi dalam suatu pekerjaan proyek, oleh karena itu diperlukan suatu
pengendalian mutu tenaga kerja. Pemilihan mandor untuk melaksanakan pekerjaan
secara borongan haruslah tepat. Maka tim pelaksana harus hati-hati dalam
pemilihan mandor, sebab akan menentukan mutu sekaligus ketepatan waktu selesai
proyek.
Setiap tenaga kerja yang dibawa oleh para mandor haruslah sudah mempunyai
pengalaman yang sesuai dengan keahliannya, seperti pembesian, pembobokan,
bekisting hingga pengecoran.

4. Pengendalian Waktu
Untuk menghindari adanya keterlambatan pelaksanaan maka perlunya
pengendalian waktu yang berdasarkan pada time schedule pekerjaan.
Keterlambatan pekerjaan pada suatu proyek akan berpengaruh pada cost. Maka
untuk mempermudah pelaksaan dilapangan, manager sebaiknya
membuat schedule yang lebih sederhana akan tetapi tetap mengacu pada time
schedule yang dikeluarkan oleh engineeringsebab tidak semua paham akan
pembacaan master schedule. Agar dapat berlangsung tepat waktu, maka time
schedule digunakan sebagai kontrol untuk mengatur tingkat prestasi pekerjaan
dengan lamanya pelaksanaannya. Sehingga pekerjaan apa yang harus dikerjakan
lebih dahulu dan kapan harus dimulai dapat terjadwal dengan baik, sehingga
kemungkinan keterlambatan dapat diperkecil.
Manfaat dari time schedule antara lain :

 Sebagai pedoman kerja bagi pelaksana terutama menyangkut batasan waktu


dan pelaksanaan tiap pekerjaan yang dilaksanakan.
 Sebagai koordinasi bagi pimpinan proyek terhadap semua pelaksanaan
pekerjaan.
 Sebagai tolak ukur kemajuan pekerjaan di setiap harinya, sehingga progress
report setiap waktu dapat dilihat.
 Sebagai evaluasi tahap akhir dari setiap pelaksanaan pekerjaan.
Setiap item pekerjaan pada time schedule mempunyai prosentase bobot sendiri-
sendiri sedangkan Time schedule menyatakan pembagian waktu terperinci
untuk setiap jenis pekerjaan, mulai dari permulaan sampai akhir pekerjaan
sehingga kumulatif prosentase bobot pekerjaan ini akan membentuk kurve S.
Untuk kurva S terdiri dari kurva S rencana dan kurva S realisasi. Fungsi kurva S
adalah :
 Menentukan waktu penyelesaian tiap bagian pekerjaan proyek.
 Menentukan besarnya biaya pelaksanaan proyek.
 Mengetahui progress pekerjaan yang dihasilkan dilapangan dengan
perencanaan, sehingga dapat menjadi bahan evaluasi.
5. Pengendalian Teknis Pekerjaan
Pada pelaksanaana dilapangan biasanya akan mengalami problem pada item
pekerjaaan tertentu. Pengendalian Teknis Pekerjaan menunjukkan tahap untuk
pengawasan dan kontrol terhadap kualitas pekerjaan. Hal ini memerlukan suatu
menajemen kualitas agar hasil pekerjaan dapat tercapai mutu sesuai rencana
proyek. Jika permasalahan yang dihadapi memerlukan perhitungan teknis maka
pihak engineering akan membuat metode repair yang kemudian akan diajukan
terlebih dahulu kepada konsultan perencana . Namun apabila problem yang
dihadapi tidak memerlukan perhitungan teknis seperti melendutnya
bekisting, biasanya dari pihak pelaksana dan dibantu oleh konsultan pengawas akan
segera mencari pemecahannya.Dalam pengendalian mutu ini peran QC (Quality
Control) akan sangat berperan, QC akan mendampingi supervisor dalam
pelaksanaan dilapangan.
Untuk pengendalian teknis memerlukan analisis permasalahan yang timbul
dilapangan sesuai yang diamati, begitu juga langkah yang akan diambil sebagai
penyelesaian dari problem yang ada. Adapaun beberapa problem yang terjadi dapat
dijelaskan berikut ini.

a Permasalahan : Bekisting mat foundation melendut ke dalam


Penyebab : Adanya tekanan ke dalam dari tanah urug
Pemecahan : - Urugan diurug kembali
- Bekisting didorong dari dalam kemudian ditahan, jika
perlu bekisting dibongkar kembali
- Untuk tulangannya ditarik menggunakan chain block.

Gambar 4.18. Penggunaan Chain Block


b Permasalahan : Tulangan Pancang < 1 m
Penyebab : Pengangkatan bobok pancang yang salah
Pemecahan : Penambahan tulangan dengan metode Chemset

Gambar 4.19.Pengeboran

Gambar 4.20. Pembersihan lubang


Gambar 4.21 Pemberian chemical

Gambar 4.22.Pemberian Tulangan


c Permasalahan : Layer atas pembesian turun
Penyebab : Kurang tingginya tulangan cakar ayam
Tulangan mat foundation layer atas ditarik dengan bantuan
Pemecahan : Tower Crane
Gambar 4.23. Pengangkatan Pembesian dengan TC

d Permasalahan : Tulangan kolom bergeser


Penyebab : Tekanan dari beton saat pengecoran
Perhitungan dilakukan oleh pihak engineering(Lihat
Pemecahan : Lampiran)
1. Dengan penambahan dimensi kolom
2.Tulangan di bagian tertentu di bending.

