Anda di halaman 1dari 18

Konseling Kelompok REBT dan Analisis Transaksional

TUGAS MATA KULIAH


BIMBINGAN KONSELING KELOMPOK
Prof. Mungin Eddy Wibowo, M. Pd, Kons

Oleh
HARIS YUFTIKA HANI
KHAMDAN KURNIAWAN
ROMBEL C 2018

BIMBINGAN DAN KONSELING


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
Analisis Transaksional dalam Konseling Kelompok

A. Konsep Utama
Secara singkat Berne mendefinisikan pengertian dari analisis transaksi
sebagai: “Ein Transaktions-Stimulus plus eine Transaktions-Reaktion” (Joines
dalam Eschenmoser, 2008:23). Pernyataan ini berarti bahwa sebuah transaksi
terdiri dari sebuah stimulus dan sebuah reaksi. Dengan kata lain, syarat
terbentuknya sebuah transaksi adalah adanya hubungan timbal balik antara
stimulus yang diungkapkan penutur dan respon yang diungkapkan oleh lawan
bicaranya.
Analisis Transaksional adalah salah satu pendekatan Psychotherapy
yang menekankan pada hubungan interaksional. Transaksional maksudnya ialah
hubungan komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Adapun hal yang
dianalisis yaitu meliputi bagaimana bentuk cara dan isi dari komunikasi mereka.
Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan apakah transaksi yang terjadi
berlangsung secara tepat, benar dan wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi
dapat menggambarkan apakah seseorang tersebut sedang mengalami masalah
atau tidak. Analisis Transaksional dapat dipergunakan untuk terapi individual,
tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Analisis transaksional berfokus
pada keputusan – keputusan awal yang dibuat oleh klien dan menekankan
kemampuan klien untuk membuat keputusan baru.
Analisis Transaksional (AT) merupakan psikoterapi transaksional yang
dapat digunakan dalam konseling individual, tetapi lebih cocok digunakan
dalam konseling kelompok. Analisis Transaksional melibatkan suatu kontrak
yang dibuat oleh klien, yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah
proses konseling. Analisis Transaksional berfokus pada keputusan-keputusan
awal yang dibuat oleh klien dan menekankan kemampuan klien untuk membuat
keputusankeputusan baru. Analisis Transactional menekankan aspek-aspek
kognitif rasional-behavioral dan berorientasi kepada peningkatan kesadar
sehingga klien akan mampu membuat keputusan-keputusan baru dan mengubah
cara hidupnya. Berne menemukan bahwa dengan menggunakan AT kliennya
membuat perubahan signifikan dalam kehidupan mereka.
B. Hakikat Manusia
Analisis trasaksional berakar dari filosofi antideterministik. Iman
ditempatkan dalam kapasitas seseorang untuk di atas pola kebiasaan dan untuk
memilih sasaran dan perilaku baru. Ini tidak berarti bahwa mereka sama sekali
tanpa ada hal yang mempengaruhinya bisa sampai pada penentuan hidup yang
kritis. Analisis ini juga mengakui bahwa mereka dipengaruhi oleh harapan serta
tuntutan oleh orang lain yang signifikan baginya, terutama oleh karena
keputusan yang terlebih dahulu telah dibuat pada masa hidup mereka pada saat
mereka sangat bergantung pada orang lain. tetapi keputusan dapat ditinjau
kembali dan ditantang dan apabila keputusan yang telah diambil terdahulu tidak
lagi cocok, bisa dibuat keputusan.

