Oleh
HARIS YUFTIKA HANI
KHAMDAN KURNIAWAN
ROMBEL C 2018
A. Konsep Utama
Secara singkat Berne mendefinisikan pengertian dari analisis transaksi
sebagai: “Ein Transaktions-Stimulus plus eine Transaktions-Reaktion” (Joines
dalam Eschenmoser, 2008:23). Pernyataan ini berarti bahwa sebuah transaksi
terdiri dari sebuah stimulus dan sebuah reaksi. Dengan kata lain, syarat
terbentuknya sebuah transaksi adalah adanya hubungan timbal balik antara
stimulus yang diungkapkan penutur dan respon yang diungkapkan oleh lawan
bicaranya.
Analisis Transaksional adalah salah satu pendekatan Psychotherapy
yang menekankan pada hubungan interaksional. Transaksional maksudnya ialah
hubungan komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Adapun hal yang
dianalisis yaitu meliputi bagaimana bentuk cara dan isi dari komunikasi mereka.
Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan apakah transaksi yang terjadi
berlangsung secara tepat, benar dan wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi
dapat menggambarkan apakah seseorang tersebut sedang mengalami masalah
atau tidak. Analisis Transaksional dapat dipergunakan untuk terapi individual,
tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Analisis transaksional berfokus
pada keputusan – keputusan awal yang dibuat oleh klien dan menekankan
kemampuan klien untuk membuat keputusan baru.
Analisis Transaksional (AT) merupakan psikoterapi transaksional yang
dapat digunakan dalam konseling individual, tetapi lebih cocok digunakan
dalam konseling kelompok. Analisis Transaksional melibatkan suatu kontrak
yang dibuat oleh klien, yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah
proses konseling. Analisis Transaksional berfokus pada keputusan-keputusan
awal yang dibuat oleh klien dan menekankan kemampuan klien untuk membuat
keputusankeputusan baru. Analisis Transactional menekankan aspek-aspek
kognitif rasional-behavioral dan berorientasi kepada peningkatan kesadar
sehingga klien akan mampu membuat keputusan-keputusan baru dan mengubah
cara hidupnya. Berne menemukan bahwa dengan menggunakan AT kliennya
membuat perubahan signifikan dalam kehidupan mereka.
B. Hakikat Manusia
Analisis trasaksional berakar dari filosofi antideterministik. Iman
ditempatkan dalam kapasitas seseorang untuk di atas pola kebiasaan dan untuk
memilih sasaran dan perilaku baru. Ini tidak berarti bahwa mereka sama sekali
tanpa ada hal yang mempengaruhinya bisa sampai pada penentuan hidup yang
kritis. Analisis ini juga mengakui bahwa mereka dipengaruhi oleh harapan serta
tuntutan oleh orang lain yang signifikan baginya, terutama oleh karena
keputusan yang terlebih dahulu telah dibuat pada masa hidup mereka pada saat
mereka sangat bergantung pada orang lain. tetapi keputusan dapat ditinjau
kembali dan ditantang dan apabila keputusan yang telah diambil terdahulu tidak
lagi cocok, bisa dibuat keputusan.
C. Asumsi Dasar
Pendekatan analisis transaksional berlandaskan suatu teori kepribadian
yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini
menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang
terpisah, yaitu: orang tua, dewasa, anak. Sifat kontraktual proses terapeutik
analisis transaksional cenderung mempersamakan kedudukan konselor dan
klien. Adalah menjadi tanggung jawab klie untuk menentukan apa yang akan
diubahnya. Pada dasarnya, analisis transaksional berasumsi bahwa manusia itu:
1. Manusia memiliki pilihan-pilihan dan tidak dibelenggu oleh masa
lampaunya (Manusia selalu berubah dan bebas untuk menentukan
pilihanya). Ada tiga hal yang membuat manusia selalu berubah, yaitu :
a. Manusia (klien) adalah orang yang telah cukup lama menderita” karena
itu mereka ingin bahagia dan mereka berusaha melakukan perubahan.