6. PROGRESS REPORT
Pengendalian hasil pekerjaan di lapangan dimaksudkan untuk mengetahui
perkembangan dan permasalahan di proyek melalui laporan kemajuan dan
koordinasi proyek. Laporan kemajuan proyek dikerjakan secara berkala untuk
mengetahui sejauh mana kemajuan dari proyek itu.

a. Laporan Harian
Laporan harian dibuat setiap hari secara tertulis oleh pihak pelaksana proyek
dalam melakukan tugasnya dan dalam mempertanggungjawabkan terhadap apa
yang telah dilaksanakan serta untuk mengetahui hasil kemajuan pekerjaannya
apakah sesuai dengan rencana atau tidak. Laporan ini dibuat untuk memberikan
informasi bagi pengendali proyek dan pemberi tugas melalui direksi tentang
perkembangan proyek. Dengan adanya laporan harian ini, maka segala kegiatan
proyek yang dilakukan tiap hari dapat dipantau.
Laporan harian berisikan data – data antara lain :
1) Waktu dan jam kerja
2) Pekerjaan yang telah dilaksanakan maupun yang belum
3) Keadaan cuaca
4) Bahan – bahan yang masuk ke lapangan
5) Peralatan yang tersedia di lapangan
6) Jumlah tenaga kerja di lapangan
7) Hal – hal yang terjadi di lapangan
b. Laporan Mingguan
Laporan mingguan bertujuan untuk memperolah gambaran kemajuan
pekerjaan yang telah dicapai dalam satu minggu yang bersangkutan, disusun
berdasarkan laporan harian selama satu minggu tersebut. Laporan mingguan
berisikan antara lain :
1) Jenis pekerjaan yang telah diselesaikan.
2) Volume dan prosentase pekerjaan dalam satu minggu itu.
3) Catatan – catatan lain yang diperlukan.
Prosentase pekerjaan yang telah dicapai sampai dengan minggu tersebut
dapat diketahui dengan memperhitungkan semua laporan mingguan yang telah
dibuat, ditambah dengan bobot prestasi pekerjaan yang telah diselesaikan pada
minggu itu. Dari prosentase pekerjaan yang telah dicapai pada minggu ini kemudian
dibandingkan dengan prosentase pekerjaan yang telah dicapai pada minggu yang
bersangkutan, maka akan diketahui prosentase keterlambatan atau kemajuan yang
telah diperoleh. Laporan mingguan tidak dapat dipisahkan dengan time
schedulepelaksanaan pekerjaan yang telah disusun oleh pihak Kontraktor Utama
dengan persetujuan Project Manager.

c. Laporan Bulanan
Laporan bulanan pada prinsipnya sama dengan laporan mingguan, yaitu
untuk memberikan gambaran tentang kemajuan proyek. Untuk tujuan itu dibuatlah
rekapitulasi laporan mingguan maupun laporan harian dengan dilengkapi foto – foto
pelaksanaan pekerjaan selama bulan yang bersangkutan. Laporan bulanan
dilaporkan kepada Pemilik Proyek (Owner).

d. Rapat Koordinasi Bulanan


Rapat koordinasi bulanan diadakan dengan dihadiri oleh panitia
pembangunan, Owner, Konsultan Perencana, Konsultan Pengawas dan Kontraktor
Utama. Dalam rapat ini dibahas hal – hal yang berhubungan dengan pelaksanaan
serta masalah – masalah teknis yang timbul di lokasi proyek dan perkembangan
proyek yang sedang berjalan serta koordinasi masing – masing unsur proyek yang
terlibat langsung.

7. Pengendalian Biaya
Perlunya pengendalian biaya adalah untuk dapat mengetahui jumlah biaya
dengan realisasi pekerjaan. Fungsi dari pengendalian biaya agar dari Rencana
Anggaran Biaya (RAB) tidak membengkak dalam pelaksanaannya. Jikapun adanya
pembengkakan maka perlunya evaluasi biaya.
Salah satu penyebab terjadinya pembengkakan biaya adalah adanya kesalahan
dalam pelaksanaan dilapangan sehingga membutuhkan perbaikan yang tentu saja
menambah biaya dari segi biaya material maupun tenaga kerja, maka untuk
menghindari adanya pembengkakan biaya yaitu dengan cara melakukan
pelaksanaan dilapangan dengan baik dan hati-hati.
Pengendalian biaya ini biasanya dilakukan dengan membuat rekapitulasi biaya yang
telah dikeluarkan. Setiap dilakukan pembelian material, bagian logistic mencatat
jumlah material yang dibeli dan besarnya biaya yang dikeluarkan. Sedangkan
pengendalian biaya tenaga kerja dilakukan dengan memeriksa daftar presensi
pekerja selam satu minggu dan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membayar
gaji pekerja. Besar total biaya ini yang akan selalu dikontrol dan dievaluasi sebagai
pengendalian biaya. Selain itu, total biaya yang telah dikeluarkan ini juga dapat
digunakan untuk menyusun kurva-S realisasi dan untuk mengestimasi prosentase
pekerjaan proyek yang telah dicapai.

8. Pengendalian K3
Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja sangat diperlukan untuk
melindungi para pekerja dari segala kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Perlindungan tenaga kerja dalam suatu proyek dimaksudkan agar tenaga kerja
dapat bekerja dengan aman dalam melakukan pekerjaannya. Target K3 sendiri
adalah ‘zero accident’ selama pelakasanaan di lapangan sehingga perlunya
penyusunan:

a. Safety Plan
Identifikasi bahaya kerja, dan penanggulangannya, rencana penempatan alat-
alat pengamanan seperti pagar pengaman, jarring pada tangga dan tepi bangunan,
railing serta rambu-rambu K3 serta rencana penempatan alat-alat kebakaran
(tabung pemadam api), dan lain-lain.

b. Security Plan
Prosedur keluar masuk bahan proyek, prosedur penerimaan tamu, identifikasi
daerah rawan di wilayah sekitar proyek, dan prosedur komunikasi di proyek.