C. Asumsi Dasar
Pendekatan analisis transaksional berlandaskan suatu teori kepribadian
yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini
menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang
terpisah, yaitu: orang tua, dewasa, anak. Sifat kontraktual proses terapeutik
analisis transaksional cenderung mempersamakan kedudukan konselor dan
klien. Adalah menjadi tanggung jawab klie untuk menentukan apa yang akan
diubahnya. Pada dasarnya, analisis transaksional berasumsi bahwa manusia itu:
1. Manusia memiliki pilihan-pilihan dan tidak dibelenggu oleh masa
lampaunya (Manusia selalu berubah dan bebas untuk menentukan
pilihanya). Ada tiga hal yang membuat manusia selalu berubah, yaitu :
a. Manusia (klien) adalah orang yang telah cukup lama menderita” karena
itu mereka ingin bahagia dan mereka berusaha melakukan perubahan.
b. Ada kebosanan, kejenuhan atau putus asa. Manusia tidak puas dengan
kehidupan yang monoton, kendatipun tidak menderita bahkan
berkecukupan. Keadaan yang monoton akan melahirkan perasaan jenuh
atau bosan, karena itu individu terdorong dan berupaya untuk
melakukan perubahan.
c. Manusia bisa berubah karena adanya penemuan tiba-tiba. Hal ini
merupakan hasil AT yang dapat diamati. Banyak orang ya g pada
mulanya tidak mau atau tidak tahu dengan perubahan, tetapi dengan
adanya informasi, cerita, atau pengetahuan baru yang membuka
cakrawala barunya, maka ia menjadi bersemangat untuk menyelidiki
terus dan berupaya melakukan perubahan.
2. Manusia sanggup melampaui pengondisian dan pemprograman awal
(manusia dapat berubah asalkan ia mau). Perubahan manusia itu adalah
persoalan di sini dan sekarang (here and now ). Berbeda dengan
psikoanalisis, yang cenderung deterministik, di mana sesuatu yang terjadi
pada manusia sekarang ditilik dari masa lalunya. Bagi T, manusia sekarang
memiliki kehendak, karena itu perilaku manusia sekarang adalah persoalan
sekarang dan di sini. Kendatipun ada hubunganya dengan masa lalu, tapi
bukan seluruhnya perilaku hari di ditentukan oleh pengalaman masa
lalunya.
3. Manusia bisa belajar mempercayai dirinya dirinya sendiri , berpikir dan
memutuskan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan
perasaanpersaannya.
4. Manusia sanggup untuk tampil di luar pola-pola kebisaaan dan menyeleksi
tujuan-tujuan dan tingkah laku baru.
5. Manusia bertingkah laku dipengaruhi oleh pengharapan dan tuntutan dari
orang-orang lain.
6. Manusia dilahirkan bebas, tetapi salah satu yang pertama dipelajari adalah
berbuat sebagaimana yang diperintahkan.