b. Ada kebosanan, kejenuhan atau putus asa. Manusia tidak puas dengan
kehidupan yang monoton, kendatipun tidak menderita bahkan
berkecukupan. Keadaan yang monoton akan melahirkan perasaan jenuh
atau bosan, karena itu individu terdorong dan berupaya untuk
melakukan perubahan.
c. Manusia bisa berubah karena adanya penemuan tiba-tiba. Hal ini
merupakan hasil AT yang dapat diamati. Banyak orang ya g pada
mulanya tidak mau atau tidak tahu dengan perubahan, tetapi dengan
adanya informasi, cerita, atau pengetahuan baru yang membuka
cakrawala barunya, maka ia menjadi bersemangat untuk menyelidiki
terus dan berupaya melakukan perubahan.
2. Manusia sanggup melampaui pengondisian dan pemprograman awal
(manusia dapat berubah asalkan ia mau). Perubahan manusia itu adalah
persoalan di sini dan sekarang (here and now ). Berbeda dengan
psikoanalisis, yang cenderung deterministik, di mana sesuatu yang terjadi
pada manusia sekarang ditilik dari masa lalunya. Bagi T, manusia sekarang
memiliki kehendak, karena itu perilaku manusia sekarang adalah persoalan
sekarang dan di sini. Kendatipun ada hubunganya dengan masa lalu, tapi
bukan seluruhnya perilaku hari di ditentukan oleh pengalaman masa
lalunya.
3. Manusia bisa belajar mempercayai dirinya dirinya sendiri , berpikir dan
memutuskan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan
perasaanpersaannya.
4. Manusia sanggup untuk tampil di luar pola-pola kebisaaan dan menyeleksi
tujuan-tujuan dan tingkah laku baru.
5. Manusia bertingkah laku dipengaruhi oleh pengharapan dan tuntutan dari
orang-orang lain.
6. Manusia dilahirkan bebas, tetapi salah satu yang pertama dipelajari adalah
berbuat sebagaimana yang diperintahkan.
D. Teori Kepribadian
Analisis trasaksional dipandang sebagai sesuatu yang positif, karena
manusia secar filosofis dapat ditingkatkan, dikembangnkan dan diubah secara
langsung melalui proses yang aman, menggairahkan dan bahan menyenangkan.
Secara keseluruhan dasar filosofinya bermula dari asumsi bahwa semuanya OK,
artinya bahwa setiap individu perilakunya mempunyai dasar menyenangkan dan
mempunyai potensi serta keinginan untuk berkembang, dan mengaktualisasikan
diri.
Sumber-sumber dari tingkah laku sebagaimana seseorang itu melihat
suatu realitas serta bagaimana mereka mengolah berbagai informasi serta
bereaksi dengan dunia pada umumnya disebut oleh Eric Berne sebagai Ego State
(Status Ego). Istilah status ego digunakan untuk menyatakan suatu sistem
perasaan dan kondisi pikiran serta berkaitan dengan pola-pola dan tingkah
lakunya. Status ego pada diri seseorang itu terbentuk berdasarkan pengalaman-
pengalaman yang diperoleh seseorang yang masih membekas pada dirinya sejak
kecil. Menurut Eric Berne behwa status ego seseorang terdiri dari unsur-unsur
sebagai berikut:
1. Orang tua (Parent)
Bila seseorang merasa dan bertingkah laku seperti orang tua atau
tokohtokoh terdahulu, maka ia dapatlah berada dalam status o orang tua.
Setiap orang mendapatkan berbagai bentuk pengalaman, sikap, serta
pendapat dari orang tuanya, maka dari itu berdasarkan pengalaman, sikap
serta pendapatnya yang diperoleh dari orang tuanya masing-masing, setiap
orang akan memiliki atau berada pada status ego orang tua.
Status ego orang tua itu lebih sering kita lihat dengan nyata, misalnya:
membimbing, membantu, mengarahkan, menyayangi, menasihati,
mengecam, mengomando, mendikte, dsb. Dapat pula diliha secara verbal,
yaitu: harus, awas, jangan, lebih baik, pokoknya, cepat, dsb. Selain itu dapat
pula secara non-verbal, yaitu: merangkul, membelai, menuing, mencium,
melotot, dsb. Dapat dikatakan bahwa status ego orang tua dapat berbentuk
langsung yaitu dengan menggunakan prot type, model, tipe, dari orang tua
yang baik melalui verbal maupun non-verbal. Sedangkan dengan bentuk
tidak langsung adalah merupaka petunjuk, aturan, norma, dan nilai-nilai
yang pernah didenngar dari orang tua atau tokoh terdahulu pada masa kecil.