c. House Keeping
Lokasi penempatan dan jumlah toilet pekerja, tempat sementara penimbunan
material bekas, pengaturan kantor, jalan sementara, gudang, barak pekerja dan lain-
lain.
Pada proyek pembangunan Apartemen The Pakubuwono View ini, hal – hal
tentang kesejahteraan dan keselamatan kerja sudah diperhatikan, yaitu dengan
adanya alat – alat, perlengkapan, dan fasilitas yang berhubungan dengan masalah
kesejahteraan dan keselamatan kerja. Meskipun masih terjadi pelanggaran-
pelanggaran yang dilakukun oleh pekerja meski telah diberi rambu peringatan.
E. Pembahasan Pelaksanaan
1. Dewatering
a. Pendahuluan
Pada pembangunan gedung bertingkat yang tingginya lebih dari lima lantai
biasanya sering dibuat basement dengan alasan untuk menambah ruangan atau
sering juga digunakan sebagai lahan parkir. Untuk melaksanakan basement, maka
penggalian tidak dapat dihindarkan dan bilamana permukaan air tanah lebih tinggi
dari rencana lantai basement, maka pemompaan harus dilakukan sebagai upaya
untuk pengeringan lahan agar memungkinkan pelaksanaan konstruksi. Salah satu
metode yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
menggunakan metode pengatusan dengan pemompaan, di mana sistem
pemompaan dilakukan dengan dewatering sistem sumur titik ( well point system ).
Dewatering merupakan suatu pekerjaan yang diperlukan untuk mengeringkan lahan
galian di bawah muka air tanah dan untuk mengatasi gaya uplift selama masa
konstruksi basement. Pekerjaan dewatering mutlak diperlukan sampai bangunan
selesai atau berat konstruksi bangunan dapat mengimbangi gaya uplift. Selain
itu, dewatering juga diperlukan untuk menanggulangi bila terjadi genangan pada
konstruksi basement atau pondasi, baik akibat air hujan ataupun rembesan air
tanah. Dewatering dioperasikan selama 24 jam selama pekerjaan basement.
Pada proyek Apartemen The Pakubuwono View Tower B & C ini digunakan enam
sumur dewatering, dua sumur piezometer, dan empat sumur recharging. Masing –
masing sumur tersebut dibor sampai pada kedalaman minus 20 meter dengan
diameter sumur 8” dan diameter casing PVC 6” untuk sumur dewatering; diameter
sumur 4” dan diameter casing 2,5” untuk sumur piezometer; dan diameter sumur
8” dan diameter casing 6” untuk sumur recharging. Penentuan banyaknya jumlah
sumur yang digunakan mengacu dari :
 Data spesifikasi teknis rencana bangunan, luas galian, dan kedalaman galian
 Data penelitian tanah dan pumpimg test
 Pertimbangan kondisi lahan di sekitar proyek
 Pengalaman sejenis yang telah dilakukan

Gambar 4.24. Sumur Dewatering


Gambar 4.25. Sumur Piezometer

Gambar 4.26. Sumur Recharging

b. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan dan pekerjaan persiapan dewatering system well
point dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Penentuan Titik Dewatering
Semua titik dewatering dibuat berada di dalam area galian, di mana titik – titik
tersebut ditentukan oleh pemberi tugas dengan dibantu team surveyor agar letak
sumur dewatering tidak berada pada posisi pondasi atau pile cap.
2) Penentuan Titik Piezometer
Titik piezometer dipasang pada sisi rencana bangunan proyek.
Gambar 4.27. Lokasi Sumur Dewatering dan Piezometer

3) Pembuatan Pit dan Saluran


Pembuatan pit dan saluran dilakukan di dalam pelaksanaan galian. Dalam hal
ini, melihat kondisi lapangan pada prinsipnya saluran dan pit berguna untuk
melokalisir air agar tidak menggenang sehingga tidak mengganggu kontraktor galian
dalam bekerja atau pekerjaan lantai kerja. Saluran dibuat disepanjang tepi galian di
dalam area galian oleh kontraktor galian. Kemudian setiap jarak ± 40 meter
dibuatkan pit dan standby pompa permukaan.

4) Sistem Saluran Pembuangan


Sistem saluran pembuangan dibuang sebagian ke sumur recharging dan air
pemompaan piezometer akan diendapkan di bak penampungan air.

5) Monitoring
Monitoring dilakukan selama 24 jam setiap pagi dan sore, dan dicatat ketinggian air
tanahnya. Monitoring dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ketinggian air
tanah, sehingga dapat diketahui apakah terjadi penurunan tanah atau tidak. Selain
itu, staff dewatering juga mengikuti aktifitas pekerjaan galian untuk memindahkan
jalur listrik dan jalur pemipaan / selang yang dapat rusak atau mengganggu kegiatan
operasional galian, dan membantu sepenuhnya pekerjaan galian agar tidak terhenti
oleh gangguan air tanah.
Gambar 4.28. Form Monitoring
c. Metode Teknis
1) Data Teknis
Data – data teknis pekerjaan dewatering proyek Apartemen The Pakubuwuno
View Tower B & C adalah sebagai berikut:
 Jumlah sumur dewatering : 6 titik
 Kedalaman : minus 20 meter
 Elevasi Screen : – 12 meter s.d. – 18 meter
 Diameter sumur dewatering : 8 inchi
 Diameter casing PVC : 6 inchi
 Filter / saringan : G level
 Kapasitas pompa : ± 300 liter / menit
 Jarak antara sumur dewatering : 40 meter

Dengan menurunkan permukaan air di dalam sumur sampai kedalaman


minus 14 meter dengan sistem pemompaan tersebut di atas akan dapat
mengeringkan lahan galian. Apabila di dalam pelaksanaan masih ada genangan air
tanah, maka digunakan sistem dewatering dengan pit pada beberapa lokasi dengan
dibuatkan parit – parit yang berfungsi sebagai subdrain yang mengalirkan air ke parit
– parit tertentu. Parit – parit ini diisi dengan batu kerikil dan pada saat pengecoran
ditutup dengan plastic agar dapat dibuatkan lantai kerja.