D. Teori Kepribadian
Analisis trasaksional dipandang sebagai sesuatu yang positif, karena
manusia secar filosofis dapat ditingkatkan, dikembangnkan dan diubah secara
langsung melalui proses yang aman, menggairahkan dan bahan menyenangkan.
Secara keseluruhan dasar filosofinya bermula dari asumsi bahwa semuanya OK,
artinya bahwa setiap individu perilakunya mempunyai dasar menyenangkan dan
mempunyai potensi serta keinginan untuk berkembang, dan mengaktualisasikan
diri.
Sumber-sumber dari tingkah laku sebagaimana seseorang itu melihat
suatu realitas serta bagaimana mereka mengolah berbagai informasi serta
bereaksi dengan dunia pada umumnya disebut oleh Eric Berne sebagai Ego State
(Status Ego). Istilah status ego digunakan untuk menyatakan suatu sistem
perasaan dan kondisi pikiran serta berkaitan dengan pola-pola dan tingkah
lakunya. Status ego pada diri seseorang itu terbentuk berdasarkan pengalaman-
pengalaman yang diperoleh seseorang yang masih membekas pada dirinya sejak
kecil. Menurut Eric Berne behwa status ego seseorang terdiri dari unsur-unsur
sebagai berikut:
1. Orang tua (Parent)
Bila seseorang merasa dan bertingkah laku seperti orang tua atau
tokohtokoh terdahulu, maka ia dapatlah berada dalam status o orang tua.
Setiap orang mendapatkan berbagai bentuk pengalaman, sikap, serta
pendapat dari orang tuanya, maka dari itu berdasarkan pengalaman, sikap
serta pendapatnya yang diperoleh dari orang tuanya masing-masing, setiap
orang akan memiliki atau berada pada status ego orang tua.
Status ego orang tua itu lebih sering kita lihat dengan nyata, misalnya:
membimbing, membantu, mengarahkan, menyayangi, menasihati,
mengecam, mengomando, mendikte, dsb. Dapat pula diliha secara verbal,
yaitu: harus, awas, jangan, lebih baik, pokoknya, cepat, dsb. Selain itu dapat
pula secara non-verbal, yaitu: merangkul, membelai, menuing, mencium,
melotot, dsb. Dapat dikatakan bahwa status ego orang tua dapat berbentuk
langsung yaitu dengan menggunakan prot type, model, tipe, dari orang tua
yang baik melalui verbal maupun non-verbal. Sedangkan dengan bentuk
tidak langsung adalah merupaka petunjuk, aturan, norma, dan nilai-nilai
yang pernah didenngar dari orang tua atau tokoh terdahulu pada masa kecil.
2. Dewasa (Adult)
Status ego dewasa adalah bentuk tindakan seseorang yang berdasarkan dasar
pikiran yang logis, rasional, objektif, dan bertanggung jawab. Dewasa
berfungsi untuk mengumpulkan berbagai informasi, memasukkan berbagai
macam data ke dalam bank data, kem ian mempertimbangkan berbagai
bentuk kemungkinan yang ada.
3. Anak (Child)
Status ego anak adalah suatu tindakan dari sesorang yang didasarkan pada
rekasi emosional yang spontan, reaktif, humor, kreatif, serta inisiatif.
Bentuk status ego anak dapat berbentuk waja apabila terlhat bahwa tingkah
lakunya pada masa anak-anak, yaitu adanya ketergantungan pada orang lain,
spontan, bebas, agresi , tidak mau kompromi, impulsive, kreatif, ingin tahu,
merasakan berbagai bentuk penemuan baru yang berbentuk status ego yang
lain adalah pengaruh tertentu dari orang tuanya.
Dengan adanya pengaruh yang begitu melekat, maka menye abkan anak
bertindak dan bertingkah laku sesuai harapan, keinginan, dan cita-cita dari
orang tuanya. Di sini akan tampak pola anak yang , patuh, sopan, penurut,
tetapi ada pula yang menyebabkan anak mengalami penderitaan, yaitu:
overprotection, manja, konflik, stres, frustasi. Jadi status ego anak
merupakan kejadian internal pada masa kanak-kanaknya.

E. Hubungan Konselor dan Klien

Analisis Transaksional adalah suatu bentuk terapi yang berdasarkan kontrak.


