Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN EMPAT PILAR PENGENDALIAN DM TIPE 2

DENGAN RERATA KADAR GULA DARAH


Average Blood Sugar and Diabetus Mellitus Type II Management Analysis

Nurlaili Haida Kurnia Putri1, Muhammad Atoillah Isfandiari2


1FKM UA, nurlailihaidakurniaputri_fkm@yahoo.com
2Departemen Epidemiologi FKM UA, atok.documents@yahoo.co.id

Alamat Korespondensi: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga


Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK
Saat ini perhatian penyakit tidak menular semakin meningkat. Dari sepuluh penyebab utama kematian, dua diantaranya
adalah penyakit tidak menular. Salah satunya Diabetes Melitus merupakan penyakit tidak menular yang mengalami
peningkatan terus-menerus dari tahun ke tahun. Dengan adanya permasalahan tersebut, dilakukan penelitian untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan penerapan 4 pilar pengendalian Diabetes Melitus dengan rerata kadar gula darah.
Peneliti menggunakan penelitian observasional, dengan studi cross sectional. Sampel yang digunakan pada penderita
diabetes lama yang melakukan pemeriksaan gula darah 3 kali secara berturut-turut. Di mana didapatkan 53 responden,
peneliti melakukan wawancara dengan bantuan kuesioner untuk mengumpulkan data, serta dilakukan analisis menggunakan
Chi Square untuk mengetahui hubungan pada masing-masing variabel yang diteliti. Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah rerata kadar gula darah, sedangkan variabel bebasnya adalah penyerapan edukasi, pengaturan makan, olahraga,
kepatuhan pengobatan. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan penyerapan edukasi dengan rerata kadar gula
darah (p = 0,031). Dan ada hubungan antara pengaturan makan dengan rerata kadar gula darah (p = 0,002). Pada variabel
berikutnya, ada hubungan olahraga dengan rerata kadar gula darah (p = 0,017). Dan ada hubungan kepatuhan pengobatan
dengan rerata kadar gula darah (p = 0,003). Berdasarkan dari hasil analisis, kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat
hubungan di semua variabel. Dengan penyerapan edukasi yang baik, pengaturan makan, olahraga, dan kepatuhan
pengobatan mempunyai dampak menstabilkan glukosa darah dan meningkatkan kualitas hidup.

Kata kunci: empat 4 pilar pengendalian Diabetes Melitus, rerata kadar gula darah

ABSTRACT
Nowadays there is increasing concerning to non-transmitted diseases. From, two out of ten disease leading to death are
non communicable diseases. One of them is Diabetes Mellitus, which is non-transmitted diseases, increasing continuously
from year to year. Because of these problems, this research is conducted to determine relation between application of 4
pillars of Diabetes Mellitus management anda average of blood sugar levels. Researcher used observational studies, with
a cross sectional design. The sample used were patients suffering from Diabetes Mellitus for a long periode. Respondent
had got as many as 53 people, interview held by questioner. Data was analyzed by Chi Square to determine the relationship
of each variable that studied. The dependent variable is average of blood sugar levels, while the independent variables
are education, meal regulation, exercise, medication obedience. The result showed, there is relation between education
information and blood sugar levels (p = 0.031). There is relation between meal regulation and average of blood sugar (p =
0.002). There is the relation between exercise and average of blood sugar levels (p = 0.017). The last result showed that
there is relation between medication obedience and average of blood sugar levels (p = 0.003). Based on result, researcher
concludes there are relationship with average blood sugar. By good education accept, meal regulation, exercise, and
medical obedience had effect on stabilize blood sugar and increase quality of life.

Keywords: the four pillars of Diabetes Mellitus management, blood sugar levels

PENDAHULUAN untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatannya


Paradigma sehat sebagai suatu gerakan dan menyadari pentingnya pelayanan kesehatan yang
nasional dalam rangka pembangunan kesehatan bersifat promotif dan preventif tanpa mengabaikan
menuju Indonesia sehat 2015 merupakan upaya upaya kuratif dan rehabilitatif (Depkes RI, 2000).
meningkatkan kesehatan bangsa yang bersifat Saat ini perhatian penyakit tidak menular
proaktif. Upaya ini bertujuan mendorong masyarakat semakin meningkat karena frekuensi kejadiannya
pada masyarakat semakin meningkat. Dari sepuluh