2). Konstruksi Sumur Dewatering


Pekerjaan ini dilakukan dengan tahap – tahap sebagai berikut :
a) Penentuan titik dewatering dan elevasi oleh tim surveyor
b) Pengeboran dengan alat mesin bor dengan sistem wash boring sampai pada
kedalaman minus 20 meter dengan diameter 8 inchi
c) Pemasangan casing PVC dengan diameter 6 inchi
d) Pengisian grevell antara casing dengan dinding bor yang berfungsi sebagai filter
e) Instalasi pompa submersible beserta perlengkapan elektroda pipa galvanis dan
kabel listrik
f) Instalasi listrik dari PLN ke panel induk dan panel otomatis pompa
g) Instalasi plumbing ( selang dan pemipaan ) dan pemompaan dewatering siap
difungsikan
Gambar 4.29. Konstruksi Sumur Dewatering

3) Konstruksi Sumur Piezometer


Tahapan pekerjaan pembuatan sumur piezometer atau sumur pengamatan
sama halnya dengan sumur dewatering, hanya perbedaannya pada
diameter boring dan casing. Sumur piezometer ini memiliki
diameter boring 4 inchi dengan diameter casing2,5 inchi. Adapun fungsi
sumur piezometer ini untuk memantau penurunan permukaan air tanah akibat
pemompaan dewatering.

Gambar 4.30. Konstruksi Sumur Piezometer

4) Penutupan Sumur Dewatering


Penghentian sumur dewatering dilaksanakan setelah beban uplift akibat air tanah
telah seimbang dengan berat konstruksi. Oleh karena itu, penggunaan
sumur dewatering tidak digunakan kembali. Pada saat sumur dewatering tidak
digunakan kembali, maka lubang sumur tersebut harus segera ditutup. Adapun
konstruksi penutupan sumur sebagai berikut :

Gambar 4.31. Konstruksi Penutupan Sumur

2. Pekerjaan Ground Anchor

a. Pendahuluan
Ground Anchor adalah bangunan yang berfungsi sebagai penahan tanah
agar tidak mengalami longsor atau sliding akibat adanya beban yang bekerja di
sekitar tanah tersebut. Pada proyek Apartemen The Pakubuwono View Tower B & C
ini diperlukanground anchor dan dipasang pada sisi – sisi galian karena letaknya
berbatasan langsung dengan gedung – gedung yang telah ada sebelumnya (
Gedung Simprug Mobil Showroom pada sisi utara dan SMA 29 Jakarta pada sisi
selatan ). Dengan adanya ground Anchor tersebut diharapkan tanah tidak
mengalami longsor akibat beban yang berasal dari gedung – gedung sekitar dan
tidak terjadi penurunan tanah pada gedung – gedung di sekitar proyek tersebut.
Jumlah ground anchor pada proyek ini ada 41 titik dan terbagi menjadi 2, yaitu 24
titk di sisi Utara Tower C ( Simprug Mobil Showroom ) dan 17 titik di sisi Selatan
Tower B ( SMA 29 Jakarta ). Pekerjaan ground anchor ini memakan waktu selama 9
hari mulai tanggal 16 Juli 2008 sampai dengan tanggal 24 Juli 2004, di mana setiap
harinya rata – rata dapat diselesaikan 4 titik / alat.

Gambar 4.32. Ground Anchor

b. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan ground anchor dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Penentuan Elevasi dan Marking
Proses ini dilakukan untuk menentukan ground anchor dan posisi capping
beam pada posisi yang sesuai dengan gambar shop drawing.

2) Pengecoran Capping Beam


Pengecoran capping beam dilakukan setelah didapat elevasi, marking, dan
pemasangan bekisting. Capping beam dibuat tiap jarak 4,2 Meter dengan dimensi
40 x 40 cm. Mutu Beton yang digunakan K – 375.

3) Pekerjaan Persiapan
Persiapan yang dilakukan adalah menyediakan alat – alat yang digunakan
untuk proses drilling, grouting, maupun stressing.

4) Pekerjaan Drilling Tanah


Jenis pengeboran yang digunakan pada proyek ini adalah rotary drilling, di
mana mesin bor tersebut duduk di atas tanah / platform. Kotoran atau Lumpur hasil
pengeboran dari lubang bor dengan menyemprotkan air ke dalam lubang bor.
Diameter pengeboran 20 cm sampai kedalaman 30 meter dengan kemiringan sudut 45°.

5) Instalasi Tendon Anchor


Strand yang digunakan adalah 7 – wire strand berdiameter 12,7 mm.
perakitan tendon dilakukan di proyek. Tendon dimasukkan ke dalam lubang dengan
cara manual. Sebelum instalasi tendon dilakukan, air bertekanan disemprotkan ke
dalam lubang untuk mengeluarkan lumpur sisa pengeboran.

6) Grouting Tendon Anchor


Pekerjaan grouting dilakukan setelah pengeboran selesai dan dilakukan pada hari
yang sama atau dalam kurun waktu paling lambat satu hari setelah pengeboran
selesai. Komposisi material grouting yang digunakan adalah 1 zak portland cement (
1 zak = 50 kg ) + 20 liter air + 225 gram grout additive ( cebex 100 ), dengan water
cement ratio 0,45.

7) Stressing Tendon Anchor


Alat yang digunakan untuk penarikan tendon anchor adalah satu unit hydraulic
pumpdan satu unit Jack Freyssinet, yang sesuai dengan tipe tendon anchor dan
gaya yang bekerja pada tendon tersebut. Operasional penarikan tendon anchor di
proyek dicatat dalam suatu lampiran stressing record yang mencatat pressure gaya
pada Hydrolick Jack dan panjang elongasi yang terjadi pada strand.
Mutu grouting minimal saat stressing adalah 30 MPa. Stressing yang dilakukan
untuk setiap ground anchor adalah dua cycle ( 125 % dari gaya yang bekerja )
dan satu lock off ( 110 % dari gaya yang bekerja ).
Gambar.4.33. Proses Stresing

c. Pelepasan Kepala Anchor


Setelah semua pekerjaan di atas selesai, maka ground anchor sudah
berfungsi seperti yang direncanakan. Fungsi ground anchor dapat ditiadakan apabila
bangunan sudah berdiri dan diapraghma wall sudah terhubung dengan struktur.
Biasanya head anchor akan dilepas / direalase pada saat ground anchor tidak
difungsikan lagi, tapi terkadang owner tidak menginginkan head anchor untuk
dilepas. Jadi, pekerjaan realease anchor tergantung pihak owner.