Suatu kontrak dalam Analisis Transaksional menyiratkan bahwa seseorang akan
berubah. Kontrak haruslah spesifik, ditetapkan secara jelas, dan dinyatakan
secara ringkas. Kontrak berisi tentang apa yang akan dilakukan oleh klien,
bagaimana klien akan melangkah ke arah tujuan yang telah ditetapkan, dan klien
tahu kapan kontraknya akan habis. Sebagai sesuatu yang dapat diubah-ubah,
kontrak dapat dibuat secara bertahap. Konselor akan mendukung dan bekerja
sesuai dengan kontrak.
Banyak klien yang memandang konselor sebagai sumber obat yang manjur
untuk segala macam penyakit, sehingga mereka mengawali konseling dengan
sikap pasif dan dependen. Salah satu kesulitan mereka adalah penghindaran dari
kewajiban memikul tanggung jawab, dan mereka berusaha meneruskan gaya
hidupnya dengan mengalihkan tanggung jawab kepada konselor. Pendekatan
kontraktual Analisis Transaksional berlandaskan pengharapan bahwa para klien
berfokus pada tujuan-tujuan mereka dan membuat suatu komitmen. Konselor
menekankan pembagian tanggung jawab dan menyajikan suatu titik
pemberangkat dan untuk bekerja.
Pendekatan kontrak dengan jelas menyiratkan suatu tanggung jawab
bersama. Dengan berbagi tanggung jawab bersama konselo , klien menjadi
rekan treatment . Konselor tidak melakukan sesuatu kepada klien sementara
klien itu pasif. Akan tetapi, baik konselor maupun klien harus aktif dalam
kegiatan konseling tersebut. Ada beberapa implikasi yang menyangkut
hubungan konselor dan klien, yaitu:
1. Tidak ada jurang pengertian yang tidak bisa dijembatani di antara konselor
dan klien. Konselor dan klien berbagi kata-kata dan konsepkonsep yang
sama, dan keduanya memiliki pemahaman yang sama tentang situasi yang
dihadapi.
2. Klien memiliki hak-hak yang sama dan penuh dalam konseling. Hal ini
berarti klien tidak bisa dipaksa untuk menyingkapkan hal-hal yang tidak
ingin diungkapkannya. Selain itu pasti klien merasa bahwa dia tidak akan
diamati atau direkam di luar pengetahuannya atau tanpa persetujuan
darinya.
3. Kontrak memperkecil perbedaan status dan menekankan persamaan diantara
konselor dan klien. Pada diri konselor, seorang klien harus menemukan
“seorang manusia yang berminat memajukan pengetahuan pasien tentang
dirinya sendiri dalam seketika sehingga secepat mungkin, pasien itu bisa
menjadi analis bagi dirinya sendiri.
Inti pokok dari AT terletak pada usaha konselor menganalisis transaksi klien
dengan teknik-teknik yang telah disebutkan diatas. Dengan demikian sikap dan
peranan konselor adalah :
1. Berusaha meletakkan tanggung jawab pada klien. Karena pada hakekatnya
setiap individu hendaknya bertanggung jawab atas kehidupannya, maka AT
juga mengarahkan agar pada diri klien tumbuh rasa tanggung jawab dan
kemampuan untuk mengambil tang ung jawab atas kehidupannya.
2. Menyediakan lingkungan yang menunjang. Untuk mencapai perubahan klien
atau keseimbangan klien, konselor berusaha sebagai penyedia fasilitas yang
mendorong terjadinya perubahan klien.
3. Memisahkan mitologi dengan realitas. Karena pengaruh , banyak klien
dipengaruhi oleh mitologi yang telah diadapsinya sejak lama. Dalam rangka
memperbaiki kembali (memahami kembali) skript kehidupan klien itu,
konselor AT mempunyai peranan untuk memisahkan mitologi yang
berpengaruh dalam klien dengan realitas kehidupan yang sebenarnya.
4. Melakukan Konfrontasi atas keanehan yang tampak. Keanehan atau keadaan
ego state klien yang tidak seimbang dapat diperbaiki konselor dengan
melakukan konfrontasi.Konselor hendaknya bisa m mbentuk dan
merekonstruksi menjadi seimbang.
Jadi, dengan melihat peranan dan sikap konselor di atas memperlihatkan
bahwa konselor dalam Analisis Transaksional bersifat aktif dan lebih banyak
menentukan jalannya konseling.