234
Nurlaili, dkk., Hubungan Empat Pilar Pengendalian DM… 235

penyebab utama kematian, dua diantaranya adalah penjuru dunia. WHO memprediksi adanya
penyakit tidak menular. Keadaan ini terjadi di peningkatan jumlah penyandang Diabetes Melitus
dunia, baik di negara maju maupun di negara yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang.
dengan ekonomi rendah dan menengah. Organisasi Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia
kesehatan dunia (WHO) mempergunakan istilah (WHO) Indonesia merupakan urutan ke-4 terbesar
penyakit kronis (chronic diseases) untuk penyakit- dalam jumlah penderita Diabetes Melitus di dunia.
penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular Pada tahun 2006 jumlah penderita Diabetes Melitus
disebut juga sebagai new communicable diseases di Indonesia mencapai 14 juta orang. Dari Jumlah
karena penyakit ini dianggap dapat menular, yakni tersebut baru 50% penderita yang sadar mengidap
melalui gaya hidup (Bustan, 2007). dan sekitar 30% diantaranya melakukan pengobatan
Salah satunya adalah penyakit diabetes melitus rutin. Faktor lingkungan dan gaya hidup yang tidak
(DM) merupakan sebuah penyakit, di mana kondisi sehat, seperti makan berlebihan, berlemak, kurang
kadar glukosa di dalam darah melebihi batas aktivitas dan stress berperan sangat besar sebagai
normal. Hal ini disebabkan karena tubuh tidak pemicu Diabetes Melitus. Selain itu Diabetes Melitus
dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara juga bisa muncul karena adanya faktor keturunan
adekuat. Insulin adalah hormon yang dilepaskan (Sidhartawan, 2008).
oleh pankreas dan merupakan zat utama yang WHO memperkirakan prevalensi global
bertanggung jawab untuk mempertahankan kadar Diabetes Melitus akan meningkat dari 171 juta
gula darah dalam tubuh agar tetap dalam kondisi orang pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun
seimbang. Insulin berfungsi sebagai alat yang 2030 (Riskesdes, 2007). Sekitar 60% jumlah pasien
membantu gula berpindah ke dalam sel sehingga tersebut terdapat di Asia (Mahendra dkk, 2008).
bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai Indonesia berada pada peringkat ke-4 terbanyak
cadangan energi (Mahdiana, 2010). kasus Diabetes Melitus di dunia (Purnomo, 2009).
Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan Pada tahun 2000 di indonesia terdapat 8,4 juta
penyakit tidak menular yang mengalami peningkatan penderita Diabetes Melitus dan diperkirakan akan
terus menerus dari tahun ke tahun. Diabetes adalah menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 (Soegondo dan
penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar sukardji, 2008).
gula darah yang tinggi (hiperglikemia) yang Dalam Diabetes Atlas tahun 2000 (International
diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, dan Diabetes Federation) tercantum penduduk Indonesia
resistensi insulin atau keduanya. Hiperglikemia yang diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi
berlangsung lama (kronik) pada Diabetes Melitus prevalensi Diabetes Melitus 4,6%. Berdasarkan pola
akan menyebabkan kerusakan gangguan fungsi, pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan
kegagalan berbagai organ, terutama mata, organ, pada tahun 2020 akan ada sejumlah 178 juta
ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah lainnya penduduk berusia di atas 20 tahun dengan asumsi
(Suastika K., et al., 2011). prevalensi Diabetes Melitus 4,6% akan didapatkan
Diabetes Melitus yang ditandai oleh 8,2 juta pasien Diabetes Melitus.
hiperglikemia kronis. Penderita DM akan ditemukan Berdasarkan laporan nasional Riskesdas (2007),
dengan berbagai gejala, seperti poliuria (banyak Prevalensi penyakit Diabetes Melitus di Indonesia
berkemih), polidipsia (banyak minum), dan berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah
polifagia (banyak makan) dengan penurunan berat 0,7% sedangkan prevalensi DM (D/G) sebesar 1,1%.
badan. Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena Data ini menunjukkan cakupan diagnosis Diabetes
penyakit Diabetes Melitus tidak menimbulkan gejala Melitus oleh tenaga kesehatan mencapai 63,6%,
(asimptomatik) dan sering disebut sebagai pembunuh lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit asma
manusia secara diam-diam “Silent Killer” dan maupun penyakit jantung. Prevalensi Diabetes
menyebabkan kerusakan vaskular sebelum penyakit Melitus menurut provinsi, berkisar antara 0,4% di
ini terdeteksi. Diabetes Melitus dalam jangka panjang Lampung hingga 2,6% di DKI Jakarta. Terdapat
dapat menimbulkan gangguan metabolik yang 17 provinsi yang mempunyai prevalensi Diabetes
menyebabkan kelainan patologis makrovaskular dan Melitus lebih tinggi dari angka nasional. Dari data
mikrovaskular (Gibney dkk., 2008). Jawa Timur menunjukkan prevalensi Diabetes
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan Melitus berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan
adanya kecenderungan peningkatan angka insiden adalah 1,0% sedangkan prevalensi DM (D/G)
dan prevalensi Diabetes Melitus tipe II di berbagai sebesar 1,3%.
236 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No. 2 September 2013: 234–243

ginjal, jantung, saraf dan pembuluh darah lainnya.