3. MAT FOUNDATION TOWER B


a. Pendahuluan
Mat Foundation adalah pondasi dangkal yang memiliki luasan / bentuk
menyerupai maras. Pekerjaan mat foundation tower B ini merupkan pekerjaan mass
concretekarena pondasi akan dicor memiliki volume 2616 m³. Mass Concrete adalah
pengecoran satu area dengan volume yang sangat besar dan dilakukan secara terus
– menerus. Mass Concrete merupakan salah satu alternatif pengecoran dengan
volume yang sangat besar atau kecil secara terus – menerus untuk mengecor
sejumlah volume beton yang dipengaruhi oleh faktor teknik dan ekonomi.
Pertimbangan utama dalam melaksanakan penngecoran secara besar – besaran
adalah kontrol terhadap panas yang dihasilkan dari proses hidrasi
akibat Massabeton yang besar yang dapat mengakibat retak dan akibat dari waktu
pengecoran yang lama dapat menimbulkan cold joint. Akibat kenaikan temperatur
dalam beton tersebut dan juga suhu keseluruhan kontruksi ketika beton menjadi
dingin secara berangsur – berangsur, dapat menimbulkan terjadinya retak.
Perubahan suhu maksimum ( Thermal shock ) yang dapat menyebabkan retak
( Thermal Cracking ) adalah 40º C antara temperature beton dengan lingkungan dan
adanya perbedaan temperature beton lebih dari 20º C.
Sebagai upaya untuk mengantisipasi hal tersebut diatas adalah dengan menghitung
faktor – faktor sebagai berikut :
 Kemampuan produsen ready mixed menyediakan volume beton dalam jumlah
besar dan dalam waktu yang cepat, dengan memperhitungakan durasi
pelaksanaan dan kesiapan sumberdaya.
 Karakter beton yang dipergunakan, dengan memperhitungkan kandungan
semen, jenis agregat dan kemungkinan pemakaian bahan campuran
( admixture ) dan lain – lain.
 Pengendalian temperatur, dengan melakukan perawatan beton (Curing) secara
efektif disesuaikan dengan keadaan cuaca sekitarnya pada saat pengecoran,
selain itu perlu pengadaan tulangan distribusi yang memadai untuk mengontol
retak awal.

b. Dasar Teori
1) Definisi Mass Concrete
Berdasarkan ACI 207 : Mass Concrete adalah segala volume beton dengan
dimensi yang cukup besar sehingga perlu pengendalian thermal terhadap panas
yang ditimbulkan oleh proses hydrasi semen

2) Retak Thermal
Terjadinya retak thermal karena bagian beton dipermukaan yang mendingin
lebih cepat oleh pelepasan panas di udara mengalami kontraksi dan menjadi
kekangan terhadap pengembangan volume beton bagian dalam yang panas.
Perbedaan suhu beton antara lapisan bawah, tengah dan atas ≤ 200 C
Sebagai upaya untuk mengatasi retak thermal tersebut, dalam mass concrete perlu
memperhitungkan faktor-faktor berikut :
a) Kontinyuitas supply yaitu kemampuan produsen readymix menyediakan beton
dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang cepat dengan memperhitungkan
durasi pelaksanaan dan kesiapan sumber daya.
Beberapa hal yang mempengaruhi kontinyuitas pengiriman :
(1) Persiapan alat, personel dan infrastruktur proyek (jalan akses, lahan parkir
dan maneuver truck mixer serta area cuci truck mixer).
(2) Kapasitas batching plan. Kapasitas batching plan harus ≥ 1 kapasitas
bongkar proyek.
(3) Cycle time dari batching plan ke lokasi proyek. Cycle time terdiri dari :

 Waktu loading beton


 Waktu perjalanan berangkat ke lokasi proyek
 Waktu parker, manuver dan tunggu di proyek
 Waktu bongkar (COR)
 Waktu cuci truck mixer di proyek
 Waktu perjalanan pulang dari proyek menuju batching plan
 Jumlah kebutuhan minimal truck mixer.

b) Karakter beton yang dipergunakan dengan memperhitungkan, kandungan


semen, kandungan fly ash jenis agregat dan kemungkinan pemakaian bahan
campuran (admixture), dll.
c) Penggunaan jenis semen tertentu dapat mempengaruhi karakteristik beton
untuk mass concrete, karena itu hanya semen yang cukup sesuai harus
digunakan untuk mendapatkan kekuatan yang dikehendaki. Maka dalam hal ini
diusulkan untuk digunakan semen type I dengan fly ash dengan prosentase
sesuai persyaratan dan kebutuhan. Dalam hal ini penggunaan fly ash adalah
maksimal 25 % dari jumlah material cementitiuos.
d) Mix Design menggunakan spesifikasi sebagai berikut (sesuai spesifikasi teknis
dan ACI 21.1.1) :

 Mutu beton adalah fc. 27,5 Mpa.


 Prosentase fly ash 23 %
 Suhu on site ≤ 300 C.
 Water Cement Ratio = 0.45
 Slump 14 ± 2 (12 – 16) cm.
 Initial setting time 7 jam.

c. Metode Pelakasanaan
Metode pelaksanaan Mat Foundation tower B dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Galian Tanah Area Mat Foundation
Galian tanah area mat foundation dilaksanakan sesuai shop drawing dengan
kedalaman 250 cm dari elevasi lantai dasar basement – 3, akan tetapi pada
dasar mat foundation ditambah 5 cm untuk lantai kerja dan pada galian samping
masing – masing diberi penambahan 15 cm yang digunakan untuk bekisting dari
pasangan batako, galian pada area ini dilakukan dengan bantuan backhoe,
sedangkan untuk area yang sulit dijangkau backhoe dilakukan dengan tenaga
manusia.