F. Proses Konseling
Proses Konseling/Terapi Analisis Transaksional ini dilakukan tiap
transaksi yang dianalisis. Klien yang nampaknya mengelakkan tanggung jawab
diarahkan untuk mau menerima tanggung jawab pada dirinya sehingga klien
dapat menyeimbangkan Egogramnya, mendefinisikan kembali skriptnya, serta
melakukan instrospeksi terhadap game yang dijalaninya.
Tahapan Proses Konseling Analis Transaksional.
1. Bagian pendahuluan digunakan untuk menentukan kontrak dengan klien,
baik mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak.
2. Pada bagian kedua baru mengajarkan Klien tentang egois tenya dengan
diskusi bersama Klien.
3. Membuat kontrak yang dilakukan oleh klien sendiri, yang berisikan tentang
apa yang akan dilakukan oleh klien, bagaimana klien akan melangkah ke
arah tujuan yang telah ditetapkan, dan klien tahu kapan kontraknya akan
habis. Kontrak berbentuk pernyataan kl en – konselor untuk bekerja sama
mencapai tujuan dan masing-masing terikat untuk saling bertanggung
jawab. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam kontrak, yaitu :
a. Dalam kontrak, konselor dan klien harus melalui transa dewasa dewasa,
serta ada kesepakatan dalam menentukan tujuan-tujuan yang ingin
dicapai.
b. Kontrak harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu : pertimbangan
pertama yaitu konselor memberikan layanan kepada klien secara
profesional (baik berupa kesempata maupun keahlian) pertimbangan
kedua yaitu, klien memberikan imbalan jas kepada konselor, dan
menandatangani serta melaksanakan isi kontrak sesuai dengan waktu
atau jadwal yang telah ditetapkan.
c. Kontrak memiliki pengertian sebagai suatu bentuk kompetensi anatara
dua pihak, yaitu, konselor yang harus memiliki kecakapan untuk
membantu klien dalam mengatasi masalahnya, dan klien harus cukup
umur dan matang untuk memasuki suatu kontrak.
d. Tujuan dari kontrak haruslah sesuai dengan kode etik konseling.
4. Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian konselor bersama klien menggali
ego state dan memperbaikinya sehingga terjadi dan tercapainya tujuan
konseling.

G. Fungsi dan Peran Konselor


Terapis berperan sebagai guru adalah menerangkan tehnik seperti
analisis struktural, analisis transaksioanl, analisis naskah, dan analisi permainan.
Terapis membantu klien dalam rangka menemukan kondisi-kondisi yang tidak
menguntungkan, mengadaptasi rencana hidup dan mengembangakn strategi
dalam berhubungan denagn orang lain. terapis membantu klien dalam
menentukan alternatif-alternatif menyatakan tugas terapi adalah menolong klien
mendapatkan perangakt yang diperlukan untuk mendapat perubahan, menolong
klien untuk menemukan kekuatan internal mereka untuk mendapatkan
perubahan denagn jalan mengambil keputusan yang lebih cocok.
Konseling analisis transaksional didesain untuk mendapatkan insight
emosional dan intelektual, tetapi focus pada bagian rasional. Hal ini berimplikasi
pada peran konselor dalam proses konseling yang lebih banyak didaktik dan
focus pada pemikiran konseli. Menurut Harris, 1967 dalam Komalasari G, DKK.
2011) peran konselor adalah sebagai guru, pelatih dan penyelamat dengan
terlibat secara penuh dengan konseli. Sebagai guru, konselor menjelaskan
teknik-teknik seperti analisis struktur ( structural analysis), analisis transaksi,
analisis game.