Karena itu Diabetes Melitus juga dikenal sebagai
“Mother of Disease” karena merupakan induk
atau ibu dari penyakit – penyakit lainnya seperti
hipertensi, pembuluh darah, jantung, stroke, gagal
ginjal dan kebutaan.
Pada saat ini penyakit tidak menular seperti
hipertensi dan Diabetes Melitus merupakan penyakit
yang sering terjadi di masyarakat sehingga perlu
dilakukan tindakan intervensi dalam kegiatan
Program PPTM (Penanggulangan Penyakit Tidak
Gambar 1. Distribusi Penderita Diabetes Melitus
Menular). Dengan memperbanyak skrining,
Menurut Tahun. Sumber: Dinas
penyuluhan kesehatan, perencanaan makan, rutin
Kesehatan Kota Surabaya, 2013
melakukan olahraga serta penyiapan logistiknya
terutama obat diharapkan penderita diabetes dalam
Di Surabaya sendiri seperti yang kita ketahui kondisi stabil.
terdapat perkembangan dari tahun 2009 sejumlah Diabetes Melitus merupakan kelainan metabolik
15.961, meningkat pada jumlah 21.729 pada tahun dengan etiologi multifaktorial. Penyakit ini ditandai
2010, kemudian meningkat kembali pada tahun 2011 oleh hiperglikemia kronis dan mempengaruhi
menjadi 26.613. Penderita Diabetes Melitus ini terus metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
mengalami peningkatan pada tahun 2009 hingga Patofisiologi Diabetes Melitus akan ditemukan
2011, namun pada tanggal 2012 terjadi penurunan dengan berbagai gejala, seperti poliuria (banyak
menjadi sebesar 21.268. berkemih), polidipsia (banyak minum), dan
Suatu jumlah yang sangat besar dan merupakan polifagia (banyak makan) dengan penurunan berat
beban yang sangat berat untuk dapat ditangani badan. Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena
sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis bahkan penyakit Diabetes Melitus tidak menimbulkan
semua tenaga kesehatan yang ada. Mengingat bahwa gejala (asimptomatik) dan menyebabkan kerusakan
Diabetes Melitus akan memberikan dampak terhadap vaskular sebelum penyakit terdeteksi (Gibney, dkk.,
kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya 2008).
kesehatan yang cukup besar. Semua pihak, baik Diabetes Melitus tipe II merupakan jenis yang
masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut paling banyak dijumpai. Biasanya terjadi pada usia
serta dalam usaha penanggulangan Diabetes Melitus, 45 tahun, tetapi bisa pula timbul pada usia di atas 20
khususnya dalam upaya pencegahan (Perkeni, tahun. Sekitar 90-95% penderita Diabetes Melitus
2006). tipe II.
Walaupun Diabetes Melitus merupakan penyakit Pada Diabetes Melitus tipe II, pankreas,
kronik yang tidak dapat menyebabkan kematian pankreas masih dapat membuat insulin, tetapi
secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila kualitas insulin yang dihasilkan buruk dan tidak
pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan Diabetes dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk
Melitus memerlukan penanganan secara multidisiplin memasukkan glukosa ke dalam sel. Akibatnya,
yang mencakup terapi non-obat dan terapi obat. glukosa dalam darah meningkat. Kemungkinan
Penyakit Diabetes Melitus memerlukan perawatan lain terjadinya Diabetes Melitus tipe 2 adalah sel
medis dan penyuluhan untuk self management yang jaringan tubuh dan otot penderita tidak peka atau
berkesinambungan untuk mencegah komplikasi akut sudah resisten terhadap insulin (insulin resistance)
maupun kronis. sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel
Hasil dari Diabetes Control and Complication dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah.
Trial (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian Keadaan ini umumnya terjadi pada pasien yang
Diabetes Melitus yang baik dapat mengurangi gemuk atau mengalami obesitas.
komplikasi kronik Diabetes Melitus antara 20–30%. Maka hal utama yang diperlukan adalah
Bila diremehkan, komplikasi penyakit Diabetes pengendalian Diabetes Melitus dengan pedoman 4
Melitus dapat menyerang seluruh anggota tubuh. pilar pengendalian Diabetes Melitus, yang terdiri
Dapat menyebabkan kerusakan gangguan fungsi, dari edukasi, pengaturan makan, olahraga, kepatuhan
kegagalan berbagai organ, terutama mata, organ, pengobatan (Perkeni, 2011). Dengan tujuan agar
Nurlaili, dkk., Hubungan Empat Pilar Pengendalian DM… 237

penyandang Diabetes Melitus dapat hidup lebih Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan
lama, karena kualitas hidup kebutuhan. Penyerapan Edukasi, Pengaturan Makan,
Olahraga, Kepatuhan Pengobatan
METODE Persentase
Variabel Kategori Jumlah
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian (%)
observasional yang bersifat analitik yaitu penelitian Penyerapan Baik 30 56,6
yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara Edukasi Kurang 23 43,4
variabel penelitian. Rancangan penelitian yang Pengaturan Sesuai 32 60,4
digunakan adalah cross sectional yaitu penelitian Makan Tidak sesuai 21 39,6
yang bertujuan untuk mengamati hubungan antara Olahraga Olahraga 34 64,2
Tidak 19 35,8
faktor risiko terhadap akibat yang terjadi dalam
olahraga
bentuk penyakit atau keadaan (status) kesehatan Rutinitas 1 kali 0 0
tertentu dalam waktu yang bersamaan (Noor, 2 kali 3 5,8
2008). 3 kali 11 20,7
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh > 3 kali 20 37,7
pasien lama penderita Diabetes Melitus yang Tidak 19 35,8
melakukan pemeriksaan kadar gula darah dalam olahraga
waktu tiga bulan secara berturut-turut. Sampel pada Lama < 30 menit 0 0
penelitian ini adalah pasien lama penderita Diabetes melakukan 30 menit 6 11,3
Melitus yang melakukan cek kadar gula darah acak olahraga > 30 menit 28 52,9
Tidak 19 35,8
secara rutin selama tiga bulan berturut-turut di
olahraga
Puskesmas Pacarkeling Surabaya yang diperoleh Kepatuhan Patuh 25 47,2
sebanyak 53 responden. Pengobatan
Tidak patuh 28 52,8
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan
Rerata Kadar Gula Darah di Puskesmas
Pacarkeling Tahun 2013
Variabel yang diteliti meliputi; variabel bebas
Rerata Kadar Gula Persentase yaitu penerapan 4 pilar pengendalian Diabetes
Jumlah Melitus (yang terdiri dari penyerapan edukasi,
Darah (%)
pengaturan makan, olahraga, kepatuhan pengobatan)
Normal 36 32,1
Tidak normal 17 67,9
dan variabel terikat yaitu rerata kadar gula darah.
Data primer didapatkan dengan wawancara
Total 53 100,0 menggunakan bantuan kuesioner. Data sekunder

Tabel 3. Tabulasi Silang antara Penyerapan Edukasi, Pengaturan Makan, Olahraga, Kepatuhan Pengobatan
dengan Rerata Kadar Gula Darah