Gambar 4.34. Galian dengan menggunakan backhoe

2. Bobok dan Pemotongan Kepala Bored Pile


Setelah proses pengggalian selesai, maka akan bampak kepala –
kepala bore pileyang sudah tertanam sebelumnya ( pekerjaan bored pile dikerjakan
oleh kontraktor lain ). Kemudian kepala pancang yang tampak tersebut akan
dipotong hingga ketinggian besi tulangan minimal satu meter dari dasar. Sebelum
proses pemancangan dilakukan, terlebih dahulu kepala – kepala pancang dilakukan,
terlebih dahulu kepala – kepala pancang tersebut di bobok agar besi tulangannya
dapat terpisah dari beton. Proses pemotangan pancang ini dilakukan dengan
bantuan tower crane dengan tujuan mempermudah pengangkatan dari area mat
foundation, selain itu juga mempermudah waktu pelaksanaannya.

(a)

(b)
Gambar 4.35. (a) Bobok Pancang (b) Pemotongan Pancang dengan TC

3. Penyemprotan Anti Rayap


Penyemprotan anti rayap dilakukan sebelum lantai kerja dibuat. Daerah –
daerah yang disemprotkan antara lain seluruh lapisan bawah dan dinding samping
mat foundation. Penyemprotan anti rayap ini dilakukan dengan tujuan untuk
memberikan penghalang kimia atara kontruksi bangunan dan tanah, sehinga
melindungi bangunan dari serangan rayap. Material yang digunakan adalah
STEDFAST 15 EC dengan komposisi satu liter stedfast 15 EC dicampur dengan 50
liter air. Aplikasi untuk 1m memputuhkan lima liter campuran. Pada waktu
penyemprotan anti rayap ini kondisi tanah harus kering / tidak ada genangan air.

Gambar.4.36 Stedfast penyemprot Anti rayap


4. Pekerjaan Lantai Kerja
Pekerjaan lantai kerja dilaksanakan setelah seluruh lapisan bawah mat foundation
diratakan dan disemprotkan dengan anti rayap. Pekerjaan lantai kerja dilaksanakan
selambat – lambatnya satu hari setelah penyemprotan anti rayap. Pekerjaan lantai
kerja dibuat dengan ketebalan 50 mm. material beton yang digunkan adalah material
beton ready mix B-0. Mutu beton B-0 adalah K-125. Penentuan ketebalan lantai
kerja diketahui dengan menggunkan alat elevasi level dengan bantuan tim Surveyor.

Gambar.4.37. Pengecoran lantai kerja

5. Pekerjaan Bekisting
Pekerjaan Bekisting dikerjakan pada sisi mat foundation dari material batako
setinggi dua meter dan stop cor stinggi 500 mm untuk posisi starter bar bagian
pembesian slab basement – 3. Pemasangan batako untuk dinding bekisting mat
foundation ini dikerjakan dalam dua tahap yaitu tahap pertama dinding batako
dipasang setinggi 1200 mm, dan tahap kedua dinding batako dipasang lagi setinggi
800 mm dari tinggi tahap pertama. Hal ini dilakukan untuk meghindari rubuhnya
dinding dari longsoran tanah diatasnya. Dalam pemasangan batako ini, seluruh
permukaannya harus dipasang secara rapat dan rata atau tidak beloh berongga.

Gambar.4.38. Pemasangan Batako


Gambar 4.39 . Isometri

6. Pekerjaan Pembesian
Pembesian dilaksanakan setelah seluruh area mat foundation dibersihakan
dari kotoran atau bekas – bekas material yang berserakan dengan menggunakan air
compressor. Mutu besi tulangan yang digunakan adalah U50 ( fy = 5000 kg/ cm )
dan pengikat atar besi digunakan kawat bendrat.
Pemasangan pembesian terdiri dari beberapa pekerjaan anara lain :

a . Pembesian Layer Bawah


Pembesian layer bawah terdiri dari tulangan menerus pada arah x dan
ditambah tulangan extra pada arah x dan y. penggunaan tulangan extra berfunsi
sebagai perkuatan didaerah tertentu yang mempunyai bahan lebih besar dari daerah
lain, seperti didaerah corewall yang berguna untuk Manahan beban angina ataupun
beban akibat gempa bumi. Penyusunan tulangan tersebut disusun dalam empat
lapis . lapis pertama terdiri atas tulangan menerus arah x dan besi D32 – 200 mm;
lapis kedua terdiri dari tulangan menerus arah y dengan besi D32 – 200 mm
ditambah tulangan sebagian selain tulangan ekstra arah x dengan besi D22, D29,
dan D32 tiap jarak 400 mm; lapis keempat terdiri atas tulangan ekstra arah y dengan
besi D22, D29, dan D32 tiap jarak 400 mm
Gambar 4.40. Pembesian layer bawah

b. Pemasangan Kaki ayam


Untuk menghubungkan antara layer atas dengan layer bawah diperlukan kaki
ayam. Kaki ayam sendiri menggunakan besi D25 dengan tinggi ± 2 meter, dimana
bagian bawah dari kaki ayam tersebut diikatkan pada pembesian layer bawah
menggunakan kawat bendrat. Kaki ayam dipasang setiap jarak 2 meter untuk arah y
dan 2,4 untuk arah x.