H. Penerapan Teknik dan Prosedur


Teknik-teknik konseling analisis transaksional banyak menggunakan
teknik-teknik pendekatan gestalt. James jongeward (1971) mengkombinasikan
konsep dan proses analisis transaksioanal dengan ekperimentasi Gestalt dan
kombinasi ini memberikan hasil yang menjanjikan pada self-awareness dan
autonomy (Corey, 1986,p 161, dalam Komalasari G, DKK. 2011).
a. Metode Didaktik (Didaktic Methods)
Prosedur belajar dan mengajar adalah dasar dari pendekatan ini.
b. Kursi Kosong (Empty Chair)
Teknik ini merupakan adopsi dari pendekatan Gestalt. Teknik ini biasanya
digunakan untuk structural analysis. McNeel (1976, dalam Komalasari G,
DKK. 2011) mendeskripsikan bahwa teknik yang menggunakan dua kursi
ini merupakan cara yang efektif untuk membantu konseli mengatasi konflik
masa lalu dengan orangtua atau orang lain pada masa kecil. Tujuan teknik
ini adalah untuk menyelesaikan unfinished business masa lalu (Corey,
1986,p 164, dalam Komalasari G, DKK. 2011).
c. Bermain Peran
Bermain peran (Role Play) biasanya digunakan dalam konseling kelompok
dimana melibatkan orang lain. Anggota kelompok lain dapat berperan
sebagai ego state yang bermasalah dengan konseli. Dalam kegiatan ini
konseli berlatih dengan anggota kelompok yang bertingkah laku sesuai
dengan apa yang akan diuji coba di dunia nyata. Variasi lain dapat
dilakukan dengan melebihkan karakteristik ego state tertentu untuk melihat
reaksi tingkah laku saat ini terhadap ego state tertentu (Corey, 1986,p 164,
dalam Komalasari G, DKK. 2011).
d. Penokohan Keluarga ( Family Modeling)
Family Modeling adalah pendekatan untuk melakukan structural analysis,
yang pada umumnya berguna untuk menghadapi constant parents, constant
adult, constant child. Konseli diminta untuk membayangkan episode yang
berisi orang-orang yang penting baginya di masa lalu. Konseli bertindak
sebagai sutradara, produser, dan actor. Konseli mendefenisikan situasi dan
menggunakan anggota kelompok sebagai pengganti anggota keluarganya.
Konseli menempatkan mereka sehingga mengingat situasinya. Berdasarkan
hasil drama ini konseli dan konselor mendiskusikan, bertindak, dan
mengevaluasi sehingga dapat meningkatkan kesadaran tentang situasi yang
spesifik dan makna personal yang masih dipegang teguh oleh konseli.
(Corey, 1986,p 164, dalam Komalasari G, DKK. 2011).
e. Analysis Ritual dan Waktu Luang (Analysis of Rituals and Pastime)
Analisis transaksional termasuk di dalamnya adalah identifikasi ritual dan
mengisi waktu luang (pastimes) yang digunakan dalam structuring of time.
Structuring of time adalah materi penting untuk diskusi dan penilaian karena
merefleksikan keputusan tentang naskah hidup tentang bagaimana
bertransaksi dengan orang laindan bagaimana mendapatkan stroke. Individu
yang memenuhi sebagian besar waktunya dengan ritual dan pastimes
kemungkinan mengalami kekurangan stroke dan kurang instimasi dalam
bertransaksi dengan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Corey. Gerald. (2005). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
Rafika Aditama

Gantina Komalasari, dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT. Indeks

http://www.ericberne.com/transactional_analysis_description.html
REBT dalam Konseling Kelompok

1. Konsep Terapi Rasional Emotif

Terapi rasional emotif yang diperkenalkan pada tahun 1955 oleh Albert Ellis yang
lahir pada tanggal 27 September 1913 di Pittsburgh, Pennysylvania, yang kemudian
dibesarkan di New York. Ia menjadi pengarang dengan status bebas, dan banyak menulis
buku maupunartikel, terutama mengenai seksualitas, disamping pernah pula sebagai
manager personalia. Ia juga bekerja sebagai psikolog klinis di New Jersey state diagnostic
center, setahun kemudian dia menggabungkan diri dengan New Jersey departement of
institutions and angencies di Trenton. Bersamaan dengan jabatannya, sejak tahun 1943
mengkhusukkan diri pada psikoterapi dan konseling perkawinan. Ellis termasuk ke dalam
tokoh yang mepelopori seks terapi. Ia juga seorang psikoanalisis, dia mendapati bahwa
teori psikoanalasis yang dipelopori oleh Freud tidak mendalam dan satu bentuk pemulihan
yang tidak saintifik. Pada awal tahun 1955, beliau telah menggabungkan terapi-terapi
kemanusiaan, fisolofikal dan tingkah laku dan dikenali sebagai teoriemosi-rasional (RET/
RationalEmotiveTherapy). Semenjak itu beliau terkenal sebagai bapak kepada teori RET
dan salah satu tokoh teori tingkah laku kognitif.