Jumlah
Variabel Kategori Normal (< 160 mg/dl) Tidak Normal (≥ 160 mg/dl)
n % n %
Penyerapan Edukasi Baik 24 45,3 6 11,3
Kurang 12 22,7 11 20,7
Pengaturan Makan Sesuai 27 50,9 5 9,4
Tidak sesuai 9 17,1 12 22,7
Olahraga Olahraga 27 50,9 7 13,2
Tidak olahraga 9 17,1 10 18,8
Kepatuhan pengobatan Patuh 22 41,5 3 6,6
Tidak patuh 14 26,4 14 26,4
238 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No. 2 September 2013: 234–243

didapatkan dari rekam medis Puskesmas Pacarkeling, Distribusi Kepatuhan Pengobatan


Surabaya. Selanjutnya, dilakukan analisis statistik Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar
untuk mengetahui hubungan variabel bebas dengan responden tidak patuh melakukan pengobatan, yaitu
variabel terikat dengan menggunakan uji chi-square sebesar 28 (52,8%) responden. Sedangkan responden
dengan α = 5%. yang patuh melakukan pengobatan sebesar
25 (47,2%). Distribusi ini berdasarkan kepatuhan
HASIL pengobatan yang dilakukan responden yang dapat
dilihat pada Tabel 2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar responden memiliki rerata kadar gula darah Hasil Tabulasi Silang
normal (< 160 mg/dl), yaitu sebesar 36 (67,9%)
responden, dan sebanyak 17 (32,1%) responden Penyerapan Edukasi
mempunyai rata-rata kadar gula darah tidak normal Dari Tabel 3, hasil tabulasi silang penelitian
(≥ 160 mg/dl). Distribusi ini berdasarkan hasil tentang penyerapan edukasi diketahui bahwa
rata-rata kadar gula darah responden selama 3 bulan sebagian besar responden dengan penyerapan
berturut-turut. edukasi baik memiliki rerata kadar gula darah
< 160 mg/dl yaitu sebanyak 45,3%. Sebagian
Distribusi Penyerapan Edukasi besar responden dengan penyerapan edukasi
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar kurang memiliki rerata kadar gula < 160 mg/dl
responden memiliki tingkat pengetahuan baik, yaitu yaitu sebanyak 22,7%. Berdasarkan uji statistik
sebesar 30 (56,6%) responden. Sedangkan responden dengan Uji Chi Square didapatkan ρ = 0,031 (ρ < α),
yang memiliki tingkat penyerapan kurang, yaitu yang berarti penelitian ini ada hubungan antara
sebesar 23 (43,4%). Distribusi ini berdasarkan penyerapan edukasi yang diperoleh dengan rerata
penyerapan edukasi yang diperoleh responden yang kadar gula darah acak.
dapat dilihat pada tabel 2.
Pengaturan Makan
Distribusi Pengaturan Makan Pada tabel 3 dapat dilihat hasil tabulasi silang
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar tentang pengaturan makan yang diketahui bahwa
responden memiliki tingkat pengaturan yang sesuai sebagian besar responden dengan pengaturan
dengan anjuran tenaga kesehatan, yaitu sebesar 32 makan yang sesuai memiliki rerata kadar gula darah
(60,4%) responden. Sedangkan responden yang < 160 mg/dl yaitu sebanyak 50,9%. Sebagian besar
memiliki pengaturan makan tidak sesuai, yaitu responden dengan pengaturan makan yang tidak
sebesar 21 (39,4%). Distribusi ini berdasarkan sesuai memiliki rerata kadar gula ≥ 160 mg/dl
pengaturan makan yang diperoleh responden yang yaitu sebanyak 22,7%. Berdasarkan uji statistik
dapat dilihat pada tabel 2. dengan Uji Chi Square didapatkan ρ = 0,002
(ρ < α), yang berarti penelitian ini ada hubungan
Distribusi Olahraga antara pengaturan makan yang diperoleh dengan
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 34 rerata kadar gula darah acak.
responden yang melakukan olahraga dan sebanyak
Olahraga
20 (37,7%) responden melakukan olahraga ≥ 3
kali dalam seminggu. Sedangkan yang tidak Pada Tabel 3 dapat dilihat hasil penelitian
melakukan olahraga, yaitu sebesar 19 (35,8%). Dari ini tentang tabulasi silang kegiatan olahraga
hasil penelitian olahraga, terdapat 34 responden yang diketahui bahwa sebagian besar responden
yang melakukan olahraga. Sebanyak 20 (37,7%) melakukan olahraga memiliki rerata kadar gula
responden melakukan olahraga ≥ 3 kali dalam darah < 160 mg/dl yaitu sebanyak 50,9%. Sebagian
seminggu dan sebanyak 28 (52,9%) responden besar responden dengan tidak melakukan olahraga
melakukan olahraga > 30 menit. Distribusi ini memiliki rerata kadar gula ≥ 160 mg/dl yaitu
berdasarkan aktivitas olahraga yang dilakukan oleh sebanyak 18,8%. Berdasarkan uji statistik dengan
responden yang dapat dilihat pada Tabel 2. Uji Chi Square didapatkan ρ = 0,017 (ρ < α), yang
Nurlaili, dkk., Hubungan Empat Pilar Pengendalian DM… 239