Gambar 4.41. Pemasangan Kaki ayam

c. Pembesian Layer Atas


Pembesian layer atas pada umumnya sama dengan layer bawah,
perbedaanya hanya pada penyusunan lapis pembesian. Penyusunan lapis
pembesian pada layer atas berkebalikan dengan layer bawah.
Gambar 4.42. Pembesian Layer atas

d. Pembesian Overstek kolom bawah dan Core wall


Pembesian Overstek tulangan kolom bawah dan corewall dikerjakan dengan
mutu besi U ( fy = 5000kg / cm² ). Sebelum dilakukan pembesian, makan perlu diberi
marking agar tidak terjadi kesalahan letak pemasangan, surveor akan mencari as
tiap kolom dengan nalat theodolith dengan mengacu pada Bench Mark (BM)
yangtelah ditentukan. Tinggi penulangan stek kolom adalah 48,5 m dan tinggi
penulangan stek carewall 4,5 m, semuanya itu diukur dari TOC mat foundation.
Yang sangat perlu diperlihatkan dalam pelaksanaan pembesian dilapangan
adalah:
 Posisi pembesian yang seharusnya dikerjakan
 Jumlah Besi
 Tipe Besi
Hal tersebut untuk menghindari adanya kesalahan pemasangan yang
berakibat pembongkaran ulang sehingga dapat mengganggu schedule kerja.

Gambar 4.43. Pembesian didaerah corewall


7. Separing ME
Sparing ME merupakan pemasangan pipa / plumbing yang dilakukan oleh
pihak ME yang berfungsi untuk saluran air. Pemasangan sparing ME pada area mat
foundation menggunakan CIP dia 2”, 3”, 4” berjarak (50-70) cm di bawah TOC mat
foundation. Pada pekerjaan sparing ME sangat diwajibkan teliti dan tepat karena
apabila ada kesalahan setelah pengecoran selesai maka akan sangat sukar untuk
membongkar ulang karena adanya pembesian Mat Foudation.

Gambar 4.44. Pemasangan Pipa

8. Pemasangan ThermoCouple
Monitoring temperature beton dalam pengecoran mat foundation adalah
sesuatu hal yang sangat penting. Terjadinya perbedaan temperature yang sangat
besar akan menimbulkan efek keretakan pada beton yang akan berakibat fatal. Alat
yang dipakai untuk memonitor perbedaan temperature tersebut adalah
Thermocouple. Thermocouple dipakai selain untuk memonitor suhu/perbedaan
temperature pada tiap bagian, juga digunakan untuk mengukur perbedaan suhu
maximum yang terjadi setelah pengecoran selesai, thermocouple menggunakan 3
layer dan 4 titik, sehingga jumlah thermocouple 12 buah. Pengukuran thermocouple
dilakukan tiap dua jam untuk 24 jam pertama, dan setiap 3 jam untuk 24 jam
berikutnya.

Gambar 4.45. Thermocouple


9. Pemasangan Kawat Loket / Penahan Longsoran Beton
Berdasarkan pembagian area pengecoran dan setting time beton maka
pengecoran mat foundation dibagi dalam beberapa zone, setiap pembagian zone
dipasang kawat loket/mesh (20 x 20) mm yang berfungsi untuk menahan supaya
beton tidak longsor, diamana longsoran beton tersebut dapat mengakibatkan Could
joint pada daerah beton tertentu saat pengecoran dengan valume besar secara terus
menerus.
Dengan adanya jumlah beton dengan skala besar maka diperlukan adanya
perkuatan pada kaat loket. Untuk perkuatan horizontal menggunakan besi D13,
sedangkan untuk perkuatan vertikal menggunakan besi D-22.

Gambar 4.46. Pemasangan loket kawat

10. Inspeksi dan Survey


Dialakukan setelah pengecoran dimulai yang bertujuan mengetahui apakah
pembesian yang terpasang sesuai dengan gambar kerja, kegiatan ini akan dilakukan
oleh pihak pelaksana dengan pihak manajemen kontruksi. Daftar pembesian /
checklist akan dibawa saat inspeksi dilakukan dilapangan, check list untuk
pembesian meliputi :
a. Shop drawing sudah di approval
b. Diameter, jenis jumlah dan jarak besi sesuia shop drawing
c. Overlaping sambungan sesuai dengan gambar
d. Beton decking terpasang dengan jumlah dan diameter yang telah ditentukan
( 4 Buah / m²)
e. Kaki ayam terpasang,diameter besi dan jarak sesuai dengan persyaratan
f. Ikatan besi ( ikatan silang ) dengan bendrat cukup kuat ( tidak bergetar saat
diketok )
g. Besi bersih dari karat, oli, beton kering dan tanah
h. Jarak bersiih pembesian minimal 45 mm
i. Bending / bengkok besi sudah sesuai persyaratan yaitu 5D
j. Elavasi tulangan / pembesisan sudah benar dan kuat
Ispeksi merupakan hal yang sangat penting, diharapkan ketika pengecoran
telah selesai dilakukan tidak akan ada masalah untuk pekerjaan berikutnya dan juga
menghindari adanya kecurangan yang dilakukan oleh pihak kontraktor.
Gambar 4.47. Inspeksi dan survai

11. Pemasangan Stop Cor


Dilakukan pada proses pengecoran dimulai, terdiridari plywood 18 kayu 50/70
dan list kayu 40 x 40 sebagai tempat waterstop. Berfungsi agar tidak ada kebocoran
antara pertemuan beton lama dan beton baru bertemu.

Gambar 4.48. Waterstop


12. Pemasangan Tenda
Pada saat pengecoran diperlukan adanya ansipasi oeh pihak pelaksana
apabila terjadi hujan yang dapat mengganggu pengecoran dan dapat merusak mutu
beton, maka pemasangan tenda sebagai alternatif tindakan yang dilakukan dan
berfungsi juga menghindar panas sinar matahari secara langsung. Untuk rangka
tenda sebagai alternative tindakan yang dilakukan dan berfungsi juga menghindari
panas sinar matahari secara langsung. Untuk rangka tenda menggunakan pipa besi
ф1 – 1,5. Pipa rangka dimasukan pada tulangan besi yang telah dilas pada kaki
ayam. Untuk ketinggian terpal pada tepi tenda diberi perkuatan berupa ikatan
dirangka atas tenda kepasak.