Terapi rasional emotif menurut Ellis mendasarkan pada konsep bahwa berpikir
dan berperasaan saling berkaitan, namun dalam pendekatannya lebih menitik beratkan
pada pikiran daripada ekpresi emosi seseorang terapi ini menekankan bahwa manusia
adalah manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan irasional.
Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia,
berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan
mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan ke arah
menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-
kesalahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari
pertumbuhan dan aktualisasi diri. Terapi ini memberikan bantuan kepada klien untuk
menantang dan memperbaiki keyakinan-keyakinan irasional yang dianggap menimbulkan
kesulitan-kesulitan emosional dan behavioral. Untuk memahami lebih lanjut pada terapi
rasional emotif terapi dikenal 2 konsep utama yang mendasari yaitu:

a. Teori kepribadian

Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari


konsep-konsep kunci teori Albert Ellis: ada tiga pilar yang membangun tingkah laku
individu, yaitu Antecedentevent (A), Belief (B), dan Emotionalconsequence (C). Kerangka
pilarini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.

1. Antecedentevent (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar
individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau
sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi
masuk bagi calon karyawan merupakan antecendentevent bagi seseorang.
2. Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diriindividu
terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan
yang rasional (rationalbelief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional
(irrasionalbelief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau
system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi
produktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau system
berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak
produktif.
3. Emotionalconsequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat
atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam
hubungannya dengan antecendentevent (A). Konsekuensi emosional ini bukan
akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam
bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.

b. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku


bermasalah, didalamnya merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir
yang irrasional. Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah:

1) Tidak dapat dibuktikan

2) Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang


sebenarnya tidak perlu

3) Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif

Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh:

1) Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyataan
dan imajinasi.

2) Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain.


3) Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang
diajarkan kepada individu melalui berbagai media.

Indikator sebab keyakinan irasional adalah:

Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang
lain dari segala sesuatu yang dikerjakan.

Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan
kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum.

Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana


yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh
manusia dalam hidupnya.

Lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu daripada berusaha


untuk menghadapi dan menanganinya.

Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa
individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan
penderitaan emosional tersebut.

Pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan


individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang.

Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu
yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural.

Dalam pandangan Ellis, keyakinan yang rasional berakibat pada perilaku dan
reaksi individu yang tepat, sedangkan keyakinan irrasional berakibat pada reaksi
emosional dan perilaku yang salah.

2. Tujuan Terapi Rasional Emotif

Berangkat dari pandangannya tentang hakikat manusia tujuan konseling


menurut Ellis pada dasarnya membentuk pribadi yang rasional, dengan jalan mengganti
cara-cara berpikir irrasional. Dalam pandangan Ellis, cara berpikir irrasional itulah yang
menjadi individu mengalami gangguan emosional dan karena itu cara-cara berpikirnya
harus diubah menjadi yang lebih tepat yaitu cara berpikir yang rasional. Mengemukakan
secara tegas pengertian tersebut mencakup minimal pandangan yang mengalahkan diri
(self-defeating) dan mencapai kehidupan yang lebih realistik, falsafah hidup yang
toleran, termasuk didalamnya dapat mencapai keadaan yang dapat mengarahkan diri,
menghargai diri, fleksibel, berpikir ilmiah, dan menerima diri. Untuk mencapai tujuan-
tujuan konseling itu maka perlu pemahaman konseli tentang sistem keyakinan atau cara
berpikir sendiri. Ada tiga tingkatan insight yang perlu dicapai dalam RET, yaitu:

a. Pemahaman (insight) dicapai ketika konseli memahami tentang perilaku penolakan


diri yang dihubungkan pada penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai
dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima yang lalu dan saat
ini.

b. Pemahaman terjadi ketika konselor/terapis membantu konseli untuk memahami


bahwa apa yang mengganggu konseli pada saat ini adalah karena keyakinan yang
irrasional terus dipelajari dan yang diperoleh sebelumnya.

c. Pemahaman yang dicapai pada saat konselor membantu konseli untuk mencapai
pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional
kecuali dengan mendeteksi dan “melawan” keyakinan yang irrasional.