berarti penelitian ini ada hubungan antara olahraga Dari hasil uji statistika menggunakan uji
dengan rerata kadar gula darah acak. Chi Square menunjukkan ada hubungan antara
penyerapan edukasi dengan rerata kadar gula
Kepatuhan Pengobatan darah acak. Berdasarkan pada hasil penelitian
Pada tabel 3 dapat dilihat hasil penelitian didapatkan sebagian besar penderita Diabetes
ini tentang tabulasi silang kepatuhan pengobatan Melitus berpengetahuan baik dengan rerata kadar
yang diketahui bahwa sebagian besar responden gula darah normal. Hal ini menandakan pengetahuan
dengan kepatuhan pengobatan yang baik memiliki yang baik dapat mengubah tingkah laku. Dengan
rerata kadar gula darah < 160 mg/dl yaitu sebanyak demikian masih diperlukan pula adanya pendidikan
41,5%. Sebagian besar responden yang tidak patuh dan latihan mengenai pengetahuan dan keterampilan
melakukan pengobatan memiliki rerata kadar gula dalam pengelolaan Diabetes Melitus yang diberikan
≥ 160 mg/dl yaitu sebanyak 26,4%. Berdasarkan uji kepada setiap pasien diabetes, diharapkan dapat
statistik dengan Uji Chi Square didapatkan ρ = 0,003 meningkatkan pengetahuan sehingga dapat
(ρ < α), yang berarti penelitian ini ada hubungan mengubah perilaku penyandang Diabetes Melitus
antara kepatuhan pengobatan dengan rerata kadar untuk lebih baik.
gula darah acak. Pemberdayaan penyandang diabetes
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien
PEMBAHASAN dalam menuju perubahan perilaku sehat. Dengan
Hubungan Penyerapan Edukasi dengan Rerata pemantauan tersebut didapat kondisi kadar gula
Kadar Gula Darah darah terkontrol.
Kegiatan penyuluhan kesehatan dapat dilakukan Hubungan Pengaturan Makan dengan Rerata
melalui penyuluhan kelompok dan penyuluhan masa, Kadar Gula Darah
sedangkan kegiatannya dilakukan oleh Puskesmas,
Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan maupun lembaga- Pengaturan makan merupakan gambaran tentang
lembaga lainnya. Edukasi merupakan pendidikan pola makan/kebiasaan makan meliputi jenis dan
atau latihan mengenai pengetahuan dan keterampilan frekuensi makan. Pengaturan ini merupakan bagian
dalam pengelolaan Diabetes Melitus yang diberikan dari penatalaksanaan Diabetes Melitus secara total.
setiap pasien Diabetes Melitus. Kunci keberhasilan dalam pengaturan makan adalah
Menurut Basuki (2009), penyandang Diabetes keterlibatan secara menyeluruh dari seluruh tim
Melitus perlu mendapatkan informasi minimal (petugas kesehatan, keluarga dan pasien).
yang diberikan setelah diagnosis ditegakkan, Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa
mencakup pengetahuan dasar tentang diabetes, ada hubungan antara pengaturan makan dengan
pemantauan mandiri, sebab-sebab tingginya kadar rerata kadar gula darah acak. Hal ini dikarenakan
glukosa darah, obat hipoglikemia oral, perencanaan pengaturan makan dapat menstabilkan kadar
makan, perawatan, kegiatan jasmani, tanda- glukosa darah dan lipid-lipid dalam batas normal
tanda hipoglikemi dan komplikasi. Penyandang (Syahbudin, 2007). Hal ini harus diperhatikan
diabetes yang mempunyai pengetahuan cukup oleh semua pihak karena semakin bertambah usia
tentang diabetes, kemudian selanjutnya mengubah seseorang maka akan terjadi penurunan fungsi organ
perilakunya, sehingga akan dapat mengendalikan tubuh yaitu fungsi otak yang berhubungan dengan
kondisi penyakitnya dan penyandang diabetes dapat daya ingat. Sehingga dengan bertambahnya umur
hidup lebih berkualitas. penderita Diabetes Melitus maka kemampuan untuk
Edukasi dan informasi yang tepat dapat melakukan perencanaan makan sehari-hari juga akan
meningkatkan kepatuhan penderita dalam menjalani semakin menurun.
program pengobatan yang komprehensif, sehingga Makanan akan menaikkan glukosa darah,
pengendalian kadar glukosa darah dapat tercapai. satu sampai dua jam setelah makan, glukosa darah
Dengan kepatuhan yang lebih, maka akan lebih mencapai angka paling tinggi. Dengan mengatur
mudah menyerap informasi berkaitan dengan perencanaan makan yang meliputi jumlah, jenis dan
penyakitnya sehingga pasien Diabetes Melitus relatif jadwal, diharapkan dapat mempertahankan kadar
dapat hidup normal bila mengetahui kondisinya dan glukosa darah dan lipid dalam batas normal dan
cara penatalaksanaan penyakitnya tersebut. penderita mendapatkan nutrisi yang optimal.
240 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No. 2 September 2013: 234–243