Gambar 4.49. Detail Tenda

Gambar 4.50. (a) Rangka tenda


Gambar 4.50. (b) Tenda di beri terpal

13. Pekerjaan Waterproofing


Beberapa jam sebelum dilakukan pengecoran, dinding bekisting dan lantai
kerja dari mat foundation dilapisi dengan waterproofing. Untuk lantai dengan cara
kristalisasi atau ditabur, sedangkan untuk dinding dengan cara disemprot. Fungsi
dari pelaksanaan waterproofing ini adalah agar membuat bikisting menjadi kedap air
sehingga air dari dalam tidak merembes keluar dan begitu juga sebaliknya, air dari
luar tidak bisa masuk kedalam
Pada pelaksanaannya untuk penyemprotan waterproofing dinding bekisting
menggunakan dua aplikasi. Pada aplikasi pertama dilakukan penaburan
Formdexplus 1,5 kg/m2, pelaksanaan 15 menit sebelum cor. Sedangkan pada
aplikasi kedua dilakukan penyemprotan dilakukan penyemprotan pada dinding
bekisting dalam, aplikasi ini terdiri dari lapisan dari dua lapisan yaitu lapisan pertama
dengan komposisi 0,5 kg / m, dan lapisan kedua 1 kg / m. aplikasi kedua
dilaksanakan 3 jam sebelum cor.

Gambar 4.51. (a). Bahan waterproofing (Formdexplus)


Gambar 4.51. (b). Penyemprotan Waterproofing

14. Pengecoran
Pengecoran mat foundation memerlukan jumlah volume beton yang tidak
sedikit dan tentu juga memerlukan biaya yang sangat besar , sehingga sangat
penting untuk persiapan antara lain :
a. Persiapan Insfrastruktur Proyek
1) Jalan Akses Truk Mixer

Gambar 4.52. Jalan Akses truk Mixer


2) Lahan parker dan maneuver truk

Gambar 4.53. Lahan parkir dan manuever Truk

3) Area Cuci truk Mixer ( Washing Bay )

Gambar 4.54. Washing Bay


4) Instalasi Listrik ( adanya genset 150 KVA sebagai backup jika listrik PLN padam )
5) Sistem Drainase ( Pembuangan air hujan yang jatuh dari terpal akan dibuat
saluran sementara
6) Concrete Pump ( diperlukan cadangan Concrete Pump apabila adanya masalah
pada saat pelaksanaan Cor )

Gambar 4.55. Concrete Pump

b. Persiapan Laboraturium
1) Persiapan di site ( gerobak, kerucut Abrams, Rojokan, palu, senter, alat Bantu
komunikasi, meteran )
2) Persiapan personel menggunakan shif ( kepala plan, Supervisor produksi, staff,
teknisi, dll )

Gambar 4.56. Perlengkapan pengujian


c. Water Supply
Digunakan untuk kebutuhan cuci mixer, washing box dan lain – lain.
d. Kesipan Peralatan

1) Concrete Pump : 4 on site + 1 stand by


2) Vibrator : 4 on site + 1 stand by
3) Compressor : 2 Buah
4) Pompa engine : 2 Buah
5) Pompa DAB 1” : 1 Buah
6) Silinder : 115 Buah
7) Troli : 3 Buah
8) Termometer : 2 Buah ( 1 cadangan )
9) Kerucut Abrams : 2 set
e. Kesiapan Material

1) Beton fc’ 27,5 Mpa, fa 23 % pakai es = 216 m³


2) Besi beton 281 ton
3) Plastik sheet 1200 m²
4) Styrofoam 1200 m²
5) Kawat loket 390 m²
Pengecoran Mat Foundation pada proyek The Pakubuwono View ini
mempunyai persyaratan beton sebagi berikut :
1) Tes Slump 14 ± 2 cm
2) Suhu beton 30 ºC
3) Perjalanan Truck Mixer dari Batching Plant ke site proyek ≤ 2,5 jam
Gambar 4.57. Jalur Sirkulasi Truk Mixer dan Penempatan CP

Gambar diatas merupakan sirkulasi keluar masuk truk mixer (TM) dan
penempatan concrete pump,TM yang masuk ke lokasi pengecoran akan dicek waktu
kedatangannya, suhu beton, dan nilainya slumnya. Bila waktu kedatangnya, suhu ,
dan tes slump tidak memenuhi syarat maka TM tersebut akan segera dipulangkan
atau di reject. Pada TM yang memenuhi syarat akan langsung menuju concrete
pumpuntuk loading. Bila saat waktu antrian terlalu lama maka akan diadakan
tes slumplagi jika saat pengetesan gagal maka akan direject dari pihak pelaksana.
Area pengecoran pada mat foundation dibagi menjadi 7 zona yang mana
setiap zona dibatasi oleh kawat loket. Pada saat pengecoran berlangsung digunakan
alat Vibrator untuk membantu beton agar agregat kasar dan halus dapat menyatu,
selain itu juga mengalirkan beton.
15. Finishing Trowel
Pekerjaan ini dilakukan pada saat beton mendekati setting. Finish trowel ini
dilakukan dengan tujuan untuk memperhalus permukaan lantai beton yang telah
diberi floor hardener. Pelaksanaan floor hardener sendiri dilakukan setelah 30 menit
/ beton setting, dan dilaksanakan dengan system tabor. Komposisi yang digunakan 5
kg / m² dengan dua kali tabur dan dikontrol elevasinya sesuai shop drawing. Proses
penaburan dilakukan setelah relag selesai.

Gambar 4.58. Finishing Trowel


16. Pemasangan Steryfoam
Setelah permukaan lantai mat foundation sudah mulai mengeras, maka perlu
dilakukan curing. Proses curing ini dilakukan dengan cara
pemasangan steryfoam pada permukaan beton agar perubahan suhunya tetap
terjaga. Pemasangan steryfoam ini bertujuan menghindari adanya retak thermal
pada permukaan beton akibat perubahan yang dihasilkan oleh suhu dalam beton
dengan suhu luar. Dalam hal ini steryfoam berfungsi sebagai filter antara suhu udara
luar dengan suhu dalam beton.

Gambar. 4.59. Pemasangan Stryfoam


F. Work Breakdown Structure ( WBS )

Anda mungkin juga menyukai