2. Dewasa (Adult)
Status ego dewasa adalah bentuk tindakan seseorang yang berdasarkan dasar
pikiran yang logis, rasional, objektif, dan bertanggung jawab. Dewasa
berfungsi untuk mengumpulkan berbagai informasi, memasukkan berbagai
macam data ke dalam bank data, kem ian mempertimbangkan berbagai
bentuk kemungkinan yang ada.
3. Anak (Child)
Status ego anak adalah suatu tindakan dari sesorang yang didasarkan pada
rekasi emosional yang spontan, reaktif, humor, kreatif, serta inisiatif.
Bentuk status ego anak dapat berbentuk waja apabila terlhat bahwa tingkah
lakunya pada masa anak-anak, yaitu adanya ketergantungan pada orang lain,
spontan, bebas, agresi , tidak mau kompromi, impulsive, kreatif, ingin tahu,
merasakan berbagai bentuk penemuan baru yang berbentuk status ego yang
lain adalah pengaruh tertentu dari orang tuanya.
Dengan adanya pengaruh yang begitu melekat, maka menye abkan anak
bertindak dan bertingkah laku sesuai harapan, keinginan, dan cita-cita dari
orang tuanya. Di sini akan tampak pola anak yang , patuh, sopan, penurut,
tetapi ada pula yang menyebabkan anak mengalami penderitaan, yaitu:
overprotection, manja, konflik, stres, frustasi. Jadi status ego anak
merupakan kejadian internal pada masa kanak-kanaknya.
F. Proses Konseling
Proses Konseling/Terapi Analisis Transaksional ini dilakukan tiap
transaksi yang dianalisis. Klien yang nampaknya mengelakkan tanggung jawab
diarahkan untuk mau menerima tanggung jawab pada dirinya sehingga klien
dapat menyeimbangkan Egogramnya, mendefinisikan kembali skriptnya, serta
melakukan instrospeksi terhadap game yang dijalaninya.
Tahapan Proses Konseling Analis Transaksional.
1. Bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan kontrak dengan klien,
baik mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak.
2. Pada bagian kedua baru mengajarkan Klien tentang egois tenya dengan
diskusi bersama Klien.
3. Membuat kontrak yang dilakukan oleh klien sendiri, yang berisikan tentang
apa yang akan dilakukan oleh klien, bagaimana klien akan melangkah ke
arah tujuan yang telah ditetapkan, dan klien tahu kapan kontraknya akan
habis. Kontrak berbentuk pernyataan kl en – konselor untuk bekerja sama
mencapai tujuan dan masing-masing terikat untuk saling bertanggung
jawab. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam kontrak, yaitu :
a. Dalam kontrak, konselor dan klien harus melalui transa dewasa dewasa,
serta ada kesepakatan dalam menentukan tujuan-tujuan yang ingin
dicapai.
b. Kontrak harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu : pertimbangan
pertama yaitu konselor memberikan layanan kepada klien secara
profesional (baik berupa kesempata maupun keahlian) pertimbangan
kedua yaitu, klien memberikan imbalan jas kepada konselor, dan
menandatangani serta melaksanakan isi kontrak sesuai dengan waktu
atau jadwal yang telah ditetapkan.
c. Kontrak memiliki pengertian sebagai suatu bentuk kompetensi anatara
dua pihak, yaitu, konselor yang harus memiliki kecakapan untuk
membantu klien dalam mengatasi masalahnya, dan klien harus cukup
umur dan matang untuk memasuki suatu kontrak.
d. Tujuan dari kontrak haruslah sesuai dengan kode etik konseling.
4. Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian konselor bersama klien menggali
ego state dan memperbaikinya sehingga terjadi dan tercapainya tujuan
konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Corey. Gerald. (2005). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
Rafika Aditama
Gantina Komalasari, dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT. Indeks
http://www.ericberne.com/transactional_analysis_description.html
REBT dalam Konseling Kelompok
Terapi rasional emotif yang diperkenalkan pada tahun 1955 oleh Albert Ellis yang
lahir pada tanggal 27 September 1913 di Pittsburgh, Pennysylvania, yang kemudian
dibesarkan di New York. Ia menjadi pengarang dengan status bebas, dan banyak menulis
buku maupunartikel, terutama mengenai seksualitas, disamping pernah pula sebagai
manager personalia. Ia juga bekerja sebagai psikolog klinis di New Jersey state diagnostic
center, setahun kemudian dia menggabungkan diri dengan New Jersey departement of
institutions and angencies di Trenton. Bersamaan dengan jabatannya, sejak tahun 1943
mengkhusukkan diri pada psikoterapi dan konseling perkawinan. Ellis termasuk ke dalam
tokoh yang mepelopori seks terapi. Ia juga seorang psikoanalisis, dia mendapati bahwa
teori psikoanalasis yang dipelopori oleh Freud tidak mendalam dan satu bentuk pemulihan
yang tidak saintifik. Pada awal tahun 1955, beliau telah menggabungkan terapi-terapi
kemanusiaan, fisolofikal dan tingkah laku dan dikenali sebagai teoriemosi-rasional (RET/
RationalEmotiveTherapy). Semenjak itu beliau terkenal sebagai bapak kepada teori RET
dan salah satu tokoh teori tingkah laku kognitif.
Terapi rasional emotif menurut Ellis mendasarkan pada konsep bahwa berpikir
dan berperasaan saling berkaitan, namun dalam pendekatannya lebih menitik beratkan
pada pikiran daripada ekpresi emosi seseorang terapi ini menekankan bahwa manusia
adalah manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan irasional.
Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia,
berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan
mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan ke arah
menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-
kesalahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari
pertumbuhan dan aktualisasi diri. Terapi ini memberikan bantuan kepada klien untuk
menantang dan memperbaiki keyakinan-keyakinan irasional yang dianggap menimbulkan
kesulitan-kesulitan emosional dan behavioral. Untuk memahami lebih lanjut pada terapi
rasional emotif terapi dikenal 2 konsep utama yang mendasari yaitu:
a. Teori kepribadian
1. Antecedentevent (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar
individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau
sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi
masuk bagi calon karyawan merupakan antecendentevent bagi seseorang.
2. Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diriindividu
terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan
yang rasional (rationalbelief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional
(irrasionalbelief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau
system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi
produktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau system
berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak
produktif.
3. Emotionalconsequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat
atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam
hubungannya dengan antecendentevent (A). Konsekuensi emosional ini bukan
akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam
bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
1) Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyataan
dan imajinasi.
Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang
lain dari segala sesuatu yang dikerjakan.
Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan
kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum.
Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa
individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan
penderitaan emosional tersebut.
Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu
yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural.
Dalam pandangan Ellis, keyakinan yang rasional berakibat pada perilaku dan
reaksi individu yang tepat, sedangkan keyakinan irrasional berakibat pada reaksi
emosional dan perilaku yang salah.
c. Pemahaman yang dicapai pada saat konselor membantu konseli untuk mencapai
pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional
kecuali dengan mendeteksi dan “melawan” keyakinan yang irrasional.
a. Teknik-Teknik Kognitif
Adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa Ketut
menerangkan ada empat tahap dalam teknik-teknik kognitif:
1) Tahap Pengajaran
2) Tahap Persuasif
3) Tahap Konfrontasi
b. Teknik-Teknik Emotif
1) Teknik Sosiodrama
2) Teknik SelfModelling
Digunakan dengan meminta klien berjanji dengan konselor untuk
menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia pada
janjinya.
3) Teknik AssertiveTraining
c. Teknik-Teknik Behaviouristik
1) Teknik reinforcement
4) Teknik livemodels
Correy, G. (2003). Teori dan praktek dari konseling dan psikoterapi (Ed. 4). (Penerj: E.
Koeswara). Bandung: Refika Aditama.