Sumber tenaga yang paling sering di konsumsi sayuran golongan A mengandung 6% karbohidrat
adalah nasi dengan frekuensi tiga kali sehari. Hal dan penggunaannya harus diperhitungkan
ini dikarenakan nasi merupakan sumber makanan kalorinya. Sayur golongan B hanya mengandung
pokok mayoritas masyarakat suku jawa, sehingga 3% karbohidrat, sehingga dapat dikonsumsi dengan
sangat susah untuk diubah agar makanan pokok ini leluasa namun tidak berlebihan.
lebih bervariasi. Buah golongan A yang paling sering dikonsumsi
Karbohidrat atau hidrat arang adalah suatu gizi responden adalah jeruk manis dan nanas dengan
yang fungsi utamanya sebagai penghasil energi, frekuensi dua kali dalam satu bulan untuk jeruk
di mana setiap gramnya menghasilkan 4 kalori. manis dan satu kali dalam satu bulan untuk nanas.
Karbohidrat ini lebih banyak dikonsumsi sehari-hari Hal ini dikarenakan harga jeruk dan nanas yang
sebagai makanan pokok, terutama di negara sedang dapat dijangkau seluruh masyarakat, mudah
berkembang. Hal ini disebabkan sumber bahan didapatkan dan rasa buah yang menyegarkan.
makan yang mengandung karbohidrat lebih murah Buah golongan B yang paling sering dikonsumsi
harganya dibandingkan sumber bahan makanan responden adalah pepaya dengan frekuensi sehari
kaya lemak maupun protein. Karbohidrat banyak sekali. Hal ini dikarenakan buah pepaya mudah
ditemukan pada serealia (beras, gandum, jagung, didapatkan, harga terjangkau, dapat dikonsumsi oleh
kentang dan sebagainya), serta pada biji-bijian banyak orang di rumah. Menurut Tjokroprawiro
(Ostman, 2001). (2006), buah-buahan yang dianjurkan untuk
Penukar nasi umumnya digunakan sebagai dimakan adalah buah yang kurang manis yang
makanan pokok, satu porsi setara dengan ¾ gelas sering digolongkan menjadi golongan buah B. Buah-
atau 100 gram, mengandung 175 kalori, 4 gram buahan yang manis digolongkan menjadi golongan
protein, dan 40 gram karbohidrat, untuk menentukan buah A, golongan buah ini dilarang diberikan kepada
berapa kebutuhan karbohidrat total per hari dapat penderita diabetes. Buah golongan A ini boleh
ditentukan dengan melihat kebutuhan energi sehari. dimakan asal dalam jumlah sedikit atau jarang, dan
Sumber protein yang paling sering dikonsumsi dimakan sesudah sayur golongan B.
adalah ayam ras dengan frekuensi satu kali dalam Sayur, buah dan kacangan mengandung banyak
satu minggu. Hal ini dikarenakan responden merasa sekali serat yang dapat memperlambat absorpsi
terlalu mahal beli daging sapi maupun kambing, glukosa, sehingga dapat ikut berperan mengatur
sebagai gantinya maka responden mengonsumsi gula darah dan memperlambat kenaikan gula darah,
daging ayam. Sumber protein nabati yang paling makanan yang cepat dirombak dan lambat diserap
sering dikonsumsi adalah tahu dengan frekuensi masuk ke aliran darah akan menurunkan gula darah
tiga kali sehari. Hal ini dikarenakan tahu mudah (Almatsier, 2006).
didapat dan harga terjangkau oleh seluruh lapisan Sayuran dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sayur
masyarakat. Menurut Suyono (2007), berkurangnya golongan A dan sayur golongan B. Sayur golongan
aktivitas insulin pada diabetes dapat menghambat A mengandung 6% karbohidrat dan penggunaannya
sintesis protein. Asupan protein sebesar 0,8 g/kg BB harus dibatasi serta diperhitungkan kalorinya.
ideal dapat mempertahankan protogenesis, dengan Sedangkan sayur golongan B mengandung 3%
catatan 50% daripadanya harus berasal dari protein karbohidrat, sehingga dapat dikonsumsi agak
hewani. bebas.
Sayuran golongan A yang paling sering Buah-buahan juga dibagi menjadi 2 golongan,
dikonsumsi responden adalah wortel dengan yaitu buah golongan A dan buah golongan B. Buah
frekuensi sehari sekali. Hal ini dikarenakan wortel golongan A merupakan sebutan untuk buah-buahan
merupakan jenis sayuran yang sangat mudah di yang manis, yang seringkali mengecilkan perawatan
dapat dan sudah menjadi kebiasaan masyarakat dan harus dilarang diberikan kepada penderita
mengonsumsi wortel dalam sayur sop. Sayuran Diabetes Melitus, contohnya: sawo, mangga, jeruk,
golongan B yang paling sering dikonsumsi rambutan, durian, anggur. Buah golongan A ini
responden adalah kubis dan toge dengan frekuensi boleh dimakan asal dalam jumlah sedikit, jarang dan
konsumsi kubis sehari sekali dan toge dikonsumsi dimakan sesudah sayur golongan B.
seminggu sekali. Hal ini dikarenakan kubis dan toge Buah golongan B merupakan sebutan untuk
merupakan sayuran yang mudah didapatkan dan buah-buahan yang kurang manis, misalnya pepaya,
harganya terjangkau. Menurut Tjokroprawiro (2006), kedondong, pisang (kecuali pisang raja, pisang
Nurlaili, dkk., Hubungan Empat Pilar Pengendalian DM… 241