3. Peran dan Fungsi Terapis atau KonselorTerapi Rasional Emotif

Peran terapis atau konselor RationalEmotiveTheraphy adalah untuk mengetahui


sebab-sebab yang melatar belakangi permasalahan klien. Terapis atau konselor meneliti
latar belakang permasalahan klien melauiserangkaian wawancara dan informasi dari
sejumlah sumber data.

Terapis atau konselor disini fungsinya adalah sebagai fasilitator, pembimbing,


dan pendamping klien. Dalam perannya membantu klien mengatasi masalah-masalah
yang sedang dihadapinya, sehingga klien dapat secara sadar dan mandiri
mengembangkan atau meningkatkan potensi-potensi yang dimilikinya.

4. Teknik Terapi Rasional Emotif

RationalEmotiveBehaviorTherapymenggunakan berbagi teknik yang bersifat


kognitif, afektif, behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Teknik-
teknik RationalEmotiveBehaviorTherapy sebagai berikut:

a. Teknik-Teknik Kognitif

Adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa Ketut
menerangkan ada empat tahap dalam teknik-teknik kognitif:
1) Tahap Pengajaran

Dalam REBT, konselor mengambil peranan lebih aktif dari pelajar.


Tahap ini memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicara serta
menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana
ketidaklogikaanberfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi
kepada klien tersebut.

2) Tahap Persuasif

Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya karena pandangan yang ia


kemukakan itu tidak benar. Dan Konselor juga mencoba meyakinkan, berbagai
argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien itu adalah tidak
benar.

3) Tahap Konfrontasi

Konselor mengubah ketidaklogikaanberfikir klien dan membawa klien ke arah


berfikir yang lebih logika.

4) Tahap Pemberian Tugas

Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan


tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul
dengan anggota masyarakat kalau merekamerasa dipencilkan dari pergaulan
atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.

b. Teknik-Teknik Emotif

Teknik-teknik emotif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah


emosi klien. Antara teknik yang sering digunakan ialah:

1) Teknik Sosiodrama

Memberi peluang mengekspresikan berbagai perasaan yang menekan klien


itu melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas
mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau melalui gerakan
dramatis.

2) Teknik SelfModelling
Digunakan dengan meminta klien berjanji dengan konselor untuk
menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia pada
janjinya.

3) Teknik AssertiveTraining

Digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien dengan pola


perilaku tertentu yang diinginkannya.

c. Teknik-Teknik Behaviouristik

Terapi Rasional Emotif banyak menggunakan teknik behavioristik terutama


dalam hal upaya modifikasi perilaku negatif klien, dengan mengubah akar-akar
keyakinannya yang tidak rasional dan tidak logis, beberapa teknik yang
tergolong behavioristik adalah:

1) Teknik reinforcement

Teknik reinforcement (penguatan), yaitu: untuk mendorong klien ke arah


tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian
verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). Teknik ini dimaksudkan
untuk membongkar sistem nilai-nilai dan keyakinan yang irasional pada klien
dan menggantinya dengan sistem nilai yang lebih positif.

2) Teknik social modeling (pemodelan sosial)

3) Teknik social modeling (pemodelan sosial), yaitu: teknik untuk membentuk


perilaku-perilaku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup
dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara mutasi (meniru),
mengobservasi dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-
norma dalam sistem model sosial dengan maslah tertentu yang telah disiapkan
konselor.

4) Teknik livemodels

Teknik livemodels (mode kehidupan nyata), yaitu teknik yang digunakan


untuk menggambar perilaku-perilaku tertentu. Khususnya situasi-situasi
interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapanpercakapan sosial,
interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.
DAFTAR PUSTAKA

Semiun, Y. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kansisius

Singgih, D. G. (1992). Konseling dan terapi. Jakarta: PT Bpk Gunung mulia

Correy, G. (2003). Teori dan praktek dari konseling dan psikoterapi (Ed. 4). (Penerj: E.
Koeswara). Bandung: Refika Aditama.

Fauzan, Lutfi. (2001). Pendekatan-pendekatan Konseling Individual. Malang: Elang Mas.

Anda mungkin juga menyukai