emas, pisang tanduk), apel, tomat, jambu air, jambu peningkatan pemakaian glukosa darah oleh otot
bol, salak, belimbing, bengkoang, semangka yang yang aktif sehingga latihan fisik secara langsung
kurang manis. dapat menyebabkan penurunan kadar lemak tubuh,
Jenis susu yang paling dikonsumsi adalah susu mengontrol kadar glukosa darah, memperbaiki
tanpa lemak dengan frekuensi satu hari sekali. Hal ini sensitivitas insulin, menurunkan stres.
dikarenakan sebagian besar responden mengontrol Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa
kadar gula darah dengan mengonsumsi susu untuk ada hubungan antara olahraga dengan rerata kadar
penderita Diabetes Melitus. Susu tanpa lemak gula darah acak pada penderita Diabetes Melitus.
tidak mengandung lemak dan jumlah kalorinya Hal ini dikarenakan olahraga dapat menurunkan
lebih rendah dibandingkan susu rendah lemak dan kadar glukosa darah. Salah satu olahraga yang bisa
susu tinggi lemak. Menurut Tjokroprawiro (2006), dilakukan adalah senam, senam diabetes sangat
200 gram susu skim cair mengandung 75 kalori, penting dilakukan karena senam tersebut bisa
yang terdiri atas protein 7 gram dan karbohidrat mengolah semua organ tubuh manusia, mulai otak
10 gram. hingga ujung kaki (Brian J. Sharkey, 2003). Sebab
Hubungan Penerapan Olahraga dengan Rerata dampak penyakit diabetes menyerang seluruh tubuh.
Kadar Gula Darah Dampak paling ringan adalah kaki kesemutan.
Olahraga merupakan suatu program latihan Sedangkan yang terparah adalah menderita stroke.
jasmani dengan tujuan mengurangi resistensi insulin Gerakan yang bervariasi membuat otak bekerja
sehingga kerja insulin lebih baik dan mempercepat sehingga dapat meningkatkan daya ingat dan
pengangkutan glukosa masuk ke dalam sel untuk memperkuat konsentrasi. Hal ini merupakan terapi
kebutuhan energi. Olahraga secara teratur 3- untuk mencegah terjadinya dimensia (pikun).
4 kali seminggu dengan durasi kurang lebih 30 Selain itu, ada beberapa responden yang tidak
menit dapat menjaga kebugaran dan menurunkan melakukan aktivitas olahraga, ini bisa disebabkan
berat badan. Selain itu, dapat untuk memperbaiki karena kesibukan masing-masing individu yang
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki belum dapat meluangkan waktunya, belum
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang bersifat terbentuknya kebiasaan melakukan olahraga teratur
aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan kurang tersedianya sarana dan prasarana
dan berenang. Untuk yang relatif sehat, intensitas yang memadai dalam melakukan keteraturan
latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang olahraga. Selain itu juga karena faktor usia yang
sudah mendapatkan komplikasi Diabetes Melitus sudah mendekati usia lansia di mana usia tersebut
dapat dikurangi. mengalami penurunan terhadap kerja fungsi otot-
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak otot dan syaraf sehingga tidak dapat melakukan
dan bermalas-malasan, misalnya; menonton televisi, olahraga secara teratur.
menggunakan internet, main game komputer Dalam Perkeni (2006) disebutkan bahwa
dan lain-lain. Sebaiknya kebiasaan tersebut olahraga secara teratur dapat memperbaiki kendali
diubah, misalnya mengubah kebiasaan ke pasar glukosa darah, mempertahankan atau menurunkan
menggunakan kendaraan bermotor dengan berjalan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar
kaki ke pasar, mengganti kebiasaan menggunakan kolesterol HDL. Olahraga selain untuk menjaga
lift dengan naik tangga, parkir kendaraan dengan kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
jarak yang tidak berdekatan dengan pintu masuk memperbaiki kendali glukosa darah.
sehingga dapat berjalan dari tempat parkir. Slain Ada baiknya bila sebelum melakukan olahraga
itu bisa memperbanyak aktivitas fisik tinggi pada melakukan konsultasi dengan dokter untuk
waktu liburan, misalnya jalan cepat, golf, olah otot, menentukan jenis olahraga yang tepat dan sesuai
bersepeda, sepak bola. dengan kemampuannya.
Manfaat olahraga bagi penderita diabetes
antara lain menurunkan kadar gula darah, mencegah Hubungan Kepatuhan Pengobatan dengan
kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi Rerata Kadar Gula Darah
kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik, Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa ada
gangguan lipid darah, peningkatan tekanan darah, hubungan antara kepatuhan pengobatan dengan
hiperkoagulasi darah (Ilyas, 2009). Menurut Chaveau rerata gula darah acak pada penderita Diabetes
dan Kaufman dalam Depkes (2008), latihan fisik Melitus. Hal ini dikarenakan bila penderita minum
pada penderita Diabetes Melitus dapat menyebabkan obat secara teratur dan diimbangi dengan gaya
242 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No. 2 September 2013: 234–243

hidup yang sehat akan menurunkan kadar gula darah Karena setiap obat memiliki fungsi dan waktu kerja
diabetisi. yang berbeda sehingga penggunaannya juga harus
Perilaku keteraturan konsumsi obat anti tepat sesuai aturan agar obat bekerja secara efektif.
diabetes responden menjadi salah satu upaya untuk Namun, apabila selama minum obat penderita
pengontrolan dalam pengendalian glukosa darah merasakan keluhan, dapat melakukan konsultasi
ataupun komplikasi yang dapat ditimbulkan. Bila kembali dengan dokter.
penderita Diabetes Melitus tidak patuh dalam Pengobatan diabetes memerlukan waktu yang
melaksanakan program pengobatan yang telah lama karena diabetes akan diderita seumur hidup dan
dianjurkan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya sangat kompleks karena membutuhkan pengobatan
maka akan dapat memperburuk kondisi penyakitnya. dan perubahan gaya hidup sehingga seringkali
Keberhasilan dari pengobatan Diabetes Melitus ini pasien menjadi tidak patuh dan cenderung putus asa
selain dengan pengobatan secara medik, dalam dengan program terapi yang lama, kompleks dan
bentuk pemberian obat juga dipengaruhi dengan pola tidak menghasilkan kesembuhan.
diet dan olahraga untuk menjaga kebugaran tubuh. Keteraturan pemeriksaan gula darah di
Kepatuhan penderita adalah perilaku penderita pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh responden
dalam mengambil suatu tindakan untuk pengobatan seringkali hanya sebatas untuk mengetahui
seperti diet, kebiasaan hidup sehat dan ketepatan perkembangan dari diabetes yang dialami dan
berobat. Hal ini berkenaan dengan kemauan dan pemberian obat tanpa ada sikap atau langkah
kemampuan penderita untuk mengikuti cara hidup berkelanjutan untuk mengendalikannya. Selain
sehat yang berkaitan dengan nasehat, aturan itu, kurangnya informasi atau konseling pada
pengobatan yang ditetapkan, mengikuti jadwal saat pemeriksaan bisa menjadi salah satu faktor
pemeriksaan. Sangat sulit menilai tingkat kepatuhan belum efektifnya proses pemeriksaan teratur
penderita dalam mengikuti anjuran dokter untuk terhadap pengaruhnya dalam pengendalian glukosa
dapat mengendalikan kadar glukosa darah, baik darah. Karena salah satu tujuan dari dianjurkan
menyangkut jadwal minum obat dan dosis, maupun pemeriksaan teratur yang dilakukan oleh penderita
pola hidup (pola makan, olahraga, dan lain-lain). Diabetes Melitus adalah sebagai upaya dalam deteksi
Menurut data WHO (2013), tingkat kepatuhan dini terjadinya komplikasi serta upaya penanganan
pengobatan pada penderita Diabetes Melitus klinis yang baik.
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya;
karakteristik pengobatan dan penyakit (kompleksitas
terapi, durasi penyakit dan pemberian perawatan), KESIMPULAN DAN SARAN
faktor intrapersonal (umur, gender, rasa percaya Kesimpulan
diri, stres, depresi dan penggunaan alkohol), faktor
interpersonal (kualitas hubungan pasien dengan Hasil penelitian pada penerapan 4 pilar
penyedia layanan kesehatan dan dukungan sosial) pengendalian Diabetes Melitus dengan rerata kadar
dan faktor lingkungan (situasi berisiko tinggi dan gula darah, yaitu sebagian besar responden dengan
sistem lingkungan). penyerapan edukasi baik, melakukan pengaturan
Pengobatan akan dapat berjalan dengan baik makan, melakukan olahraga ≥ 3 kali seminggu
jika diberikan bersama dengan pengaturan makan dengan frekuensi > 30 menit, dan sebagian besar
dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Namun penderita Diabetes Melitus tidak patuh melakukan
masih banyak penderita penyakit Diabetes Melitus pengobatan, dan rerata kadar gula darah dalam
yang tidak rutin dalam mengonsumsi obat-obatan batas normal. Terdapat juga beberapa responden
yang diberikan oleh dokter. Kebanyakan para yang belum tahu tentang edukasi Diabetes Melitus,
penderita Diabetes Melitus mengonsumsi obat- pengaturan makan, olahraga, dan keteraturan
obatan apabila merasakan keluhan saja. Hal tersebut berobat.
bisa dimungkinkan karena berbagai faktor seperti
responden kurang mendapat informasi tentang Saran
upaya pengendalian glukosa darah yang lengkap dan
Perlu dilakukan sosialisasi tentang 4 pilar
kepatuhan responden dalam melaksanakan anjuran
pengendalian Diabetes Melitus yang dilakukan oleh
yang diberikan dokter.
petugas melalui POSBINDU maupun di kegiatan
Mengubah aturan minum obat yang tidak sesuai
lainnya.
dengan anjuran dokter dapat mengurangi efektivitas.
Nurlaili, dkk., Hubungan Empat Pilar Pengendalian DM… 243

REFERENSI Perkeni. 2006. Konsensus Pengelolaan dan


Almatsier, S., 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, edisi Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia.
ke-6. Jakarta: EGC. (http://www.kedokteran.info/konsensus-
Depkes. 2008. Metode Pencegahan dan pengelolaan-dan-pencegahan-diabetes-mellitus-
Penanggulangan Faktor Risiko Diabetes Melitus. tipe-2-di-indonesia-2006.html.PDF).
Jakarta: Depkes RI. Purnomo, H. 2009. Pencegahan dan Pengobatan
Dinas Kesehatan Kota Surabaya. 2012. Profil Penyakit yang Paling Mematikan. Yogyakarta:
Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2010. Surabaya: Buana Pustaka.
Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Soegondo S. & Sukardji K. 2008. Hidup Secara
FKM UNAIR. 2008. Pedoman Penulisan dan Mandiri dengan Diabetes Mellitus Kencing Manis
Tata Cara Ujian Skripsi. Surabaya: Universitas Sakit Gula. Jakarta: FKUI.
Airlangga. Soegondo S., Soewondo P., & Subekti I. 2007.
Gibney J.M., Margaretts M.B., Kearney M.J., & Arab Penatalaksanaan Diabetes Terpadu. Jakarta:
L. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: FKUI.
Buku Kedokteran EGC. Suyono, S. 2009. Kecenderungan Peningkatan Jumlah
Mahdiana, R. 2010. Mencegah Penyakit Kronis Sejak Penyandang Diabetes, dalam Penatalaksanaan
Dini. Yogyakarta: Tora Book. Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit
Mahendra B, Krisnatuti D, Tobing A, & Alting AZB. FK UI.
2008. Care Yourself, Diabetes Mellitus. Jakarta: Tjokroprawiro, A. 2006. Hidup Sehat dan Bahagia
Penebar Plus. Bersama Diabetes. Jakarta: GPU.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. World Diabetes Foundation. 2005. Atlas Diabetes.
Jakarta: PT Rineka Cipta. Executive Summary, second edition.
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai